lap pen HC fix
-
Upload
robbi-gaspar -
Category
Documents
-
view
66 -
download
4
Transcript of lap pen HC fix
LAPORAN PENDAHULUAN
LABORATORIUM UNIT OPERASI TEKNIK KIMIA
HEAT CONDUCTION
Kelompok : 3
RUMIYATI 03101003009
SILFIA DAHNIA 03101003017
ROBBY OLSAN 03101003034
REZA FAHLEVI 03101003017
CANDRA PERDMAEAN 03101003017
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perpindahan panas banyak didapati dalam disiplin ilmu teknik kimia.
Pengetahuan mengenai mekanisme perpindahan panas mutlak diperlukan untuk
dapat memahami peristiwa-peristiwa yang berlangsung di dalam pemanasan,
pendinginan, pengeringan, destilasi, evaporasi, kondensasi dan lain-lain. Ada tiga
cara perpindahan panas yaitu konveksi, konduksi dan radiasi.
Pada tahun 1822, Joseph Fourier telah merumuskan hukum yang berkenaan
dengan proses perpindahan panas secara konduksi. Tinjauan terhadap peristiwa
konduksi dapat diambil dengan berbagai cara, yang pada prinsipnya bersumber
dari hukum Fourier dan mulai dari subyek yang sederhana mulai dari sebatang
hingga untuk berbagai macam logam. Dalam peristiwa konduksi ini terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh seperti pengaruh luas penampang, luas
permukaan kontak, adanya insulasi, pengaruh geometri dan lain-lain.
Percobaan ini dimaksudkan untuk membuktikan penerapan hukum Fourier pada
berbagai variasi kondisi percobaan.
Konduksi merupakan suatu peristiwa perpindahan energi atau interaksi dari
molekul-molekul suatu substance dimana terjadinya perpindahan panas dalam
bentuk likuid, gas, padat tanpa adanya perpindahan partikel-partikel dalam bahan
tersebut melalui medium tetap.
Perpindahan panas terjadi karena perbedaan temperatur driving force dan
aliran panas dari daerah bertemperatur panas ke temperatur rendah, dimana dasar
dari mekanisme perpindahan panas adalah yaitu secara konduksi, konveksi, dan
radiasi. Konduksi merupakan perpindahan panas dari temperatur tinggi ke
temperatur rendah dalam satu medium (padat, cair dan gas). Konveksi adalah
suatu perpindahan (fenomena makroskopik) yang berlangsung bila ada gaya yang
bekerja pada partikel atau ada arus fluida yang dapat membuat gerakan melawan
gaya gesekan. Sedangkan radiasi adalah perpindahan energi melalui ruang oleh
gelombang-gelombang elektromagnetik. Joseph Fourier merupakan salah seorang
yang telah mempelajari proses perpindahan panas secara konduksi dan
merumuskan hukumnya yang berkaitan dengan konduksi.
Tinjauan terhadap peristiwa konduktif dapat diambil dengan berbagai
macam cara (yang pada prinsipnya berakar pada hukum Fourier), mulai dari
subjek yang sederhana yaitu hanya sebatang logam (composite bar). Banyak
faktor yang mempengaruhi peristiwa konduksi. Diantaranya pengaruh luas
penampang yang berbeda, pengaruh geometri, pengaruh permukaan kontak,
pengaruh adanya insulasi ataupun pengaruh-pengaruh lainnya.
Kesulitan dalam membuktikan penerapan Hukum Fourier untuk berbagai
variasi kondisi percobaan. Oleh karena itu pada percobaan ini diatur sedemikian
rupa, yakni dengan dilakukan dalam empat tipe percobaan yang tentunya dengan
menggunakan rumus-rumus yang berbeda dan dengan asumsi-asumsi yang sesuai.
1.2. Permasalahan
1) Bagaimanakah kesesuaian antar Q supply dengan Q hasil perhitungan dari
rumus Fourier, mulai dari peristiwa konduksi untuk satu jenis logam sampai
untuk komposisi logam.
