Laporan Pendahuluan HC
-
Upload
putri-yuli-syidiqah -
Category
Documents
-
view
31 -
download
5
description
Transcript of Laporan Pendahuluan HC
LAPORAN PENDAHULUAN
LABORATORIUM UNIT OPERASI
HEAT CONDUCTION
Oleh :
Kelompok 2
1. Harry Christian 03111003035
2. Ahmad Febriyansyah 03111003051
3. Anissa Nurul Badriyah 03111003075
4. Fifin Sunarlie 03111003082
5. Irvan Rizky 03111003084
6. Amir Mahmud Afandi 03111003085
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Joseph Fourier adalah salah seorang yang mempelajari proses perpindahan
panas secara konduksi. Pada tahun 1822, Joseph Fourier telah merumuskan
hukumnya yang berkenaan dengan konduksi.Tinjauan terhadap peristiwa
konduktif dapat diambil dengan berbagai macam cara (yang pada prinsipnya
berakar dari hokum Fourier), mulai dari subjek yang sederhana yaitu hanya
sebatang logam (composite bar). Banyak factor yang mempengaruhi peristiwa
konduksi. Diantaranya pengaruh luas penampang yang berbeda, pengaruh
geometri, pengaruh permukaan kontak, pengaruh adanya insulasi dan lain-lainnya.
Kesulitan dalam membuktikan penerapan hokum Fourier untuk berbagai
variasi kondisi percobaan ini. Oleh karena itu pada percobaan ini diatur
sedemikian rupa, yakni dilakukan dalam empat tipe percobaan yang tentu saja
dengan menggunakan umus-rumus yang berbeda dan dengan asunsi-asumsi yang
sesuai. Dan terdapat hubungan dengan panas konduksi di mana percobaan panas
konduksi ini dilakukan dengan dua cara yaitu secara linier dan radial. Radial
panas yang dapat merambat pada media yang merambat secara linier sedangkan
panas radikal beberapa besar panas yang dapat berpindah secara konduksi bila di
bandingkan dengan sistem yang mengunakan cara linier (garis lurus). Pada sistem
ini panas akan dipindahkan pada arah radial (melalui jari-jari media yang
berbentuk seperti cakram).
Percobaan ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari perubahan
luas penampang, tebal penampang dan jenis bahan terhadap profil temperatur
sepanjang konduktor panas. Ternyata semua hal diatas memberi pengaruh yang
besar dari perhitungan laju perpindahan panas, dimana pada teori luas penampang
tidak mempengaruhi hasil perhitungan laju perpindahan panas. Terjadinya
perbedaan ini disebabkan oleh laju alir Q supply yang selalu berubah-ubah
sehingga pembacaan temperatur menjadi sulit media yang digunakan berbeda
maka daya hantarnya akan berbeda temperatur akan besar.
1.2. Tujuan
1) Untuk mengetahui penerapan hukum Fourier untuk konduksi linier sepanjang
logam.
2) Untuk mengetahui perubahan geometris (cross sectional area) pada profil
temperatur sepanjang konduktor panas.
3) Menghitung panas konduksi untuk system radial dan membandingkannya
dengan Q supply.
4) Untuk menghitung termal konduktivitas.
5) Untuk mengetahui prinsip dan cara kerja heat conduction apparatus.
1.3. Permasalahan.
1) Bagimana mengetahui pengaruh perubahan cross sectional area pada profil
temperatur dan termasuk untuk menghitung koefisien perpindahan panas
overall untuk masing-masing sistem konduksi.
2) Bagaimana kesesuaian antar Q supply dengan Q hasil perhitungan dari rumus
faurier. Mulai dari peristiwa konduksi untuk satu jenis logam sampai untuk
komposisi logam.
3) Bagaimana mekanisme konveksi sebagai perpindahan panas pada liquid atau
gas melalui gerakan molekul-molekul dan pengaruh perbedaan temperatur.
1.4. Hipotesa.
1) Bahwa hukum Fourier berlaku untuk semua system konduksi.
2) Panas disuplai dari sumber arus sedapat mengkin sebanding dengan panas
hasil perhitungan.
3) Zat yang memiliki daya hantar panas atau thermal conductivity tinggi akan
mempunyai heat transfer rate yang tinggi pula.
4) Panas yang didapat dari perhitungan tidak akan berbeda jauh dengan panas
yang disupply dari sumber arus.
1.5. Manfaat.
1) Untuk mengetahui dan membuktikan aplikasi dan hokum fourier pada sistem
konduksi
2) Dapat memahami prinsip kerja alat heat conduction apparatus.
3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perpindahan
panas suatu bahan.
4) Dapat membaca temperatur untuk setiap supply panas pada sistem konduksi
linear dan radial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peristiwa Perpindahan Panas
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali.
Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu
zat, perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan.
Perpindahan panas terjadi dikarenakan perbedaan temperatur driving force
dan aliran panas dari daerah temperatur tinggi ke panas yang rendah. Perpindahan
panas dalam bentuk kalor dapat terjadi diberbagai tipe proses baik secara kimia
maupun fisika. Perpindahan panas sering terjadi dalam berbagai unit operasi,
seperti lumber of foods, alcohol distilation, burning of fuel, and evaporation.
Keseimbangan momentum, keseimbangan energi, dan keseimbangan
massa pada kondisi unsteady state dapat digunakan sebagai dasar perhitungan
keseimbangan proses perpindahan panas, sehingga didapatlah suatu persamaan
keseimbangan heat transfer :
Qin + Qgen = Qout + Qacc …(1)
Termal konduktivitas adalah proses untuk memindahkan energi dari
bagian yang panas kebagian yang dingin dari substansi oleh interaksi molekular.
Dalam fluida, pertukaran energi utamanya dengan tabrakan langsung. Pada solid,
mekanisme utama adalah vibrasi molecular. Konduktor listrik yang baik juga
merupakan konduktor panas yang baik pula.
Persamaan yang berlaku untuk aliran panas konduksi, pertama kali
dinyatakan fourier, sebagai berikut :
...(2)
Konstanta kesebandingan dimiliki oleh setiap material. Dalam bentuk
matematiknya dengan menganggap bahwa temperatur bervariasi dalam arah –x
yang dinotasikan dengan :
…(3)
…(4)
…(5)
Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung,
yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin
tanpa adanya pemisah. Sedangkan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida
panas dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-
sekat pemisah. Perpindahan panas adalah salah satu faktor yang sangat
menentukan operasional suatu pabrik kimia. Penyelesaian soal-soal perpindahan
kalor secara kuantitatif biasanya didasarkan pada neraca energi dan perkiraan laju
perpindahan kalor. Perpindahan panas akan terjadi apabila ada perbedaan
temperatur antara 2 bagian benda. Panas akan berpindah dari temperatur tinggi ke
temperatur yang lebih rendah.
Gambar 1. Unsteady State Balance For Heat Transfer In Control Volume
Membuat suatu unsteady state heat balance untuk arah –x hanya
berdasarkan control volum (Gambar 1.), dan berdasarkan kedua persamaan diatas
dan cross-sectional area (Am2) didapat :
…(6)
dimana q adalah panas yang terbentuk per unit volum. Bila diasumsikan tidak ada
panas yang terbentuk dan steady state heat tranfer yang mana berarti jumlah
panas yang terakumulasi sama dengan nol, maka persamaan (2.1-3) menjadi :
…(7)
ini berarti panas konduksi yang masuk sama dengan panas konduksi yang keluar,
atau qx adalah konstan terhadap waktu untuk steady state heat transfer.
Hukum Fourier untuk heat konduksi ini sesuai untuk seluruh jenis solid,
liquid, dan gas. Koefisien k adal sifat transport dari suatu material dan disebut
thermal conductivity, sesuai untuk beberapa analisa. Kuantitas
Ax adalah luas permukaan normal untuk arah x.
2.2. Peristiwa Konduksi Untuk Sistem Radial
Persamaan dibawah ini menunjukkan bidang dinding satu lapis, berbentuk
silinder, terbuat dari bahan homogen dengan konduktivitas termal tetap dan suhu
permukaan dalam dab suhu permukaan luar seragam. Pada jari-jari tertentu luas
yang tegak lurusterhadap aliran kalor konduksi radial adalah 2rL, dimana L
adalah panjang silinder. Dengan menuliskan nilai ini kedalam persamaan fourier
dan mengintegrasikannya dengan q konstan, didapat :
…(8)
Laju perpindahan panas qr adalah konstan pada arah radial dan dapat
dihitung distribusi temperatur di dalam silinder dengan memakai asumsi bahwa k
adalah konstan. Temperatur pada arah r dapat dicari dengan persamaan berikut :
…(9)
2.3. Konduktivitas Termal
Konstanta proposionalitas k, ialah suatu sifat fisika bahan, yang disebut
sebagai konduktifitas termal atau hantaran termal. Sifat ini merupakan salah satu
dari sifat transpot bahan. Satuan k adalah Btu/ft2 jam (F/ft) yang dapat ditulis
sebagai Btu/ft2 jam F atau W/mC.
Gambar 2. Konduktifitas Termal
Hukum Fourier menyatakan bahwa k tidak bergantung pada gradien suhu
tetapi tidak selalu demikian halnya dengan suhu itu sendiri. Ketidaktergantungan
k ini telah dibuktikan dengan eksperimen dalam jangkau landaian suhu yang
cukup luas, kecuali untuk zat padat berpori, dimana radiasi antar partikel yang
tidak mematuhi hukum suhu yang linier, merupakan bagian penting dari aliran
kalor total. Di lain pihak k merupakan fungsi suhu, walaupun bukan fungsi kuat.
Untuk jangkau suhu yang tidak besar, k dianggap konstan. Tetapi untuk jangkau
yang lebih luas konduktivitas dapat didekati dengan persamaan dalam bentuk:
k = a + bT …(10)
dimana a dan b adalah konstanta empiris.
Konduktivitas termal setiap benda memiliki nilai yang cukup beragam.
Nilai konduktivitas termal tertinggi terdapat pada logam dan paling rendah untuk
bahan berbentuk serbuk yang telah dihampakan di udara. Konduktivitas termal
perak ialah sekitar 240 Btu/ft2 jam F dan aero gel silica yang dihampakan udara
mungkin sampai serendah 0,0012. Zat padat yang nilai k-nya rendah
dimanfaatkan sebagai isolator panas untuk membuat aliran kalor minimum.
Bahan-bahan berpori seperti busa polistiren, berfungsi memerangkap udara
sehingga dengan demikian meniadakan konveksi. Nilai k-nya hampir sama
dengan nilai udara itu sendiri.
Tabel 1. Konduktivitas Termal
Zat k (W/m.K) Zat k (W/m.K)
Logam
Aluminium
Perunggu
Tembaga
Besi dan Baja
Perak
Zat padat lain
Lemak Tubuh
Batu bata
Beton
Kaca
Es
Air
Kayu (pinus)
205
109
385
50
406
0,17
0,6
0,8
0,8
1,6
0,60
0,13
Bahan Isolator
Gabus
Serat kaca
Bulu halus
Kapuk
Gas
Hidrogen
Udara
0,04
0,04
0,02
0,03
0,13
0,024
Sumber : Wikipedia
2.4. Mekanisme Perpindahan Panas
Apabila dua buah benda yang suhunya berbeda berada dalam kontak
termal, maka kalor akan mengalir dari benda yang suhunya lebih tinggi kebenda
yang suhunya lebih rendah. Aliran netto selalu berlangsung menurut arah
penurunan suhu. Perpindahan panas dapat terjadi oleh satu atau lebih dasar
mekanisme perpindahan panas, yaitu :
1. Konduksi
Dalam konduksi, panas dapat dikonduksi melalui solid, liquid, dan gas.
Panas dikonduksi oleh perpindahan energi gerak molekul-molekul yang
berdekatan. Dalam gas hotter molecules, yang mana memiliki energi kinetic yang
lebih besar memberi energinya ke molekul terdekat yang berada pada level
terendah. Perpindahan jenis ini hadir dalam beberapa tingkat pada semua solid,
liquid, gas atau liquid yang mana berada pada temperatur gradien tertentu. Dalam
konduksi, energi juga dapat dipisahkan oleh elektron bebas, yang mana juga
cukup penting pada metalic solid. Contoh dari perpindahan panas secara konduksi
yaitu perpindahan panas melalui dinding heat exchangers atau sebuah
refrigerator, perlakuan panas pada steel forgings, pendinginan tanah sepanjang
musim dingin dan lain-lain.
2. Konveksi
Bila arus atau partikel-partikel makroskopik fluida melintas suatu
permukaan tertentu seperti umpamanya, bidangan batas atau volume kendali, arus
itu akan ikut membawa serta sejumlah entalpi tertentu. Aliran entalpi ini disebut
aliran konveksi kalor atau singkatnya konveksi. Oleh karena konveksi itu
meerupakan suatu fenomena makroskopik, ia hanya berlangsung bila ada gaya
yang bekerja pada partikel atau ada arusa fluida yang dapat membuat gerakan
melawan gaya gesekan.
Konveksi sangat erat hubungannya dengan mekanika fluida. Bahkan
secara termodinamik, konveksi ini dianggap bukan sebagai aliran kalor, tetapi
sebagai fluks entalpi. Contoh konveksi adalah perpindahan entalpi oleh pusaran-
pusaran aliran turbulen dan oleh arus udara panas yang mengalir melintas dan
menjauhi radiator (pemanas) biasa.
3. Radiasi
Radiasi ialah istilah yang digunakan untuk perpindahan energi melalui
ruang oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jika radiasi berlangsung
melalui ruang kosong, ia tidak ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk-
bentuk energi lain dan ia tidak akan terbelok dari lintasannya. Tetapi, sebaliknya
bila terdapat zat pada lintasannya, radiasi itu akan mengalami transmisi
(diteruskan), refleksi (dipantulkan), dan absorpsi (diserap). Hanya energi yang
diserap itu saja yang muncul sebagai kalor, dan transformasi ini bersifat
kuantitatif.
2.5. Heat Exchanger
Terdapat tiga tipe peralatan penukar panas yang sering digunakan, yakni
plate and frame/gaskette plate (umumnya disebut plate exchanger), spiral plate,
dan lamella. Kesamaan dari ketiga konfigurasi ini adalah permukaan pemindahan
panas sama-sama terdiri dari paralel lempeng logam yang dipisahkan permukaan
kontak dan panas yang diterima mengubah aliran fluida pada saluran tipis.
Penukar panas jenis plate adalah penukar panas yang dapat memindahkan panas
lebih baik dari 2 konfigurasi lainnya. Kelebihan lain penukar panas jenis plate ini
adalah:
1) Fleksibel dalam penyusunan arah alir fluida.
2) Memiliki laju perpindahan panas yang tinggi.
3) Mudah dalam pengecekan/ inspeksi dan perawatan.
Proses pertukaran panas yang terjadi di industri umumnya digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan unit proses dan konservasi energi. Untuk itu penukar
panas yang baik yang memiliki laju perpindahan panas seoptimal mungkin.
Ketidakoptimalan laju perpindahan panas ditentukan nilai koefisien perpindahan
panas keseluruhan.
Hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa
perubahan fluks massa udara dapat meningkatkan nilai U untuk setiap laju alir
massa flue gas konstan pada alat penukar panas jenis plat. Marriot (1971)
membatasi rentang bilangan Reynolds yang efektif untuk fluida operasi gas-gas
adalah 10-400. Pada bilangan Reynolds yang terlalu tinggi, laju alir fluida juga
akan tinggi, yang akan menyebabkan perpindahan panas tidak efektif.
Penukar panas (Heat Exchanger) adalah alat yang digunakan untuk
mempertukarkan panas secara kontinue dari suatu medium ke medium lainnya
dengan membawa energi panas. Secara umum ada 2 tipe penukar panas, yaitu:
1. Direct heat exchanger
Kedua medium penukar panas saling kontak satu sama lain. Yang
tergolong Direct heat exchanger adalah cooling tower dimana operasi
perpindahan panasnya terjadi akibat adanaya pengontakan langsung antara air
dan udara.
2. Indirect heat exchanger
Dimana kedua media penukar panas dipisahkan oleh sekat/ dinding dan
panas yang berpindah juga melewatinya.
Menurut Bell (1959) ada beberapa tipe aliran fluida dalam pelat heat
exchanger, yaitu:
1. Seri: Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alirnya rendah dan beda
temperaturnya tinggi.
2. Paralel: Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alirnya lebih besar dan beda
temperaturnya rendah.
3. Seri parallel: Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alir dan beda
temperaurnya tidak terlalu tinggi (menengah).
Penukar panas jenis pelat terdiri atas pelat-pelat tegak lurus yang
dipisahkan sekat-sekat berukuran antara 2 sampai 5 mm. Pelat-pelat ini berbentuk
empat persegi panjang dengan tiap sudutnya terdapat lubang. Melalui dua di
antara lubang-lubang ini fluida yang satu dialirkan masuk dan keluar pada satu
sisi, sedangkan fluida yang lain mengalir melalui ruang antara di sebelahnya
karena terdapat sekat.
Gambar 1. Penukar panas jenis pelat
Banyak pelat bergelombang, sehingga aliran turbulen sudah tercapai pada
bilangan Reynolds antara 10-400. Pelat yang lebih tipis akan memberikan
perpindahan panas yang lebih efisien, uniform, dan proses kontrol yang lebih
baik. Berdasarkan konstruksinya, penukar panas pelat dapat dibagi menjadi 2
macam, yaitu :
1. Gasketted Plate Heat Exchanger
Gasketted plate heat exchanger mudah dimodifikasi karena desainnya
fleksibel. Fungsi utama gasket adalah menjaga tekanan, laju alir dan mencegah
pencampuran fluida. Selain itu, gasket mudah untuk dikontrol dan pembersihan.
2. Brazed Plate Heat Exchanger
Brazed plate heat exchanger merupakan pengembangan jenis gasket.
Kelebihannya adalah lebih kompak, dan dapat digunakan untuk tekanan dan
temperatur tinggi.
2.6. Jenis-Jenis Plate Heat Exchanger
Penukar panas jenis pelat didasarkan pada ragam aliran fluida operasi.
Berdasarkan hal ini penukar panas jenis pelat dapat dibedakan menjadi:
1. Penukar panas pelat beraliran jamak (multipass plate heat exchanger).
2. Penukar panas pelat berlawanan arah (countercurrent plate heat exchanger).
3. Penukar panas pelat bersilangan arah (crosscurrent plate heat exchanger).
Penukar panas pelat secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2. Proses
pertukaran panas pada penukar panas jenis ini secara sederhana mirip dengan
proses pertukaran panas pada penukar panas pipa ganda (double pipe heat
exchanger). Perbedaannya terletak pada bentuk alur laluan fluida. Pada pipa
ganda alur laluan fluida pendinginnya sejajar dengan alur laluan fluida panasnya.
Baik fluida dingin maupun panas memiliki alur aliran yang lurus (smooth).
Sedangkan pada penukar panas pelat beraliran jamak alur laluan fluida dingin
membentuk huruf U dan sejajar dengan alur laluan fluida panas.
Gambar 2. Penukar panas jenis pelat berlairan jamak (multi-pass)
Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas, dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah yang berlawanan dan
keluar sistem dalam arah yang berlawanan juga. Gambar 3 menunjukkan skema
arah aliran pada penukar pelat berlawanan arah.
Gambar 3. Penukar panas pelat berlawanan arah (counter current)
Pada penukar panas pelat bersilangan arah, udara bergerak menyilang
melalui matriks perpindahan panas yang dilalui oleh flue gas. Arah matriks
perpindahan panas pada penukar panas jenis ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Penukar panas bersilangan arah (cross-current)
1. Alat Penukar Panas Saluran Jamak
Alat penukar panas saluran jamak memiliki spesifikasi aliran berupa
saluran jamak banyak laluan (multipass) untuk aliran udara pendingin dan saluran
tunggal untuk aliran flue gas. Dengan adanya saluran jamak ini, perpindahan
panas berlangsung secara bertahap sehingga laju penurunan temperatur flue gas
lebih teratur. Fluida panas (flue gas) yang digunakan dalam penelitian ini adalah
udara yang berasal dari kerangan (valve) yang dipanaskan oleh alat pemanas udara
(heater) dan udara ambient sebagai fluida dingin. Rancangan alat penukar panas
saluran jamak ditampilkan pada gambar 5 dan gambar 6 berikut:
Gambar 5. Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi udara
Gambar 6. Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi flue gas
2. Alat Penukar Panas Berlawanan Arah (Counter Current Plate Heat Exchanger)
Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah berlawanan dan keluar
system dalam arah yang berlawanan juga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7 dan
gambar 8. Dengan skema peralatan tersebut diharapkan hasil yang diperoleh dapat
memenuhi rentang bilangan Reynolds antara 10-400 seperti yang ditekankan
Marriot (1971).
Gambar 7. Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi udara
Gambar 8. Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi flue gas
3. Alat Penukar Panas Bersilangan Arah (Cross Current Plate Heat Exchanger)
Apabila kedua fluida mengalir sepanjang permukaan perpindahan panas
dalam gerakan yang tegak lurus satu dengan lainnya, maka penukar panasnya
dikatakan berjenis aliran silang (cross flow). Pada sistem ini, udara bergerak
menyilang melalui matriks perpindahan panas yang dilalui flue gas. Aliran fluida
panas dan dingin pada penukar panas pelat beraliran silang yang akan digunakan
pada percobaan ini tidak saling bercampur (unmixed). Hal ini disebabkan oleh
adanya sekat yang memisahkan aliran kedua fluida tersebut. Skema peralatan
penukar panas pelat beraliran silang ini ditampilkan pada gambar 9.
Gambar 9. Alat penukar panas jenis pelat bersilangan arah
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1.Alat
1) Power supply
2) Stavolt
3) Radial module
4) Kabel
5) Cooling water
3.1.2.Bahan
1) Air pendingin (cooling water)
2) Material sample (kuningan besar (A), kuningan kecil (B), stainless steel (C),
dan sistem radial).
3.2. Prosedur Percobaan.
1) Rangkailah peralatan seperti pada gambar alat.
2) Hidupkan power supply.
3) Atur wattmeter sesuai yang dikehendaki (untuk linier dan radial).
4) Catat waktu temperatur masuk air pendingin seketika setelah power supply
dihidupkan.
5) Catatlah harga temperatur yang terbaca T1, T2, sampai T9 (untuk sistem linier)
dan T1, T2, T3, T7, T8, T9 (untuk sistem radial). Apabila harga wattmeter stabil
seperti yang dikehendaki.
6) Lakukan langkah 1 – 5 terhadap masing-masing jenis logam A, B, C untuk
setiap variasi sistem.
7) Lakukan langkah 1 sampai 5 terhadap masing-masing jenis logam A, B dan C
untuk setiap variasi sistem.