Laporan Studi National Health Account Bersumber...

83
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI i Laporan Studi National Health Account Bersumber Swasta Tim Peneliti Hasbullah Thabrany Prastuti Soewondo Mahlil Ruby dan Peneltiti PKEK FKMUI Depok, Desember 2002

Transcript of Laporan Studi National Health Account Bersumber...

Page 1: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI i

Laporan Studi National Health Account

Bersumber Swasta

Tim Peneliti Hasbullah Thabrany Prastuti Soewondo

Mahlil Ruby dan Peneltiti PKEK FKMUI

Depok, Desember 2002

Page 2: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI ii

KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersama ini

tim peneliti menyampaikan Final Report Survai Nasional Pembiayaan Kesehatan di

Perusahaan Swasta Tahun 2002.

Dalam laporan ini disajikan proses penelitian secara keseluruhan dari tahap

persiapan hinga analisis data. Laporan akhir ini baru dapat disajikan pada akhir

November 2002 yang disebabkan oleh berbagai macam hambatan. Kendala utama

adalah terlambatnya pengembalian data dari daerah dan sebagian besar data yang

masuk memerlukan konfirmasi ulang dari sumber data. Setelah itu, proses analisis data

dan penulisan laporan baru dilakukan.

Pada kesempatan ini, izinkanlah tim peneliti menghaturkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Georg Petersen, PhD sebagai WHO

Representative to Indonesia dan dr. Stephanus Indrajaya, MPH, Ph.D. sebagai staff

WHO untuk Indonesia atas bantuan dan dorongan untuk melaksanakan studi ini.

Demikian juga pada Bapak Abdul Choliq Amin, SE, MM. sebagai kepala Biro

Keuangan Depkes RI yang telah memberi masukan dan bantuan administratif sehingga

survai ini berjalan dengan lancar. Hal yang sama disampaikan kepada Direksi PT.

(Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia yang menjadi sponsor utama survai ini.

Demikian juga kepada Direksi PT. (Persero) Jamsostek yang berpartisipasi dalam

pendanaan survai ini. Kepada segenap petugas pengumpul data di seluruh Indonesia tim

peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan. Tidak lupa kami ucapkan

perhargaan yang setinggi tingginya kepada semua perusahaan yang telah bersedia

menjadi responden dalam survai ini. Semoga sumbangsih dari semua pihak yang tidak

dapat disebutkan satu per satu disini mendapatkan imbalan pahala dari Tuhan Yang

Maha Kuasa. Amin.

Seluruh kegiatan ini rencananya dilakukan dalam kurun satu tahun terhitung

sejak penandatanganan kontrak dengan PKEK-FKMUI, yaitu pada bulan Juli 2001.

Tetapi berbagai macam kendala di lapangan, terutama kelangkaan data perusahaan

swasta di lapangan, menyebabkan kegiatan pengumpulan data terhambat beberapa

bulan. Beberapa kendala akan disampaikan pada bagian selanjutnya. Dengan selesainya

survai ini dari tahap pesiapan sampai analisis data, langkah terakhir adalah penulisan

Page 3: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI iii

laporan. Sistematika penyajian laporan studi ini dibagi dalam bab-bab menurut tahapan

survai yaitu:

Bab I. Pendahuluan

Bab II. Persiapan

Bab III. Metodologi

Bab IV. Pengumpulan Data

Bab V. Cleaning, Coding dan Entry Data

Bab VI. Hasil Studi

Bab VII. Pembahasan

Bab VIII. Kesimpulan dan Rekomendasi

Akhir kata, dengan mengambil hikmah dari pepatah "tak ada gading yang tak

retak", maka tim peneliti akan sangat berbesar hati jika sidang pembaca berkenan

meluangkan pikiran dan waktu untuk memberikan masukan-masukan untuk perbaikan

naskah laporan ini.

Depok, Medio November 2002

Tim Peneliti

Page 4: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI iv

EXECUTIVE SUMMARY

National Health Account, sourced by private sector/ third party payer

Center for Health Economic Studies, University of Indonesia

This assessment aimed to provide information on the total health expenditures

sourced by private enterprises/ third party as part of the overall estimation on the

national health account for Indonesia. The study was conducted in early 2001, which

initially planned to include 1,500 private companies as our respondents. Primary data

(self assessment) was used for this assessment where each participating companies

filled out questionnaires.

Results indicated that response rate was quite low (70.53%) due to several

factors such as objection to participate (24,13%) and invalid address of respondents

(5.33%). There were 1,058 companies who completed and returned the questionnaires.

In terms of location, 66% of the private enterprises are located in Java, and 66% of total

sample is small-scale companies with 10-99 employees. In the analysis, private

enterprises are divided into 9 groups by type of industries called KLUI (Kelompok

Lapangan Usaha Industri), using guideline developed by BIDI.

The majority of respondents (86.6%) provide health coverage to their

employees, where most of these were large to medium-scale companies. Health

coverage varies by KLUI, for instance coverage was provided for all-scale (small,

medium, and large) companies in KLUI no. 2 and 4. Meanwhile, KLUI no. 3 and 9

include companies who provide proportionally less health coverage. With respect to

legal entity, non-profit enterprises such as Yayasan (Co-ops) were less likely to provide

healthcare coverage, whereas LLC (Limited Liability Company) and joint venture

enterprises were more likely to consider healthcare as a basic component of their

benefits plans.

Of those respondents who provide health coverage, a majority (83.41%) use one

type only, whether it is JPK Jamsostek, private health insurance, or provide its own

health services (self insured). Companies who provide their own healthcare coverage

account for 6 out of every ten (58.76%). Even though in-house coverage seemed more

popular among employers, study shows that JPK Jamsostek and private health

insurance proved to be more efficient than in-house coverage.

Page 5: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI v

In comparing JPK Jamsostek and private health insurance, study shows small

variance between their costs of health services. Companies who transfer healthcare risk

to JPK Jamsostek and private health insurance account for 28% and 29% respectively.

Average monthly wage per employee is Rp 723,000 while average monthly

healthcare expenditure per employee is Rp 38,000, which account for 5.24% of

monthly wage. Only half of respondents provide healthcare coverage to immediate

families (husband/wife) but of that amount, although 3.8% did not extend coverage to

children. With respect to the retirees, very small amount of companies offer healthcare

benefits to this group.

Total healthcare expenditure from the private enterprises in 2001 was estimated

Rp 6.138 trillion. Projection of expenditures for years 1998, 1999, 2000, and 2002

were Rp 2.803 trillion, Rp 4.669 trillion, Rp 5.749 trillion, and Rp 6.554 trillion,

respectively.

Page 6: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI vi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………. i

EXECUTIVE SUMMARY …………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... v

DAFTAR TABEL …………………………………………………………………... vii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………….. x

BAB I: PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………………… 1

1.2. Tujuan Survai …………………………………………………….. 5

1.3. Manfaat Survai …………………………………………………… 6

BAB II: PERSIAPAN …………………………………………………………. 7

2.1. Pengembangan Instrumen ………………………………………... 7

2.2. Kegiatan-Kegiatan dalam Tahap Persiapan ……………………… 7

2.3. Sponsorship ………………………………………………………. 8

2.4. Tahap Pemantapan Sampel dan Sampling Frame ………………….. 9

BAB III: METODOLOGI ………………………………………………………. 11

3.1. Rancangan Sampel (Sampling Design) ……………………………… 11

3.2. Kerangka dan Besar Sampel ……………………………………... 12

3.2.1. Kerangka Sampel ………………………………………….. 12

3.2.2. Besar Sampel ………………………………………………. 14

3.3. Pemilihan Sampel ………………………………………………… 15

3.3.1. Stratified Random Sampling…………………………………… 15

3.3.2. Systematic Sampling ……………………………………………. 17

BAB IV: PENGUMPULAN DATA ……………………………………………. 18

4.1. Pelatihan Petugas Pengumpul Data ………………………………. 18

4.2. Pengumpulan Data ……………………………………………….. 19

4.3. Penyebab Rendahnya Pengembalian Kuesioner …………………. 20

4.4. Upaya yang Diambil ……………………………………………… 21

BAB V: CLEANING, CODING & ENTRI DATA …………………………….. 22

BAB VI: HASIL STUDI ………………………………………………………... 23

6.1. Gambaran Umum Perusahaan ……………………………………. 23

Page 7: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI vii

6.1.1. Sampel & Uji Representatif Sampel Terhadap Populasi ….. 23

6.1.2. Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah ………………….. 25

6.1.3. Distribusi Menurut Ukuran Perusahaan …………………… 26

6.1.4. Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum ……………. 29

6.1.5. Distribusi Perusahaan Menurut Karyawan ………………... 32

6.1.6. Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan

Kesehatan ………………………………………………….

33

6.2. Gaji dan Biaya Kesehatan Karyawan ……………………………. 36

BAB VII: PEMBAHASAN ……………………………………………………… 53

7.1. Keterbatasan Penelitian …………………………………………... 53

7.2. Situasi Jaminan Kesehatan Karyawan ……………………………. 55

7.3. Jaminan Kesehatan Suami / Isteri dan Anak ……………………... 60

7.4. Jaminan Kesehatan Pensiunan …………………………………… 60

7.5. Ekstrapolasi Biaya Kesehatan Perusahaan Swasta ………………. 60

BAB VIII: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………………….. 68

8.1. Kesimpulan (Summary Hasil) ……………………………………. 68

8.2. Rekomendasi ……………………………………………………... 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1: KUESIONER

LAMPIRAN 2: PEDOMAN PENGISIAN KUESIONER

Page 8: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI viii

DAFTAR TABEL Tabel 3.1: Distribusi Populasi Perusahaan Menurut Kelompok Lapangan Usaha Industri

(KLUI) ..................................................................................................... 12

Tabel 3. 2: Distribusi Perusahaan Menurut Jumlah Tenaga Kerja ................................ 13

Tabel 3.3: Distribusi Sampling Frame Perusahaan Menurut Ukuran Perusahaan ........ 13

Tabel 3.4.: Langkah Menentukan Besar Sampel ........................................................... 15

Tabel 3.5: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI ............................................. 16

Tabel 3.6: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI Setelah Over Sampling ....... 17

Tabel 6.1.: Distribusi Jumlah Kuesioner yang Disebarkan dan Kembali Menurut KLUI

.................................................................................................................. 24

Tabel 6.2.: Distribusi Populasi dan Sampel Perusahaan Menurut Lapangan Usaha

(KLUI) ..................................................................................................... 25

Tabel 6.3.: Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah ..................................................... 26

Tabel 6.4.: Distribusi Perusahaan Menurut Skala Perusahaan ...................................... 27

Tabel 6.5.: Distribusi Sampel Perusahaan ..................................................................... 28

Menurut Wilayah dan Skala Perusahaan ....................................................................... 28

Tabel 6.6.: Distribusi Perusahaan Menurut Bidang Usaha (KLUI) dan Skala

Perusahaan ............................................................................................... 29

Tabel 6.7.: Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum ........................................... 30

Tabel 6.8.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Badan Hukum

Perusahaan ............................................................................................... 30

Tabel 6.9.: Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum dan Skala Perusahaan ....... 31

Tabel 6.10.: Jumlah Karyawan Menurut Bidang Usaha Perusahaan (KLUI) Tahun 2000

.................................................................................................................. 32

Tabel 6.11.: Distribusi Perusahaan Berdasarkan Pemberian Jaminan Kesehatan dan

Skala Perusahaan ...................................................................................... 33

Page 9: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI ix

Tabel 6.12.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan, KLUI, dan

Skala Perusahaan ...................................................................................... 34

Tabel 6.13.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberi Jaminan Kesehatan dan Bentuk

Badan Hukum .......................................................................................... 36

Tabel 6.14.: Proporsi Rata-Rata Biaya Kesehatan Terhadap Gaji Menurut KLUI ....... 38

Tabel 6.15.: Proporsi Rata-rata Biaya Kesehatan Terhadap Gaji .................................. 39

Menurut Skala Perusahaan ............................................................................................ 39

Tabel 6.16.: Distribusi Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan ........................... 40

Menurut KLUI dan Skala Perusahaan Tahun 2000 ....................................................... 40

Tabel 6.17.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Jaminan Kesehatan Menurut

Cara yang Digunakan ............................................................................... 42

Tabel 6.18.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Secara Kombinasi ............ 43

Tabel 6.19.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Dengan Cara Pelayanan

Sendiri Menurut Bentuk Jaminannya ....................................................... 44

Tabel 6.20.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK dengan Pemberian

Pelayanan Sendiri Menurut Lingkup Pelayanan yang Dijamin ............... 45

Tabel 6.21.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Uang Kesehatan ...................... 46

Menurut Metode Pemberiannya .................................................................................... 46

Tabel 6.22.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Uang Kesehatan Menurut Periode

Waktu Pemberiannya ............................................................................... 47

Tabel 6.23.: Distribusi Perusahaan Menurut Proporsi Dana Kesehatan Terhadap Rata-

Rata Gaji Bulanan Karyawan ................................................................... 47

Tabel 6.24.: Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan Menurut KLUI dan ............ 49

Cara Pemberian Jaminan Kesehatan .............................................................................. 49

Tabel 6.25.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Cara Pemberian

Jaminan Kesehatan ................................................................................... 49

Tabel 6.26.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan ............... 50

Page 10: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI x

Pada Suami/Isteri Karyawan .......................................................................................... 50

Tabel 6.27.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Suami /

Isteri Karyawan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Anak ..... 50

Tabel 6.28.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Anak

Menurut Jumlah Anak Yang Dijamin ...................................................... 51

Tabel 6.29.: Distribusi Perusahaan Yang Melakukan Pemberian Jaminan Kesehatan

Pada Pensiunan Karyawan ....................................................................... 51

Tabel 6.30.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha Dan Pemberian Jaminan

Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan ..................................................... 52

Tabel 7.1.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2000 .............. 63

Tabel 7.2.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1999 .............. 64

Tabel 7.3.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1998 ............. 65

Tabel 7.4.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2001 .............. 66

Tabel 7.5.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2002 .............. 67

Page 11: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI xi

DAFTAR LAMPIRAN

- Lampiran 1 : Kuesioner - Lampiran 2 : Pedoman Pengisian Kuesioner

Page 12: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembiayaan kesehatan di

Indonesia didominasi oleh pembiayaan dari sektor swasta, termasuk pembayaran dari

kantong sendiri (out of pocket). Berbagai penelitian memperkirakan bahwa biaya

kesehatan sektor publik (yang dibiayai pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan

asuransi sosial) hanya berkisar pada 25-30% saja (Gani.A., 2002). Pembiayaan

kesehatan oleh pihak ketiga yang bukan bersumber dari pemerintah selama sepuluh

tahun lalu hanya berkisar antara 6-10% dari total pembiayaan kesehatan. Dalam tiga

tahun terakhir, pertumbuhan pembiayaan kesehatan melalui asuransi kesehatan

meningkat sangat pesat mencapai pertumbuhan 30-50% setahun (Thabrany.H., 2000).

Hal ini sejalan dengan semakin mahalnya biaya kesehatan sehingga mendorong banyak

perusahaan melakukan transfer risiko finansial kepada perusahaan asuransi. Di lain

pihak, perusahaan asuransi juga terus melakukan pengembangan produk dan pemasaran

yang agresif sehingga mendorong banyak perusahaan membeli asuransi kesehatan.

Undang-undang Jamsostek yang mewajibkan perusahaan dengan 10 karyawan atau

lebih untuk memberikan jaminan kesehatan turut menunjang pertumbuhan asuransi

kesehatan di Indonesia.

Pada tahun 1999 jumlah premi asuransi kesehatan yang diterima perusahaan

asuransi telah mencapai lebih dari Rp 700 milyar dan di tahun 2000 diperkirakan telah

melampaui Rp 1 triliun (Thabrany.H., 2000). Jumlah tersebut belum termasuk sekitar

Rp 150 milyar yang diterima oleh PT Jamsostek dan sekitar Rp 100 milyar yang

diterima oleh PT Askes Indonesia. Namun demikian, pertumbuhan premi yang besar

tesebut belum tentu menggambarkan semakin luasnya jaminan kesehatan yang

diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya sesuai dengan yang diwajibkan oleh

UU Jamsostek. Disinyalir banyak perusahaan yang belum memenuhi hak karyawan

atas jaminan kesehatan sebagai mana digariskan dalam Konvensi ILO tahun 1952.

Apabila UU Jamsostek dapat dilaksanakan dengan baik, maka sebagian sektor

formal dapat membiayai pelayanan kesehatan bagi karyawannya. Namun demikian,

Page 13: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 2

karena UU Jamsostek mewajibkan majikan secara bersyarat, diduga banyak pengusaha

yang mengambil keuntungan dengan tidak ikut serta dalam Jamsostek tetapi juga tidak

membelikan asuransi melalui perusahaan asuransi. Diduga banyak pengusaha yang

berusaha memanfaatkan subsidi pemerintah dengan memberikan penggantian biaya

pengobatan di fasilitas umum seperti puskesmas atau RS umum yang mutu

pelayanannya relatif rendah dan mendapat subsidi pemerintah. Data sementara dari PT

Jamsostek menunjukkan bahwa dari 17 juta tenaga kerja yang terdaftar sebagai peserta

Jamsostek, hanya 1,1 juta (kurang dari 8%) yang mendapatkan jaminan kesehatan

melalui Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Sementara yang

mendapatkan jaminan asuransi melalui perusahaan asuransi diperkirakan tidak lebih

dari 2 (dua) juta karyawan dengan jaminan yang relatif terbatas. Menurut laporan ILO

Jakarta, terdapat hampir 30 juta tenaga kerja di sektor formal di Indonesia. Dengan

demikian, cakupan tenaga kerja yang mendapat jaminan kesehatan baru mencapai 10-

15% saja, setelah hampir 10 tahun UU Jamsostek dikeluarkan. Sementara diasumsikan

bahwa banyak juga perusahaan yang menyediakan sendiri pelayanan kesehatan atau

memberikan jaminan dalam bentuk penggantian biaya kesehatan atau pemberian uang

kesehatan bulanan.

Sayangnya sampai saat ini belum diketahui seberapa besar potensi sektor formal

ini dalam pembiayaan kesehatan. Bagaimanakah pola dan besarnya pembiayaan

kesehatan oleh perusahaan dengan jumlah karyawan tertentu? Apakah ada

kecendrungan bahwa perusahaan sektor tertentu, misalnya konstruksi atau industri,

lebih sedikit membiayai pelayanan kesehatan dan lebih bergantung dari pelayanan

kesehatan di sektor publik yang disubsidi dibandingkan dengan perusahaan di sektor

keuangan misalnya? Sebarapa besar dana pelayanan kesehatan dari majikan (pihak

ketiga) yang dapat dimobilisir dan ditingkatkan manfaat sosialnya?

Pada saat yang sama, tren di dunia mengarah pada penataan pembiayaan

kesehatan dengan mengembangkan National Health Account yang merupakan catatan

sumber pendanaan kesehatan dan jasa-jasa yang dibiayai dari sumber-sumber tersebut.

