Manu Skrip

25
Pengaruh Terapi Spiritual Tri Sandya Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2014 Effect of Therapy Spiritual Tri Sandya Hearing on Changes in Symptoms Hallucinations of Schizophrenia Patients In Bali Provincial Mental Hospital 2014 Adi Mahendra A.A Gede 1 , Pamungkas Adreng 2 . Suniya dewi Ni Wayan 3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali 3 Abstrak Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan halusinasi dan waham, Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Penatalaksanaan pasien halusinasi yang dilakukan dengan kombinasi psikofarmakologi dan terapi modalitas seperti terapi spritual. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Terapi Spiritual Tri Sandya terhadap gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan jumlah sampel 20 orang dengan menggunakan pendekatan pre test-post test with control group design. Sampel diambil dengan cara Purposive sampling. Jenis data yang digunakan adalah data primer. Dan data dikumpulkan dengan melakukan observasi. Hasil penelitian menunjukkan gejala halusinasi pendengaran pre test pada kelompok perlakuan paling banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang (80 %), pada kelompok kontrol paling banyak dalam kategori sedang yaitu 7 orang (70 %). Gejala halusinasi pendengaran post test pada kelompok perlakuan paling banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang (60 %) pada kelompok kontrol paling banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang (80 %). Hasil uji statistik Mann-Whitney test didapatkan nilai p value= 0,018 < α 0,05 menunjukkan ada pengaruh terapi spiritual tri sandya terhadap perubahan gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Mengacu pada hasil penelitian disarankan rutin memberikan terapi terapi spiritual tri sandya pada klien dengan halusinsi dan diharapkan untuk membuat SPO tentang terapi spiritual tri sandya. Kata Kunci : Terapi Spiritual Tri Sandya, Gejala Halusinasi Pendengaran. Abstract

description

KEPERAWATAN JIWA

Transcript of Manu Skrip

Page 1: Manu Skrip

Pengaruh Terapi Spiritual Tri Sandya Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2014

Effect of Therapy Spiritual Tri Sandya Hearing on Changes in Symptoms Hallucinations of Schizophrenia Patients In Bali Provincial Mental Hospital 2014

Adi Mahendra A.A Gede1, Pamungkas Adreng2. Suniya dewi Ni Wayan3

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali2Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali3

AbstrakSkizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan halusinasi dan waham, Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Penatalaksanaan pasien halusinasi yang dilakukan dengan kombinasi psikofarmakologi dan terapi modalitas seperti terapi spritual. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Terapi Spiritual Tri Sandya terhadap gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan jumlah sampel 20 orang dengan menggunakan pendekatan pre test-post test with control group design. Sampel diambil dengan cara Purposive sampling. Jenis data yang digunakan adalah data primer. Dan data dikumpulkan dengan melakukan observasi. Hasil penelitian menunjukkan gejala halusinasi pendengaran pre test pada kelompok perlakuan paling banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang (80 %), pada kelompok kontrol paling banyak dalam kategori sedang yaitu 7 orang (70 %). Gejala halusinasi pendengaran post test pada kelompok perlakuan paling banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang (60 %) pada kelompok kontrol paling banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang (80 %). Hasil uji statistik Mann-Whitney test didapatkan nilai p value= 0,018 < α 0,05 menunjukkan ada pengaruh terapi spiritual tri sandya terhadap perubahan gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Mengacu pada hasil penelitian disarankan rutin memberikan terapi terapi spiritual tri sandya pada klien dengan halusinsi dan diharapkan untuk membuat SPO tentang terapi spiritual tri sandya.

Kata Kunci : Terapi Spiritual Tri Sandya, Gejala Halusinasi Pendengaran.

AbstractSchizophrenia is a severe mental disorder characterized by hallucinations and delusions, hallucination is the loss of the human ability to distinguish internal stimuli and external stimuli. Management of patients with a combination of hallucinations conducted psychopharmacology and therapy modalities such as spiritual therapy. This research is a quasi experiment with a sample of 20 people by using the approach of pre-test-post-test with control group design. Samples were taken by means of purposive sampling. The data used are primary data. And the data collected by observation. The results showed symptoms of auditory hallucinations pre-test in the experimental group were the most in the category of 8 people (80%), in the control group were the most in the category of 7 people (70%). Symptoms of post-test auditory hallucinations in treatment group most in the mild category 6 people (60%) in the control group were the most in the category of 8 people (80%). The results of statistical tests Mann-Whitney test obtained p value = 0.018 <α of 0.05 indicates no effect of tri Sandya spiritual therapy to changes in symptoms of auditory hallucinations in schizophrenic patients. Referring to the results of the study suggested routinely provide spiritual therapy tri Sandya therapy on clients with halusinsi and is expected to make the SPO of spiritual therapy tri Sandya.

Keywords: Spiritual Therapy Tri Sandya, Hearing Hallucinations Symptoms.

.

Latar Belakang

Gangguan jiwa yang terjadi di era

globalisasi dan persaingan bebas ini

cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan

penuh tekanan seperti kehilangan orang

yang dicintai, putusnya hubungan sosial,

Page 2: Manu Skrip

pengangguran, masalah dalam pernikahan,

krisis ekonomi, tekanan di pekerjaan dan

deskriminasi meningkatkan resiko menderita

gangguan jiwa (Suliswati, 2005). Jenis dan

karakteristik gangguan jiwa sangat beragam,

salah satunya gangguan jiwa yang sering

kita temukan dan dirawat yaitu skizofrenia

(Maramis, 2009). Sekitar 45% penderita

yang masuk rumah sakit jiwa merupakan

pasien skizofrenia dan sebagian besar

pasien skizofrenia memerlukan perawatan

(rawat inap dan rawat jalan) yang lama

(Videbeck, 2008).

