Diskusi Panel “Broadband Wireless Access Indonesia, Peluang dan Tantangan”
PELUANG DAN TANTANGAN BANK SYARIAH DI ERA INDUSTRI 4
Transcript of PELUANG DAN TANTANGAN BANK SYARIAH DI ERA INDUSTRI 4
74
PELUANG DAN TANTANGAN BANK SYARIAH DI ERA INDUSTRI 4.0
Rifqy Tazkiyyaturrohmah
Institut Agama Islam Riyadlotul Mujahidin Ponorogo
Email: [email protected]
Endang Sriani
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
Email: [email protected]
Abstract:
Nowadays the industrial world is entering a new era called Industrial Revolution 4.0. The implementation
of the fourth generation industry must be followed by the establishment of a healthy and sustainable
ecosystem in order that it might be effective and able to drive all sectors, particularly economic and
business sectors in Indonesia. The phenomenon of fintech is the delivery of product and financial services
through the technological platform and innovative business model. In the Industrial Revolution 4.0,
creative economic actors and Sharia financial institution should be able to think creatively and optimally
to face all the challenges and opportunities created from this era. This research is a qualitative study
using a descriptive approach, with the intention of interpreting phenomena that occur and is carried out
by involving various existing methods. The results of this study, that there are several opportunities and
challenges faced by Islamic banks in Indonesia in facing the 4.0 industrial revolution in the scope of
financial technology (fintech). The main challenge facing sharia banks in facing the industrial revolution
4.0 is how to develop products and services to spur productivity and competitiveness in the economic and
business industries. As for the opportunities owned by Islamic banking to develop products and services
to deal with industry 4.0, namely, firstly qualified human resources, secondly technological
sophistication, thirdly products needed by the community in the face of the industrial revolution 4.0.
Abstrak:
Dunia industri tengah memasuki era baru yang disebut Revolusi Industri 4.0. Implementasi industri
generasi keempat itu tentunya harus diikuti dengan pembentukan ekosistem yang sehat dan
berkesinambungan, agar efektif dan dapat menggerakkan seluruh sektor di Indonesia khususnya sektor
ekonomi dan bisnis. Fenomena fintech merupakan penyampaian produk dan layanan keuangan melalui
percampuran platform teknologi dan model bisnis inovatif. Dalam Revolusi Industri 4.0, seharusnya para
pelaku ekonomi kreatif dan lembaga keuangan syariah bisa berpikir out of the box secara maksimal untuk
menghadapi segala tantangan serta peluang yang tercipta dari era ini. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif, dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Hasil penelitian ini adalah ada
beberapa peluang serta tantangan yang dihadapi oleh bank syariah di Indonesia dalam menghadapi
revolusi industri 4.0 dalam lingkup financial technology (fintech). Tantangan utama yang dihadapi bank
syari’ah dalam menghadapi revolusi industri 4.0 adalah bagaimana mengembangkan produk serta layanan
untuk memacu produtivitas serta daya saing di industri ekonomi dan bisnis. Sedangkan untuk peluang
yang dimiliki oleh perbankan syariah untuk mengembangkan produk serta layanan untuk menghadapi
industri 4.0 yaitu, yang pertama SDM yang mumpuni, kedua kecanggihan teknologi, ketiga produk-
produk yang di butuhkan masyarakat dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Kata kunci: Revolusi Industri 4.0, Fintech, Bank Syariah
75
A. Pendahuluan
Perkembangan era teknologi masa sekarang berkembang pesat sedemikian rupa
dan mendominasi aspek-aspek kehidupan manusia. Saat ini kita sedang dihadapkan
dengan industri 4.0, dimana segala hal berkaitan erat dengan teknologi. Industri 4.0
ditandai dengan digitalisasi, yang mana pemanfaatan teknologi pada semua lini. Pada
industri 4.0 ada 5 hal yang mencakup yiatu Artificial Intelligence (AI), Internet of
Things (IOT), human-machine interface, teknologi robotik dan sensor serta teknologi
percetakan tiga dimensi (3D).1 Kelima teknologi tersebut menjadi tanda bahwa di era ini
industri akan memasuki dunia virtual serta penggunaan mesin-mesin automasi yang
terintegrasi dengan internet.
Revolusi industri 4.0 membuat batas antara dunia digital, fisik dan biologis
semakin tipis bahkan hilang. Profesor Klaus –pendiri forum ekonomi dunia-mengatakan
bahwa revolusi 4.0 dapat berdampak buruk bagi pemerintah yang gagap dan tidak bisa
memanfaatkan perkembangan teknologi yang cepat.2 Pemanfaatan teknologi di berbagai
bidang salah satunya di bidang ekonomi, mendorong kita berfikir keras untuk
mengeluarkan inovasi-inovasi produk agar tidak tertelan seiring perkembangan zaman.
Fenomena fintech adalah penyampaian produk dan layanan keuangan melalui
percampuran platform teknologi dan model bisnis inovatif. Asal usul fintech berasal dari
Silicon Valley,3 kemudian meluas ke New York, London, Singapura, Hongkong dan
beberapa kota global lainnya.
Financial Technology (fintech) sendiri didefinisikan sebagai bisnis berbasis
teknologi yang bersaing dan atau berkolaborasi dengan lembaga keuangan. Proses
fintech berkisar dari menciptakan software untuk memproses kegiatan yang biasa
dilakukan lembaga keuangan untuk meningkatkan pengalaman konsumen dan
mempersingkat proses pembayaran menjadi lebih efisien, atau memungkinkan
1 Annisa Dea Widiarini, “Milenial, Siap-siap Sambut Revolusi Industri 4.0”, Kompas.com, https://edukasi.kompas.com/read/2018/10/03/17521731/milenial-siap-siap-sambut-revolusi-industri-40, diakses tanggal 25 Oktober 2018 2 Ona Gae Luna, “Revolusi Industri dan Indonesia 4.0”, Kumparan, https://kumparan.com/nona-gae-
luna1519199971381/revolusi-industri-dan-indonesia-4-0, diakses tanggal 25 Oktober 2018 3 Silikon Valley adalah julukan bagi daerah selatan dari San Fransisco Bay Area, California Amerika
Serikat. Julukan ini diraih karena daerah ini memiliki banyak perusahaan yang bergerak dibidang
komputer dan semikonduktor. Perusahaan-perusahaan yang sekarang menghuni silikon valley antara lain
adalah Adobe System, Apple Computer, Cisco System, eBay, Google, Hewlett-Packard, Intel dan Yahoo!