Sebagai gambaran, di negara yang tergabung dalam perkumpulan negara-negara

ekonomi maju (OECD’s countries) telah berhasil menyusun analisis perbandingan

belanja kesehatan dengan menggunakan standar definisi yang baku tentang penggunaan

sumber-sumber dana kesehatan dan diperinci menurut sumber-sumber biaya kesehatan

Page 14: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 3

baik dari sektor publik maupun swasta. Analisis perbandingan tersebut telah

menghasilkan temuan penting tentang perbedaan sistem kesehatan yang mampu

menjelaskan variasi tentang besaran dan komposisi pembiayaan di sektor kesehatan.

Pemerintah Federal Amerika bahkan telah mengembangkan pendekatan NHA yang

lebih rinci, yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode yang dilakukan

oleh kelompok negara yang tergabung dalam OECD’s country, yaitu dengan membagi

sumber-sumber dan pemanfaatan biaya kesehatan dalam bentuk “matrik”. Oleh

karenanya, di negara maju, dengan mudah kita mengetahui besarnya pembiayan

kesehatan bersumber dari anggaran pemerintah, asuransi, perusahaan penyedia

langsung, dan dari masyarakat langsung.

Di negara-negara berkembang, analisis pembiayaan kesehatan jauh lebih tidah

terstruktur, meskipun dalam beberapa dekade terakhir ini telah mendapat perhatian dari

para peneliti. Namun demikian, studi NHA telah lama dilakukan oleh sejumlah negara-

negara berkembang. Termasuk diantaranya: (1) Studi NHA di Mexico yang merupakan

bagian dari usulan reformasi kesehatan di Mexico (oleh the Fundacion Mexicana para

la Salud); (2) Series Study di Phillipine (oleh the University of the Philippines dari

tahun 1990 sampai 1995); (3) Studi di Egypt (oleh Biro Perencanaan, Depkes

bekerjasama dengan Harvard University); (4) Studi NHA di Columbia yang merupakan

bagian dari landasan penelitian dalam rangka penerapan reformasi nasional di sektor

kesehatan (joint study by the Department of National Planning, the MOH and the

Superintendency of Health).

Di Indonesia, sampai saat ini belum memiliki informasi tentang NHA. Hal ini

akan sangat mempengaruhi mutu perencanaan strategis pelayanan kesehatan di

kemudian hari baik bagi perusahaan, perusahaan asuransi, maupun bagi pemerintah.

World Health Organization (WHO) merupakan badan kesehatan dunia yang

bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan saat ini memfokuskan pada

penataan pembiayaan kesehatan dengan mengembangkan National Health Account

(NHA). NHA adalah suatu alat untuk meringkas, menggambarkan, dan menganalisis

pembiayaan kesehatan nasional yang menjadi suatu langkah penting dalam menilai

kinerja sistem kesehatan.

Manfaat NHA bagi suatu sistem kesehatan adalah estimasi jumlah dan

kharakteristik biaya kesehatan yang dibelanjakan di suatu negara dan digunakan oleh

Page 15: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 4

pengambil kebijakan atau perencana kesehatan. NHA ini dapat digunakan sebagai input

kebijakan dan sekaligus sebagai alat ukur outcome dari sistem kesehatan di suatu

negara. WHO memakai NHA sebagai alat untuk pemahaman kondisi finansial sektor

kesehatan suatu negara.

Jika NHA telah dikembangkan dengan baik, maka NHA dapat menjawab

beberapa pernyataan antara lain:

1. Bagaimana mobilisasi sumber dana pembiayaan kesehatan?

2. Siapa yang membayar?

3. Apa yang diproduksi?

4. Bagaimana sumberdaya dikelola?

5. Apakah pooling cukup baik?

6. Bagaimana provider dibayar?

7. Bagaimana alokasi sumber daya?

8. Siapa yang menyediakan pelayanan dan pelayanan apa yang diberikan?

9. Untuk siapa pelayanan diberikan?

10. Bagaimana pengeluaran kesehatan didistribusikan dalam kelompok

penduduk seperti kelompok penghasilan, umur, gender, dan daerah dalam

suatu negara?

Berkaitan dengan uraian diatas, Indonesia sampai saat ini belum memiliki data

sumber pembelanjaan kesehatan secara rinci berdasarkan fungsi baik bersumber

pemerintah (publik) dan swasta (masyarakat, asuransi kesehatan, dan pihak

ketiga/perusahaan).

Beberapa studi terdahulu hanya mencakup pembiayaan kesehatan yang

bersumber dari pemerintah (anggaran pemerintah pusat dan daerah) dan bersumber dari

masyarakat.

Estimasi pembiayaan kesehatan bersumber dari masyarakat diambil dari data

out of pocket yang tersedia pada data Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

Namun demikian, belum ada studi yang secara khusus memotret pembiayaan kesehatan

yang bersumber dari perusahaan swasta atau pemberi kerja. Informasi ini sangat

diperlukan untuk mendapat gambaran total pembiayaan kesehatan dan proporsi

konstribusi pihak swasta/pemberi kerja serta khususnya untuk perencanaan pelayanan

Page 16: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 5

kesehatan di tingkat nasional. Hasil survai ini mencoba menjawab pertanyaan-

pertanyaan di atas.

Sehubungan dengan itu, perwakilan WHO di Indonesia, melalui Biro Keuangan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), mengupayakan berbagai

macam studi pembiayaan dalam rangka mendapat gambaran utuh pembiayaan

kesehatan nasional di sektor kesehatan. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEK-FKMUI) mendapat porsi untuk

memotret besaran biaya kesehatan dikeluarkan melalui perusahaan swasta. Beberapa

institusi lain ditugaskan untuk memotret pembiayaan kesehatan yang bersumber dari

pemerintah (Universitas Gajah Mada), masyarakat (Litbangkes, Depkes RI), dan

perusahaan-perusahaan BUMN (Litbangkes, Depkes RI).

1.2. Tujuan Survai

Tujuan umum survai ini adalah melakukan pemetaan pembiayaan kesehatan

oleh perusahaan swasta/ pihak ketiga, khususnya oleh majikan.

Tujuan khusus survai ini adalah:

1. Mengetahui seberapa besar dana jaminan kesehatan yang tersedia melalui

perusahaan swasta, baik langsung dari pemberi kerja maupun yang

dibelanjakan melalui perusahaan asuransi

2. Mendapatkan informasi bagaimana pola pembiayaan kesehatan perusahaan

dilakukan, misalnya apakah dengan menyediakan asuransi, penggantian

biaya, pemberian uang tunai, dengan iur biaya dan sebagainya

3. Melakukan pendataan tentang jenis pelayanan kesehatan yang umumnya

ditanggung oleh perusahaan, misalnya konsultasi dokter, obat, perawatan,

dan sebagainya

4. Mengetahui pola penjaminan kesehatan di berbagai sub-sektor dan berbagai

ukuran perusahaan menurut jumlah tenaga kerja.

5. Mendapatkan informasi kasar tentang pilihan (preference) perusahaan

dalam pemberian jaminan kesehatan bagi karyawannya, misalnya melalui

Jamsostek, penyediaan sendiri, kontrak langsung dengan provider, atau

melalui pembelian asuransi kesehatan.

Page 17: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 6

1.3. Manfaat Survai

Berlandaskan latar belakang singkat yang dikemukakan di atas, maka survai

pembiayaan kesehatan oleh perusahaan merupakan kebutuhan yang sangat esensial dan

mendesak dimiliki oleh pemerintah dan perusahaan asuransi dalam rangka memenuhi

standar National Health Account yang telah disepakati dunia international. Informasi

tersebut akan sangat berguna bagi pengembangan sistem pembiayaan, jaminan

kesehatan bagi karyawan dan delivery pelayanan kesehatan strategis bagi karyawan.

Page 18: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 7

BAB II PERSIAPAN

2.1. Pengembangan Instrumen

Tahap persiapan adalah mengembangkan instrumen yang sudah dilakukan

sejak awal bulan Juli 2001. Dalam rapat tersebut dibahas berbagai komponen yang

akan dimasukkan dalam kuesioner, merancang sampling dan mencari tambahan dana

penelitian untuk penambahan sampel.

Kesepakatan dalam pertemuan ini adalah mengumpulkan data melalui mailing

list dengan memuat variable-variable seperti:

• jenis perusahaan

• lama berdiri perusahaan

• jumlah karyawan

• cakupan jaminan kesehatan (rawat inap , rawat jalan, obat, tindakan)

• pola yang dianut dalam jaminan kesehatan (kelola sendiri, menjadi

peserta JPK Jamsostek, pergantian biaya, beli asuransi kesehatan lain,

memberi uang bulanan)

• penyebab perusahaan tidak menjadi peserta JPK Jamsostek

• besar biaya yang dialokasikan perusahaan untuk kesehatan

• besar biaya kesehatan yang dikeluarkan dalam 3 tahun terakhir

• besar biaya operasional tahunan klinik

• jaminan bagi pensiunan karyawan

2.2. Kegiatan-Kegiatan Dalam Tahap Persiapan

Berikut ini diuraikan kegiatan-kegiatan dalam tahap persiapan:

1. Tahap pengembangan instrumen dilalui dengan beberapa kali penyempurnaan

kuesioner, yang disebabkan karena perubahan metode/cara pengumpulan data.

Awalnya metode pengumpulan data dilakukan melalui mailing list. Dengan

pertimbangan tingkat pengembalian yang rendah (low response rate), eksplorasi

informasi terbatas, dan keterbatasan persepsi dalam pengisian, diputuskan untuk

Page 19: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 8

mengubah cara pengumpulan data dengan wawancara langsung ke pihak

perusahaan. Kuesioner disesuaikan dengan metode wawancara langsung dengan

melibatkan konsultan WHO perwakilan Indonesia, yang kemudian dilanjutkan

dengan uji coba di lapangan. Lampiran 1 dan 2 menunjukkan hasil akhir dari

kuesioner dan pedoman pengisian kuesioner.

2. Paralel dengan studi ini, Litbangkes Depkes RI juga mempunyai kegiatan yang

sama dengan target sasaran berbeda (Badan Usaha Milik Negara). Untuk

penyamaan persepsi dan kesinambungan tujuan penelitian, pengembangan

instrumen juga melibatkan pihak Litbangkes Depkes.

3. Pertemuan lanjutan adalah seminar instrumen (tanggal 26 september 2001) yang di

inisiasi oleh PKEK dengan membuahkan beberapa kesepakan seperti:

♦ Metode penghitungan besar sampel dengan memakai metode incident rate pada

Lameshow.

♦ penarikan sampling dengan metode stratified random sampling

♦ Menyusun daftar perusahaan sesuai dengan jenis industri dan jumlahnya

(sampling frame)

♦ Revisi kuesioner

♦ Draft surat dari Menteri Kesehatan RI yang ditujukan untuk perusahaan

♦ Training petugas pengumpul data

♦ Draft surat ke WHO tentang tambahan kebutuhan dana

2.3. Sponsorship

Berkenaan dengan pengumpulan data secara wawancara langsung, maka

kebutuhan anggaran biaya ternyata melebihi dari anggaran yang telah dialokasikan oleh

pihak donor. Seijin WHO, PKEK telah melakukan penjajakan kepada beberapa calon

donatur yang berminat untuk turut mensponsori studi ini antara lain PT. Jamsostek, PT.

Askes, dan perusahaan asuransi kesehatan swasta lainnya. Hasilnya PT Askes bersedia

sebagai sponsor utama dan PT Jamsostek juga ikut memberikan bantuan dana.

Keterlibatan PT Askes dalam studi ini sangat besar dengan melibatkan langsung pada

pengumpulan data.

Page 20: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 9

Pelatihan tim pengumpul data dari PT Askes dilakukan di Bogor pada bulan

Oktober 2001. Sedang untuk kegiatan pengumpulan data di sekitar Jabotabek,

dilakukan oleh tim peneliti dari PKEK.

2.4. Tahap Penetapan Sampel dan Sampling Frame

Agar semua perusahaan swasta terwakili, idealnya penetapan sampel harus

diambil dari data base seluruh perusahaan milik swasta yang tersebar diseluruh

Indonesia yang dipilih secara proporsif menurut karakteristik perusahaan. Idealnya

sampel dipilih secara proporsif berdasarkan jenis usaha perusahaan (pertanian,

manufaktur, jasa, dll), jumlah pegawai dan lokasi. Tetapi dalam proses penetapan

sampel, ditemukan banyak sekali kendala. Hambatan terbesar adalah kelangkaan data

base yang bersifat nasional dari perusahaan-perusahaan milik swasta. Data yang

diperoleh dari Bussiness Intelegence Data Indonesia (BIDI) mempunyai data lebih dari

55 ribu perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia dan disimpan dalam bentuk CD

(compact disc). Sayangnya data tersebut tidak memiliki informasi jumlah tenaga dari

tiap-tiap perusahaan. Padahal informasi ini sangat diperlukan untuk menentukan besar

sampel. Untuk itu dicarikan tambahan data dari sumber lain untuk kelengkapan

informasi seperti jumlah tenaga, jenis usaha dan lainnya.

Upaya mencari data base perusahaan swasta yang relatif lengkap terus

dilakukan dengan mengadakan pendekatan secara formal ke berbagai pihak seperti

kantor pusat PT. Jamsostek dan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI

(Dirjen Pajak), terutama kepada kepala Pusat Informasi Pajak. Informasi dari PT.

Jamsostek tidak diperoleh, karena data base perusahaan secara lengkap hanya ada di

daerah dan butuh waktu lama untuk meminta ke daerah. Sedang kantor pusat PT

Jamsostek hanya mempunyai data yang bersifat global dan tidak rinci. Demikian juga

dengan Pusat Informasi Pajak yang tidak dapat memberikan data base perusahaan

swasta menurut jenis usaha dan jumlah pegawai karena alasan kerahasiaan perusahaan.

Solusi diperoleh dengan menerima hanya empat variabel yaitu nama perusahaan,

alamat perusahaan, jenis usaha dan jumlah tenaga.

Proses selanjutnya adalah menggabungkan data yang bersumber dari BIDI dan

dari Ditjen Pajak. Data yang dipakai untuk kerangka sampel adalah data dari Ditjen

Page 21: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 10

Pajak, sedang data BIDI dipakai hanya sebagai pedoman penggolongan Kelompok

Lapangan Usaha Industri (KLUI). Setelah selesai penggabungan ini, maka tahap proses

persiapan sampling frame selesai. Proses penggabungan ini menyita banyak waktu

yang menyebabkan pelaksanaan pengambilan data penelitian ini sangat terlambat.

Penelitian ini membutuhkan informasi yang berkaitan dengan data keuangan

perusahaan swasta seperti aset, nilai cair, pengeluaran gaji, dan pengeluaran kesehatan.

Surat pengantar dari Menteri Kesehatan RI dilampirkan untuk meyakinkan bahwa data

yang dikumpulkan akan digunakan untuk penetapan kebijakan di tingkat nasional, dan

tidak disalahgunakan.

Page 22: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 11

BAB III

METODOLOGI

3.1. Rancangan Sampel (Sampling Design)

Populasi Survai adalah seluruh perusahaan swasta yang berbadan hukum,

mempunyai Nomor Pokok Wajib Pakaj (NPWP), dan terdaftar dalam tanda daftar

rekanan (TDR) di Indonesia. Yang dimaksud dengan perusahaan dalam penelitian ini

adalah segala bentuk usaha yang mempekerjakan tenaga kerja, termasuk di dalamnya

Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Koperasi, Firma, CV, Badan Usaha Milik Daerah

dan sebagainya. Dalam mengembangkan kerangka sampel, peneliti mengumpulkan

informasi tentang jumlah dan jenis perusahaan dari berbagai sumber. Data dari berbagai

sumber ternyata menunjukkan jumlah perusahaan yang berbeda, karena perbedaan

kepentingan dan sumber pencatatan. Sebagai contoh: PT. Jamsostek memperkirakan

jumlah perusahaan di Indonesia sebanyak 180.000 buah dimana 70.000 perusahaan

diantaranya aktif menjadi peserta PT. Jamsostek (Purwoko, 2001). Pusat Informasi

Ditjen Pajak Departemen Keuangan RI (2001) menyampaikan jumlah perusahaan

terdaftar di Indonesia adalah 800.000 perusahaan yang telah memiliki NPWP.

Sementara sebuah pusat data informasi bisnis mengeluarkan BIDI (Bussiness

Intelligence Data Indonesia) dengan jumlah perusahaan sebanyak 55.000 buah.

Perbedaan jumlah perusahaan menunjukkan perbedaan kepentingan dalam

pengumpulan data dari perusahaan. Data Ditjen Pajak memang merupakan data yang

paling lengkap, namun demikian data tersebut tidak menunjukkan jumlah perusahaan

yang benar-benar aktif dilapangan karena banyak perusahaan yang didirikan dan telah

memiliki NPWP tetapi dalam prakteknya belum beroperasi. Di lain pihak, banyak

perusahan yang tadinya telah memiliki NPWP dan beroperasi tetapi kemudian

bangkrut, khususnya setelah terjadi krisis. Dengan demikian, jumlah perusahaan yang

memiliki NPWP saja tidak bisa dijadikan patokan tentang jumlah perusahaan yang

sebenarnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan rekonsiliasi data dengan

melakukan stratifikasi jenis industri. Langkah pertama adalah melakukan pengolongan

data Ditjen Pajak sesuai dengan KLUI. Untuk mengetahui jenis industri tertentu

Page 23: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 12

digolongkan ke KLUI tertentu, kami berpedomani jenis industri dari data BIDI. Hasil

rekonsiliasi data ini digunakan sebagai kerangka sampel (sampling frame). Langkah ke

dua adalah melakukan penghitungan jumlah sampel dari masing-masing jenis industri

berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Industri berdasarkan metoda stratified

probability random sampling. Langkah selanjutnya adalah penarikan sampling dari

sampling frame dengan metode Systematic Random Sampling. Berikut ini akan

disampaikan secara rinci langkah-langkah penentuan jumlah sampel tiap KLUI dan

penarikan sampling.

3.2. Kerangka dan Besar Sampel

3.2.1. Kerangka Sampel

Setelah dilakukan validasi jumlah dan jenis perusahaan diperoleh kerangka

sampel berjumlah 239.669 perusahaan. Jumlah ini digunakan sebagai sampling frame

yang terdiri atas 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha industri (KLUI) yang

distribusinya seperti disajikan dalam Tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1: Distribusi Populasi Perusahaan Menurut Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI)

No. KLUI Jumlah Perusahaan %

1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 3.768 1,57

2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 1.470 0,61

3 Industri pengolahan 22.256 9,29

4 Listrik,gas dan air 602 0,25

5 Konstruksi 61.337 25,59

6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomodasi 86.706 36,18

7 Angkutan,penggudangan dan komunikasi 14.789 6,17

8 Lembaga keuangan, real estate usaha persewaan & jasa perusahaan 34.376 14,34

9 Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan 14.365 5,99

TOTAL 239.669 100,00

Page 24: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 13

Tahap selanjutnya adalah membagi ukuran perusahaan dalam 3 kelompok yaitu

perusahan berskala besar, medium dan kecil. Perusahaan besar adalah kelompok

perusahaan yang memiliki tenaga lebih dari 500 orang. Perusahaan berskala medium

adalah kelompok perusahaan yang memiliki tenaga 100-500 orang; dan perusahaan

berskala kecil adalah kelompok perusahaan yang memiliki tenaga 10-99 orang.

