Laporan Tonsilitis Modul 3 Blok THT Kelompok 18
-
Upload
triono-assamsul -
Category
Documents
-
view
103 -
download
26
description
Transcript of Laporan Tonsilitis Modul 3 Blok THT Kelompok 18
Blok 19
Blok 19(ENT and Dentist)
Modul 1
Gangguan ENT and Dentist 1
Group 18
Chendry Febrito (0610007)
Elvin Richella (0610049)
Andreas (0610055)
Anindyagari (0610074)
Andi Susanto (0610114)
Ibnu Katsir M (0610044)
Vellyana Lie (0610147)
Samuel (0610164)
Ananda Dwi Putri (0610200)
Tutor : Surja, dr.
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
Bandung – 2008
ANATOMI
Faring atau kerongkongan adalah daerah persilangan dari bagian atas saluran pernafasan dan
saluran pencernaan, masing-masing melanjutkan diri menjadi laring (tenggorok) dan esophagus.
Faring meliputi 3 bagian yang disebut Nasofaring (epifaring), Orofaring (mesofaring) dan
laringofaring (hipofaring).
Nasofaring diliputi mukosa berepitel kolumnar berlapis dan bercilia, sedangkan orofaring dan
laringofaring diliputi oleh mukosa yang berepitel pipih berlapis. Mukosa ini melapisi bagian
dalam dari otot-otot faring yang terdiri atas :
konstriktor : - m. konstriktor faringis superior
- m. konstriktor faringis medius
- m. konstriktor faringis inferior
elevator : - m. stilofaringeus
- m. palatofaringeus
NASOFARING
Atap nasofaring adalah sesuai dengan dasar dari korpus ossis sfenoidalis yang mengandung sinus
sfenoidalis.
Batas depan dari nasofaring adalah koana yang merupakan muara dari kavum nasi.
Dinding belakangnya sesuai dengan vertebra cervicalis I dan II.
Batas bawahnya dibentuk oleh palatum molle dan rongga nasofaring terpisah dari orofaring pada
waktu menelan oleh kontraksi dari otot-otot palatum molle ( m. tensor veli palatine dan m. levator
veli palatine ) bersama dengan m. konstriktor faringis superior.
Struktur anatomis yang penting dalam klinik :
Pada dinding lateral nasofaring dibelakang dari konka nasi inferior, terdapat muara dari tuba
auditiva yang disebut ostium tubae yang dibatasi di dorsal dan kranialnya oleh tonjolan yang
disebabkan oleh m. levator veli palatine yang melekat pada kartilago tuba auditiva dan disebut
torus tubarius. Pada bayi muara tuba ini terletak setinggi dasar kavum nasi, sehingga selalu
dilewati secret hidung yang mengalir ke nasofaring. Karena itulah mudah terjadi infeksi telinga
tengah melalui tuba ini pada bayi yang pilek.
Di dorsal dari torus tubarius, terdapat lekukan ke lateral dari rongga nasofaring yang disebut
Fossa Rossenmulleri ( resessus faringeus) . Jaringan limfoid di sekitar muara tuba dan di fossa
rossenmulleri ini biasa disebut tonsilla tubaria. Sering terjadi pendangkalan fossa ini oleh
pertumbuhan tumor ganas nasofaring.
Pada pertemuan antara atap dan dinding dorsal nasofaring terdapat adenoid (tonsilla faringea)
yang terdiri atas jaringan limfoid berbentuk lipatan-lipatan vertical.
Pada bagian atas dari dinding dorsal ini kadang-kadang ada satu cekungan atau kantong yang
disebut bursa faringea yang jika meradang, menyebabkan penyakit Thornwaldt (bursitis
nasofaringealis) dengan gejala utama postnasal discharge.
Perlu diingat adanya foramen laserum di sebelah lateral dari atap nasofaring, ini yang merupakan
jalan masuk ke rongga intracranial dari tumor ganas nasofaring.
OROFARING
Batas cranial : palatum molle
Batas kaudal : tepi atas epiglottis
Batas depan : isthmus fausium
Batas dorsal : dinding faring yang menutupi kolumna vertebralis servikalis.
