Makalah Mental Model Edit Minggu Malam (1)
-
Upload
aditya-zulkarnain -
Category
Documents
-
view
922 -
download
131
Transcript of Makalah Mental Model Edit Minggu Malam (1)
Mental Model
Anggota kelompok :
Aldila Rosalina / 1206301652
Ary Faddila / 1206192191
Dania Kosim / 1206301721
Dewi Kartika / 1206301740
Dian Fitri / 1206192424
Doris Tobing / 1206301753
Elfiyanti / 1106039913
Indra Yanti / 1206301886
Luzi Adriyanti / 1601201923
M. Zaidan Jauhari / 1206301936
Sarwanti / 1206193692
Nanang Sugiarto / 1206193326
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia
2012
Daftar Isi
Pendahuluan
Tinjauan Pustaka
I. Definisi Mental Model
II. Pembentukan Mental Model
III. Mental Model dan Pemimpin
IV. Mental Model dan Organisasi
Kasus dan Pembahasan
Kesimpulan dan Komentar
Daftar Pustaka
Pendahuluan
1
Berbagai perubahan pada dekade terakhir ini digambarkan oleh banyak ahli
manajemen sebagai suatu turbulent (angin kencang yang berubah arah), organisasi yang
sangat cepat mengalami perubahan, ditambah dengan iklim kompetisi antar organisasi yang
semakin kuat menuntut organisasi apapun untuk selalu mampu mengalami perubahan dan
persaingan. Organisasi harus mampu berkompetisi dengan sesama, juga harus mampu
berkompetisi dengan lembaga lain. Untuk mampu berkompetisi tersebut organisasi harus
mampu melihat berbagai kebutuhan dan harapan stakeholder1.
Rumah Sakit sebagai suatu organisasi juga mengalami hal yang sama. Upaya untuk
selalu memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder inilah yang kemudian menuntut Rumah
Sakit untuk meningkatkan mutu layanan dan produknya. Namun sayangnya, kebutuhan dan
harapan stakeholder bukanlah merupakan sesuatu yang bersifat statis, namun bersifat dinamis,
bahkan seringkali perubahannya berlangsung sangat cepat dan tidak berpola. Kondisi ini tentu
akan sangat memukul Rumah Sakit, jika Rumah Sakit tersebut tidak memiliki kemampuan
untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan cepat. Dengan kata lain, untuk dapat selalu
menjaga mutu produk dan layanannya Rumah Sakit juga harus memiliki kemampuan untuk
selalu berubah menyesuaikan diri dengan kondisi yang berkembang. Rumah Sakit yang
memiliki kemampuan dan kelenturan untuk berubah tersebut hanya dapat dicapai jika Rumah
Sakit tersebut memiliki kemampuan mengelola sumber daya manusia (SDM) dengan baik1.
Seperti kita ketahui bahwa Rumah sakit adalah suatu organisasi dan menurut
definisinya organisasi adalah wadah sekumpulan orang yang saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam penyelenggaraan kegiatan
organisasi, personil didalamnya akan saling berbagi tugas, mengatur pembagian kewenangan
dan tanggungjawab, membuat prosedur kerja, aturan dan sebagainya untuk memudahkan
mereka bekerja. Seorang pemimpin akan mengarahkan, mengkoordinasikan dan menentukan
keputusan untuk keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, oleh
karenanya kualitas seorang pemimpin dengan kepemimpinannya sangat berpengaruh dan
penting dalam suatu organisasi1.
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-
aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (Shared Goal) (Hemhiel
and Coons, 1957). Sedangkan menurut Jacobs and Jacques (1990) kepemimpinan adalah
sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang
mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
Kepemimpinan akan berjalan secara efektif dan efisien apabila dilaksanakan oleh seorang
pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
2
perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk alasannya, sedangkan
kepemimpinan adalah proses kegiatan memimpin1.
