KEBIJAKAN HUKUM DI INDONESIA PADA ERA KELAZIMAN BARU

13
ISSUE NO. 14 / OKTOBER 2020 Hal Penting dalam Pelaksanaan Persidangan Arbitrase secara Elektronik Penyelenggaraan Mediasi Online Pelaksanaan E-Litigasi: Alternatif Utama Penyelesaian Perkara di Masa Pandemi INDONESIAN E-MAGAZINE FOR LEGAL KNOWLEDGE BY KEBIJAKAN HUKUM DI INDONESIA PADA ERA KELAZIMAN BARU

Transcript of KEBIJAKAN HUKUM DI INDONESIA PADA ERA KELAZIMAN BARU

1

ISSUE NO. 14 / OKTOBER 2020

Hal Penting dalam Pelaksanaan Persidangan Arbitrase secara Elektronik

Penyelenggaraan Mediasi Online

Pelaksanaan E-Litigasi: Alternatif Utama Penyelesaian Perkara di Masa Pandemi

INDONESIAN E-MAGAZINE FOR LEGAL KNOWLEDGE BY

KEBIJAKAN HUKUM DI INDONESIA PADA

ERA KELAZIMAN BARU

2

IKLAN

Please do not hesitate to contact us if you have any question at [email protected].

Looking forward to hearing from you.

We, Akasa Cipta Tama (ACT), was established in April 2015 as a response to the demand of highly qualified translators for business, legal, technical, and general documents; as well as interpreters and note takers for meetings, seminars, and conference. Our translators, interpreters and note

takers have extensive experiences in their respective fields.

With a comprehensive database of qualified human resources, ACT works to ensure the best results in every project we run. Some of our top personnel have worked for various international events and some of our clients include the Office of the President of the Republic of Indonesia,

People’s Consultative Assembly, The United Nations, The World Bank, AusAID, USAID, and some prominent law firms in Indonesia.

3

Editorial:Pemimpin Redaksi:Setyawati Fitri A., S.H., LL.M., FCIArb., FAIADR.

Redaktur Pelaksana:Sechabudin, S.H.M. Adhima Djawahir, S.H.

Penulis:Dr. Hary Elias, BA V (Cantab), LL.M (1st Class Hons), MBA (Columbia), Juris DoctorTanya Widjaja Kusumah, S.H.Agustin L.H. Hutabarat, S.H., C.L.A. (ALH)Yoga Adi Nugraha, S.H.Sechabudin, S.H.Keshia Bucha, S.H (KBA)Mochammad Adhima Djawahir, S.H. (MAD)David Gayus El Harun Marpaung, S.H., M.Kn.Vincent Kamajaya, S.H. (VKA)Diara Rizqika Putri, S.H. (DRP)Hendrikus Andy Leon Theovanus, S.H. (HAL)Konsultan Media: Fifi Juliana JelitaPenyunting Naskah: Wahyu HardjantoPenata Visual: Riesma PawestriIlustrasi: freepik.com

DAFTAR ISI

Majalah Actio terbit setiap empat bulan sekali,dibuat dan didistribusikan oleh

Sanggahan:Perlu kami sampaikan bahwa telaah, opini, maupun informasi dalam Actio merupakan kontribusi pribadi dari para partners dan/atau associate yang tergabung di kantor hukum Anggraeni and Partners dan merupakan pengetahuan hukum umum. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dimaksudkan untuk memberikan pendapat hukum ataupun pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu.

Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat dianggap sebagai indikasi ataupun petunjuk terhadap keadaan di masa yang akan datang. Telaah, opini, maupun informasi dalam Actio tidak ditawarkan sebagai pendapat hukum atau saran hukum untuk setiap hal tertentu. Tidak ada pihak pembaca yang dapat menganggap bahwa dirinya harus bertindak atau berhenti bertindak atau memilih bertindak terkait suatu masalah tertentu berdasarkan telaah, opini, maupun informasi di Actio tanpa mencari nasihat dari profesional di bidang hukum sesuai dengan fakta-fakta dan keadaan-keadaan tertentu yang dihadapinya.

