KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

17
25 KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN GEDUNG MILIK ORANG LAIN SECARA BERKELOMPOK Oleh : I Nyoman Suandika, SH.,MH Ni Luh Sayu Hary Sudewi Fakultas Hukum Universitas Mahendradatta, Jalan Ken Arok Nomor 12 Denpasar ([email protected], [email protected]) Abstract, The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in Article 1 Paragraph (3) confirms that the State of Indonesia is a state of law. The affirmation of the rule of law implies that every action of the state and citizens must be based on and based on the law. Demonstrations that are destructive in nature can disrupt campus order and security. Demonstrations that end in vandalism often result in fatalities and injuries, both from the protesters and from the security forces at the demonstration, namely campus security units and even police. The reality shows that there are still frequent demonstrations or demonstrations that lead to the destruction of campus facilities, which greatly disturbs the comfort and order in carrying out campus activities. Starting from this reality, several problems arise in this thesis, namely what are the factors that influence the criminal act of destroying other people's buildings which are carried out in groups and what are the legal sanctions for the criminal acts of destroying other people's buildings in groups. The type of research used in this study is a normative legal research type, namely by reviewing or analyzing legal materials from the literature or books and laws and regulations related to the research to be discussed, using the statute approach and the fact approach. The results of the discussion of this thesis are the factors that influence the criminal act of destroying other people's buildings which are carried out in groups, namely environmental factors, social factors, social control factors, and religious factors, as well as provocation factors. Legal sanctions for the criminal act of destroying buildings belonging to other people in groups are regulated in the provisions of Article 408 of the Criminal Code concerning destroying and destroying goods as described in Article 408, which reads that whoever intentionally and unlawfully destroys, damages or renders train buildings unusable. fire, tram, telegraph or electricity, or buildings to stem, divide or distribute water, gas lines, water or channels used for public purposes, is punishable by a maximum imprisonment of 4 (four years). Keywords: Vandalism, Group, Criminal Act Abstrak,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 Ayat (3) menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Penegasan negara hukum tersebut mengandung arti bahwa setiap tindakan negara dan warga negara harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum. Unjuk rasa yang bersifat pengrusakan dapat menganggu ketertiban dan keamanan kampus. Unjuk rasa yang berakhir pengrusakan sering kali juga menelan korban jiwa dan luka-luka baik dari pihak pengunjuk rasa maupun dari pihak pengamanan aksi unjuk rasa yaitu satuan keamanan (satpam) kampus bahkan polisi. Realitas menunjukkan bahwa masih seringnya terjadi unjuk rasa atau demonstrasi yang berujung pada 1 Mustafa Kemal Pahsa Dan Kawan-Kawan, 2003, Pancasila Dalam Tinjauan Historis Dan Filosofis Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, hal. 108

Transcript of KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

Page 1: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

25

KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN GEDUNG MILIK

ORANG LAIN SECARA BERKELOMPOK

Oleh :

I Nyoman Suandika, SH.,MH

Ni Luh Sayu Hary Sudewi

Fakultas Hukum Universitas Mahendradatta, Jalan Ken Arok Nomor 12 Denpasar

([email protected], [email protected])

Abstract, The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in Article 1 Paragraph (3)

confirms that the State of Indonesia is a state of law. The affirmation of the rule of law implies

that every action of the state and citizens must be based on and based on the law.

Demonstrations that are destructive in nature can disrupt campus order and security.

Demonstrations that end in vandalism often result in fatalities and injuries, both from the

protesters and from the security forces at the demonstration, namely campus security units and

even police. The reality shows that there are still frequent demonstrations or demonstrations

that lead to the destruction of campus facilities, which greatly disturbs the comfort and order

in carrying out campus activities. Starting from this reality, several problems arise in this

thesis, namely what are the factors that influence the criminal act of destroying other people's

buildings which are carried out in groups and what are the legal sanctions for the criminal

acts of destroying other people's buildings in groups.

The type of research used in this study is a normative legal research type, namely by reviewing

or analyzing legal materials from the literature or books and laws and regulations related to

the research to be discussed, using the statute approach and the fact approach.

The results of the discussion of this thesis are the factors that influence the criminal act of

destroying other people's buildings which are carried out in groups, namely environmental

factors, social factors, social control factors, and religious factors, as well as provocation

factors. Legal sanctions for the criminal act of destroying buildings belonging to other people

in groups are regulated in the provisions of Article 408 of the Criminal Code concerning

destroying and destroying goods as described in Article 408, which reads that whoever

intentionally and unlawfully destroys, damages or renders train buildings unusable. fire, tram,

telegraph or electricity, or buildings to stem, divide or distribute water, gas lines, water or

channels used for public purposes, is punishable by a maximum imprisonment of 4 (four years).