Skizofrenia merupakan salah satu

gangguan jiwa berat yang ditandai dengan

gangguan realitas (halusinasi dan waham),

ketidakmampuan berkomunikasi, afek yang

tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif

(tidak mampu berfikir abstrak) serta

mengalami kesukaran melakukan aktivitas

sehari-hari (Keliat, 2005). Halusinasi adalah

hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran)

dan rangsangan eksternal (dunia luar).

Pasien memberi persepsi atau pendapat

tentang lingkungan tanpa ada objek atau

rangsangan yang nyata. Pasien yang

mengalami halusinasi sering kali

beranggapan sumber halusinasi itu berasal

dari lingkungannya, padahal rangsangan

primer dari halusinasi adalah kebutuhan

perlindungan diri secara psikologik terhadap

kejadian traumatik sehubungan dengan rasa

bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut

ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak

dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran

dan perasaannya sendiri (Yosep, 2010).

Pasien yang mengalami halusinasi

disebabkan karena ketidakmampuan pasien

dalam mengadapi stressor serta kurangnya

kemampuan untuk mengungkapkan masalah

yang mereka hadapi kepada orang lain, bila

ada masalah pasien cenderung

memendamnya sendiri dan berusaha

mencari solusi pemecahan dengan caranya

sendiri dengan berperilaku menarik diri,

biasanya pasien halusinasi ini akan mulai

dengan memikirkan hal-hal yang

menyenangkan bagi dirinya, apabila hal ini

terus menerus berlangsung maka pasien

akan mengalami gangguan dalam

mempersepsikan stimulus yang dialami

(Stuart dan Sundeen, 2006).

Masalah gangguan jiwa di seluruh

dunia sudah menjadi masalah yang sangat

serius. WHO menyatakan tahun 2010, satu

dari empat orang di dunia yang mengalami

masalah mental. Data American Psychiatric

Association (APA) tahun 2010 menyebutkan,

satu persen populasi penduduk dunia (rata-

rata 0.85%) menderita skizofrenia (Joys,

2011). Angka prevalensi skizofrenia di

Indonesia adalah 0.3 sampai 1 persen,

apabila penduduk Indonesia 200 juta jiwa,

maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa

menderita skizofrenia (Prabowo, 2010).

(Suryani, 2010) Masyarakat Bali mengalami

gangguan jiwa setiap tahunnya cenderung

bertambah rata-rata 100-150 orang, dengan

rata-rata penderita gangguan jiwa sekitar

11.675 orang. Berdasarkan Data Indikator

Mutu Bidang Keperawatan Rumah Sakit

Jiwa Propinsi Bali 2 bulan terakhir (Pebruari-

Maret 2014) rata-rata jumlah pasien di ruang

rawat inap sebanyak 266 orang, 92% (245

Page 3: Manu Skrip

orang) diantaranya skizofrenia dan dari 245

orang tersebut, sebanyak 86 orang (35%)

dengan halusinasi, 52 orang (21%) dengan

menarik diri, sebanyak 38 orang (15%)

dengan harga diri rendah dan masalah

lainnya sebesar 29%. Jenis halusinasi yang

paling banyak dialami oleh pasien adalah

halusinasi pendengaran sebanyak 48 orang

(56%).(Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Bali, 2014).

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh

pasien yang mengalami halusinasi adalah

kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa

membahayakan diri sendiri, orang lain

maupun merusak lingkungan. Pasien

mengalami panik dan perilakunya diken

dalikan oleh halusinasinya. Pasien benar-

benar kehilangan kemampuan penilaian

realitas terhadap lingkungan. (Hawari, 2009).

Dalam situasi ini pasien dapat melakukan

bunuh diri (suicide), membunuh orang lain

(homicide), bahkan merusak lingkungan.

Aktifitas fisik merefleksi isi halusinasi

seperti ; perilaku kekerasan, agitasi, menarik

diri atau katatonia. Tidak mampu berespon

terhadap perintah yang komplek dan tidak

mampu berespon lebih dari satu orang

(Yosep, 2010).

Penatalaksanaan pasien skizofrenia

dengan halusinasi yang dilakukan dengan

kombinasi psikofarmakologi dan terapi

modalitas seperti terapi spritual (Tirta &

Putra, 2008). Terapi spiritual merupakan

terapi dengan pendekatan terhadap

kepercayaan yang dianut oleh klien dengan

cara memberikan pencerahan, dengan cara

membacakan bait-bait suci sesuai dengan

agama dan kepercayaanya. Salah satu

tujuan dari terapi spiritual pada klien dengan

gangguan psikis berasal dari persepsi yang

salah terkait dengan dirinya, orang lain dan

lingkungan, dengan terapi spiritual maka

klien akan dikembalikan persepsinya terkait

dengan dirinya, orang lain dan lingkungan

(Setyoadi dan Kushariyani, 2011). Pada klien

halusinasi yang mengalami gangguan

persepsi sensori, maka diharapkan akan

dikembalikan persepsi yang terganggu.

