Ontologi Manajemen Pendidikan Islam dalam Konstruksi Al ...
Transcript of Ontologi Manajemen Pendidikan Islam dalam Konstruksi Al ...
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 87 ~
Ontologi Manajemen Pendidikan Islam
dalam Konstruksi Al-Qur’an dan Al-Hadits
Muhamad Fatih Rusydi Syadzili
email: [email protected]
STAI Ihyaul Ulum Gresik
Abstrak
Management is a process of utilizing all resources through the help of others and cooperating with them, so that common goals can be achieved effectively, efficiently, and productively.
The nature of Islamic management can be interpreted as a process of utilizing all available resources (Islamic Ummah, educational institutions or others) both hardware and software. Utilization is carried out through cooperation with others effectively, efficiently, and productively to achieve happiness and prosperity both in the world and the hereafter.
Kata Kunci: Manajemen Pendidikan, Al-Qur’an dan Al-Hadits, Keilmuan
Pendahuluan
Manajemen sudah ada sejak manusia itu ada, keberadaan manajemen sama usianya
dengan kehidupan manusia, karena pada dasarnya manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak
bisa terlepas dari prinsip-prinsip manajemen, baik langsung maupun tidak langsung, baik disadari
ataupun tidak disadari.
Islam mengartikan manajemen atas segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar,
tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan
secara asal-asalan Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai
dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan
yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai
bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.
Sehingga dalam hal diatas, keberlangsungan manajemen tidak terlepas dari namanya
pemimpin, kehadiran pemimpin bisa dikatakan berhasil jika kepemimpinannya mampu bergaya
kepemimpinan yang participative management. Penekanan gaya kepemimpinan yang terdapat
pada bawahan dan komunikasi, hal ini menandakan bahwasanya semua stakeholder akan saling
menjalankan pola hubungan yang mendukung (supportive relationship).1
Pada dasarnya ajaran islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As- Sunnah
mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan teratur merupakan contoh konkrit adanya
1 Muhamad Fatih Rusydi Syadzili, “Model Kepemimpinan dan Pengembangan Potensi Pemimpin Pendidikan Islam,” Cendekia: Jurnal Studi Keislaman 4, no. 2 (2018): 127–36.
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 88 ~
manajemen yang mengarah kepada keteraturan. Puasa, haji dan amaliyah lainnya merupakan
pelaksanaan manajemen yang monumintal. Manajemen itu telah ada paling tidak ketika Allah
menciptakan alam semesta beserta isinya. Unsur-unsur manajemen dalam pembuatan alam serta
makhluk- makhluknya lainnya tidak terlepas dengan manajemen langit. Ketika Nabi Adam
sebagai khalifah memimpin alam raya ini telah melaksanakan unsur-unsur manajemen tersebut.
Al-Qur’an dan Al-Hadits mengandung prinsip dasar menyangkut segala aspek
kehidupan manusia. Penafsiran atas Al-Qur’an dan Al-Hadits perlu senantiasa dilakukan. Hal ini
penting dilakukan, sebab pada satu sisi wahyu dan kenabian telah berakhir sedangkan pada sisi
yang lain kondisi zaman selalu berubah seiring dengan perkembangan pemikiran manusia dan
tetap mutlak diperlukannya petunjuk yang benar bagi manusia.
Manusia dikenal sebagai makhluk sosial, sehingga eksistensinya dipengaruhi oleh
interaksi dengan manusia lain. Di dalam berinteraksi antar individu hingga yang lebih luas
mustahil tanpa adanya kiat-kiat atau manajemen. Sudah menjadi kepastian, bahwa Al-Qur’an dan
Al-Hadits menjadi referensi dan pandangan hidup dalam aspek kehidupan umat Islam seperti
manajemen.
Metode
Metode dan jenis pengumpulan data yang digunakan dalam tulisan ini adalah studi
pustaka (library reseach) yang proses kepenulisannya dengan menggunakan pengumpulan buku-
buku, jurnal serta hasil dari beberapa penelitian terdahulu yang mendukung tema dari kepenulisan
ini. Salah satu penggunaan metode kepenulisan studi pustaka dalam tulisan ini adalah penggunaan
literatur tentang kepemimpinan yang keberadaannya mencakup bagaimana model kepemipinan
transformasional, tahapan-tahapan kepemimpinan transformational dalam kependidikan serta
kepemimpinan transformational dalam pendidikan islam. Penelitian library research berusaha
melakukan intepretasi data dengan cara deskripsi analisis. Dan teknik yang terdapat dalam analisis
data kepenulisan ini adalah pendekatan deskriptif analisis. Sehingga tahapan yang dilakukan
dalam kepenulisan adalah pelaksanaan reduksi data dari berbagai sumber kepustakaan, kemudian
melakukan pengorganisasian serta pemaparan data, penggunaan verifikasi yang kemudian diakhiri
dengan penyimpulan data guna menjawab rumusan masalah. 2
2Masrukhin, Metode Penelitian Kualitatif (Kudus: Media Ilmu Press, 2015). hal. 2.