Salah satu bentuk kepemimpinan menggunakan pendekatan perubahan adalah
“Kepemimpinan Stratejik dengan Pendekatan Organisasi Pembelajaran.” Organisasi
pembelajaran (Learning Organization) bersumber pada konsep yang dikemukakan oleh Peter
Senge (1990), yaitu organisasi yang orang-orangnya secara terus-menerus meningkatkan
kapasitasnya untuk menciptakan hasil-hasil yang sungguh-sungguh mereka inginkan, terus
menerus mengembangkan dan memelihara pola-pola pikir baru dan sistemik, membebaskan
aspirasi-aspirasi kolektif berkembang, dan mereka terus belajar bersama-sama secara
sinerjik1.
Organisasi Pembelajar
Definisi organisasi pembelajaran adalah tempat dimana ada sekelompok orang yang
selalu meningkatkan kapasitas atau kemampuannya demi untuk mencapai tujuan yang sangat
mereka dambakan1.
Definisi lain tentang organisasi pembelajaran yang lain adalah dari Pedler, Boydell
dan Burgoyne yang mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran adalah “Sebuah
organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus
mentransformasikan diri”. Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran
adalah “suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan
keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya”2.
Menurut Peter Senge (1990) organisasi pembelajar adalah organisasi dimana orang
terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar
mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif
dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara
menyeluruh. Alasan dasar untuk organisasi tersebut adalah bahwa dalam situasi perubahan
yang cepat hanya mereka yang fleksibel, adaptif dan produktif yang dapat bertahan. Agar hal
ini terjadi, ia berpendapat bahwa organisasi perlu menemukan bagaimana memanfaatkan
komitmen orang dan kapasitas untuk belajar pada semua tingkat’ (Senge, 1990)3.
Menurut Peter Senge, belajar yang nyata adalah sampai kepada hakekat apa artinya
menjadi manusia. Kita menjadi mampu untuk menciptakan kembali diri kita sendiri. Hal ini
berlaku untuk baik individu dan organisasi. ‘”Belajar Survival” atau yang lebih sering disebut
“belajar adaptif” adalah pentingdan perlu bagi organisasi pembelajar, selain itu “belajar
3
adaptif” harus digabungkan dengan “belajar generatif”, belajar yang meningkatkan kapasitas
kita untuk menciptakan’3.
Teori lima disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge merupakan kunci untuk
mencapai organisasi jenis ini. Dimensi Learning Organization Peter Senge (1999)
mengemukakan bahwa di dalam learning organization yang efektif diperlukan 5 dimensi
yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni:
1. Personal Mastery
Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar
objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis2.
2. Mental Model
Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka
atas rangsangan yang muncul2.
3. Shared Vision
Komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni tanpa
paksaan2.
4. Team Learning
Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan
berkesinambungan2.
5. System Thinking
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk
menghasilkan kinerja yang optimal. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan
oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergis2.
Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan
dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah
organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses
pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan
dan mengantisipasi perubahan pada masa depan2.
Selain hal yang disebutkan diatas,beberapa pemikiran dasar (premises) dalam
pendekatan pembelajaran,yaitu bahwa :
1. Kepemimpinan diperlukan di semua level, tidak hanya dipuncak untuk lebih
memudahkan koordinasi, maupun pengambilan keputusan sesuai levelnya1.
4
2. Dibutuhkan pemimpin yang selalu mencari perubahan melalui peningkatan nilai-
nilai, proses pelaksanaan atau praktek dan sumber daya (values, practice and
resources) 1.
3. Dibutuhkan pemimpin yang senantiasa mendorong pembelajaran, membentuk
tatanan sosial dalam organisasinya sedemikian rupa sehingga mampu
menghasilkan modal intelektual seperti : gagasan, metoda / cara (know how),
inovasi, pengetahuan dan keahlian1.
Tinjauan Pustaka
5
Pada bab tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang Mental Model yang merupakan
salah satu dari Teori Lima Disiplin yang diidentifikasikan oleh Peter Senge dan merupakan
kunci untuk mencapai keberhasilan organisasi.
I. Definisi Mental Model
Peter Senge mendefinisikan model mental sebagai semua asumsi, generalisasi, bahkan
gambaran yang tersimpan kuat dalam pikiran dan perasaan sehingga mempengaruhi segala
tindakan, perilaku dan pandangan tentang kehidupan dan dunia pada umumnya5.
