Otokritik Commuterline Jabodetabek
description
Transcript of Otokritik Commuterline Jabodetabek
-
Commuterline Jabodetabek Dikotomi Antara Pelayanan Masyarakat dan Kebutuhan Hidup
It is right that we should stand by and act on our principles; but not right to hold them in obstinate
blindness, or retain them when proved to be erroneous. Michael Faraday
-
Co
mm
ute
rlin
e Ja
bo
det
abek
Sustainable Transportation
dan Commuterline
Jabodetabek
Kumpulan kegiatan transportasi bersama dengan infrastruktur yang tidak meninggalkan masalah atau biaya-biaya untuk generasi mendatang, yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten sebagai penggerak ekonomi wilayah perkotaan dan perkembangan sosial adalah syarat dari Sustainable Transportation menurut Brundtland Commission, OECD (1994), dan World Bank. Tetapi bila kita mencoba berfikir dan melihat fakta secauh mana Commuterline Jabodetabek menyamai persepsi dari Suistainable Transportation itu sendiri.
Commuterline Jabodetabek Dikotomi Antara Pelayanan Masyarakat
dan Kebutuhan Hidup
PT. KAI Commuter Jabodetabek (selanjutnya disingkat PT.KCJ),
anak perusahaan dari PT Kereta Api Indonesia (PTKA) telah
beroperasi di wilayah Jakarta sejak tahun 1976, dengan
melayani rute di wilayah DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, dan
Bekasi.1 Sampai dengan saat ini berarti PT.KCJ telah bersama
masyarakat selama 38 Tahun yang merupakan perjalanan
panjang dan seharusnya banyak perbaikan yang telah
dilakukan.
Kenyataannya masih banyak pekerjaan yang wajib diselesaikan
PT.KCJ, mengingat akhir akhir ini PT.KCJ dinobatkan beberapa
media nasional sebagai moda transportasi dengan pelayanan
terburuk.
Tim Survei Jurnal Transparansi telah melakukan kajian
dilapangan berupa wawancara dan pengamatan di beberapa
stasiun pemberhentian. Ada 7 (tujuh) permasalahan yang perlu
mendapatkan perhatian oleh manajemen PT. KCJ adalah
sebagai berikut:
1. Kebijakan Perusahaan yang belum efisien dan efektif;
2. Inkonsistensi dari program pelayanan serta peningkatan kualitas mutu pelayanan;
3. Sistem dan Kualitas Pengamanan yang tidak patuh terhadap SOP;
4. Kurangnya perhatian Manajemen terhadap Perbaikan mutu Sistem Pendingin (AC) Kereta Listrik (selanjutnya disingkat KRL) dan peningkatan kualitas pelayanan;
5. Minimnya fasilitas dan infrastruktur penunjang;
6. Belum dilakukannya Studi Manajemen Lalu-lintas dan Rekayasa Lalu-lintas;
7. Ego Sektoral.
1 Id.wikipedia.org/wiki/KA_Commuter
-
Co
mm
ute
rlin
e Ja
bo
det
abek
2
Kebijakan Perusahaan yang belum efisien dan efektif;
Mereviu kebijakan PT.KCJ dari masa ke masa beberapa yang teringat adalah :
1. Penghapusan KRL Express dengan pemberhentian pada tiap stasiun; 2. Larangan Naik diatap kereta, bergelayutan di pintu-pintu KRL dan masuk pada kabin masinis; 3. Sterilisasi stasiun dengan pemberlakuan KRL tidak berhenti di Sta. Pasar Senin dan Sta. Gambir; 4. Penetapan Tarif berdasarkan perlintasan KRL per-Stasiun; 5. Pemberlakuan dua jenis kartu sebagai Tiket Elektronik (harian dan berlangganan)
Dari penjelasan diatas, sebenarnya masih banyak kebijakan kebijakan yang diambil manajemen PT.KCJ yang
tidak dipertimbangkan serta dikaji secara mendalam. Entah mengapa hal ini terjadi namun ada baiknya kita
mengulas satu per-satu.