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 89 ~
Pembahasan
1. Manajemen Pendidikan dalam Perspektif Islam
Dalam Webster, News Collegiate Dictionary disebutkan bahwa manajemen berasal
dari kata to manage berasal dari bahasa Italia “managgio” dari kata “managgiare” yang diambil
dari bahasa Latin, dari kata manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan.
Managere diterjemahkan dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata
benda management dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen.
Management diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.
3
Dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily
management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan,
mengelola, dan memperlakukan. Kata manage dalam kamus tersebut diberi arti: (1) to direct
and control (membimbing dan mengawasi); (2) to treat with care (memperlakukan dengan
seksama); (3) to carry on business or affair (mengurus perniagaan, atau urusan/persoalan); (4) to
achieve one‟s purpose (mencapai tujuan tertentu). 4
Pengertian manajemen dalam kamus tersebut memberikan gambaran bahwa
manajemen adalah suatu kemampuan a tau ketrampilan membimbing, mengawasi dan
memperlakukan/mengurus sesuatu dengan seksama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Istilah manajemen sebenarnya mengacu kepada proses pelaksanaan aktifiitas yang
diselesaikan secara efisien dengan dan melalui pendayagunaan orang lain.5 Terry memberikan
defenisi: “management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling,
performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human beings and other resources”.
Maksudnya manajemen sebagai suatu proses yang jelas terdiri dari tindakan-
tindakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian yang dilaksanakan
untuk menentukan serta melaksanakan sasaran/tujuan yang telah ditentukan dengan
menggunakan sumber daya dan sumber-sumber lainnya. Arifin Abdurrachman sebagaimana
dikutip oleh M. Ngalim Purwanto, memberikan pengertian manajemen merupakan kegiatan-
kegiatan untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan pokok yang telah ditentukan dengan
3Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). hal. 3. 4 Syamsudduha, Manajemen Pesantren (Yogyakarta: Graha Guru, 2004). hal. 16.. 5Mariono Dkk, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: PT Refika Aditama, 2008). hal. 32.
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 90 ~
menggunakan orang-orang pelaksana.6 Sedangkan Hadari Nawawi mencoba memaparkan
manajemen sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manajer dalam memanage organisasi,
lembaga, maupun perusahaan.
Beberapa pengertian manajemen di atas pada dasarnya memilki titik tolak yang
sama, sehinggga dapat disimpulkan ke dalam beberapa hal, yaitu:
a. Manajemen merupakan suatu usaha atau tindakan ke arah pencapain tujuan melalui suatu
proses.
b. Manajemen merupakan suatu sistem kerja sama dengan pembagian peran yang jelas
c. Manajemen melibatkan secara optimal kontribusi orang-orang, dana, fisik, dan sumber–
sumber lainnya secara efektif dan efisien. 7
Dalam sudut pandang Islam manajemen diistilahkan dengan menggunakan kata al-
tadbir (pengaturan).
م كان ض ثم يعأرج إليأه فى يوأ رأ ر من ٱلسمآء إلى ٱلأ مأ يدبر ٱلأ
ا تعدون م مقأدارهۥ ألأف سنة م
Artinya:
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Q.S. As-Sajdah: 5)”
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur
alam (Al-Mudabbir). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam
mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah Swt telah dijadikan sebagai
khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya
sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Manajemen secara bahasa menunjukkan arti adanya direksi, pemimpin, pengurus,
dan kata yang ada diatas diambil dari kata kerja dengan asal kata manage yang menunjukkan
bahwa dalam manajemen ada yang namanya mengurus, memerintah, dan mengemudikan.8
Berdasar pemaparan Hadari Nawawi, manajemen merupakan suatu kegiatan yang didalamnya
ada kinerja dari seorang manajer untuk mengatur suatu perusahaan, lembaga, maupun
6Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008). hal. 17. 7Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008). hal, 62. 8Purwadarminto Wojowarsito, Kamus Lengkap Indonesia-Inggris (Jakarta: Hasta, 1974). hal. 76.
