PBL BLOK 29

27
Endophtalmitis Eksogen Pascatrauma dan Tatalaksananya Tutor : dr. Helena Fabiani Disusun Oleh : Kelompok PBL B5 1. Lisa Mery Nathania 102012024 2. Henok Nugrahawanto 102012068 3. Mekar Yulia Putri 102012139 4. Suli Intan 102012235 5. William Limadhy 102012241 6. Rahel Tjandrawan 102012286 7. Raena Sepryana 102012309 8. Adrianus Jong Ulu 102012219 9. Syella Trianuary 102012421 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

description

blok 29

Transcript of PBL BLOK 29

Page 1: PBL BLOK 29

Endophtalmitis Eksogen Pascatrauma dan Tatalaksananya

Tutor : dr. Helena Fabiani

Disusun Oleh : Kelompok PBL B5

1. Lisa Mery Nathania 1020120242. Henok Nugrahawanto 1020120683. Mekar Yulia Putri 1020121394. Suli Intan 1020122355. William Limadhy 1020122416. Rahel Tjandrawan 1020122867. Raena Sepryana 1020123098. Adrianus Jong Ulu 1020122199. Syella Trianuary 102012421

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara, No. 6

Jakarta Barat

Page 2: PBL BLOK 29

PENDAHULUAN

Trauma mata merupakan salah satu masalah kesehatan didunia. Meskipun termasuk kasus yang masih dapat dicegah, trauma mata menjadi salah satu penyebab mortalitas, morbiditas dan disability. Dalam kenyataan, trauma mata menjadi kasus tertinggi penyebab kebutaan unilateral diseluruh dunia terutama pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda terutama laki-laki merupakan kelompok yang kemungkinkan besar mengalami trauma mata. Tetapi, lebih banyak usaha dan rujukan dilakukan secara klinis atau penanganan bedah suatu trauma mata dibandingkan dengan usaha pencegahannya sehingga dari banyaknya penanganan bedah inilah menyebabkan banyaknya terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, salah satunya seperti endophtalmitis. Endophthalmitis adalah gangguan serius berupa inflamasi intraokular yang mempengaruhi rongga vitreous yang berasal dari penyebaran-penyebaran eksogen atau endogen dari organisme yang menginfeksi ke dalam mata. Dari setiap penyebaran dari bulbus mata, infeksi inokulum dapat meningkatkan potensi untuk menjadi infeksi intraokular menular cukup besar. Hal ini paling sering terlihat setelah operasi intraokular tetapi juga dapat terjadi sebagai komplikasi trauma penetrasiokular atau dari jaringan periokular yang berdekatan. 1-2

Endophthalmitis endogen kurang umum dan hal sekunder yang berasal dari diseminasi secara hematogen dan penyebaran dari sumber infeksi yang jauh dalam tubuh. Pada pasien dengan endophthalmitis endogen, faktor risiko predisposisi biasanya muncul. 1-2

Dalam kebanyakan kasus, terlepas dari asal-usulnya, penyajian endophthalmitis terdiri penglihatan berkurang atau kabur, mata merah, nyeri, dan edema. vitritis Progresif adalah salah satu temuan kunci dalam segala bentuk endophthalmitis, dan di hampir 75% pasien, hypopyon dapat dilihat pada saat pemeriksaan. Progresi dari penyakit dapat menyebabkan panophthalmitis, infiltrasi kornea, dan perforasi, mengenai stuktur orbital, dan phithitis bulbi. 1-2

Secara umum, kejadian endophthalmitis telah menurun di dekade terakhir dan, untungnya, endophthalmitis adalah jarang. Meskipun demikian, tingkat keparahan jelas dan prognosis tidak jelas memerlukan perawatan yang tepat waktu dan efektif untuk memberikan hasilvisual yang memuaskan. 1-2

Skenario 11

Seorang laki-laki, 24 tahun datang dengan keluhan mata kanan buram dan merah sejak 4 hari yang lalu.

Page 3: PBL BLOK 29

PEMBAHASAN

Anatomi Bola Mata

Gambar 1. Anatomi mataSumber: T. Schlote et al. Pocket atlas of ophthalmology, 2006.

