Materi Kuliah Elemen Mesin 1
-
Upload
gua-secretboy -
Category
Documents
-
view
385 -
download
33
description
Transcript of Materi Kuliah Elemen Mesin 1
POKOK POKOK BAHASAN ELE MEN MESIN 1
1. Tegangan Bahan
2. Sambungan Keling
3. Sambungan Las
4. Sambungan Susut dan Tekan
5. Sambungan Ulir
6. Sambungan Pasak dan Poros
7. Pegas
Literatur :
1. Drobovolsky dkk, Machine Element, Peace Plubisher, Moscow
2. Shigley J.E , Mechanical Engineering Design , Mc.Graw Hill,
Inc , 1972
3. Spotts M.F, Design of Machine Elements, Printice-Hall
International,Inc, 1985
4. Sularso & Kiyokatsu suga , Elemen Mesin, Pradnya Paramita
Jakarta , 1980
BAB I
TEGANGAN BAHAN
1. Gaya dan Massa
Hukum Newton ke dua mengenai gerakan mengatakan,
Gaya = massa x percepatan ………………………… (1)
Bila F berat dalam (N) dan g grafitasi dalam m/dt2 maka
F N.dt2
massa = --- ------
g m
Dalam standar SI, grafitasi g = 9,8066 m/dt2. Massa kg mempunyai berat 9, 8066 N, kare-
na itu gaya grafitasi 1 kg massa beratnya = 9,8066 N.
2. Beban Nominal dan Beban Kerja
Dalam kondisi kerja, beban elemen mesin biasanya terdiri dari gaya dan momen yang
berubah-ubah. Perubahan tersebut dilukiskan seperti Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Garis pola beban
Beban nominal adalah gaya yang diperoleh melalui perhitungan berdasarkan data
rencana. Berdasarkan pengalaman, mengalikan beban nominal dengan beberapa faktor
tambahan akan menghasilka n beban kerja. Beberapa faktor tambahan tersebut adalah
seperti berikut. (1) Faktor ketidakteraturan kerja beban a1, besarnya antara 1,2 ÷ 1,4. (2)
Faktor kerja mesin a, maksudnya kerja mesin dengan kejutan yang besarnya antara
1 ÷ 3. (3) Faktor keandalan a3, maksudnya faktor untuk menghindari terjadinya
kecelakaan karena kerusakan mesin atau yang lain, yang besarnya antara 1,2 ÷ 1,5.
Jumlah dari ke tiga faktor di atas disebut faktor tambahan kerja a = a1 + a2 + a3.
Oleh karena itu beban kerja dalam perencanaan = beban normal x faktor
tambahan kerja a.
3. Momen, Usaha dan Daya
Momen adalah hasil perkalian antara gaya tegak lurus sumbu lengan dengan jarak
terhadap titik yang diperhatikan. Dalam gambar 1.2, F gaya tegak lurus sumbu
batang dalam kg, l cm jarak gaya F terhadap titik yang diperhatikan, maka besar
momoen gaya tersebut adalah,
l F
Mb = F x l .. kg.cm ….…….… (2)
Gambar 1.2. Pengertian momen
Usaha adalah hasil perkalian antara gaya F dalam kg dengan jarak perpindahan S cm
per detik. Berdasarkan Gambar 1.3, besar usaha yang dimaksud adalah,
s F
F F U = F x S .. kg-cm ………. (3)
Gambar 1.3. Pengertian usaha.
Daya adalah usaha per satuan waktu detik, atau
Usaha
Daya = ---------- kg-cm/dt ……...………………….. (4)
waktu dt.
Untuk mesin-mesin tenaga seperti mesin otomotif, mesin turbin atau yang lain, biasanya
besarnya daya dinyatakan dalan tenaga kuda (tk), untuk mesin-mesin listrik, besarnya
usaha dinyatakan dalam Joule (J) dan besarnya daya dinyatakan dalam Volt Ampere.