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 91 ~
organisasi.9 Manajemen Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai suatu aktifitas dalam
pemobilisasian dan pemanduan atas segala sumber daya yang ada, dengan maksud untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pemobilisasian atas sumber daya tersebut bertujuan untuk mendapatkan pencapaian
tujuan sesuai dengan pendidikan, sebagaimana yang terdapat dalam 3 M (man, money, dan
material), dan semua yang ingin dicapai oleh manajemen diatas tidak hanya terbatas dalam
lingkup sekolah/madrasah atau pimpinan yang terdapat dalam perguruan tinggi Islam, namun
kesemua bidang atau lembaga amat membutuhkannya. Kalau kita sedang melakukan
komunikasi, kerja sama dengan berbagai pihak sebagaimana yang ada, baik kedalam maupun
keluar, maka keberadaan pihak terkait tersebut sangat membantu dan menentukan kondisi
lembaga pendidikan baik kemajuan maupun kemunduran dari lembaga yang dipimpinnya,
dan kesemua itu merupakan proses dari manajemen.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh lembaga pendidikan akan keterkaitan
komunikasi dengan isu penting epistemologi organisasi adalah menyelidiki;
1) Aspek-aspek kualitas dari teori organisasi yang diperkirakan dapat memperkuat praktik
manajemen;
2) Sejumlah perangkat kognitif dan strategi penjelasan rasional teori tersebut sehingga dapat
meligitimasi eksistensi manajemen sebagai sebuah ilmu.10
Ilmu manajemen, yang keberadaaannya melakukan suatu tindakan perhitungan akan
kualitas dari suatu ilmu maka disebut dengan manajemen ilmu (knowledge management). Bidang
ini bertujuan mengkaji kreativitas, inovasi dan proses bagaimana publik mengklaim keabsahan
sebuah ilmu (context of justification). Oleh karena itu manajemen ilmu memerlukan ilmu tentang
ilmu, agar ia memiliki sebuah keyakinan tentang ilmu yang diklaimnya. Seorang konsultan
manajemen mengklaim bahwa ia telah menghadirkan kesadaran tentang chaos pada sebuah
organisasi. Maka kehadirannya harus dipandang penting, misalnya, karena ia telah
menstimulasi organisasi tersebut agar senantiasa mengembangkan dan mencipta ilmu baru
yang berhubungan dengan tindakan mengelola organisasi yang dapat mengantisipasi
perubahan zaman yang cepat, kompleks dan tidak teratur. 11
Dalam konteks filsafat sains, pernyataan di atas terdengar atraktif karena alih-alih
objektif justru ilmu manajemen sepertinya dituntut untuk melibatkan emosi, perasaan,
imajinasi dan persepsi atas kenyataan yang ada. Kreativitas, inovasi dan kesungguhan dalam
9Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan (Jakarta: Haji Masagung, 1992). hal. 78. 10Peter Koslowski, Elements of a Philosophy of Management and Organization (New York: Springer, 2010). hal. 93. 11Koslowski. hal. 63.
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 92 ~
mengonseptualisasi semua peristiwa yang hadir dihadapannya menjadi faktor menentukan,
apakah tindakan yang dimaksud masuk ke dalam kosa kata epistemologi atau hanya mitos
bahkan dogma semata.
Beberapa konsep manajerial seperti auditing, monitoring dan kualitas kinerja
organisasi dapat diperiksa secara kritis dan diuji secara ilmiah agar bisa memperbaiki praktik
organisasi. Ketiga istilah tersebut berhubungan dengan persoalan transparansi, integritas,
keterbukaan, indikator, pengukuran dan tanggung jawab perusahaan. Ketiga istilah yang
terdengar aksiologis ini sedemikian rupa harus dibawa ke ranah epistemologis agar secara
teoretis mengalami pembaruan keilmuan.
Konsep ‘transparansi’ yang berhubungan dengan tata kelola, baik di dalam dunia
bisnis, pemerintahan maupun pendidikan itu, biasanya dilaksanakan dalam rangka menjamin
akuntabilitas, tanggung jawab dan keterbukaan finansial organisasi agar kinerjanya menjadi
lebih baik. Dengan demikian, dalam arti ini, konsep ‘transparansi’ dapat bermakna;
1) literal, yakni membuat kasat mata sesuatu yang tidak terlihat (visual un-presence), bagaikan
sebuah kaca yang membuat benda-benda di baliknya menjadi tembus pandang;
2) metaforis, yakni menyingkapkan sesuatu melalui sesuatu; membuat sesuatu yang
mengganggu menjadi nyaman (makes an un-disturb), karena telah merepresentasikan semua
hal dengan apa adanya (un-hidden presence).