1. Penghapusan KRL Express dengan diberlakukannya pemberhentian KRL pada tiap stasiun; Bagi beberapa konsumen ketepatan waktu, kecepatan, dan kenyamanan merupakan hal yang penting. Hal ini merupakan salah satu daya tarik moda KRL agar pengguna jasa tetap bertahan dan tidak beralih kepada moda lain yang dapat menambah beban pada Jalan dan akhirnya memperparah kemacetan di jalan. Sisi Positif dengan ditiadakannya layanan ini adalah pemerataan ekonomi dan penyebaran pelayanan bagi pengguna jasa. Namun sisi negatifnya adalah beralihnya penumpang kelas menengah dan menengah atas pada moda transportasi lain, durasi perjalanan yang lebih lama, kepadatan pengguna jasa KRL, dan kurangnya mengefektifkan angkutan pengumpan (bus kota/angkot).
2. Larangan Naik diatap kereta, bergelayutan di pintu-pintu KRL dan masuk pada kabin masinis; Sebagai pengguna KRL pasti masih teringat masa dimana, perubahan pengamanan pada tiap stasiun menggunakan tenaga TNI baik dari kesatuan Marinir hingga Angkatan Darat untuk mencegah dan melakukan upaya represif kepada pengguna jasa yang bandel. Sebelumnya ada juga kebijakan yang aneh-aneh dan alih alih malah membahayakan nyawa pengguna jasa yang sering naik di atap. Pembuatan Plang Penampar, bola-bola besi, penyemprot cat hingga memasang pagar pengaman yang diberi kawat berduri untuk mencegah penumpang naik ke atas atap KRL. Sayangnya kebijakan dimaksud tidak efektif mencegah pengguna jasa tersengat listrik tegangan tinggi hingga jatuh terpeleset, justru menambah faktor hazzard / mara bahaya bagi pengguna jasa yang bandel. Lagi-lagi kebijakan yang tidak brilliant ini mencoreng nama PT.KCJ dimata masyarakat bahkan media nasional sampai mengulas dalam headline selama beberapa minggu. Patut disayangkan solusi yang sangat mudah adalah dengan tidak memberangkatkan KRL apabila pintu tidak tertutup dan masih terdapat pengguna jasa yang nekat naik diatas atap, baru terpikirkan disaat PT. KCJ sudah mengeluarkan banyak anggaran untuk melakukan kebijakan sebelumnya.
3. Sterilisasi stasiun dengan pemberlakuan KRL tidak berhenti di Sta. Pasar Senin dan Sta. Gambir; Sterilisasi stasiun dari pengguna jasa yang nakal (free rider) dan kesemrawutan dengan tidak singgah di beberapa stasiun adalah hal yang bertentangan dengan kebijakan penghapusan KRL Ekspress yang nota bene untuk memberikan rasa keadilan bagi pengguna jasa dan pemerataan ekonomi. Bagaimana dengan sustainable transportation itu sendiri? Coba dibayangkan untuk pergi kebandara dengan menggunakan moda bus Damri bandara saja kita butuh Ojeg. Pertanyaannya adalah apakah ojeg merupakan moda transportasi umum? Jadi untuk saat ini apakah Negara kita termasuk Negara dengan sistem transportasi yang sangat efektif dan efisien, lalu kapan kita bisa menikmati sustainable dalam bertransportasi. Sebuah anekdot tentang kesemrawutan dan masalah sosial tercermin pada penanganan Pasar Tanah Abang. Jokowi dan Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur mampu menertibkan PKL, namun penanganan Stasiun Tanah Abang menjadi kontributor kemacetan karena banyaknya Bajaj dan Ojeg yang
-
Co
mm
ute
rlin
e Ja
bo
det
abek
menumpuk di pintu keluar stasiun. Apakah perlu perbaikan dan sterilisasi dengan jalan KRL tidak berhenti pula di stasiun Tanah Abang?