Struktur anatomis yang penting dalam klinik :
Dinding dorsal faring penting karena seringnya mengalami peradangan. Padanya dapat dilihat
adanya granula yakni bercak-bercak jaringan limfoid yang tersebar, dan lateral faringeal bands
(lateral bands) yang merupakan jaringan limfoid berbentuk seperti pita sepanjang dan di dorsal
dari arkus palatofaringeus dan merupakan lanjutan dari tonsila tubaria.
Arkus anterior (arkus palatoglossus) adalah lipatan mukosa yang berisi serabut-serabut m.
palatoglossus.
Arkus posterior (arkus palatofaringeus) adalah lipatan mukosa yang berisi serabut-serabut
m.palatofaringeus.
Fossa tonsilaris adalah cekungan antara kedua arkus anterior dan arkus posterior yang ditempati
oleh tonsila palatine.
Fossa supratonsilaris merupakan sisa fossa tonsilaris pada bagian atas yang tak terisi oleh tonsila
palatine. Pada pembesaran tonsila palatine fossa supratonsilaris ini biasanya menghilang.
Tonsila palatina yang dikenal sebagai tonsil atau amandel, terdiri atas jaringan limfoid yang
tersusun sebagai follikel-follikel dengan sentrum germinativum dan juga terdapat saluran-saluran
yang bercabang-cabang berlapis epitel yang bermuara sebagai kripte-kripte pada permukaan
tonsil. Tonsil ini di sebelah lateral dibatasi oleh m. konstriktor faringis superiordan dipisahkan
dengannya oleh jaringan ikat longgar yang biasanya disebut kapsula, meskipun kapsul ini tidak
meliputi tonsil seluruhnya. Karena jaringan ikat longgar itulah, tonsil dapat dengan mudah
diangkat pada operasi tonsilektomi
LARINGOFARING.
Batas atas : suatu bidang datar setinggi tepi atas epiglottis
Batas bawah : introitus esophagus setinggi kartilago krikoidea atau verteb servikalis VI
Batas depan : aditus laringis
Batas dorsal : dinding faring yang menutupi columna vertebralis servikalis.
Struktur penting dalam klinis :
Vallekula : sepasang cekungan antara radiks lingua dengan epiglottis yang terdapat antara
plika glosso-epiglotika medius dan plika glosso-epiglottika lateralis. Disebut juga “pill
pocket” karena pil dapat tersangkut disini pada orang-orang tertentu.
Fossa piriformis : cekungan di lateral dari plika ariepiglottika. Pada dasar dari fossa
piriformis ini lewat ramus internus n.laringeus superior yang berisi serabut-serabut
sensibel untuk mukosa laring. Anestesi mukosa laring dapat dicapai dengan memberi
anestetikum local disini.
Fisiologi
Fungsi faring
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan untuk
artikulasi.
Fungsi menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.pada
tahap pertama makanan dari mulut ke faring secara volunteer. Tahap kedua, transport makanan
melalui faring, dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esophagus, keduanya secara involunter.
Langkah yang sebenarnya adalah :
Mengunyah makanan ( 1/3 bagian tengah lidah ) elevasi lidah dan palatum mole bolus
masuk ke orofaring. Otot suprahyoid berkontraksi, elevasi tulang hyoid dan laring dan dengan
demikian membuka hipofaring dan sinus piriformis. Secara bersamaan otot laryngis instrinsik
berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari
lidah bagian belakang akan mendorong makanan ke bawah melalui orofaring, gerakan dibantu
oleh kontraksi otot kontriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi.
Peristaltic dibantu oleh gaya berat, menggerakan makanan melalui esophagus dan masuk ke
lambung.
Fungsi faring dalam proses bicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot – otot palatum dan faring.
Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang faring.
Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula - mula m.salpingofaring dan m.
palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama – sama m.kontriksi faring superior. Pada
gerakan penutupan nasofaring m. levator veli palatine menarik palatum mole ke atas belakang
hamper mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan ( fold of )
Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu
pengangkatan faing sebagai hasil gerakan m.palatofaring ( m.salpingofaring) dan oleh kontraksi
aktif m.konstriksi faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang
bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula
pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan
palatum.
