Long Case Pterigium
-
Upload
feblin-versiliantina -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of Long Case Pterigium
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
1/30
Long Case
PTERIGIUM ODS
Disusun Oleh :
Abdullah Fikri S.ked (04114708085)
Mariam Abdul Rashid S.ked (0411478106)
Feblin Versiliantina S.ked (04114708027)
Raty Marida S.ked (04114708067)
Faradillah S.ked (04114708034)
Pembimbing :
dr., Sp.M
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
2013
1
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
2/30
HALAMAN PENGESAHAN
Long Case
Judul
PTERIGIUM ODS
Oleh:
Abdullah Fikri S.ked
Mariam Abdul Rashid S.ked
Feblin Versiliantina S.ked
Raty Marida S.ked
Faradillah S.ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang periode
21 Januari 2013 23 Februari 2013.
Palembang, Februari 2013
Dr., SpM
2
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
3/30
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................... 11
BAB III ANALISIS KASUS .......................... 41
DAFTAR PUSTAKA . 42
BAB I
3
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
4/30
PENDAHULUAN
Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya
sayap. Pteregium merupakan pertumbuhan jaringan ikat pada fibrovaskuler konjungtiva bulbar
intrapalpebra dengan ektensi ke kornea yang bersifat degeneratif. Pteregium berbentuk segi tiga,
biasanya terletak di celah kelopak mata bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke
kornea.
Insiden pterygium di Indonesia yang terletak di garis ekuator, yaitu 13,1%. Diduga
bahwa paparan ultraviolet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium
(Tahjono, 2006). Prevalensi pterygium di Sumatera meningkat dengan bertambah
usia (Gazzard, 2002). Menurut Laszuarni (2009), prevalensi pterygium di Kabupaten
Langkat adalah 17,3%. Di banyak penelitian, pterygium lebih banyak dijumpai
pada laki-laki, tapi tidak ada sebenarnya perbedaan dari jenis kelamin.
4
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
5/30
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. R
Umur : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Guru
Alamat : Perumnas
Tanggal Berobat : 30 Januari 2013
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri berselaput.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 10 tahun yang lalu penderita mengeluh timbul selaput di mata kanan
dan kiri. Selaput tersebut mengenai bagian terluar bola mata. Mata merah (-), gatal
(-), mata berair - air (-), kotoran mata (-). Penderita tidak pernah berobat.
2 tahun yang lalu penderita mengeluh selaput pada mata kanan dan kiri
bertambah besar, seperti sebesar biji selasih yang melewati pinggiran terluar bola
mata. Mata merah (-), gatal (-), mata sering berair (-), kotoran mata (-). Penderita
tidak pernah berobat.
Sejak 1 bulan yang lalu penderita merasa selaput tersebut bertambah besar,
seperti sebesar biji kacang hijau yang melewati pinggiran pupil mata. Penderita
mengeluh penglihatan terasa terganggu. Penderita lalu berobat ke poliklinik
RSKMM.
5
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
6/30
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma disangkal
Riwayat memakai kaca mata (+) rabun jauh sejak 35 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Sens : kompos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : 370C
6
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
7/30
Status Oftalmologikus
OD OS
Visus 6/7.5 (PH : 6/6 F-1)
BCVA S -0.25 = 6/6
6/12 (PH : 6/9 F-1)
BCVA S -0.5 = 6/6
TIO 18,5 mmHg 18,5 mmHg
KBM ortoforia
GBM
Segmen Anterior
Palpebra
- superior Tenang Tenang
- inferior Tenang Tenang
Konjungtiva
- tarsal Tenang Tenang- bulbi Jaringan fibrovaskular (+)
berbentuk segitiga di sisi
nasal dengan apex di kornea,
sekitar 2 mm dari limbus
Jaringan fibrovaskular (+)
berbentuk segitiga di sisi nasal
dengan apex di kornea, sekitar 2
mm dari limbus
- Kornea Jernih Jernih
- BMD Sedang Sedang
- Pupil Bulat, Sentral, RC (+), 3
mm
Bulat, Sentral, RC (+), 3 mm
- Iris Gambaran Baik Gambaran Baik
- Lensa Jernih JernihSegmen Posterior
- Refleks fundus RFOD (+) RFOS (+)
- Papil Bulat, batas tegas, warna
merah normal, c/d 0,3, a/v:2/3
Bulat, batas tegas, warna merah
normal, c/d 0,3, a/v:2/3
- Makula Refleks cahaya (+) Refleks cahaya (+)
- Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik
7
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
8/30
4. DIAGNOSIS BANDING
Pterigium ODS + anomali refraksi ODS
Pinguekula ODS + anomali refraksi ODS
5. DIAGNOSIS
Pterigium ODS + Anomali Refraksi ODS
6. PENATALAKSANAAN
inform concernt
pro Bare sklera.
8. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
8
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
9/30
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang
tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium
tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa
Yunani, yaitupteron yang artinya sayap.1,2
2.2 Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea
dilimbus.3
Sesuai dengan namanya, konjungtiva menghubungkan antara bola mata dan
kelopak mata. Dari kelopak mata bagian dalam, konjungtiva terlipat ke bola mata
baik dibagian atas maupun bawah. Refleksi atau lipatan ini disebut dengan forniks
superior dan inferior. Forniks superior terletak 8-10 mm dari limbus sedangkan
forniks inferior terletak 8 mm dari limbus. Lipatan tersebut membentuk ruang
potensial yang disebut dengan sakkus konjungtiva, yang bermuara melalui fissura
palpebra antara kelopak mata superior dan inferior. Pada bagian medial konjungtiva,
tidak ditemukan forniks, tetapi dapat ditemukan karunkula dan plika semilunaris yang
penting dalam sistem lakrimal. Pada bagian lateral, forniks bersifat lebih dalam
hingga 14 mm dari limbus.7
Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian:7
1. Konjungtiva Palpebra
Mulai pada mucocutaneus junction yang terletak pada bagian posterior
kelopak mata yaitu daerah dimana epidermis bertransformasi menjadi konjungtiva.Dari titik ini, konjungtiva melapisi erat permukaan dalam kelopak mata. Konjungtiva
palpebra dapat dibagi lagi menjadi zona marginal, tarsal, dan orbital. Konjungtiva
marginal dimulai padamucocutaneus junction hingga konjungtiva proper. Punktum
bermuara pada sisi medial dari zona marginal konjungtiva palpebra sehingga
9
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
10/30
terbentuk komunikasi antara konjungtiva dengan sistem lakrimal. Kemudian zona
tarsal konjungtiva merupakan bagian dari konjungtiva palpebralis yang melekat erat
pada tarsus. Zona ini bersifat sangat vaskuler dan translusen. Zona terakhir adalah
zona orbital, yang mulai dari ujung perifer tarsus hingga forniks. Pergerakan bola
mata menyebabkan perlipatan horisontal konjungtiva orbital, terutama jika mata
terbuka. Secara fungsional, konjungtiva palpebra merupakan daerah dimana reaksi
patologis bisa ditemui.
2. Konjungtiva Bulbi
Menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya. Konjungtiva
bulbi dimulai dari forniks ke limbus, dan bersifat sangat translusen sehingga sklera
dibawahnya dapat divisualisasikan. Konjungtiva bulbi melekat longgar dengan sklera
melalui jaringan alveolar, yang memungkinkan mata bergerak ke segala arah.
Konjungtiva bulbi juga melekat pada tendon muskuler rektus yang tertutup oleh
kapsula tenon. Sekitar 3 mm dari limbus, konjungtiva bulbi menyatu dengan kapsula
tenon dan sklera.
3. Konjungtiva Forniks
Merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Lain halnya dengan konjungtiva palpebra yang melekat erat pada struktur sekitarnya
konjungtiva forniks ini melekat secara longgar dengan struktur di bawahnya yaitu
fasia muskulus levator palpebra superior serta muskulus rektus. Karena perlekatannya
bersifat longgar, maka konjungtiva forniks dapat bergerak bebas bersama bola mata
ketika otot-otot tersebut berkontraksi. 7
Konjungtiva di vaskularisasi oleh arteri ciliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak vena konjungtiva
yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler
konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun didalam
lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra
membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
10
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
11/30
nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang
relatif sedikit.7
Secara histologis konjungtiva terdiri atas epitel dan stroma. Lapisan epitel
konjungtiva terdir atas 2-5 lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal.
Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, diatas caruncula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamous
bertingkat. Sel-sel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat dan oval yang
mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. 7
Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan
di dekat limbus dapat mengandung pigmen. Lapisan stroma di bagi menjadi 2 lapisan
yaitu lapisan adenoid dan lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa
sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi
berumur 2-3 bulan. Hal ini menjelaskan konjungtivitis inklusi pada nenonatus
bersifat papilar bukan folikular dan mengapa kemudian menjadi folikular. Lapisan
fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini
menjelaskan gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa
tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar krause dan
wolfring), yang struktur fungsinya mirip kelenjar lakrimal terletak di dalam stroma.
Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, sisanya di forniks bawah.
Kelenjar wolfring terletak di tepi tarsus atas.7
2.3 Epidemiologi
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas
dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering
mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 370
Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat
11
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
12/30
ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden
pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.4
Penderita di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi
pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan.
Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering
pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan
berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di
luar rumah.2,4
2.4 Etiologi
Hingga saat ini etiologi pasti pterygium masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor resiko pterygium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma
kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi kekurangan
fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis kronis dan
defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan pterygium. Selain itu ada juga
yang mengatakan bahwa etiologi pterygium merupakan suatu fenomena iritatif akibat
pengeringan dan lingkungan dengan banyak angin karena sering terdapat pada orang
yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar
matahari, berdebu dan berpasir. Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota
keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat
keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.2,5,8
Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium.
Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya. Sinar
UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor
p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis
(program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan
dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler
dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid
kolagen dan timbulnya jaringan fibrovesikular, seringkali disertai dengan inflamasi.
12
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
13/30
Lapisan epitel dapat saja normal, menebal atau menipis dan biasanya menunjukkan
dysplasia. 8
Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan
iritan lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. Orang
yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan
lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan orang yang
melakukan aktivitas di dalam ruangan. Kelompok masyarakat yang sering terkena
pterygium adalah petani, nelayan atau olahragawan (golf) dan tukang kebun.
Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan termasuk kemungkinan
adanya keturunan (faktor herediter). 8
Pterygium banyak terdapat di nasal daripada temporal. Penyebab dominannya
pterygium terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun kemungkinan
disebabkan meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area tersebut. Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja seperti lensa
menyamping (side-on) yang dapat memfokuskan sinar ultra violet ke area nasal
tersebut. 8
Teori lainnya menyebutkan bahwa pterygium memiliki bentuk yang
menyerupai tumor. Karakteristik ini disebabkan karena adanya kekambuhan setelah
dilakukannya reseksi dan jenis terapi yang diikuti selanjutnya (radiasi, antimetabolit).
Gen p53 yang merupakan penanda neoplasia dan apoptosis ditemukan pada
pterygium. Peningkatan ini merupakan kelainan pertumbuhan yang mengacu pada
proliferasi sel yang tidak terkontrol daripada kelainan degeneratif. 11
1. Paparan sinar matahari (UV)Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan
terjadinya pterigium. Hal ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada
populasi yang berada pada daerah dekat equator dan pada orang orang yang
menghabiskan banyak waktu di lapangan. 8
13
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
14/30
2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen,
bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan). UV-B merupakan
mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis,
transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan
kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang
terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler
subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat pertumbuhan
jaringan fibrovaskuler. 8
2.5 Faktor Resiko
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni
radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor
herediter4 :
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium
adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan
konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang,
waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor
penting.
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium
dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga
denganpterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium.
14
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
15/30
Wong juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan
penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu,
kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry
eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.4 Kelembaban yang
rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap rokok ,
pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium. 8
4. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui
pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat
pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga. 8
2.5 Patogenesis
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang
paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan
seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin
kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan
konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan
fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada
daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.1
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam
jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi
dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat
jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi
elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus
kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh
15
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
16/30
pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel
dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.1,8,11
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke
kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena
itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari
defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan limbal stem celldi daerah interpalpebra.4
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan
phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan
konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan
fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada
fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks
ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah
bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke
stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.4
2.6 Gejala klinis glaukoma
Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah.
Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang
terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di
daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris.
Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi
sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.2,4,10
Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada
konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada
16
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
17/30
bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat
dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepalapterygium (stoker's line).2,7,8
Pterygium memiliki tiga bagian, yaitu :
- Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea
yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan
lapisan Bowman pada kornea. Garis zat besi (iron line/Stockers line) dapat
dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini juga merupakan area kornea yang
kering.
- Bagain whitish. Terletak langsung setelah cap, merupakan sebuah lapisan
vesikuler tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
- Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak),
lembut, merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area
paling ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk
dilakukannya koreksi pembedahan10
Pembagianpterygiumberdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :
- Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala
pterygium (disebut cap pterygium).
- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk
membran tetapi tidak pernah hilang.4
Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi
ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena
pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga
menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.1,2,4,6,7,11,12
Pembagian lainpterygium yaitu :
1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat
dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis
meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Penderita dengan pemakaian lensa
kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
17
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
18/30
2. Tipe II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,
berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.
3. Tipe III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang
luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva
yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola
mata.10
Pterygiumjuga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :
1. Derajat 1 : jikapterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata
dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.6
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu:
- Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di
depan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium)
- Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
membran, tetapi tidak pernah hilang.
Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus diperiksa
denganslit lamp pterygium dibagi 3 yaitu:
- T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat
- T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat
- T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.
2.7 Pemeriksaan Pterigium
Untuk menentukan seseorang menderita pterigum maka dokter akan melakukan
beberapa pemeriksaan. Berbagai alat diagnostik tambahan untuk menentukan ada
atau tidak adanya pterigium pada seseorang dan berat atau pterigium yang diderita,
serta dini atau lanjut pterigium yang sedang diderita seseorang.
18
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
19/30
Anamnesis
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan penderita seperti mata merah, gatal,
mata sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya
riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah
dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma
sebelumnya.1,2, 6
Pemeriksaaan fisik
Pada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan
konjuntiva. Pterygium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan tebal tetapi
ada juga pterygium yang avaskuler danflat. Perigium paling sering ditemukan pada
konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan
pterygium pada daerah temporal. 6
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea
untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang
disebabkan oleh pterygium.6
a. Pemeriksaan tekanan bola mata
Tonometri merupakan pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola mata seseorang
berdasarkan fungsinya dimana tekanan bola mata merupakan keadaan
mempertahankan mata bulat sehingga tekanan bola mata yang normal tidak akan
memberikan kerusakan saraf optik atau yang terlihat sebagai kerusakan dalam bentuk
kerusakan glaukoma pada papil saraf optik. Batas tekanan bola mata tidak sama pada
setiap individu, karena dapat saja tekanan ukuran tertentu memberikan kerusakan
pada papil saraf optik pada orang tertentu. Untuk hal demikian yang dapat kita
temukan kemungkinan tekanan tertentu memberikan kerusakan. Dengan tonometer
Schiotz tekanan bola mata penderita diukur.
Dikenal 4 bentuk cara pengukuran tekanan bola mata:
19
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
20/30
1. Palpasi, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif.
2. Identasi tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea.
3. Aplanasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea.
4. Tonometri udara(air tonometri), kurang tepat karena dipergunakan di ruang
terbuka.
Pada keadaan normal tekanan bola mata tidak akan mengakibatkan kerusakan pada
papil saraf optik. Reaksi mata tidak sama pada setiap orang, sehingga tidaklah sama
tekanan normal pada setiap orang. Tujuan pemeriksaan dengan tonometer atau
tonometri untuk mengetahui tekanan bola mata seseorang. Tonometer yang ditaruh
pada permukaan mata atau kornea akan menekan bola mata ke dalam. Tekanan ke
dalam ini akan mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam bola mata melalui
kornea.
b. Pemeriksaan kelainan papil saraf optik
Oftalmoskopi. pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan
oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat diiihat saraf optik didalam mata dan akan
dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik
dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok saraf optik pun dapat
menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat terlihat :
Kelainan papil saraf optik
- Saraf optik pucat atau atrofi
- Saraf optik bergaung
Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau
Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar
c. Pemeriksaan Sudut Bilik Mata
Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik
mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda
20
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
21/30
asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah
glaukoma sudut terbuka atau glaukoma sudut atertutup, dan malahan dapat
menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder. Pada gonioskopi dipergunakan
goniolens dengan suatu sistem prisma dan penyinaran yang dapat menunjukkan
keadaan sudut bilik mata. Dapat dinilai besar atan terbukanya sudut:
Derajat 0, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak, kornea dengan
iris, disebut sudut tertutup.