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:1

a. Sklera, yang merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut cornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.

b. Jaringan uvea, yang merupakan jaringan vaskular, yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata, yaitu otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata, yaitu otot dilatatur, sfingter iris dan otot siliar. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.

c. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

Diagnosis

Pasien laki-laki 24 tahun datang dengan keluhan mata kanan buram dan merah sejak 4 hari yang lalu. Dari anamnesis secara autoanamnesis, pasien mengatakan bahwa mata kanannya terkena pantulan paku ketika bekerja 5 hari yang lalu dan pasien langsung merasakan nyeri. Pasien juga mengatakan adanya kotoran yang banyak berwarna kekuningan keluar dari matanya dan dari riwayat pengobatan pasien hanya menggunakan obat penghilang rasa sakit berupa tablet dan salep mata bekas saudara pasien yang pernah sakit mata merah. Setelah itu, dilakukanlah pemeriksaan fisik dan ditemukan visus mata kanan: 1/~ dengan proyeksi cahaya baik, TIO

Page 4: PBL BLOK 29

normal per palpasi, Gross-palpebra edema dan spasme, pada conjungtiva terdapat injeksi silier, kornea keruh tampak adanya robekan dari sentral kearah jam 3 sepanjang 5 mm dengan iris terjepit di luka, kamera okuli anterior dalam di jam 9 dangkal di jam 3 tampak cairan putih di bagian bawah setinggi 3 mm, pupil irregular (tertarik kearah luka), lensa sedikit keruh, pada funduskopi adanya samar-samar red orange reflex. Secara garis besar dapat disimpulkan pasien mengeluh mata merah, buram dan nyeri. Dimana keluhan tersebut dapat diperoleh dari penyakit seperti keratitis, ulkus kornea dan endophtalmitis. Namun pada anamnesis dan pemeriksaan fisik lebih lanjut, diduga pasien tersebut menderita endophtalmitis.

Prosedur diagnosis yang harus dilakukan adalah :

Ophthalmological evaluationo Pemeriksaan tajam penglihatan

o Tonometri untuk memeriksa tekanan bola mata

o Pemeriksaan funduskopi

o Memeriksa kedua mata dengan slit lamp biomicroscopy

o Ultrasonografi bila pemeriksaan funduskopi sulit dilakukan (untuk melihat adanya

foreign body pada intraokular, densitas dari vitreitis dan adanya ablasio retina)

Page 5: PBL BLOK 29

o Pemeriksaan kultur rutin termasuk kultur secara aerobik, anaerobik dan kultur

jamur.

Pseuphypha in this vitrectomy sample from a patient

with suspected candida endophthalmitis

Pemeriksaan lab :o Pemeriksaan laboratorium yang terpenting adalah kultur gram dari cairan aqueous

dan vitreus.o Untuk endogenous endophthalmits, pemeriksaan lab lainnya mungkin diperlukan

seperti : Lab darah rutin untuk mengevaluasi adanya infeksi, peningkatan lekosit

dan adanya shift to the left. Laju endap darah mengevaluasi adanya infeksi kronis atau keganasan. Blood Urea Nitrogen mengevaluasi adanya gagal ginjal atau pasien

dengan resiko. Kreatinin mengevaluasi adanya gagal ginjal atau pasien dengan dengan

resiko. Pemeriksaan imaging :

o Chest x-ray mengevaluasi sumber infeksi.

o Cardiac ultrasound mengevaluasi endokarditis sebagai sumber infeksi.

o CT scan / MRI orbita membantu menyingkirkan diferensial diagnosa.

Pemeriksaan lain :o Kultur darah evaluasi sumber infeksi

o Kultur urine evaluasi sumber infeksi

o Kultur lain tergantung dari tanda atau gejala klinik

Cerebrospinal fluid Throat culture Feses

Untuk pemeriksaan kultur/biakan biasanya dilakukan prosedur yang disebut dengan vitreus tap. Untuk melakukan prosedur ini, ophthalmologist akan menganestesi mata dan

Page 6: PBL BLOK 29

menggunakan jarum kecil untuk mengeluarkan cairan bola mata. Cairan inilah yang digunakan untuk pemeriksaan kultur bakteri. 6

EndoftalmitisEndophtalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi setelah

trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Penyebab endoftalmitis adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah (endogen).

Klasifikasi dan Etiologi

Organisme gram-positif merupakan penyebab 56 – 90 % dari seluruh endophthalmitis. Organisme yang merupakan penyebab terbanyak adalah Staphylococcus epidermitis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Gram-negatif seperti Pseudomonas, Escherichia coli dan Enterococcus biasanya ditemukan pada trama tajam mata. 3

Endogenous endophthlamitis3

Pada penderita Diabetes Melitus, gagal ginjal kronik, kelainan katup jantung, sistemik lupus eritematosus, AIDS, leukimia, keganasan gsartointestinal, neutropenia, lymphoma, hepatitis alkoholik, transplantasi sumsum tulang meningkatkan resiko terjadinya Endogenous endophthalmitis.