76
konsumen memenuhi kebutuhan finansial mereka (menabung, melakukan investasi,
melakukan pembayaran).4
Menurut OJK pada tahun 2016 lalu, kebutuhan pembiayaan (pinjaman) nasional
mencapai Rp. 1.600 triliun. Tapi hanya sekitar Rp. 6.00 triliun saja yang dapat dilayani
oleh perbankan dan industri keuangan lainnya. Ini menjadi peluang besar bagi pelaku
start-up fintech untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia, tak heran kalau sektor
ini pun kebanjiran pemain. Hingga akhir Juni 2018, OJK sudah mencatat ada 64
perusahaan fintech berbasis peer-to-peer (P2P) lending5 dan masih ada puluhan yang
mengantre di belakang.
Selain dikeluarkan oleh perusahaan mandiri (perusahaan start-up), ada beberapa
fintech yang juga bekerja sama dengan perbankan dalam inovasi produknya. Seperti
Bank Mandiri yang bekerja sama dengan OVO perusahaan penyedia pembayaran
digital,6 kemudian BRI yang juga menggandeng GO-PAY untuk memperkuat layanan
perbankan.7 Selain saling bekerja sama, ada pula industri perbankan yang mengeluarkan
produk fintech sendiri. Sebut saja D-Mobile milik PT. Bank Danamon Indonesia Tbk,
produk ini memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi
perbankan melalui smartphone yang terhubung dengan jaringan.8
Di Indonesia juga terdapat beberapa perusahaan start-up yang mengeluarkan
fintech syariah seperti contohnya Zahir Capital Hub yang mana merupakan layanan
fintech syariah yang di kembangkan oleh PT. Zahir Internasional. Zahir Capita Hub
menawarkan layanan yang pintar dan mudah bagi perusahaan untuk mendapatkan
4 Ian Pollari, “The Rise of Fintech Opportunities and Challenges”, The Finsia Journal of Applied
Finance, ISSUE 3, 2016 5 Nindya Aldila, “Índonesia Negara Paling Siap Kembangkan Fintech Syariah”, Finansial Bisnis,
http://finansial.bisnis.com/read/20180707/89/813959/indonesia-negara-paling-siap-kembangkan-fintech-
syariah, diakses tanggal 24 Oktober 2018 6 Liputan6.com, “Perluas Layanan Transaksi Nontunai, Bank Mandiri Gandeng OVO”, Liputan6,
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3414757/perluas-layanan-transaksi-nontunai-bank-mandiri-
gandeng-ovo, diakses tanggal 22 Oktober 2018 7 Ropesta Sitorus, “BRI Gandeng GO-PAY Perluas Penetrasi Layanan Perbankan”, Finansial Bisnis,
http://finansial.bisnis.com/read/20180306/90/746094/bri-gandeng-go-pay-perluas-penetrasi-layanan-
perbankan, diakses tanggal 22 Oktober 2018 8 Siti Kamilla, “Mengenal Produk Fintech Keluaran Bank di Indonesia“,
https://kreditgogo.com/artikel/Digital-Banking/Mengenal-Produk-Fintech-Keluaran-Bank-di-
Indonesia.html, diakses tanggal 25 Oktober 2018
77
investasi permodalan dari mitra syariah yang kredibel dan terpercaya, sesuai dengan
koridor syariah.9
Sejauh ini DSN MUI telah mendorong kerjasama antar perusahaan fintech
syariah dengan perbankan syariah melaui fatwa DSN-MUI no: 117/DSN-MUI/II/2018
tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah,
yang mana itu akan mendorong percepatan peningkatan pangsa pasar keuangan syariah
di Indonesia.10
Melihat kenyataan tersebut, sayang sekali jika perbankan syariah tidak ikut andil
dalam mengembangkan produknya dalam bentuk produk-produk yang berbasis
teknologi, karena dalam era Revolusi Industri 4.0 perkembangan teknologi akan sangat
menunjang perkembangan sebuah lembaga yang melek teknologi, lebih lagi bank
syariah akan kehilangan pangsa pasarnya jika tidak dengan segera memenuhi kebutuhan
pasar saat ini dan mendatang.
B. Pengertian Revolusi Industri 4.0
Konsep dari revolusi industri 4.0 pertama kali diperkenalkan oleh Profesor
Klaus Schwab -seorang Ekonom terkenal asal Jerman- dalam bukunya yang berjudul
The Fourth Industrial Revolution yang menyebutkan bahwa konsep itu telah mengubah
hidup dan kerja manusia. Industrialisasi dunia dimulai pada akhir abad ke-18 dengan
ditemukannya alat tenun mekanis pertama pada tahun 1784. Saat itu industri
diperkenalkan dengan fasilitas produk mekanis menggunakan tenaga air dan uap.
Peralatan kerja yang pada awalnya tergantung pada tenaga manusia dan hewan akhirnya
digeser dengan mesin tersebut. Pada masa ini dianggap sebagai kelahiran revolusi
industri 1.0.11
Masuk abad ke-20 yang menandai lahirnya revolusi industri 2.0, kala itu
pengenalan produk massal berdasarkan pembagian kerja. Lini produksi pertama saat itu
9 Jeko I. R, “Bentuk Capital Hub, Zahir Bidik Industri Fintech Syariah, Liputan6,
https://www.liputan6.com/tekno/read/3630229/bentuk-capital-hub-zahir-bidik-industri-fintech-syariah,
diakses tanggal 25 Oktober 2018 10 Dwi Murdaningsih, “MUI Dorong Kerjasama Fintech Syariah dan Perbankan Syariah”,
Republika, https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/18/07/06/pbg330368-mui-dorong-
kerjasama-fintech-syariah-dan-perbankan-syariah diakses tanggal 25 Oktober 2018 11 Tim Viva, “4 Tahap Revolusi Industri Sampai ke Era 4.0”, Viva,
https://www.viva.co.id/digital/digilife/1040470-4-tahap-revolusi-industri-sampai-ke-era-4-0 diakses
tanggal 25 Oktober 2018
78
melibatkan rumah potong hewan di Cincinati, Ohio pada tahun 1870.12 Pada tahun 1970
dianggap sebagai kelahiran industri 3.0 ditandai dengan penggunaan elektronik dan
teknologi informasi guna otomatisasi produksi. Pada industri generasi ketiga ini muncul
alat pengontrol logika terprogram pertama (PLC), yakni modem 084-969. Sistem
otomatisasi berbasis komputer pun membuat mesin industri tidak lagi dikendalikan
manusia.13
Sampailah pada masa sekarang, yaitu zaman revolusi industri 4.0 yang di tandai
dengan cyber-physical. Saat ini industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk
konektivitas manusia, mesin dan data, dan semua sudah ada di mana-mana. Istilah ini
juga dikenal dengan Internet of Things (IoT). IoT sendiri termasuk dalam lini cakupan
dari industri 4.0. Pada industri 4.0 ada 5 hal yang mencakup yaitu Artificial Intelligence
(AI), Internet of Things (IoT), human-machine interface, teknologi robotik dan sensor
serta teknologi percetakan tiga dimensi (3D).