Terapi spiritual terhadap klien

skizofrenia ternyata mempunyai banyak

manfaat, pada klien skizofrenia akan lebih

dapat memfokuskan pikirannya dan

mengurangi adanya persepsi yang salah dan

membantu mempercepat penyembuhan.

Terapi spiritual yang masih jarang dilakukan,

bisa menjadi alternatif tambahan dalam

pengobatan klien skizofrenia dengan

halusinasi. Penelitian yang dilakukan oleh

Larson (dalam, Hawari, 2009), yang

membandingkan keberhasilan terapi

terhadap dua kelompok klien skizofrenia.

Pelaksanaan terapi spiritual di Rumah

Sakit Jiwa Provinsi Bali dilakukan secara

sendiri-sendiri berupa tri sandya dan

aktivitas kelompok seperti sembahyang

bersama (sembahyang secara Agama

Hindu karena mayoritas pasien adalah

Agama Hindu), Berdasarkan hasil

wawancara dengan tiga kepala ruang rawat

inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali,

dikatakan bahwa terapi spritual berupa tri

sandya telah dilaksanakan sebagai kegiatan

rutin di ruangan serta sudah ada standar

operasional prosedurnya, namun kegiatan

tersebut belum pernah dilakukan penilaian

atau evaluasi seberapa besar terapi tersebut

Page 4: Manu Skrip

berpengaruh terhadap perubahan gejala

halusinasi pendengaran pada pasien

skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Bali.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka menarik untuk diteliti tentang pengaruh

terapi spiritual Tri Sandya terhadap gejala

halusinasi pendengaran pada pasien

skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Bali.

Bahan dan Metode

Penelitian ini merupakan jenis

penelitian quasi eksperiment yang bertujuan

untuk mengungkapkan hubungan sebab

akibat dengan cara melibatkan kelompok

kontrol disamping kelompok eksperimen

(Nursalam, 2011). Desain penelitian yang

digunakan adalah pre test-post test with

control group design, dengan pendekatan

prospektif. Pendekatan prospektif adalah

peneliti mengobservasi variabel independent

terlebih dahulu (faktor risiko), kemudian

subjek diikuti sampai waktu tertentu untuk

melihat terjadinya pengaruh pada variabel

dependen (efek atau penyakit yang diteliti)

(Nursalam, 2011).

Penelitian dilaksanakan di ruang

rawat inap Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali,

di ruangan Shadewa untuk kelompok

perlakuan dan ruang Abimanyu untuk

kelompok kontrol pada bulan April-Juli 2014.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua

klien yang dirawat dengan masalah

keperawatan halusinasi di ruang Sahadewa

dan ruang Abimanyu RSJ Provinsi Bali.

Sampel dalam penelitian ini adalah klien

yang dirawat dengan masalah keperawatan

halusinasi di ruang Sahadewa dan ruang

Abimanyu RSJ Provinsi Bali yang memenuhi

kriteria inklusi. Variabel independen dalam

penelitian ini adalah terapi spiritual tri

sandya.Variabel dependent adalah

perubahan gejala halusinasi. Instrumen

pengumpulan data yang digunakan pada

tahap pre test dan post test berupa lembar

wawancara dan observasi untuk mengukur

gejala halusinasi pada pasien skizofrenia

berdasarkan instrumen yang sudah baku

dari Rawlins, William dan Beck, (1993)

dalam penelitian Mudiartini (2013).

Instrumen ini terdiri dari isi halusinasi,

frekuensi halusinasi, situasi pencetus, dan

respon pasien. Skor penilaian adalah

sebagai berikut : tingkat halusinasi berat skor

11-15, tingkat halusinasi sedang skor 6-10

dan tingkat halusinasi ringan skor 0-5.

Prosedur analisis dalam penelitian ini

proses pengolahan data mengikuti langkah -

langkah sebagai berikut editing, coding, entri

data dan cleaning atau tabulasi. Analisa data

padapenelitian ini mengunakan uji Wilcoxon

Sign Rank Test dan Mann Whitney Test.

Penentuan hipotesa diterima atau ditolak

adalah dengan membandingkan nilai

probability (p) dengan nilai signifikansi, jika

nilai p < α Ho ditolak, Ha diterima yang

artinya ada pengaruh terapi spiritual tri

sandya terhadap perubahan gejala

halusinasi pendengaran.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Pengamatan Terhadap Variabel

Penelitian

Page 5: Manu Skrip

Perlakuan Kontrol0

2

4

6

88

7

23

Gejala Halusinasi Pre Test

SedangBerat

Berdasarkan gambar 5 di atas dapat diketahui

gejala halusinasi pendengaran pasien skizofrenia

sebelum diberikan terapi spiritual tri sandya pada

kelompok perlakuan paling banyak dalam

kategori sedang yaitu 8 orang (80 %), dalam

kategori berat 2 orang (20%). Gejala halusinasi

pendengaran pasien skizofrenia pre test pada

kelompok kontrol paling banyak dalam kategori

sedang yaitu 7 orang (70 %), dalam kategori

berat 3 orang (30%).

perlakuan Kontrol0

2

4

6

8 6

1

4

8

1

Gejala Halusiansi Post Test

ringansedangberat

gejala halusinasi pendengaran pasien

skizofrenia setelah diberikan terapi spiritual tri

sandya pada kelompok perlakuan paling banyak

dalam kategori ringan yaitu 6 orang (60 %),

dalam kategori sedang 4 orang (40%). Gejala

halusinasi pendengaran pasien skizofrenia post

test pada kelompok kontrol paling banyak dalam

kategori sedang yaitu 8 orang (80 %), dalam

kategori ringan 1 orang (10 %), dan dalam

kategori berat 1 orang (10%).