Prosedur-prosedur invasif yang dapat menyebabkan bakterimia seperti hemodialisis, kateterisasi vesika urinaria, endoskopi gastrointestinal, total perenteral nutrition, kemoterapi, dan dental prosedur daapt menyebabkan endophthalmitis.

Operasi atau trauma nonocular yang baru terjadi, prostetic katup jantung, imunosupresan, dan pemakaian obat-obat IV merupakan predisposisi terjadinya endogenous endophthalmitis.

Sumber infeksi endogen pada endophthlamitis adalah meningitis, endocarditis, infeksi saluran kemih, dan infeksi berat. Faringitis, infeksi paru, septik artritis, pielonefris, dan intraabdominal abses juga terlibat sebagai sumber infeksi.

Organisme jamur terdapat pada 50% dari seluruh kasus endogenous endophthlamitis. Frekuensi Candida albicans adalah 78 – 80 % dari kasus penyebab jamur. Penyebab

Endoftalmitis

Eksogen

Post Operatif

Post trauma

Endogen

Fakoanafilaktik

Page 7: PBL BLOK 29

terbanyak ke-2 adalah Aspergilosis, terutama pada pengobatan secara IV. Penyebab yang jarang adalah Torulopsis, Sporotrichum, Cryptococcus, Coccidiodes, dan spesies Mucor.

Organisme gram-positif merupakan penyebab tersering dari endogenous endopthlamitis. Bakteri tersering adalah Staphylococcus aureus yang biasanya trelibat pada infeksi kulit atau penyalit sistemik kronis seperti Diabetes Melitus atau gagal ginjal. Spesies Streptococcus seperti Streptococcus pneumonia, streptococcus viridans dan group A Streptococcus juga sering sebagai penyebab. Spesies Streptococcal lain, misalnya group B pada bayi baru lahir dengan meningitis atau group G pada pasien dewasa dengan infeksi berat atau keganasan, juga telah diisolasi. Bacillus cereus terlibat dalam infeksi melalui penggunaan obat-obatan secara IV.. Spesies Clostridium mempunyai hubungan dengan keganasan usus.

Bakteri Gram-negatif merupakan bakteri penyebab yang lain. E coli adalah yang tersering. Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Klebsiela pneumonia, Serratia spesies dan Pseudomonas aeruginosa juga dapat menyebabkan endogenuos endophthlamitis.

Nocardia asteriodes, Actinomyces spesies dan Mycobacteiurm tuberculosis adalah bakteri tahan asam yang menyebabkan endogenous endophthlamitis.

Exogenous endophthlamitis3

Organisme yang normal berada di conjungtiva, kelopak mata, ataupun bulu mata yang terlibat sewaktu operasi dapat menyebabkan postoperative endophthalmitis.

Pada banyak kasus exogenous endophthalmitis terjadi karena komplikasi dari post operasi atau trauma pada mata. Pada kasus ini, organisme gram-positif merupakan penyebab terbanyak sekitar 56-90% yaitu Staphylococcus yang merupakan flora conjungtiva yang normal; organisme gram-negatif terdapat pada 7-29 %; dan jamur ditemukan pada 3-13 % kasus.

Penyebab tersering pada exogenous endophthalmitis adalah Staphylococcus epidermitis, yang merupakan flora normal dari kulit dan conjungtiva. Bakteri garm-negatif lainnya adalah S aureus dan Streptococcal species.

Penyebab terbanyak organisme gram-negatif yang berhubungan dengan postoperative endophthalimitis adalah P aueruginosa, Proteus dan Haemophils species.

Waulaupun jarang, berbagai macam jamur dapat menyebabakan postoperative endophtalmitis termasuk Candida, Aspergillus dan Penicillium species.