Tampilan distribusi perusahaan menurut besaran tenaga kerja (tabel 3.2) terlihat sangat

tidak merata. Perusahaan yang memiliki tenaga di bawah sepuluh digolongkan sebagai

mikro.

Studi ini memfokuskan kepada perusahan yang memiliki karyawan 10 orang

atau lebih sesuai dengan Undang-Undang No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

tenaga Kerja (Jamsostek). Setelah dikeluarkan perusahaan yang memiliki jumlah tenaga

kerja di bawah 10 orang yang berjumlah 175.315 (73,15%) perusahaan, maka sisa

perusahaan sebanyak 64.354 perusahaan dijadikan sebagai sampling frame (tabel 3.3).

Tabel 3. 2: Distribusi Perusahaan Menurut Jumlah Tenaga Kerja

No. Kategori Perusahaan

Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah Perusahaan %

1 Mikro <9 175.315 73,15

2 Kecil 10-99 48.631 20,29

3 Medium 100-499 11.329 4,73

4 Besar >500 4.394 1,83

Total 239.669 100,00

Tabel 3.3: Distribusi Sampling Frame Perusahaan Menurut Ukuran Perusahaan

No. Ukuran Perusahaan

Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah Perusahaan %

1 Kecil <100 48.631 75,6

2 Medium 100-500 11.329 17,6

3 Besar >500 4.394 6,8

Total 64.354 100,0

Page 25: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 14

3.2.2. Besar Sampel

Setelah kerangka sampel berhasil dipetakan, maka peneliti kemudian

mengambil sampel sesuai dengan rumus incidence rate dari Lameshow (Lameshow,

1993). Pengertian Incidence rate dalam studi ini adalah suatu probabilitas perusahaan

yang menyelenggarakan jaminan kesehatan kepada karyawan. Pemilihan probabilitas

50% diambil karena tim peneliti tidak tahu berapa persen perusahaan yang

memberikan jaminan kesehatan, maka secara netral tim memilih 50% probabilitas

sekelompok perusahaan memberikan jaminan kesehatan dalam berbagai bentuk.

Dengan tingkat kemaknaan (alfa) 0.05%. Dengan menggunakan rumus insiden rate dari

Lameshow (1993)) seperti tercantum di bawah ini diperoleh jumlah perusahaan tiap

KLUI minimal 15 perusahaan.

N ={Z1-α/2/ε)2

= (1,96/0.5)2

= 15.3664

Dengan minimal sampel 15 perusahaan untuk tiap KLUI diharapkan dapat

mendeteksi perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan.

Selanjutnya peneliti menghitung kebutuhan sampel untuk dapat mendeteksi pemberian

jaminan di 10 KLUI, 3 (tiga) kelompok perusahaan di masing-masing KLUI (besar,

sedang, dan kecil) dan di 3 (tiga) wilayah (Jawa, Sumatera dan Indonesia bagian

Timur). Untuk mendeteksi pembiayaan kesehatan di masing-masing kelompok yang

berjumlah 90 kelompok ( 3 ukuran perusahaan dikalikan 3 wilayah dan dikalikan 10

KLUI), maka dibutuhkan sampel paling sedikit 1.350 perusahaan (hasil perkalian 90

kelompok dengan minimum sampel 15). Untuk menjaga kemungkinan terjadinya atrisi

karena penolakan, alamat tidak ditemukan, dan alasan teknis lain, maka peneliti

menambah 10% sampel sehinga diperoleh kebutuhan jumlah sampel menjadi 1.485

yang kemudian dibulatkan menjadi 1.500 perusahaan. Secara ringkas perhitungan besar

sampel dapat dilihat tabel 3.4 di bawah ini:

Page 26: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 15

Tabel 3.4.: Langkah Menentukan Besar Sampel

No Kriteria Total

1 Minimum sampel untuk distribusi normal 15

2 Jumlah KLUI 10

3 Ukuran perusahaan 3

4 Daerah 3

Sub total I: 1*2*3*4 1.350

5 Cadangan atrisi 10% 135

Sub Total II 1.485

6 Dibulatkan 1.500

Setelah ditentukan sampling frame dengan menggunakan kriteria BIDI, ternyata

jumlah KLUI pada basis data BIDI hanya ada 9 (sembilan). Pengurangan jumlah KLUI

akan terjadi penguranan besar sampel, tetapi untuk menganntisipasi response rate yang

rendah, tim peneliti sepakat besar sampel tidak diubah.

3.3. Pemilihan Sampel

Penarikan sampel dalam studi ini berdasarkan probability sampling. Proses

pemilihan sampling dilakukan dalam dua metode yaitu stratified random sampling dan

systematic sampling. Langkah-langkah pemilihan itu diuraikan di bawah ini..

3.3.1. Stratified Random Sampling

Pemilihan metode ini ditempuh untuk dapat mengetahui besar sampel masing-

masing strata (KLUI). Proses penentuan besar sampel tiap-tiap KLUI ditentukan

dengan memberi bobot masing-masing KLUI. Dasar pembobotan tiap KLUI adalah

persentase masing-masing KLUI seperti tercantum pada tabel 3.1. Misalnya, KLUI 1

memiliki bobot 1,57 dan untuk mengetahui jumlah sampel di KLUI 1 adalah 1,57

dikalikan 1500 sehingga diperoleh sekitar 24 sampel. Demikian seterusnya untuk

KLUI-KLUI lain.

Page 27: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 16

Setelah tiap KLUI memiliki besar sampel sesuai dengan bobotnya, terlihat KLUI

2 dan 4 sangat terbatas sampelnya seperti ditunjukkan tabel 3.5 di bawah ini. Untuk

meningkatkan probabilitas variasi biaya kesehatan dan pola pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh perusahaan, maka dilakukan over sampling. Metode over samplingnya

adalah menambahkan jumlah pada KLUI 2 dan 4 sehingga masing-masing mencapai

jumlah 24 (jumlah minimal setelah over sampling). Over sampling ini adalah

meningkatkan besar sampel pada KLUI 2 dan 4 dengan mengurangi pada KLUI 6

sehingga total besar sampel tetap 1.500 perusahaan. Tabel 3.6 menunjukkan besar

sampel masing-masing KLUI stelah dilakukan over sampling.

Tabel 3.5: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI

No. KLUI Jumlah

1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 24

2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 9

3 Industri pengolahan 139

4 Listrik, gas dan air 5

5 Konstruksi 383

6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi 543

7 Angkutan, penggudangan dan komunikasi 93

8 Lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan 215

9 Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 90

Total 1.500

Page 28: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 17

Tabel 3.6: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI Setelah Over Sampling

No. KLUI Jumlah

1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 24

2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 24

3 Industri pengolahan 139

4 Listrik, gas dan air 24

5 Konstruksi 384

6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi 508

7 Angkutan, penggudangan dan komunikasi 93

8 Lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan 215

9 Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 90

Total 1.500

3.3.2. Systematic Sampling

Setelah besar sampel menurut masing-masing KLUI telah diperoleh, dilanjutkan

dengan mengambil sampel dari daftar perusahaan yang telah disusun. Perusahaan yang

termasuk katagori BUMN dikeluarkan dari kerangka sampel karena akan disurvai

tersendiri oleh Badan Litbangkes. Pemilihan sampel di masing-masing KLUI memakai

metode systematic sampling. Misalnya, total sampel berjumlah 24 perusahaan dari 200

perusahaan di KLUI 1. Daftar perusahaan diurut sesuai abjad dan diberi nomer 1

sampai 200. Pemilihan sampel dimulai dari nomer urut 1 dan pilihan selanjutnya dipilih

dengan interval 24 yaitu nomor urut 25, interval selanjutnnya adalah nomor 49 dan

seterusnya sampai memenuhi rencana sampel pada KLUI 1. Peneliti memeriksa

keabsahan informasi perusahan yang terpilih seperti kejelasan alamat (jalan, propinsi,

Kabupaten dan kota) dan jumlah tenaga kerja. Bila alamat ternyata tidak jelas, kantor

cabang atau BUMN maka sampel dijatuhkan pada urutan berikutnya. Begitu seterusnya

sampai diperoleh perusahaan yang datanya seperti kriteria inklusi. Jika jumlah sampel

belum terpenuhi, sedangkan urutan sudah mencapai 200, maka pilihan dimulai pada

urutan nomor dua.

Page 29: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 18

BAB IV

PENGUMPULAN DATA

4.1. Pelatihan Petugas Pengumpul Data

Mengingat kompleknya pertanyaan-pertanyaan kuesioner sehingga untuk

menjaga validitas survai memerlukan pelatihan bagi petugas pengumpul data

(kolektor). Pelatihan telah dilakukan dua gelombang seperti telah diuraikan pada bab

sebelumnya. Demikian juga dengan uji coba kuesioner. Tujuan utama uji coba

kuesioner adalah memperoleh informasi terhadap komunikatifnya kuesioner dan

penambahan isu-isu yang belum terakomodir sebelumnya. Uji coba ini telah dilakukan

pada 9 (sembilan) perusahaan di wilayah Jabotabek.

Petugas pengumpul data terdiri dari mahasiswa program S2 (Pasca Sarjana)

Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI),

personil Biro Keuangan Depkes RI dan staf daerah PT Askes. Total petugas pengumpul

data se Jabotabek berjumlah 36 orang. Mahasiswa FKM-UI dan personil Depkes

Petugas adalah pengumpul data di wilayah Jabotabek. Sedangkan personil PT.

(Persero) Asuransi Kesehatan membantu pengumpulan data di wilayah luar Jabotabek.

Pelatihan petugas pengumpul data wilayah Jabotabek dilaksanakan dalam dua

gelombang. Gelombang pertama diadakan di kantor PKEK dan gelombang kedua di

Biro Keuangan Depkes RI. Materi yang diberikan dalam pelatihan adalah pemahaman

kuesioner seperti urutan dan alur dari sistimatika pertanyaan kuesioner yang dilanjutkan

dengan contoh-contoh kasus untuk simulasi pengisian kuesioner. Diskusi juga

menyinggung kendala-kendala yang mungkin terjadi dan antisipasinya dalam proses

pengumpulan data. Proses pelatihan memerlukan waktu 6 jam.

Sedangkan pelatihan untuk wilayah di luar Jabotabek dilakukan kepada wakil

tiap regional PT. Askes. Untuk petugas pengumpul data daerah dilatih 17 regional.

Kemudian wakil tersebut merekrut dan melatih petugas pengumpul data sesuai dengan

kebutuhan di daerahnya. Pelatihan petugas pengumpul data untuk wilayah di luar

Jabotabek diselenggarakan pada tanggal 16 Nopember 2001. Sedangkan pelatihan

petugas pengumpul data untuk wilayah Jabotabek dilakukan pada tanggal 25 Februari

2002.

Page 30: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 19

4.2. Pengumpulan Data

Koordinasi pengumpulan data secara umum dibagi dua koordinator. Pertama;

untuk wilayah Jabotabek pengumpulan data dikoordinir langsung oleh PKEK. Untuk

wilayah di luar Jabotabek, pengumpulan data dilakukan oleh kantor regional dan

cabang PT. Askes di daerah dengan koordinator Divisi Litbang PT. Askes Pusat.

Pada tahap turun ke lapangan, pengumpul data telah dibekali beberapa

pedoman, antara lain:

1. Surat pengantar untuk perusahaan yang ditanda tangani oleh Kepala PKEK dan

diketahui oleh Sekjen Depkes RI

2. Ringkasan Tujuan Penelitian

3. Surat Keterangan/identitas petugas dari PKEK

4. Pedoman Pengisian kuesioner

5. Surat persetujuan dan kerahasiaan data

6. Protap kunjungan perusahaan

Langkah-langkah dalam pengumpulan data ini harus dilakukan oleh petugas

pengumpul data melalui tata cara yang telah dibakukan atau prosedur tetap (protap)

yaitu:

1. Petugas pengumpul data menghubungi perusahaan melalui telpon atau alamat

yang tertulis pada amplop kuesioner

2. Setelah alamat ditemukan, petugas pengumpul data membuat janji bertemu

dengan salah seorang staf yang memiliki wewenang untuk memberikan

informasi perusahaan

3. Petugas pengumpul data memberikan identitas, menceritakan tujuan penelitian,

menunjukkan surat pengantar dari PKEK yang diketahui oleh Sekjen Depkes RI

dan Pernyataan Kerahasiaan.

4. Petugas pengumpul data menawarkan kesiapan perusahaan untuk dilakukan

wawancara.

5. Jika perusahaan tidak siap saat itu untuk diwawancara, maka kuesioner

ditinggalkan untuk dipelajari agar pihak perusahaan memahami pertanyaan-

pertanyaan di dalam kuesioner.

Page 31: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 20

6. Petugas pengumpul data juga menekankan bahwa pertanyaan tentang aset

perusahaan merupakan pertanyaan yang bersifat pilihan (optional).

7. Petugas pengumpul data meninggalkan identitasnya dan membuat janji akan

menghubungi dalam beberapa hari kemudian untuk melakukan wawancara.

8. Jika wawancara akan dilakukan, petugas memberi surat persetujuan dan

kerahasiaan data (informed consent) untuk ditanda tangani oleh perusahaan.

Jika petugas pengumpul data tidak mendapatkan perusahaan yang dimaksud

baik karena pailit, pindah alamat maupun menolak wawancara, petugas pengumpul data

diberikan pilihan untuk memilih perusahaan lain sebagai pengganti dengan kriteria

yang sama dengan perusahaan tersebut (menurut KLUI). Mekanisme pengambilan data

dengan cara ini secara akademis masih sesuai dengan pemilihan sampel yang diuraikan

sebelumnya.

Pengumpulan data ini telah dimulai pada pertengahan Maret 2002 untuk

wilayah Jabotabek dan awal April 2002 untuk di luar Jabotabek. Jumlah kuesioner yang

kembali (Response Rate) adalah 1,058 kuesioner (70.53 %) dari total kuesioner yang

disebarkan sebanyak 1.500 set.

4.3. Penyebab Rendahnya Pengembalian Kuesioner

Ada beberapa penyebab rendahnya pengembalian kuesioner (Response Rate)

yang dapat dirangkum sebagai berikut:

1) Pihak perusahaan keberatan diwawancarai dengan alasan:

a) Pihak perusahaan sibuk atau tidak ada waktu untuk melakukan wawancara

b) Perusahaan mengulur-ulur waktu dengan menyatakan pihak yang berkompeten

sedang tidak berada di tempat

c) Pihak perusahaan khawatir atas kerahasiaan data perusahaan karena terdapatnya

biaya yang tercantum dalam kuesioner

d) Tidak melihat manfaat bagi perusahaan dalam waktu dekat

e) Perusahaan khawatir data yang dikumpulkan akan digunakan untuk

menjatuhkan perusahaan

Page 32: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 21

2) Alamat perusahaan banyak yang telah berubah.

Seperti telah disampaikan sebelumnya, pengambilan sampel awal diambil dari data

base pembayar Pajak. Ternyata data tersebut bukan data terbaru (update). Informasi

yang didapat dari personil pajak menyatakan bahwa pihak pajak baru dapat

menghapus nama perusahaan sebagai pembayar pajak apabila ada laporan bahwa

perusahaan yang telah pailit (tidak aktif). Selama tidak ada surat pernyataan dari

pihak yang berwenang, maka data di perpajakan tetap ada.

4.4. Upaya Yang Diambil

Dalam upaya mengatasi sulitnya akses ke perusahaan, beberapa cara telah

ditempuh:

1) Upaya untuk bekerja-sama dengan Kantor BPS DKI Jakarta untuk merekrut petugas

pengumpul data yang full-time, tidak terlaksana. Hal ini disebabkan karena pada

saat bersamaan mereka sedang melakukan survai rutin mereka sendiri.

2) Upaya lain yang dilakukan adalah merekrut petugas pengumpul data yang penuh

waktu dan mendapat pelatihan khusus untuk wilayah Jabotabek. Setelah menempuh

tahap kedua ini, terlihat kemajuan yang bermakna. Hal ini dicoba di wilayah Jakarta

Selatan dimana 80% kuesioner telah kembali.

Kesulitan pengambilan data yang sering ditemui adalah tidak ditemukannya

perusahaan yang telah disampling oleh PKEK. Hal ini terjadi baik di Jabotabek maupun

di luar Jabotabek. Solusi yang diambil untuk wilayah Jabotabek digantikan secara

random pada wilayah yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika perusahaan yang drop

berdomisili di Jakarta Selatan, maka diganti secara random dengan perusahaan lain di

wilayah bersangkutan dengan KLUI dan jumlah tenaga sama. Sedangkan untuk

wilayah di luar Jabotabek, kebijaksanaan penggantian sampel diserahkan kepada

kantor regional PT. Askes masing-masing. Secara teknis, pihak kantor regional

PT.Askes menggantikan sampel di wilayahnya berdasarkan jenis lapangan usaha

perusahaan dan jumlah karyawannya. Secara akademik, pengambilan pengganti sampel

langsung oleh petugas pengumpul data masih dalam batas kewajaran dan kewajaran ini

akan diuji statistik.

Page 33: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 22

BAB V

CLEANING, CODING, DAN ENTRI DATA

Kegiatan dalam cleaning data adalah pemeriksaan kebenaran alur, kebenaran

pengisian (jumlah uang dan cara penulisannya) dan memastikan isian setiap pertanyaan

dalam kuesioner. Jika kuesioner tidak terisi dengan benar akan dikembalikan kepada

petugas pengumpul data untuk konfirmasi lebih lanjut terutama bagi wilayah

Jabotabek, sedangkan untuk luar Jabotabek dikonfirmasikan melalui telpon, fax dan

email.

Pada fase ini telah terlihat beberapa data yang tidak dapat diisi terutama yang

menyangkut aset dan dana cair serta perincian biaya kesehatan berdasarkan pelayanan

kesehatan. Pengkodean diberikan kepada nama perusahaan asli yang dikonversikan ke

kode KLUI dan pemberian kode sebelum analisis lebih lanjut seperti recode berbagai

variabel yang dapat dianalisis dan membuat dummy table.

Setelah melalui proses di atas, kemudian data dientri dengan perangkat lunak

Microsoft Access. Selanjutnya tim peneliti yang menangani entri data menyeleksi

kembali proses entri awal. Kegiatan ini kami sebut double entri. Setelah diisi kemudian

ditransfer ke STATA 7 dan SAS. Tahap terakhir adalah menganalisis dengan uji

univariat dan bivariat sesuai dengan kebutuhan survai ini.

Page 34: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 23

BAB VI

HASIL STUDI

6.1. Gambaran Umum Perusahaan

6.1.1. Sampel dan Uji Representatif Sampel terhadap Populasi

Jumlah kuesioner yang kembali dan dianalisis adalah 70,53% atau 1.058 buah

perusahaan swasta dari 1.500 buah kuesioner yang disebarkan. Bidang usaha ini

disajikan dalam 9 kelompok yang disebut Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI)

seperti telah disampaikan dalam bab metodologi. Pengelompokkan mengacu pada

kriteria BIDI (Bisnis Intelligent Data Indonesia). Kuesioner yang tidak terisi terdiri dari

362 perusahaan (24,13%) yang menolak berpartisipasi dalam studi ini dan 80

perusahaan (5,33%) yang tidak mengembalikan kuesioner. Walaupun sudah disertakan

surat pengantar dari Menteri Kesehatan yang menjelaskan tujuan penelitian dan

menjamin kerahasiaan data perusahaan, tetapi kenyataan di lapangan masih ditemukan

bahwa banyak perusahaan yang menolak untuk berpartisipasi.