Industri 4.0 sendiri memang sudah terlihat pada kehidupan sehari-hari kita
seperti hadirnya smartphone yang didukung teknologi sensor, komunikasi yang serba
digital, penggunaan teknologi internet pada semua aspek-aspek kehidupan dan lain
sebagainya. Bahkan pada tahun 2017 lalu sebuah robot humanoid14 bernama Sophia
12 Ibid 13 Ibid 14 Robot humaoid adalah robot yang penampilan keseluruhannya dibentuk berdasarkan tubuh manusia,
mampu melakukan interaksi dengan peralatan maupun lingkungan yang dibuat-untuk-manusia. Secara
umum robot humanoid memiliki tubuh dengan kepala, dua buah lengan dan dua buah kaki, meskipun ada
79
yang berbasis teknologi AI (Artificial Intellegence) diperkenalkan pada dunia dan pada
tahun yang sama menjadi robot pertama yang meraih kewarganegaraan dari sebuah
negara (Arab Saudi).15 Hal ini membuktikan bahwa kita tidak bisa menolak hadirnya
revolusi industri 4.0, karena semakin kita menolak semakin kita akan tertinggal jauh.
Presiden Joko Widodo berbicara tentang revolusi industri 4.0 yang diperkirakan
3.000 kali lebih cepat dari revolusi industri generasi pertama.16 Revolusi industri 4.0 ini
tentunya memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap dunia industri seperti
hadirnya robot dibidang konstruksi yang mampu membangun rumah kurang dari 24 jam
dengan teknologi 3D printing, tangan robot yang bisa mengelas material dengan cepat
dan merakit berbagai jenis kendaraan dan lain-lain.
Revolusi digital dan era disrupsi merupakan istilah lain dari industri 4.0, disebut
revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi di semua bidang.
Industri 4.0 di katakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitas di
sebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi
tidak linier. Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0 adalah pengaplikasian
Artificial Intellegence (AI) dengan bentuk pengaplikasiannya tersebut adalah
penggunaan robot untuk menggantikan tenaga manusia sehingga lebih murah, efektif
dan efisien.17
Lompatan besar terjadi dalam sektor industri di era revolusi industri 4.0, di mana
teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Pada era ini model
bisnis pun ikut mengalami perubahan besar, tidak hanya dalam proses produksi
melainkan juga di seluruh rantai nilai industri.18 Industri 4.0 diprediksi memiliki potensi
manfaat yang besar. Sebagian besar pendapat mengenai potensi manfaat industri 4.0
adalah mengenai perbaikan kecepatan-fleksibilitas produksi, peningkatan layanan
pula beberapa bentuk robot humanoid yang hanya berupa sebagian dari tubuh manusia misalnya dari
pinggang ke atas. Beberapa robot humanoid juga memiliki 'wajah', lengkap dengan 'mata' dan 'mulut'.
Android merupakan robot humanoid yang dibangun untuk secara estetika menyerupai manusia. 15 Sophia (robot), Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Sophia_(robot) diakses tanggal 25 oktober
2018 16 Ray Jordan, “Jokowi: Anak Muda Harus Siap dengan Revolusi Industri 4.0, Detik.com,
https://news.detik.com/berita/4035590/jokowi-anak-muda-harus-siap-dengan-revolusi-industri-40 diakses
tanggal 25 Oktober 2018 17 Muhammad Yahya, “Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan
Indonesia”, disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa Senat Universitas Negeri Makassar tanggal 14
Maret 2018 18 Venti Eka Satya, “Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0”, Info Singkat, Vol. X, No.
09/I/Puslit/Mei/2018
80
kepada pelanggan dan meningkatkan pendapatan. Terwujudnya potensi manfaat
tersebut akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian suatu negara.19 Jadi
mau tidak mau, suka tidak suka kita memang harus siap untuk menghadapi industri 4.0
agar tidak di gilas oleh kemajuan zaman.
C. Hal-hal yang Harus Dipersiapkan dalam Revolusi Industri 4.0
Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk mengontrol proses produksi
dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian
waktu. Industri 4.0 digunakan pada tiga faktor yang saling terkait yaitu; 1) digitalisasi
dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana menuju jaringan ekonomi dengan teknik
kompleks; 2) digitalisasi produk dan pelayanan; dan 3) model pasar baru.20
Kehadiran revolusi industri 4.0 yang sedang berlangsung saat ini memang
menimbulkan prokontra di tengah masyarakat. Di satu sisi, sebagian masyarakat
berpendapat bahwa kemajuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intellegence) di
sektor industri merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dibendung. Namun
tidak dapat dipungkiri pula bahwa revolusi industri ini justru menjadi ancaman
pengangguran massal di masa depan.
Kabar baiknya ialah kehadiran Revolusi Industri 4.0 tidak sepenuhnya
berdampak negatif seperti yang dikhawatirkan sebelumnya. World Economic Forum
memprediksi empat isu yang akan yang akan mempengaruhi pekerjaan pada masa
depan. Pertama, teknologi AI dan robot akan menciptakan lebih banyak pekerjaan,
bukan pengangguran massal. Memang benar bahwa otomatisasi akan menyebabkan
beberapa pekerjaan akan hilang, namun di sisi lain adalah hal ini justru membawa
peluang pekerjaan baru di bidang yang lain. Para ahli ekonomi percaya bahwa yang
terjadi pada masa depan bukan kurangnya lowongan pekerjaan, tapi kurangnya
kemampuan yang sesuai dengan jenis pekerjaan pada masa depan.
Kedua, setiap kota akan saling berkompetisi memperebutkan sumber daya
manusia dengan talenta terbaik. Persaingan untuk mendapatkan talenta terbaik tidak lagi
19 Hoedi Prasetyo, “Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset”, J@ti Undip:
Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Januari 2018 20 Muhammad Yahya, “Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan
Indonesia”, disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa Senat Universitas Negeri Makassar tanggal 14
Maret 2018
81
berlangsung hanya antar perusahaan, namun akan meningkat menjadi antarkota. Seiring
dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan bekerja dari jarak jauh,
masyarakat akan lebih memilih untuk tinggal di kota dengan lingkungan ramah
teknologi dibandingkan dengan tinggal di tempat terdekat dengan kantor.
Ketiga, sebagian besar tenaga kerja negara maju akan menjadi pekerja bebas
(freelance) sebelum 2027. Para pekerja freelance ini akan didominasi oleh generasi
milenial. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan dipercaya akan lebih memilih merekrut
para pekerja freelance dibandingkan pekerja tetap untuk mengisi kekosongan talenta
(talent gap) yang mereka butuhkan.
Keempat, sistem pendidikan berubah dari pendekatan parsial menjadi holistik.