Pada traumatic endophthalmitis, bakteri atau jamur biasanya terlibat sewaktu trauma. Pada trauma biasanya benda-benda sekitar yang menjadi penyebab sudah terkontaminasi oleh berbagai agen yang infeksius. Staphylococcal, Streptococcal dan Bacillus species biasanya merupakan penyebab dari traumatic endophthalmitis. B aureus terlibat dalam 25 % kasus traumatic endophthalmitis. Adanya riwayat trauma tajam dengan benda asing intraokular yang terkontaminasi oleh bahan-bahan organik dapat melibatkan Bacillus species. 3

Page 8: PBL BLOK 29

Epidemiologi

Endophthalmitis endogenous jarang ditemukan, terjadi 2 – 15 % dari seluruh kasus endophthalmitis. Insiden rata-rata pertahun adalah 5 dari 10.000 pasien yang dirawat. Biasanya mata kanan lebih sering terkena daripada mata kiri karena terletak lebih proximal atau lebih dekat denagn peredaran darah arteri Inominata kanan yang juga menuju arteri carotis kanan. Sejak tahun 1980, terjadi peningkatan infeksi candida pada pengobatan dengan yang dilakukan secara IV. Pada saat ini peningkatan resiko terjadinya infeksi disebabkan antara lain oleh penyakit AIDS, peningkatan penggunaaan obat-obat imunosupresan dan prosedur operasi yang invasif (seperti transplantasi sumsum tulang). 4

Sekitar 60 % kasus Exogenous endophthalmitis terjadi setelah intraocular surgery. Pada 3 tahun terakhir ini di Amerika terjadi peningkatan komplikasi postcataract endophthlamits. 4

Post traumatic endophthalimitis terjadi pada 4 – 13 % dari seluruh kasus trauma tajam mata. Gangguan atau perlambatan penyembuhan pada trauma tajam mata meningkatan resiko terjadinya endophthlamitis. Insiden endophthalmitis karena adanya intraocular foreign body adalah 7 – 31 %.4

Patogenesis dan Manifestasi Klinis

Pada keadaan normal, blood-ocular barrier dapat melindungi mata dari invasi mikroorganisme. Pada Endogenous endophthalmits, organisme dapat menembus blood-ocular barrier dengan invasi langsung (contoh : septic emboli) atau dengan merubah permeabilitas vaskuler endotel. Destruksi jaringan intraokular mungkin berhubungan dengan invasi langsung mikroorganisme dan atau dari pelepasan mediator inflamasi karena respon imun. 5

Endophthalmitis dapat ditemukan adanya nodule putih pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Juga dapat mengenai berbagai tempat diseluruh jaringan mata, dimana yang utama adalah terbentuknya eksudat purulen pada bola mata. Dapat menyebar ke jaringn lunak dari mata. Semua prosedur operasi yang mengganggu integritas dari bola mata dapat menyebabkan Exogenous endophthalmitis (misalnya : operasi katarak, glaukoma, radial keratotomy). 5

Endophtalmitis dapat memberikan gejala yang dikeluhkan secara subyektif seperti :

Penurunan tajam penglihatan Sakit pada mata dan iritasi Mata merah Sakit kepala Fotofobia Adanya sekret Demam

Page 9: PBL BLOK 29

Gejala yang paling sering ditemukan pada endophtalmitis adalah kehilangan penglihatan. Biasanya gejala yang timbul tergantung dari penyebab-penyebabnya.

Postoperative endophthalmitisPada kasus ini problem yang serius adalah kehilangan penglihatan yang permanen. Gejala biasanya tidak terlalu menonjol, tergantung dari kapan terjadinya infeksi, dini (6 minggu atau kurang) atau lanjut (bulan atau tahunan) setelah operasi.

Gejala pada stadium dini adalah penurunan penglihatan yang dramatis pada mata yang terlibat, sakit pada mata setelah operasi, mata merah dan pembengkakkan kelopak.

Gejala pada stadium lanjut biasanya lebih berat pada stadium dini. Seperti penglihatan buram, penurunan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia) dan sakit yang berat pada mata.

Posttraumatic endophthalmitisGejala pada endophthalmitis yang disebabkan trauma tembus biasanya lebih berat termasuk penurunan visus yang cepat, sakit mata yang lebih hebat, mata merah dan pembengkakan kelopak.

Hematogenous endophthalmitisPada saat infeksi menyebar melalui aliran darah dan masuk ke dalam mata, gejalanya akan timbul perlahan-lahan/ bertahap dan lebih ringan. Sebagai contoh, pasien mungkin tidak akan mengeluh penglihatannya turun setelah 5 minggu, biasanya akan terlihat floaters berwarna hitam, semi transparan yang akan mengganggu penglihatan.