Pembaca yang Terhormat,

Semoga seluruh pembaca selalu diberikan keselamatan, kesehatan, dan kebahagiaan.

Tanpa terasa, kita memasuki bulan Oktober 2020. ACTIO kembali hadir bagi pembaca dengan topik utama mengenai “Kebijakan Hukum Indonesia untuk Menjaga Keberlanjutan Ekonomi Selama Kenormalan Baru (New Normal)”.

New Normal telah memasuki bulan keenam sejak pemerintah Republik Indonesia mengumumkan pandemi Covid-19 melanda Indonesia awal bulan Maret 2020. Kita awam dengan situasi dan kondisi yang baru ini. Sebagian besar aspek kehidupan kita terpengaruh. Tak terkecuali, aspek ekonomi dan operasional perusahaan yang secara nasional berjalan ke arah penurunan.

Bidang hukum juga terdampak dengan adanya hambatan untuk melakukan berbagai kegiatan tatap muka. Oleh karena itu, pada edisi ini ACTIO membahas beberapa terobosan kebijakan di bidang hukum, antara lain: Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka secara Elektronik serta pelaksanaan E-Litigasi dan proses Arbitrase secara Daring.

Artikel-artikel pada edisi kali ini adalah kontribusi dari Tim Penulis untuk mendokumentasikan beberapa kebijakan pemerintah Republik Indonesia untuk memitigasi dampak dari pandemi Covid-19.

Akhir kata, semoga informasi yang disajikan oleh ACTIO kali ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca.

Salam,

ANGGRAENI AND PARTNERS

Setyawati Fitri A, S.H., LL.M., FCIArbPartner Pengelola

“Healthy citizens are the greatest asset any country can have”- Winston Churchill -

KATA PENGANTAR

INFO: Penyelenggaraan Mediasi Online

OPINI: Pelaksanaan E-Litigasi: Alternatif Utama Penyelesaian Perkara di Masa Pandemi

TELAAH: Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik

KUPAS PERATURAN: Pergub 80/2020: Upaya Pemerintah DKI Jakarta Mencegah Penyebaran Covid-19

TANYA JAWAB

KIAT: Hal Penting dalam Pelaksanaan Persidangan Arbitrase Secara Elektronik

3

4

5

7

9

11

12

4

INFO

PENYELENGGARAAN MEDIASI ONLINE

Mediasi secara online dapat menjadi alternatif bagi para pihak yang berperkara untuk menyelesaikan sengketa di tengah

penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sedang diterapkan oleh Pemerintah. Mediasi online diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pasal tersebut, mengatur bahwa pertemuan mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh, sehingga memungkinkan semua pihak untuk melihat dan mendengar secara langsung, serta berpartisipasi dalam pertemuan.

Kendati demikian, mediasi online belum memiliki pengaturan secara lebih rinci dan belum terintegrasi sebagai bagian dari e-Litigasi yang diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, mediasi online kerap dilakukan oleh beberapa pengadilan, antara lain terhadap perkara gugatan nomor 99/Pdt.G/2020/PA.Ngr oleh Pengadilan Agama Negara1 dan perkara Nomor 43/Pdt.G/2020/PA.Stn oleh Pengadilan Agama Sentani2.

Mahkamah Agung saat ini sedang merumuskan PERMA tentang mediasi online. ALH

1. pa-negara.go.id2. pa-sentani.go.id

5

OPINI

PELAKSANAAN E-LITIGASI: ALTERNATIF UTAMA PENYELESAIAN

PERKARA DI MASA PANDEMI

Sejak kasus pertama ditemukannya kasus Covid-19 pada bulan Maret 2020 di Indonesia, Presiden Joko Widodo mengeluarkan imbauan

agar seluruh masyarakat Indonesia dapat bekerja dari rumah. Imbauan ini bertujuan untuk memutus potensi penyebaran Covid-19 lebih luas.