Tabel 6.1. berikut menunjukkan perbandingan antara jumlah kuesioner yang

direncanakan dan jumlah kuesioner yang kembali diterima oleh tim peneliti. Hasilnya

menunjukkan bahwa untuk KLUI tertentu (seperti KLUI no. 5), jumlah kuesioner yang

diperoleh lebih sedikit dari jumlah sampel pada rencana awal. Sebagai contoh, besar

sampel di KLUI no. 5 (Konstruksi) direncanakan sebanyak 383 perusahaan tetapi hanya

terealisasi sejumlah 184 perusahaan. Banyak dari perusahaan konstruksi yang sudah

tidak exist yang mungkin disebabkan karena data dasar perusahaan yang dipakai adalah

data tahun 2000 yang diperoleh dari BIDI. Pengumpulan data ini dilakukan pada awal

tahun 2002.

Sementara di KLUI no. 3 (industri pengolahan) jumlah kuesioner yang

diperoleh lebih besar dari jumlah sampel pada rencana awal. Sebagai contoh, besaran

sample di KLUI no.4 terealisasi 182 perusahaan dari 139 perusahaan yang

direncanakan atau sekitar 130.94% dari rencana awal. Tampak pada tabel 6.1. bahwa

ada 2 KLUI yang mempunyai jumlah kuesioner yang kembali lebih besar dari rencana

awal yaitu KLUI no. 9 (122%) dan KLUI no. 3 (130.9%). Hal ini terjadi karena di

Page 35: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 24

lapangan pengumpul data dapat mencari substitusi sebagai pengganti perusahaan yang

tidak exist atau menolak berpartisipasi. Sementara KLUI yang lain mempunyai proporsi

jumlah kuesioner yang kembali dibawah 100% dengan proporsi paling rendah pada

KLUI konstruksi (no. 5).

Tabel 6.1.: Distribusi Jumlah Kuesioner yang

Disebarkan dan Kembali Menurut KLUI

KLUI Bidang usaha Kuesioner

yang disebarkan

Kuesioner yang

kembali % kuesioner

kembali

1 2 3 4 5 1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan

dan perikanan 23 17 73,91

2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 24 14 58,33 3 Industri pengolahan 139 182 130,90 4 Listrik,gas dan air 24 22 91,66 5 Konstruksi 383 184 38,04 6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan

serat jasa akomondasi 508 320 62,99

7 angkutan,penggudangan dan komunikasi 93 49 52,68 8 lembaga keuangan,real estate usaha

persewaan dan jasa perusahaan 215 160 74,41

9 Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan 90 110 122,22 Total 1.500 1.058 70,53

Tabel 6.2. dibawah menjabarkan distribusi perusahaan pada populasi dan

sampel menurut KLUI. Urutan empat besar di populasi dan sampel perusahaan

menurut KLUI adalah bidang perdagangan besar, eceran dan rumah makan serat jasa

akomondasi (KLUI no. 6) yaitu 30,25% di sampel dan 36,18% di populasi; bidang

konstruksi (KLUI no. 5) yaitu 17,39% di sampel dan 25,59% di populasi; dan bidang

industri pengolahan (KLUI no. 3) yaitu 17,20% di sampel dan 9,29% di populasi; dan

bidang lembaga keuangan, real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan (KLUI no.

8) yaitu 15,12% di sampel dan 14,34 % di populasi.

Page 36: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 25

Tabel 6.2.: Distribusi Populasi dan Sampel

Perusahaan Menurut Lapangan Usaha

(KLUI)

KLUI Bidang usaha Populasi % Sampel %

1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan

3.768 1,57 17 1,61

2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 1.470 0,61 14 1,32 3 Industri pengolahan 22.256 9,29 182 17,20 4 Listrik,gas dan air 602 0,25 22 2,08 5 Konstruksi 61.337 25,59 184 17,39 6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan

serat jasa akomondasi 86.706 36,18 320 30,25

7 Angkutan,penggudangan dan komunikasi 14.789 6,17 49 4,63 8 Lembaga keuangan,real estate usaha

persewaan dan jasa perusahaan 34.376 14,34 160 15,12

9 Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan 14.365 5,99 110 10,40 TOTAL 239.669 100 1.058 100

Representativeness merupakan isu yang paling krusial dalam menjawab

pertimbangan apakah sampel yang dipilih menurut KLUI dapat mewakili seluruh

populasi yang ada. Melalui uji statistik Levene’s test didapat bahwa tidak ada

perbedaan yang bermakna antara proporsi KLUI di populasi dan proporsi KLUI di

sampel dengan nilai p=0,0589. Artinya, hasil survai dapat mewakili (representatif)

populasi, sehingga hasilnya valid untuk di ekstrapolasi ke tingkat populasi.

6.1.2. Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah

Pemilihan sampel dalam studi ini didasarkan pada 9 KLUI, bukan berdasarkan

wilayah/ regional. Walaupun distribusi perusahaan menurut KLUI tersebar di seluruh

wilayah Indonesia, tetapi terlihat bahwa ada tiga propinsi yang tidak terpilih menjadi

sample. Ketiga propinsi tersebut adalah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),

Papua, dan Maluku. Desain pemilihan sampel yang tidak didasarkan pada distribusi

propinsi menyebabkan data ini kurang representatif mewakili propinsi. Walaupun

demikian, tabel 6.3. menjabarkan distribusi sampel perusahaan menurut wilayah.

Page 37: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 26

Hampir sepertiga (27,88%) sampel perusahaan berasal dari wilayah DKI Jakarta

dengan total 295 perusahaan, disusul oleh provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten

dengan jumlah sampel sebanyak 214 perusahaan (20% dari total sampel). Ketiga

propinsi tersebut mewakili hampir separuh (48,11%) total sampel. Pada urutan ketiga

dan keempat terdapat provinsi Jawa Tengah/D.I. Yogyakarta dan provinssi Jawa Timur

dengan jumlah sampel hampir seimbang yakni masing-masing 174 perusahaan dan 142

perusahaan. Secara menyeluruh keenam propinsi di Pulau Jawa ini mewakili 77.9%

dari total sampel yang ada.

Tabel 6.3.: Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah

No Wilayah Total

N % 1 2 3 4 5 6 7 8

Sumatera DKI Jabar & Banten Jateng & DIY Jatim Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi

82 295 214 174 142

70 34 47

7,75 27,88 20,23 16,45 13,42

6,62 3,21 4,44

Total 1.058 100,00

6.1.3. Distribusi Menurut Ukuran Perusahaan

Sebagaimana diketahui bersama, jumlah tenaga kerja di perusahaan mempunyai

varian yang sangat lebar. Untuk kepentingan analisis, studi ini mengelompokkan

perusahaan-perusahaan dalam 3 kategori yaitu perusahaan berskala “kecil” yang

memiliki tenaga kerja 10-99 orang; perusahaan berskala “medium” dengan jumlah

karyawan antara 100- 499 orang; dan perusahaan berskala “besar” dengan jumlah

tenaga kerja >500 orang. Dari distribusi sampel perusahaan menurut ukuran perusahaan

(tabel 6.4.) tampak bahwa majoritas (75%) perusahaan yang berpartisipasi dalam studi

ini masuk dalam kategori perusahaan berskala kecil. Hanya 20% dari total sampel yang

masuk dalam kategori perusahaan berskala medium, sementara jumlah yang masuk

kategori perusahaan berskala besar jumlahnya hanya 7% dari total sampel.

Page 38: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 27

Tabel 6.4.: Distribusi Perusahaan Menurut Skala Perusahaan

No Skala Perusahaan N %

1 2 3

Kecil Sedang Besar

758 222

78

71,64 20,98

7,37

Total 1.058 100

Tampilan pada tabel 6.5. adalah distribusi perusahaan menurut wilayah dan

skala perusahaan. Secara proporsif, perusahaan berskala besar lebih cenderung

berlokasi di wilayah DKI Jakarta (10.58%) dan Jabar/Banten (13.08%), dibanding

dengan wilayah lainnya. Sebagai contoh, di pulau Kalimantan dan Sulawesi masing-

masing hanya terwakili satu perusahaan berskala besar dan majoritas perusahaan yang

menjadi sampel berskala kecil.

Proporsi perusahaan berskala kecil di setiap wilayah cukup besar (lebih dari

60%) kecuali wilayah Jabar dan Banten yang memiliki proporsi perusahaan berskala

kecil kurang dari 60%. Sementara wilayah Sulawesi dan Jateng/DIY mempunyai

proporsi perusahaan berskala kecil lebih dari 80%. Di kelima wilayah lainnya, proporsi

perusahaan berskala medium hanya berkisar antara 15-23%. Sementara DKI, Jabar dan

Banten memiliki proporsi ukuran perusahaan berskala besar yang relatif lebih banyak

dibandingkan daerah lain.

Page 39: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 28

Tabel 6.5.: Distribusi Sampel Perusahaan

Menurut Wilayah dan Skala Perusahaan

No Wilayah

Ukuran Perusahaan Total

Kecil Sedang Besar

n % n % n % N %

1 2 3 4 5 6 7 8

Sumatera DKI Jabar & Banten Jateng & DIY Jatim Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi

53 219 123 142 106

53 23 39

64,63 74,24 57,48 81,61 74,65 75,71 67,65 82,98

25 44 63 26 32 15 10 7

30,49 14,92 29,44 14,94 22,54 21,43 29,41 14,89

4 32 28 6 4 2 1 1

4,88 10,85 13,08

3,45 2,82 2,86 2,94 2,13

82 295 214 174 142

70 34 46

100 100 100 100 100 100 100 100

Total 758 71,64 222 20,98 78 7,37 1.058 100

Tabel berikut (table 6.6.) memperlihatkan distribusi perusahaan berdasarkan

bidang usaha dan skala perusahaan. Tampak bahwa KLUI no.5, 6, 8, dan 9 memiliki

perbedaan proporsi sampel yang relatif besar antara perusahaan berskala kecil dengan

yang berskala medium dan besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok-

kelompok usaha tersebut jumlah perusahaan berskala kecil adalah sangat dominan.

Sedangkan pada KLUI no. 3 tidak tampak perbedaan jumlah perusahaan yang

menyolok antara yang berskala kecil, sedang, dan besar. Sementara pada KLUI no. 1

dan 4 tidak ada perusahaan berskala besar yang mewakilinya.

Page 40: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 29

Tabel 6.6.: Distribusi Perusahaan Menurut Bidang

Usaha (KLUI) dan Skala Perusahaan

KLUI Skala Perusahaan

Jumlah Kecil Sedang Besar

1 2 3 4 5 6 7 8 9

9 9

84 15

152 243

36 123

87

8 4

63 7

26 55 11 29 19

- 1

35 - 6

22 2 8 4

17 14

182 22

184 320

49 160 110

Total 758 222 78 1.058

6.1.4. Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum

Badan hukum digolongkan dalam tujuh golongan sesuai dengan status hukum

yang mengacu pada akte pendirian perusahaan (akte notaries). Badan hukum dibagi

menjadi 7 kategori dimana kategori ke 7 (lain-lain) merupakan bentuk badan hukum

perusahaan yang tidak dapat digolongkan kedalam enam golongan lainnya seperti

restoran, rumah-makan, salon, dan sebagainya. Kelompok usaha ini tetap memiliki

tenaga kerja. Tabel 6.7. menunjukkan bahwa lebih dari separuh perusahaan berbadan

hukum PT (57,94%) dan yang terkecil berbadan hukum PMA (1,5%). Perusahaan

berbadan hukum CV/NV/Firma berjumlah hampir seperlima (17,3%). Secara umum,

badan hukum berbentuk PT dan CV/NV/Firma mewakili sekitar 75% dari total sampel

perusahaan yang ada.

Page 41: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 30

Tabel 6.7.: Distribusi Perusahaan

Menurut Badan Hukum

No Badan Hukum n % 1 PT 613 57,92 CV/NV/Firma 183 17,33 Yayasan 79 7,54 Koperasi 66 6,35 PMA 16 1,56 BUMD 28 2,77 Lain-lain 73 6,9 Total 1.058 100,0

Tabel 6.8.: Distribusi Perusahaan Menurut

Lapangan Usaha dan Badan Hukum Perusahaan

KLUI

Jumlah %

BADAN HUKUM Total

PT CV Yayasan Koperasi PMA BU MD Lain-lain

1 N 12 3 2 17 % 70.6% 17.6% 11.8% 100.0%2 N 9 1 3 1 14 % 64.3% 7.1% 21.4% 7.1% 100.0%3 N 143 16 2 5 16 182 % 78.6% 8.8% 1.1% 2.7% 8.8% 100.0%4 N 5 2 1 13 1 22 % 22.7% 9.1% 4.5% 59.1% 4.5% 100.0%5 N 83 94 2 1 1 3 184 % 45.1% 51.1% 1.1% .5% .5% 1.6% 100.0%6 N 191 43 5 33 5 5 38 320 % 59.7% 13.4% 1.6% 10.3% 1.6% 1.6% 11.9% 100.0%7 N 43 5 1 49 % 87.8% 10.2% 2.0% 100.0%8 N 106 14 3 19 1 9 8 160 % 66.3% 8.8% 1.9% 11.9% .6% 5.6% 5.0% 100.0%9 N 21 5 69 7 2 6 110 % 17.6% 4.6% 63.9% 6.5% 1.9% 5.6% 100.0%

Total N 613 183 79 66 16 28 73 1058 % 57.9% 17.3% 7.5% 6.3% 1.5% 2.7% 6.9% 100.0%

Page 42: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 31

Distribusi sampel pada tabel 6.8 di atas menggambarkan bahwa badan hukum

PT dan CV ada di setiap lapangan usaha (KLUI). Demikian halnya dengan badan

hukum berbentuk koperasi juga ada di hampir seluruh KLUI, kecuali dalam bidang

pertambangan dan penggalian (KLUI 2). Sedangkan badan hukum berbentuk yayasan

sangat dominan di bidang jasa kemasyarakatan (KLUI 9). Bidang usaha perdagangan

besar, eceran, rumah makan, serat, jasa akomodasi (KLUI 6) dan bidang usaha lembaga

keuangan, real estate, persewaan dan jasa perusahaan (KLUI 8) diwarnai oleh semua

bentuk badan hukum perusahaan. Badan hukum perusahaan yang terjun dalam bidang

pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan (KLUI 1) dan bidang usaha

angkutan, penggudangan dan komunikasi (KLUI 7) hanya PT, CV/NV/ Firma, dan

koperasi. BUMD sangat dominan dalam sektor usahanya bidang KLUI 4 (listrik, gas

dan air).

Tabel 6.9.: Distribusi Perusahaan Menurut

Badan Hukum dan Skala Perusahaan

No

Badan Hukum

Skala Perusahaan Jumlah (%) Kecil (%) Sedang (%) Besar (%)

1 PT 376 (61,5) 170 (27,8) 67 (10,6) 613 (100)2 CV/NV Firma 165 (90,2) 15 (8,2) 3 (1,6) 183 (100)3 Yayasan 62 (78,5) 14 (17,7) 3 (3,8) 79 (100)4 Koperasi 57 (86,4) 7 (10,6) 2 (3,0) 66 (100)5 PMA 11 (68,8) 3 (18,8) 2 (12,5) 16 (100)6 BUMD 20 (71,4) 6 (21,4) 2 (7,1) 28 (100)7 Lain-lain 65 (89,0) 7 (9,6) 1 (1,4) 73 (100)

Total 756 (71,6) 222 (21,0) 80 (7,4) 1.058 (100)

Tabel 6.9. menggambarkan bahwa skala perusahaan tidak tergantung pada

bentuk badan hukum perusahaannya. Pada setiap badan hukum perusahaan terdapat

ketiga skala perusahaan, yaitu perusahaan berskala kecil, medium, dan besar. Badan

hukum PMA sekalipun, sebagian besar perusahaannya berskala kecil (68,8%). Namun,

bersama badan hukum PT, perusahaan PMA secara proporsi memiliki persentase

perusahaan ukuran besar yang tertinggi yakni PMA 12,5% dan PT 10,6%.

Page 43: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 32

6.1.5. Distribusi Perusahaan Menurut Karyawan

Jumlah karyawan dari 1.058 sampel perusahaan pada tahun 2001 adalah

259.738 orang. Sebesar 42% karyawan berada pada KLUI perdagangan besar, eceran &

rumah makan, serat dan jasa akomodasi (KLUI 6), 25% karyawan bekerja di bidang

industri pengolahan (KLUI 3) dan 16% bekerja di bidang usaha lembaga keuangan, real

estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan (KLUI 8). Ketiga bidang usaha tersebut

mencakup 82% dari total sampel karyawan. Distribusi karyawan secara rinci dapat

dilihat pada tabel 6.10.

Tabel 6.10.: Jumlah Karyawan

Menurut Bidang Usaha Perusahaan

(KLUI) Tahun 2001

KLUI Bidang Usaha Jumlah Karyawan %

1 pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 1.907 1 2 pertambangan dan penggalian (quarrying) 2.102 1 3 industri pengolahan 63.976 25 4 listrik,gas dan air 2.031 1 5 Konstruksi 16.042 6 6 perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa

akomondasi 109.005 42

7 angkutan,penggudangan dan komunikasi 11.935 5 8 lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa

perusahaan 39.330 15

9 jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan 13.410 5 Total 259.738 100

Bila dibandingan antara tabel 6.10. dan tabel 6.2. terlihat bahwa jumlah

karyawan menurut lapangan usaha berkolerasi dengan proporsi jumlah perusahaan

menurut lapangan usaha (KLUI) dalam populasi. Artinya, makin besar proporsi KLUI

makin besar jumlah tenaga kerjanya. Perbedaan jumlah tenaga yang mencolok antara

proporsi KLUI dalam populasi ada pada KLUI 5 (bidang usaha konstruksi). Proporsi

jumlah perusahaan KLUI no. 5 pada populasi adalah sekitar 17%, dimana jumlah ini

lebih besar dibandingkan dengan proporsi jumlah perusahaan di KLUI no. 3 (bidang

usaha industri pengolahan). Namun, jumlah karyawannya sangat jauh berbeda. Jumlah

Page 44: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 33

karyawan KLUI no. 3 jauh lebih besar dibandingkan dengan KLUI 5. Penyebab utama

dari perbedaan ini adalah jenis pekerjaan KLUI 5 lebih bersifat musiman atau

kontrakan dibandingkan KLUI 3. Jumlah tenaga kerja KLUI 5 tergantung pada tahapan

kegiatan konstruksi. Pada tahap awal kegiatan, direkrut jumlah tenaga kerja yang

banyak. Sebaliknya, pada tahap finishing hanya dibutuhkan sedikit tenaga. Disamping

itu, kegiatan konstruksi pada tahun 2001 sangat menurun karena kondisi ekonomi yang

belum membaik.