Fungsi pernapasan hidung
Bila udara mengalir masuk melalui hidung, aka nada tiga fungsi tertentu yang dikerjakan oleh
rongga hidung ( fungsi pelembabp udaa dari saluran pernapasan atas):
Udara dihangatkan permukaan konka dan septum yang luas.
Udara dilembabkan sampai hamper lembab sempurna sebelum udara meninggalkan
hidung.
Udara disaring.
Bila orang bernapas melaui pipa langsung ke trakea ( trakeostomi), pendinginan dan terutama
efek pengeringan di bagian bawah paru dapat menimbulkan kerusakan dan infeksi paru yang
serius.
Fungsi penyaringan hidung
Menyaring partikel yang besar
Mengeluarkan partikel melalui presipitasi turbulen ( udara masuk ke dalam hidung banyak
penghalang konka, septum dan dinding faring . udara yang masuk itu tidak bisa langsung
merubah alirannya secepat udara, oleh karena itu partikel – pertikel terebut terus maju ke depan
dijerat oleh mucus dan oleh silia faring ditelan.)
Ukuran partikel yang terjerat dlam saluran pernapasan
Hamper tidak ada ukuran partikel yang lebih dari 6 µm yang bisa masuk ke paru lewat hidung
mekanisme turbulensi hidung yang baik.
Mucus yang melapisi saluran pernapasan, dan kerja silia untuk membersihkan saluran
pernapasan
Mucus disekresikan sebagian oleh sel goblet dalm epitel saluran napas dan sebagian lagi oleh
kelenjar submukosa yang kecil.
Fungsi mucus :
Untuk mempertahankan kelembapan permukaan serta menangkap partikel – partikel kecil dari
udara inspirasi dan menahannya untuk tidak terus ke alveoli.
Mucus dikeluarkan dari saluran pernapasan dengan cara sebagai berikut:
Seluruh permukaan saluran napas mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis dilapisi oleh
epitel bersilia dengan kira – kira 200 silia pada masing – masing sel epitel.silia dalam paru
memukul kea rah ata, sedangkan dalam hidung memukul kearah bawah. kedua mekanisme ini
membawa partikel dan mucus masuk ke dalam faring. mukus dan partikel yang dijeratnya tertelan
atau dibatukkan keluar.
Reflek bersin
Berlangsung dalam saluran hidung bukan saluran pernapasan bawah. Rangsangan yang bisa
nimbulin efek bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls afferent berjalan dalam nervus
ke lima menuju ke medulla, dimnan reflek ini dicetuskan. Dalam reflek ini uvula ditekan,
sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, sehingga membantu membersihkan
saluran hidung dari benda asing.
Reflek batuk
Bronkus dan trakea itu sangat sensitive sehingga rangsangan dalam jumlah berapa pun reflek
batuk. Yang paling sensitive di lring dan kanina.
2,5 liter udara diinspirasi epiglottis dan pita suara menutup menjerat udara dalam paru
otot perut kontraksi mendorong diafragma tekanan dalam patu meningkat sampai 100mmHg
atau lebih epiglottis dan pita suara terbuka lebar udara tekanan tinggi keluar batuk.
Histologi
Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang
mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsila
palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih
baik agar lebih tahan terhadap trauma.
Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang
banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.
Namun pada tonsila palatina ini kelenjar-kelenjar tidak bermuara pada dasar kripte sehingga dasar
kripte tidak selalu tercuci. Adanya banyak percabangan dari kripte dan adanya muara kelenjar
yang tidak pada dasar kripte memberi kesempatan untuk mendapat infeksi yang lebih besar.
Sistem Imun
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Sistem imun adalah sekumpulan sel, jaringan, dan organ yang terdiri atas:
bagian yang bisa dilihat seperti kulit, air mata, air liur, hidung dan paru-paru
bagian yang tidak dapat dilihat seperti timus, limpa, sistem limfa, sumsung tulang, sel darah
putih, antibodi dan hormon
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan
limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%,
sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas
sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan
dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik.
Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda
(deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar
toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening
eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Daftar Istilah
Tonsil : massa jaringan berbentuk bulat kecil, terutama jaringan limfoid
Tonsilitis : peradangan tonsil, terutama tonsil palatina
Manuver Valsalva : usaha ekshalasi secara paksa melawan cuping hidung yang tersumbat
dan mulut yang tertutup menyebabkan peningkatan tekanan dalam tuba
Eustachii dan telinga tengah, sehingga membran tympani akan bergerak
ke luar
Rinoskopi anterior : pemeriksaan lubang hidung dengan menggunakan rinoskop terhadap
struktur anterior hidung melalui nares
Rinoskopi posterior : rinoskopi terhadap struktur posterior hidung melalui nasofaring
Detritus : bahan sisa yang dihasilkan atau bekas pengausan atau disintegrasi
bahan atau jaringan
TONSILITIS
Definisi
Peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Etiologi
Bakteri : streptococcus, pneumococcus, staphilococcus
Virus : virus influenza, virus dengue
Jamur
Penyebaran infeksi dapat melalui udara, tangan dan ciuman.
Insidensi
Dapat terjadi pada semua umur.
Sering terjadi pada anak-anak.
Klasifikasi
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilitis viral
Gejalanya lebih menerupai common cold yang disertai nyeri tenggorok.
Penyebab paling sering adalah virus Epstein Barr. H.influenza merupakan
penyebab tonsilitis akut supurativa. Jika penyebab nya virus coxschakie, maka
pada pemeriksaan rongga mulut tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil
yang nyeri. Terapinya istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus jika gejala
berat.
b. Tonsilitis bakterial
Dapat disebabkan Grup A Streptococcus beta hemoliticus (strep throat),
Pneumococcus, Streptococcus viridans, Streptococcus piogenes.
Gejalanya nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam tinggi, lesu, nyeri
sendi.
Terapi nya diberi antibiotik spektrum las, antipiretik dan obat kumur yang
mengandung disinfektan.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi
dan anak. Penyebab nya adalah Coryne bacterium diphteriae.
Gejala umumnya demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, lemas, nadi
lambat serta nyeri waktu menelan.
Gejala lokalnya tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama
makin meluas dan bersatu membentuk membran semu yang dapat menyumbat
jalan nafas. Lama kelamaan kelenjar limfoid di leher semakin membesar
menyerupai leher sapi sehingga disebut Burgemeester’s hals.
Gejala akibat eksotoksinnya berupa kerusakan jantung seperti miokarditis sampai
decompensatio cordis, dapat mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan
otot palatum dan otot pernapasan, pada ginjal menimbulkan albuminuria.
Terapinya diberi ADS ( Anti Difteri Serum), antibiotik, kortikosteroid
b. Tonsilitis septik
Penyebab tersering Streptococcus hemolitikus yang terdapat pada susu sapi.
c. Angina Plaut Vincetnt ( stomatitis ulsero membranosa)
Penyebab nya adalah bakteri spirochaet atau triponema yang didapatkan pada
penderita denga higiene mulut yang kurang dan defisiensi vit C.
Gejala nya demam tinggi, nyeri kepala, lemas, gangguan pencernaan, nyeri di
mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.Terapi antibiotik, Vit C dan
Vit B.
d. Peyakit kelainan darah
i. Leukimia akut
ii. Angina agranulositosis
iii. Infeksi mononukleosis
3. Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan
fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama
dengan tonsilitis akut, bisa juga bakteri gram negatif. Terapi ditujukan pada higiene
mulut dengan berkumur atau obat hisap.
GAMBARAN KLINIS :
1. FASE AKUT
KELUHAN
o Demam mendadak tinggi
o Menggigil
o Gejala flu (malaise, atralgia)
o Nyeri menelan / odynophagia
o Susah menelan / dysphagia
o Otalgia karena nyeri alih
o Bisa disertai obstruksi jalan napas sehingga terjadi sleep apnoe
o Bisa disertai dengan bau mulut / foetor ex ore karena terjadi penumpukan sisa makanan
TANDA
o Tonsil hiperemis & edematous
o Permukaan mengeluarkan eksudat / detritus (bakteri, epitel mati & leukosit) berbentuk :
Folikularis (berupa bintik kuning keabuan)
Lakunaris (apabila bintik sudah menyatu)
Pseudomembrane (apabila terbentuk membran)
2. FASE KRONIS
KELUHAN
o Sefalgia
o Anoreksia
o Obstruksi jalan napas sehingga terjadi sleep apnoe dan gangguan distribusi O2, sehingga
menyebabkan kantuk dan dapat mengganggu kegiatan sehari – hari.