4. Penetapan Tarif berdasarkan perlintasan KRL per-Stasiun; Penetapan Tarif ini merupakan hal yang tidak sederhana, namun lagi-lagi PT. KCJ memberlakukan penetapan Tarif dengan cara lintas KRL per-Stasiun adalah hal yang menggelikan. Tarif baru per-Oktober 2014 PT. KCJ mengumumkan Rp. 2.000,- untuk 5 stasiun pertama dan Rp.500,- untuk 3 Stasiun berikutnya dengan PSO sebesar Rp.3.000,- tiap 5 Stasiun dan Rp.500,- tiap 3 stasiun. Tarif seharusnya dihitung dengan koefisien dan perhitungan teknis yang matang. Misalnya peraturan perhitungan operasional moda angkutan darat saja mengacu pada pedoman Badan Standarisasi Nasional Nomor 8 Tahun 2000. Apabila kita cermati lintas KRL 3 (trayek) KRL dengan rincian sebagai berikut:2 a) Jakarta Kota Bogor; 23 Stasiun; Waktu tempuh 1 Jam dan 20 Menit Tarif Rp. 5.000,- b) Jakarta Kota Bekasi; 14 Stasiun; Waktu tempuh 48 Menit Tarif Rp. 3.500,- c) Jakarta Kota Parung Panjang; 18 Stasiun; Waktu tempuh 1 Jam dan 10 Menit Tarif Rp. 3.500,- Jadi apabila PT. KCJ banyak membangun stasiun antara tanpa kajian dan analisa kebutuhan, serta PSO
dicabut oleh pemerintah tidak peduli jarak dan waktu tempuh, maka semakin mahal budget yang kita
keluarkan hanya gara-gara banyaknya stasiun antara. Inilah yang membuat tarif KRL menjadi tarif moda
dengan dasar perhitungan paling aneh sedunia.
Note : poin c) merupakan ilustrasi apabila
dari Stasiun Tanah Abang, KRL langsung
melanjutkan perjalanan ke Stasiun Jakarta
Kota via Stasiun Duri dan Kampung Bandan.
5. Pemberlakuan dua jenis kartu sebagai Tiket Elektronik (harian dan berlangganan) Di negara tetangga Singapore, tiket Subway Train dapat digunakan untuk belanja di toko-toko yang telah berafiliasi dengan e-purchasing sistem. Istilahnya One Card for All Payment yang dapat diisi di atm Bank apapun. Lainpula halnya dengan KRL ada Multitrip dan Single Trip, apabila Multitrip lebih fleksible dan pengguna jasa bisa semaunya turun di stasiun mana saja. Nah kalau Singletrip ya . Pengguna jasa wajib mampir ke tujuan yang telah disepakati dengan petugas sebelumnya plus wajib deposit dulu. Lucunya sewaktu tim menanyakan pada responden Apabila ada yang janjian ketemu di Stasiun Jayakarta eh tiba tiba mendadak janjiannya di pindah ke lokasi ke Stasiun Kemayoran gimana ya?
Cukuplah kita istighfar dan bilang Sabar-sabar ya.
Kalau nekat kena Suplisi Rp.50.000,- lho.
2 http://www.krl.co.id/infonew/rute_jadwal.php
-
Co
mm
ute
rlin
e Ja
bo
det
abek
4
Inkonsistensi dari program pelayanan serta peningkatan kualitas mutu pelayanan;
Manajer Komunikasi PT KCJ Eva Chairunisa mengungkapkan, dengan datangnya 16 unit KRL ini, maka
secara keseluruhan tahun ini PT KCJ telah membeli 176 unit KRL dari Jepang. Pengadaan armada sendiri
sudah dilakukan sejak 2008 lalu, hingga 2014 ini secara total PT KCJ telah membeli 664 unit armada KRL.
Tambahan KRL yang dibeli dari Jepang ini digunakan untuk menggantikan sejumlah armada yang memerlukan
perawatan dalam waktu panjang, dan menambah jumlah perjalanan KRL Jabodetabek3.
Pertanyaannya adalah sudahkan pelayanan menjadi bertambah baik dengan mendatangkan banyak unit KRL
bekas dari Jepang? Sedangkan sebelum itu terjadi insiden aksi protes puluhan penumpang pada Kamis
(4/12/2014) pukul 08.10 WIB di Stasiun Manggarai. Para penumpang yang berada didalam KRL Commuter
Line di jalur 2, stasiun Manggarai mulai habis kesabaran karena berada di dalam kereta penuh sesak selama
1 jam tanpa ada kejelasan informasi yang mengakibatkan kaca peron loket retak akibat digebrak oleh para
penumpang. Seharusnya PT. KCJ bersama PT.KAI segera membenahi sistem lalu-lintas perkeretaapian
terlebih dahulu, bukan malah menambah rangkaian dan perjalanan yang berakibat pada padatnya lalu-lintas
KRL.
Foto berikut diambil tim ketika KRL jurusan Bogor Jatinegara dan Serpong Tanah Abang tiba bersamaan di
Stasiun Tanah Abang. Hal ini menunjukkan kurangnya kepedulian PT. KCJ terhadap pelayanan atas keamanan
dan keselamatan pengguna jasa dengan memberikan akses keluar yang sempit sehingga pengguna jasa harus
bedesak-desakkan. Terlebih tidak terlihat
sama sekali petugas pengamanan baik
dari Satgas maupun TNI.