2) Bagaimanakah pengaruh perubahan cross sectional area pada frofil temperatur
dan termasuk untuk menghitung koefisien perpindahan panas overall untuk
masing-masing sistem konduksi.
3) Bagaimanakah mekanisme konveksi sebagai perpindahan panas pada liquid
atau gas melalui gerakan molekul-molekulnya dan pengaruh perbedaan
temperatur.
1.3. Tujuan
1) Mengetahui prinsip dan cara kerja heat conduction apparatus
2) Mengetahui mekanisme dasar heat transfer khususnya secara konduksi
3) Mengetahui cara menghitung nilai konduktivitas termal (k) suatu material
4) Mengetahui penerapan hukum fourier pada panas konduktif
5) Mengetahui aplikasi dari heat conduction apparatus di lapangan
1.4. Hipotesa
1) Hukum Fourier berlaku untuk perpindahan panas sistem konduksi pada zat
padat, zat cair dan gas.
2) Zat yang memiliki daya hantar panas atau thermal conductivity tinggi akan
mempunyai heat transfer rate yang tinggi pula.
3) Panas yang didapat dari perhitungan tidak akan berbeda jauh dengan panas
yang disupply dari sumber arus.
1.5. Manfaat1) Untuk mengetahui dan membuktikan aplikasi dari hukum Fourier pada sistem
konduksi.
2) Dapat memahami prinsip kerja alat heat conduction apparatus.
3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perpindahan panas
suatu bahan.
4) Dapat membaca temperatur untuk setiap supply panas pada sistem konduksi
linear dan radial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Mekanisme Perpindahan Panas
Bila dua benda yang suhunya berbeda berada dalam kontak termal, maka
kalor akan mengalir dari benda ayang suhunya lebih tinggi ke benda yang
suhunya lebih rendah. Aliran netto selalu berlangsung menurut arah penurunan
suhu. Perpindahan panas dapat terjadi oleh satu atau lebih dasar mekanisme
perpindahan panas, yaitu :
2.1.1. Konduksi
Dalam konduksi, panas dapat dikonduksi melalui solids, liquids, dan gases.
Panas dikonduksikan oleh perpindahan energi gerak molekul-molekul yang
berdekatan. Dalam gas ”hotter” molekul, yang mana memiliki energi kinetik yag
lebih besar memberi energinya ke molekul yang terdekat yang berada pada level
terendah. Perpindahan jenis ini hadir dalam beberapa tingkat pada semua solids,
gases atau liquids yang mana berada pada gradien temperatur tertentu.
Dalam konduksi, energi juga dapat dipindahkan oleh elektron bebas, yang
mana juga cukup penting pada material solid. Contoh perpindahan panas secara
konduksi yaitu perpindahan pans melalui dinding heat exchangers atau sebuah
refrigerator, perlakuan panas pada steel forgins, pendinginan tanah sepanjang
musim dingin, dan lain-lain.
2.1.2. Konveksi
Bila arus atau partikel-partikel makroskopik fluida melintas suatu
permukaan tertentu seperti umpamanya, bidang batas atau volume kendali, arus
itu akan ikut membawa serta sejumlah entalpi tertentu. Aliran entalpi ini disebut
aliran konveksi kalor atau singkatnya konveksi. Oleh karena konveksi itu
merupakan suatu fenomena mikroskopik, ia hanya berlangsung bila ada gaya
yang bekerja pada partikel atau ada arus fluida yang dapat membuat gerakan
melawan gaya gesekan.
Konveksi sangat erat kaitannya dengan mekanika fluida. Bahkan secara
termodinamika, konveksi itu dianggap bukan sebagai aliran kalor, tetapi sebagai
fluks entalpi. Contoh konveksi ialah perpindahan entalpi oleh pusaran-pusaran
(eddy) aliran turbulen dan oleh arus udara panas yang mengalir melintas dan
menjauhi radiator (pemanas) biasa.