1 J = daya 1 watt bekerja dalam 1 detik
1000 J = daya 1 kilo watt bekerja dalam 1 detik
1 kWh = daya 1 kilo watt bekerja dalam 1 jam
Daya = Volt x Ampere = V x A ………………………….. (5)
1 V.A = 1 Watt (W) = 1/1000 kW = 1 kVA = 1000 W
Padanan satuan usaha dengan daya seperti berikut:
1 kg-m = 9,8 joule
1 kg-m/dt = 9,8 joule/dt = 9,8 Watt
1 tk = 75 kg-m/dt = 0,736 kW
4. Momen Lembam dan Momen Tahanan
Momen lembam adalah hasil kali antara elemen luas dengan kuadrat jarak terhadap
sumbu yang diperhatikan. Kalau x-x sumbu mendatar, y-y sumbu tegak, maka momen
lembam terhadap sumbu x-x adalah Ix dan momen lembam terhadap sumbu y-y adalah
Iy.
y Ix = ∑A1 . (y1)2 + A2 . (y2)2 + … dst. …… (8)
xy A1
rp yx Iy = ∑A1 . (x1)2 + A2 . (x2)2 + … dst. .….. (9)
C x
Gambar 1.6. Momen lembam linier.
Karena Ix dan Iy momen lembam terhadap garis, maka Ix dan Iy disebut momen
lembam garis atau momen lembam linier. Sebagai contoh seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 1.6. Momen lembam terhadap titik Cg disebut momen lembam pusat (Ip).
Dalam gambar rp adalah jari-jari elemen luas terhadap pusat Cg, maka momen lembam
pusat yang juga disebut momen lembam poler, Ip = ∆.A.(rp)2 = ∆ A(x2 + y2) = ∆A.x2
+ … ∆A.y2, atau
b do
y d di
x h x x
y
b.h3 πd4 πr4 π(do4 – di
4)
Ix = ----- Ip = ----- = ----- Ip = ---------------
12 64 4 64
b3.h
Iy = ------
12
Gambar 1.7. Momen lembam beberapa penampang
Ip = Ix + Iy …. mm4 ………………………………..…………….…. (10)
Momen lembam (I) untuk beberapa penampang, ditunjukkan dalam Gambar 1.7.
Momen tahanan W adalah hasil bagi antara momen lembam dengan jari-jari r terhadap
pusat Cg.
Untuk penampang bulat r = d/2 untuk penampang persegi, r = h/2, maka momen
tahanan-nya adalah,
I
W = --- mm3 …………………..……………….... (11)
r
Contoh 2.
Sebuah batang berpenampang seperti yang terlihat dalam Gambar 1.8. Tentukan momen
lembam dan momen tahanannya?
50 Penyelesaian: momen lembam linier terhadap sisi bawah,
75 bh3 50 mm x (75 mm)3
Ix = ----- = ---------------------- = 1.757.800 mm4
12 12
Ix 1.757.800 mm4
Momen tahanan W = ---- = ------------------ = 46874,7 mm3
Gambar 1.8. Untuk contoh 2. h/2 37,5 mm
5. Tegangan Nominal
Untuk menentukan ukuran elemen mesin, kebanyakan menggunakan hubungan
keelasitasan. Hubungan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Tarik dan Tekan
Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.9 masing-masing batang dibebani tarik
dan tekan, kalau αt adalah tegangan tarik, αd tegangan tekan, maka besar tegangan
tersebut,
σt F
penampang σd
patah
σt penampang
patah
σd
F F F
(a) (b)
Gambar 1.9. (a) Batang dibebani tarik,
(b) batang dibebani tekan
F
σt, αd = ---- .. kg/mm2 …………………………………. (12)
A
Tegangan yang dihitung dengan rumus (12) disebut tegangan murni. Rumus (12)
hanyalah berlaku kalau beban F bekerja tanpa kejut, garis kerja beban berimpit dengan
sumbu.
Sedangkan untuk beban tekan pada batang relatif pendek, tidak akan terjadi tekuk pada
bagian tekan.
b. Regangan dan Elasitas
Bila sebuah batang lurus dibebani tarik dengan garis kerja melalui sumbu seperti
yang terlihat dalam Gambar 1.10, secara ideal batang akan bertambah panjang.
Pertambahan panjang ini disebut regangan. Kalau δ menunjukkan regangan, δ = l2
– l1, l2 adalah pan-jang setelah ditarik, l1 panjang sebelum ditarik,
maka kalau ε adalah spesifik perpanjangan, maka spesifik
perpanjangan tersebut dapat ditentukan dengan persamaan,
δ
σt D ε = ---- ………………………… (13)
l1
A B E dalam hal ini l1 = panjang batang mula-mula
C l2 = panjang batang setelah ditarik,
di titik A bahan masih mengikuti Hukum Hooke
di AB mulai regang tetap,
Ε di BC penampang batang mulai mengecil,
l1 di CD terjadinya regang tidak sebangding de-
ngan pertambahan tegangan,
l2 A di DE bahan mulai putus tanpa disertai penam-
F bahan beban.