Sistem dan Kualitas Pengamanan belum
maksimal dalam menjalankan SOP
Inefisiensi anggaran biaya pengamanan
pada tiap stasiun dapat dilihat dari
kurangnya ketegasan serta kesigapan
dalam bertindak satgas pengamanan
PT.KCJ pada tiap stasiun, yang pada
akhirnya menugaskan TNI untuk
mendampingi Satgas. Hal ini terlihat dari
fakta berjubelnya penumpang di stasiun
Tanah Abang dan banyak pula stasiun lainnya namun tak satupun petugas yang dapat mengatur penumpukan
penumpang yang terjadi.
Disamping itu masih terdapat beberapa pengguna jasa yang berjalan diatas rel dan keluar dari pintu keluar
secara illegal, banyaknya penumpang yang berdiri didepan garis kuning namun masih jarang terlihat petugas
pengamanan yang menegur karena penumpang membandel ingin mendapatkan kursi tempat duduk. Masih
banyaknya tingkat kejahatan baik di dalam stasiun serta belum terfasilitasinya pelayanan bagi penyandang
disabilitas juga menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian. Sebaiknya PT.KCJ segera mengkaji hal
lain yang mempengaruhi kurangnya sikap dan kepedulian Petugas Pengamanan terhadap pelayanan kepada
pengguna jasa dan sampai kapan pengamanan tergantung dari aparat TNI. Jangan-jangan penyebab utama
bukan dari ketidak mampuan petugas namun dari ketidakmampuan manajemen PT. KCJ menelaah dan
melihat permasalahan dari perspektif yang lain.
3 Wawancara dengan Sindonews, Jumat (5/12/2014)
-
Co
mm
ute
rlin
e Ja
bo
det
abek
Kurangnya perhatian Manajemen terhadap Perbaikan mutu Sistem Pendingin (AC) KRL dan peningkatan
mutu Pelayanan
Pelayanan yang masih jauh dari kata manusiawi itulah yang seharusnya jadi momok PT. KCJ untuk lebih
Gambar Potongan Atas Rangkaian Commuter Line dengan Jumlah maksimal kewajaran Penumpang
meningkatkan sistem pelayanan dengan melakukan
perbaikan, dari sistem hingga pengaturan perjalanan
dan jumlah rangkaian. Namun yang paling penting
adalah sistem pendingin rangkaian yang sering bocor
dan tidak berfungsi adalah kendala yang paling sering
terjadi. Daripada itu disamping target PT.KCJ yang
berorientasi pada penumpang merupakan hal yang
sangat bertolak belakang dengan pelayanan.
Bagaimana tidak dengan target satu hari mengangkut
1.2 juta pengguna jasa, namun baru terlayani 600 s.d 700 ribu penumpang saja nasibnya jauh dari kata
manusiawi, aman apalagi nyaman. Berjubelnya
penumpang sampai tidak jarang yang pingsan
karena kekurangan oksigen, panas dan pengap
karena AC yang tak berfungsi dengan baik membuat
nasib KRL Commuter Line tidak jauh berbeda dengan
KRL Ekonomi.
Ilustrasi gambar Potongan Atas merupakan hasil
studi tim kenyamanan minimal yang dapat
ditoleransi pengguna jasa pada satu rangkaian KRL Commuter Line dengan syarat AC berfungsi dengan baik
pada suhu ruang maksimal 25Celsius.
Minimnya fasilitas dan infrastruktur penunjang
Keterbatasan fasilitas hampir dijumpai pada tiap stasiun yang dikelola oleh PT. KAI. Dari mulai
ketidakberadaaan lift untuk penyandang disabilitas, standar stasiun yang berbeda-beda, eskalator yang tidak
berfungsi, keterbatasan otomatis gate masuk dan keluar ditambah gate yang rusak, infrastruktur yang masih
tumpang tindih dengan kereta api jarak jauh, jaringan persinyalan yang belum terbaharukan, perlintasan
sebidang untuk pengguna jasa dalam area stasiun, penanganan sampah, kebersihan sanitasi dan toilet, serta
minimnya akses informasi pengguna jasa. Hal tersebut adalah kendala yang wajib diselesaikan oleh PT. KCJ.