2.1.3. Radiasi
Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk perpindahan energi melalui
ruang oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jika radiasi melalui ruang
kosong, ia tidak ditranformasikan menjadi kalor atau bentuk-bentuk lain energi,
dan ia tidak pula akan terbelok dari lintasannya. Tetapi sebaliknya, bila terdapat
zat pada lintasannya, radiasi itu akan mengalami transmisi (diteruskan), refleksi
(dipantulkan), dan absorbsi (diserap). Hanya energi yang diserap itu saja yang
muncul sebagai kalor, dan transformasi itu bersifat kuantitatif.
Sebagai contoh , kuarsa lebur akan meneruskan hampir semua radiasi yang
menimpanya, permukaan buram, mengkilap atau cermin memantulkan sebagian
besar radiasi yang jatuh padanya, sedangkan permukaan hitam atau yang tidak
mengkilap akan menyerap kebanyakan radiasi yang diterimanya, dan mengubah
energi yang diserapnya itu secara kualitatif menjadi kalor.
2.2. Konduksi
Peristiwa konduksi adalah salah satu bentuk peristiwa perpidahan panas
yang berupa energi yang terjadi karena adanya interaksi dari molekul-molekul
suatu substansi dimana terjadi perpindahan panas dalam bentuk liquid, gas, atau
padat tanpa adanya perpindahan partikel-partikel dalam bahan tersebut melalui
medium tetap.
Banyak peristiwa-peristiwa terjadinya konduksi yang sering kita temui,
dapat kita jadikan contoh antara lain adalah peristiwa kehilangan energi dari
ruangan yang dipanaskan terhadap udara luar melalui dinding yang memisahkan
udara dalam ruangan dengan udara luar pada suatu medium yang dingin, peristiwa
dicelupkannya besi dengan tiba-tiba kedalam air panas, peristiwa ini
menyebabkan besi tersebut menjadi panas sebagai akibat dari adanya konduksi
energi dari air panas melalui besi. Peristiwa ini dapat memindahkan energi dari
daerah panas ke daerah dingin dari substansi dengan interaksi molekuler. Dalam
fluida pertukaran energi adalah dengan persentuhan secara langsung. Dalam solid,
mekanisme yang utama adalah vibrasi lattice relatif.
Terjadinya peristiwa perpindahan energi dari suatu bagian bertemperatur
tinggi ke bagian bertemperatur rendah, disebabkan jika pada suatu benda terdapat
gradien suhu (temperatur gradient). Sehingga dapat dikatakan bahwa energi
berpindah secara konduksi (conduction) atau hantaran dan bahwa laju
perpindahan kalor itu berbanding dengan gradien suhu normal :
dimana :
q = laju perpindahan
A = Luas permukaan
= gradien temperatur ke arah perpindahan kalor
Jika dimasukkan konstanta proporsionalitas (proportionality constant) atau
tetapan kesebandingan, maka :
dimana :
q = laju perpindahan
T/x = gradien temperatur ke arah perpindahan kalor
K = konduktivitas atau hantaran termal (thermal condoctivity) benda
tersebut
A = Luas permukaan
Grafik 2.1 hubungan heat conduction
Persamaan diatas ini adalah bentuk one-dimensional dari Fourier’s law of
heat conduction, dimana T = T(x). Persamaan 1 disebut hukum Fourier tentang
konduksi kalor, yaitu menurut nama ahli matematika fisika bangsa perancis,
Joseph Fourier, yang telah memberikan sumbangan yang sangat penting dalam
pengolahan analitis masalah perpindahan kalor konduksi. Perlu dicatat disini
bahwa persamaan 1 merupakan persamaan dasar dari konduktivitas termal, dan
bahwa satuan k ialah watt per meter per derajat Celcius (dalam sistem satuan yang
menggunakan watt sebagai satuan aliran kalor).
Dengan menggunakan persamaan diatas sebagai titik awal, kita dapat
menentukan persamaan dasar yang mengatur perpindahan kalor dalam zat padat.
Bila suatu sistem satu dimensi dan berada dalam keadaan tunak (steady state),
yaitu temperatur tidak berubah menurut waktu, maka masalahnya sederhana saja,
dan kita hanya perlu mengintegralkan persamaan diatas dan mensubsitusi nilai-
nilai yang sesuai. Tetapi jika zat padat itu berubah menurut waktu atau jika ada
sumber kalor (heat source) atau sumur kalor (heat sink) dalam zat padat itu, maka
subsitusi akan menjadi lebih sulit.