The discipline of mental models starts with turning the mirror inward; learning to
unearth our internal pictures of the world, to bring them to the surface and hold them
rigorously to scrutiny. It also includes the ability to carry on “learningful” conversations that
balance inquiry and advocacy, where people expose their own thinking efectively and make
that thinking open to the influence of others. (Senge 1990:9)6.
Mental Model adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar dan
gambar yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil
tindakan’. Hal tersebut tergambar pada perilaku kita dan cerminkan dari tindakan kita3.
Didalam mempelajari model mental (mental models) dimulai dengan melihat cerminan
diri sendiri, mengembangkan kemampuan yang diri sendiri dan kemampuan untuk
‘learningful’, mengungkapkan pemikiran secara efektif dan membuat pemikiran terbuka
untuk mempengaruhi orang lain3,6.
Mental models merupakan satu dari lima disiplin yang dikemukakan Peter Senge
(1990). Mental models merupakan refleksi diri, menelusuri dan mendukung, dimana orang-
orang mengekspos pemikiran sendiri secara efektif dan menjadikan pemikiran yang terbuka
terhadap pengaruh orang lain6.
Tjakraatmadja dan Lantu (2006:189) menyatakan bahwa model mental
menggambarkan kemampuan para anggota organisasi untuk melakukan perenungan,
mengklarifikasi dan memperbaiki gambaran-gambaran internal (pemahaman) tentang dunia,
yang dilandasi oleh prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral etika6.
Senge (1996:8) menyatakan These are ‘deeply ingrained assumptions,
generalizations, or even pictures and images that influence how we understand the world and
how we take action’ bahwa model mental adalah asumsi yang sangat melekat umum, atau
bahkan suatu gambaran dari bayangan / citra yang berpengaruh bagaimana kita memahami
dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan6.
6
Sehingga model mental dapat dikatakan sebagai konsep diri, yang dengan konsep
tersebut akan menghasilkan pengambilan keputusan yang baik6
II. Pembentukan Mental Model
Mental Model berasal dari pengamatan dengan pengetahuan, informasi-informasi
membentuk skemata-skemata sehingga terbentuklah mindset atau yang disebut model mental7.
Salah satu teori dasar pembentukan mental model adalah yang disampaikan oleh Cris Argyris
yaitu The Ladder of Inference atau tangga Argyris, yang kemudian dikembangkan oleh Peter
Senge. “The Ladder Of Inference” adalah suatu proses seperti tangga dalam mengambil
kesimpulan. Teori ini berasal dari Chris Argyris kemudian dikembangkan oleh Peter Senge
dalam Learning Organization. Menurut teori ini ada tingkatan dalam mengambil kesimpulan
yaitu4:
1. Reality and fact (kenyataan dan fakta)
2. Selected reality (kenyataan yang terseleksi)
3. Interpreted reality (kenyataan yang diinterprestasikan)
4. Assumtion (asumsi)
5. Conclutions (kesimpulan-kesimpulan)
6. Beliefs (keyakinan)
7. Action (bertindak)
Gambar 1. Tingkatan Pengambilan Keputusan
Sumber : http://www.mindtools.com/pages/article/newTMC_91.htm unduh 28/10/2012
Dengan menerapkan the ladder inference akan membantu kita terhindar dari membuat
kesimpulan yang salah dan mengabaikan fakta-fakta4.
7
Kepustakaan lain menyebutkan Model mental (Mental Model) adalah suatu prinsip
yang mendasar dari organisasi pembelajar. Model mental adalah suatu aktivitas perenungan
yang dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-
gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan
keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam
tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi.
Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap
individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang
dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang,
yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Model mental ini
kemudian menghasilan cara berfikir atau mindset8.
Gambar 2: Mental Model
Sumber : http://www.google.co.id/search?
num=10&hl=id&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1024&bih=
8
Gambar 3 : Mental Model
Sumber : http://www.google.co.id/search?
num=10&hl=id&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1024&bih=
Didalam proses terbentuknya mental model terdapat hal tersebut dibawah ini, yaitu:
a. Konstruksi : menciptakan sesuatu mencari pola dan makna yang paling semu9.
b. Penghapusan : memilih dan menyaring pengalaman, menutupi beberapa bagian9.
c. Distorsi : pengalaman yang berliku mengubah pengalaman, mengurangi dan
melengkapi bagian memberikan arti yang berbeda dengan kenyataan (reading different
meaning into it) 9.
d. Generalisasi : gambaran umum atas semua kejadian yang sama menciptakan sesuatu
dari pengalaman dan mempresentasikan kelompok9.