6.1.6. Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan

Sebagian besar perusahaan (86,6% atau 916 perusahaan) telah memberikan

jaminan kesehatan pada karyawan dalam berbagai bentuk manfaat (asuransi kesehatan

melalui pihak ketiga, penggantian biaya, penyediaan pelayanan sendiri, atau tunjangan

kesehatan). Selebihnya, sekitar 13,4% (142 perusahaan) sama sekali belum

memberikan jaminan kesehatan pada karyawan. Tabel 6.11. menampilkan distribusi

perusahaan yang telah memberikan dan belum memberikan jaminan kesehatan.

Bila dilihat lebih rinci, perusahaan yang berskala medium dan besar cenderung untuk

memberi jaminan kesehatan kepada karyawannya. Sementara perusahaan yang tidak

memberikan jaminan kesehatan sebagian besar berada pada perusahaan berskala kecil

(82%).

Tabel 6.11.: Distribusi Perusahaan

Berdasarkan Pemberian Jaminan

Kesehatan dan Skala Perusahaan

Skala Perusahaan

Memberi Jaminan % Tidak

Memberi % Total %

Kecil Sedang Besar

622 217

77

82,06 97,75 98,72

136 5 1

17,94 2,25 1,28

758 222

78

100 100 100

Total 916 86,58 142 13,42 1.058 100

Tabel berikut (tabel 6.12) mencoba melihat apakah ada perbedaan perilaku

dalam memberi jaminan kesehatan di masing-masing KLUI. Menarik untuk diamati

bahwa seluruh perusahaan (100%) yang bergerak dalam bidang pertambangan dan

Page 45: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 34

penggalian (KLUI no. 2) dan bidang listrik, gas dan air (KLUI no. 4) telah memberi

jaminan kesehatan kepada karyawan. Hal ini terdapat di perusahaan berskala kecil,

medium, maupun besar. Demikian halnya terjadi di perusahaan industri pengolahan

(KLUI no.3), hampir semua perusahaan memberi jaminan kecuali perusahan yang

berskala kecil masih ada 3,57% yang belum memberikan jaminan kesehatan.

Perusahaan yang bergerak dibidang jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI

no.9) mempunyai perilaku yang berbeda. Majoritas perusahaan di KLUI ini berskala

kecil dan hampir 25% dari jumlah tersebut belum memberikan jaminan kesehatan.

Secara umum lapangan usaha yang paling buruk dalam pemberian jaminan

kesehatan kepada karyawan ialah bidang konstruksi (KLUI 5) disusul bidang jasa

kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI 9). Hampir 25% perusahaan konstruksi

(KLUI no.5) dan 20% perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI

no.9) yang disurvai tidak memberikan jaminan kesehatan. Perusahaan konstruksi

berskala kecil merupakan perusahaan yang paling jarang memberi jaminan kesehatan

yakni 26,32%, disusul oleh perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan

berskala kecil yaitu 24,14%.

Tabel 6.12.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian

Jaminan Kesehatan, KLUI, dan Skala Perusahaan

KLUI Lapangan Industri Ukuran Perusahaan Memberi % Tidak

Memberi % Total

1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan

Kecil Sedang Sub total

7 8

15

77,78 100

88,24

2 - 2

22,22 -

11,76

9 8

17 2 Pertambangan dan

Penggalian Kecil Sedang Besar Sub total

9 4 1

14

100 100 100 100

- - - -

- - - -

9 4 1

14 3 Industri pengolahan Kecil

Sedang Besar Sub total

81 63 35

179

96,43 100 100

98,35

3 - - 3

3,57 - -

1,65

84 63 35

182 4 Listrik, gas dan air Kecil

Sedang Sub total

15 7

22

100 100

100

- -

-

- -

-

15 7

22

5 Konstruksi Kecil 112 73,68 40 26,32 152

Page 46: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 35

Sedang Besar Sub total

23 6

141

88,46 100

76,63

3 -

43

11,54 -

23,37

26 6

184 6 Perdagangan besar, eceran

dan rumah makan, serat, jasa akomodasi

Kecil Sedang Besar Sub total

200 54 22

276

82,30 98,18

100 86,25

43 1 -

44

17,70 1,82

- 13,75

243 55 22

320 7 Angkutan, pergudangan dan

komunikasi Kecil Sedang Besar Sub total

28 11 2

41

77,78 100 100

83,67

8 - - 8

22,22 - -

16,33

36 11

2 49

8 Lembaga keuangan, real estate, ussaha persewaan dan jasa perusahaa

Kecil Sedang Besar Sub total

104 28 8

140

84,55 96,55

100 87,50

19 1 -

20

15,45 3,45

- 12,50

123 29

8 160

9 Jasa Kemasyarakatan, sosial, dan perorangan

Kecil Sedang Besar Sub total

66 19 3

88

75,86 100

75 80

21 - 1

22

24,14 -

25 20

87 19

4 110

Total Kecil Sedang Besar Sub total

622 217

77 916

82,06 97,75 98,72 86,58

136 5 1

142

17,94 2,25 1,28

13,42

758 222

78 1058

Tabel berikut (tabel 6.13) mengamati adanya pola pemberi jaminan kesehatan

menurut bentuk badan hukum perusahaan. Tampak bahwa untuk perusahaan berbadan

hukum PMA cenderung untuk lebih taat pada peraturan ketenagakerja, yaitu memberi

jaminan kesehatan pada karyawannya. Pola seperti ini ada di perusahaan berbadan

hukum PT dan BUMD, dimana majoritas telah memberi jaminan kesehatan. Sementara

perusahaan berbadan hukum koperasi, CV/NV/Firma, dan yayasan merupakan badan

hukum yang cenderung tidak memberikan jaminan kesehatan. Sekitar 25% dari total

perusahaan berbadan hukum CV/NV/Firma dan yayasan belum memberi jaminan

kesehatan.

Page 47: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 36

Tabel 6.13.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberi

Jaminan Kesehatan dan Bentuk Badan Hukum

No Badan Hukum Memberi Tidak memberi Jumlah

n % n % n % 1 PT 558 91,03 55 8,97 613 100,002 CV/NV/Firma 142 77,60 41 22,40 183 100,003 Yayasan 61 77,22 18 22,78 79 100,004 Koperasi 48 72,73 18 27,27 66 100,005 PMA 16 100,00 - - 16 100,006 BUMD 27 96,43 1 3,57 28 100,007 Lainnya 64 87,67 9 12,32 73 100,00 Total 916 86,58 142 13,42 1.058 100,00

6.2. Gaji dan Biaya Kesehatan Karyawan

Salah satu tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapat gambaran estimasi

biaya kesehatan yang dikeluarkan melalui perusahaan swasta. Berbagai pertanyaan

dilontarkan untuk menggali besaran pembiayaan kesehatan yang bersumber dari sektor

perusahaan swasta dan sekaligus menghitung proporsi biaya tersebut terhadap rata-rata

gaji karyawan.

Hasilnya, seperti ditampilkan pada tabel 6.14, menunjukkan bahwa rata-rata gaji

karyawan per bulan pada tahun 2001 adalah Rp.723,000. Gaji karyawan termasuk gaji

pokok, bonus, insentif, tunjangan, upah yang dikeluarkan oleh perusahaan. Rata-rata

gaji ini mungkin saja di estimasi terlalu tinggi (over estimate) yang dikarenakan oleh

variasi gaji yang sangat lebar dari beberapa perusahaan PMA atau perusahaan lainnya.

Sebagai contoh, perusahaan pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) memberikan

gaji rata-rata per bulan terbesar yakni Rp 884.075,-, sementara rata-rata gaji terendah

yaitu Rp 572.759,- diterima oleh karyawan yang bekerja di perusahaan pertanian,

peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan (KLUI no.1). Rata-rata gaji yang

diterima oleh karyawan juga bervariasi sesuai dengan skala perusahaan. Semakin besar

skala perusahaan, semakin tinggi rata-rata gaji karyawannya. Secara berurutan rata-rata

gaji karyawan perusahaan berskala kecil, sedang, dan besar berturut-turut adalah

Rp.710,000, Rp.747,000, dan Rp.779,000.

Page 48: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 37

Studi ini secara spesifik menanyakan rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan

melalui perusahaan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih ada sebagian

perusahaan yang belum memberi jaminan kesehatan pada karyawannya. Dari

perusahaan yang telah menyediakan jaminan kesehatan, rata-rata biaya kesehatan

karyawan per bulan adalah Rp.38,000. Rata-rata biaya kesehatan bervariasi lebar dari

Rp 70.089,-/orang/bulan dinikmati oleh karyawan yang bekerja di perusahaan

pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) dan yang terendah adalah Rp 28.150,-

/orang/bulan diterima oleh karyawan yang bekerja di perusahaan angkutan,

pergudangan, dan komunikasi (KLUI no.7). Bila alokasi biaya kesehatan dilihat dari

skala perusahaan, ternyata tidak ada perbedaan yang bermakna antara alokasi biaya

kesehatan di perusahaan berskala kecil dan berskala besar dengan rata-rata biaya

kesehatan berkisar antara Rp 34,000 pada perusahaan berskala kecil dan sedang sampai

Rp. 42,000 pada perusahaan berskala besar.

Salah satu kriteria kecukupan biaya kesehatan adalah menghitung proporsi

biaya kesehatan terhadap rata-rata gaji karyawan. Sebagai contoh, pegawai negeri sipil

(PNS) dikenakan premi 2% dari gaji pokok untuk biaya kesehatan karyawan dan

keluarganya. Sedang PT Jamsostek mengenakan premi sejumlah 3% dari gaji pokok

untuk lajang dan 6% untuk yang telah berkeluarga. Hasil studi menunjukkan bahwa

secara rata-rata proporsi biaya kesehatan karyawan terhadap rata-rata gaji ialah 5,24%.

Proporsi ini jelas berbeda menurut KLUI. Perusahaan bidang listrik, gas, dan air (KLUI

no.4) serta perusahaan bidang pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) berturut-turut

memiliki proporsi pengeluaran kesehatan terbesar yakni 8,14% dan 7,93% dari rata-rata

gaji karyawan sebulan. Sedangkan perusahaan bidang angkutan, pergudangan, dan

komunikasi (KLUI no.7) serta perusahaan bidang lembaga keuangan, real estate, usaha

persewaan, dan jasa perusahaan (KLUI no. 8) mempunyai proporsi terendah yakni

berturut-turut 4,12% dan 4,85% dari rata-rata gaji.

Page 49: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 38

Tabel 6.14.: Proporsi Rata-Rata Biaya

Kesehatan Terhadap Gaji Menurut

KLUI

No. Lapangan Usaha Rata-2 Gaji/org/bln

Rata-2 Biaya Kes/org/bln

% Biaya Kes

(d/c*100)

a B c d e

1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan

572.759 31.609 5,52

2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 884.075 70.089 7,93

3 Industri pengolahan 702.548 34.567 4,92

4 Listrik, gas, dan air 694.354 56.492 8,14

5 Konstruksi 693.172 39.206 5,66

6 Perdagangan besar, eceran dan rumah makan, serat, jasa akomodasi

707.538 37.580 5,31

7 Angkutan, pergudangan, dan komunikasi 683.916 28.150 4,12

8 Lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan

876.087 42.497 4,85

9 Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan

654.457 32.257 4,93

Total 722.954 37.913 5,24

Sementara, tabel 6.15. memperlihatkan bahwa walaupun nilai absolut biaya

kesehatan/orang/bulan yang tertinggi adalah pada perusahaan besar dan yang terendah

adalah pada perusahaan berskala medium, tetapi secara relatif perusahaan berskala

kecil (5.48%) mempunyai proporsi biaya kesehatan terhadap gaji yang hampir sama

dengan perusahaan berskala besar (5.42%) dibanding dengan perusahaan berskala

medium yang hanya kontribusi sebesar 4,49% dari gaji karyawan.

Page 50: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 39

Tabel 6.15.: Proporsi Rata-rata Biaya

Kesehatan Terhadap Gaji

Menurut Skala Perusahaan

No. Ukuran Perusahaan

Rata-2 Gaji/org/bulan

Rata-2 Biaya Kes/org/bulan

% Biaya Kes (d/c*100)

A B C D E

1 Kecil 710.085 38.897 5,48

2 Sedang 747.058 33.554 4,49

3 Besar 779.408 42.247 5,42

Total 722.954 37.913 5,24

Tentunya rata-rata biaya gaji dan biaya kesehatan bervariasi menurut KLUI dan

skala perusahaan seperti ditunjukkan dalam tabel 6.16. Terlihat ada tiga kategori

perusahaan yang memberikan rata-rata gaji sedikit diatas Rp 1 juta/bulan yakni

perusahaan angkutan, penggudangan dan komunikasi (KLUI no.7) yang berskala besar;

dan perusahaan lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan

(KLUI no.8) yang berskala sedang; serta perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial dan

perorangan (KLUI no. 9) yang berskala besar. Sementara jika dilihat berdasarkan

proporsi biaya kesehatan dari biaya gaji tampak dua KLUI yang mempunyai alokasi

diatas 10%: (a) perusahaan pertambangan dan penggalian (KLUI no. 2) yang berskala

medium yaitu 13,15%; dan (b) perusahaan listrik, gas dan air (KLUI no.4) yang

berskala kecil yaitu 11,32%. Ada kemungkinan bahwa tingginya persentase biaya

kesehatan tersebut lebih disebabkan karena gaji dari kedua KLUI tersebut relatif lebih

kecil dari rata-rata total.

Page 51: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 40

Tabel 6.16.: Distribusi Rata-rata Biaya

Kesehatan/Karyawan/Bulan

Menurut KLUI dan Skala Perusahaan Tahun 2001

No. Lapangan Usaha Ukuran Perusahaan

Rata-2 Gaji/org/

bulan

Rata-2 Biaya

Kes/org/ bulan

% Biaya Kes

(e/d*100)

a B c d e f 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Kecil 548.064 44.255 8,07 Perburuan dan Perikanan Sedang 600.540 20.543 3,42 Sub total 572.759 31.609 5,52

2 Pertambangan & Penggalian Kecil 990.543 68.146 6,88 (Quarying) Sedang 658.748 86.632 13,15 Besar 827.174 21.404 2,59 Sub total 884.075 70.089 7,93

3 Industri Pengolahan Kecil 681.354 31.582 4,64 Sedang 679.078 32.844 4,84 Besar 795.658 44.577 5,60 Sub total 702.548 34.567 4,92

4 Listrik, Gas dan Air Kecil 646.980 73.250 11,32 Sedang 795.870 20.582 2,59 Sub total 694.354 56.492 8,14

5 Konstruksi Kecil 684.825 40.541 5,92 Sedang 732.399 31.925 4,36 Besar 734.648 42.189 5,74 Sub total 693.172 39.206 5,66

6 Perdagangan Besar, Eceran & Rmh Mkn,

Kecil 688.320 39.199 5,69

Serat, Jasa Akomodi Sedang 777.449 33.711 4,34 Besar 745.030 32.364 4,34 Sub total 707.538 37.580 5,31

7 Angkutan, Penggudangan & Komunikasi Kecil 683.919 27.890 4,08 Sedang 606.830 19.724 3,25 Besar 1.107.829 78.145 7,05 Sub total 683.916 28.150 4,12

8 Lembaga Keu, Real Estate Usaha Kecil 844.775 39.726 4,70 Persewaan & Jasa Perushn Sedang 1.083.458 48.843 4,51 Besar 605.795 56.310 9,30

Page 52: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 41

Sub total 876.087 42.497 4,859 Jasa Kemasyarakatan, Sosial & Kecil 661.783 35.172 5,31 Perorangan Sedang 534.587 21.991 4,11 Besar 1.064.504 33.157 3,11 Sub total 654.457 32.257 4,93 Total Kecil 710.085 38.897 5,48 Sedang 747.058 33.554 4,49 Besar 779.408 42.247 5,42 Total 722.954 37.913 5,24

Pemberian jaminan kesehatan kepada karyawan bisa dilakukan melalui berbagai

metode/cara. Studi ini mengelompokkan dengan tiga cara, yaitu mengikut-sertakan

karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek, membeli premi dan bergabung dengan

asuransi kesehatan swasta, dan menjamin pelayanan sendiri (self insured). Cara

pertama dan kedua mengikuti prinsip asuransi dimana perusahaan memindahkan risiko

biaya pengobatan karyawan (dan/atau keluarganya) kepada pihak ketiga (third party)

dinataranya pada pihak PT. Jamsostek dan perusahaan asuransi swasta (termasuk PT

Askes program sukarela). Sedangkan cara ketiga berarti perusahaan menyelenggarakan

sendiri pemberian jaminan kesehatan kepada karyawannya termasuk menanggung

risiko fluktuasi/variasi biaya berobat karyawan (dan/atau keluarganya).

Pada dasarnya ada empat bentuk penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan

cara pelayanan sendiri, yaitu: (a) penyelenggaraan poliklinik sendiri; (b) penggantian

biaya berobat; (c) kontrak dengan klinik lain; dan (d) pemberian uang kesehatan; (e)

berbagai kombinasinya. Sebuah perusahaan mungkin memberikan jaminan kesehatan

kepada karyawan dengan kombinasi dari berbagai cara diatas. Hal ini terjadi karena

perusahaan tidak mungkin memberikan jaminan kesehatan yang sama untuk berbagai

tingkat jabatan karyawan. Misalnya, tingkat tehnis pelaksana bisa menerima/cukup

puas dengan jaminan kesehatan yang ditawarkan oleh JPK Jamsostek yang mempunyai

paket manfaat terbatas pada pelayanan kesehatan dasar (yankesdas) dan harus dilayani

di PPK (Pusat Pelayanan Kesehatan) terpilih (biasanya rawat jalan di Puskesmas).

Sedangkan tingkat manajer keatas (termasuk direksi), lebih cenderung memilih jaminan

Page 53: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 42

dengan paket manfaat yang lebih komprehensif dan kualitas PPK yang lebih baik.

Paket manfaat seperti ini biasanya disediakan oleh asuransi swasta.

Pada tabel 6.17. tampak bahwa dari 916 perusahaan yang memberikan jaminan

kesehatan kepada karyawan, sebagian besar perusahaan (764 perusahaan atau 83,41%)

memilih pemberian jaminan kesehatan secara tunggal. Artinya, perusahaan hanya

menggunakan satu cara pemberian jaminan kesehatan, apakah dengan cara

menyertakan karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek saja, atau membelikan asuransi

kesehatan swasta saja atau memberi jaminan pelayanan sendiri saja. Selain itu, terdapat

sekitar 16.52% (152 perusahaan) yang memberikan jaminan kesehatan secara

kombinasi dari dua atau tiga cara.

Pemberian jaminan kesehatan secara tunggal didominasi dengan cara menjamin

pelayanan sendiri (449 perusahaan atau 58,76%). Apabila dikombinasi dengan cara

yang lain, jumlah perusahaan yang memberikan pelayanan sendiri mencapai 559 buah

(61%). Hal ini menunjukkan bahwa enam dari sepuluh perusahaan yang memberikan

jaminan kesehatan kepada karyawan memilih melakukannya sendiri, termasuk

menanggung risiko terjadinya variasi biaya kesehatan karyawan. Sementara itu,

proporsi perusahaan yang memilih pihak ketiga sebagai pemberi jaminan kesehatan

bagi karyawan masih relatif kecil, yang masing-masing adalah 28% untuk PT

Jamsostek dan 29% untuk asuransi kesehatan swasta.