Derajat 1, bila tidak terlihat 1/2 bagian trabekulum sebelah belakang, dan garis
Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit. Sudut sangat sempit sangat
mungkin menjadi sudut tertutup
Derajat 2, bila sebagian kanal Schlemm terlihat disebut sudut sempit sedang
kelainan ini mempunyai kemampuan untuk tertutup
Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlemm masih terlihat termasuk skleral
spur, disebut sudut terbuka. Pada keadaan ini tidak akan terjadi sudut tertutup.
Derajat 4. bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka.
d. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan
tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri
tidak spesifik, karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat
dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan pandang,
sifat progresivitasnya, dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus
adalah khas untuk penyakit ini. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma
terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling dini
adalah semakin nyatanya bintik buta. Berbagai cara untuk memeriksa lapangan
pandang pada glaukoma adalah layar singgung, perimeter Goldmann,Friedmann field
analyzer, dan perimeter otomatis.
2.8 Diagnosis Banding
Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama
yaitu pinguekula danpseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan
21
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
22/30
berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan
kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi
dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim
sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan.
Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.2,4,8,10,12,13
Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya membentuk
sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal degeneration.
Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut
fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan
pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya
seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus
perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada
limbus kornea. Probing dengan muscle hookdapat dengan mudah melewati bagian
bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada
pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body
danpseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda
dengan true pterygium.2,4,7,8
2.9 Penatalaksanaan
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani dengan
menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan
kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat
2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata
pelindung ultraviolet.2,5,9,10,11
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler dan Guilermo Pico, yaitu:8
Menurut Ziegler :
1. Mengganggu visus
2. Mengganggu pergerakan bola mata
3. Berkembang progresif
22
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
23/30
4. Mendahului suatu operasi intraokuler
5. Kosmetik
Menurut Guilermo Pico :
1. Progresif, resiko rekurensi > luas
2. Mengganggu visus
3. Mengganggu pergerakan bola mata
4. Masalah kosmeti
5. Di depan apeks pterygium terdapat Grey Zone
6. Pada pterygium dan kornea sekitarnya ada nodul pungtat
7. Terjadi kongesti (klinis) secara periodik
Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi
adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan
pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya gangguan
pergerakan bola mata.1
Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang
licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan
menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksipterygium kearah limbus. Memisahkan
pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul
perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering
digunakan untuk mengontrol perdarahan. Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi
pilihan yaitu :
1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk
melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu
daerah sklera yang terbuka. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat
rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek
konjungtiva sangat kecil).
3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva
digeser untuk menutupi defek.
23
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
24/30
4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya membentuk lidah pada konjungtiva yang kemudian
dirotasi pada tempatnya.
5. Conjunctival graft : menggunakanfree graftyang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian
dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan
(misalnyaTisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis).
Teknik Operasi Pterygium :
1. Teknik Bare Sklera
- Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi lokal.
- Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum.
- Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc.
- Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir
limbus. Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah
badannya dengan menggunakan gunting1-6.
2. Teknik Conjunctival Autograft
- Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal diukur.
- Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih
besar 1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.
- Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi
konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft.
- Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan
digraft.
- Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan vicryl
8.0 1-6.
3. Amniotic membrane transplantation
Ada juga teknik lain yaituAmniotic membrane transplantation, yaitu
teknikgafting dengan menggunakan membran amnion, yang merupakan lapisan
24
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
25/30
paling dalam dari plasenta yang mengandung membrana basalis yang tebal dan
matriks stromal avaskular. Dalam dunia oftalmologi, membran amnion ini digunakan
sebagai draftdan dressinguntuk infeksi kornea,sterile melts, dan untuk
merekonstruksi permukaan okuler untuk berbagai macam prosedur. Dokumentasi
pertama penggunaan membran amnion ini yaitu yang dilakukan oleh De Rotth pada
tahun 1940 untuk rekonstruksi konjungtiva. Dengan angka kesuksesan yang rendah.