Pelajaran matematika, seni dan ilmu pengetahuan yang selama ini dipandang sebagai
disiplin ilmu yang terpisah dinilai sudah tidak relevan dalam mengisi kebutuhan
kompetensi pekerjaan pada masa depan. Sekolah-sekolah akan mulai mengadopsi
kurikulum berbasis tugas (project-based curriculum) sebagai jembatan untuk
meruntuhkan sekat-sekat yang selama ini menjadi penghalang generasi berpikir
kreatif.21
Ada beberapa hal yang menjadi konsentrasi kita dalam menghadapi revolusi
industri 4.0. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, ada 4 langkah strategis
agar Indonesia mengimplementasikan industri 4.0 yaitu pertama, pihak kementerian
tengah mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus belajar dan meningkatkan
keterampilannya dan untuk memahami penggunaan teknologi Internet of Things (IoT)
atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Kedua,
pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri
kecil dan menengah (IKM) sehingga mampu menembus pasar ekspor melalui program
e-smart IKM. Program ini merupakan upaya untuk memperluas pasar dalam rantai nilai
dunia dan menghadapi industri 4.0. Ketiga, industri nasional diharapkan dapat
menggunakan teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity,
21 Joe Kaeser, “The World is Changing, Here‟s How Companies must adapt”, World Economic Forum,
https://www.weforum.org/agenda/2018/01/the-world-is-changing-here-s-how-companies-must-adapt/
diakses tanggal 28 Oktober 2018
82
Cloud dan Augmented Reality. Keempat, inovasi teknologi melalui pengembangan
startup dengan memfasilitasi tempat inkubasi bisnis.22
Industri 4.0 memang lebih menyasar kalangan generasi milenial, generasi yang
saat ini di anggap paling melek dan paham dengan perkembangan teknologi. Generasi
milenial sendiri sering di sebut dengan generasi “Y” yaitu generasi yang lahir antara
kurun waktu 1980-an akhir hingga awal 2000-an.23 Generasi ini umumnya ditandai
dengan peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media dan
teknologi digital. Jika dilihat dari kurun waktunya pun generasi milenial pada saat ini
sedang berada di usia produktif, sehingga sangat memungkinkan untuk mempersiapkan
SDM dari kalangan generasi milenial dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Seperti yang disampaikan oleh Rektor IAIN Salatiga pada acara seminar
internasional,24 “...pada tahun 2030-2036 para generasi yang saat ini berusia 20-21
tahun akan menjadi orang yang produktif yang disebut sebagai bonus demografi. Bonus
demografi bagi masyarakat Indonesia adalah pada tahun 2030 dengan prosentase
jumlah tenaga usia produktif yang sangat besar yang memiliki potensi untuk
meningkatkan ekonomi..”
D. Peluang dan Tantangan Revolusi Industri 4.0 bagi Perbankan Syariah
Perbankan di Indonesia dalam perjalanan panjangnya telah mengalami berbagai
fase revolusi Industri. Perkembangan demi perkembangan kemudian mengantarkan
pada sebuah era yang kini disebut era revolusi industri 4.0, seperti yang disampaikan
oleh Presiden Joko Widodo, revolusi industri 4.0 telah mendorong inovasi-inovasi
teknologi yang memberikan dampak disrupsi atau perubahan fundamental terhadap
kehidupan masyarakat.
Disrupsi tidak hanya diartikan fenomena perubahan hari ini (today change)
tetapi juga mencerminkan makna perubahan hari esok (the future change).25 Prof
Clayton M. Christensen, ahli administrasi bisnis dari Harvard Business School,
22 Empat Strategi Indonesia Masuk Revousi Industri Keempat, Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia, http://www.kemenperin.go.id/artikel/17565/Empat-Strategi-Indonesia-Masuk-Revolusi-
Industri-Keempat diakses tanggal 26 oktober 2018 23 Milenial, Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Milenial diakses tanggal 26 Oktober 2018 24 Rektor IAIN Salatiga, “Tantangan dan Peluang Revolusi Industri 4.0”, disampaikan ketika membuka
seminar internasional dengan tema “The Contribution of The Millennial Generation in Creating Halal
Economy in The Revolution of Industry 4.0” tanggal 26 September 2018 25 Rhenal Kasali (2017). Meluruskan Pemahaman soal Disruption.
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/05/05/073000626/meluruskan.pemahaman.soal. disruption
83
menjelaskan bahwa era disrupsi telah mengganggu atau merusak pasar-pasar yang telah
ada sebelumnya tetapi juga mendorong pengembangan produk atau layanan yang tidak
terduga pasar sebelumya, menciptakan konsumen yang beragam dan berdampak
terhadap harga yang semakin murah.26
Revolusi Industri 4.0 menawarkan kepada kita tentang peluang sekaligus
ancaman akan keberlangsungan usaha yang telah mapan sekalipun, tidak terkecuali
lembaga perbankan Syariah. Namun pada dasarnya, ada beberapa manfaat yang dapat
diperoleh dengan perubahan ini. Yang pertama terkait optimalisasi produk yang
mendorong optimalisasi keuntungan usaha. Kemampuan memanfaatkan teknologi ini
dapat digunakan pula sebagai media menawarkan jasa-jasa perbankan tanpa harus turun
langsung ke lapangan.
Manfaat kedua terkait orientasi, maksudnya dalam Revolusi Industri 4.0 dapat
menciptkana pasar fleksibel yang berorientasi pada nasabah akan membantu masyarakat
dalam mengakses produk-produk perbankan secara cepat dan mudah. Dalam hal ini,
percepatan dan kemudahan dalam mengakses produk perbankan khususnya terkait
pembiayaan yang selama ini dirasa sulit dan berbelit-belit karena proses administrasi
maka akan sangat terbantu dengan adanya sistem digitalisasi.
Manfaat yang ketiga dari adanya Revolusi Industri 4.0 bagi bank Syariah
selanjutnya adalah mendorong adanya pendidikan dan penelitian. Bahwa perkembangan
zaman tidak memberikan peluang bagi mereka yang stagnan dan tidak mau belajar. Pun
demikian dengan bank syariah, kendati sudah memiliki ribuan nasabah yang setia,
bukan tidak mungkin para nasabah lambat laun akan berpindah jika bank tersebut tidak
berkembang mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan praktis nasabah.