Hasil Analisis Data

Hasil analisis menunjukkan bahwa

gejala halusinasi kelompok perlakuan

sebelum diberikan terapi spiritual trisandya

sebagian besar yaitu 8 orang (80%) dalam

kategori sedang, 2 orang (20%) dalam

kategori berat. setelah diberikan terapi

spiritual trisandya sebagian besar yaitu 6

orang (60%) dalam kategori ringan, dan 4

orang (40%) dalam kategori sedang. Dari

hasil uji statistik Wilcoxon sign rank test

didapatkan nilai P value= 0,008< α 0,05

hasil ini menunjukkan ada perbedaan yang

signifikan gejala halusinasi pendengaran pre

test dan post test pasien skizofrenia pada

kelompok perlakuan. Gejala halusinasi

kelompok kontrol saat pre test sebagian

besar yaitu 7 orang (70%) dalam kategori

sedang, 3 orang (30%) dalam kategori berat.

saat post test sebagian besar yaitu 8 orang

(80%) dalam kategori sedang, 1 orang (10%)

dalam kategori berat, dan 1 orang (10%)

dalam kategori ringan. Dari hasil uji statistik

Wilcoxon sign rank test didapatkan nilai P

value= 0,083> α 0,05 hasil ini menunjukkan

tidak ada perbedaan yang signifikan gejala

halusinasi pendengaran pre test dan post

test pasien skizofrenia pada kelompok

kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

gejala halusinasi kelompok perlakuan

setelah diberikan terapi spiritual trisandya

sebagian besar yaitu 6 orang (60%) dalam

kategori ringan. Gejala halusinasi kelompok

kontrol saat post test sebagian besar yaitu 8

orang (80%) dalam kategori sedang. Hasil uji

statistik didapatkan nilai ZHitung = 2,368> Znormal

dan nilai p value= 0,018 < α 0,05

Page 6: Manu Skrip

menunjukkan ada pengaruh terapi spiritual tri

sandya terhadap perubahan gejala

halusinasi pendengaran pada pasien

skizofrenia.

Menunjukkan bahwa gejala halusinasi

kelompok perlakuan setelah diberikan terapi

spiritual trisandya sebagian besar yaitu 6

orang (60%) dalam kategori ringan. Gejala

halusinasi kelompok kontrol saat post test

sebagian besar yaitu 8 orang (80%) dalam

kategori sedang. Hasil uji statistik didapatkan

nilai ZHitung = 2,368> Znormal dan nilai p value=

0,018 < α 0,05 menunjukkan ada pengaruh

terapi spiritual tri sandya terhadap

perubahan gejala halusinasi pendengaran

pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Bali tahun 2014.

Pembahasan

Gejala halusinasi pendengaran pada

pasien skizofrenia sebelum diberikan

terapi spiritual Tri Sandya pada kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

gejala halusinasi pendengaran pasien

skizofrenia sebelum diberikan terapi spiritual

tri sandya pada kelompok perlakuan paling

banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang

(80 %). Gejala halusinasi pendengaran

pasien skizofrenia pre test pada kelompok

kontrol paling banyak dalam kategori

sedang yaitu 7 orang (70 %), dalam kategori

berat 3 orang (30%). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa gejala halusinasi

pasien skizofrenia pada kedua kelompok

saat pre test sama-sama dalam kategori

sedang.

Hasil penelitian yang didapat juga

didukung oleh teori menurut (Maramis 2009)

menyatakan kemampuan dalam mengontrol

halusinasi tiap pasien dipengaruhi keadaan

individu yang mengalami suatu gangguan

dalam aktivitas mental seperti berpikir sadar,

orientasi realitas, pemecahan masalah,

penilaian dan pemahaman yang

berhubungan dengan koping, dengan gejala

tidak akuratnya interpretasi tentang stimulus

eksternal dan internal dari tiap individu yang

mengalami gangguan jiwa maka

kemampuan untuk mengontrol halusinasi

juga akan dipengaruhi.

Hasil penelitian yang didapat

menunjukkan sebelum diberikan terapi

spiritual tri sandya gejala halusinasi yang

dialami pasien skizofrenia sebagian besar

dalam katagori sedang. Menurut pendapat

peneliti, hal ini disebabkan karena pasien

perlu mendapatkan psikoterapi suportif

tambahan berupa terapi spiritual Tri Sandya.

Terapi Tri Sandya merupakan salah satu

terapi alternatif yang dapat diberikan pada

pasien halusinasi yang intinya membimbing

pasien untuk lebih mendekatkan diri kepada

Tuhan, agar pasien dapat memahami dan

menerima bahwa segala permasalahan yang

dihadapi adalah cobaan dari Tuhan. Masih

tingginya gejala halusinasi pendengaran

yang terjadi juga dikarenakan kurang

efektifnya terapi yang telah diberikan kepada

pasien serta perlunya terapi yang membuat

pasien dapat menerima keadaannya

sekarang, dengan menyentuh sisi

spiritualitas atau kepercayaan

mempengaruhi dan memperbaiki keadaan

kejiwaan pasien.

Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Page 7: Manu Skrip

Wijayanti (2013) penelitian dengan judul

pengaruh terapi Okupasi Aktifitas waktu

luang terhadap perubahan gejala halusinasi

pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ

Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukkan

gejala halusinasi yang dialami pasien

skizofrenia sebelum diberikan terapi okupasi

(aktivitas waktu luang) paling banyak dalam

katagori sedang yaitu 12 orang (60%).

Hasil penelitian ini juga sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Sudjarwo (2007) dengan judul

pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi

terhadap perubahan gejala halusinasi

pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ

Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Malang. Hasil penelitian menunjukkan

tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia

sebelum diberikan TAK stimulasi persepsi

sesi menghardik sebagian besar yaitu 8

orang (80%) dalam katagori sedang.

Gejala halusinasi pendengaran pada

pasien skizofrenia setelah diberikan

terapi spiritual Tri Sandya pada kelompok

perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

gejala halusinasi pendengaran pasien

skizofrenia setelah diberikan terapi spiritual

tri sandya pada kelompok perlakuan paling

banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang

(60 %). Hasil penelitian ini didukung

Setyoadi dan Kushariyani (2011) pemberian

terapi spiritual kepada pasien halusinasi

merupakan terapi dengan pendekatan

terhadap kepercayaan yang dianut oleh

pasien dengan cara memberikan

pencerahan, dengan cara membacakan bait-

bait suci sesuai dengan agama dan

kepercayaanya. Salah satu tujuan dari terapi

spiritual pada pasien dengan gangguan

psikis berasal dari persepsi yang salah

terkait dengan dirinya, orang lain dan

lingkungan, dengan terapi spiritual maka

pasien akan dikembalikan persepsinya

terkait dengan dirinya, orang lain dan

lingkungan.

Menurut Dwija (2010) tri Sandya

adalah persembahyangan tiga kali sehari

yaitu pagi hari disaat matahari terbit disebut

"Brahma Muhurta" bertujuan menguatkan

"guna Sattvam" menempuh kehidupan dari

pagi hingga siang hari. Siang hari sebelum

jam 12 sembahyang bertujuan untuk

mengendalikan "Guna Rajas" agar tidak

menjurus ke hal-hal negatif. Sore hari

sebelum matahari tenggelam sembahyang

bertujuan untuk mengendalikan "guna

Tamas" yaitu sifat-sifat bodoh dan malas.

Terapi spiritual Tri Sandya yang memberikan

manfaat pada pasien gangguan jiwa perlu

diterapkan kepada pasien yang sudah dalam

tahap rehabilitasi dan bisa menjadi kegiatan

rutin yang bisa dilakukan oleh pasien,

dimana Terapi spiritual tri sandya bisa

dilakukan secara berkelompok atau sendiri-

sendiri oleh pasien untuk mengisi waktu

luangnya dan juga memberikan manfaat bagi

pasien, terutama pada pasien halusinasi

dapat melatih ketenangan, melatih

mengubah pikiran dan perilaku negatif

menjadi pikiran dan perilaku positif agar

pasien dapat mengontrol halusinasinya

sehingga pasien yang telah mampu

mengontrol halusinasi maka gejala

halusinasi dapat menurun.

Page 8: Manu Skrip

Selain itu terjadinya penurunan gejala

halusinasi pada kelompok perlakuan setelah

diberikan terapi spiritual tri sandya, menurut

pendapat peneliti karena adanya beberapa

pasien yang mampu melakukan aktivitas

dengan baik pada saat pelaksanaan terapi

spiritual tri sandya sehingga mempengaruhi

pasien lain untuk bisa mengikuti teman

sekelompoknya dalam melakukan terapi

spiritual tri sandya yang diberikan oleh

terapis menyebabkan semua pasien fokus

dan menikmati aktivitas yang diberikan

dalam pelaksanaan terapi spiritual tri sandya

sehingga halusinasi dapat dialihkan. Hal ini

sesuai dengan yang diungkapkan Keliat

(2005) yang menyatakan bahwa salah satu

peran kelompok adalah sebagai pendorong

(encourager) yang berfungsi sebagai

pemberi pengaruh positif pada anggota

kelompok yang lain.

Hasil penelitian menunjukkan gejala

halusinasi pendengaran pasien skizofrenia

post test pada kelompok perlakuan paling

banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang

(60 %) saat post test menurut pendapat

peneliti hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa setelah pemberian terapi spiritual Tri