Selain proses tersebut diatas, didalam pembentukan suatu model mental terdapat Teori
Chris Argyris (Teori Dewasa dan Tidak Dewasa) yang merupakan pengembangan dari Teori
X dan Y. Teori X dan Teori Y oleh Mc.Gregor berdasarkan atas penelitiannya pada organisasi
tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, hubungan
piramida antara atasan dan bawahan, dan pengendalian kerja ekstrenal, adalah pada
hakikatnya berdasarkan atas asumsi-asumsi mengenai sifat manusia dan motivasinya. Teori X
menyatakan bahwa sebagian besar manusia lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa
tanggungjawab, serta menginginkan keamanan atas segalanya. Mengikuti falsafah ini maka
kepercayaaanya ialah orang-orang hendaknya dimotivasi dengan uang, gaji, honorarium dan
diperlakukan dengan sanksi hukuman. Untuk menutupi kelemahan dari asumsi teori X itu,
maka McGregor memberikan alternative teori lain yang dinamakan teori Y. asumsi teori Y
merupakan kebalikan dari teori X10.
Teori Argyris menambahkan bahwa ada perbedaan antara sikap dan perilaku pada diri
seseorang. Menurut Argyris, ada tujuh perubahan yang terjadi di dalam kepribadian seseorang
jika ia berkembang ke kedewasaan.
a. Seseorang itu akan bergerak dari suatu keadaan pasif sebagai anak-anak, ke suatu
keadaan yang bertambah aktivitasnya sebagai orang dewasa10.
b. Seseorang akan berkembang dari suatu keadaan yang tergantung kepada orang lain ke
suatu keadaan yang relatif merdeka sebagai orang dewasa10.
c. Seseorang bertindak hanya dalam cara sedikit sebagai anak-anak, tetapi sebagai orang
dewasa ia akan mampu bertindak dalam berbagai cara10.
9
d. Seseorang itu mempunyai minat yang tidak menentu, kebetulan dan tidak begitu
mendalam dan kuat minatnya sebagai orang dewasa10.
e. Persfektif waktu bagi anak-anak adalah singkat, hanya melibatkan waktu kini, tetapi
sebagai orang dewasa maka perspektif waktunya bertambah menjangkau masa lalu
dan masa yang akan datang10.
f. Seorang sebagai anak-anak, ia berada di bawah pengendalian setiap orang
(Subordinary to every one) 10.
g. Sebagai anak-anak, seseorang kurang kesadaran akan dirinya, tetapi sebagai orang
yang sudah matang ia tidak hanya sadar, tetapi mampu untuk mengendalikan dirinya10.
III. Mental Model dan Pemimpin
Kegagalan dalam mewujudkan ide dan gagsan cemerlang dalam suatu organisasi
kerap tidak dapat terwujud . Hal tersebut seringkali disebabkan mental model (pola pandang
dan persepsi) para anggota organisasi terhadap suatu kejadian sekelilingnya tidak sama atau
berbeda satu sama lain dan hal ini akan mempengaruhi tindakan terhadap pandangan realitas
tersebut. Tindakannya akan produktif bila mental modelnya sesuai (mendekati) realitas. Bila
mental modelnya tidak sesuai dengan realitas keputusan akan berlawanan dengan realitas1.
Dalam kaitan hal tersebut sangat penting bagi setiap pimpinan untuk memliki
kemampuan untuk mengatasi model-model mental yang tidak sesuai dengan tujuan
organisasi, dengan tujuan meningkatkan efektivitas keputusan dan menghindari konflik dan
mempercepat penyelesaian masalah.Mental model yang tidak sesuai dengan realitas obyektif
akan menimbulkan keputusan / tindakan keliru terhadap realitas sehingga timbul konflik dan
masalah tidak terselesaikan1.