Dalam konteks bisnis, kondisi finansial sebuah perusahaan dapat dikatakan telah
transparan ketika segala sesuatunya dapat terlihat dari luar, sebening kristal, tidak ada rahasia
(nothing remaining covert), tidak ada embel-embel apa pun dibelakangnya (nothing existing behind it)
dan tidak ada manipulasi finansial apa pun (no financial manipulation). 12
Secara epistemologi ‘transparansi’ dapat bermakna bahwa semua ilmu harus jernih,
jelas (muhkam/wudhūh) dan berbeda dengan yang lain (clear and distinct). Komunitas intelektual
yang ideal adalah komunitas yang terbuka dan sama sekali tidak boleh memiliki sisi gelap.
Misalnya, efek samping dari obat yang dijual bebas pun harus secara rinci disebutkan dalam
kemasan. Berarti, dalam kuasa ilmu harus ada transparansi atau keterbukaan. Demikian pula
dengan MPI, ia harus lepas dari pandangan dogmatis keagamaan Islam dan secara terbuka
(Asy Syaffāfiah) masuk ke dalam khasanah keilmuan Islam (Islamic Studies) atau ilmu pendidikan
Islam (Islamic Education) yang menyejarah, kritis, objektif (maudhu’i) dan kontekstual.
12Koslowski. hal. 97-100.
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 93 ~
Untuk bisa mengolah, menghayati dan mencapai tujuan epistemik di atas,
Manajemen Pendidikan Islam hendaknya;
1) Mengkaji secara serius pelbagai teori manajemen bisnis agar secara kritis bisa
diterapkan di lembaga pendidikan Islam sehingga pengelolaannya lebih efektif dan
efisien;
2) Menginvestigasi dan menguji sejumlah ilmu manajemen bisnis dengan pelbagai
pertanyaan etis keislaman (akhlak-Islāmiyyah). Misal, dengan mengajukan pertanyaan;
Tindakan seperti apakah yang dianggap paling benar lagi mulia (akhlak al karimah)
dalam mengelola manusia, sebagai makhluk dan wakil Tuhan di muka bumi ini. Salah
satu jawabannya harus transparan (ijtihadiyyah) dan penuh integritas (kāffah)
3) Menguji perilaku perusahaan dan organisasi bisnis (profit) dengan pelbagai teori
pedagogi Islam agar dapat menciptakan suatu nilai tambah (‘anfa’uhum li ‘n nās) baik
bagi anggota organisasi maupun masyarakat sekitarnya (abundant organizations).
2. Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam
Dalam manajemen pendidikan Islam terdapat dasar-dasar manajerisasi, yang mana
didalamnya tersimpan dokumen-dokumen sejarah Islam yang primer dan sekunder, banyak
sarjana Muslim, di Indonesia khususnya, yang belum menggali dan mengungkapnya. Bermula
dari kesadaran terhadap problem tersebut, di sini akan dipaparkan dasar-dasar manajemen
dalam nilai-nilai normatif dan historis Islam, yakni antara lain,
a) Pertama: Merujuk kepada literatur-literatur yang kredibel dan akurat. Dengannya akan
didapatkan sebuah produk manajerial yang multidimensional dan polyinterpretabel, sehingga
dapat diabstraksikan pada berbagai fragmen manajemen. Manajemen perspektif Islam
senantiasa merujuk pada dokumen primer yakni Al-Qur`an dan As-Sunnah, dengan tidak
mengabaikan peranan dokumen sekunder, seperti atsar, ijma’, qiyas, dan lain sebagainya
yang tertera dalam buku-buku para intelektual Muslim awal (Salaf).
b) Kedua: Penanaman keikhlasan dan ketulusan dalam proses manajerial, baik kepada
karyawan, pimpinan, dan seluruh bagian yang terintegrasi dan sinergis dengan institusi
maupun lingkungan
c) Ketiga: Pengarahan kepada karyawan atau bawahan akan pengenalan kinerja, operasional,
cara berkomunikasi, bahasa, baik bahasa lokal maupun asing, dan sebagainya, yang
menjadi alat dan modal awal untuk proses menjalankan manajemen dengan baik.
Ini tampak pada aksentuasisasi yang dilakukan Rasulullah sebagai seorang manajer ketika
di masa awal Islam dimana beliau melakukan tashfiyyah atau purifikasi ideologi jahiliyah
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 94 ~
(ignorance ideology) dan materi pengarahan yang mengalami penyimpangan (deviation), yang
telah mendarah daging pada mayoritas masyarakat sosial Arab kala itu. Yang pertama kali
Nabi Muhammad sosialisasikan adalah materi tentang keimanan, sebab hal itulah yang
paling mendasar dalam konstruksi agama Islam.