Lembaga peradilan pun berupaya untuk mencegah dan memutus potensi penyebaran Covid-19 dengan mulai mempraktikkan sidang secara online (E-Litigasi). Hal ini sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Hakim dan Aparatur Peradilan dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya (SEMA No. 1 tahun 2020), yang kemudian diubah dengan diterbitkannya SEMA No. 2 tahun 2020 dan selanjutnya diubah dengan SEMA No. 3

tahun 2020. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut, pengadilan-pengadilan di seluruh Indonesia diharapkan dapat melaksanakan persidangan secara online (E-Litigasi).

Sesungguhnya, prosedur pelaksanaan E-Litigasi dalam peradilan Indonesia bukan hal yang baru. E-Litigasi sudah diperkenalkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia sejak beberapa tahun terakhir dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik, yang kemudian digantikan dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2019 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Akan tetapi, sejak PERMA tersebut diterbitkan, pelaksanaan E-Litigasi belum dilaksanakan secara merata di seluruh pengadilan di Indonesia.

6

OPINI

1. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5edfd188dad3f/problematika-sidang-pidana-daring-saat-pandemi/

Sejak pandemi Covid-19 merebak, Mahkamah Agung mengharapkan seluruh pengadilan di Indonesia untuk mulai menerapkan E-Litigasi sebagai alternatif utama penanganan perkara dalam rangka mencegah kerumunan di gedung pengadilan. Secara teori, pelaksanaan E-Litigasi ini diharapkan meningkatkan efektifvitas dan efisiensi penanganan perkara, khusus-nya bagi pihak yang berdomisili di luar wilayah hukum pengadilan tempat perkara disidangkan. Hal ini dikarenakan pihak tersebut tidak perlu melakukan perjalanan antarwilayah yang memiliki potensi tinggi untuk membawa virus dari satu daerah ke daerah yang lain.

Namun, hambatan terbesar dari pelaksanaan E-Litigasi ini adalah teknologi informatika dan akses jaringan internet yang belum merata di seluruh di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Ketua Persatuan Advokat Indonesia (PERADI) dan Advokat senior, Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M., bahwa meskipun telah ditandatangani nota kesepahaman terkait penggunaan video konferensi dalam pemeriksaan perkara pidana, terutama untuk pemeriksaaan saksi; tetapi, hambatan ketersediaan perangkat elektronik di tiap-tiap instansi, posisi terdakwa, dan keberadaan pihak terkait (saksi) menjadi hambatan.1 Hal ini tentu menjadi catatan

penting bagi institusi Mahkamah Agung untuk melakukan evaluasi terhadap sistem E-Litigasi.

Pada pemeriksaan perkara perdata, terdapat syarat persetujuan dari Penggugat dan Tergugat untuk melaksanakan E-Litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 PERMA No. 1 tahun 2019. Persyaratan ini kadang-kadang dapat menjadi salah satu alasan terhambatnya pelaksanaan E-Litigasi. Apabila salah satu pihak tidak setuju untuk melaksanakan E-Litigasi, maka persidangan akan tetap dilaksanakan dengan cara yang konvensional. Hal ini jelas tidak dapat ditawar karena berhubungan dengan prinsip fair trial (peradilan yang adil). Walaupun kadang-kadang dalam kondisi pandemi seperti saat ini, Hakim dipandang perlu untuk mengedepankan aspek kesehatan dan memberikan keleluasaan bagi pelaksanaan persidangan secara E-Litigasi dengan tetap mempertimbangkan ketentuan hukum acara serta kondisi para pihak dalam perkara.

Secara keseluruhan, meskipun terdapat hal-hal yang perlu dioptimalkan dalam perlaksanaannya, tentu E-Litigasi merupakan suatu solusi yang baik di tengah merebaknya Covid-19. Ke depannya, kita berharap E-Litigasi tetap dapat dilaksanakan secara merata di seluruh Indonesia walaupun keadaan telah kembali seperti sedia kala. ALH

7

PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA SECARA ELEKTRONIK

7

TELAAH

1. Lihat Pasal 14 ayat (4), Pasal 19 ayat (1), Pasal 41 ayat (1), Pasal 44 ayat (1), Pasal 71 ayat (1), Pasal 94 ayat (1), dan Pasal 111 ayat (1) UU PT.2. Pasal 76 ayat (1) UU PT.3. Paragraf 3 Bagian Penjelasan Umum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Rapat

Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik.

Pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemerintah sebagai langkah pencegahan penyebaran Covid-19

membawa dampak signifikan terhadap kegiatan bisnis di Indonesia. Salah satunya dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Perusahaan Terbuka. RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar, antara lain persetujuan perbuatan hukum atas nama Perseroan; perubahan anggaran dasar; penambahan dan/atau pengurangan modal; memutuskan penggunaan laba bersih; dan perubahan susunan Direksi dan Komisaris.1

RUPS dapat diadakan di tempat kedudukan Perseroan, di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar,2 atau dapat juga dilakukan

melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Apabila dilakukan melalui media elektronik, maka perlu dipastikan agar media yang dipergunakan dapat memfasilitasi semua peserta RUPS untuk saling melihat, mendengar secara langsung, serta berpartisipasi dalam rapat.

Akibat Covid-19, penyelenggaraan RUPS secara fisik menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Walaupun pengambilan keputusan dapat dilakukan melalui Keputusan Sirkuler, Keputusan Sirkuler mensyaratkan agar semua pemegang saham setuju atas usul yang diajukan. Lebih lanjut, penyelenggaraan RUPS melalui media elektronik, sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), memiliki beberapa kendala dan tidak dapat diterapkan dengan baik, utamanya bagi Perusahaan Terbuka yang memiliki jumlah pemegang saham yang besar serta sebaran geografis pemilikan saham yang luas.3 Beberapa kendala

8

tersebut, misalnya mengenai pemenuhan persyaratan saling melihat dan mendengar, kuorum kehadiran, kuorum keputusan RUPS, dan bentuk risalah keputusan RUPS tersebut.4 Salah satu contoh kendala tersebut dialami oleh PT Bumi Resources Tbk yang harus menjadwalkan ulang RUPS Tahunan dikarenakan persyaratan kuorum kehadiran tidak terpenuhi akibat Covid-19.5 Mengingat RUPS memiliki wewenang untuk membuat berbagai keputusan penting bagi Perseroan, perlu dibuat aturan yang dapat mengatasi permasalahan penyelenggaraan RUPS Perusahaan Terbuka sebagaimana disebut di atas.

Menanggapi berbagai kendala terkait penyelenggara-an RUPS melalui media elektronik tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik (POJK 16/2020). POJK 16/2020 diharapkan dapat menjadi solusi bagi Perusahaan Terbuka untuk menyelenggarakan RUPS secara elektronik. Pelaksanaan RUPS secara elektronik dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Penyelenggaraan RUPS Secara Elektronik (e-RUPS)6 yang disediakan oleh Penyedia e-RUPS7 atau sistem yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka.8 Dalam pelaksanaan RUPS secara elektronik, Perusahaan Terbuka wajib untuk:9

a. memuat informasi mengenai rencana pelaksanaan RUPS secara elektronik dalam pemberitahuan mata acara RUPS kepada OJK, pengumuman RUPS, dan pemanggilan RUPS;

b. menyelenggarakan RUPS secara fisik dengan dihadiri paling sedikit oleh:

1. pimpinan RUPS;2. satu orang anggota Direksi dan/atau 1 orang

anggota Dewan Komisaris; dan

3. profesi penunjang pasar modal yang membantu pelaksanaan RUPS.

Namun, ketentuan mengenai kehadiran fisik sebagaimana disebutkan di atas dapat tidak dilakukan, mengingat pembatasan kehadiran pemegang saham, baik sebagian maupun seluruhnya. Hal tersebut diperbolehkan apabila terdapat kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau dengan persetujuan OJK.