Dari beragai manfaat yang diperoleh dengan adanya Revolusi Industri tersebut,
maka muncullah peluang yang dimiliki oleh bank Syariah dalam mengembangkan
produk-produknya agar up to date sesuai perkembangan pasar. Beberapa peluang yang
penulis rumuskan antara lain:
a. Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni
Dari segi sumber daya manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh Deputi
Gubernur BI, Hendar menjadi permasalahan semua pihak, tak hanya dari kalangan
akademisi dan praktisi, tapi juga dari regulator dan lembaga multilateral. BI bekerja
26 https://id.wikipedia.org/wiki/Inovasi_disruptif
84
sama dengan Islamic Research and Training Institute–Islamic Development Bank
(IRTI–IDB) menyelenggarakan Seminar “Pengembangan Sumber Daya Manusia
(Human Capital Development)”. Dalam seminar itu, sepenuhnya dibahas
“Mencetak Sumber Daya Manusia yang Kompetitif bagi Pemberdayaan Ekonomi
(Producing Competitive Human Capital for Economic Empowerment)”.27
Masih kata Hendar, program pengembangan berbasis teknologi harus
dilaksanakan, mengingat ini adalah era teknologi digital. Di bidang teknologi
keuangan, banyak perusahaan start-up yang menyediakan jasa keuangan dengan
biaya lebih murah dan persyaratan lebih mudah. Ditambah lagi saat ini perusahaan
start-up juga mulai merambah keuangan syariah sebagai model bisnisnya.
Kenyataan ini tentu harus mendapatkan penanganan yang serius dari stakeholder
perbankan syariah jika tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti perusahaan-
perusahaan transport konvensional yang mulai ditinggalkan pelanggannya karena
tergantikan transportasi berbasis online.
Sistem perekrutan sumber daya perbankan syariah saat ini sudah sepatutnya
menjadikan kemampuan teknologi sebagai standar wajib yang harus dimiliki
pelamar, bukan hanya sekedar kemampuan komunikasi dan pemasaran, bukan juga
hanya sekedar kemampuan dalam penguasaan dalil-dalil syar’i. Dalam Revolusi
Industri 4.0 ini menjadikan kemampuan penguasaan teknologi sebagai ukuran
dalam penguasaan pangsa pasar yang selama ini telah mapan.
b. Kecanggihan Teknologi
Pada point sebelumnya telah dibahas mengenai sumber daya manusia yang
melek teknologi, langkah selanjutnya yang menjadi tugas bank syariah adalah
mengenai kecanggihan teknologi yang dimiliki oleh industri keuangan ini. Untuk
menunjang keberhasilan produk berbasis teknologi, sudah tentu diperlukan sistem
informasi teknologi yang handal yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.
Disamping kemudahan akses, sistem informasi ini harus dapat merekam
informasi pribadi masyarakat yang meng-apply produk ini guna mengantisipasi jika
27 Hendar, Keynote Speech dalam Seminar "Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Capital
Development)" oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan Islamic Research and Training Institute-
Islamic Development Bank (IRTI–IDB) pada tanggal 13 Mei 2016 di Jakarta.
85
ada hal-hal yang tidak diinginkan, seperti misalnya dapat dilakukan penyelesaian
sengketa jika nasabah melakukan wan prestasi.
Kecanggihan teknologi informasi adalah hal yang paling dominan dalam
pengembangan industri perbankan syariah berbasis digital. Teknologi software dan
big data28 dapat dijadikan sebagai analis resiko terhadap calon nasabah, hal ini
bukanlah suatu yang sulit bagi teknologi, karena hampir setiap orang memiliki
media sosial yang menyimpan data-data pribadi mereka.
c. Produk-produk yang dibutuhkan oleh Masyarakat
Produk-produk perbankan yang selama ini dikenal oleh masyarakat akan
kesulitan untuk mengaksesnya, pada era digital saat ini perbankan harus berani
berevolusi menjadi sebuah lembaga yang menyediakan kemudahan dan kemurahan
dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat. Mengingat saat ini banyak
kegiatan bank dalam hal pembiayaan yang diambil alih oleh perusahaan-perusahaan
start-up melalui program financial technologi atau fintech. Sebagai lembaga
intermadiate, bank harusnya mampu memberikan jawaban atas keinginan
nasabahnya untuk menghadirkan produk yang digitalable. Dengan demikian akan
banyak ruang-ruang yang kembali di isi oleh lembaga keuangan bank Syariah ini.
Fintech merupakan inovasi layanan keuangan dengan menggunakan teknologi
agar masyarakat dapat dengan mudah mengakses produk dan layanan keuangan serta
melemahkan barier to entry. Perkembangan fintech saat ini mengubah pola model bisnis
keuangan dimana melemahnya barier to entry memberikan peran bagi fintech dalam
memunculkan perilaku unregulated yang menjalankan model bisnis layaknya
perusahaan atau instansi regulated. Perkembangan fintech didunia sudah dimulai sejak
tahun 1800-an dengan munculnya telegraf dan semakin berkembang pada tahun-tahun
selanjutnya khususnya pada era digital saat ini.29
Mengapa harus fintech? Seperti yang telah diketahui bersama bahwa para pelaku
ekonomi saat ini banyak yang meninggalkan uang tunai dalam transaksi pembayaranya,
28 Big data atau maha data adalah segala himpunan data (data set) dalam jumlah yang sangat besar, rumit
dan tak terstruktur sehingga menjadikannya sukar ditangani apabila hanya menggunakan perkakas
manajemen basis data biasa atau aplikasi pemroses data tradisional belaka (wikipedia) 29 Aam Slamet Rusydiana, “Bagaimana Mengembangkan Industri Fintech Syariah di Indonesia?
Pendekatan Interpretive Structural Model (ISM), Jurnal Al-Muzara’ah, Vol 6 No.2 2018
86
mereka memilih menggunakan sistem ekonomi modern yang berbasis internet. Mungkin
selama ini jika masyarakat membutuhkan modal untuk memulai bisnis, mereka akan
datang ke bank untuk mengajukan pembiayaan namun sekarang sudah mulai berubah,
masyarakat dapat mengakses kredit atau pembiayaan melalui layanan keuangan seperti
crowdfunding, mobile payment atau jasa keuangan lainnya yang ada dalam perusahaan
start-up.30
Jika sebelumnya layanan perbankan modern hanya berpusat di kota-kota besar
sehingga menyebabkan perputaran uang hanya berada di kota-kota besar saja. Dengan
memanfaatkan teknologi yang berkembang pesat saat ini bahkan sampai ke daerah,
dapat dimanfaatkan oleh lembaga perbankan ini untuk menyebarluaskan peredaran uang
ke pelosok daerah pula melalui produk-produk pembiayaannya. Misalnya saja,
perbankan syariah meluncurkan sebuah aplikasi untuk produk semisal perusahaan start-
up dengan akad mudharabah atau qardh. Dengan demikian, pelaku industri yang berada
di daerah sekalipun dapat mengakses produk tersebut tanpa harus datang ke kota.
Dengan kemudahan akses produk ini diharapkan pelaku UMKM di daerah memperoleh
manfaat dengan tetap menggunakan jasa perbankan syariah.