Penemuan dari pemeriksaan fisik berhubungan dengan struktur mata yang terlibat dan derajat dari infeksi atau inflamasi. Pemeriksaan mata harus dilakukan dengan cermat termasuk pemeriksaan visus, pemeriksaan external, pemeriksaan dengan funduskopi, dan slit lamp biomicroscpy. Penemuan-penemuan yang dapat ditemukan secara objektif adalah : 6

Pembengkakkan dan eritema kelopak mata Injeksi conjungtiva dan siliar Cornea oedema Hipopion ( adanya sel dan exudat karena inflamasi pada bilik mata depan) Tanda dini berupa Roth’s spot (bercak bulat, putih paad retina yang dikelilingi

perdarahan) Retinal periphlebitis Vitreitis Chemosis Penurunan atau hilangnya red refleks Proptosis Papilitis Cotton-wool spots

Page 10: PBL BLOK 29

White lesion di koroid dan retina Uveitis kronis Vitreal mass dan debris Sekret purulen Mungkin dapat ditemukan relative afferent defect

Tidak adanya sakit pada mata dan hipopion tidak menyingkirkan endophtalmitis, mungkin berhubungan dengan infeksi kronik dari Propionibacterium acne. 6

Tatalaksana

Penatalaksanaan tergantung pada penyebab utama dari endophthalmitis. Walaupun banyak sumber yang mengungkapkan tentang berbagai pengobatan, pada umumnya semua menggunakan prinsip yang sama. 7

a. Intraokular Vancomycin 1mg/0.1 mlCeftazidime 2.25mg/ 0.1 ml atai Gentamicin 0.1mg/ 0.1 ml atau Amikacin 0.4mg/ 0.1 mlDexamethasone 0.4mg/ 0.1 ml

b. Subkonjungtiva Vancomycin 25mgCeftazidime 100mg atau Gentamicin 20mgDexamethasone 12-24mg

c. Topikal (diberikan pada hari pertama diagnosis ditegakkan)Vancomycin 50mg/ml tiap jamCeftazidime 50mg/ml tiap jam atau Gentamicin 14mg/ml atau Amikacin 14mg/ml tiap jamKortikosteroid topikal dan sikloplegia

d. Antibiotik sistemikCiprofloxacin 750mg/ oral, tiap 12 jam atau Ceftazidime 1g IV tiap 12 jamVancomycin 1 g IV tiap 12 jam

Penatalaksanaan pada Postoperative endophtalmitis- Pars plana vitrectomy atau aspirasi vitreous mungkin akan dianjurkan oleh

ophthalmogolist yang diikuti dengan injeksi antibiotik intravitreal- Dipertimbangkan antibotik sistemik atau steroid intravitreal.- Pasien dengan postoperative endophthalmitis mungkin tidak dianjurkan untuk dirawat di

rumah sakit. Tetapi keputusan tersebut sangat tergantung dari ophthalmologist. Penatalaksanaan Traumatic Endophthalmitis

- Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit- Tangani ruptur bola mata (bila ada)- Antibiotik sistemik- Antibotik topikal- Antibiotik intravitreal mungkin diperlukan.

Page 11: PBL BLOK 29

- Pertimbangkan pars plana vitrektomi- Imunisasi tetanus bila sebelumnya belum pernah diimunisasi.- Siklopegik mungkin diperlukan.- Gunakan eye shield- Rujuk ke dokter spesialis mata

Penatalaksanaan Endogenous bakterial endophthalmitis- Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit.- Antibiotik spektrum luas intravena. Pertimbangkan penggunaan clindamycin secara

intravena jika ditemukan infeksi Bacillus spesies.- Antibiotik periokular- Antibiotik intravitreal- Siklopegik (misalnya : atropin)- Steroid topikal mungkin dapat diberikan. Atau pemberian steroid injeksi langsung ke

mata untuk mengurangi inflamasi dan mempercepat penyembuhan.- Vitrectomy mungkin diperlukan pada organisme yang virulen, atau pada infeksi yang

parah. Penatalaksanaan Candida endophthalmitis

- Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit.- Fluconazole oral- Amphotericin B intravena atau intavitreal meungkin dapat dipertimbangkan- Siklopegik mungkin diperlukan.