Tabel 6.17.: Distribusi Perusahaan yang

Memberikan Jaminan Kesehatan Menurut

Cara yang Digunakan

Cara pemberian jaminan kesehatan

Tunggal % Kombinasi % Jumlah %

Jamsostek 152 16,59 104 11,35 256 27,95 Pelayanan sendiri 449 49,02 110 12,01 559 61,03 Askes swasta 163 17,79 101 11,03 264 28,82 Total 764 83,41 152 16,59 916 100,00

Berikut ini (tabel 6.18) adalah telaah lebih dalam atas 152 perusahaan yang

memberikan jaminan kesehatan secara kombinasi. Tampak bahwa sebagian besar

perusahaan memilih kombinasi dua cara. Jumlah perusahaan yang memberikan

Page 54: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 43

kombinasi dua cara memiliki proporsi hampir sama yakni (a) kombinasi Jamsostek dan

Pelayanan sendiri (34%); (c) kombinasi Jamsostek dan Askes Swasta (28%); dan (c)

kombinasi Pelayanan sendiri dan Askes Swasta (32%). Hanya sebagian kecil (11

perusahaan atau 7%) yang memakai kombinasi dari ketiga cara.

Tabel 6.18.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan

JPK Secara Kombinasi

Kombinasi cara pemberian JPK Jumlah %

Jamsostek + Pel. sendiri 51 33,55

Jamsostek + Askes swasta 42 27,63

Pel. sendiri + Askes swasta 48 31,58

Jamsostek + pel. Sendiri + Askes swasta 11 7,24

Total 152 100,00

Seperti telah disebutkan, ada 559 perusahaan yang memberikan jaminan

kesehatan dengan cara pelayanan sendiri (tabel 6.17). Ada banyak cara dan kombinasi

pemberian jaminan kesehatan melalui pelayanan sendiri, antara lain mempunyai

poliklinik sendiri, pergantian biaya, kontrak dengan klinik swasta/puskesmas, dan

pemberian uang kesehatan langsung pada karyawan. Hasil studi ini menunjukkan

bahwa 50,81% dari perusahaan yang memakai cara pelayanan sendiri memilih untuk

memberi uang kesehatan saja, dan 29.16% nya memilih cara pergantian biaya berobat

saja. Hanya 1.97% (11 perusahaan) yang memilih menyelenggarakan poliklinik

sendiri. Data menunjukkan jumlah perusahaan yang memberikan uang kesehatan

dengan berbagai kombinasinya mencapai 325 buah.

Page 55: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 44

Tabel 6.19.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Dengan Cara

Pelayanan Sendiri Menurut Bentuk Jaminannya

Bentuk jaminan Jumlah % Poliklinik sendiri 11 1,97 Penggantian biaya 163 29,16 Poli. sendiri + penggantian biaya 15 2,68 Kontrak dengan klinik 29 5,19 Kontrak dengan klinik + poli. sendiri 2 0,36 Kontrak dengan klinik + penggantian biaya 10 1,79 Poli. sendiri + penggantian biaya + kontrak dengan klinik 4 0,72 Uang kesehatan 284 50,81 Uang kesehatan + poli. sendiri 1 0,18 Uang kesehatan + penggantian biaya 29 5,19 Uang kesehatan + poli. Sendiri + penggantian biaya 2 0,36 Uang kesehatan + kontrak dengan klinik 5 0,89 Uang kesehatan + poli. sendiri + kontrak dengan klinik 1 0,18 Poli. sendiri + penggantian biaya + kontrak dengan klinik + uang kesehatan

3 0,54

Total 559 100,00

Studi ini juga menggali jenis paket manfaat yang diberikan kepada karyawan.

Secara normative, cakupan manfaat harus ditawarkan secara komprehensif yang

meliputi rawat jalan, rujukan, obat-obatan, penunjang medis, pemeriksaan penunjang

dan rawat inap.

Tabel 6.20 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh perusahaan yang

memberikan JPK dengan cara pelayanan sendiri (56,35% dari 559 perusahaan) tidak

memberikan jawaban tentang lingkup pelayanan kesehatan karyawan yang mereka

jamin. Dari yang memberikan jawaban, 11% menyatakan hanya memberikan jaminan

rawat jalan dan 2,5% hanya memberikan jaminan rawat inap. Sedangkan yang

menyatakan memberikan jaminan rawat jalan dan rawat inap mencapai 13,6%.

Pelayanan lain yang dijamin oleh cukup banyak oleh perusahaan ialah pelayanan obat,

rawat jalan, dan rawat inap (2%); dan masing-masing 3% untuk pelayanan

laboratorium, obat, rawat jalan, dan rawat inap; serta pelayanan operasi, laboratorium,

Page 56: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 45

obat, rawat jalan, dan rawat inap. Menarik untuk disimak bahwa ternyata ada

perusahaan yang hanya menjamin pelayanan obat saja (empat perusahaan atau 0,7%)

atau pelayanan laboratorium saja atau pelayanan operasi saja masing-masing satu

perusahaan atau 0,2%.

Tabel 6.20.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK

dengan Pemberian Pelayanan Sendiri Menurut Lingkup

Pelayanan yang Dijamin

Lingkup pelayanan yang dijamin Jumlah % Rajal 61 10,91 Ranap 14 2,50 Rajal +Ranap 76 13,60 Obat 4 0,72 Obat + Rajal 8 1,43 Obat + Ranap 1 0,18 Obat + Rajal + Ranap 11 1,97 Laboratorium 1 0,18 Lab. + Ranap 2 0,36 Lab. + Rajal + Ranap 5 0,89 Lab. + Obat 3 0,54 Lab. + Obat + Rajal + Ranap 17 3,04 Operasi 1 0,18 Operasi + Rajal 2 0,36 Operasi + Ranap 4 0,72 Operasi + Rajal + Ranap 8 1,43 Operasi + Obat + Rajal 1 0,18 Operasi + Obat + Ranap 1 0,18 Operasi + Obat + Rajal + Ranap 2 0,36 Operasi + Lab. + Ranap 1 0,18 Operasi + Lab. + Rajal + Ranap 1 0,18 Operasi + Lab. + Obat 2 0,36 Operasi + Lab. + Obat + Rajal 1 0,18 Operasi + Lab. + Obat + Rajal + Ranap 17 3,04 Pemberian uang kesehatan tanpa melihat jenis pelayanan

315 56,35

Total 559 100,00

Page 57: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 46

Tabel 6.21. menggambarkan bahwa dari 325 perusahaan yang memberikan

jaminan kesehatan berupa uang kesehatan, separuh diantaranya diberikan dalam bentuk

tunjangan biaya kesehatan (216 perusahaan) yang diterima oleh karyawan sebagai

bagian dari gaji. Sementara 25% (81 buah) dari perusahaan yang memberi jaminan

berupa uang kesehatan hanya memberi uang jika karyawan (atau keluarganya) sakit. Di

samping uang kesehatan, perusahaan juga memberikan kombinasi jaminan kesehatan

seperti poli sendiri, penggantian biaya, dan kontrak dengan klinik.

Tabel 6.21.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Uang Kesehatan

Menurut Metode Pemberiannya

Bentuk jaminan Tunjangan biaya kes.

Diberikan jika sakit Jumlah

Uang kesehatan 216 68 284 Uang kes. + poli. sendiri 1 . 1 Uang kes. + pengg. biaya 21 8 29 Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya 2 . 2 Uang kes. + kontrak dg. klinik 1 4 5 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik 1 . 1 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. Biaya

2 1 3

Total 163 81 325

Tabel 6.22. memperlihatkan bahwa dari 325 perusahaan yang memberikan

jaminan kesehatan berupa uang kesehatan, 285 perusahaan memberikan secara teratur

dalam termin bulanan. Sepuluh persen memberikan uang kesehatan secara tahunan.

Hanya sebagian kecil yang memakai cara triwulanan (8 dari 325 perusahaan).

Page 58: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 47

Tabel 6.22.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Uang

Kesehatan Menurut Periode Waktu Pemberiannya

Bentuk jaminan Bulanan Triwulan Tahunan Jumlah Uang kesehatan 256 7 21 284 Uang kes. + poli. sendiri 1 . . 1 Uang kes. + pengg. biaya 20 1 8 29 Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya 2 . . 2 Uang kes. + kontrak dg. klinik 4 . 1 5 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik 1 . . 1 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. biaya

1 . 2 3

Total 285 8 32 325

Tabel 6.23. menunjukkan bahwa hampir 10% (32 dari 325 perusahaan) yang

menyediakan jaminan kesehatan berupa uang kesehatan sebesar lebih dari 30% dari

rata-rata gaji per bulan. Walaupun majoritas dari perusahaan (70,76%) memberikan

uang kesehatan kurang dari 10% dari rata-rata gaji per bulan.

Tabel 6.23.: Distribusi Perusahaan Menurut Proporsi Dana

Kesehatan Terhadap Rata-Rata Gaji Bulanan Karyawan

Jenis Jaminan < 10 % 10-19% 20-29% >=30% Total Uang kesehatan 207 39 15 23 284 Uang kes. + poli. sendiri 1 . . . 1 Uang kes. + pengg. biaya 15 3 4 7 29 Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya 2 . . . 2 Uang kes. + kontrak dg. Klinik 3 . 2 . 5 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik 1 . . . 1 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. Biaya

1 . . 2 3

Total 230 42 21 32 325

Page 59: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 48

Pada tabel 6.24. tampak bahwa dari tiga cara pemberian jaminan kesehatan pada

karyawan, rata-rata biaya kesehatan/karyawan/bulan dengan cara pelayanan sendiri saja

adalah Rp 38.021,-, Angka ini lebih besar dibandingkan dengan cara mengikut-sertakan

pada JPK Jamsostek saja (Rp 35.709,-) maupun mengikut-sertakan pada asuransi

kesehatan swasta saja (Rp 35.895,-).

Rata-rata biaya kesehatan per karyawan per bulan terbesar pada pelayanan

sendiri diduduki oleh perusahaan bidang listrik, gas, dan air (KLUI no.4) sebesar

Rp.86,000 disusul kelompok pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) sebesar

Rp.69,000. Rata-rata biaya kesehatan terkecil ada di kelompok usaha jasa

kemasyarakatan, sosial, dan perorangan dan usaha angkutan, pergudangan, dan

komunikasi (KLUI no. 9 ) sebesar Rp 30,000.

Sementara pada pemberian jaminan kesehatan melalui JPK Jamsostek, rata-rata

biaya kesehatan per karyawan per bulan terbesar diduduki oleh perusahaan yang

bergerak di bidang lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa

perusahaan (KLUI no.8) yaitu sebesar Rp 66,000 dan yang terkecil terdapat di bidang

pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan (KLUI no.1) sebesar

Rp.50,000; disusul oleh kelompok jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI

no.9 ) sebesar Rp 19,000.

Biaya JPK Jamsostek sebesar lima ribu rupiah per karyawan per bulan sekaligus

menggambarkan rendahnya rata-rata gaji yang diberikan oleh perusahaan tersebut,

hanya berkisar antara Rp 83,000 sampai Rp 167,000, mengingat besar iuran JPK

Jamsostek adalah 3% bagi pekerja lajang dan 6% bagi pekerja yang telah berkeluarga.

Perlu diperhatikan bahwa jumlah sampel perusahaan yang memiliki biaya kesehatan

yang terkecil hanya satu buah (tabel 6.26). Sehingga hasilnya kurang representatif dan

mempunyai keterbatasan dalam generalisasi. Sebaliknya, rata-rata biaya kesehatan per

orang per bulan tertinggi sebesar Rp 66,000 juga menimbulkan pertanyaan, mengingat

batas maksimal iuran JPK Jamsostek per bulan hanya Rp 30,000 bagi pekerja lajang

dan Rp 60,000 bagi yang telah berkeluarga.

Sedangkan pada perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan karyawan

dengan cara mengikut-sertakannya sebagai peserta asuransi kesehatan swasta saja, rata-

rata biaya per karyawan per bulan terbesar ditempati oleh kelompok usaha

pertambangan dan penggalian (KLUI no. 2) yaitu sebesar Rp 83,000. Rata-rata biaya

Page 60: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 49

kesehatan yang terkecil adalah kelompok industri pengolahan (KLUI no. 3) dan

kelompok listrik, gas, dan air (KLUI no. 4) berturut-turut sebesar Rp 23,000 dan Rp

25,000.

Tabel 6.24.: Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan Menurut KLUI dan Cara Pemberian Jaminan Kesehatan

Lapangan usaha Jamsostek Pel.

Sendiri Jamsostek

+ Pel.sendiri

Askes swasta

Jamsostek+

Askes swasta

Pel. sendiri+ Askes swasta

Jamsostek+Pel.sendiri+Askes swasta

Total

Pertanian 5.140 38.235 26.271 30.169 . 36.194 . 31.609 Pertambangan 35.417 68.649 . 83.025 . . 21.404 70.089 Industri 36.622 32.287 32.681 23.345 28.104 76.008 41.667 34.567 Listrik 25.287 86.308 25.000 25.185 75.798 38.578 . 56.492 Konstruksi 30.700 40.291 72.091 34.989 38.511 47.779 38.373 39.206 Perdagangan 31.164 40.117 35.940 33.946 51.008 33.936 37.837 37.580 Angkutan 30.108 30.239 7.876 26.943 . 35.838 10.579 28.150 Lemb. Keuangan

65.920 37.929 43.258 40.577 41.933 46.743 14.472 42.497

Jasa 19.196 30.133 19.540 39.190 35.543 33.326 88.326 32.257 Total 35.709 38.021 40.122 35.895 43.141 44.626 34.347 37.913

Tabel 6.25.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Cara Pemberian Jaminan Kesehatan

Lapangan usaha Jamsos tek

Pel. Sendiri

Jamsostek+

Pel.Sendiri Swasta

Jamsostek+

Swasta

Pel. Sendiri+Swas

ta

Ketiganya Jumlah

Pertanian 1 6 2 5 . 1 . 15 Pertambangan 1 5 . 7 . . 1 14 Industri 45 86 13 19 6 9 1 179 Listrik 3 10 1 5 1 2 . 22 Konstruksi 35 65 9 21 5 3 3 141 Perdagangan 40 134 12 55 15 18 2 276 Angkutan 7 19 2 7 . 4 2 41 Lemb. Keuangan 16 71 9 25 12 6 1 140 Jasa 4 53 3 19 3 5 1 88 Total 152 449 51 163 42 48 11 916

Page 61: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 50

Tabel 6.26. memperlihatkan bahwa 11 dari 20 perusahaan tidak memberikan

jaminan kesehatan bagi suami/isteri karyawan. Hanya 45% perusahaan yang

menyediakan jaminan kesehatan bagi suami atau isteri dari para karyawan. Demikian

pula, tabel 6.27. menunjukkan bahwa tidak seluruh perusahaan yang memberikan

jaminan kesehatan bagi suami/isteri karyawan juga memberikan jaminan kesehatan

bagi anak karyawan. Dari 473 perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan bagi

suami/isteri karyawan, ada 18 (3,8%) perusahaan yang tidak memberikan jaminan

kesehatan bagi anak.

Pada tabel 6.28. tampak bahwa lebih dari separuh perusahaan yang menjamin

kesehatan anak karyawan, memberikan jaminan bagi tiga orang anak dan seperempat

lainnya menjamin dua anak. Namun, ada 3,3% perusahaan yang hanya menjamin satu

anak. Sebaliknya, juga ada 11% perusahaan yang menjamin kesehatan anak hinga

empat orang.

Tabel 6.26.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian

Jaminan Kesehatan Pada Suami/Isteri Karyawan

Pemberian jaminan kesehatan pada suami/isteri karyawan Jumlah %

Ya 473 44,71 Tidak 585 55,29 Total 1.058 100,00

Tabel 6.27.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan

Kesehatan Pada Suami / Isteri Karyawan Menurut Pemberian

Jaminan Kesehatan Pada Anak

Pemberian jaminan kesehatan pada anak Jumlah %

Ya 455 43,01 Tidak 18 1,70 Total 473 100,00

Page 62: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 51

Tabel 6.28.: Distribusi Perusahaan Yang

Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Anak

Menurut Jumlah Anak Yang Dijamin

Jumlah anak yang dijamin

Jumlah %

1 15 3,30 2 116 25,49 3 265 58,24 4 50 10,99

>4 9 1,98 Total 455 100,00

Pada tabel 6.29. dan tabel 6.30. tampak bahwa dari sampel sebanyak 1.058

perusahaan, hanya ada 54 perusahaan (5,89%) yang memberikan jaminan kesehatan

kepada para pensiunan/mantan karyawan. Sebagian besar perusahaan tidak

memberikan jaminan kesehatan bagi para pensiunannya. Situasi ini merata terjadi pada

semua bidang usaha perusahaan. Berdasarkan bidang usaha perusahaan, proporsi

perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada pensiunannya berkisar antara

3,3-8,8%. Bahkan, dari sampel 22 perusahaan listrik, gas, dan air minum tidak ada satu

pun yang memberikan jaminan kesehatan bagi pensiunannya.

Tabel 6.29.: Distribusi Perusahaan Yang Melakukan

Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan

Pemberian jaminan kesehatan pada pensiunan karyawan Jumlah %

Ya 54 5,89 Tidak 862 94,10 Total 916 100,00

Page 63: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 52

Tabel 6.30.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha Dan Pemberian

Jaminan Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan

Lapangan usaha Pemberian jaminan kesehatan pada pensiunan Total %

Ya % Tidak % Pertanian 1 5,88 14 94,12 15 100,00 Pertambangan 1 7,14 13 92,86 14 100,00 Industri 6 3,30 173 96,70 179 100,00 Listrik . . 22 100,00 22 100,00 Konstruksi 8 4,35 133 95,65 141 100,00 Perdagangan 11 3,44 255 96,56 266 100,00 Angkutan 4 8,16 37 91,84 40 100,00 Lemb. Keuangan 14 8,75 126 91,25 140 100,00 Jasa 9 8,18 79 91,82 88 100,00 Total 54 5,10 862 94,90 916 100,00

Page 64: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 53

BAB VII

PEMBAHASAN

7.1. Keterbatasan Penelitian

Seperti halnya dengan studi-studi lain, penelitian ini tidak luput dari berbagai

keterbatasan. Keterbatasan pertama yang sangat mengganggu kelancaran pada tahap

penelitian adalah tidak tersedia basis data (data base) perusahaan yang mutakhir untuk

pengambilan sampel. Basis data yang tersedia sifatnya fragmented dengan variabel

yang sangat terbatas. Sebagi contoh, data BIDI hanya merekam jumlah perusahaan

menurut lapangan usaha industri (KLUI) tetapi tidak tersedia informasi jumlah

karyawan. Sedangkan sumber data lain seperti Ditjen Pajak hanya mencatat data jumlah

perusahaan berikut jumlah karyawannya tetapi tidak disertai informasi klasifikasi jenis

lapangan usaha (KLUI). Ditambah lagi kondisi data kedua sumber tadi yang tidak

mutakhir. Begitu banyak waktu yang terbuang dalam tahap persiapan antara lain

mencari data dasar perusahaan yang dipakai sebagai kerangka pemilihan sample

(sampling framework). Oleh karena itu, dimasa depan perlu dilakukan langkah

koordinatif dalam pengumpulan data perusahaan yang lengkap dan mutakhir (up-to-

date).