Produk selanjutnya yang dapat dikembangkan oleh bank syariah berbasis
teknologi adalah murabahah. Maka produk ini dipastikan akan diminati oleh banyak
orang mengingat pengguna e-commerce di Indonesia sangat berkembang pesat. Ilustrasi
dari produk ini adalah, bank syariah bekerjasama dengan e-commerce yang ada di
Indonesia untuk dapat digunakan sebagai media pembayaran nasabah/pembeli online
melalui aplikasi bank syariah tersebut. Dengan demikian bank syariah tidak perlu
khawatir ditinggalkan oleh nasabah, sebaliknya bank syariah akan lebih luas
cakupannya.
Disamping peluang-peluang yang dimiliki tentunya ada beberapa tantangan yang
harus dihadapi dalam revolusi Industri 4.0. Implementasi IoT dalam berbagai elemen
kehidupan termasuk industri keuangan bank, bukan tidak mungkin kesenjangan
masyarakat akan semakin kentara. Dengan IoT, banyak peran manusia yang akhirnya
akan tergantikan dengan mesin robot.
Selanjutnya mengenai keamanan data penggunaan IoT, dalam perbankan prinsip
kehati-hatian mengenai data nasabah sangat dijaga. Dengan menggunakan IoT yang
30 Adrian Teja, “Indonesian Fintech Business: New Innovations or Foster and Collaborate in Business
Ecosystems?”, The Asian Journal of Technology Management, Vol 10 No 1 (2017)
87
memanfaatkan big data tersebut, bukan tidak mungkin banyak pihak yang mungkin saja
dapat meretasnya untuk kepentingan lain. Dan tentu saja ini sangat merugikan bagi
pihak bank maupun nasabah. Oleh sebab itu, keamanan data dalam revolusi Industri 4.0
harus menjadi perhatian utama.
Selain kedua tantangan tersebut, tantangan yang selanjutnya adalah mahalnya
biaya yang diperlukan. Teknologi semakin canggih akan semakin menunjang
keberhasilan usaha dalam revolusi Industri 4.0, akan tetapi semakin canggih teknologi
berarti pula semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkannya.
E. Pengaturan dan Pengawasan Fintech di Perbankan Syariah
Pengaturan dan pengawasan bisnis fintech di Indonesia dilakukan oleh dua
lembaga negara independen yaitu Bank Indonesia (BI) dan juga Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). BI sendiri mengatur dan mengawasi usaha jasa berupa “Sistem Pembayaran
berbasis Teknologi Finansial” yang mana fokus pengawasannya di bidang inovasi bisnis
dalam hal moneter seperti jenis pembayaran.31 Sedangkan OJK bertugas mengatur dan
mengawasi bisnis teknologi finansial di luar moneter dan sistem pembayaran, seperti
usaha jasa “Peer to peer (P2P) Landing, investasi, crowdfunding (pendanaan), insuransi
teknologi hingga market support atau perusahaan agregator.32
Bi dan OJK mendorong perkembangan bisnis fintech guna meningkatkan
partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil survei Bank Dunia tahun 2017, sekitar 95 juta
penduduk Indonesia belum memiliki rekening. Padahal jumlah pengguna internet di
Indonesia lebih dari 50%.33 Peneliti Center for Indonesian Studies (CIPS) Novani
Karina menyebutkan salah satu hal penting terkait literasi keuangan elektronik adalah
penguasaan teknologi, sehingga masyarakat akan semakin paham bahwa akses internet
adalah salah satu faktor pendukung untuk mendorong masyarakat beralih ke transaksi
keuangan nontunai. Transaksi keuangan elektronik dapat menjadi salah satu alternatif
pemerintah untuk dapat meningkatkan financial inclusion yang merupakan suatu bentuk
31 Mochamad Januari Rizki, “Ini Bocoran Isi Peraturan OJK Tentang Fintech”, Hukumonline,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b164bea68f21/ini-bocoran-isi-peraturan-ojk-tentang-fintech
diakses tanggal 29 oktober 2018 32 Iswi Hariyani dan Cita Yustisia Serfiani, “Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Jasa
PM-Tekfin”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14 No. 03 – September 2017 : 333-346 33 Survei World Bank, http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2015/04/15/massive-drop-in-
number-of-unbanked-says-new-report diakses tanggal 29 Oktober 2018
88
pendalaman layanan keuangan dengan menggunakan digitalisasi dan ditargetkan
mencapai 75% sampai akhir tahun 2019.34
Pengaturan dan pengawasan transaksi fintech di Indonesia kini semakin kuat
dengan diterbitkannya regulasi baik dari BI maupun OJK sendiri. BI menerbitkan
Peraturan BI nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial,
sedangkan OJK menerbitkan Peraturan OJK nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi
Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Untuk fintech syariah, Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memiliki kewenangan mengeluarkan
Fatwa DSN-MUI No: 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, yang mana itu dapat dijadikan acuan
maupun dasar hukum bagi transaksi bisnis fintech syariah di Indonesia.
Selain ketiga payung hukum yang telah penulis sebutkan di atas, untuk transaksi
bisnis fintech kita juga bisa merujuk pada UU No. 19 Tahun 2016 perihal perubahan
atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maupun Surat Edaran Bank Indonesia No.
14/17/DASP tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP
perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Jadi
kita bisa mengkolaborasikan beberapa aturan yang berkaitan dengan transaksi bisnis
fintech maupun fintech syariah sesuai yang dibutuhkan.
Untuk fintech syariah memang harus betul-betul mengikuti koridor syariah,
seperti prinsip-prisnip sahnya suatu akad, serta memenuhi syarat dan rukun sah hukum
yang berlaku. Transaksi bisnis fintech syariah ini juga tetap di awasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS) sebagai pihak yang di anggap mumpuni dalam bidang
ekonomi dan bisnis syariah. Pada dasarnya fintech syariah harus merujuk pada salah
satu prinsip fiqh muamalah yaitu „an taradhin yaitu asas kerelaan para pihak yang
melakukan akad. Asas kerelaan sendiri dinyatakan dalam pasal 1320 KUH Perdata yang
menyebutkan “Supaya terjadi perjanjian yang sah, perlu dipenuh empat syarat:
kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian, suatu pokok persoalan tertentu, suatu sebab yang tidak dilarang”.35
34 Muhammad Faisal, “95 Juta Penduduk Indonesia Tidak Punya Rekening, Keuangan Lektronik Perlu
Sosialisasi”, Waspada Medan, http://waspadamedan.com/index.php/2018/04/25/95-juta-penduduk-
indonesia-tidak-punya-rekening-keuangan-elektronik-perlu-sosialisasi/ diakses tanggal 29 Oktober 2018 35 33 Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
89
Dari beberapa regulasi yang telah di sebutkan di atas memang lebih banyak
menitikberatkan pada perlindungan konsumen. Dalam hal ini hak-hak nasabah memang
sangat di lindungi dan di jaga oleh regulasi tersebut. Sehingga ketika nasabah merasa
dirugikan maka nasabah bisa mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan. Bagaimana
jika yang melakukan pelanggaran adalah dari pihak nasabah? Contoh pelangaran yang
dilakukan oleh nasabah adalah kredit macet. Maka kita bisa merujuk pada Surat Edaran
Bank Indonesia No. 14/17/DASP tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
No. 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu, yang mana ketika nasabah terkena masalah kredit macet maka
pihak penyelenggara fintech dapat melakukan penagihan sesuai ketentuan yang ada di
surat edaran tersebut. Ketika pihak nasabah tidak koperatif atau tidak ada itikad baik
maka pihak penyelenggara fintech dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke
Pengadilan.