Sorsby pada tahun 1946 dan 1947. Ada juga Kim dan Tseng yang memperkenalkan
kembali ide ini dan mempopulerkannya. Cara kerja teknik ini adalah dimana
komponen membran basalis dari membran amnion ini serupa dengan komposisi
dalam konjungtiva. Untuk alasan inilah teori terkini menyatakan bahwa membran
amniotik memperbesarsupportuntuklimbal stem cells dancornea transient
amplifying cells. Klonogenisitas dipelihara dengan meningkatkan diferensiasi sel
goblet dan non goblet . lebih jauh lagi, hal tersebut dapat menekan diferensiasi
miofibroblast dari fibroblas normal untuk mengurangiscardan pembentukan
vaskuler. Mekanisme ini membantu penyembuhan untuk rekonstruksi konjungtiva,
defek epitel, dan ulserasi stromal. 9
Indikasi :A. Eksisi pterigium
Setelah operasi pengangkatan pterigium, maka akan menyisakan sebuah defek
konjungtival. Defek ini dapat dibiarkan sembuh sendiri, dijahit secara
langsung melalui pendekatan primer, diberikangraftdengan
sebuah autograftkonjungtiva, atau diberikangraftdengan membran amniotik.
Dengan injeksi steroid intraoperatif pada defek jaringan yang mengitarinya. 9
B. Rekonstruksi permukaan konjungtiva
Selain untuk operasi pterigium, AMT juga digunakan untuk teknik
rekonstruksi konjungtiva lainnya. Untuk pengangkatan tumor-tumor
konjungtiva yang meninggalkan defek, maka defek tersebut akan diperbaiki
dengan membran amniotik. Telah dilaporkan penggunaan AMT untuk
25
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
26/30
pembedahanscardansymblepharon. AMT juga dapat digunakan untuk
merekonstruksi permukaan okuler pada kasus konjungtivokalasis,scleral
melts dengan sklera kadaverik. Satu laporan lainnya menyatakan
bahwa trabeculectomy bleb dapat diperbaiki dengan membran amniotik. 9
C. Defisiensi stem sel Limbal
Membran amniotik dapat digunakan pada kasus-kasus defisiensi stem sel
Limbal parsial dan total. Pada kasus-kasus kehilangan stem sel Limbal total,
AMT saja tidak mencukupi dan perlu penggunaan bersamaan dengan
transplantasi stem sel allogenik. Untuk kasus-kasus yang parsial, membran
amniotik menunjukkan dapat meningkatkan epitelisasi dan memperbaiki
penglihatan dengan dan tanpa transplantasi sel Limbal allogenik. 9
Teknik terbaru termasuk penggunaan stem sel otolog dan allogenik yang
diolahdi laboratorium pada membran amniotik lalu mentransplantasikan jaringan
gabungan ini pada kornea yang rusak berat tanpa adanya stem-stem sel endogen.9
Prosedur
Banyak laporan dalam literatur yang menggambarkan penggunaan membran
amniotik yang diambil dari plasenta pada saat operasi sesar dan diawetkanhingga digunakan pada permukaan okuler. Tersedia teknik
pengawetan cryopreserved amniotic membrane dan lazim digunakan dan
menjaga sifat histologis dan morfologis dari jaringan sehat. AMT dapat
ditempelkan pada permukaan okuler secara pembedahan dengan
benang absorbable ataupun yang non-absorbable. Adesivitas jaringan
biologis juga dapat digunakan untuk menempelkan AMT pada permukaan
okuler.9
Resiko
Jaringan alogenik mempunyai resiko transmisi penyakit menular yang tidak
terlihat. Secara umum, membran amniotik didapatkandari donor potensial
yang menjalani operasi sesar yang telah diskrining untuk
26
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
27/30
penyakit menular, seperti; HIV, hepatitis, dan sifilis. Plasenta kemudian
dibersihkan dengan campuran larutan garam yang seimbang, penisilin,
streptomisin, neomisin, dan amfoterisin B. Lalu amnion dipisahkan dari
korion dengan blunt dissectionpada kondisi yang steril, ditempelkan pada
strip kertas nitroselulosa dan disimpan dalam larutan gliserol. Jaringan
tersebut juga disimpan dalam larutan itu untukfresh use atau menggunakan
cryopreservedpada suhu -80 derajat celcius. Hingga saat ini tidak ada laporan
mengenai transmisi penyakit menular pada AMT. 9
2.10 Komplikasi
Komplikasi pterygium meliputi sebagai berikut:6,12
Pra-operatif:
1. Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena
pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme
penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada
kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiribelum jelas. Hal ini diduga akibat tear meniscus antara puncak kornea dan
peninggian pterygium. Astigmat yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat
with the rule dan iireguler astigmat.