Pemimpin dalam menyesuaikan dan menumbuhkembangkan kesamaan mental model
anggota organisasi yang sesuai dengan realitas kolektif harus mempunyai kemampuan hal hal
dibawah ini,yaitu:
1. Ladder of Inference, yaitu urutan berpikir dalam menganggapi suatu kejadian. Dalam
hal ini jangan terlalu cepat menyimpulkan (leap of abstraction), yaitu terlalu cepat
pindah dari pengamatan langsung (concrete data) kepada kesimpulan tanpa pengujian.
Harus mampu berpikir dengan tenang dan dengan tata urut yang jelas sehingga dapat
diperoleh suatu kesepakatan dan keputusan untuk bertindak dengan lebih obyektif1.
2. Left Hand Column¸ yaitu kemampuan mengungkapkan hal-hal yang sifatnya tertutup.
Dalam hal ini jangan mengatakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada dalam
10
pikiran. Masih ada pemimpin yang hanya bermanis bibir (lip service) untuk
mengatakan pemberdayaan, belajar dari kesalahan dan seterusnya tetapi tindak nyata
tidak sesuai dengan perkataan tersebut. Komitmen yang dibangun disini adalah
kejujuran, keterbukaan, kepercayaan, dan integritas. Warren Bennis (2002)
mengemukakan bahwa integritas adalah landasan kepercayaan, bukan sekedar bahan
kepemimpinan, namun lebih merupakan hasil kepemimpinan. Integritas adalah sebuah
kualitas yang tidak dapat diperoleh, namun harus dimiliki. Tanpa integritas pemimpin
tidak akan berfungsi. Dengan demikian keberadaan kepemimpinan yang berintegritas
adalah yang tanggap, bermoral, beretika, serta profesional dalam mengelola
permasalahan dan tuntutan publik. Komitmen terhadap kejujuran dan integritas ini
selanjutnya menjadi norma serta dilakukan secara fokus, serius, ikhlas yang diawali
diri sendiri. Anwar Suprijadi mempertegas hal ini bahwa yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin adalah kepercayaan (trust). Kepercayaan harus dibangun melalui
integritas dan kompetensi. Kepercayaan akan ada jika pemimpin itu mempunyai jati
diri sebagai individu yang patut dipercaya karena kejujurannya, komitmennya dan
kompetensinya. Dengan kepercayaan, pemimpin akan mendapat dukungan terutama
dari pihak-pihak yang berkaitan dengan perubahan. Dalam birokrasi, kepercayaan dan
dukungan yang diperlukan adalah dari atas maupun dari bawahan, juga perlu
diperhatikan dukungan publik1.
IV. Mental Model dan Organisasi
Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam
organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik
dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini
didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi2.
Adapun dimensi model mental meliputi :
1. Prinsip dan nilai-nilai : seluruh anggota organisasi mengetahui dan memiliki prinsip-
prinsip dan nilai-nilai yang dimiliki bersama6.
11
2. Mengkaji ulang kebiasaan : mengkaji ulang nilai-nilai bersama yang ada untuk
diselaraskan dengan kondisi lingkungan6.
3. Memperkuat kebersamaan : anggota organisasi selalu berusaha untuk memelihara dan
memperkuat kebersamaan6.
Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas untuk bekerja dengan model mental
maka akan diperlukan bagi orang untuk belajar keterampilan baru dan mengembangkan
orientasi baru, dan untuk mereka untuk menjadi perubahan institusional yang mendorong
perubahan tersebut. Mental model yang sudah berdiri kuat menggagalkan perubahan yang
dapat berasal dari sistem pemikiran3.