o Bisa disertai dengan bau mulut / foetor ex ore karena penumpukan sisa makanan
TANDA
o Tonsil bisa hypertrophy maupun mengecil dengan adanya sikatrisasi
o Tonsil hiperemis
o Sikatrisasi tonsil sehingga terjadi penarikan dan kripta melebar, tonsil bisa mengecil dan
terjadi perlekatan dengan struktur sekitar, apabila ditekan dapat keluar pus.
o Limfadenopati regional (setinggi angulus mandibularis di depan m. Sternocleidomastoideus)
DASAR DIAGNOSIS
Gejala klinik (Anamnesis)
1. TONSILITIS AKUT : Tonsillitis Streotokokus grup A harus dibedakan dari difteri, faringitis
non bacterial, faringitis bakteri bentuk lain dan mononucleosis infeksiosa. Gejala dan tanda-tanda
yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik hingga 40oC, nyeri tenggorok
dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhu
tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga.
Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lacuna akan tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak
dan nyeri tekan.
Gejala yang sering ditemukan ialah:
Pembengkakan tonsil dan hiperemis tonsil(kadang ditutupi membrane kuning, abu atau
putih.
Rasa sakit pada tenggorok
Onset mendadak
Sakit kepala
Hilang nafsu makan
Malaise
Demam disertai menggigil
Pembengkakan KGB regio leher atau rahang
Sering terjadi gangguan menelan ( disfagia) sehingga terjadi regurgitasi.
Resonator suara terganggu sehingga terjadi rinolalia
Kadang-kadang ditemukan trismus dan hipersalivasi.
2. TONSILITIS KRONIS : Anamnesa ini merupakan hal yang
sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari
anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit
pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas
bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam
dan nyeri pada leher.
Adanya keluhan pasien di tenggorok seperti ada penghalang, tenggorok terasa kering,
pernapasan berbau. Sat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata,
kriptus membesar dan terisi detritus. Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena
serangan tonsilitis akut yang berulang-ulang.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin
tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,
kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di
dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang
purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara
kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
Pemeriksaan Fisik (Physical Diagnosis)
1. TONSILITIS AKUT : Pada pemeriksaan terlihat tonsil yang hiperemis dan edematous
dengan eksudat yang keluar dari muara kripte berupa bintik-bintik putih kekunginan yang
terdirri dari sel-sel epitel deskuamasi, leukosit dan bakteri.Pada tahap ini, tanda inflamasi
pada tonsil karena bakteri dapat serupa dengan virus.Juga terdapat hiperemis tonsil, sekresi
mucus, dan edema nodus lymph.
2. TONSILITIS KRONIS : Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan
parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari
kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju
atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah
dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai "kuburan"
dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.
Pemeriksaan Penunjang
1. TONSILITIS AKUT :
a. Tes Laboratorium : Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri
yang ada dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam
rematik, atau glomerulnefritis. Apus tenggorok :dengan tes ini, dokter mengambil sample dari
secret tonsil. Sampel akan diperiksa untuk mencari etiologi infeksi bakteri maupun jamur.
Complete blood count:pada beberapa kasus CBC diperlukan guna melihat leukositosis yang tidak
wajar terutama pada infeksi virus.
2. TONSILITIS KRONIS :
a. Pemeriksaan Penunjang : Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman
dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan
derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans,
Stafilokokus, atau Pneumokokus.
CARA MEMBANDINGKAN
AKUT KRONIK EKSASERBASI
AKUT
KRONIK
Tonsill hiperemis dan edema Tonsil hiperemis dan edema Tonsil membesar/mengecil
tidak hiperemis
Kripta tidak melebar Kripta melebar Kripta melebar
Detritus +/- Detritus + Detritus +
Perlengketan - Perlengketan + Perlengketan +
DIAGNOSIS BANDING
1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu yang
menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)
a. Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin
sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejala umum sama
seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,
nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran
yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat
eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi
miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok,
badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih
keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring
hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.
c. Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah
diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio
inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda
khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah
domba (Reaksi Paul Bunnel).