Berdasarkan Pasal 8 ayat (6) POJK 16/2020, RUPS secara elektronik harus dilaksanakan dengan memuat kegiatan paling sedikit:

a. pembukaan;b. penetapan kuorum kehadiran;c. pembahasan pertanyaan atau pendapat

yang diajukan oleh pemegang saham atau kuasa pemegang saham yang diajukan secara elektronik pada setiap mata acara;

d. penetapan keputusan setiap mata acara berdasarkan kuorum pengambilan keputusan; dan

e. penutupan.

Risalah RUPS secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh notaris yang terdaftar di OJK tanpa memerlukan tanda tangan dari para peserta RUPS.

Kehadiran pemegang saham secara elektronik melalui e-RUPS dapat menggantikan kehadiran pemegang saham secara fisik dan dihitung sebagai pemenuhan kuorum kehadiran. Pada akhirnya, POJK 16/2020 dimaksudkan untuk memfasilitasi agar Perusahaan Terbuka dapat menyelenggarakan RUPS secara efektif dan efisien serta mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan di tengah situasi Covid-19. DRP

4. Ibid.5. http://www.theiconomics.com/capital-market/tak-kuorum-rups-bumi-akan-dijadwal-ulang/, diakses pada 6 September 2020. 6. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 POJK 16/2020, e-RUPS adalah sistem atau sarana elektronik yang digunakan untuk mendukung penyediaan

informasi, pelaksanaan, dan pelaporan RUPS Perusahaan Terbuka.7. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) POJK 16/2020, Penyedia e-RUPS merupakan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditunjuk oleh Otoritas

Jasa Keuangan atau pihak lain yang disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.8. Pasal 4 ayat (1) POJK 16/2020.9. Pasal 8 ayat (1) POJK 16/2020.10. Pasal 9 ayat (1) dan (2) POJK 16/2020.11. Pasal 12 ayat (1) POJK 16/2020.12. Pasal 8 ayat (5) POJK 16/2020.

TELAAH

9

KUPAS PERATURAN

Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 80 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan

Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif pada tanggal 19 Agustus 2020 (Pergub 80/2020). Pada Pasal 4 Pergub 80/2020, Pemerintah DKI Jakarta menyatakan bahwa Pemerintah berupaya untuk dapat mencegah meningkatnya penularan dan penyebaran penyakit Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta dengan cara menerapkan tiga kebijakan, yakni:

1. penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan;

2. penahapan kegiatan/aktivitas masyarakat; dan3. pengendalian moda transportasi

Sehubungan dengan upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk menerapkan penegakan hukum, Pasal 5 ayat (1) Pergub 80/2020 mengatur bahwa Pemerintah DKI Jakarta akan mengenakan sanksi administratif dalam bentuk penutupan sementara tempat

kegiatan/aktivitas yang tidak mematuhi keputusan-keputusan yang telah disebutkan pada Pasal 4 ayat (5) Pergub 80/2020.

Sanksi administratif tersebut diatur secara spesifik melalui ketentuan Pasal 5 ayat (2) Pergub 80/2020 dan akan dilaksanakan oleh:

1. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada perkantoran milik pemerintah, warung makan, rumah makan, kafe, restoran, area publik, dan tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan orang;

2. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi pada perkantoran milik swasta dan tempat kerja;

3. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada perhotelan/penginapan lainnya yang sejenis, tempat wisata, dan tempat usaha sesuai lingkup kewenangan;

4. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah pada tempat industri dan tempat usaha sesuai lingkup kewenangan,

PERGUB 80/2020: UPAYA PEMERINTAH DKI JAKARTA

MENCEGAH PENYEBARAN COVID-19

10

Pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi binaan dan lokasi sementara;

5. Dinas Pendidikan pada sekolah dan institusi pendidikan lainnya;

6. Dinas Kesehatan pada fasilitas pelayanan Kesehatan; dan

7. Walikota/Bupati Administrasi pada tempat ibadah, dan dapat didampingi unsur Kepolisian dan/atau TNI.

Selanjutnya Pemerintah DKI Jakarta melalui Pergub 80/2020 juga memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara bertahap terhadap kegiatan/aktivitas pada tempat/fasilitas umum berupa:

1. perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata;

2. sekolah dan institusi pendidikan lainnya;3. tempat ibadah;4. moda transportasi;5. warung makan, rumah makan, kafe, dan

restoran;6. pedagang kaki lima/lapak jajanan pada lokasi

binaan dan lokasi sementara;7. fasilitas pelayanan kesehatan; dan8. area publik serta tempat lainnya yang dapat

menimbulkan kerumunan massa.