B C D E F
Gambar 1.10. Diagram regangan tegangan.
Misalnya beban tarik dilepas, kemudian sikap batang masih kembali ke ukuran semula,
ini menunjukkan bahwa batang masih dalam keadaan elastis (E). Bahan dalam keadaan elastis
berarti mengikuti hukum Hooke yang menyatakan bahwa, dalam keadaan tertentu,
tegangan suatu bahan berbanding lurus dengan tegangan yang terjadi, atau
σ = E.ε ……………………………… (14)
Kalau pembebanan pada batas elastis diteruskan, maka batang akan mengalami regang
tetap (yield), hal ini dalam diagram ditunjukkan pada titik C. Kemudian terjadinya pertambahan
regangan sudah tidak sebanding lagi dengan peningkatan tegangan, meskipun pembebanan
tidak dilepas akhirnya batang akan putus (breack) di titik D. Un-
tuk perubahan yang mengarah tegak lurus sumbu yang terjadi akibat putaran seperti yang
terlihat dalam Gambar 1.11, perubahannya disebut regang geser (τg). Menurut Hukum Hooke
tegangan geser yang dimaksud dapat ditentukan sebagai berikut. Kalau G modulus
elasitas geser maka,
τg = γ .G ………………………….….……… (15)
l
T
γ Ф d
Gambar 1.11. Batang dibebani puntir
Saling mengganti σ = F/A dengan ε = δ/l maka akan diperoleh,
F. l
δ = ----- ………………………………..…… (16)
A.E
Batang yang dibebani tarik, perubahannya tidak hanya ke arah panjang saja, tetapi juga ke
arah melintang sumbu. Kalau perubahan tersebut masih mengikuti Hukum Hooke, oleh Poison
dikatakan bahwa regangan yang terjadi akan saling berbanding lurus. Bila μ menunjukkan
perbadingan Poison maka,
Regang arah melintang sumbu Δr
μ = - ------------------------------------- = ---- ……. ...(17)
Regang arah memanjang Δl
Untuk logam kebanyakan harga μ = 0,3
Hubungan antara E, G dengan μ dapat dinyatakan,
E
G = ---------- kg/cm2 ……………………………... (18)
2(1 + μ)
θ
Contoh 3.
Sebuah batang dalam Gambar 1.12, berdiameter 1,6 cm dibebani 600 kg. Beban bekerja tanpa
kejut. Hitung besar tegangan tariknya.
Hitungan.
Beban bekerja tanpa kejut, berarti besar tegangan yang terjadi dapat dihitung dengan
rumus,
d 1,6 cm
F 600 kg
F = 600 kg σt = ----- = ---------------------- = 2986 kg/cm2
A 0,785 x (1,6 cm)2
Gambar 1.12. untuk contoh 3.
Contoh 4
Sebuah tali seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.13 dibebani 500 kg dan 250 kg. Tali yang
di atas dari baja berdiameter 18 mm dan yang bawah dari alumunium berdiame-
ter 15 mm. Hitung tegangan yang terjadi di masing-masing
St tali tersebut.
Al 500 kg Hitungan: Luas penampang putus tali baja,
250 kg A = 0,785 (18 mm)2 = 254,34 mm2
Beban yang ditahan tali baja = 500 kg + 250 kg
Gambar1.13.Untuk contoh 4. = 750 kg
F 750 kg
Tegangan tali baja σt = --- = --------------- = 2,95 kg/mm2
A 254,34 mm2
Luas penampang putus tali alumunium A = 0,785 x (15 mm)2 = 176,625 mm2. Tegangan
tarik tali aluminium,
250 kg
σt = ----------------- = 1,42 kg/mm2
176,625 mm2
Contoh 5.
Panjang kawat baja seperti terlihat dalam Gambar 1.14, sebelum dibebani 40 cm, setelah
dibebani menjadi 40,3 cm panjangnya. Berapa % perpanjangannya?
Penyelesaian:
40 40,3 Beda panjang Δl = l2 – l2 = 40,3 cm – 40 cm = 0,3 cm
Perpanjangan dalam % dihitung dengan persamaan sebagai be-
F rikut.