Dari keterbatasan dimaksud tentunya akan berakibat pada pelayanan kepada pengguna jasa akan rasa aman,
nyaman dan dapat diandalkannya moda KRL Commuter Line. Akan tetapi apabila dari fasilitas masih banyak
kendala bagaimana pelayanan dapat melangkah dengan baik dan mulus.
Berbeda dengan Singapore Subway Train memiliki jaringan dan konektifitas serta sistem yang sangat baik.
Dari platform penumpang saja untuk keamanan sangat berbeda jauh dengan negara kita dan disana tidak
akan ada dan diperbolehkan perlintasan sebidang untuk pengguna jasa dalam stasiun. Berikut ilustrasinya:
-
Co
mm
ute
rlin
e Ja
bo
det
abek
6
Di Jakarta, pada Platform/emplasment stasiun tidak ada sekat
pembatas dengan rangkaian KRL, tidak terdapat marka tunggu
dan marka untuk penumpang keluar dan belum dilengkapi
CCTV. Yang ada hanya garis aman.
Di Singapura Platform/emplasment stasiun dibatasi sekat
pembatas pintu ganda dengan rangkaian KRL, terdapat
marka tunggu dan marka untuk penumpang keluar yang
dilengkapi CCTV pemantau.
Belum dilakukannya Studi Manajemen dan Rekayasa Lalu-lintas
Keterbatasan sumberdaya seharusnya tidak menjadi penghambat dalam memberikan pelayanan yang terbaik
kepada pengguna jasa. Tentu PT. KCJ menyadari keterbatasan kemampuan negara kita dalam memproduksi
Sarana berupa KRL, meningkatkan Infrastruktur dan prasarana KRL, dan keterbatasan Sumberdaya Energi.
Sayangnya PT. KCJ belum melakukan studi secara komprehensif terhadap Manajemen dan Rekayasa
Lalulintas Perkeretaapian untuk memaksimalkan fasilitas yang sudah dibangun oleh Pemerintah bersama
dengan PT. Kereta Api Indonesia (selanjutnya disingkat PT.KAI)
Potensi pengguna jasa yang begitu besar dengan berbagai karakter, tingkat pendidikan dan tingkatan
ekonomi yang berbeda-beda seharusnya membuat PT. KCJ melakukan riset dan kajian teknis bagaimana
memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk memaksimalkan pelayanan kepada pengguna jasa.
Ego Sektoral
Penyebab paling utama seperti halnya disinggung oleh Michael Faraday penemu listrik It is right that we
should stand by and act on our principles; but not right to hold them in obstinate blindness, or retain them
when proved to be erroneous. adalah kepercayaan diri dan idealisme yang benar sesuai ketentuan terlalu
dijunjung tinggi dan mebutakan dari fakta sosial yang akan membutakan kita nantinya bahkan saat kita
melihat sebuah kebenaran yang sesungguhnya. Dari sejarah privatisasi perusahaan perkeretaapian mulai
Perusahaan Djawatan, Perusahaan Umum s.d Perseroan Terbatas. Pemisahan bidang Badan Usaha dengan
Core Bisnis yakni Trasportasi (Kementerian Perhubungan kepada Kementerian BUMN) membuat seolah
kesuksesan yang didapat nantinya adalah kesuksesan sektoral. Hal inilah yang sebenarnya menjadi bom
waktu yang dapat menggerogoti kesuksesan dan kemajuan sebuah negara.
Pemisahan bukanlah menjadi sesuatu yang mulia atau menjadi kebanggaan apabila sebelum pemisahan itu
belum terbentuk landasan profesionalisme. Pemisahan boleh dilakukan namun atas dasar tanggungjawab
bukan koordinasi dan kerjasama. Maka manajemen PT. KCJ sebaiknya perlu melakukan pengembangan
lanjut guna memenuhi pelayanan transportasi yang aman, nyaman dan waktu tempuh yang efektif
diperlukan penambahan prasarana dan infrastruktur yang memadahi demi terwujudnya cita-cita negara
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, tiap alat negara wajib berkoordinasi dan bersinergi dalam upaya membangun negara dengan
mengedepankan profesionalisme dan tanggungjawab sebagai pemisah dan pembeda. Bukan lalu berkata ya
kalau ingin nyaman mahalin saja, kalau nggak mau cari yang lain saja sekarang siapa yang butuh Anda atau
Saya, Rakyat atau Negara. (end)