Sementara itu, terkait pengawasan atas volume kendaraan di DKI Jakarta, Pemerintah DKI Jakarta melakukan revisi atas kebijakan ganjil-genap sebagaimana diatur pada Peraturan Gubernur Nomor 88 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 33 tahun 2020. Pasal

tersebut berisi Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam Pergub 88/2020, Pemerintah DKI Jakarta menarik kembali ketentuan pelaksanaan kebijakan ganjil-genap yang sebelumnya diatur pada Pasal 8 ayat (1) huruf a dan b Pergub 80/2020.

Walaupun kebijakan ganjil-genap tidak diberlakukan, Pemerintah DKI Jakarta tetap memberlakukan peraturan yang wajib ditaati oleh pengguna kendaraan bermotor. Rinciannya adalah:

1. Pengguna kendaraan mobil penumpang pribadi diwajibkan untuk mengikuti ketentuan sebagai berikut:1

a) digunakan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan/atau aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB;

b) melakukan disinfeksi kendaraan setelah selesai digunakan;

c) menggunakan masker di dalam kendaraan;d) tidak berkendara jika sedang mengalami

suhu badan di atas normal atau sakit.e) membatasi kapasitas angkut mobil

penumpang perseorangan paling banyak untuk 2 (dua) orang per baris kursi, kecuali dengan penumpang berdomisili di alamat yang sama.

2. Pengguna sepeda motor pribadi diwajibkan untuk mengikuti ketentuan sebagai berikut:2 a) digunakan hanya untuk pemenuhan

kebutuhan pokok dan/atau aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB

b) melakukan disinfeksi kendaraan dan atribut setelah selesai digunakan

c) menggunakan masker; dand) tidak berkendara jika sedang mengalami

suhu badan di atas normal atau sakit.

Sebagai penutup, meskipun Pemerintah DKI Jakarta tidak memberlakukan kebijakan ganjil-genap, ketentuan Pasal 18 ayat (4) dan (5) Pergub 88/2020 diharapkan dapat berkontribusi mencegah dan mengendalikan penyebaran Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta. MAD

1. Pasal 18 ayat (4) Pergub 88/20202. Pasal 18 ayat (5) Pergub 88/2020

KUPAS PERATURAN

11

TANYA JAWAB

Apakah terdapat kebijakan pemerintah Republik Indonesia terkait penyesuaian upah karena pembatasan kegiatan usaha?

Kebijakan mengenai penyesuaian dan tata cara pembayaran upah diatur dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/3/Hk.04/iii/2020 Tahun 2020 Tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 (SE KEMENAKER). SE KEMENAKER ini ditujukan untuk menjaga kelangsungan usaha serta melindungi pekerja. SE KEMENAKER mensyaratkan dua hal agar penyesuaian upah dapat dilaksanakan. Syarat pertama adalah kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja, sedangkan syarat kedua adalah adanya kebijakan pemerintah yang mengakibatkan sebagian atau seluruh pekerja tidak masuk kerja.

Apakah terdapat kebijakan pemerintah Republik Indonesia terkait dengan penundaan pekerjaan dalam bidang konstruksi dikarenakan Covid-19?

Berdasarkan Instruksi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 02/IN/M/2020 tentang Protokol Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) (Instruksi Menteri PU) dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, diatur mengenai Penghentian Pekerjaan Sementara. Instruksi Menteri PU mengatur bahwa Penghentian Pekerjaan Sementara dapat dilakukan karena alasan sebagai berikut:

a. Memiliki risiko tinggi akibat lokasi proyek berada di pusat sebaran;

b. Telah ditemukan pekerja yang positif dan/atau berstatus Pasien dalam Pengawasan (PDP); atau

c. Pimpinan Kementerian/Lembaga/Instansi/Kepala Daerah telah mengeluarkan peraturan untuk menghentikan kegiatan sementara akibat keadaan kahar.