Persamaan-persamaan laju yang cocok digunakan untuk menghitung jumlah
energi yang dipindahkan per unit waktu. Untuk konduksi panas, persamaan laju
dikenal sebagai hukum Fourier :
Profil suhu
qx
T
x
dimana :
= gradien suhu dalam arah normal (tegak lurus) terhadap bidang A
qx'' = Heat flux, yaitu : laju perpindahan panas dalam arah x per unit area tegak
lurus ke arah perpindahan dan proporsional dengan temperatur gradien.
k = Konduktivitas thermal, yaitu : Tetapan yang ditentukan dari eksperimen
didalam suatu medium dan tergantung pada suhu dan tekanan.
2.3. Indirect Contact
Pengertian dari Indirect Contact adalah panas pada dinding menuju fluida,
selain itu juga didalam peristiwa itu timbul pula Energi Difisasi yaitu energi yang
ditambahkan terhadap fluida yang perpindahan panasnya mengalir tergantung
pada media pipanya. Didalam ilmu teknik kimia, media pemanas tersebut terdiri
dari tiga bagian yaitu :
1. Panas Laten (Constan Wall Temperatur)
Merupakan panas yang ada di pipa sama secara keseluruhan (konstan dimana
– mana), temperatur konstan, tetapi terjadi perubahan fase.
2. Panas Sensible (Linier Wall Temperatur)
Dimana yang terjadi adalah temperatur didalam pipa berbeda/berubah dan
tidak terjadi perubahan fase.
3. Energi Listrik (Constan Wall Heat Flux)
Panas yang ditimbulkan oleh listrik pada dindingnya (pipa) menimbulkan pipa
menjadi panas yang sama
Persamaan :
P = I2 R
R = L/A
dimana :
P = Daya listrik (watt)
R = Hambatan Listrik (ohm)
I = kuat arus listrik (ampere)
L = Panjang kawat (m)
A = Luas bidang (m2)
= Massa jenis (kg/m3)
2.4. Konduksi Steady State pada One Dimensional
Kondisi steady state adalah suatu keadaan dimana variabel-variabel yang
ada pada suatu sistem tidak berubah. Pada keadaan steady state satu dimensi, kita
mengabaikan tambahan kerja dan sistem tidak dapat berubah, maka Hukum
thermodinamika I menjadi :
dimana :
= penambahan panas persatuan waktu
Dengan kata lain penambahan panas pada sistem harus seimbang dengan panas
yang hilang pada titik-titik yang hilang pada batas tersebut.
One-dimensional berarti bahwa sistem variabel seperti t, hanya berbeda
pada satu dimensi atau spasi koordinat, dinotasikan dengan x. Sesuai dengan
Hukum Fourier, asumsi sistem satu dimensi ini digunakan untuk mengembangkan
persamaan di atas ke persamaan differensial biasa yang pertama dalam x.
Sisi dinding antara inner dan outer boundary diasumsikan terisolasi. Jika
temperatur permukaan inner dan outer sama, pendekatan satu dimensi pada tiga
bentuk penting, antara lain :
1) plane slab tipis
2) Hollow cylinder panjang
3) Hollow sphere
Selain itu didalam peristiwa konduksi juga terjadi bermacam – macam kasus
persamaan konduksi, yaitu :