Sandya, gejala halusinasi pendengaran pada

pasien menjadi berkurang. Hal ini

menunjukkan bahwa terapi spiritual

mempunyai manfaat bagi pasien gangguan

jiwa termasuk juga pada pasien dengan

halusinasi, khususnya pada perubahan

gejala halusinasinya. Terapi spiritual Tri

Sandya bisa menjadi salah satu alternatif

terapi tambahan bagi pasien, karena terapi

Tri Sandya bermanfaat untuk melatih

kesabaran pasien sehingga jika

dikombinasikan dengan terapi farmakologi

dan terapi modalitas lainnya maka dapat

membuat pasien lebih fokus baik dalam

melakukan terapi yang diberikan di rumah

sakit maupun dalam melakukan aktifitas

sehari-hari. Terapi spiritual Tri Sandya yang

diberikan juga dapat menyentuh sisi

spiritualitas dari pasien, dimana spiritual

sangat erat kaitanya dengan kepercayaan

dan kepercayaan mampu mempengaruhi

keadaan jiwa seseorang sehingga segala

masalah kejiwaan yang dihadapi pasien

dapat ditangani. Terapi spiritual juga dapat

merefew atau mengulang kembali keadaan

spiritual sebelum pasien mengalami

gangguan jiwa, dimana khususnya umat

beragama Hindu di Bali sangat erat dengan

kegiatan spiritual keagamaannya dan

mantram Tri Sandya sendiri sudah dipelajari

sejak masa anak-anak. Selain mudah

dilakukan terapi Tri Sandya juga bisa

dilakukan kapan saja tanpa perlu sarana

yang mahal. Dibandingkan dengan terapi

aktivitas kelompok, terapi spiritual Tri

Sandya mempunyai keuntungan karena bisa

dilakukan sendiri tanpa memerlukan

pendamping dari perawat dan pasien bisa

melakukannya sendiri di tempat tidur.

Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Mudiartini (2013) penelitian dengan judul

pengaruh terapi spiritual Yoga Pranayama

terhadap kemampuan pasien mengontrol

halusinasi pendengaran di RSJ Provinsi Bali.

Hasil penelitian didapatkan setelah

pelaksanaan terapi spiritual Yoga

Pranayama sebagian besar yaitu 16 orang

Page 9: Manu Skrip

(80%) kemampuan pasien mengontrol

halusinasi pendengaran dalam ketegori baik.

Perbedaan gejala halusinasi pendengaran

pre test dan post test pasien skizofrenia

pada kelompok perlakuaa dan kelompok

kontrol

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji

statistik Wilcoxon sign rank test didapatkan

Zhitung = 2,828 > Znormal = 1,96 dan P value=

0,008< α 0,05 hasil ini menunjukkan ada

perbedaan yang signifikan gejala halusinasi

pendengaran pre test dan post test pasien

skizofrenia pada kelompok perlakuan. Hasil

penelitian yang didapai sesuai dengan teori

Keliat (2005) yang menyatakan pemberian

terapi okupasi salah satunya denga terapi

spiritual dapat membantu individu merubah

cara berfikir dan perilakunya sehingga

perubahan itu membuat individu merasa

lebih baik, dan terapi ini berfokus pada

masalah here and now serta kesulitan yang

dihadapi, dengan membantu pasien

merubah pikiran dan perilakunya yang

negatif menjadi positif dan berfokus pada

keadaan atau masalah yang dihadapi pasien

saat ini serta pasien mempunyai

kemampuan untuk menyelesaikan masalah

yang diakibatkan oleh paparan stimulus

kepadanya, serta pasien dapat

mempersepsikan stimulus yang dipaparkan

kepadanya dengan tepat, pasien dapat

menyelesaikan masalah yang timbul dari

stimulus yang dialami.

Hasil uji statistik Wilcoxon sign rank

test didapatkan Zhitung = 1,732 < Znormal = 1,96

dan P value= 0,083> α 0,05 hasil ini

menunjukkan tidak ada perbedaan yang

signifikan gejala halusinasi pendengaran pre

test dan post test pasien skizofrenia pada

kelompok kontrol. Menurut pendapat peneliti,

hal ini dapat disebabkan karena responden

pada kelompok kontrol belum tahu cara

mengidentifikasi perasaan-perasaan yang

tidak menyenangkan yang diakibatkan

adanya pemikiran dan keyakinan yang tidak

rasional dalam menghadapi kejadian atau

peristiwa dalam kehidupannya. Hal Ini

membuat pasien tetap mempertahankan

pemikiran yang tidak rasional tersebut

sehingga ketika bertemu dengan stresor

yang sama maka pasien tidak mampu

mengatasinya kemudian pasien

menggunakan koping yang maladaptif

dengan cara memikirkan hal-hal yang

menyenangkan hingga. Pasien mulai

melamun dan memikirkan hal-hal yang

menyenangkan sehingga pasien tidak bisa

membedakan lamunan dengan kenyataan.

Keadaan ini juga dipengaruhi oleh

kurangnya terapi yang dapat menyentuh sisi

spiritualitas pasien, dimana spiritualitas

berkaitan dengan kepercayaan dan

kepercayaan dapat mempengaruhi kondisi

atau masalah kejiwaan pasien.

Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Wijayanti (2013) penelitian dengan judul

pengaruh terapi Okupasi Aktifitas waktu

luang terhadap perubahan gejala halusinasi

pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ

Provinsi Bali. Hasil penelitian didapatkan

hasil yaitu p<0,05 (p =0,000) menunjukkan

ada pengaruh terapi Okupasi Aktifitas waktu

luang terhadap perubahan gejala halusinasi

pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ

Provinsi Bali.

Page 10: Manu Skrip

Hasil penelitian ini juga sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Sudjarwo (2007) dengan judul

pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi

terhadap perubahan gejala halusinasi

pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ

Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Malang. Hasil didapatkan hasil yang cukup

signifikan yaitu p<0,05 (p =0,000)

menunjukkan ada pengaruh terapi aktivitas

kelompok stimulasi terhadap perubahan

gejala halusinasi pendengaran pada pasien

skizofrenia.