Gambar 1.14. Untuk contoh 5
Δl 0,3 cm
ε = ---- x 100 % = --------- x 100 % = 0,75 %
l 40 cm
Contoh 6.
Sebuah batang berbentuk tabung seperti Gambar 1.15, mempunyai tegangan tekan 41 kg/mm2,
Diameter luar do = 10 cm, diameter dalam d i = 6 cm. Tentukan berat beban maksimal yang dapat
ditahan tabung tersebut?
F = ? Penyelesaian:
Luas penampang dinding tabung,
60 A = 0,785 x (do2 – di
2) = 0,785 x (100 cm2 – 36 cm2)
100 = 50,24 cm2
Berat beban maksimal yang dapat ditahan,
Gambar 1.15. Untuk contoh 6. F = A x σd = 50,24 cm2 x 4.100 kg/cm2 = 205.985 kg.
Pembebanan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.16, disebut kolom yang dibebani
tekuk. Bila ukuran ukuran batang terlalu panjang terhadap penampangnya, dapat menye-
babkan gagal karena tekuk. Kolom yang tidak menekuk karena bentuknya sendiri dise-
but batang tekan sederhana.
Dalam merencanakan kolom, masalah tekuk perlu dipertimbangkan secara cermat.
Adanya tekuk pada kolom suatu bangunan, akan menyebabkan bangunan tersebut tidak
stabil. Penyebab terjadinya tekuk biasanya karena kelebihan beban, sering disebut beban kritis
(Fkr). Untuk mencegah terjadinya beban kritis, sebaiknya beban F dibuat lebih kecil dari beban
kritis, atau F < Fkr. Menurut Euler, beban kritis penyebab tekuk dapat dihitung dengan rumus,
Cπ2EI
Fkr = --------- kg …………………………………….. (18)
l2
σyl2
Menurut Johson, Fkr = Aσy (1- ---------- kg ……………………………….. (19)
4Cπ2Ei2
Dalam hal ini C = konstante kondisi ujung,
E = modulus elasitas bahan kg/cm2,
l = tinggi kolom cm,
I = momen lembang linier cm4,
σy = tegangan luluh (yield) bahan kg/cm2
i = jari-jari kelembaman cm, dan λ = (I/A)1/2 mm.
Harga konstante C tergantung dari cara bagaimana beban bekerja. Dalam praktek meren-
Canakan elemen mesin, jarang digunakan faktor C lebih besar dari satu (1). Hal ini disebabkan
terlalu sulit membuat ikatan yang mati di ujung kolom, meskipun perakitan-nya dengan cara
dilas bengkokan-bengkokan kecil tetap akan terjadi.
Harga konstante C untuk beberapa ujung model kolom dalam Gambar 1.16, ditunjukkan
dalam Tabel 1.1.
F F F
F
l/4
0,707 l
l l/2 l l
l/4
(a) (b) (c) (d)
Gambar 1.16. (a) ke dua ujung membulat atau bersumbu,
(b) ke dua ujung mati,
(c) satu ujung bebas ujung yang lain mati,
(d) satu ujung bulat ujung yang lain mati.
Tabel 1.1. Konstante Model Ujung C Kolom Menurut Euler1
Model ujung
kolom
Harga teoritis Harga konservatif Harga yang disarankan*
Bulat - bulat
Mati - mati
Mati - bebas
Mati - bulat
1
4
1/4
2
1
1
1/4
1
l
1,2
1/4
1,2
1. Shigley 1986
.
Beban kritis menurut Euler dan Johnson masih harus dibagi dengan faktor keamanan S f, dengan
demikian rumus Euler akan berubah menjadi,
Fkr C.π2.E.I
F = ---- = ---------- kg …………………………………….. (20)
Sf Sf.l2
dan rumus Johson juga berubah menjadi,
σy.l2
F = A.σy.(1- -----------------) kg …………………………… (21)
4.Sf.C.π2.E.i2
Misalnya i = (I/A)½, I = i2.A, dengan mengganti I = i2.A ke dalam rumus Euler diperoleh,
C.π2.E.i2.A C.π2.E.A
Fkr = -------------- = ----------- kg ……………….…………(22)
Sf.l2 Sf.(1/i2)
Mempersamakan Fkr = Euler dengan Fkr johson diperoleh,
C.π2.E.A σy(1/i)2
------------ = A.σy 1- -----------
Sf.(l/i)2 Sf.C.π2.E
2.C.π2.E 1/2
atau l/i = ------------ , untuk l/I = λ
σy
2.C.π2.E 1/2
maka λ > ------------ , dan untuk rumus Johson,
σy
2.Cπ2.E 1/2
λ < ------------
σy
Contoh 7
Kolom seperti yang terlihat dalam Gambar 1.17, terbuat dari St 41, tinggi kolom 6 m,
diameter 10 cm, faktor keamanan 2, modulus elasitas baja 8,5 x 105 kg/cm2. Tentukan be-
ban kritis menurut Euler dan Johson untuk kolom tersebut?