Pada postoperative endophtahlmitis, terapi secara parenteral biasanya tidak dianjurkan kecuali infeksi sudah menyebar diluar mata. Pada jenis endophtahlmitis yang lain, pemberian antibiotik spektrum luas dilakukan bila telah didapatkan hasil dari kultur. Ophthalmologist biasanya menggunakan terapi secara injeksi intravitreal atau subconjungtiva. 7

Komplikasi dan Prognosis

Penyulit endophthalmitis adalah bila proses peradangan mengenai ketiga lapisan mata (retina koroid dan sklera) dan badan kaca akan mengakibatkan panophthalmitis. Panophthalmitis sendiri mempunyai penyulit yaitu terbentuknya jaringan granulasi disertai vaskularisasi dari koroid. Panophthlamitis dapat berakhir dengan terbentuknya fibrosis yang akan menyebabkan phtisis bulbi. Biasanya pada kasus ini membutuhkan terapi enukleasi8

Prognosisnya sangat bervariasi karena banyaknya organisme yang terlibat. Ketajaman visus saat pertama kali didiagnosa dan agen penyebab dapat memprediksi prognosis. Prognosis dari endogenous endophthalmitis biasanya lebih buruk dibandingkan exogenous endophthalmitis, karena organisme yang menyebabkannya lebih virulen, terjadi keterlambatan diagnosis, dan biasanya terjadi pada pasien yang imunokompromise. 8

Page 12: PBL BLOK 29

Pada penelitian retrospective, hanya sekitar 40 % pasien mengalami perbaikan visus menjadi dapat menghitung jari atau lebih. Pada endophthalmitis vitrectomy study group, 74 % pasien mengalami perbaikan visus menjadi 20/100 atau lebih. Prognosis juga bergantung pada adanya penyakit yang mendasari, dimana pada suatu penelitian terbukti prognosis yang buruk pada pasien dengan diabetes melitus. Prognosis endophthalmitis sangat buruk bila disebabkan jamur atau parasit. 8

Diagnosis BandingKeratitis

Keratitis sendiri diartikan sebagai  peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun yang dapat bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. Frekuensi keratitis  di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan  lensa kontak yang buruk,  penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik,dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

Patofisiologinya adalah berawal dari epitel. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi. Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol (sebagai akibat kehabisan piridoksin), adalah contoh bakteri oportunistik dan dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah bakteri oportunis kornea baru ditemukan. Diantaranya adalah Serratia marcescens, kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonei, Streptococcus viridians, Staphylococcus epedermidis, dan berbagai organisme coliform dan Proteus, selain virus dan jamur. Kornea adalah struktur yang  avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang  ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang  tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin

Page 13: PBL BLOK 29

Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang  berwarna kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang  baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang  dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion. Pembagian keratitis ada bermacam-macam :1. Menurut kausanyaa. Bakteri

Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain. Streptococcus pneumonia merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia. Penyebab lainnya yaitu Pseudomonas aeruginosa, Moraxella liquefaciens, Streptococcus beta-hemolyticus, Staphylococcus aureus, Mycobacterium fortuitum, S. epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Neiseria sp,Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus dan Listeria merupakan agen berbahaya oleh karena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak.Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa.Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer.1,3 Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis P.aeroginosa. Batas yang maju menunjukkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram positif,Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu – abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulent berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak.

Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan. Secara klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi bakterial.1,8

b. VirusKelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan.

Infeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominasi oleh kelompok laki-laki pada umur

Page 14: PBL BLOK 29

40 tahun ke atas. Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus.c. Jamur

Keratitis fungi banyak dijumpai pada para pekerja pertanian, sekarang makin banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme, suatu peristiwa yang masih mungkin timbul di daerah pertanian. Mata yang belum terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi organism sedikit-sedikit, seperti yang terjadi pada lazimnya penduduk perkotaan. Pada ulkus fungi terdapat infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama dan sering juga lesi satelit merupakan lesi endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abcess kornea.d. Defisiensi vitamin

Biasanya lesi berupa ulkus terletak dipusat dan bilateral berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea melunak dan sering terjadi perforasi.e. Kerusakan N.V (nervus trigeminus)

Jika nervus yang mempersarafi kornea terputus karena trauma, tindakan bedah peradangan atau karena sebab apapun, kornea akan kehilangan kepekaannya yang merupakan salah satu pertahanan terhadap infeksi yaitu reflex berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik pada pemeriksaan fluorescein akan menghasilkan daerah-daerah dengan berupa berupa bercak terbuka.f. Alergig. Idiopatik2.     Menurut tempatnya a. Keratitis epithelial

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat (misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan pada epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembentukan filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting.b. Keratitis subepitelial

Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19). Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelial.