Pengaruh terapi spiritual Tri Sandya

terhadap gejala halusinasi pendengaran

pada pasien skizofrenia

Hasil uji statistik Mann-Whitney test

didapatkan nilai ZHitung = 2,368> Znormal dan

nilai p value= 0,018 < α 0,05 menunjukkan

ada pengaruh terapi spiritual tri sandya

terhadap perubahan gejala halusinasi

pendengaran pada pasien skizofrenia di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali tahun 2014.

Hal tersebut didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Larson (dalam, Hawari,

2009), yang membandingkan keberhasilan

terapi terhadap dua kelompok pasien

skizofrenia. Kelompok pertama mendapat

terapi yang konvensional (psikofarmaka) dan

lain-lainya tetapi tidak mendapatkan terapi

spiritual. Kelompok kedua mendapat terapi

konvensional (psikofarmaka) dan lain-lainnya

serta mendapat terapi spiritual. Didapatkan

bahwa: gejala-gejala klinis gangguan jiwa

skizofrenia (termasuk halusinasi

pendengaran) lebih cepat hilang pada

kelompok kedua (plus terapi spiritual)

dibandingkan kelompok pertama (minus

terapi spiritual) dan pada kelompok kedua

kemampuan adaptasi lebih cepat daripada

kelompok pertama.

Hasil penelitian tentang pengaruh

terapi spiritual pada pasien gangguan jiwa

juga didapatkan oleh Kurniawan (2005) yang

menunjukkan bahwa ada pengaruh

pemberian terapi spiritual (intervensi religi)

terhadap peningkatan harga diri rendah

pasien gangguan jiwa (p=0,000), sedangkan

Yosep (2010) menyimpulkan bahwa terapi

spiritual dari berbagai riset menunjukkan

bahwa spiritual mampu mencegah dan

melindungi dari penyakit kejiwaan,

mengurangi penderitaan, meningkatkan

proses adaptasi dan penyembuhan.

Secara spiritual pasien halusinasi

mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas

tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah

dan jarang berupaya secara spiritual untuk

menyucikan diri. Irama sirkardiannya

terganggu, karena pasien sering tidur larut

malam dan bangun sangat siang. Saat

terbangun merasa hampa dan tidak jelas

tujuan hidupnya. Pasien sering memaki

takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput

rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang

lain yang menyebabkan takdirnya memburuk

(Yosep, 2010).

Terapi spiritual lebih cenderung

untuk menyentuh satu sisi spiritualitas

manusia, mengaktifkan titik Godspot dan

mengembalikan pasien ke sebuah

kesadaran darimana dia berasal, alasan

mengapa manusia diciptakan, tugas-tugas

yang harus dilakukan manusia didunia,

beberapa hal yang pantas dilakukan didunia,

hal-hal yang tak pantas dilakukan didunia,

Page 11: Manu Skrip

mengembalikan manusia ke kesucian,

mengembalikan sebuah kertas yang

berisikan tulisan tinta kembali menjadi

selembar kertas putih (Imron, 2009). Tri

Sandya berasal dari kata Tri dan Sandya, Tri

berarti tiga. Sandya berasal dari urat kata

sam dan dhi. Sam berarti berkumpul, baik,

sempurna, dan dhi berarti pikiran. Jadi

Sandya berarti memusatkan pikiran kepada

Tuhan. Sandya dapat pula diartikan

berkonsentrasi secara sungguh-sungguh

dan sempurna kepada Tuhan (Pudja, 2010)

Terapi spiritual Tri Sandya pada

pasien halusinasi dapat digunakan sebagai

salah satu kegiatan sehari-hari pasien,

dimana Tri Sandya dapat dilakukan secara

rutin oleh pasien 3 kali dalam sehari, dengan

Tri Sandya pasien menjadi tenang dan

mampu berkonsentrasi dengan baik

sehingga pasien dapat mengontrol

halusinasinya, terapi spiritual juga langsung

menyentuh sisi spiritualitas atau

kepercayaan sehingga dapat menangani

permasalahan jiwa pasien. Tri Sandya yang

diberikan juga bermanfaat untuk pasien agar

pasien lebih mendekatkan diri pada Tuhan,

menjadikan pasien lebih ikhlas untuk

menerima keadaannya, bahwa segala

sesuatu yang terjadi merupakan cobaan dari

Tuhan, serta mampu memberikan

ketenangan karena saat diberikan Tri

Sandya selain mengucapkan bait-bait suci

juga dilatih olah nafas, yaitu menarik nafas

secara perlahan kemudian tahan nafas

beberapa detik sehingga hal tersebut

memberikan kenyamanan pada pasien. Hal

itu perlu dukungan dari pihak RSJ Provinsi

untuk pelaksanaan terapi spiritual dengan

penyusunan SOP terapi spiritual Tri Sandya

sebagai acuan bagi perawat dalam

memberikan asuhan keperawat kepada

pasien, khususnya pasien dengan halusinasi

sebagai terapi pelengkap untuk

meningkatkan kemampuan pasien

mengontrol halusinasinya agar gelaja

halusinasi pasien menurun sehingga

mempercepat proses penyembuhan.