Penyelesaian:
Menurut jenis sistem kolom dalam Tabel 1.1, harga konstate C = 4, dengan rumus Euler,
beban kritisnya,
C.π2.E.A I 1/2
Fkr = ------------ , dalam hal ini i = ---
Sf.(1/i)2 A
0,707 l I = π/32 x d4 = 0,1 x (10 cm)4 = 1000 cm4
l A = π/4 x d2 = 0,785 x (10 cm)2 = 78,5 cm2
1000 cm4 1/2
maka i = ------------- = 3,569 cm,
78,5 cm2
Gambar 1.17. Untuk contoh 7 Memasukkan hasil-hasil tersebut ke dalam persamaan
Fkr, akan diperoleh,
4 x (3,14)2 x 8,5 x 105 kg/cm2 x 78,5 cm2
Fkr = ----------------------------------------------------
60 cm 2
2 ------------
3,569 cm
2.631.527.200 kg
= ---------------------- = 46.555,228 kg
56.524,848
σy.l2
Beban kritis menurut Johnson Fkr = A.σy 1 - -----------------
Sf.4.C.π2.E.i2
Bahan kolom dari St 41, artinya besar σt = 41 kg/mm2 = 4.100 kg/cm2. Dalam perhitungan sering
diambil besar tegangan lumer σy = (0,,5 ÷ 0,75)σt. Menetapkan σy = 0,75 σt,, maka σy = 0,75 x
4.100 kg/cm2 = 3.075 kg/cm2. Memasukkan hasil-hasil tersebut ke dalam persamaan diperoleh,
3.075 kg/cm2 x (600 cm)2
Fkr = 78,5 cm2 x 3.075 kg/cm2 -------------------------------------------------------------
2 x 4 x 4 x (3,14)2 x (8,5 x 105 kg/cm2)(3,569 cm)2
= 241.387,5 kg (1-0,3241) = 163.153,81 kg.
d. Putus Geser
Beban F seperti dalam Gambar 1.18, menyebabkan pena putus tergeser. Kalau A luas
penampang putus karena geseran, besar tegangan geser dapat ditentukan dengan rumus,
F
τ = ---- kg/cm2 ……………………………………….. (23)
A
A = luas penampang geser bulat pejal = 0,785 d2, untuk penampang berbentuk tabung A
Фdo
Фdi
τ
Ф d
Gambar 1,18. Batang pada geseran.
= 0,785( do2 – di2) , do diameter luar, di diameter dalam, sedangkan untuk penampang
persegi luas penampang A = b.h, dalam hal ini b adalah lebar dan h tebal.
Contoh 8.
Batang seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.18, berdiameter pejal 12 mm bahan dari St 41.
Hitung kemampuan batang tersebut terhadap beban geser?
Hitungan.
Kemampuan batang terhadap beban geser dihitung dengan rumus,
F = A x τ
Dalam hal ini A = 0,785 x d2 = 0,785 x (1,2 cm)2 = 1,1304 cm2.
Bahan batang dari St 41 berarti σt putus = 41 kg/mm2 = 4.100 kg/cm2, dari rumus empiris
sering dibuat τ = (0,6 ÷ 0,8)σt, untuk ini diambil τ = 0,8 σt = 0,8 x 4.100 kg/cm2 = 3.280 kg/cm2.