Keterbatasan kedua adalah keterbatasan di lapangan dimana perusahaan masih

belum terbiasa berbagi data perusahaan, apalagi yang berkaitan dengan data keuangan.

Banyak perusahaan yang bersikap menerima/kooperatif dalam pengumpulan data ini,

walaupun tidak semua bersedia memberikan data yang dibutuhkan oleh tim peneliti.

Kuesioner yang disiapkan dalam survei ini mencoba mendata informasi keuangan

perusahaan seperti aset perusahaan, dana cair, alokasi untuk kesehatan dan lain-lain.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa majoritas perusahaan masih belum

bersedia membagi informasi keuangan karena alasan rahasia, takut disalah gunakan,

belum diolah, dsb. Perlu diingat bahwa penelitian ini adalah kajian pembiayaan

kesehatan di perusahaan swasta yang pertama di Indonesia, sehingga lumrah bila

sebagian dari perusahaan belum kooperatif karena tidak memahami tujuan makro dari

survei ini. Biasanya data biaya/finansial perusahaan hanya digali oleh petugas Ditjen

Page 65: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 54

Pajak, sehingga ketika datang petugas pengumpul data dari tim kami, sebagian dari

perusahaan tersebut bersikap menolak karena kekhawatiran data yang mereka berikan

akan disalah-gunakan. Agar memudahkan pelaksanaan studi serupa dikemudian hari

perlu dilakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan, misalnya wajib lapor gaji

dan biaya kesejahteraan karyawan, termasuk biaya kesehatan, bagi perusahaan yang

memiliki jumlah karyawan tertentu.

Keterbatasan ketiga adalah kejujuran dalam pemberi data oleh perusahaan,

terutama yang berkenaan dengan data keuangan. Pengisian kuesioner hanya

berdasarkan keterangan responden dan tidak dilakukan cek silang dengan dokumen

tertulis. Akibatnya tim peneliti menemukan banyak data yang kadang-kadang tidak

layak/ tidak konsisten sehingga perlu konfirmasi ulang pada perusahaan. Berbagai

macam kendala dialami ketika rekonfirmasi data dilakukan. Upaya dijalankan melalui

telepon, fax, dan email agar perusahaan termotivasi untuk melengkapi data kuesioner.

Namun sebagian perusahaan bersikap tidak kooperatif dengan memberikan alasan tidak

ada pihak yang berwenang dalam hal itu.

Untuk mengantisipasi kondisi diatas, beberapa langkah treatment data

dilakukan sebelum analisis dimulai. Data ditelaah berdasarkan kelayakan nilai-nilai

normatif suatu perusahaan dalam memberikan biaya pelayanan kesehatan. Manakala

tim peneliti menemukan nilai-nilai data yang berlaku diluar standar normatif, tim

peneliti melakukan cek silang pada kuesioner dan melakukan komunikasi dengan pihak

perusahaan. Dalam cek silang ini, kadang-kadang ditemukan kesalahan pengisian data

oleh pihak perusahaan. Pada umumnya kesalahan terjadi dalam menerjemahkan isian

data biaya dalam ribuan rupiah. Pembetulan kesalahan data dilakukan per kuesioner

yang memiliki nilai yang jauh menyimpang dari nilai normatif. Jika perusahaan tidak

memberikan informasi yang lain seperti yang tercantum didalam kuesioner, tim peneliti

memperlakukan data tersebut dengan menarik ke rata-rata nilai KLUI.

Keterbatasan keempat adalah tidak diperoleh rincian penggunaan biaya

kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan, misalnya untuk apa saja biaya kesehatan

tersebut dipakai oleh karyawan/keluarga karyawan: untuk rawat jalan, rawat inap, obat,

tindakan, atau pemeriksaan penunjang lain. Informasi ini memang sangat penting untuk

penentu kebijakan, sementara pihak perusahaan mempunyai persepsi yang lain.

Majoritas dari mereka tidak mengisi informasi ini secara rinci.

Page 66: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 55

Keterbatasan kelima ialah tidak diketahui apakah seluruh tenaga kerja di

perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan mengikut-sertakan semua karyawan

dalam program jaminan kesehatan. Walaupun ada UU yang mewajibkan perusahaan

swasta untuk memberikan program jaminan kesehatan bagi seluruh karyawan beserta

keluarganya, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak

perusahaan yang tidak mematuhinya. Keterbatasan lain adalah tidak diketahuinya

sumber pembiayaan kesehatan karyawan; apakah bersumber dari pemotongan gaji

karyawan atau kontribusi perusahaan seluruhnya atau kombinasi keduanya. Seperti

pegawai negeri sipil (PNS) yang wajib mengikuti program Askes, premi dibiayai oleh

para pegawai dengan memotong langsung dari gaji. Kondisi ini mungkin berbeda di

perusahaan swasta dimana kebanyakan pihak perusahaan ber kontribusi, baik sebagian

atau seluruhnya, sebagai bagian dari fringe benefit karyawan. Hal ini tidak dikaji secara

mendalam dalam studi ini.

7.2. Situasi Jaminan Kesehatan Karyawan

Di dalam bab hasil telah disajikan bahwa secara umum perusahaan telah

memberikan gaji sesuai ketentuan upah minimum propinsi. Upah minimum tertinggi di

Indonesia adalah di Jakarta yakni sekitar Rp 590 ribu. Data pada tabel 6.15.

menunjukkan bahwa rata-rata gaji per bulan telah mencapai Rp 723 ribu dengan kisaran

antara Rp 573 sampai Rp 884 ribu. Sejalan dengan hal di atas, rata-rata biaya kesehatan

per karyawan per bulan adalah Rp 38 ribu dengan kisaran antara Rp 28 ribu sampai

Rp.70 ribu. Dalam proporsi, biaya kesehatan tersebut mencapai 5,24% dari gaji sebulan

dengan kisaran 4,12-8,14%. Secara normatif dengan acuan ketentuan undang-undang

nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek mewajibkan perusahaan untuk alokasi premi

jaminan kesehatan sebesar 3% bagi pekerja lajang dan 6% bagi yang berkeluarga.

Dengan demikian data menunjukkan cukup dipatuhinya ketentuan oleh

perusahaan milik swasta yang memberi program jaminan kesehatan. Biaya kesehatan

sebesar itu mungkin telah memadai untuk pelayanan kesehatan dasar (yankesdas)

sesuai standar Jamsostek, walaupun mungkin belum memadai untuk pelayanan

kesehatan komprehensif kepada karyawan. Misalnya, perusahaan hanya memberikan

penggantian jaminan biaya rawat jalan saja atau rawat inap saja atau bahkan hanya

Page 67: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 56

memberikan penggantian sebesar persentase biaya tertentu saja. Seperti diketahui

bahwa jaminan pelayanan kesehatan JPK Jamsostek tidak menjamin (exclusion) jenis-

jenis pelayanan kesehatan yang bersifat catastrophic yang relatif memerlukan biaya

tinggi seperti pelayanan jantung, hemodialisis, dan kanker. Banyak jaminan yang

membuat batasan (limitation) lama rawat inap di rumah sakit dengan batasan 60 hari

per episode sakit. Banyaknya exclusion di paket jaminan yang ditawarkan

menyebabkan karyawan kurang merasakan manfaat dari program perlindungan jaminan

kesehatan seperti ini.

Mengingat mahalnya biaya kesehatan yang disebabkan oleh tingginya angka

inflasi dan besar gaji karyawan yang tidak jauh dari UMR, maka tampak besaran

proporsi biaya kesehatan tersebut perlu ditingkatkan lagi menjadi 8-10% dari total gaji

sebulan. Peningkatan proporsi biaya kesehatan ini harus dilakukan, kecuali jika

nominal gaji dinaikkan satu setengah kali lipat dari rata-rata gaji tersebut di atas.

Dengan menaikkan gaji karyawan otomatis nominal jaminan kesehatan juga akan naik

tanpa menaikkan persentase biaya kesehatan karyawan. Hanya berpedoman pada

proporsi biaya kesehatan terhadap gaji saja kurang relevan, terutama bila nilai nominal

gaji yang relatif kecil.

Pemberian jaminan kesehatan oleh perusahaan kepada karyawan dapat

dilakukan melalui empat cara yaitu a). diikut sertakan sebagai peserta JPK Jamsostek;

b). pemberian pelayanan kesehatan sendiri; c). diikutkan sebagai peserta asuransi

kesehatan swasta; dan d) kombinasi.

Studi ini membatasi subjek penelitian pada perusahaan-perusahaan milik swasta

dengan jumlah karyawan minimal 10 orang. Mengacu pada undang-undang nomor 14

tahun 1992 tentang Jaminan Sosial tenaga Kerja (Jamsostek) dan Peraturan Pemerintah

nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek, perusahaan dengan jumlah

tenaga kerja minimal 10 orang wajib mengikut-sertakan para karyawannya sebagai

peserta JPK Jamsostek, kecuali jika perusahaan tersebut telah memberikan jaminan

kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan yang diberikan oleh JPK Jamsostek.

Adanya perusahaan yang belum memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan ini

tidak terlepas dari adanya kebijakan opting-out dalam Peraturan Pemerintah nomor 14

tahun 1993, yaitu perusahaan yang memenuhi syarat tertentu diperbolehkan tidak

mengikut-sertakan karyawannya menjadi peserta JPK Jamsostek.

Page 68: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 57

Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan milik swasta

(86,58%) telah memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan dalam berbagai

bentuk manfaat, walaupun masih terdapat sebagian kecil (13,42%) perusahaan yang

sama sekali belum memberikan jaminan kesehatan pada karyawan. Hal ini

menunjukkan bahwa pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenaga-

kerjaan terutama yang berkaitan dengan pemberian jaminan kesehatan oleh perusahaan

swasta masih perlu ditingkatkan. Lebih mengejutkan lagi ternyata masih ada BUMD

(3,57%), sebagai badan usaha milik pemerintah daerah, yang tidak memberikan

jaminan kesehatan kepada karyawan. Secara normatif BUMD sebagai unsur pemerintah

seharusnya memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan perundang-undangan

Jamsostek tersebut.

Diantara perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan, hampir separuh

perusahaan (49,02%) di semua KLUI memberikan jaminan kesehatan berupa pelayanan

sendiri. Jumlah perusahaan yang ikut JPK Jamsostek dan kombinasinya adalah 27,95%

dan yang ikut asuransi kesehatan swasta dan kombinasinya adalah 28,82%. Paparan

diatas menunjukkan bahwa jaminan kesehatan berupa pelayanan sendiri masih sangat

dominan dalam mewarnai pembiayaan pelayanan kesehatan karyawan perusahaan

swasta.

Secara teoritis, penyelenggaraan pelayanan kesehatan sendiri oleh perusahaan

mempunyai keterbatasan pada paket pelayanan (benefit package) yang diterima

karyawan. Data menunjukkan bahwa separuh perusahaan yang menjamin kesehatan

karyawan dengan cara pelayanan sendiri memberikan dalam bentuk uang kesehatan.

Seperempat (25%) dari total perusahaan memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk

uang dengan batas maksimal (ceiling) yang bervariasi sesuai dengan fungsi dan jabatan

karyawan. Tidak jarang terjadi bahwa pagu dana yang dialokasikan pada karyawan

tidak mencukupi biaya kesehatan yang memang semakin canggih dan mahal.

Implikasinya, karyawan harus menanggung sebagian dari risiko bila mereka jatuh sakit

dan/atau memerlukan perawatan kesehatan yang lebih intensif. Dari survei ini tampak

bahwa perusahaan yang memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif

(meliputi rawat jalan, rawat inap, obat, laboratorium, dan operasi) relatif kecil, yaitu

hanya 3.04%. Lebih banyak yang memberikan jaminan secara parsial seperti hanya

Page 69: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 58

rawat jalan (10,91%), hanya rawat inap (2,5%), jaminan rawat jalan dan rawat inap

(13,6%). Lebih dari separuh perusahaan (56,35%) memberikan uang kesehatan tanpa

melihat jenis pelayanan yang digunakan. Data ini menunjukkan bahwa perusahaan

yang memilih cara pelayanan sendiri sebagian besar tidak sesuai dengan aturan dan

ketentuan perundang-undangan dibidang Jamsostek. Ditambah lagi dengan isu kualitas

pelayanan yang mungkin jauh dibawah standar pelayanan. Secara normatif, perusahaan

memberikan jaminan kesehatan dasar yang mencakup kelima macam pelayanan

tersebut.

Tujuan utama studi ini adalah mendapat gambaran total dana yang dialokasikan

di sektor kesehhatan dalam rangka menunjang kesejahteraan karyawan di perusahaan

swasta. Sehingga eksplorasi lebih dalam atas dampak pelayanan sendiri pada efisiensi

tidak dalam lingkup studi ini. Demikian halnya tidak dilakukan pengukuran dampak

pelayanan kesehatan sendiri terhadap kualitas pelayanan.

Data di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan swasta lebih menyukai untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan sendiri, seperti mempunyai klinik dan dokter

di lokasi tempat bekerja. Beberapa alasan yang mungkin dikemukakan adalah

ketentuan Undang-undang Jamsostek yang mengharuskan perusahaan membayar biaya

iuran JPK Jamsostek tanpa kontribusi dari pekerja dan adanya opting-out dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, perusahaan tidak

mempunyai insentif untuk mengikut sertakan pada JPK Jamsostek. Alasan lain

mungkin karena penambahan beban administrasi perusahaan tidak signifikan. Faktor

ketersediaan tenaga medis khususnya dokter juga menjadi salah satu pertimbangan

untuk penyelenggaraan sendiri. Hal lain yang juga menjadi pertimbangan adalah faktor

kenyamanan bagi karyawan berobat tanpa harus meninggalkan tempat kerja yang

terlalu lama dan jam buka yang relatif lebih lama. Penelitian lanjutan perlu dilakukan

untuk mengetahui secara spesifik justifikasi kenapa lebih menyukai menyelenggarakan

pelayanan kesehatan sendiri.

Dari aspek pemasaran, sebenarnya masih terbuka peluang yang cukup besar

bagi pihak ketiga seperti PT. Askes (program sukarela), PT Jamsostek, dan perusahaan

asuransi swasta, untuk mengemas dalam bentuk paket kesehatan yang menarik agar

perusahaan-perusahaan swasta yang selama ini menyelenggarakan sendiri tergabung

Page 70: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 59

dalam pool yang lebih besar dan terstruktur. Harapannya paket manfaat yang diterima

oleh karyawan lebih baik dengan kualitas yang memenuhi standar minimal.

Ditinjau dari lapangan usaha (KLUI), hampir semua perusahaan di bidang usaha

‘pertambangan dan penggalian’ dan ‘bidang listrik, gas, dan air’ telah memberi jaminan

kesehatan kepada karyawannya. Bidang usaha pertambangan secara relatif memang

telah memberikan kesejahteraan yang sangat baik. Hal ini ditandai dengan seluruh

perusahaan dalam bidang usaha ini telah memberikan jaminan kesehatan bagi para

karyawannya. Sedangkan bidang usaha yang secara persentase paling sedikit

memberikan jaminan kesehatan adalah perusahaan “konstruksi” dan perusahaan “jasa

kemasyarakatan, sosial, dan perorangan “, terutama untuk perusahaan dengan jumlah

pegawai yang kurang dari 100 orang.

Seperti telah dipahami bersama, sebagian besar karyawan yang bekerja di

perusahaan konstruksi ber skala kecil, mempunyai banyak pegawai lepas atau pegawai

tidak tetap karena type perusahaan yang sangat bergantung pada keberadaan proyek.

Untuk menghindari biaya overhead yang tinggi termasuk biaya gaji pegawai,

karyawan di rekrut berbasis proyek (dalam jangka pendek). Dengan demikian

perusahaan akan terhindar dari risiko beban overhead termasuk pemberian jaminan

kesehatan bagi karyawannya.

Bidang usaha “kemasyarakatan, sosial, dan perorangan” umumnya berbadan

hukum yayasan dan bersifat sosial dengan jumlah pegawai relatif kecil. Sebagian besar

perusahaan ini mengandalkan pendapatan dari sumbangan para dermawan sehingga

tingkat kesejahteraan karyawan relatif rendah, termasuk tidak mendapatkan jaminan

kesehatan dari perusahaan.

Sementara itu, jika ditinjau dari ukuran perusahaan tidak ada perbedaan yang

menyolok dalam biaya kesehatan per karyawan per bulan antara perusahaan yang ber

skala kecil, sedang, dan besar. Secara teoritis perusahaan besar lebih mampu karena

memiliki kemampuan finansial yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang

berskala sedang atau kecil. Sehingga biaya kesehatan perusahaan besar lebih banyak

dibandingkan dengan perusahaan sedang atau kecil. Sedangkan kenyataannya tidak

demikian, hal ini dapat disebabkan karena bervariasinya lapangan usaha dan cara

pemberian pelayanan kesehatan kepada karyawan.

Page 71: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 60

7.3. Jaminan Kesehatan Suami/Isteri dan Anak

Mengacu pada penyajian di tabel 6.27. diketahui bahwa lebih dari separuh

perusahaan hanya memberikan jaminan kesehatan terbatas pada karyawan saja, tidak

termasuk jaminan kesehatan keluarga (suami/isteri) tenaga kerja. Selanjutnya di tabel

6.28. tampak bahwa diantara perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada

suami/isteri pun masih ada yang belum memberikan jaminan kesehatan bagi anak dari

karyawan. Bahkan tiga dari sepuluh perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan

kepada anak pun memberi batasan jaminan kesehatan pada dua anak pertama. Bila

dikaji lebih dalam, praktek di lapangan seperti ini sudah melanggar ketentuan

perundang-undangan dibidang Jamsostek yang seharusnya menjamin kesehatan

suami/isteri tenaga kerja serta tiga orang anak.

7.4. Jaminan Kesehatan Pensiunan

Di bidang jaminan kesehatan pada pensiunan lebih memprihatinkan lagi. Hanya

terdapat 5,1% dari total perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada

pensiunan. Perusahaan yang tidak memberikan jaminan kesehatan pada pensiunannya

memang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, karena hal tersebut tidak

diatur. Namun langkah yang telah ditempuh oleh perusahaan yang memberikan

jaminan kesehatan kepada pensiunan perlu diikuti untuk menjamin akses mereka pada

pelayanan kesehatan. Secara normative jaminan kesehatan untuk pensiunan lebih

dibutuhkan karena kondisi tubuh yang menurun di usia senja.

7.5. Ekstrapolasi Biaya Kesehatan Perusahaan Swasta

Hasil analisis data survai bahwa rata-rata biaya kesehatan pada tahun 2001

adalah Rp 37.913,-/karyawan/bulan. Berdasarkan data tersebut tim peneliti melakukan

ekstrapolasi biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan di seluruh Indonesia

pada tahun 2001 dengan langkah-langkah sebagai berikut (perhatikan tabel 28):

Page 72: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 61

1. Menentukan jumlah karyawan berdasarkan KLUI. Menurut data Sakernas 2001,

jumlah karyawan yang bekerja di sektor formal adalah 23.412.055 tenaga kerja.

Jumlah karyawan ini dibagi ke masing-masing KLUI. Sebagai contoh jumlah

karyawan di KLUI no.1 adalah 7.705.405 tenaga kerja.