2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus
a. Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah buruk karena anoreksi
dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan
pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis Luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini
dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari
gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.
c. Lepra (Lues)
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian menyembuh dan
disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat.
d. Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami ulseasi dan
proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial,
dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.
Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan nyeri tenggorok
(odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan
serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray dan biopsi jaringan.
3. Kanker Tonsil
Keganasan pada tonsil tergantung pada prekursornya. Beberapa diantaranya ialah lymphoma dan
squamous cell carcinoma. Gejalanya antara lain:
Ulkus pada cavum oris
Sakit tenggorok
Adanya massa pada daerah tonsil
Dysphagia
Diagnosis Banding :
Difteri faring
angina Plaut-Vincenti
agranulositosis
leukemia akut
mononucleosis infeksiosa.
Penatalaksanaan:
- kausal , dengan antibiotic
- simptomatik : antipiretik / analgetik
- diet : cair atau halus
Komplikasi :
(sekarang sudah jarang berkat antibiotika)
Lokal - abses peritinsiler
- abses retrofaring
- otitis media akuta
- tonsillitis kronika
Sistemik - septikemia
- endokarditis
- glomerulonefritis akuta
- poliarthritis reumatika
TONSILEKTOMI
INDIKASI : - Tonsilitis akut residivans
- Tonsilitis kronika
- Abses peritonsiler
- Difteri carier
- Tonsil hypertrofis dengan gangguan mekanis
- Tumor jinsk tondil
- Tumor ganas tonsil yang masih operable.
KONRA INDIKASI : - Keadaan umum jelek
- Kelainan darah dan pembuluh darah )
- Epidemi poliomyelitis
TEHNIK OPERASI
1. Tonsilektomi dengan guillotine
Dilakukan dengan anestesi umu. Prinsipnya adalah menjepit daerah Hilus, tonsil yang
tidak lain adalah jaringan ikat longgar atau kapsula dari tonsil dan kemudian secara
tumpul dengan jari telunjuk, tonsil dilepaskan dari pilar anterior dan posterior dan
sepanjang kapsula.
Perdarahan biasanya hanya sedikit dan pembuluh darah yang terpotong diikat. Biasa
dilakukan pada anak-anak.
2. Tonsilektomi dengan disseksi
- Dilakukan dengan anestesi local atau anestesi umum. Incisi dilakukan sepanjang
- pilar anterior dan tonsil dilepaskan dari kapsula atau pilar posterior, dan akhirnya
kutub bawah tonsil dilepas dengan memakai Tonsil snare (jerat tonsil)
Komplikasi :
1. Perdarahan post-operatif : a Primer (early bleeding) terjadi dalam 24 jam pertama
b. Sekunder ( late bleeding ) terjadi sesudah hari ke 2 karena
terjadi infeksi atau karena lepasnya membrane yang menutup
luka.
2. Abses parafaring
3. Sepsis
4. Otitis media
5. Aspirasi bekuan darah dapat mengakibatkan atelektase , bronchopneumonia, abses paru.
ADENOIDEKTOMI
Indikasi : - Adenoiditis kronikdengan gejala-gejala seperti rhinitis, postnasal
Discharge, obstruksi nasi.
- Hipertrofi adenoid
- Oklusi tuba dengan serangan-serangan otalgi, conductive hearing loss.
OMSA, OM serosa kronik
Komplikasi : - perdarahan , biasanya karena masih terdapat sisa jaringan adenoid.
Diatasi dengan mengambil sisa adenoid.
Kalau perlu perdaraha dihentikan dengan tamponade post-nasal.
- Otitis media
Tehnik Operasi :
Dilakukan dengan anestesi umum.
Alat yang dipakai adalah kuret adenoid dan dikerjakan beberapa kali kuretase. Kontrol untuk
mengetahui apakah ada sisa adenoid , dilakukan dengan palpasi. Perdarahan dihentikan
dengan penekanan luka denga n dpper.