Jadi kemampuan batang terhadap beban geseran,
F = 1,1304 cm2 x 3.1280 kg/cm2 = 3.707,712 kg.
e. Bengkokan
Bila batang seperti yang terlihat dalam Gambar 1.19 dibebani bengkokan, maka be-
l F F sar momen bengkok terhadap jepitan,
y h Mb = F x l , atau dengan rumus tegangan
b Mb = Wb x σb, dalam hal ini
Wb = momen tahanan,
Gambar 1.19. Batang dibebani bengkokan
Untuk penampang persegi yang dibebani sejajar sisi tebal, Wb = 1/6 bh2, kalau beban
sejajar sisi lebar, Wb = 1/6b2h. Untuk penampang bulat pejal, Wb = π/32.d3, kalau π/32 ≈
0,1, maka dapat pakai Wb = 0,1 d3. Untuk penampang berbentuk tabung, besar momen
tahanan Wb dapat dihitung dengan persamaan,
π do4 – di
4 do4 – di
4
Wb = --- x ---------- atau = 0,1 x ----------
32 do do
Sudut kemiringan batang karena melentur, dapat dihitung dengan rumus,
F.l3
Ө = ----- radian …………………………………… (25)
E.I
F/l3
Jarak lentur y = ------ .cm ……………………………………. (26)
3.E.I
Dalam hal ini F = beban bengkok dalam kg
l = panjang batang yang terbebani cm,
E = modulus elasitas bahan batang kg/cm2
I = momen lembam linier dalam cm4
Contoh 9.
Batang seperti yang terdapat pada Gambar 1.19, panjang 1,5 m, lebar 8 cm, tebal 4 cm. Salah
satu ujungnya dijepit dan ujung yang lain bebas. Bahan batang dari St 41, kalau di ujung yang
bebas dibebani, berapa beban maksimal yang dapat ditahan apabila garis kerja beban sejajar sisi
lebarnya?
1500 F = ?
St 41
Gambar 1.19a. Untuk contoh 9.
Penyelesaian:
Bahan balok dari St 41, ini berarti tegangan tarik putus σt = 41 kg/mm2. Dalam hitungan
sering ditetapkan σb = σt = 41 kg/mm2 atau = 4.100 kg/cm2. Berdasarkan pembebanan seperti
pada gambar, momen tahanan bengkok Wb = 1/16.b.h2 = 1/16 x 4 cm x (8 cm)2 = 42,667 cm3
Menggunakan rumus tegangan bengkok dapat dihitung,
Mb = Wb x σb = 42,667 cm3 x 4.100 kg/cm2
80 = 174.934,7 k-cm …………………… (a)
Besar momen bengkok juga dapat ditentukan dengan:
40 Mb = F x l ……………….………………..... (b)
Mempersamakan persamaan (a) dengan persamaan (b) atau
Gambar 1.19b. Untuk pers. (a) = pers. (b)
Contoh 9.
174.934,7 kg-cm = F x 150 cm
174.934,7 kg-cm
maka F = --------------------- = 1.166,2313 kg.
150 cm
Jadi beban maksimal yang dapat ditahan adalah 1.166,2313 kg.
f. Puntiran
Batang berpenampang bulat dibebani puntir seperti dalam Gambar 1.21, Kalau F be-
ban puntir, r jari-jari puntir, maka besar momen puntir (torisi) T = F x r. Kalau τw tegang
an puntir, Mw momen puntir atau torsi T, Ww momen tahanan puntir, maka tegangan da-
pat dihitung dapat ditentukan dengan rumus,
l Ft
r
Gambar 1.21. Batang dibebani puntir
dapat dihitung dapat ditentukan dengan rumus,
Mw T
τw = ------ atau = ---- kg/mm2 ……………………... (27)
Ww Ww
γ θ
Momen tahanan penampang bulat Ww = π/16d3 ≈ 0,2d3, untup penampang berbentuk cincin,
kalau do diameter luar, di diameter dalam, maka momen tahanan tersebut dapat dihitung
dengan persamaan,
do4 – di
4
τw = 0,2 ----------- kg/mm2……………………….. (28)
do
T.x l 180o
Besar sudur puntir penampang Ө = ------- x ------ derajad ….……………….. (29)
G x I π
Untuk batang berpenampang persegi dibebani puntiran, tegangan yang terjadi di setiap
y
b y
x
b x
y A1
l A2
c
(b)
c (a)
Gambar 1.22. Batang berpenampang persegi dibebani puntiran
elemen penampang tidak merata, oleh karena itu untuk menghitung besar tegangannya ru-