Page 15: PBL BLOK 29

c. Keratitis stromaRespons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang menunjukkan

akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea, pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat berakibat perforasi; dan vaskularisasi.d. Keratitis endothelial

Disfungsi endothelium kornea akan berakibat edema kornea, yang mula-mula mengenai stroma dan kemudian epitel. Ini berbeda dari edema yang disebabkan oleh peningkatan TIO, yang mulai pada epitel kemudian pada stroma. Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih dapat terlihat kelainan endotel kornea melalui slit-lamp. Sel-sel radang pada endotel (endapan keratik atau KPs) tidak selalu menandakan adanya penyakit endotel karena sel radang juga merupakan manifestasi dari uveitis anterior.

Ulkus KorneaUlkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan

kornea. Ulkus bisa dalam keadaan steril (tidak terinfeksi mikroorganisme) ataupun terinfeksi. Ulkus terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses respon imun yang menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea. 9

Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang mengan dung banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada kornea, maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi di perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah ulkus kornea. 9

Ulkus kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma. Kalau terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui membrana Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke chamber oculi anterior (COA). Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan COA disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini steril, tidak mengandung kuman. 10

Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra okuler dapat menonjol ke luar dan disebut keratektasi. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membrana Descemet dapat timbul tonjolan pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau mata lalat. 10

Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh dengan tidak meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti awan yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak putih yang tampak jelas di kamar terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak jauh. 10

Page 16: PBL BLOK 29

Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan terjadinya perforasi. Adanya perforasi membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan timbulnya endoftalmitis, panoftalmi dan berakhir dengan ptisis bulbi. Dengan terjadinya perforasi cairan COA dapat mengalir ke luar dan iris mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris melekat pada luka kornea yang perforasi dan disebut sinekhia anterior atau iris dapat menonjol ke luar melalui lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps yang menyumbat fistel. 9

Pada waktu adanya perforasi tekanan intraokuler menurun. Oleh karena timbul peradangan iris dan badan siliar maka cairan COA mengandung fibrin dan fibrin ini menutup fistel sehingga tekanan intraokuler meningkat lagi. Dengan naiknya tekanan intraokuler, fibrin yang menutup fistel terlepas kembali dan fistelpun terbuka lagi. Jadi fistel hilang timbul berganti-ganti sampai terbentuk sikatrik di kornea. Karena itulah maka pada pemerikasaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian fluoresin bola mata harus ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinya dari fistel sehingga cairan COA dapat mengalir keluar melalui fistel seperti air mancur pada tempat ulkus dengan fistel tersebut. 10

Bila pada tempat perforasi kornea dan iris prolaps kemudian terjadi jaringan parut, maka disebut leukoma adherens di mana pada tempat tersebut terjadi penyempitan sudut COA oleh adanya sinekia anterior, menyebabkan aliran balik cairan di sudut COA menjadi terganggu, yang dapat menyebabkan timbulnya peninggian tekanan intraokuler dan menjadi glaukoma sekunder. Berhubung jaringan parut pada leukoma adherens tidak kuat, adanya glaukoma sekunder dapat menyebabkan menonjolnya leukoma tersebut yang disebut stafiloma kornea yang tampak seperti anggur. 9 Faktor-faktor pencetus terjadinya ulkus kornea:

1. Adanya kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan adanya insufisiensi sistem lakrimal, sumbatan saluran lakrimal.

2. Faktor eksternal; luka pada kornea (erosio kornea) karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.

3. Kelainan-kelainan kornea yang di sebabkan oleh: edema kornea kronik, exposure keratitis (lagoftalmus, anastesi umum, koma, dan kelainan palpebra seperti koloboma).

4. Kelainan-kelainan sistemik: malnutrisi, alkoholisme, sindroma Steven Jhonson, sindroma defisiensi imun.

5. Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun misalnya kortikosteroid IDU (Idoryuridine), anastetik lokal dan golongan imunosupresif lainnya.

Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang merusak epitel kornea. Gejala-gejala yang ditimbulkan olehnya bervariasi tergantung dari jenis ulkus apakah steril atau infektif, keadaan fisik pasien, besarnya ulkus dan virulensi inokulum. Ulkus akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. 10

Page 17: PBL BLOK 29

Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau di tengahnya. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea. Gejala yang dapat menyertai adalah penipisan kornea, lipatan Descemet, reaksi jaringan uvea (akibat gangguan vaskularisasi irirs), berupa suar, hipopion, hifema dan sinekhia posterior. 10