F. Penyelesaian Sengketa Financial Technology pada Bank syariah
Dalam penyelenggaraan bisnis termasuk bank syariah tentu berpeluang terjadi
konflik atau sengketa antar pelaku usaha, baik dari bank dengan nasabah maupun
investor dengan pihak bank. Kaitannya dengan sengketa fintech, UU ITE no. 11 tahun
2008 memberikan amanat bagi setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak
yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi
yang menimbulkan kerugian. Pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata
secara perwakilan melalui peradilan kepada pihak penyelenggara sistem elektronik
dan/atau menggunakan teknologi informasi yang mengakibatkan kerugian masyarakat,
atau masyarakat juga bisa menyelesaikan sengketa melalui alternatif penyelesaian
sengketa dan arbitrase.36
Banyak pihak yang kini mengkritisi penyelesaian sengketa jalur litigasi karena
peradilan dianggap tidak efektif karena Peran dan fungsi peradilan dianggap mengalami
beban yang terlampaui padat (overloaded). Lamban dan buang waktu (waste of time).
Biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan
umum. Atau dianggap terlampau formalistik (formalistic) dan terlampau teknis
(technically).37
36 Lihat pasal 38 dan pasal 39 UU no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 37 Ariani, Nevey Varida. (2012). “Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan”, Jurnal
RechtsVinding Media Pembinaan Hukum Nasional. 1(2), hlm. 278.
90
Menurut Erman Rajagukguk, masyarakat khususnya kaum bisnis lebih
menyukai penyelesaian sengketa di luar pengadilan disebabkan tiga alasan, yaitu
Pertama, penyelesaian sengketa di pengadilan adalah terbuka, kaum bisnis lebih
menyukai sengketa mereka diselesaikan tertutup, tanpa diketahui oleh publik. Kedua,
sebagian masyarakat, khususnya orang bisnis menganggap hakim tidak selalu ahli
dalam permasalahan sengketa yang timbul. Ketiga, penyelesaian sengketa di Pengadilan
akan mencari pihak mana yang salah dan yang benar, sedangkan putusan penyelesaian
sengketa di luar pengadilan akan dicapai melalui kompromi.38
Melihat kenyataan tersebut, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK nomor 1/
POJK.07/ 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa
Keuangan. Peraturan OJK tersebut disusul keluarnya Keputusan OJK nomor Kep-01/
D.07/ 2016 tanggal 21 Januari 2016 yang mengesahkan pembentukan 6 (enam)
Lembaga APS yaitu:
1. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia
(LAPSPI)
2. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)
3. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI)
4. Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia
(BAMPPI)
5. Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI)
6. Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP).
Dalam Undang-undang no. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, ada beberapa metode atau jenis penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang dapat dipilih para pihak yang bersengketa, yaitu: Arbitrase, konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Akan tetapi perlu pembaharuan dalam penyelesaian sengketa bisnis yang
menggunakan teknologi Informasi, karena APS yang biasa dilakukan saat ini kurang
tepat diterapkan karena para pihak tidak saling bertemu. Oleh karena itu lebih tepat jika
sengketa ini diselesaikan dengan lembaga APS online atau Penyelesaian sengketa
Daring (PSD) yang khusus menangani sengketa dalam fintech seperti yang diamanatkan
dalam pasal 41 UU no. 11 tahun 2008 bahwa masyarakat dapat berperan meningkatkan
38 Eman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, (Jakarta: Chandra Pratama, 2001), hlm. 30.
91
pemanfaatan teknologi informasi melalui penggunaan dan penyelenggaraan sistem
elektronik dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan UU ITE. Peran masyarakat
yang dimaksud adalah diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat. Lembaga tersebut dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
Sidang atau penyelesaian sengketa dapat dilakukan para pihak tanpa harus
bertemu atau menggunakan PSD. PSD adalah hasil kolaborasi antara Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Penyelesaian sengketa dilakukan via internet sehingga prosesnya cepat, mudah dan
murah. PSD telah dipraktekkan di AS, Canada, Uni Eropa, Australia, China, Jepang,
Hongkong, Singapura dan India. PSD atau ODR (Online Dispute Resolution) juga
dinamakan “internet Dispute Resolution (iDR)”, “Electronic Dispute Resolution
(EDR)”, “electronic ADR (e-ADR)” dan “online ADR (oADR)”.
Di Indonesia sendiri sudah dipraktikkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam
bentuk pemeriksaan persidangan jarak jauh (video Conference) yang dituangkan dalam
PMK no. 18 tahun 2009 tentang pedoman pengajuan permohonan elektronik (electronic
Filing) dan pemeriksaan persidangan jarak jauh (Video Conference). Maka, bukan hal
yang sulit bagi OJK untuk membuat POJK terkait PSD mengingat semakin merebaknya
bisnis online saat ini.
G. Kesimpulan
Ada empat (4) langkah strategis agar Indonesia mengimplementasikan industri
4.0 yaitu pertama, pihak kementerian tengah mendorong agar angkatan kerja di
Indonesia terus belajar dan meningkatkan keterampilannya dan untuk memahami
penggunaan teknologi Internet of Things (IoT). Kedua, pemanfaatan teknologi digital
untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil dan menengah (IKM)
sehingga mampu menembus pasar ekspor melalui program e-smart IKM. Ketiga,
industri nasional diharapkan dapat menggunakan teknologi digital seperti Big Data,
Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud dan Augmented Reality. Keempat, inovasi
teknologi melalui pengembangan startup dengan memfasilitasi tempat inkubasi bisnis.
Memasuki Revolusi Industri 4.0, Perbankan memiliki peluang yang besar dalam
bidang Sumber Daya Manusia yang mumpuni sehingga dengan mudah mengaplikasikan
teknologi, yang kedua peluang dalam penggunaan teknologi canggih yang dengan
92
mudah bisa didapatkan oleh lembaga perbankan Syariah, dan yang ketiga adalah
produk-produk perbankan Syariah yang banyak diminati nasabah akan dengan mudah
terakses melalui internet.
Tantangan yang lebih kepada ancaman dari Revolusi Industri 4.0 adalah dengan
IoT, banyak peran manusia yang akhirnya akan tergantikan dengan mesin robot.