1. Persamaan Fourier (tanpa konversi energi dalam)
2. Persamaan Poisson (keadaan steady dengan konversi energi dalam)
3. Persamaan Laplace (keadaan steady tanpa konversi energi dalam).
2.5. Konduktivitas Thermal
Termal konduktivitas adalah proses untuk memindahkan energi dari bagian
yang panas kebagian yang dingin dari substansi oleh interaksi molecular. Dalam
fluida, pertukaran energi utamanya dengan tabrakan langsung. Pada solid,
mekanisme utama adalah vibrasi molecular. Konduktor listrik yang baik juga
merupakan konduktor panas yang baik pula. Persamaan yang berlaku untuk aliran
panas konduksi, pertama kali dinyatakan fourier, sebagai berikut :
Persamaan yang pertama kali diatas merupakan persamaan dasar tentang
konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka kita dapat melaksanakan
pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai
bahan. Untuk gas-gas pada suhu agak rendah, pengolahan analitis teori kinetika
gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati
dalam percobaan. Untuk meramalkan konduktivitas termal zat cair dan zat padat,
ada teori yang dapat digunakan dalam beberapa situasi tertentu, tetapi pada
umumnya, dalam zat cair dan zat padar terdapat banyak masalah yang masih
memerlukan penjelasan.
Thermal conductivity tergantung pada suhu dan ketergantungan agak kuat
untuk berbagai konstruksi dan bahan teknik lainnya. Ketergantungan ini biasanya
dinyatakan dengan suatu hubungan linier.
Akan tetapi suhu rata-rata bahan itu sering tidak diketahui. Hal ini pada
umumnya benar untuk dinding berlapis banyak, dimana halnya beda suhu
menyeluruh yang pada mulanya ditentukan. Dalam hal-hal demikian,jika data
memungkinkan, masalah ditangani dengan mengandaikan nilai-nilai yang
dianggap wajar untuk suhu-suhu antar muka, sehingga k untuk masing-masing
bahan bisa didapatkan dan fluks kalor per satuan luas dapat ditentukan. Dengan
menggunakan nilai yang didapatkan, nilai-nilai yang diandaikan untuk suhu antar
muka dapat diperbaiki dengan menerapkan Hukum Fourier pada setiap lapisan,
dimulai dengan suhu permukaan yang diketahui.
Prosedur ini dapat diulangi terus hingga didapatkan kesamaan yang
memuaskan antara suhu antar muka yang sebelumnya dengan nilai-nilai baru yang
didapatkan dari perhitungan. Distribusi untuk dinding datar yang konduktivitas
termalnya berbanding lurus dengan suhu, didapatkan secara analitis, sedangkan
perhitungan untuk dinding silinder, k tergantung secar linier pada suhu.
Mekanisme fisis konduksi energi-termal dalam zat cair secara kualitatif
tidak berbeda dari gas : namun, situasinya menjadi jauh lebih rumit karena
molekul-molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, sehingga medan gaya
molekul lebih besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam proses tubrukan
molekul.
Dalam sistem satuan inggris aliran kalor dinyatakan dalam satuan termal
inggris per jam, (Btu/h), luas permukaan dalam kaki (foot) persegi, dan suhu
dalam derajat Fahrenheit. Dengan demikian satuan konduktivitas termal adalah
Btu/h . ft. oF
Konstanta kesebandingan dimiliki oleh setiap material. Dalam bentuk
matematiknya dengan menganggap bahwa temperatur bervariasi dalam arah –x
yang dinotasikan dengan :
atau
dimana :
dt/dx = Gradien temperatur dalam arah-x
A = Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran kalor
qx = Laju perpindahan kalor ( Watt ),
k = Konduktivitas thermal
Hukum Fourier untuk konduksi panas ini sesuai untuk seluruh jenis solid,
liquid, dan gas. Koefisien k adalah sifat transport dari suatu material dan disebut
thermal conductivity, sesuai untuk beberapa analisa.
Kuantitas Ax adalah luas permukaan normal untuk arah x. jika T (x,y,z) adalah
suatu fungsi multi dimensi, Hukum Fourier menjadi suatu vector :
atau
dimana :
dT/dx = Gradien temperatur dalam arah-x
dT/dy = Gradien temperatur dalam arah-y
dT/dz = Gradien temperatur dalam arah-z
q = Laju perpindahan kalor
k = Konduktivitas thermal
Bila bahan/material adalah isontropis maka konduktivitasnya tidak
bervariasi terhadap arah x, catatan bahwa tanda negatif pada persamaan Fourier
diatas diperoleh dari Hukum II Termodinamika untuk meyakinkan bahwa laju
panas positif dalam arah penurunan temperatur (dari daerah panas kedaerah
dingin).