Biasanya kokus gram positif, stafilokokus aureus dan streptokokus pneumoni akan memberikan gambaran ulkus yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak ulkus yang supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila ulkus disebabkan oleh pseudomonas, maka ulkus akan terlihat melebar dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning kehijauan terlihat melekat pada permukaan ulkus. Bila ulkus disebabkan oleh jamur, maka infiltrat akan berwarna abu-abu di keliling infiltrat halus di sekitarnya (fenomena satelit). 10

Bila ulkus berbentuk dendrit akan terdapat hipestesi pada kornea. Ulkus yang berjalan cepat dapat membentuk Decemetocele atau terjadi perforasi kornea yang berakhir dengan suatu leukoma adherens. Bila proses ulkus berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit, fotofobia, berkurangnya infiltrat pada tukak dan defek epitel kornea menjadi bertambah kecil. 10

KesimpulanEndophthalmitis adalah salah satu komplikasi yang paling dahsyat setelah operasi atau

trauma mata dan pada orang dengan infeksi sistemik. Pengobatan endophthalmitis tetap menantang. Diagnosis dini dan pengobatan sangat penting untuk mengoptimalkanhasil visual. aplikasi obat antimikroba intravitreal mencapai tingkat zat intraokular tinggi diperlukan untuk pengobatan endophthalmitis yang efektif.

Vitrectomy tampaknya memberikan manfaat besar beberapa dalam pengobatan endophthalmitis dan tetap diterima sebagai pilihan pengobatan intravitreal antimikroba tambahan untuk terapi pada pasien dengan penyakit sedang atau berat. TheEVS membahas efektivitas relatif dari Pars Plana vitrectomy segera setelah endophthalmitis pasca operasi.7 Adapun keunggulan umum vitrectomy di endophthalmitis masih dalam diskusi.

Secara umum, untuk pengobatan endophthalmitis eksogen, antibiotik intravitreal tidak perlu dilengkapi dengan intravena antibiotik. Sebaliknya, sebagian besar kasus endophthalmitis endogen, di mana fokus utama infeksi adalah di luar mata,memerlukan terapi antimikroba sistemik. Tambahan obat aplikasi intravitreal dan vitrectomy mungkin mendukung.

Page 18: PBL BLOK 29

DAFTAR PUSTAKA

1. Mamalis N. Endophthalmitis. J Cataract Refract Surg. 2007;28(5):729–730.

2. Essman TF, Flynn HW Jr, Smiddy WE, et al. Treatment outcomes in a 10-year study of

endogenous fungal endophthalmitis. Ophthalmic SurgLasers. 2006;28(3):185–194.

3. Jackson TL, Eykyn SJ, Graham EM, Stanford MR. Endogenous bacterial

endophthalmitis: 17-year prospective series and review of 267 reported cases. Surg

Ophthalmol. 2008;48(4):403–423.

4. Okada AA, Johnson RP, Liles WC, D’Amico DJ, Baker AS. Endogenous bacterial

endophthalmitis. Report of a ten-year retrospective study. Ophthalmology.

2006;101(5):832–838.

5. Rao NA, Hidayat AA. Endogenous mycotic endophthalmitis: Variations in clinical and

histopathologic changes in candidiasis compared with aspergillosis. Am J Ophthalmol.

2008;132(2):244–251.

6. Tanaka M, Kobayashi Y, Takebayashi H, Kiyokawa M, Qiu H. Analysis of predisposing

clinical and laboratory findings for the development of endogenous fungal

endophthalmitis. retrospective 12-year study of 79 eyes of 46 patients. Retina.

2007;21(3):203–209.

7. Results of the Endophthalmitis Vitrectomy Study. A randomized trial of immediate

vitrectomy and of intravenous antibiotics for the treatment of postoperative bacterial

endophthalmitis. Endophthalmitis Vitrectomy Study Group. Arch Ophthalmol.

2005;113(12):1479–1496.

8. Essex RW, Yi Q, Charles PG, Allen PJ. Post-traumatic endophthalmitis. Ophthalmology.

2005;111(11):2015–2022.

9. Kattan HM, Flynn HW Jr, Pflugfelder SC, Robertson C, Forster RK. Nosocomial

endophthalmitis survey. Current incidence of infection after intraocular surgery.

Ophthalmology. 2008;98(2):227–238.

10. Aaberg TM Jr, Flynn HW Jr, Schiffman J, Newton J. Nosocomial acute-onset

postoperative endophthalmitis survey. A 10-year review of incidence and outcomes.

Ophthalmology. 2005;105(6):1004–1010.