mus (27) tidak dapat digunakan. Batang berpenampang persegi seperti yang terdapat da-
lam Gambar 1.22 besar tegangan geser yang terjadi dapat dihitung dengan rumus,
T
τmaks. = ------------- ………………………….…………... (30)
0,333.b.c2
Besar sudut puntir yang terjadi dihitung dengan rumus,
T
Ө = ----------------- rad. …………….…………………..... (31)
0,333.G.b.c3
Apabila ukuran sisi b tidak terlalu panjang terhadap c, misalnya mendekati bentuknya
bujur sangkar, maka rumus (30) dan rumus (31) tidak dapat dipakai. Penampang seperti
dalam Gambar 1.22b, tegangan yang terjadi di titik A1 dan A2 dihitung dengan rumus,
T
τ1 = -------- ……………………..…….….…..…………(32)
α1.b.c2
T
τ2 = -------- …………………..…….…….……….... (33)
α2.b.c2
Sudut puntir per satuan panjang dalam radian dapat ditentukan dengan rumus,
T
Ө = ----------- …………….……………...…………... (34)
β.G.b.c3
Konstaate α, β dan beberapa harga perbandingan b/a terdapat dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Konstante Puntiran pada beberapa Penampang Persegi2
b/c 1,0 1,2 1,5 1,75 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 6,0 8,0 10,0 ∞
σt
α
β
0,208
0,208
0,4016
0,219
0,235
0,166
0,231
0,269
0,196
0,239
0,291
0,214
0,246
0,309
0,229
0,258
0,336
0,249
0,267
0,335
0,263
0,282
0,378
0,281
0,291
0,392
0,291
0,299
0,402
0,299
0,307
0,414
0,307
0,312
0,421
0,312
0,333
…
0,333
1Spotts, 1985. 182
Contoh 10.
Batang seperti dalam Gambar 1.23, dibebani puntir 100 kg, jari-jari puntir 30 cm, diameter
batang dan panjang batang masing-masing 4 cm dan 80 cm. Modulus geser 8,5 x 10 5 kg/cm2
Tentukan: (a) tegangan yang terjadi? (b) sudut puntir penampang? (c) regang geser akibat
puntiran?
Penyelesaian: a). Torsi T = F x r = 100 kg x 30 cm = 3.000 kg-cm.
T
Tegangan puntir τw = ----
Ww
800
40
r
F = 100 kg
Gambar 1.23. Untuk contoh 10.
Ww = 0,2d3 = 0,2 x (4 cm)3 = 12,8 cm3
3.000 kg-cm
maka τw = ---------------- = 234,375 kg/cm2
12,8 cm3
b). Sudut puntir penampang,
T.l 180o
Ө = ---- x ------
G.I π
π.d4 3,14 x (4 cm)4
di sini I = ------ = ------------------ = 12,56 cm4
64 64
3.000 kg-cm x 80 cm x 180o
maka Ө = ------------------------------------ = 4,065o
8,5 x 105 kg/cm2 x 12,56 cm3
τw 234,375 kg/cm2
c). Regang geser γ = ---- = -------------------- = 0,0002 rad.
G 8,5 x 105 kg/cm2
Contoh 11.
Sebatang balok dalam Gambar 1.24 berpenampang 6 cm x 12 cm. Balok dibebani torsi
336,7 kg-cm. Modulus geser bahan balok 8,4 x 105 kg/cm2. Hitung tegangan puntir maksimal yang
dapat ditahan balok tersebut?
Penyelesaian:
Perbandingan sisi penamapng b/a = 12 cm/6 cm = 2 Dalam Tabel 1.2 terbaca harga α 1 = 0,246,
α2 = 0,309 dan β = 0,229. Tegangan maksimum akan terjadi di sisi penampang
yang berukuran 12 cm, maka,
120
T 60
Gambar 1.24. Untuk contoh 11.
T 366,7 kg-cm
τw1 = ---------- = ----------------------------- = 1,726 kg/cm2
α1.b.c2 0,246 x 6 cm x (12 cm)2
Tegangan pada sisi yang ukurannya 6 cm,
T 366,7 kg-cm
τw1 = -------- = ----------------------------- = 1,374 kg/cm2
α2.b.c2 0,309 x 6 cm x (12 cm)2
Besar sudut puntir penampang yang terjadi dihitung dengan persamaan,
T 366,7 kg-cm
Ө = ----------- = ---------------------------------------------------- = 0,00000018 rad
β.G.b.c3 0,229 x 8,4 x 105 kg/cm2 x 6 cm x (12 cm)3
8. Tegangan Gabungan
Apabila batang dibebani gabungan, menurut teori superposisi, tegangan gabungan tersebut
merupakan jumlah dari tegangan bagian.