Gradien suhu (temperatur gradient) yang terdapat dalam suatu bahan
homogen akan menyebabkan perpindahan energi didalam medium itu, yang
lajunya dapat dihitung dengan :
dimana :
= gradien suhu dalam arah normal (tegak lurus) terhadap bidang A
K = konduktivitas termal
Jika profil suhu didalam medium itu bersifat linier, maka gradien suhu itu
(merupakan turunan parsial) dapat diganti dengan :
dimana :
T = Gradien suhu
x = Jarak
Sifat linier seperti ini selalu ditemukan pada medium homogen yang
mempunyai k tertentu dalam perpindahan kalor benda itu termasuk titik-titik pada
permukaan benda.
Jika suhu berubah terhadap waktu, tentulah ada energi yang menumpuk atau
dikeluarkan dari benda itu. Laju penumpukan energi itu adalah :
dimana :
m = Massa zat
dT/dx = Gradien temperatur dalam arah-x
Dari proses ini, pemisahan variable dan diintegrasi persamaan Fourier dimana
arah gradien ialah x menghasilkan :
atau
dimana :
q = Laju perpindahan kalor
k = Konduktivitas thermal
A = Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T = Temperatur kalor
Persamaan ini dapat disusun kembali sehingga menghasilkan :
dimana :
q = Laju perpindahan kalor
k = Konduktivitas thermal
A = Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T = Temperatur kalor
Perhatikan bahwa tahan terhadap aliran kalor berbanding lurus dengan tebal
bahan, tetapi berbanding terbalik dengan konduktivitas termal bahan dan
berbanding terbalik dengan luas yang tegak lurus terhadap arah perpindahan kalor.
Dalam keadaan steady, laju perpindahan kalor yang masuk melalui permukaan
kiri sama dengan yang keluar dari muka kanan. Maka :
dan
Kedua persamaan ini memberikan :
dimana :
q = Laju perpindahan kalor
k = Konduktivitas thermal
A = Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T = Temperatur kalor
Kedua persamaan diatas menggambarkan analogi antara perpindahan kalor
konduksi dan aliran arus listrik, dan analogi ini berakar pada kesamaan antara
hukum Fourier dan hukum Ohm. Hukum Fourier dapat dengan mudah dinyatakan
sebagai :
Konduktivitas tergantung pada sifat bahan yang berbeda–beda, diantaranya :
1. Konduktivitas termal zat padat
Konduktivitas thermal logam dalam fase padat yang diketahui komposisinya
bergantung terutama pada suhu saja. Konduktivitas thermal logam dalam jangkau
suhu yang cukup luas biasanya dinyatakan dengan rumus :
K = ko ( 1 + bθ + cθ2 )
dimana :
θ = T- T rujukan dan
ko = konduktivitas pada suhu rujukan T rujukan.
Kisaran suhu ini, pada berbagai penerapan teknik, biasanya cukup kecil, biasanya
hanya beberapa ratus derajat, sehingga :
K = Ko ( 1 + h0 )
dimana :
θ = T- T rujukan dan
ko = konduktivitas pada suhu rujukan T rujukan.
k = Konduktivitas thermal pada zat padat
Konduktivitas thermal bahan yang homogen biasanya sangat bergantung pada
densitas lindak semu (aparent bulk density), yaitu massa bahan dibagi dengan
volume total.
2. Konduktivitas termal zat cair
Dalam hal ini k bergantung pada suhu, tetapi tidak peka terhadap tekanan.
Konduktivitas thermal kebanyakan zat cair berkurang bila suhu makin tinggi,
kecuali air dimana k bertambah sampai 300oF dan berkurang pada suhu yang lebih
tinggi. Air mempunyai konduktivitas thermal paling tinggi diantara semua zat-
cair, kecuali logam cair.