Manajerisasi seperti ini juga diterapkan oleh generasi-generasi berikutnya, seperti tersurat
dalam penuturan Jundub, “Kami belajar tentang iman sebelum belajar Al-Qur`an,
kemudian belajar Al-Qur`an sehingga dengannya bertambahlah iman kami.”
d) Keempat: Menjadikan tujuan manajerial terfokus pada pembentukan pribadi prestatif.
Prestatif, dalam hemat kami, adalah suatu pencapaian personal maupun komunal
sehingga bawahan mampu pimpinan membawa peradaban ke arah perbaikan.
Dalam perpektif teologi Islam, Nabi Muhammad SAW adalah sosok pemimpin yang
tidak banyak menyuruh dan melarang tetapi lebih banyak menerapkan model suri teladan.
Dalam QS. Al-Ahzab [33]: 21 disebutkan: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah saw
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah swt dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah swt" (Digital Qur’an Versi 3.2. Juz
21). Nabi Muhammad SAW lebih mengedepankan aksi ‘action’ daripada instruksi/perintah.
Nabi Muhammad SAW menghindari menggunakan metode nasihat karena banyak nasihat itu
tidak disukai Allah SWT (QS. Ash-Shaffat [61]: 2-3; dalam digital Qur’an Versi 3.2. Juz 28).
Rasulullah SAW adalah pemimpin yang holistic, accepted dan proven. Kepemimpinan
beliau melingkupi bidang: bisnis, rumah tangga, masyarakat, politik, pendidikan, hukum,
pertahanan dan negara. Kepemimpinan Beliau pun accepted ‘diterima’ karena diakui lebih
dari 1,3 milyar manusia dan proven (terbukti) karena lebih dari 15 abad masih relevan untuk
diterapkan. Antonio membandingkan kepemimpinan Muhammad Characteristic of Values-Based
Leaders dari Bennis dan ternyata menempati semua kriteria yang digagas oleh Bennis.
Muhammad adalah seorang yang visioner, berkemauan kuat, memiliki integritas, amanah,
serba ingin tahu, dan berani. Dalam Mega skills of Leadership dari Nanus, Muhammad pun
merupakan pimpinan yang berpandangan jauh ke depan, menguasai perubahan, mampu
mendesain organisasi, seorang pembelajar yang antisipatoris, berinisiatif tinggi, terampil
menginterdependensi, dan memiliki standar integritas yang tinggi.
Hasil-hasil penelitian dan teori-teori dibangun oleh ilmuan yang berkaitan dengan
objek kajian dan metodologi yang jelas dapat terlaksana dengan baik yang terdeklarasikan
sebagai disiplin keilmuan baru dalam ilmu Islam dan memperoleh pengakuan dari ilmuan
pada umumnya. Padahal masing-masing ilmuan memiliki hak untuk membangun suatu
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 95 ~
disiplin ilmunya yang baru sepanjang dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis dan
ilmiyah.
Sehingga dengan demikian, dalam manajemen pendidikan Islam dibutuhkan suatu
komitmen yang didalamnya terdapat konsep manajemen yang menempatkan sumber daya
manusia sebagai figur sentral dalam organisasi usaha. Dengan adanya komitmen, pemimpin
akan mampu menciptakan suatu harapan atas partisipasi aktif dari karyawannya yang ada.
Komitmen yang diwujudkan ini bukanlah sesuatu yang hadir begitu saja, akan tetapi
komitmen harus dilahirkan dan dibangun.13
3. Fungsi Manajemen Pendidikan Islam
Fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang
industriawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu adalah merancang,
mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu
kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada
pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara Mahdi bin Ibrahim menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas
kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu: Perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.14 Untuk mempermudah pembahasan
mengenai fungsi manajemen pendidikan Islam, dapat diuraikan fungsi manajemen
pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang
pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu: Perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan.
a) Planning (Perencanaan)
Menurut F. E. Kast dan Jim Rosenzweig, perencanaan adalah suatu kegiatan yang
terintegrasi yang bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas keseluruhan usaha-usaha,
sebagai suatu sistem sesuai dengan tujuan organisasi yang bersangkutan. Fungsi
perencanaan antara lain untuk menetapkan arah dan setrategi serta titik awal kegiatan agar
dapat membimbing serta memperoleh ukuran yang dipergunakan dalam pengawasan
untuk mencegah pemborosan waktu dan faktor produksi lainnya. 15
Perencanaan (Planning) adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan
pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak
dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Keberadaan perencanaan merupakan bagian
13 Muhamad Fatih Rusydi Syadzili, “Polarisasi Tahapan Kepemimpinan Transformatif Pendidikan Islam,” Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 3, no. 1 (2019): 55–81. 14 Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997). hal. 61 15 Syafi’ie, Al-Qur’an dan Ilmu Adinistrasi (Jakarta: Rineka Cipta, 2002). hal. 36
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 96 ~
terpenting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan sebuah perencanaan
yang terdapat dalam lembaga, organisasi maupun perusahaan akan berakibat sangat fatal
bagi keberlangsungan suatu organisasi.
Hiks dan Guelt menyatakan bahwa perencanaan berhubungan dengan :
1) Penentuan dan maksud - maksud organisasi
2) Perkiraan - perkiraan ligkungan di mana tujuan hendak dicapai
3) Penentuan pendekatan dimana tujuan dan maksud organisasi hendak dicapai. 16
Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat
dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya dalam proses
perencanaan. Ketiga kegiatan itu adalah:
a. Perumusan tujuan yang ingin dicapai
b. Pemilihan program untuk mencapai tujuan itu
c. Identifikasi dan pengarahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas. 17
Bahkan Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk
mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari. Allah berfirman:
و لت ايہا الذين امنوا اتقوا اللہ ا قدمت لغد و اي تقواللہ نظر نفس م
خبير بما تعملون ان اللہ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-
Hasyr: 18)”
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dalam manajeman, perencanaan
merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang
matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal.
Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang
memuaskan.
16 Dkk, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam. hal. 3 17 Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008). hal. 46
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 97 ~
b) Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah proses mengatur, mengalokasiakan dan mendistribusiakan
pekerjaan, wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi. Stoner menyatakan
bahwa mengorganisasikan adalah proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk
bekerja sama dalam cara terstruktur guna mencapai sasaran spesifik atau beberapa
sasaran. 18
Menurut Terry pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen yang
dilaksanakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur
manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.19 Organisasi dalam
pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada
bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan pada
pengaturan mekanisme kerja. 20
Setelah dibuat perencanaan sesuai dengan ketentuan di atas, maka langkah
selanjutnya adalah pengorganisasian (organizing). Ajaran Islam senantiasa mendorong para
pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa
jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa
diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi. Sebagaimana firman Allah SWT:
ن فيأ سبيأ ا يحب الذيأن يقاتلوأ ص له صفا كانهمأ بنأيان اللہ رأ ص ن م وأ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS. Ash-Shof: 4)”
Dalam ayat ini menyatakan bahwasanya pengorganisasian merupakan kegiatan
dasar dari manajemen yang dilaksanakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang
dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan
sukses.
Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih
menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih
menekankan pada pengaturan mekanisme kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada
pemimpin dan bawahan. Pengorganisasian merupakan proses penentuan struktur,
18 Aan Komariah Engkoswara, Administrasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2012). hal. 95 19 George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). hal. 73 20 Hendri Tanjung Didin Hafidudin, Manajemen Syariah dalam Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2003). hal. 101
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 98 ~
aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan
jelas.
Dalam kaitannya dengan pengorganisasian, Rasulullah SAW telah mencontohkan
ketika memimpin perang uhud. Ketika pasukan Islam pimpinan Nabi Muhammad SAW
berhadapan dengan angkatan perang kafir Quraish di dekat gunung Uhud. Nabi SAW
mengatur strategi peperangan dengan sempurna dalam hal penempatan pasukan.
Beberapa orang pemanah ditempatkan pada suatu bukit kecil untuk menghalang majunya
musuh. Pada saat perang berkecamuk, awalnya musuh menderita kekalahan.
Mengetahui musuh kocar-kacir, para pemanah muslim meninggalkan pos-pos
mereka di bukit untuk mengumpulkan barang rampasan. Pada sisi lain, musuh mengambil
kesempatan ini dan menyerang angkatan perang muslim dari arah bukit ini. Banyak dari
kaum Muslim yang mati syahid dan bahkan Nabi SAW mengalami luka yang sangat parah.
Orang kafir merusak mayat-mayat kaum Muslim dan menuju Makkah dengan merasa
suatu kesuksesan.
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua
setelah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena
pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja.
Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok
kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang
harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan, tetapi
juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota kelompok tersebut
terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.
c) Actuating (Pelaksanaan)
Pelaksanaan kerja merupakan aspek terpenting dalam fungsi manajemen karena
merupakan pengupayaan berbagai jenis tindakan itu sendiri, agar semua anggota
kelompok mulai dari tingkat teratas sampai terbawah berusaha mencapai sasaran
organisasi sesuai dengan rencana yang ditetapkan semula, dengan cara yang baik dan
benar. Adapun istilah yang dapat dikelompokkan kedalam fungsi pelaksanaan ini adalah
directing commanding, leading dan coornairing. 21
Pelaksanaan kerja sudah barang tentu yang paling penting dalam fungsi manajemen
pendidikan karena merupakan pengupayaan berbagai jenis tindakan kepedidikan itu
sendiri, agar semua dewan sekolah mulai dari tingkat tingkat teratas sampai terbawah
21 Jawahir Tantowi, Unsur-Unsur Manajemen menurut Ajaran Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983). hal. 67
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 99 ~
berusaha mencapai sasaran organisasi sesuai rencana yang telah ditetapkan semula,
dengan cara terbaik dan benar.
Untuk melaksanakan perencanaan yang telah diorganisir tersebut juga perlu
diberikan actuating, dalam bahasa Indonesia artinya adalah menggerakkan. Maksudnya,
suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk
mencapai sasaran sesuai dengan tujuan organisasi. Jadi, actuating bertujuan untuk
menggerakkan orang agar mau bekerja dengan sendirinya dan penuh dengan kesadaran
secara bersama- sama untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Sebagaimana firman Allah SWT:
أن تقولوا ما ل تفأ علون كبر مقأتا عند ٱلل
Artinya:
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan. (QS. Ash-Shof: 3)”
Dalam ayat ini menyatakan bahwa actuating merupakan upaya untuk merealisasikan
suatu rencana. Dengan berbagai arahan dengan memotivasi setiap karyawan untuk
melaksanakan kegiatan dalam organisasi, yang sesuai dengan peran, tugas dan tanggung
jawab. Maka dari itu, actuating tidak lepas dari peranan kemampuan leadership.
d) Controlling (Pengawasan)
Pengawasan adalah salah satu fungsi dalam manajemen untuk menjamin agar
pelaksanaan kerja berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam
perencanaan. Pengawasan/ pengendalian adalah proses untuk memastikan bahwa
aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Proses pengendalian
dapat melibatkan beberapa elemen yaitu:
1) Menerapkan standar kinerja.
2) Mengukur kinerja.
3) Membandingkan unjuk kerja dengan standar yang ditetapkan.
4) Mengambil tindakan korektifsaat terdeteksi penyimpangan. 22
Dalam al Quran pengawasan bersifat transendental, jadi dengan begitu akan
muncul inner dicipline (tertib diri dari dalam). Itulah sebabnya di zaman generasi Islam
22 Engkoswara, Administrasi Pendidikan. hal. 96
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 100 ~
pertama, motivasi kerja mereka hanyalah Allah kendatipun dalam hal-hal keduniawian
yang saat ini dinilai cenderung sekuler sekalipun. 23
Untuk mencapai suatu keberhasilan dalam pengawasan (Controlling) maka
diperlukan suatu upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin
bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
يعألمون ما تفأعلون ﴾١١﴿ كراما كاتبين ﴾١٠﴿ وإن عليأكمأ لحافظين
بأرار لفي نعيم ﴾١٢﴿ ﴾١٣﴿ إن الأ
Artinya:
“Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (Malaikat-malaikat) yang Mengawasi (pekerjaanmu),
Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), Mereka mengetahui apa
yang kamu kerjakan. Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada
dalam syurga yang penuh kenikmatan. (QS.Al-Infithor; 10-13)”
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Islam berpandangan mengenai pengawasan
dalam pelaksanaan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan
membenarkan yang hak. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana
berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan
Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui.
Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan
pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
Sehingga Praktik manajemen pendidikan Islam fokus pada tindakan tata kelola
yang dipandang belum sepenuhnya dijalankan oleh lembaga pendidikan Islam, misalnya
konsep transparansi dan integritas. Secara teoretis, pembahasannya bisa di geser ke ilmu
pendidikan Islam (Islamic Education) dan atau ke ilmu keislaman (Islamic Studies) bukan
langsung ke ayat-ayat suci yang dapat bersifat dogmatis. Hasilnya dapat disusun menjadi
teori manajemen pendidikan Islam tentang transparansi (Asy Syaffāfiah) dan (Kāffah). 24
Menghadapi kenyataan ini, mulai terbuka peluang dalam menjalankan pendekatan
pemetaan ulang keilmuan Islam yang hasilnya berupa suatu sistem klasifikasi yang
memenuhi berbagai keperluan dan terutama sesuai untuk keadaan Indonesia.Pasalnya,
pada sistem yang dikembangkan UNESCO dan kemudian dianut oleh LIPI secara
23 Syafi’ie, Al-Qur’an dan Ilmu Adinistrasi. hal. 66 24 Muhamad Fatih Rusydi Syadzili, “Eksistensi dan Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam,” Tasyri’: Jurnal Tarbiyah Syari’ah Islamiyah 26, no. 1 (2019): 49–59.
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 101 ~
sepintas terlihat bahwa agama sebagai ilmu hanya diperlakukan sebagai sebuah disiplin
yang merupakan salah satu unsur dari antropologi budaya.
Metode penelitian yang terdapat dalam Manajemen Pendidikan Islam memiliki
konsistensi dalam penggunaan metode riset terhadap representasi kondisi objektif, yang
didalam objek materialnya yakni berupa lembaga pendidikan Islam. Artinya secara
generatif nilai manajemen yang berorientasi pada keuntungan semata (profit oriented) harus
tunduk pada nilai pedagogi-Islam yaitu memanusiakan manusia (to humanize of human
beings) berdasarkan nilai-nilai universal agama Islam. Praksis bidang manajemen
pendidikan Islam dapat pula menerapkan pelbagai teori manajemen yang relevan dengan
perilaku penyelenggaraan pendidikan Islam. Misalnya, dorongan etika sosial yang
diterapkan pada perusahaan melalui CSR dapat diterapkan di madrasah, seperti nampak
dalam penelitian Ahmad Juhaidi. Pola kepemimpinan perusahaan pun dapat diadopsi oleh
lembaga pendidikan, seperti yang dicontohkan dalam riset Adri Efferi.
Kesimpulan
Allah SWT telah memberi akal pada manusia untuk berpikir. Segala sesuatu yang ada di
dunia merupakan “ayat kauniyah” yang menimbulkan penyadaran bagi manusia yang mau
berpikir. Segala sesuatu di alam yang tercipta seimbang mengilhami manusia untuk
mencontohnya demi kemaslahatan hidupnya seperti memanaj sesuatu.
Allah yang Maha Rahman tidak melepaskan manusia begitu saja dengan pikirannya tanpa
petunjuk pasti, tetapi Allah selalu memberi bimbingan melalui para Rasul-Nya untuk suatu kaum
agar mendapat kemaslahatan dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat.
Proses manajemen sebenarnya telah dicontohkan di dalam Al-Qur’an dan diaplikasikan
langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Memang, Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi tidak
menyebutkan hal-hal yang berhubungan dengan manajemen secara rinci. Tetapi bagaimana kita
menggali dan menafsirkannya, karena sesungguhnya manajemen telah ada dan tercantum dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber pokok ajaran Islam seperti fungsi-fungsi manajemen
(perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan Pengawasan) bahkan Alqur‟an dan Hadits
memberikan arahan tentang keterampilan kepemimpinan dan kompetensi apa saja yang harus
dimiliki seorang pemimpin.
Daftar Pustaka
Didin Hafidudin, Hendri Tanjung. Manajemen Syariah dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2003.
Dkk, Mariono. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam. Bandung: PT Refika Aditama, 2008.
Engkoswara, Aan Komariah. Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2012.
Tabyin Jurnal Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 ~ 102 ~
Fatah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008.
Ibrahim, Mahdi bin. Amanah dalam Manajemen. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997.
Koslowski, Peter. Elements of a Philosophy of Management and Organization. New York: Springer,
2010.
Masrukhin. Metode Penelitian Kualitatif. Kudus: Media Ilmu Press, 2015.
Nawawi, Hadari. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung, 1992.
Purwanto, Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
Syadzili, Muhamad Fatih Rusydi. “Eksistensi dan Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan
Islam.” Tasyri’: Jurnal Tarbiyah Syari’ah Islamiyah 26, no. 1 (2019): 49–59.
———. “Model Kepemimpinan dan Pengembangan Potensi Pemimpin Pendidikan Islam.”
Cendekia: Jurnal Studi Keislaman 4, no. 2 (2018): 127–36.
———. “Polarisasi Tahapan Kepemimpinan Transformatif Pendidikan Islam.” Al-Tanzim: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam 3, no. 1 (2019): 55–81.
Syafi’ie. Al-Qur’an dan Ilmu Adinistrasi. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Syamsudduha. Manajemen Pesantren. Yogyakarta: Graha Guru, 2004.
Tantowi, Jawahir. Unsur-Unsur Manajemen menurut Ajaran Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1983.
Terry, George R. Prinsip-prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Usman, Husaini. Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Wojowarsito, Purwadarminto. Kamus Lengkap Indonesia-Inggris. Jakarta: Hasta, 1974.