Laporan Seminar Jurnal Somatoform

download Laporan Seminar Jurnal Somatoform

of 18

Transcript of Laporan Seminar Jurnal Somatoform

LAPORAN SEMINAR JURNALFamilian Risk Factors For The Development Of Somatoform Symtoms And Disorders In Children And Adolescents: A Systematic Review

KELOMPOK 3

Anisa Muliyawati14667Risma Wardiani14303Redy Bagaskara14291Dwi Noor Rahmawati14219Devi Septiananingrum14362Diva Viya Febriana14495Dyah Ratnaningrum14527Cintia Rola Cahyani14560Shabrina R C14533Dyah Warih Rus Wulandari14578Dwi Novita Wulandari14632Beatrix Saragih14683Sri Ningsih14604

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS GADJAH MADA2014

DAFTAR ISI

COVER1DAFTAR ISI2BAB I PENDAHULUAN3A.LATAR BELAKANG..3B.KASUS3BAB II PEMBAHASAN5A.LATAR BELAKANG5B.METODE6C.HASIL7D.DISKUSI11BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN6A.KESIMPULAN14B.IMPLIKASI KEPERAWATAN14C.SARAN16DAFTAR PUSTAKA17LAMPIRAN18

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar BelakangDewasa ini, masalah kesehatan mental membutuhkan perhatian, baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Namun bila berbicara soal data, jumlah penderita masalah kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar 1 juta diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil bila dibandingkan dengan upaya bunuh diri pada penderita masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun.Dari data nasional Riset Kesehatan Dasar 2007 didapatkan prevalensi gangguan kesehatan mental umum sebesar 11,6% dari jumlah penduduk. Dengan demikian dapat diartikan bahwa dari 9 orang penduduk di Indonesia kemungkinan terdapat sekitar 1 orang penduduk yang mengalami gangguan kesehatan mental umum seperti kecemasan, depresi maupun gangguan somatoform.Menurut WHO (2010), gangguan mental, neurologis serta penyalahgunaan narkoba memberikan kontribusi terhadap beban penyakit global hingga sebesar 14%. Fink et al. dalam Budiono (2005) melaporkan bahwa prevalensi gangguan somatoform sekitar 30%. Maier dan Falkai dalam De Waal et al. (2004) melaporkan tingginya komorbiditas gangguan somatoform dengan cemas dan depresi.Gangguan somatoform merupakan suatu kelompok gangguan dengan gejala fisik seperti nyeri, mual dan pusing. Tidak terdapat penjelasan medis yang memadai untuk gangguan ini, dimana gejala serta keluhan somatik yang terjadi merupakan refleksi dari kelebihan aktivitas pada cabang simpatik sistem saraf otonom yang berhubungan dengan kecemasan (Nevid, Rathus & Greene, 2005). Gejala serta keluhan tersebut bersifat cukup serius sehingga dapat menyebabkan penderitaan secara emosional dan/atau rendahnya fungsi peran pada pasien.Faktor psikologis mempunyai peran yang besar sebagai penyumbang onset, tingkat keparahan serta durasi dari gejala yang timbul (Pardamean E., 2007). Gangguan somatoform bukan disebabkan karena suatu kepura-puraan ataupun merupakan suatu gangguan buatan (Kaplan, Sadock & Grebb, 2010). Dalam DSM-IV TR disebutkan terdapat lima diagnosis gangguan somatoform yang lebih spesifik yaitu gangguan konversi, gangguan somatisasi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, gangguan nyeri serta gangguan somatoform tak tergolongkan (undifferentiated) dan gangguan yang tidak ditentukan (NOS: not otherwise specified) (American Psychiatric Association, 1994; Kaplan et al., 2010).Di Indonesia, pada tingkat lokal, dalam hal ini Kabupaten Sleman, gangguan somatoform juga menjadi salah satu dari 10 prevalensi tertinggi gangguan kesehatan mental di Puskesmas. Pada tahun 2011, misalnya, tercatat sebanyak 1.388 orang (17,7%) dari 7.846 orang pasien dengan diagnosis gangguan psikologis yang berkunjung ke Puskesmas mengalami gangguan somatoform (Center for Public Mental Health, 2011). Salma, 2013 dalam penelitiannya menyatakan bahwa penelitiannya melibatkan 250 sampel pasien dari 11 Puskesmas di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Dari 215 data pasien yang dapat dianalisis, sebanyak 57 orang (26,5%) pasien terdiagnosis Gangguan Somatoform. Gangguan somatoform merupakan salah satu gangguan yang banyak ditemukan di layanan kesehatan mental primer melalui kategori medically unexplained symptoms (MUS) (Henningsen & Creed, 2010; WHO, 2010).

1. KasusRobert, ahli radiologi berusia 38 tahun, baru saja pulang dari kunjungan selama 10 hari di sebuah pusat diagnostic terkenal dimana ia menjalani pengujian ekstensif untuk seluruh system pencernaannya. Evaluasi membuktikan tanda negative untuk penyakit fisik apapun, namun bukannya merasa lega, radiolog itu tampak marah dan kecewa dengan penemuan tersebut. Radiolog itu telah merasa terganggu selama beberapa bulan dengan berbagai symptom fisik, yang digambarkannya sebagai symptom-symptom yang berupa nyeri perut ringan, terasa penuh, isi perut yang bergemuruh, dan perasaan akan isi perut yang keras. Ia menjadi yakin bahwa symptom-symptom ini disebabkan oleh kanker usus besar dan ia menjadi terbiasa untuk menguji sampel darahnya setiap minggu dan secara hati-hati memeriksakan perutnya akan massa yang didapat didalamnya saat terlentang di tempat tidur setiap beberapa hari sekali. Ia juga secara diam-diam melakukan penelitian X-ray pada dirinya sendiri diluar jam kantor. Ada sejarah getaran jantung yang tidak normal yang dideteksi pada saat usia 13 tahun dan adik laki-lakinya meninggal karena penyakit jantung bawaan di awal masa kanak-kanak. Saat evaluasi, getaran jantungnya terbukti tidak berbahaya, ia malah mulai khawatir bahwa ada sesuatu yang lupa diperiksa. Ia mengembangkan ketakutan tersebut benar-benar dapat dikesampingkan, hal itu tidak pernah benar-benar hilang. Sewaktu di sekolah kedokteran ia khawatir akan penyakit-penyakit yang ia pelajari di kelas patologi. Sejak lulus, ia sering kali memperhatikan kesehatannya dan memiliki pola khas: menyadari keberadaan symptom tertentu, menjadi terfokus pada kemungkinan arti dari simptomp tersebut, dan menjalani evaluasi fisik yang terbukti negative. Akhirnya Istri Robert mengajaknya ke psikiatri, istri Robert menanyakan pada psikiatri tentang apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya. Psikiatri menjelaskan bahwa Robert mengalami gangguan somatoform. Psikiatri menjelaskan gangguan tersebut dapat disebabkan oleh pengalaman masa yang tidak menyenangkan. Istri Robert pun bertanya apakah riwayat adanya getaran jantung pada suaminya saat ia berusia 13 tahun dan riwayat saudara suaminya meninggal karena penyakit jantung merupakan faktor resiko dari gangguan tersebut?

1. Rumusan Masalah1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan somatoform?1. Apakah riwayat kesehatan keluarga juga mempengaruhi terjadinya gangguan somatoform?

1. Tujuan1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan somatoform1. Mengetahui apakah faktor riwayat kesehatan keluarga juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan somatoform

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gangguan Somatoform Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma artinya tubuh; dan gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini mencakup interaksi pikiran-tubuh; di dalam interaksi ini, dengan cara yang masih belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang memengaruhi kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Di samping itu, perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi dapat terjadi akibat mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit. Revisi teks edisi keempat the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) memasukkan lima gangguan somatoform spesifik: (1) gangguan somatisasi, ditandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai banyak system oragan; (2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua keluhan neurologis; (3) hipokondriasis, ditandai dengan lebih sedikit fokus gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik; (4) gnagguan dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan yang salah atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat; dan (5) gangguan nyeri, ditandai dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan, atau secara signifikan diperberat factor psikologis. DSM-IV-TR juga memiliki dua kategori diagnostic sisa untuk gangguan somatoform: (1) gangguan somatoform yang tidak terinci, mencakup gangguan somatoform yang tidak dapat dijelaskan, telah ada selama 6 bulan atau lebih, dan 920 gangguan somatoform yang tidak tergolongkan, merupakan kategori untuk keadaan yang tidak memenuhi diagnosis gangguan somatoform yang telah disebutkan di atas (Kaplan & Sadock, 2004).Gangguan somatoform berbeda dengan malingering, atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu suatu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas. Selain itu gangguan ini juga berbeda pula dengan sindrom Muchausen yaitu suatu tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura-puraan mengenai simtom medis.Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan. (Pardamean E, 2007)B. Etiologi Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfernon dominan (Kapita Selekta, 2001).Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid, dkk, 2005):a. Faktor-faktor BiologisFaktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).b. Faktor lingkungan sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.c. Faktor PerilakuPada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah: Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder). Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.d. Faktor Emosi dan KognitifPada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:a. Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).b. Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik(gangguan konversi). Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategiself-handicaping (hipokondriasis).C. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisikyang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orangbiasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem sarafotonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujukdokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwaperlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderitapenyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.D. Penatalaksanaan Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatoform adalah sebagai berikut:a. Penanganan BiomedisPada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas dalam menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.b. Terapi Kognitif-BehavioralTerapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcementsekunder (keuntungan sekunder), memperbaikiperkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenaikesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untukmengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantuindividu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya.Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifatpesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebihlangsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orangtersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yanglebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yangterdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangatimereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

BAB IIIPEMBAHASANJurnal 1 : Familian risk factors for the development of somatoform symtoms and disorders in children and adolescents: a systematic reviewTujuanTujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah keluarga sebagai faktor risiko dalam perkembangan gejala dan gangguan somatoform pada anak dan remaja. Faktor risiko yang diduga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan somatoform adalah orang tua dengan gangguan somatisasi, penyakit organik dan penyertanya, psikopatologi dari anggota keluarga, tidak berfungsinya peran keluarga (konflik keluarga, status ekonomi), pengalaman traumatik di masa kecil, serta hubungan antar anggota keluarga yang tidak erat.Hasil1. Orang tua dengan gangguan somatisasiPenelitian menemukan adanya gejala somatoform pada anak yang memiliki orang tua dengan gejala tersebut.1. Penyakit organik dan penyertanyaPasien dengan gejala somatoform sering melaporkan penyakit yang diderita, selama masa kecil mereka, anggota keluarga yang memiliki penyakit organik kronik. 1. Psikopatologi anggota keluarga dekatPenelitian menunjukkan bahwa anak dari orang tua dengan gangguan somatoform cenderung mengalami gangguan psikiatri.1. Tidak berfungsinya peran keluargaKeluarga dengan anggotanya mengalami gangguan somatoform dikarakteristikkan dengan hubungan dan interaksi keluarga yang buruk.1. Pengalaman trauma dalam keluargaPengalaman trauma pada masa kecil meningkatkan risiko gangguan somatoform pada masa dewasa.1. Hubungan keluarga yang tidak eratAnak dengan gangguan somatoform menentang atau menghindari berhubungan dekat dengan antar anggota keluarga. Dari berbagai faktor risiko di atas, pasien dewasa dengan gangguan somatoform sering melaporkan memiliki pengalaman penyakit organik dan riwayat trauma pada masa kecil.Jurnal 2: Struggling in an emotional avoidance culture: A qualitative study of stress as a predisposing factor for somatoform disordersTujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pola pengalaman stres dan reaksi stres sebelum terjadinya penyakit dalam riwayat kehidupan pasien dengan gangguan somatoform yang berat serta untuk mengidentifikasi predisposisi mekanisme stres.Metode : Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan desain retrospektif menggunakan wawancara semi-terstruktur riwayat hidup dari 24 pasien. Data diambil menggunakan teknik purposive sample dari pasien yang baru terdiagnosa Somatoform Disorder.Pembahasan : Dari 24 pasien yang diteliti, dua puluh pasien mengalami stres psikososial yang tinggi di masa kanak-kanak atau masa remaja mereka dan dalam kehidupan dewasa mereka. Hal ini sesuai dengan riwayat trauma masa kanak-kanak, pengabaian emosional dan pelecehan emosional dari orang lain telah ditemukan bahwa berhubungan dengan gangguan somatoform. Empat pasien yang mengalami stres psikososial kecil dalam masa kanak-kanak mengalami tingkat stres yang tinggi ketika masa dewasa sebelum timbulnya gangguan somatoform. Secara umum pasien mengungkapkan penolakan secara aktif ketika mereka mencoba untuk berkomunikasi dengan kekhawatiran mereka dan perasaan kompleks yang berhubungan.Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum pasien memiliki pengalaman stres psikososial yang tinggi ketika masa anak-anak atau remaja. Namun terdapat variabilitas yang cukup besar. Karakteristik dari semua pasien adalah menceritakan tentang bagaimana komunikasi orang dewasa tentang masalah, keprihatinan, dan emosi yang terkait dengan stres yang susah diekspresikan.

Jurnal 3: Previous Experiences With Illness and Traumatic Experiences : A Specific Risk Factor For Hypochondriasis ?Tujuan: Jurnal ini menentukan apakah pengalaman penyakit dan pengalaman traumatis merupakan faktor risiko spesifik untuk hypochondriasis. Pengalaman-pengalaman penyakit sebelumnya dan pengalaman traumatis dianggap sebagai faktor risiko yang penting untuk pengembangan hypochondriasis. Namun, penelitian empiris tidak cukup dan tidak memiliki kelompok pembanding yang memadai.Metode: Dalam penelitian saat ini, pasien dengan diagnosis hypochondriasis (n = 80), pasien dengan gangguan kecemasan primer (n = 80), dan kelompok kontrol sehat (n = 83) diselidiki tentang pengalaman penyakit mereka sebelumnya (diri sendiri dan lainnya) dan pengalaman masa kecil yang traumatis.RespondenResponden direkrut di unit rawat jalan dari Departemen Psikologi Klinis di Universitas Frankfurt, Jerman. Unit ini menawarkan terapi perilaku kognitif rawat jalan untuk pasien dengan gangguan jiwa (sekitar 50 ahli terapi merawat 1.200 pasien). Protokol penelitian telah disetujui oleh dewan review kelembagaan dan informed consent tertulis diperoleh dari masing-masing responden. Semua responden didiagnosis menurut kriteria DSM-IV menggunakan Structured Clinical Interview untuk DSM-IV, yang dilakukan oleh dokter terlatih dan berpengalaman.Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah adanya gangguan kecemasan primer atau hypochondriasis primer, kefasihan dan melek huruf dalam bahasa Jerman, dan kemampuan untuk memberikan informed consent. Kriteria eksklusi adalah penyakit media utama (misalnya, kanker), bunuh diri akut atau kecenderungan bunuh diri, dan diagnosis klinis dari kecanduan substansi, skizofrenia atau gangguan schizoaffective, dan gangguan bipolar. Secara keseluruhan, 243 responden dilibatkan dalam penelitian ini. Sebanyak 80 memiliki diagnosis hypochondriasis, 80 memiliki diagnosis utama gangguan kecemasan tanpa hypochondriasis Co-morbid. Selain itu, 83 responden tanpa gangguan mental apapun, sesuai dengan Structured Clinical Interview untuk DSM-IV, menjabat sebagai kelompok kontrol lebih lanjut dalam penelitian ini. Kelompok kontrol yang sehat direkrut oleh 4 siswa dalam lingkaran kenalan mereka sebagai bagian dari kualifikasi.

Gambaran perekrutan responden

Tabel 2. Karakteristik sosiodemografi dari responden

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara 3 kelompok dalam hal : jenis kelamin, usia , atau tingkat pendidikan ( Ps > 0,10 ).

Dari pasien dengan gangguan kecemasan, 32 (40,0 %) memiliki diagnosis utama gangguan panik, 32 ( 40,0 % ) dari fobia sosial, 6 (7,5 %) dari gangguan obsesif kompulsif, dan 5 (6,3 %) dari gangguan kecemasan umum dan fobia spesifik. Gangguan Co-morbid diamati pada 42 (52,5 %) dari pasien dengan hypochondriasis dan 40 (50,0 %) dari pasien dengan gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan Co-morbid tambahan diamati pada 29 (36,3 %) dari pasien dengan hypochondriasis dan 22 (27,5 %) dari pasien dengan gangguan kecemasan. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan mengenai jumlah gangguan Co-morbid atau gangguan kecemasan Co-morbid ( Ps > 0,10 ).Penilaian Pengalaman Trauma di Masa Kecil dan Pengalaman PenyakitTraumatis di masa kecil dinilai dengan Childhood Trauma Questionnaire (CTQ). CTQ terdiri dari 28 item yang dinilai pada skala 5 point mulai dari 1 ("tidak sama sekali") sampai 5 ("sepenuhnya berlaku"). CTQ terdiri dari 5 sub-skala (penyalahgunaan emosional, kekerasan fisik, pelecehan seksual, penelantaran fisik, dan pengabaian emosional). Misalnya, item dari CTQ berbunyi sebagai berikut : "Aku mendapat pukulan keras oleh seseorang dalam keluarga saya dan saya harus ke dokter atau pergi ke rumah sakit." (kekerasan fisik) dan "Seseorang mencoba untuk menyentuh saya dalam cara seksual, atau mencoba untuk membuat saya menyentuh mereka." (pelecehan seksual). Versi Jerman dari CTQ menunjukkan reliabilitas dan validitas yang baik.Pengalaman penyakit dinilai dengan Illness Experiences Questionnaire. Illness Experiences Questionnaire adalah kuesioner laporan diri yang menilai penyakit fisik saat ini dan penyakit fisik sebelumnya. Instruksi untuk Illness Experiences Questionnaire berbunyi sebagai berikut : "Silakan tentukan setiap penyakit serius pada tabel di bawah dari mana orang-orang dalam keluarga Anda (termasuk pasangan Anda) menderita. Tunjukkan penyakit seseorang serta hubungan keluarga. Silakan juga menentukan apakah orang tersebut meninggal karena penyakit. Akhirnya, silakan menunjukkan usia Anda sendiri pada awal penyakit tersebut. Untuk memudahkan pencatatan, peneliti meminta Anda untuk melanjutkan kronologis dan mulai dengan meminta Anda sendiri apakah ada anggota keluarga Anda yang menderita penyakit parah selama masa kanak-kanak Anda. Kemudian lanjutkan dengan remaja Anda dan seterusnya. Dalam rangka untuk membantu pemahaman Anda, kami telah menyediakan contoh fiktif. " Sebagaimana ditunjukkan, evaluasi penyakit kerabat mencakup informasi tentang sifat hubungan dan apakah kerabat meninggal karena penyakit tertentu. Responden bisa menyebutkan hingga 10 kerabat. Untuk evaluasi penyakit fisik sendiri, responden diminta untuk menyebutkan penyakit yang sudah berlangsung lebih dari 2 minggu. Penyakit itu harus ditetapkan dalam rentang usia (penyakit pada usia 0-13, 14-21, 22-30, dan > 30 tahun). Responden bisa menyebutkan sampai dengan 3 penyakit untuk setiap rentang usia.Untuk memperoleh klasifikasi keparahan penyakit, 2 ahli mengklasifikasikan semua penyakit yang disebutkandalam kategori : ringan, sedang, atau berat. Penyakit dulu tanpa gangguan jangka panjang (misalnya : pilek) digolongkan sebagai ringan. Penyakit kronis atau yang terkait dikategorikan : gangguan ringan sampai sedang (misalnya : tukak lambung) digolongkan sebagai sedang. Penyakit yang mengancam jiwa atau kronis dengan gangguan besar (misalnya : kanker paru-paru) tergolong berat. Para ahli adalah dokter medis dan internis dengan 7 dan 8 tahun pengalaman klinis. Secara keseluruhan, 404 penyakit yang disebutkan oleh para responden, diklasifikasikan oleh para ahli. Reliabilitas interrater (Spearman) untuk klasifikasi penyakit dari para ahli medis cukup memuaskan (r = 0,74 , P < 0,001).Atas dasar dari Illness Experiences Questionnaire, peneliti menghasilkan 3 nilai. Yang pertama adalah jumlah anggota keluarga yang telah meninggal, yang merupakan jumlah kematian anggota keluarga dekat (orangtua, saudara, dan anak-anak), serta pasangan pernikahan.Nilai yang kedua adalah jumlah penyakit serius pada anggota keluarga, yang merupakan jumlah dari penyakit serius anggota keluarga dekat (orangtua, saudara, dan anak-anak), serta pasangan pernikahan. Penyakit setidaknya diklasifikasikan oleh 1 ahli. Secara keseluruhan, 185 (45,8 %) dari 404 penyakit dikategorikan parah oleh 1 ahli.Nilai yang ketiga adalah tingkat keparahan penyakit sendiri sebelumnya, yang merupakan jumlah dari evaluasi keparahan untuk semua penyakit yang disebutkan sendiri oleh responden. Menurut evaluasi ahli medis, penyakit diklasifikasikan sebagai (1) ringan, (2) sedang, dan (3) berat.Penilaian Karakteristik Hypochondriacal dan Patologi UmumKarakteristik hypochondriacal dievaluasi dengan Illnes Attitude Scales (IAS). IAS terdiri dari 27 item yang dinilai pada skala 5 point mulai dari 0 (tidak ada) sampai 4 (seringkali). IAS menilai aspek kecemasan kesehatan (misalnya, "Apakah Anda khawatir tentang kesehatan Anda?"), Aspek perilaku penyakit (misalnya, "Seberapa sering Anda pergi ke dokter?"), Dan kebiasaan kesehatan (misalnya, "Apakah Anda menghindari makanan yang mungkin tidak sehat?"). Versi Jerman dari IAS menunjukkan reliabilitas yang tinggi dan validitas.HasilPeneliti menemukan bahwa pasien dengan hypochondriasis melaporkan pengalaman penyakit dan pengalaman masa kecil yang traumatis mempunyai tingkat yang lebih tinggi daripada kontrol sehat. Namun, tidak ada perbedaan yang ditemukan antara pasien dengan hypochondriasis dan orang-orang dengan gangguan kecemasan, mengenai tingkat pengalaman penyakit dan pengalaman traumatis mereka.KesimpulanPengalaman-pengalaman penyakit sebelumnya dan pengalaman masa kecil yang traumatis tidak membuktikan menjadi faktor risiko spesifik untuk pengembangan hypochondriasis. Pentingnya pengalaman penyakit dan pengalaman traumatis sebagai faktor risiko, seperti yang dipertimbangkan dalam Diagnostik dan Statistik Manual dan pada model perilaku kognitif, tampaknya tidak didukung secara empiris. Penelitian lebih lanjut juga harus mempertimbangkan faktor-faktor risiko potensial lain yang dibahas dalam literatur.

Daftar Pustaka

. Direktorat JenderalPelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan DiagnosisGangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertamaKaplan, B.J., Sadock, V.A. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2. EGC, Jakarta. Kaplan, B.J., Sadock, V.A. 2007.Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry :BehavioralMaramis, W.F. 2005.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan .Airlangga University Press : SurabayaNevid, J. S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I. Edisi 5. Erlangga : JakartaNevid, J.S., dkk. 2005.Psikologi Abnormal Jilid I. Edisi 5. Penerbit Erlangga :JakartaPardamean E. 2007.Pardamean, E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta BaratSALMA. 2013. Validasi Klinik General Health Questionnaire-12 sebagai Instrumen Skrining Gangguan Somatoform di Puskesmas. Universitas Gadjah Mada