Kasus dan Pembahasan
Dari beberapa kepustakaan diatas, kami merangkum apa yang dimaksud dengan mental model
dan bagaimana prosesnya, yaitu :
1. Dari semua asumsi, generalisasi, bahkan gambaran yang tersimpan kuat dalam pikiran
dan perasaan sehingga mempengaruhi segala tindakan, perilaku dan pandangan
tentang kehidupan dan dunia pada umumnya, atau
12
2. Dari suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan
prasangka atas rangsangan yang muncul, atau
3. Dari proses berpikir seseorang tentang bagaimana sesuatu bekerja di dunia nyata. Ini
adalah representasi dari dunia sekitarnya, hubungan antara berbagai bagian dan
persepsi intuitif seseorang tentang tindakannya sendiri dan konsekuensinya. Model
mental dapat membantu membentuk perilaku dan menetapkan pendekatan untuk
memecahkan masalah (mirip dengan personal algoritma) dan melakukan tugas-tugas,
atau
4. Sebuah model mental adalah semacam simbol internal atau representasi dari realitas
eksternal, diduga memainkan peran utama dalam kognisi, penalaran, dan pengambilan
keputusan, atau
5. Dari suatu aktivitas perenungan yang dilakukan dengan terus menerus
mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia,
dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental
terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan
bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental
merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu
untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya.
Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang
dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Dalam
pembahasan terdahulu model mental ini kemudian menghasilan cara berfikir atau
mindset, atau
6. Dari suatu proses bercermin, sinambung memperjelas, dan meningkatkan gambaran
diri kita tentang dunia luar, melihat bagaimana mereka membentuk keputusan kita
dan tindakan kita. Menurut Senge dalam membentuk mental models di perlukan
terjadinya ‘metanoia’ yaitu pergeseran mindset atau perubahan cara berpikir, atau
7. Dari asumsi mendalam, generalisasi dan gambaran yang mempengaruhi bagaimana
memahami dunia sekitar serta bagaimana mengambil langkah berikutnya, atau
8. Dari gambar atau bayangan yang mempengaruhi bagaimana kita memandang dunia
dan bagaimana kita bertindak.
Membangun mental models orang-orang yang terlibat dan beragam di rumah sakit
adalah penting. Namun lebih penting lagi adalah bagaimana mengembangkan model mental
bersama untuk mencapai tujuan organisasi/rumah sakit. Tindakan yang harus dilakukan
13
membangun model mental secara efektif adalah dengan mengembangkan keterbukaan
terhadap kritik dari sesama anggota organisasi. Keterbukaan terhadap kritik tidak hanya
berlaku bagi pemimpin rumah sakit, tapi bagi seluruh anggota organisasi rumah sakit.
Didalam sebuah rumah sakit yang mempunyai struktur organisasi berjenjang yaitu
Direktur Utama, Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Bidang Keperawatan, dapat
terjadi masalah beberapa masalah yang berkaitan dengan mental model yang dapat
menghambat kesuksesan sebuah rumah sakit. Berikut ini beberapa contoh yang dapat terjadi,
antara lain :
1. Tipe penyakit Model Mental yang dapat kita temui pada level top manajemen, antara
lain:
a. Memiliki ketakutan untuk merubah sistem kerja yang ada, meskipun
mengetahui sistem yang ada sekarang sudah tidak mampu lagi membawa
kemajuan perusahaan. Ketakutan ini muncul karena kekhawatiran bahwa
perubahan sistem dapat membawa dampak yang lebih buruk dari situasi yang
ada saat ini.
b. Sifat tidak ingin dibantah oleh bawahan, dan merasa bahwa ide dan
gagasannya adalah yang terbaik karena sudah melalui proses pengalaman kerja
yang panjang. Hal ini menyebabkan tidak berkembangnya sistem
pembaharuan, dan kreativitas yang dimiliki oleh para staf atau manajer pada
perusahaan tersebut. (Expert Blindness)
c. Menganggap perubahan-perubahan eksternal (kebijakan pemerintah,
pergeseran pola permintaan konsumen, fluktuasi pola penyakit setiap tahun),
sebagai ancaman terhadap kestabilan kinerja perushaan. Tidak mampu
mengambil sikap untuk bagaimana menjadikan perubahan-perubahan eksternal
yang ada sebagai sebuah peluang dan kekuatan baru bagi perusahaan.