2. Menentukan prosentase perusahaan yang memberi jaminan kesehatan. Seperti

diketahui, tidak semua perusahaan memberi jaminan kesehatan bagi karyawan.

Pola ini berlainan dari satu KLUI ke KLUI yang lain. Prosentase perusahaan

yang memberi jaminan kesehatan diambil dari hasil studi ini, sebagaimana

tertera dalam tabel 6.12. Sebagai contoh hanya 88,24% dari jumlah perusahaan

di KLUI no. 1 yang memberi jaminan kesehatan. Angka 88,24% dipakai

sebagai dasar estimasi biaya kesehatan di KLUI no. 1.

3. Menghitung jumlah karyawan yang mendapat jaminan kesehatan. Tidak semua

karyawan bekerja di perusahaan berskala kecil, medium, dan besar. Ada juga

yang bekerja pada perusahaan berskala sangat kecil dimana jumlah pegawai di

bawah 10 karyawan. Dengan menggunakan teknik pareto terhadap jumlah

karyawan yang tidak mendapat pelayanan kesehatan, ditentukan bahwa

probabilitas karyawan yang bekerja di perusahahaan berskala kecil, medium,

dan besar adalah 73,15%. Jadi, estimasi jumlah karyawan yang bekerja di

perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 10 dan mendapat jaminan kesehatan

adalah hasil perkalian antara jumlah karyawan per-KLUI (kolom a) dengan

prosentase pemberian jaminan per-KLUI (kolom b). Sebagai contoh di KLUI

no. 1, jumlah karyawan yang bekerja di perusahaan dengan pegawai lebih dari

10 dan mendapat jaminan adalah 0,8824 x 0,7315 x 7.705.405 = 4.973.651.

4. Rata-rata biaya kesehatan per-KLUI sebagaimana telah disampaikan pada bab

hasil ada pada kolom d. Sebagai contoh rata-rata biaya kesehatan di KLUI no. 1

adalah Rp. 31.609,-.

5. Menghitung jumlah biaya kesehatan per-bulan dengan mengalikan nilai pada

kolom c dan kolom d. Sebagai contoh, total biaya kesehatan yang telah

dikeluarkan untuk KLUI no. 1 adalah Rp 157,2 Milyar.

6. Menghitung biaya pertahun dengan mengalikan kolom e dengan 12. Sebagai

contoh, rata-rata biaya kesehatan di KLUI no.1 setahun adalah Rp 1,886 triliun.

Page 73: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 62

Hasil perhitungan ekstrapolasi biaya kesehatan yang dihitung menurut KLUI

menghasilkan estimasi total biaya kesehatan yang melalui perusahaan pada tahun 2001

yaitu sebesar Rp 6,138 triliun (lihat pada tabel 7.1).

Langkah selanjutnya adalah melakukan proyeksi biaya kesehatan perusahaan

swasta untuk tahun 1998, 1999, 2000, dan 2002. Beberapa asumsi yang digunakan

dalam perhitungan adalah:

- Pertumbuhan jumlah tenaga kerja bervariasi dari tahun ke tahun. Asumsi

pertumbuhan jumlah tenaga pada tahun 1999 adalah 1,31%; tahun 1998 adalah

0,71 dan pada tahun 2000 1,15% (BPS).

- Asumsi Inflasi biaya kesehatan pada tahun 1999 adalah 21,53%; pada tahun

2000 adalah 5,56%; dan pada tahun 1998 adalah sebesar 65,4%.

- Diasumsikan bahwa proporsi jumlah perusahaan yang memberi jaminan

kesehatan kepada karyawan dan probabilitass karyawan yang mendapat jaminan

kesehatan sama dengan kondisi pada tahun 2001

- Pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan inflasi 2002 dianggap sama dengan

keadaan tahun 2000 karena tidak ada perubahan ekonomi yang signifikan antara

tahun 2000-2002

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diperoleh proyeksi biaya kesehatan yang

dikeluarkan oleh perusahaan swasta se Indonesia seperti tercantum pada tabel 7.1 – 7.5

berikut ini:

Page 74: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 63

Tabel 7.1.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2001

KLUI Jumlah

Karyawan (Sakernas,

2001)

% beri Jaminan Menurut survai ini

Jumlah dapat jaminan

Rata-rara biaya, menurut survai ini

Jumlah biaya kesehatam per bulan

Jumlah biaya Kesehatan per tahun

a b c=(a*b)*0.7315 D e = c*d e*12

1 7,705,405 0.8824 4,973,651 31,609 157,212,131,792 1,886,545,581,501

2 282,388 1 206,567 70,089 14,478,061,987 173,736,743,846

3 1,803,186 0.9835 1,297,267 34,567 44,842,612,999 538,111,355,988

4 42,925 1 31,400 56,492 1,773,828,322 21,285,939,860

5 1,453,361 0.7663 814,679 39,206 31,940,314,904 383,283,778,854

6 7,387,524 0.8625 4,660,927 37,580 175,157,651,980 2,101,891,823,765

7 2,512,014 0.8367 1,537,468 28,150 43,279,731,132 519,356,773,581

8 99,058 0.875 63,403 42,497 2,694,450,513 32,333,406,155

9 2,126,194 0.8 1,244,249 32,257 40,135,731,245 481,628,774,939

Total 23,412,055 511,514,514,874 6,138,174,178,488

Page 75: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 64

Tabel 7.2.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2000

KLUI Jumlah karyawan (a 2000 * 1/1.0115)

% beri jaminan

Jumlah dapat jaminan

Rata-rata biaya (jumlah biaya tahun

2000*1/1.0556) Jumlah biaya

kesehatan Jumlah biaya

kesehatan /tahun

a b c=(a*b)*0.7315 d e= c*d e*12

1 7,617,800 0.8824 4,917,104 29,944 147,238,297,839 1,766,859,574,070

2 279,177 1 204,218 66,397 13,559,546,447 162,714,557,359

3 1,782,685 0.9835 1,282,518 32,746 41,997,713,111 503,972,557,337

4 42,437 1 31,043 53,516 1,661,293,310 19,935,519,716

5 1,436,837 0.7663 805,417 37,141 29,913,961,126 358,967,533,514

6 7,303,533 0.8625 4,607,936 35,601 164,045,320,403 1,968,543,844,842

7 2,483,454 0.8367 1,519,988 26,667 40,533,983,416 486,407,800,987

8 97,932 0.875 62,682 40,259 2,523,509,494 30,282,113,926

9 2,102,021 0.8 1,230,103 30,558 37,589,444,807 451,073,337,688

Total 23,145,877 479,063,069,953 5,748,756,839,439

Page 76: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 65

Tabel 7.3.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1999

KlUI Jumlah

karyawan (a 1999 *1/1.0131)

% beri Jaminan Menurut Survai ini

Jumlah dapat jaminan

Rata-rara biaya (Biaya tahun 1999 *

1/1.2153) Jumlah biaya

kesehatam per bulan Jumlah biaya Kesehatan per

tahun

a b c=(a*b)*0.7315 d e= c*d e*12

1 7,519,297 0.8824 4,853,523.06 24,639 119,587,276,374 1,435,047,316,482

2 275,568 1 201,577.64 54,635 11,013,094,094 132,157,129,133

3 1,759,634 0.9835 1,265,933.87 26,945 34,110,636,965 409,327,643,578

4 41,888 1 30,641.25 44,036 1,349,306,159 16,191,673,911

5 1,418,258 0.7663 795,002.43 30,561 24,296,186,448 291,554,237,379

6 7,209,094 0.8625 4,548,352.72 29,294 133,237,977,868 1,598,855,734,421

7 2,451,342 0.8367 1,500,334.00 21,943 32,921,792,417 395,061,509,000

8 96,665 0.875 61,871.94 33,126 2,049,600,082 24,595,200,980

9 2,074,840 0.8 1,214,196.57 25,144 30,530,231,542 366,362,778,506

Total 22,846,587 389,096,101,949 4,669,153,223,390

Page 77: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 66

Tabel 7.4.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2002

KLUI Jumlah

karyawan (a 2002 *1.0115)

% beri Jaminan Menurut survai ini

Jumlah dapat jaminan

Rata-rara biaya (Biaya tahun 2002 *

1.0556) Jumlah biaya

kesehatam per bulan Jumlah biaya Kesehatan

per tahun

a b c=(a*b)*0.7315 D e= c*d e*12

1 7,794,017.16 0.8824 5,030,847.90 33,366 167,861,587,272 2,014,339,047,264.78

2 285,635.46 1 208,942.34 73,986 15,458,797,219 185,505,566,631.97

3 1,823,922.64 0.9835 1,312,185.12 36,489 47,880,224,698 574,562,696,375.29

4 43,418.64 1 31,760.73 59,633 1,893,986,388 22,727,836,654.34

5 1,470,074.65 0.7663 824,048.07 41,386 34,103,932,672 409,247,192,063.06

6 7,472,480.53 0.8625 4,714,528.07 39,669 187,022,726,231 2,244,272,714,771.87

7 2,540,902.16 0.8367 1,555,149.13 29,715 46,211,474,151 554,537,689,809.80

8 100,197.17 0.875 64,132.45 44,860 2,876,970,974 34,523,651,687.42

9 2,150,645.23 0.8 1,258,557.59 34,050 42,854,501,598 514,254,019,175.91

Total 23,681,293.63 546,164,201,203 6,553,970,414,434.44

Page 78: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 67

Tabel 7.5.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1998

KLUI Jumlah

karyawan (a 1998 *1.0115)

% beri Jaminan Menurut survai ini

Jumlah dapat jaminan

Rata-rara biaya (Biaya tahun 1998 *

1.0556) Jumlah biaya

kesehatam per bulan Jumlah biaya Kesehatan

per tahun

a b c=(a*b)*0.7315 D e= c*d e*12

1 7,466,287 0.8824 4,819,306 14,897 71,792,135,796 861,505,629,548

2 273,625 1 200,157 33,032 6,611,518,974 79,338,227,685

3 1,747,229 0.9835 1,257,009 16,291 20,477,726,020 245,732,712,240

4 41,593 1 30,425 26,624 810,032,421 9,720,389,054

5 1,408,260 0.7663 789,398 18,477 14,585,791,814 175,029,501,770

6 7,158,271 0.8625 4,516,287 17,711 79,987,096,373 959,845,156,476

7 2,434,060 0.8367 1,489,757 13,267 19,764,023,929 237,168,287,144

8 95,984 0.875 61,436 20,028 1,230,441,664 14,765,299,974

9 2,060,213 0.8 1,205,637 15,202 18,328,292,066 219,939,504,792

Total 22,685,520 233,587,059,057 2,803,044,708,681

Page 79: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 68

BAB VIII

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan survai pembiayaan kesehatan oleh perusahaan swasta tergambarkan

besar biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta tahun 2001 adalah

Rp.6,138 triliun. Proyeksi biaya kesehatan tahun 1999 adalah Rp 4,669 triliun, tahun

2000 adalah Rp.5,748 triliun, tahun 2002 adalah Rp.6,554 triliun, dan tahun 1998 adalah

Rp.2,803 triliun. Rata-rata biaya kesehatan per karyawan per bulan adalah 38 ribu rupiah

dengan kisaran 28-70 ribu rupiah. Biaya kesehatan tersebut mencapai 5,24% dari gaji

sebulan dengan kisaran 4,12-8,14%.

Sebagaian besar perusahaan (86,6%) telah memberikan jaminan kesehatan

kepada karyawan dengan empat pola yaitu diikutkan menjadi peserta JPK Jamsostek,

pemberian pelayanan kesehatan sendiri, diikutkan sebagai peserta asuransi kesehatan

swasta, atau kombinasi. Dari total ini, sekitar 83,41% yang memilih dominan tunggal

untuk masing-masing pola di atas. Pola tunggal diikuti oleh perusahaan menjadi peserta

JPK Jamsostek sebesar 16,59%, melakukan pelayanan kesehatan sendiri (poliklinik

sendiri, kontrak dengan dokter, menggantikan biaya, dan memberi uang kesehatan)

sebesar 49,02%, membeli asuransi kesehatan swasta sebesar 17,79% dan memberi pola

kombinasi sebesar 16,59%.

Mobilisasi sumber dana pembiayaan kesehatan oleh perusahaan swasta belum

efisien karena sebagaian besar (58,76%) masih melalui out of pocket

Pembayar biaya kesehatan oleh perusahaan belum diketahui dengan pasti, apakah

biaya dari majikan atau dari karyawan.

Benefit yang diberikan sangat terfragmentasi bagi yang tidak menjadi peserta

JPK Jamsostek dan asuransi kesehatan lain, sedangkan benefit yang menjadi peserta

asuransi kesehatan sosial belum diketahui jenisnya

Sumber daya kesehatan (tenaga, alat dan gedung) hampir seluruhnya dikelola

oleh pihak ke tiga.

Secara umum pooling tidak cukup baik karena menyebar dalam berbagai scheme

dan berbagai payor.

Page 80: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 69

Pembayaran provider dilakukan secara fee for service bagi yang

menyelenggarakan pelayanan sendiri. Sedangkan rawat inap yang diselenggarakan oleh

JPK Jamsostek belum diketahui dengan pasti. Demikian juga pembayaran kepada

provider rawat jalan dan rawat inap yang menjadi peserta asuransi kesehatan swasta

8.2. Rekomendasi

Perlu dilakukan penyusunan basis data yang lengkap dan up to date dengan

mengkoordinasikan berbagai lembaga seperti Depnaker, Ditjen Pajak, PT. Jamsostek,

dan Deperindag dan asosiasi-asosiasi perusahaan.

Untuk meningkatkan partisipasi perusahan dalam pengumpulan data NHA perlu

dilakukan sosialisasi pentingnya informasi biaya kesehatan dari perusahaan. Dapat

dipikirkan ketentuan wajib lapor biaya kesehatan sehingga data yang diberikan relatif

terpercaya, pencatatan rincian biaya kesehatan, siapa pembayar, dan sebagainya.

Departemen Tenaga Kerja dan PT Jamsostek hendaknya meningkatkan

kepatuhan perusahaan yang belum memberi jaminan kepada karyawan dengan

mendaftarkan karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek.

Sasaran dari rancangan Jaminan Sosial Nasional terutama bidang kesehatan

hendaknya difokuskan pada perusahaan yang belum memberikan jaminan kesehatan

kepada karyawan dan perusahaan yang melakukan pelayanan kesehatan sendiri.

Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang komprehensif maka premi untuk

jaminan kesehatan karyawan perlu ditingkatkan dari 3% untuk pekerja lajang dan 6%

untuk pekerja berkeluarga (aturan JPK Jamsostek yang berlaku sekarang) menjadi 8%

tanpa melihat status perkawinan; 6 % berasal dari majikan (perusahaan) dan 2% dari

karyawan.

Jaminan kesehatan harus mencakup semua keluarga pekerja seperti isteri/suami dan anak

tanpa batas, semua jenis pekerja ( tetap, kontrak, harian dan borongan) dan pekerja yang

telah pensiun.

Studi yang dilakukan ini merupakan salah satu upaya untuk memperoleh

gambaran utuh pembiayaan kesehatan nasional di sektor kesehatan. Namun demikian,

dalam laporan studi ini, peneliti hanya menyajikan hasil temuannya tentang besaran

biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta. Untuk mendapat gambaran

menyeluruh tentang National Health Account, maka hasil studi ini harus digabung

Page 81: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 70

dengan temuan studi lain yang kini dilakukan oleh: (i) Universitas Gajah Mada (tentang

potret pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Masyarakat dan perusahaan-

perusahaan BUMN).

Setelah informasi yang diperoleh dari studi tersebut tersedia, langkah selanjutnya

adalah penyusunan/estimasi NHA. Dalam penyusunan NHA, kami mengusulkan

pendekatan NHA yang dikembangkan oleh Amerika. Pendekatan ini banyak dipakai oleh

berbagai negara berkembang dan sangat cocok untuk sistem kesehatan yang lebih

mengarah ke pluralistic (Berman, 1997). Pada pendekatan tersebut, ada dua elemen

penting:

Pertama: Melakukan estimasi perhitungan dan menyajikan secara nasional

dengan mengklasifikasikan sumber-sumber dan penyerapan biaya kesehatan dalam

bentuk “matrik”. Hal tersebut bisa diperjelas dengan menggunakan tabulasi account yang

terpisah (yang lebih dikenal dengan istilah T-Account) yang terdiri dari sumber-sumber

anggaran dan penggunaan anggaran tersebut. Syarat khusus pendekatan ini adalah bahwa

seluruh perkiraan tentang pengeluaran dari berbagai sumber harus bisa dirinci menurut

penggunaan dari sumber tersebut.

Selanjutnya, hasil angka total dan sub-total dijumlah dan hasilnya harus

konsisten. Oleh karenanya, cara ini bisa dilakukan dengan melakukan kajian tidak hanya

terhadap jumlah sub-total dan pembagian rinci dari jumlah tersebut, tetapi juga

pemahaman tentang bagaimana aliran dana (flow of fund) terjadi di dalam sistem

pelayanan kesehatan. Pendekatan ini menekankan pada perlunya pemahaman secara

terintegrasi tentang siapa yang membayar, berapa banyak dan untuk apa.

Kedua: Pembagian sumber-sumber pengeluaran menurut kategori yang lebih

umum seperti misalnya sektor publik dan swasta. Pendekatan inilah yang mencerminkan

adanya sistem pembiayaan kesehatan yang pluralistik.

Page 82: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI

KEPUSTAKAAN

BPS, 1999

Indeks Harga Konsumen Indonesia Tahun 1999, Jakarta

____, 2000

Indikator Industri Besar dan Sedang Indonesia 2000, Jakarta

____, 2000

Indeks Harga Konsumen Indonesia Tahun 2000, Jakarta

Ditjen Pajak, 2001

Data Perusahaan menurut Jenis Perusahaan, Alamat dan jumlah tenaga

kerja, dalam disket, Jakarta

Gani A, 2002

Reformasi Pembiayaan Kesehatan di Indonesia, BAPPENAS, Jakarta

Hasbullah et al, 2000

Review JPKM untuk Merancang Sistem Asuransi Kesehatan yang

Sustainable, Yayasan Pengembangan Masyarakat, Jakarta

Hendratno, 2002

Analisis Data Sakernas 2001, Jakarta

Irawan PB, Ahmed I & Islam I, 2000

Labour Market Dynamics in Indonesia, Analysis of 18 Key Indicators of

the Labour Market (KILM) 1986-1999, International Labour office-

Jakarta, Jakarta

Page 83: Laporan Studi National Health Account Bersumber Swastastaff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/material/nationalhealth... · National Health Account, sourced by private sector

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI

Lameshow, S et al,1993

Adequacy of Sample Size in Health Studies, WHO, John Wilex & Sons,

Singapore

Sastroasmoro S & Ismael S, 1995

Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta

WHO, 2002

NHA Producers Guide 4 TH, Draft, Chapter 1-6.

Purwoko, B, 2001

Wawancara Mendalam Perkembangan JPK Jamsostek, Jakarta

Trochim WM, 1999

Research Methods Knowledge Base, Cornell University.

Bussines Inteligence Data Indonesia, Compact Disc, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja