Klasifikasi dan Identifikasi Material terhadap Pengendapan ...
Transcript of Klasifikasi dan Identifikasi Material terhadap Pengendapan ...
Vol. 2, No.1, Februari (2020) 031-049 p-ISSN 2656-7288 e-ISSN 2656-7334
Tersedia online di http://journal.itsb.ac.id/index.php/JAPPS
31
Klasifikasi dan Identifikasi Material terhadap
Pengendapan Wax pada Sumur Minyak
Aries Prasetyo 1, Sudono
1
1. Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik dan Desain, Institut Teknologi Sains Bandung, Cikarang, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstract
The problem in Indonesia, especially for piping problems are generally
caused by blockages that interfere with the flow process, these blockages
are formed due to the presence of scales or minerals deposited to the pipe
wall. Scale formation is due to the alteration of the physical properties of
the oil including pour point, viscosity or others. Many technological
breakthroughs developed to overcome this problem are with the addition
of hot water, the injection of chemical fluids dispersant into crude oil,
which serves to lower the pour point of the crude oil that will be in
production or use surfactant as inhibitors so that the inner pipe wall will
be water wet which can prevent the occurrence of wax deposition on the
pipe surface. In subsequent developments the researchers will review by
replacing or adding pipe materials with certain materials that are able to
inhibit the processing of wax deposits in the pipe walls. By classifying
and identifying materials that are able to inhibit the formation of wax on
the pipe, it is expected to estimate the design of the pipe string so as not
to form wax deposits, such as predicting wax formed at the distance So
that the material application can be optimal. Verification of data on
tubing will result in supporting data for the determination of the crude oil
flow rate with an Excel plot used to determine the rate of wax deposition
in tubing. With some selected material is expected researchers are able to
determine the best material to handle the problem of wax deposits.
Keywords: deposition wax, flow pattern, teflon,
Informasi naskah:
Diterima
15 Desember 2019
Direvisi
16 Januari 2020
Disetujui terbit
14 Februari 2020
Diterbitkan
28 Februari 2020
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
32
1. PENDAHULUAN
Minyak mentah yang umumnya memiliki API gravity dengan kisaran antara 30 – 20
merupakan minyak yang cukup kental untuk diproduksi. Minyak dengan range API gravity
antara 30 – 20 tersebut bila diproduksi mempunyai kecenderungan untuk membeku saat
berada di permukaan bila suhu sekeliling pipa transportasi di bawah suhu titik tuang
minyak. Kondisi minyak tersebut akan menjadikan permasalahan tersendiri di teknologi
produksi, khususnya pada saat minyak diproduksikan. Demi mengejar target produksi
tahunan, banyak perusahaan memproduksikan minyak berat yang mengandung wax.
2. METODE
Diagram pengerjaan wax deposition dimulai dari pengumpulan data di lapangan, lalu
dilakukan pengidetifikasian masalah dan dilakukan perhitungan-perhitungan untuk
memecahkan pemasalahan wax di tubing.
Gambar 1. Skema Pengerjaan
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
33
2.1. Pola Aliran
Pola aliran fluida merupakan salah satu yang mempengaruhi laju pengendapan wax.
Metode perhitungan pola aliran yang digunakan yaitu menggunakan metode Orkiszewski1)
.
Metode Orkizewski merupakan pengembangan dari metode yang dikembangkan oleh
Griffith dan Wallis dan diketahui bahwa metode ini lebih unggul dari lima metode lain
yang telah publikasi. Ketepatan metode ini diverifikasi ketika nilai prediksi dibandingkan
terhadap 148 data yang diukur. Metode ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan
metode lainnya, yaitu liquid holdup yang diperhitungkan, gradient tekanan yang
berhubungan dengan flow regimes di dalam pipa, dan metode ini memberikan analogi yang
baik tentang apa yang terjadi di dalam pipa2)
. Berikut ini merupakan tabel pemilihan
metode untuk pola aliran fluida:
Tabel 1. Metode-metode pola aliran3)
Metode Pola Aliran
Griffith Bubble
Griffith & Wallis Slug (density term)
Orkiszewski Slug (friction term)
Duns & Ros Transition
Duns & Ros Annular Mist
Berikut ini merupakan penentuan pola aliran dengan metode Orkizewski:
Tabel 2. Batasan pola aliran pada metode Orkizewski3)
Pola Aliran Batasan Pola Aliran
Bubble qg/(qg+ql) < Lb or Vsg / Vm < LB
Slug qg/(qg+ql) > LB, Nvg < Ls
Transition Lm > Nvg > Ls
Mist Nvg > Lm
Variabel di atas didefinisikan sebagai berikut:
Bubble :
(1)
Slug :
(2)
Mist:
(3)
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
34
dimana
vt = Total kecepatan aliran fluida
qt = Total laju alir
Nvg = Dimensionless velocity influence number
Slug flow
Berat jenis fluida dalam slug flow sangat sulit untuk diketahui dan diasumsikan,
sehingga dilakukan pendekatan yang umum dilakukan untuk berat jenis adalah sebagai
berikut3)
:
(4)
Jika parameter kecepatan fluida tersebut diperhitungkan maka3)
:
(5)
dimana
mt = Massa total / detik
Ap = Luas Penampang pipa
vs = Korelasi faktor, C1C2 (gd)0.5, slip velocity
δ = Koefisien distribusi cairan
C1 dan C2 adalah fungsi dari Reynolds Number3):
C1 ∝ (f)dvsγL/μL, or Reb
dan
C2 ∝ (f)Reb dan Ren =dvtγL/μL
Gambar 2. C2 constant versus bubble Reynold’s number
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
35
Gambar 3. Friction factor
Selanjutnya friction gradient ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
(6)
dimana ff diperoleh:
(7)
Total pressure gradient termasuk elevation (static), friction, dan acceleration gradient
diabaikan.
2.2. Wax Deposition
Wax deposition adalah fenomena yang ada dalam sistem produksi minyak (terutama di
sumur yang dalam dengan suhu rendah), yang mana terdapat fraksi padatan hidrokarbon
yang menempel ke dinding pipa, sehingga mengurangi laju aliran fluida sampai akhirnya
tertutup oleh padatan hidrokarbon tersebut4)
. Pemahaman tentang mekanisme yang
mempengaruhi wax deposisi belum sepenuhnya diketahui, dikarenakan tidak adanya teori
yang dapat menjelaskan evolusi dan karakteristik deposit secara lengkap dan detail.
Penurunan produksi yang disebabkan fenomena ini adalah salah satu masalah utama dalam
sistem perpipaan. Dalam sistem aliran, terdapat variasi flow regime dari laminar ke
turbulen yang dipengaruhi banyak faktor. Oleh karena itu pengaruh Reynolds Number
dalam fenomena wax deposition ini masih perlu diselidiki lebih lanjut. Beberapa faktor
yang mempengaruhi flow regime dari laminar ke turbulen antara lain ketebalan endapan,
kecepatan aliran, suhu dan karakteristik fluida.
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
36
Partikel wax dapat terlarut di minyak mentah maupun condensate dalam fase cair.
Kelarutan wax ini sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu. Partikel wax dapat berubah
menjadi fase padatan akibat hilangnya fraksi volatil (volatile light end) di minyak mentah,
dimana fraksi ringan di dalam minyak mentah bertindak sebagai pelarut partikel wax.
Ketika suhu fluida turun, maka setiap partikel wax akan terpisah (menjadi tidak terlarut)
sampai akhirnya komponen wax yang memiliki berat molekul tinggi akan memadat.
Peristiwa pertama kali terbentuknya kristal wax (padatan) pada suhu tertentu ini disebut
dengan onset of wax crystallization atau lebih dikenal dengan istilah titik kabut atau wax
appearance suhu (WAT). Ketika suhu fluida reservoir turun sampai suhu di bawah WAT,
maka hidrokarbon (wax) akan cenderung mengendap (precipitate) dan terpisah dari
larutannya.
Leontaritis et.al memberikan review yang menarik tentang teknik pengukuran wax
deposition. Author tersebut juga menyatakan adanya suatu permasalahan yang serius di
lapangan dengan adanya wax saat dilakukan produksi, sehingga sering ditemui adanya
plugging (penyumbatan) di pipeline tubing, serta di beberapa peralatan surface
production5). Dikarenakan terlalu banyaknya wax deposition di sistem perpipaan maka
kegiatan pigging akan lebih sering dilakukan. Kristal wax ketika muncul akan mengubah
perilaku aliran suatu fluida minyak dari kondisi Newtonian menjadi non-Newtonian.
Kristal wax juga akan menyebabkan viskositas dari minyak yang mengalir di pipeline
menjadi lebih tinggi, yaitu dengan meningkatnya konsumsi energi dan menurunnya
kapasitas dari pemompaan. Di samping itu wax deposition juga meningkatkan kekasaran
(roughness) dari pipa serta berkurangnya luas permukaan pipa bagian dalam (cross
sectional area) sehingga mengakibatkan meningkatnya pressure drop di sistem pipeline.
Di dalam studinya, Kuna et.al (2000)6)
menyatakan bahwa aliran minyak yang
mengandung partikel wax, biasanya variabel yang diukur adalah:
1. Suhu Titik Tuang
2. Suhu Titik Kabut
3. Gel strength
Permasalahan partikel wax dalam minyak mentah umumnya merupakan masalah yang
cukup sulit dihadapi dalam dunia migas. Pada umumnya fraksi ringan yang terkandung
dalam minyak mentah akan menguap sehingga jumlah fraksi berat pada minyak mentah
menjadi lebih banyak, hal ini menyebabkan:
1. Penurunan tekanan
2. Kecepatan aliran minyak mentah melambat yang memungkinkan partikel wax
terendapkan di dinding pipa cepat terbentuk4)
.
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wax Deposition
Perbedaan suhu antara fluida dan dinding memiliki pengaruh yang besar pada
banyaknya wax yang terendapkan. Namun, ketika wax mulai mengendap, ia memberikan
isolasi antara dinding pipa dan cairan. Sifat wetabilitas dari dinding pipa juga memiliki
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
37
efek signifikan pada jumlah wax yang terendapkan. Semakin water-wet dinding pipa
(sudut kontak rendah), semakin rendah laju pengendapan, dan semakin oil-wet dinding
pipa (sudut kontak tinggi) semakin tinggi laju pengendapan. Jika volume air lebih besar
dari volume minyak yang mengalir di dalam pipa yang bersifat water-wet, laju dan jumlah
endapan wax akan berkurang karena air akan teradsorpsi ke dinding pipa dan mencegah
wax bersentuhan dengan dinding. Kecepatan cairan yang dihasilkan juga mempengaruhi
jumlah wax yang menempel di dinding. Wax yang telah mengendap kadangkala tidak dapat
kembali menjadi liquid, karena sangat sulit untuk larut kembali dalam cairan yang sama,
bahkan setelah suhu dikondisikan seperti awal terbentuk wax. Endapan wax dipengaruhi
oleh banyak faktor. Berikut ini beberapa faktor yang paling dominan dalam pengendapan
wax adalah7)
:
1. Wall-Fluid suhu difference
2. Pola aliran berdasarkan Reynold’s Number
3. Konsentrasi partikel wax
4. Sifat kebasahan dinding pipa
5. Kekasaran dinding pipa
2.4. Perbedaan Suhu dan Laju Penurunan Suhu
Selain laju penurunan suhu, perbedaan suhu antara suhu minyak dan permukaan yang
dingin adalah salah satu penyebab terbentuknya endapan wax. Endapan wax dapat
meningkat akibat dari perbedaan suhu yang semakin bertambah. Cole dan Jessen (1960)
berpendapat bahwa perbedaan suhu antara bulk surface dengan sebuah permukaan yang
dingin tidak jauh lebih utama dari pada perbedaan suhu antara titik kabut minyak dengan
sebuah permukaan yang dingin7)
. Saat suhu permukaan pipa berada di bawah suhu minyak
dan titik kabut minyak, maka endapan wax akan terbentuk.
Awal mulanya, laju pengendapan wax sangat besar kemudian seiring waktu laju
pengendapan akan melambat ketika semakin banyak wax yang terendapkan di dinding
pipa. Endapan wax yang terbentuk di permukaan pipa dapat bertindak sebagai isolasi pipa,
sehingga kemampuan wax untuk berubah fase menjadi padat akan menurun. Pentingnya
mengetahui distribusi suhu dalam tubing, sehingga kita mampu menentukan posisi wax
akan mengendap dan mengetahui kapan minyak melewati titik tuangnya. Perhitungan
distribusi suhu dapat dihitung dengan menggunakan korelasi Shie dan Beggs8)
, sebagai
berikut:
Suhu aliran pada setiap kedalaman:
(8)
dimana,
(9)
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
38
atau
(10)
Keterangan:
A = konstanta korelasi
Wt = laju masa total aliran, lbm/det
Td = Suhu formasi, F
Gt = gradient geothermal
D = Depth, ft
d = Diameter, in
2.5. Modeling Wax Deposition di Tubing
Efek utama yang menentukan penebalan wax pada dinding internal pipa adalah
molecular diffusion. Pertukaran panas antara sumur dan formasi adalah penyebab
pendinginan tubing. Semakin rendah suhu fluida maka semakin cepat terbentuk kristal-
kristal wax.
Persamaan untuk mass-transfer (Wang et al. 2001; Hernandez et al. 2004; Bruno et al.
2008)9)
:
(11)
Persamaan coefficient of diffusion (Wilke dan Chang 1995):
(12)
Atau menggunakan persamaan (Hayduk dan Minhas 1982):
(13)
Untuk pendekatan pertama, diasumsikan efek dari pembentukan padatan atau endapan
diabaikan, maka:
(14)
Model ini menggambarkan titik equilibrium dari wax deposition. Asumsi equilibrium
model tidak sepenuhnya cocok untuk semua kondisi dari pengendapan wax. Sebagai
alternatif, kita dapat menggunakan mass-transfer model:
(15)
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
39
Perbedaaan konsentrasi wax antara di dinding pipa dan wax di aliran karena adanya
perbedaan suhu merupakan proses diffusion. Efek dari pemadatan wax dapat dihitung
dengan efficient molecular dan diffusion coefficient:
∝
(16)
3. PEMBAHASAN DAN DISKUSI
3.1. Material Pipa
Karakteristik dan sifat material pipa sangat mempengaruhi pola alir dan heat transfer,
sehingga bahan pipa yang digunakan cukup mempengaruhi wax deposition. Berikut ini
beberapa jenis material yang akan digunakan untuk melihat perilaku wax terhadap material
yang berbeda:
Tabel 3. Material pipa9)
Rekomendasi Kekasaran
Absolut
Konduktivitas
Hazen –
Williams
Konduktivitas
Material Pipa kaki inch Harga Nominal BTU/hr ft oF
Riveted steel 0,03 - 0,003 * 0,36 – 0,036 110
** 28.876
Cast iron 0.000 85 * 0.010 2 120
** 28.881
Stainless steel 0.000 15 0.001 8 140 **
9.240
Teflon, PTFE 0.000 005 0.000 06 140 **
0.232
PFA 0.000 005 0.000 06 140 **
0.084
Pada penelitian ini hanya membandingkan kelima material di atas. Berdasarkan sifat
dan karakteristik material di atas, pengendapan wax di tubing diharapkan mampu untuk
diatasi.
3.2. Pola Aliran
Pola aliran sangat mempengaruhi kecepatan pengendapan wax. Dengan pola aliran
laminar laju pengendap wax jauh lebih cepat dibanding dengan aliran turbulen. Dengan
aliran tiga fasa, keberadaan gas terkadang mampu mendorong partikel wax lebih jauh
sehingga tidak terjadi endapan, namun saat pola alirannya sudah annular flow dimana
kecepatan gas sangat tinggi sehingga liquid tidak terdorong sempurna dan bergerak di
dinding pipa dengan kecepatan lebih lambat sehingga kemungkinan terendapan wax lebih
besar. Berikut ini merupakan pola aliran hasil dari perhitungan, sebagai berikut:
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
40
Tabel 4. Pola aliran
Elev.
(ft)
P
(Psia)
T
(F)
Liquid
Flow
(bbl/d)
Free Gas
(mmscfd)
Densities
Liquid
(lb/ft3)
Densities
Gas
(lb/ft3)
f Flow
Pattern
900 388.78 139.1 328.44 0.07603 54.485 1.166 0.00 SLUG
800 372.88 138.4 328.07 0.07672 54.529 1.118 0.07001 SLUG
600 341.30 135.0 326.99 0,07807 54.679 1.027 0.14103 SLUG
400 309.67 129.3 325.54 0,07938 54.882 0.9388 0.14203 SLUG
200 277.50 121.6 323.77 0.08070 55.145 0.8505 0.14271 SLUG
0 244.43 112.3 321.75 0.08207 55.456 0.7595 0.14375 SLUG
Pada perhitungan di atas dilakukan per 200 segment agar hasilnya lebih akurat, dan
didapatkan hasil berupa penurunan tekanan dan suhu di tubing. Selain itu diketahui juga
friksi yang dihasilkan fluida terhadap dinding tubing. Friksi yang dihasilkan dari aliran
fluida pada kedalaman 200 ft hingga 0 ft sebesar 0.14375. Sedangkan untuk pola alirannya
didapatkan pola aliran slug dari kedalaman 900 ft hingga 0 ft, tidak terjadinya perubahan
pola aliran di dalam pipa. Terbentuknya pola aliran slug sendiri selain dipengaruhi tekanan
dan kandungan gas, juga dipengaruhi ukuran pipa, pada sumur ini inner diameter yang
cukup kecil, sehingga pola alir slug lebih mudah terbentuk.
3.3. Prediksi Titik Kabut (WAT)
Penentuan titik kabut fluida (WAT) dilakukan untuk mengetahui saat suhu berapa
kristal wax akan muncul. Dengan menggunakan data composisional, kita dapat
memperkirakan phase envelope dari minyak mentah. Sehingga kita mengetahui
karakteristik fluida terhadap tekanan dan suhu. Selain itu kita mampu memperkirakan atau
mengestimasikan suhu berapa wax akan terbentuk. Berikut ini merupakan phase envelope
dari fluida sumur yang diteliti:
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
41
Gambar 4. Phase envelope
Dari grafik phase envelope di atas, dapat diketahui critical point pada suhu 1250 oF
dengan tekanan 220 psi. Titik kabut (WAT) dari phase envelope wax terbentuk pada suhu
156 oF. Sedangkan suhu reservoir pada sumur ini pada 138
oF, berarti wax sudah tebentuk
saat fluida masih di reservoir. Walaupun di reservoir sudah terbentuk wax, namun minyak
mentah masih bisa mengalir sebelum menyentuh suhu titik tuang. Saat minyak mentah
sudah menyentuh suhu titik tuang, maka minyak mentah tidak dapat dialirkan. Untuk itu
dengan pengaplikasian material pipa yang tepat diharapkan mampu mengurangi friksi dan
heat loss sehingga minyak mentah tidak menyentuh suhu titik tuangnya dan terendapkan di
dinding pipa.
3.4. Prediksi Suhu dalam Tubing
Terdapatnya air (water) dalam aliran memegang peranan penting dalam menjaga suhu
atau mengurangi heat loss, dengan sedikitnya penurunan suhu maka akan semakin baik
untuk aliran fluida yang memiliki wax content. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan suhu
minyak mentah dari bottom sampai permukaan (wellhead) dengan menggunakan
persamaan distribusi suhu aliran dalam tubing dengan menggunakan korelasi Shiu dan
Beggs untuk mengatahui distribusi suhu dalam tubing. Sehingga diperoleh kurva distribusi
suhu:
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
42
Gambar 5. Prediksi suhu dalam tubing
Data menunjukan bahwa estimasi distribusi suhu dari bottom 900 ft adalah 138 o
F,
hingga wellhead (0 ft) 112 oF. Berdasarkan data sampel minyak mentah yang telah
dihitung harga titik kabut 156 oF, adapun pertama kali terbentuknya partikel wax disebut
dengan istilah titik kabut atau wax appearance suhu (WAT). Hal ini yang menjadi
pedoman penulis untuk menganalisa masalah kebuntuan pada tubing yang mengadung
minyak mentah wax. Perlu diketahui ambient suhu 60 oF, berarti adanya proses heat loss
yang dialami minyak mentah dalam pipa tubing sepanjang aliran dari bottom hingga
wellhead, sehingga adanya kemungkinan terjadinya masalah kebuntuan pipa. Berdasarkan
grafik distribusi suhu, kristal wax sudah terbentuk di formasi dan pada kedalaman 900 ft
minyak mentah masih dapat mengalir dan belum terjadi pengendapan walaupun kristal wax
sudah terbentuk.
Dengan mengetahui distribusi suhu dalam tubing, kita dapat memastikan bahwa suhu
tidak menyentuh suhu titik tuang, sehingga minyak mentah masih bisa dialirkan. Jika
dalam tubing sudah menyetuh titik tuang, minyak mentah tidak dapat dialirkan dan hal
tersebut sangat dihindari. Dengan titik permasalahan yang telah diketahui, kita dapat
mengujicoba efek setiap material tubing terhadap pengendapan wax.
3.5. Wax Precipitation
Dalam komposisi minyak mentah yang mengandung wax, perlu diketahui seberapa
besar wax content di dalam fluida tersebut. Semakin besar wax content dalam minyak
mentah tersebut semakin banyak kandungan wax pada minyak mentah yang diteliti.
Sebaliknya semakin kecil wax content di dalam fluida semakin kecil kandungan wax di
dalam minyak mentah tersebut. Berikut ini grafik wax precipitation yang didapatkan:
Grafik Penurunan Suhu
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
43
Gambar 6. Wax precipitation
Berdasarkan grafik di atas, didapatkan hasil pada suhu 156 oF wax mulai terbentuk
seberapapun kecilnya persentase wax content. Hasil tersebut sama atau mendekati dengan
suhu WAT dari minyak mentah di mana awal terbentuknya. Pada suhu 32 o
F dengan
tekanan 14.69 psi didapatkan wax content yang cukup tinggi sebesar 25.48 %. Ini berarti
saat suhu aliran sudah di bawah 100 oF, wax content dari minyak mentah akan lebih banyak
terbentuk dan sebuah peringatan untuk melakukan tindakan agar sumur tidak tersumbat
atau bahkan sumur tidak dapat berproduksi kembali. Untuk itu dengan penggunaan
material yang tepat diharapkan mampu menjaga heat loss dan pressure loss agar suhu di
wellhead tidak mendekati atau di bawah 100 oF.
3.6. Wax Deposition
Perhitungan laju pengendapan wax dilakukan pada berbagai material yang berbeda-
beda, sehingga akan didapatkan material terbaik untuk menghambat terjadinya
pengendapan wax. Pada simulasi ini dengan time step satu bulan dan berakhir di 12 bulan
atau satu tahun.
Tabel 5. Awal pengendapan wax
Riveted steel
(ft)
Cast iron
(ft)
Stainless steel
(ft)
PTFE
(ft)
PFA
(ft)
30 Days 672.59 672.59 672.35 673.95 673.40
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
44
Tabel 6. Ketebalan pengendapan wax di kedalaman 673 ft
@673 ft
Riveted steel
(ft)
Cast iron
(ft)
Stainless steel
(ft)
PTFE
(ft)
PFA
(ft)
30 Days 6.8046E-07 6.8046E-07 6.8061E-07 6.7957E-07 6.7993E-07
90 Days 2.0413E-06 2.0413E-06 2.0418E-06 2.0387E-06 2.0398E-06
180 Days 4.0827E-06 4.0827E-06 4.0837E-06 4.0774E-06 4.0796E-06
270 Days 6.1242E-06 6.1242E-06 6.1256E-06 6.1162E-06 6.1194E-06
360 Days 8.1656E-06 8.1656E-06 8.1674E-06 8.1549E-06 8.1592E-06
Tabel 7. Ketebalan pengendapan wax di kedalaman 0 ft
@0 ft
Riveted steel
(ft)
Cast iron
(ft)
Stainless steel
(ft)
PTFE
(ft)
PFA
(ft)
30 Days 6.88862E-07 6.88862E-07 6.89010E-07 6.8802E-07 6.8836E-07
90 Days 2.06658E-06 2.06658E-06 2.06703E-06 2.0640E-06 2.0650E-06
180 Days 4.13318E-06 4.13318E-06 4.13406E-06 4.0774E-06 4.1301E-06
270 Days 6.19978E-06 6.19978E-06 6.20111E-06 6.1922E-06 6.1952E-06
360 Days 8.26639E-06 8.26639E-06 8.26816E-06 8.2563E-06 8.2603E-06
Berdasarkan hasil simulasi di atas kita dapat mengetahui bahwa kekasaran pipa tidak
terlalu mempengaruhi titik mulainya pengendapan wax. Pada material riveted steel dan
cast iron dengan kekasaran pipa yang berbeda namun dengan conductivity yang sama,
letak terendapkannya wax pada titik yang sama di kedalaman 675.59 ft. Sedangkan pada
conductivity material yang berbeda, terdapat perbedaan titik mulai pengendapan wax. Pada
conductivity material yang cukup besar seperti riveted steel terbentuk pada kedalaman
672.59 ft, sedangkan pada PTFE akan terbentuk pada kedalaman 673.95 ft, berarti wax
terendapkan lebih cepat pada material PTFE dan sedikit lebih lama dengan material
riveted steel. Ini dikarenakan semakin besarnya conductivity maka semakin baik sifat
menghantarkan panas (heat) dan pada akhirnya wax yang terendapkan akan mengendap
lebih lama dari material dengan conductivity rendah.
Pada ketebalan wax yang terendapkan, material PTFE dan PFA berkerja jauh lebih baik
dari pada material lainnya. Ini dipengaruhi dari sifat dan karakteristik material teflon
(PTFA) yang sukar untuk dihinggapi (lengket). Dengan sifat tersebutlah sehingga wax
yang terendapkan lebih sedikit dari material lainnya. Pada tabel di atas wax deposition
pada PTFE lebih sedikit dari PFA, ini dikarenakan sifat conductivity dari PFA yang lebih
kecil dari PTFE.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi penelitian dan hasil analisis data serta landasan teori yang
digunakan, maka kesimpulan yang dapat ditarik yaitu:
1. Pola aliran fluida sangat mempengaruhi pengendapan wax, pada sumur x ini memiliki
pola alir slug, dimana pola alir slug cukup baik untuk mendorong kristal wax yang
terbentuk. Adapun air (water) yang terproduksi juga mampu menjaga suhu di tubing
lebih baik, karena air merupakan konduktor panas yang baik sehingga heat loss yang
dari aliran lebih kecil.
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
45
2. Dari hasil perhitungan dan analisa phase envelope kristal wax mulai terbentuk pada
suhu 156 oF, dan sudah terbentuk di reservoir, namun wax mulai terdeposit di tubing
pada kedalaman 637 ft.
3. Dari hasil wax precipitation, wax terbentuk pada suhu 156 oF, sedangkan suhu reservoir
sebesar 138 oF, artinya di reservoir sudah terbentuk kristal-kristal wax sebesar 0.23 wax
mass % of liquid. Sedangkan dalam proses aliran tubing, suhu fluida tidak menyentuh
suhu titik tuangnya, artinya minyak tetap akan mengalir di dalam tubing hingga
wellhead.
4. Perbedaan kekasaran pipa antar material yang tidak terlalu besar, tidak terlalu
mempengaruhi laju pengendapan wax yang signifikan, namun pada pipa-pipa yang
berumur lebih tua dengan nilai kekasaran yang besar pasti laju pengendapan wax akan
besar.
5. Pemilihan material pipa harus memperhitungkan sifat conductivity materialnya agar
heat loss dapat dikurangi dan wax tidak cepat terendapkan. Selain itu harus juga
memperhatikan jenis material tubing seperti karakteristik Teflon yang sukar dihinggapi
wax.
6. Dari kelima material yang diteliti, PTFE menjadi bahan yang paling direkomendasikan
untuk menanggulangi permasalahan wax, selain dikarenakan wax yang terendapkan
lebih sedikit, ada juga kelebihan Teflon PTFE yaitu tahan terhadap suhu tinggi dan
tahan korosi.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami berikan kepada teman-teman dosen di ITSB dan kedua
asisten peneliti yaitu Kresno Bri H. dan Mahyar Kurnianto yang telah membantu
pelaksanaan kegiatan penelitian ini, sehingga terlaksana dengan lancar dan sukses.
6. DAFTAR PUSTAKA
1) Lyons, W. C. (2010). Working Guide to Petroleum and Natural Gas Production
Engineering; Gulf Pub./Elsevier: Boston, MA.
2) Abd El Moniem, Mohamed. A.; El-Banbi, A. H. Proper Selection of Multiphase Flow
Correlations. In SPE North Africa Technical Conference and Exhibition; Society of
Petroleum Engineers: Cairo, Egypt, 2015. https://doi.org/10.2118/175805-MS.
3) Carrascal, J. F. MULTIPHASE FLOW APPLICATION TO ESP PUMP DESIGN
PROGRAM. 134.
4) Wibowo, R.; Es, I. UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI SUMUR BERMASALAH
SCALE DAN WAX DI LAPANGAN TANJUNG. 2008, 10.
5) Leontaritis, K. J.; Geroulis, E. Wax deposition Correlation-Application in Multiphase
Wax deposition Models. In Offshore Technology Conference; Offshore Technology
Conference: Houston, Texas, USA, 2011. https://doi.org/10.4043/21623-MS.
6) Becker, J. R. (1997). Minyak mentah Waxes, Emulsions, and Asphaltenes; Pennwell
Books: Tulsa, Okla.
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
46
7) Huang, Z. Wax deposition: Experimental Characterizations, Theoretical Modeling, and
Field Practices, 1st ed.; CRC Press, 2016. https://doi.org/10.1201/b18482.
8) TP0103-PERHITUNGAN SUHU ALIRAN DALAM TUBING.PDF.
9) Andrey, S. Wax-Deposition Forecast. November 2012 No. Wax deposition, 5.
10) Nayyar, M. L. (1992). Piping Handbook, 7th ed.; McGraw-Hill, Inc. New York.
LAMPIRAN
1. Data Fluida
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
47
2. Data Sumur
Depth = 900 ft
OD Tubing = 2,875”
ID Tubing = 2,441”
Casing = 13.375”
Casing = 7”
Angle = 0
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
48
Wax deposition Riveted steel
Cast iron
Stainless steel
Time Step 1 of 12 Time Step 2 of 12 Time Step 3 of 12 Time Step 4 of 12Time Step 5 of 12 Time Step 6 of 12 Time Step 7 of 12 Time Step 8 of 12Time Step 9 of 12 Time Step 10 of 12 Time Step 11 of 12 Time Step 12 of 12
0.0000e+000
1.0000e-006
2.0000e-006
3.0000e-006
4.0000e-006
5.0000e-006
6.0000e-006
7.0000e-006
8.0000e-006
9.0000e-006
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Wax L
ay, ft
Wax Lay vs PositionWax Lay vs Position
SUMUR XSUMUR X
Position, ft
Time Step 1 of 12 Time Step 2 of 12 Time Step 3 of 12 Time Step 4 of 12Time Step 5 of 12 Time Step 6 of 12 Time Step 7 of 12 Time Step 8 of 12Time Step 9 of 12 Time Step 10 of 12 Time Step 11 of 12 Time Step 12 of 12
0.0000e+000
1.0000e-006
2.0000e-006
3.0000e-006
4.0000e-006
5.0000e-006
6.0000e-006
7.0000e-006
8.0000e-006
9.0000e-006
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Wax L
ay, ft
Wax Lay vs PositionWax Lay vs Position
SUMUR XSUMUR X
Position, ft
Time Step 1 of 12 Time Step 2 of 12 Time Step 3 of 12 Time Step 4 of 12Time Step 5 of 12 Time Step 6 of 12 Time Step 7 of 12 Time Step 8 of 12Time Step 9 of 12 Time Step 10 of 12 Time Step 11 of 12 Time Step 12 of 12
0.0000e+000
1.0000e-006
2.0000e-006
3.0000e-006
4.0000e-006
5.0000e-006
6.0000e-006
7.0000e-006
8.0000e-006
9.0000e-006
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Wax L
ay, ft
Wax Lay vs PositionWax Lay vs Position
SUMUR XSUMUR X
Position, ft
Aries Prasetyo / Journal of Applied Science, Vol. 2, No. 1, Februari 2020
p-ISSN 2656-7288, e-ISSN 2656-7334
49
PTFE
PFA
Time Step 1 of 12 Time Step 2 of 12 Time Step 3 of 12 Time Step 4 of 12Time Step 5 of 12 Time Step 6 of 12 Time Step 7 of 12 Time Step 8 of 12Time Step 9 of 12 Time Step 10 of 12 Time Step 11 of 12 Time Step 12 of 12
0.0000e+000
1.0000e-006
2.0000e-006
3.0000e-006
4.0000e-006
5.0000e-006
6.0000e-006
7.0000e-006
8.0000e-006
9.0000e-006
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Wax L
ay, ft
Wax Lay vs PositionWax Lay vs Position
SUMUR XSUMUR X
Position, ft
Time Step 1 of 12 Time Step 2 of 12 Time Step 3 of 12 Time Step 4 of 12Time Step 5 of 12 Time Step 6 of 12 Time Step 7 of 12 Time Step 8 of 12Time Step 9 of 12 Time Step 10 of 12 Time Step 11 of 12 Time Step 12 of 12
0.0000e+000
1.0000e-006
2.0000e-006
3.0000e-006
4.0000e-006
5.0000e-006
6.0000e-006
7.0000e-006
8.0000e-006
9.0000e-006
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Wax L
ay, ft
Wax Lay vs PositionWax Lay vs Position
SUMUR XSUMUR X
Position, ft