d. Pemilik rumah sakit berasumsi dengan membangun rumah sakit dengan
gedung yang besar dan bangunan yang mewah akan menarik pasien. Hal ini
tidak sesuai dengan realita bahwa rumah sakit tersebut dibangun dikalangan
masyarakat menengah yang tidak mampu membayar. Pemilik tidak menyadari
membangun rumah sakit tidak hanya membutuhkan bangunan tetapi juga
manajemen dan peralatan yang baik, sehingga pada akhirnya dana sudah habis
hanya untuk pembangunan gedung. Hal ini berakibat rumah sakit tidak bisa
membeli peralatan yang baik dan merekrut SDM yang berkualitas karena
14
terbentur gaji. Dampaknya, tidak ada dokter spesialis yang mau praktek
sebagai fulltime karena tidak lengkapnya sarana prasarana, banyak tenaga
kesehatan yang keluar karena gaji yang tidak sesuai, dan tidak adanya
manajemen yang solid. Dana banyak dihabiskan untuk biaya operasional
gedung yang tinggi (listrik, kebersihan). Mindset pihak pemilik agar segera
balik modal karena sudah menghabiskan banyak biaya membuat tarif rumah
sakit tinggi sehingga tidak bisa dijangkau oleh masyarakat sekitar.
e. RS sedang tertimpa masalah hukum dan media tentang penyalahgunaan obat
yang tidak sesuai prosedur sehingga mengakibatkan kunjungan pasien
menurun. Mental model pemimpin melihat realita bahwa kondisi ini akan
merugikan rumah sakit dan dia berasumsi akan dipecat oleh pemilik rumah
sakit. Pemimpin akan mencari solusi yaitu melakukan kerja sama dengan pihak
askes dengan perjanjian yang merugikan rumah sakit. Keputusan itu berhasil
menyelamatkan rumah sakit karena pasien tetap masih ada (yang berasal dari
askes). Namun ternyata, semakin lama kerugian semakin membesar dan
akhirnya pasien askes mulai ditolak dengan alasan penuh yang akan berakibat
kerepotan merujuk dan merugikan pasien.
2. Penyakit Model Mental lain yang dapat ditemukan pada level staf dan manajer madya
antara lain:
a. Hanya ingin mengetahui sistem kerja departemen yang ditempatinya, dan
enggan untuk melihat lebih luas sistem kerja rumah sakit secara keseluruhan.
Model mental seperti ini memiliki kecenderungan pengkotak-kotakan sistem,
sehingga dapat berujung pada sikap “I am my position”.
b. Memiliki ketakutan untuk menyuarakan ide dan pendapat apabila dinilai takut
bertentangan dengan keinginan direksi. Padahal ide atau pendapat yang dia
miliki sebetulnya dapat membuat kemajuan perusahaan.
c. Takut melakukan argumentasi dengan atasan karena kekhawatiran akan
diberhentikan atau tidak disukai atasan.
d. Pemimpin tidak memberikan ruang bagi manajer lini dan manajer madya untuk
mengembangkan ide dan pemikirannya, namun hanya memberikan instruksi
tanpa memberikan kesempatan untuk mengembangkan ide-ide sehingga para
manajer tergantung kepada pimpinan. Dengan demikian apabila terjadi
masalah di lapangan mereka tidak berani untuk mengambil keputusan karena
tidak mau atau takut bertanggung jawab. Hal ini akan berakibat pelayanan dan
15
keluhan pelanggan yang harusnya diatasi dengan cepat menjadi berlarut-larut
dan lambat, sehingga tentunya akan menimbulkan ketidakpuasan dari
pelanggan. Semua orang didalam organisasi akan cenderung untuk berpusat
pada pimpinan Rumah Sakit dan manajer tidak difungsikan dengan maksimal
sehingga tentunya akan lambat untuk belajar.
3. Contoh penyakit Model Mental yang sering ditemukan di lingkungan kerja RS kita,
antara lain :
a. Dokter spesialis dibayar sangat murah, dibatasi obat dan tindakan yang akan
dilakukan untuk pasien askes menyebabkan mereka tidak mau menjadi
fulltimer dan mencari pendapatan lain di luar RS sehingga RS tidak bisa
memberi pelayanan yang optimal.
b. Model mental dokter spesialis yang menulis resep tidak jelas karena berasumsi
bahwa dokter tidak masalah jika tulisannya jelek. Hal ini tentu saja
membahayakan pasien karena dapat menimbulkan kesalahan pembacaan resep
dan pemberian obat. Pihak farmasi yang sulit memahami tulisan para dokter,
justru kadang dimarahi karena menyebabkan bias terjadinya kesalahan
pemberian obat yang fatal bagi pasien.
c. Mental model seorang dokter spesialis yang mengambil tesis penyakit TB
membuat dia beranggapan sebagian besar orang TB dan mengobati TB tidak
sesuai prosedur. Dampaknya pasien dengan mual muntah, gagal ginjal, gagal
jantung, geriatri semua dipukul rata diberi OAT yang menambah keluhan
pasien.
d. Dokter jaga tidak visit pasien di ruangan dengan alasan mereka dikontrak
untuk jaga UGD dan tidak ada fee visit di ruangan. Pihak manajemen
mengganggap jaga ruangan adalah satu paket tugas dan tanggung jawab
mereka jaga. Mental model yang dilakukan dokter jaga karena asumsinya dia
hanya jaga ruangan dan dari penalarannya visit pasien ruangan dia tidak
dibayar jadi dia tidak visit.
e. Petugas rumah sakit yang menganggap pasien hanya sebagai orang sakit yang
butuh pertolongan atau beban dan mengaitkan pelayanan (jasa) dengan
pendapatan. Hal ini menyebabkan banyak sikap dari petugas yang kurang tepat
sehingga pelayanan yang diberikan memuaskan. Mereka terkadang
menunjukkan tidak sepenuh hati, kurang peduli akan kebutuhan pasien, dan
kurang ramah kepada pasien, dan lain-lain. Tidak adanya penyatuan visi dari
16
pemimpin rumah sakit untuk memajukan rumah sakit sehingga memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada pasien. Pelayanan pasien yang meningkat
seharusnya disertai dengan tunjangan kesejahteraan yang juga meningkat.
Kesemua contoh penyakit Model Mental di atas dapat berdampak pada buruknya kualitas
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, untuk itu adalah tugas tiap pemimpin untuk menyadari
penyakit Model Mental yang dimiliki oleh organisasinya dan mencari solusi terbaik guna
mencapai perubahan ke arah kemajuan.
Kesimpulan dan Komentar
1. Model mental secara tidak sadar mempengaruhi dan membentuk bagaiman kita dalam
bertindak dan memandang suatu kejadian yang ada disekeliling kita
2. Dua orang yang berbeda mental model akan menggambarkan suatu kejadian yang
sama secara berbeda.
3. Cara mental model membentuk persepsi sangat penting dalam manajemen
4. Mental model yang sudah melekat akan menghambat terjadinya perubahan perubahan
dalam individu dan organisasi
17
Daftar Pustaka
1. Hamdani, I. “Kepemimpinan Stratejik dengan Pendekatan Organisasi Pembelajaran :
Strategi Menantisipasi Perubahan.”
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1405188199.pdf (diunduh 26 Oktober 2012)
2. “Organisasi Belajar.” http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_belajar (diunduh 28
Oktober 2012)
3. “Peter M. Senge: Organisasi Pembelajar.” http://perilakuorganisasi.com/peter-m-
senge-organisasi-pembelajar.html (diunduh 26 Oktober 2012)
4. http://www.mindtools.com/pages/article/newTMC_91.htm unduh 28/10/2012
(diunduh 28 Oktober 2012)
18
5. Suryohadiprojo, S. “Membangun Model Mental Yang Tepat.”
http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1086 (diunduh 26 Oktober 2012)
6. http://repository.upi.edu/operator/upload/s_adpend_0705248_chapter2.pdf (diunduh
25 Oktober 2012)
7. Zulyadaini. “Model Mental dan Pemimpin.”
http://zulyadai.wordpress.com/2012/06/19/model-mental-dan-pemimpin/ (diunduh 26
Oktober 2012)
8. http://www.uinmalang.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=1699:organisasi-pembelajar&catid=35:artikel-
dosen&Itemid=210 (diunduh 26 Oktober 2012)
9. Rahardijanto, T.H. “Teori Sistem.” kk.mercubuana.ac.id/files/42004-7-
145163489210.doc (diunduh 26 Oktober 2012)
10. Idrus, A. “Teori Motivasi.” http://formasiprima.blogspot.com/2008/02/teori-motivasi-
motivasi-berasal-dari.html (diunduh 26 Oktober 2012)
19