3. Konduktivitas termal gas
Pada suhu yang semakin tinggi pada tekanan disekitar tekanan atmosfir,
maka konduktivitas thermal akan semakin bertambah. Hampir tidak dipengaruhi
oleh tekanan jika berada pada tekanan tinggi yaitu pada saat tekanan mendekati
kritis atau lebih tinggi lagi. Adapun gas yang terpenting pada konduktivitas termal
ini ialah udara dan uap air.
2.6. Peristiwa Konduksi Untuk Sistem Radial
Sebuah dinding satu lapis, berbentuk silinder, terbuat dari bahan homogen
dengan konduktivitas termal tetap dan suhu permukaan dalam dan suhu
permukaan luar seragam. Pada jari-jari tertentu luas yang tegak lurus terhadap
aliran kalor konduksi radial adalah 2rL, dimana L adalah panjang silinder.
Contoh yamg umum untuk sistem ini adalah silinder, yang memiliki
permukaan luar dan permukaan dalam yang diekspos pada fluida yang memilki
perbedaan temperatur. Laju energi yang dikonduksikan melalui sebuah
permukaan silinder adalah
qr =
=
dimana :
q = Laju perpindahan kalor
k = Konduktivitas thermal
A = Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
dt/dx = Gradien temperatur dalam arah-x
Laju perpindahan panas qr adalah konstan pada arah radial. Kita dapat
menghitung distribusi temperatur di dalam silinder dengan memecahkan
persamaan dengan memakai asumsi bahwa k adalah konstan. Temperatur pada
arah r dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
T(r) =
dimana :
T = Temperatur
Distribusi temperatur yang dianalogikan dengan konduksi radial pada sebuah
didinding silinder adalah tidak linier. Laju perpindahan panas pada silinder adalah
qr =
dimana :
qr = Laju Perpindahan Panas pada selinder
k = Konduktivitas thermal bahan
r = Jari jari silinder
Dari persamaan ini bentuk persamaan dari tahanan termal adalah :
Rt, cond =
dimana :
Rt, cond = Tahanan Termal
L = Ketebalan Bahan
K = Konduktivitas Termal
r = Jari jari
2.7. Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding Berlapis
Rangkaian termal dapat digunakan juga pada sistem yang lebih kompleks,
seperti dinding berlapis, yang terdiri dari beberapa rangkaian seri dan paralel
dimana dimana setiap lapisan memiliki material yang berbeda. Laju perpindahan
panas satu dimensi untuk sistem ini dinyatakan dengan :
qx =
qx =
dimana :
qx = Laju Perpindahan Panas pada dinding berlapis
k = Konduktivitas thermal bahan
r = Jari jari silinder
L = Luas permukaan pada dinding berlapis
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
1. Alat :
1) Power Supply
2) Stavolt
3) Heat Conduction Apparatus
4) Linier Modul dan Radial Modul
5) Pompa
6) Ember
2. Bahan :
1) Batu es dan air (sebagai pendingin)
2) Logam kuningan besar [A]
3) Logam kuningan kecil [B]
4) Stainless stell [C])
3.2. Prosedur Percobaan
1. Rangkailah komponen-komponen rangkaian Heat Conduction menjadi suatu
rangkaian lengkap dan siap digunakan
2. Hubungkan ragkaian ke arus listrik
3. Hidupkan power supply
4. Catat temperatur masuk air pendingin seketika setelah power supply
dihidupkan.
5. Atur wattmeter (kalor) sesuai yang dikehendaki untuk kedua sistem (untuk
sistem linier dan radial)
6. Tunggu beberapa menit (1 samapi 2 menit), catat nilai-nilai temperatur
sebagai berikut :
1) Untuk sistem linier : T1, T2, T3, T4, T5, T6,T7, T8, danT9
2) Untuk sistem radial : T1, T2, T3, T7, T8 dan T9
Catatan :
Pembacaan temperatur dilakukan dengan memutar temperatur selector switch.
7. Catatlah diameter masing-masing logam dan nilai ∆x
8. Ulangi seluruh langkah diatas untuk masing-masing logam dibawah ini :
1) Logam kuningan besar : sistem radial
2) Logam kuningan kecil : sistem linier
3) Stainless stell : sistem radial dan sistem linier