Hasil penelitian yang menunjukan

adanya pengaruh terapi spiritual Tri Sandya

terhadap kemampuan pasien mengontrol

halusinasi, bisa dijadikan sebagai salah satu

alternatif terapi pelengkap atau terapi

tambahan pada pasien yang mengalami

halusinasi, khususnya halusinasi

pendengaran. Tri Sandya dapat diberikan

kepada pasien secara rutin untuk

memberikan aktivitas yang bermanfaat bagi

pasien, dimana selama ini belum diterapkan

kepada pasien halusinasi. Tindakan Terapi

Spiritual yang dilakukan hanya

persembahyangan bersama pada saat

Purnama di Pura yang ada di RSJ.

Simpulan dan Saran

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:

Gejala halusinasi pendengaran pasien

skizofrenia sebelum diberikan terapi spiritual

tri sandya pada kelompok perlakuan paling

banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang

(80 %). Gejala halusinasi pendengaran

pasien skizofrenia pre test pada kelompok

kontrol paling banyak dalam kategori

sedang yaitu 7 orang (70 %).

Gejala halusinasi pendengaran pasien

skizofrenia setelah diberikan terapi spiritual

Page 12: Manu Skrip

tri sandya pada kelompok perlakuan paling

banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang

(60 %). Gejala halusinasi pendengaran

pasien skizofrenia post test pada kelompok

kontrol paling banyak dalam kategori

sedang yaitu 8 orang (80 %).

Hasil uji statistik Wilcoxon Sign Rank

Tes didapatkan Zhitung = 2,828 > Znormal = 1,96

dan P value= 0,008< α 0,05 hasil ini

menunjukkan ada perbedaan yang signifikan

gejala halusinasi pendengaran pre test dan

post pada kelompok perlakuan. Hasil uji

pada kelompok kontrol didapatkan Zhitung =

1,732 < Znormal = 1,96 dan P value= 0,083> α

0,05 hasil ini menunjukkan tidak ada

perbedaan yang signifikan gejala halusinasi

pendengaran pre test dan post test pada

kelompok kontrol.

Hasil uji statistik Mann-Whitney test

didapatkan nilai ZHitung = 2,368> Znormal dan

nilai p value= 0,018 < α 0,05 menunjukkan

ada pengaruh terapi spiritual tri sandya

terhadap perubahan gejala halusinasi

pendengaran pada pasien skizofrenia di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali tahun 2014

Saran

Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian

adalah sebagai berikut : Kepada Bidang

Perawatan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali : agar

secara rutin perawat memberikan asuhan

keperawatan jiwa berupa pemberian terapi

spiritual Tri Sandya sebagai alternatif tindakan

selain tindakan rutin yang dilakukan oleh perawat

diruangan seperti terapi individu, terapi aktivitas

kelompok, terapi supportif dan terapi rehabilitasi.

Agar membuat kebijakan yang mendukung

supaya tiap-tiap ruangan secara rutin

memberikan terapi terapi spiritual tri sandya pada

klien dengan halusinsi dan diharapkan untuk

membuat SPO tentang terapi spiritual tri sandya.

Kepada Peneliti Selanjutnya : agar peneliti

selanjutnya lebih mengembangkan penelitian

dengan meneliti efektifitas terapi spiritual Tri

Sandya dengan terapi individu, terapi kelompok,

terapi suportif dan terapi rehabilitasi untuk

mengetahui terapi mana yang lebih efektif untuk

menurunkan gejala halusinasi

Daftar Pustaka

Dwija, B., 2010, Puja Tri Sandya Kramaning Sembah dan Mesiban, (online), available: http://stitidharma.org, 27 Desember 2012.

Hawari, D., 2009, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hidayat, A.A.A., 2010, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Isaacs, 2004, Panduan Belajar : Kesehatan Jiwa & Psikiatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Keliat, B.A. dan Akemat, 2005, Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta: EGC.

Maramis, W. F., 2009, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2, Surabaya: Airlangga Universitas Press.

Megayanthi, 2009, Deskripsi Peruhahan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan Terapi Individu di Ruang MPKP RSJ Magelang. Semarang : Skripsi Tidak dipublikasikan.

Mudiartini, 2013, Pengaruh Terapi Spiritual Yoga Pranayama Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi Pendengaran. Skripsi Program Studi D4 Keperawatan Jiwa Poltekes Denpasar.

Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian

Page 13: Manu Skrip

Keperawatan, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Purwanto, 2010, Pengaruh Terapi Kerja Terhadap Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Pasien Psikosis di RSJ Daerah Surakarta. Jakarta : Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali, 2014, Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali. Bangli.

Setiadi, 2013, Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Setyoadi dan Kushariyadi, 2011, Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2007, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC.

Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.

Sukawana, 2008, Pengantar statistik untuk perawat. Denpasar

Suliswati, Payapo T.A., Maruhawa Jeremia, Sianturi Yenny, Sumijatun, (2005) Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Suratanaya, 2013, Pengaruh Terapi modeling partisipan terhadap perubahan gejala halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali.Skripsi Program Studi D4 Keperawatan Jiwa Poltekes Denpasar.

Videbeck, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Wahyuni, 2010, Pengaruh Terapi Okupasi Aktivitas Mengambar Terhadap Frekuensi Halusinasi Pasien Sizofrenia Diruang Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) Rumah Sakit Jiwa Tampan

Pekanbaru.. Medan : Skripsi-USU Tidak dipublikasikan

Wijayanti, 2013, pengaruh terapi Okupasi Aktifitas waktu luang terhadap perubahan gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali.Skripsi Program Studi D4 Keperawatan Jiwa Poltekes Denpasar.

Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.