F σt
σd (C) σt + σt
r F σt
n m T
e σd
(d)
F F F
(a) (b) (e)
Gambar 1.25. Keping batang pada tegangan gabungan
a. Gabungan antara Tegangan Tarik dan Bengkok
Batang lempeng seperti terlihat dalam Gambar 1.25a, letak garis beban F sejauh r
dari sumbu. Beban F akan menimbulkan tegangan tarik σ t secara langsung dan tegangan
bengkok σb akibat momen F x r. Besar teagangan tarik akibat beban langsung σt = F/A, sedang
besar tegangan bengkok akibat dari momen, σb = Mb.r/I. Pembebanan pada Gambar 1.25a,
dapat disederhanakan seperti dalam Gambar 1.25b. Garis diagram tegang-
an tarik σt akibat beban langsung, garis diagram tekan σd dan tarik σt akibat momen,
ditunjukkan dalam Gambar 1.25c, sedangkan diagram gabungannya ditunjukkan oleh Gambar
1.25d. Dalam Gambar 1.25a, n-m menunjukkan bagian yang patah, dari pengu-jian disebutkan
bahwa tegangan minimal akan terjadi di titik n, dan tegangan maksimal akan terjadi di titik m.
Tegangan di titik n dihung dengan rumus,
F M x r
αmin = ----- - -------- (tekan) ……………………………. (36)
A I
Tegangan di titik m dihitung dengan rumus,
F M x r
σmaks. = ---- + ------- (tarik) ………………………...….. (37)
A I
Dalam rumus tersebut, tanda (-) menunjukkan terjadinya tegangan tekan, tanda (+) terjadinya
tegangan tarik. A luas penampang patah dalam cm2, r jarak garis beban terhadap sumbu batang
dalam cm, dan I adalah momen lembam penampang dalam cm4.
b. Gabungan Tegangan Tarik dan Tegangan Geser
Gambar 1.26a menunjukkan elemen dari suatu batang yang dibebani tarik dan geser.
Bila elemen tersebut mengalami perubahan bentuk karena pembebanan, maka perubahan
bentuk tersebut akan berpengaruh terhadap bagian-bagian yang lain. Sebagai misal bidang ABCD
dan bidang FGHE mendapat tegangan tarik σt, tegangan tarik tersebut akan menyebabkan
bidang ADEF dan bidang HCBG mengalami penyempitan ke arah sumbu y. Hal ini menunjukkan
bahwa bidang tersebut mendapat tegangan tekan σy tegak lurus penampang kubus. Bidang
ABCD dan FGHE selain mendapat tarik σt, juga mendapat tegangan geser τxy. Akibatnya bidang
ADEF dan GBCH juga mendapat tegang-
an geser sebagai reaksi dari regangan bidang ABCD dan FGHE yang merupakan tegang-
an normal. Tegangan pada bidang yang berhadapan, akan sama besar. Menurut teori elasi-
tas, tegangan-tegangan tersebut dapat dihitung,
σx+ σy (σx + σy)2
σn maks. = ---------- + ------------- + (τxy)2 ½ ……………………….. (38)
2 2
y
G Δy B
F
A
σx Δx σx
H C
x
E D
Gambar 1.26. Elemen bahan dibebani tarik dan geser
σx + σy (σx + σy)2 1/2
σn min. = --------- - ------------ + (τxy)2 ………………..……..….. (39)
2 2
(σx + σy)2 1/2
σmaks. = ------------- + (σxy)2 ………………………..…….…….. (40)
2
Dalam rumus tersebut,
σx = tegangan normal pada arah sumbu x
σy = tegangan normal pada arah sumbu y
τxy = tegangan geser pada bidang tegak
Untuk menghitung tegangan gabungan dari tegangan tarik, dan tegangan bengkok, oleh
Huber dan Henky digunakan rumus praktis sebagai berikut,
σi = (σ2 + 3τ2)½ ……………………………...…………… (41)
dalam rumus tersebut, σi = tegangan gabungan,
σ = tegangan normal (tarik, tekan atau bengkokan)
τ = tegangan geser atau puntir.