Secara tegas, Instruksi Menteri PU menjelaskan bahwa Penghentian Pekerjaan Sementara termasuk dalam penghentian akibat keadaan kahar. Lebih lanjut, akibat dari Penghentian Pekerjaan Sementara adalah tetap melekatnya kewajiban Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa terhadap Tenaga Kerja Konstruksi, Subkontraktor, Produsen, dan Pemasok yang terlibat dalam bentuk Kompensasi biaya upah Tenaga Kerja dan Pembayaran. Namun demikian, analisis perlu dilakukan secara menyeluruh pada konstruksi pasal di tiap-tiap kontrak dan situasi kondisi pada kasus per kasus. VKA

12

1. Pasal 4 SK 015/20202. Pasal 5 ayat (1) SK 015/20203. Pasal 5 ayat (3) SK 015/20203. Pasal 11 ayat (1) dan (2) SK 015/2020

KIAT

HAL PENTING DALAM PELAKSANAAN PERSIDANGAN ARBITRASE SECARA

ELEKTRONIK

Beberapa penyesuaian diperlukan terkait prosedur persidangan, sehubungan dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar

(PSBB) selama masa pandemi Covid-19. Penyesuaian ini ditujukan untuk melindungi proses penyelesaian sengketa antarpihak yang berperkara. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 20.015/V/SK-BANI/HU tentang Peraturan dan Prosedur Penyelenggaraan Arbitrase secara Elektronik (SK 015/2020), sebagai panduan apabila persidangan secara fisik tidak memungkinkan untuk diselenggarakan.

SK 015/2020 tersebut berlaku sebagai rujukan apabila para pihak telah bersepakat untuk melaksanakan persidangan secara elektronik. Secara umum, SK 015/2020 mengatur hal-hal berikut:

1. Para pihak dapat menghadiri persidangan secara elektronik menggunakan sarana telekomunikasi berbasis internet—apa pun bentuknya dan tidak terbatas pada sarana video conference—, dengan platform yang dapat disepakati oleh para pihak;1

2. Para pihak berkewajiban untuk menyepakati bahwa pihak yang hadir dalam persidangan secara elektronik hanya perwakilan resmi dari tiap-tiap pihak;2

3. Para pihak tidak diperbolehkan merekam jalannya persidangan;3 serta

4. Segala biaya tambahan yang timbul dari persidangan secara elektronik akan ditanggung

oleh para pihak. Selain itu, para pihak juga diwajibkan untuk melakukan pembayaran deposit terlebih dahulu.4

Selain pengaturan umum sebagaimana diuraikan dalam SK 015/2020, tentunya para pihak perlu memerhatikan hal teknis untuk memastikan kelancaran proses persidangan arbitrase, antara lain:

1. Stabilitas koneksi internet untuk menjaga kelancaran komunikasi selama persidangan;

2. Pemilihan platform persidangan secara elektronik yang memadai dan andal;

3. Penggunaan layanan manajemen dokumen perkara agar para pihak dapat secara cepat merujuk dan memperlihatkan dokumen-dokumen tertentu selama berlangsungnya persidangan;

4. Penggunaan layanan live-note untuk penyediaan transkripsi persidangan guna kemudahan perujukan kembali pada argumentasi yang dikemukakan ketika terdapat kendala pada perangkat suara; serta

5. Ketersediaan sarana-sarana lainnya yang diperlukan. Contohnya, mekanisme untuk memastikan pihak yang menghadiri persidangan adalah benar perwakilan resmi para pihak.

Di akhir, lepas dari semua hal yang disebutkan di atas, komunikasi dan itikad baik dari setiap pihak sangat diperlukan agar seluruh persidangan dapat berjalan dengan lancar. KBA

13