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan
menyebabkan diplopia.
Intra-operatif:
Nyeri, iritasi, kemerahan,graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan
perdarahan subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival
27
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
28/30
autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak
mengancam penglihatan. 12
Pasca-operatif:
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:
1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut
kornea,graftkonjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi
retina.
2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis
sklera dan kornea
3. Pterygium rekuren.
Pterygium harus dapat dibedakan dengan pseudopterygium. Pseudopterygium
terjadi akibat pembentukan jaringan parut pada konjungtiva yang berbeda dengan
pterygium, dimana pada pseudopterygium terdapat adhesi antara konjungtiva yang
sikatrik dengan kornea dan sklera. Penyebabnya termasuk cedera kornea, cedera
kimiawi dan termal. Pseudopterygium menyebabkan nyeri dan penglihatan
ganda. Penanganan pseudopterygium adalah dengan melisiskan adhesi, eksisi
jaringan konjungtiva yang sikatrik dan menutupi defek sklera dengan graft
konjungtiva yang berasal dari aspek temporal.10, 11
Selain itu pterygium juga didagnosis banding dengan pinguekula yang merupakan
lesi kuning keputihan pada konjungtiva bulbi di daerah nasal atau temporal limbus.
Tampak seperti penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun karena kualitas air
mata yang kurang baik. Pada umumnya tidak diperlukan terapi tetapi pada kasus
tertentu dapat diberikan steroid topikal.10,11
2.11 Prognosis
Penglihatan dan kosmetik penderita setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan
penderita dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Penderita dengan
pterygium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dangraftdengan
konjungtiva autograftatau transplantasi membran amnion. Penderita dengan rekuren
28
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
29/30
pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau
transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 6 bulan pertama
setelah operasi 6. Penderita dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat
keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai
kacamata sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari11.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Sejak 10 tahun yang lalu penderita mengeluh timbul selaput di mata kanan
dan kiri. Selaput tersebut mengenai bagian terluar bola mata. 2 tahun yang lalu
penderita mengeluh selaput pada mata kanan dan kiri bertambah besar, seperti
sebesar biji selasih yang melewati pinggiran terluar bola mata. Sejak 1 bulan yang
lalu penderita merasa selaput tersebut bertambah besar, seperti sebesar biji kacang
hijau yang melewati pinggiran pupil mata. Penderita mengeluh penglihatan terasa
terganggu. Dari keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit dapat di simpulkan
penderita menderita pterigium nasal pada mata kanan dan kiri.
Dari hasil pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus mata kanan
menurun yakni 6/7.5 dengan pin hole 6/6 false 1, visus mata kiri menurun yakni 6/12
dengna pin hole 6/9 false 1. Pada pemeriksaan konjungtiva bulbi mata kanan dan kiri
di dapatkan jaringan fibrovaskular (+) berbentuk segitiga di sisi nasal dengan apex di
29
-
7/28/2019 Long Case Pterigium
30/30
kornea. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, penderita ini dapat
didiagnosis pterigium ODS dan anomali refraksi ODS.
Penatalaksanaan pada penderita ini adalah inform consent dan pro Bare sklera.
Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir
limbus. Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah
badannya dengan menggunakan gunting1
Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya
masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam bonam karena jika sudah
ditatalaksana dengan baik akan sembuh walau ada kemungkinan mengalami
kekambuhan.