Keamanan data penggunaan IoT, dalam perbankan prinsip kehati-hatian mengenai data
nasabah sangat dijaga. Dengan menggunakan IoT yang memanfaatkan big data tersebut,
bukan tidak mungkin banyak pihak yang mungkin saja dapat meretasnya untuk
kepentingan lain. tantangan yang selanjutnya adalah mahalnya biaya yang diperlukan.
Pengaturan dan pengawasan bisnis fintech di Indonesia dilakukan oleh dua
lembaga negara independen yaitu Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan BI nomor
19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, dan OJK melalui
Peraturan OJK nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor
Jasa Keuangan dan juga Otoritas Jasa Keuangan.
Daftar Pustaka
Buku:
Rajagukguk, Eman. Arbitrase dalam Putusan Pengadilan. Jakarta: Chandra Pratama,
2001.
Jurnal:
Aam Slamet Rusydiana, “Bagaimana Mengembangkan Industri Fintech Syariah di
Indonesia? Pendekatan Interpretive Structural Model (ISM), Jurnal Al-
Muzara’ah, Vol 6 No.2 2018
Adrian Teja, “Indonesian Fintech Business: New Innovations or Foster and Collaborate
in Business Ecosystems?”, The Asian Journal of Technology Management, Vol
10 No 1 (2017) Ariani, Nevey Varida. Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan.
Jurnal RechtsVinding Media Pembinaan Hukum Nasional. 1(2), (2012).
Eka Satya, Venti. Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0. Info Singkat. Vol. X, No.
09/I/Puslit/Mei/2018
Hariyani, Iswi dan Cita Yustisia Serfiani. Perlindungan Hukum dan Penyelesaian
Sengketa Bisnis Jasa PM-Tekfin. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 14 No. 03 –
September 2017 : 333-346
Pollari, Ian. The Rise of Fintech Opportunities and Challenges. The Finsia Journal of
Applied Finance. ISSUE 3, 2016.
93
Prasetyo, Hoedi Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset,
J@ti Undip: Jurnal Teknik Industri. Vol. 13, No. 1, Januari 2018,
Web:
Aldila, Nindya. “Índonesia Negara Paling Siap Kembangkan Fintech Syariah”,
Finansial Bisnis,
http://finansial.bisnis.com/read/20180707/89/813959/indonesia-negara-paling-
siap-kembangkan-fintech-syariah
Dea Widiarini, Annisa. “Milenial, Siap-siap Sambut Revolusi Industri 4.0”.
Kompas.com. https://edukasi.kompas.com/read/2018/10/03/17521731/milenial-
siap-siap-sambut-revolusi-industri-40
Empat Strategi Indonesia Masuk Revousi Industri Keempat, Kementerian Perindustrian
Republik Indonesi, http://www.kemenperin.go.id/artikel/17565/Empat-
Strategi-Indonesia-Masuk-Revolusi-Industri-Keempat
Faisal, Muhammad. “95 Juta Penduduk Indonesia Tidak Punya Rekening, Keuangan
Lektronik Perlu Sosialisasi”, Waspada Medan,
http://waspadamedan.com/index.php/2018/04/25/95-juta-penduduk-indonesia-
tidak-punya-rekening-keuangan-elektronik-perlu-sosialisasi/
http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2015/04/15/massive-drop-in-number-
of-unbanked-says-new-report
https://id.wikipedia.org/wiki/
Januari Rizki, Mochamad. “Ini Bocoran Isi Peraturan OJK Tentang Fintech”,
Hukumonline, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b164bea68f21/ini-
bocoran-isi-peraturan-ojk-tentang-fintech
Jeko I. R, “Bentuk Capital Hub, Zahir Bidik Industri Fintech Syariah, Liputan 6,
https://www.liputan6.com/tekno/read/3630229/bentuk-capital-hub-zahir-bidik-
industri-fintech-syariah
Jordan, Ray. “Jokowi: Anak Muda Harus Siap dengan Revolusi Industri 4.0, Detik.com,
https://news.detik.com/berita/4035590/jokowi-anak-muda-harus-siap-dengan-
revolusi-industri-40
Kaeser, Joe. “The World is Changing, Here‟s How Companies must adapt”. World
Economic Forum. https://www.weforum.org/agenda/2018/01/the-world-is-
changing-here-s-how-companies-must-adapt/
Kamilla, Siti. “Mengenal Produk Fintech Keluaran Bank di Indonesia“, Kreditgogo.
https://kreditgogo.com/artikel/Digital-Banking/Mengenal-Produk-Fintech-
Keluaran-Bank-di-Indonesia.html,
Kasali, Rhenal. “Meluruskan Pemahaman soal Disruption”. Kompas.
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/05/05/073000626/meluruskan.pemaham
a n.soal. disruption
Liputan6.com. “Perluas Layanan Transaksi Nontunai, Bank Mandiri Gandeng OVO”.
Liputan 6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/3414757/perluas-layanan-
transaksi-nontunai-bank-mandiri-gandeng-ovo
94
Murdaningsih, Dwi. “MUI Dorong Kerjasama Fintech Syariah dan Perbankan Syariah”.
Republika.https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-
ekonomi/18/07/06/pbg330368-mui-dorong-kerjasama-fintech-syariah-dan-
perbankan-syariah
Sitorus, Ropesta. “BRI Gandeng GO-PAY Perluas Penetrasi Layanan Perbankan”,
Finansial Bisnis, http://finansial.bisnis.com/read/20180306/90/746094/bri-
gandeng-go-pay-perluas-penetrasi-layanan-perbankan
Tim Viva, “4 Tahap Revolusi Industri Sampai ke Era 4.0”, Viva,
https://www.viva.co.id/digital/digilife/1040470-4-tahap-revolusi-industri-
sampai-ke-era-4-0
Peraturan dan Undang-undang:
Fatwa DSN-MUI No: 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah
Peraturan BI nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial
Peraturan OJK nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di
Sektor Jasa Keuangan
PMK no. 18 tahun 2009 tentang pedoman pengajuan permohonan elektronik (electronic
Filing) dan pemeriksaan persidangan jarak jauh (Video Conference).
Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP tentang Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia No. 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
UU No. 19 Tahun 2016 perihal perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Lain-lain:
Hendar, Keynote Speech dalam Seminar "Pengembangan Sumber Daya Manusia
(Human Capital Development)" oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan
Islamic Research and Training Institute – Islamic Development Bank (IRTI –
IDB) pada tanggal 13 Mei 2016 di Jakarta.
Rektor IAIN Salatiga, “Tantangan dan Peluang Revolusi Industri 4.0”, disampaikan
ketika membuka seminar internasional dengan tema “The Contribution of The
Millennial Generation in Creating Halal Economy in The Revolution of Industry
4.0” tanggal 26 September 2018
Yahya, Muhammad. “Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan
Pendidikan Kejuruan Indonesia”, disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa
Senat Universitas Negeri Makassar tanggal 14 Maret 2018