Keywords: Vandalism, Group, Criminal Act

Abstrak,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 Ayat

(3) menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.1 Penegasan negara hukum

tersebut mengandung arti bahwa setiap tindakan negara dan warga negara harus berlandaskan

dan berdasarkan atas hukum. Unjuk rasa yang bersifat pengrusakan dapat menganggu

ketertiban dan keamanan kampus. Unjuk rasa yang berakhir pengrusakan sering kali juga

menelan korban jiwa dan luka-luka baik dari pihak pengunjuk rasa maupun dari pihak

pengamanan aksi unjuk rasa yaitu satuan keamanan (satpam) kampus bahkan polisi. Realitas

menunjukkan bahwa masih seringnya terjadi unjuk rasa atau demonstrasi yang berujung pada

1 Mustafa Kemal Pahsa Dan Kawan-Kawan, 2003, Pancasila Dalam Tinjauan Historis Dan

Filosofis Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, hal. 108

Page 2: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

26

pengrusakan fasilitas-fasilitas kampus, dimana hal tersebut sangat mengganggu kenyamanan

dan ketertiban dalam melakukan aktivitas kampus. Bertolak dari realitas tersebut timbul

beberapa permasalahan dalam skripsi ini yaitu apakah faktor yang mempengruhi tindak pidana

perusakan Gedung milik orang lain yang dilakukan secara berkelompok dan bagaimanakah

sanksi hukum terhadap tindak pidana perusakan gedung milik orang lain secara berkelompok.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian hukum

normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis bahan-bahan hukum dari literatur-literatur

atau buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian yang

akan di bahas, dengan menggunakan Pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta.

Hasil pembahasan skripsi ini adalah faktor yang mempengruhi tindak pidana perusakan

Gedung milik orang lain yang dilakukan secara berkelompok adalah faktor lingkungan, factor

pergaulan, faktor kontrol social, dan faktor Keagamaan, serta faktor provokasi. Sanksi hukum

terhadap tindak pidana perusakan gedung milik orang lain secara berkelompok adalah diatur

didalam ketentuan Pasal 408 KUHP tentang menghancurkan dan pengrusakan barang

sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 408, yang berbunyi barangsiapa dengan sengaja dan

melawan hukum menghancrukan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai bangunan-

bangunan kereta api trem, telegrap atau listrik, atau bangunan-bangunan untuk membendung,

membagi atau menyalurkan air, saluran gas, air atau saluran yang digunakan untuk keperluan

umum, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat tahun).

Kata Kunci : Perusakan, Berkelompok, Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN

Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dalam

Pasal 1 Ayat (3) menegaskan bahwa

Negara Indonesia adalah negara hukum.2

Penegasan negara hukum tersebut

mengandung arti bahwa setiap tindakan

negara dan warga negara harus

berlandaskan dan berdasarkan atas

hukum.3 Pengaturan lebih lanjut

sehubungan dengan aksi unjuk rasa dijamin

dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar

Negra Republik Indonesia Tahun 1945

yang berbunyi kemerdekaan berserikat dan

berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan

dengan undang-undang.

Negara hukum merupakan

terjemahan dari konsep rechtstaat atau rule

of law yang bersumber dari pengalaman

2 Mustafa Kemal Pahsa Dan Kawan-Kawan, 2003, Pancasila Dalam Tinjauan Historis Dan

Filosofis Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, hal. 108

3 Tri Hayati, 2015, Era Baru Hukum Pertambangan, Buku Obor, Jakarta, hal. 15 4 A. Rasyid Rahman. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. UPT MKU, Universitas

Hasanuddin Makassar: Jakarta, hal. 42

demokrasi konstitusional di Eropa pada

abad ke-19 dan abad ke-20. Oleh karena

itu, ciri-ciri negara hukum antara lain:

adanya supremasi hukum, jaminan hak

asasi manusia, dan legalitas hukum. Di

negara hukum, peraturan perundang-

undangan yang berpuncak pada undang-

undang dasar (konstitusi) merupakan satu

kesatuan sistem hukum sebagai landasan

bagi setiap penyelenggara kekuasaan.

Konsep “Demokrasi” berasal dari

bahasa yunani yaitu “Demos” yang berarti

rakyat dan ”Carlos” atau “Cretein” yang

berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi

“Demos-Cratos” atau “Demos- Cretein”

berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan

rakyat.4 Oleh sebab itu, rakyat mempunyai

pengaruh dan peranan yang sangat penting

dalam suatu pemerintahan. Dalam suatu

negara demokrasi dikenal bahwa

Page 3: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

27

kekuasaan tertinggi berada pada rakyat,

yang merupakan kemponen utama dari

suatu pemerintahan negara.

Sejak bergulirnya reformasi pada

tahun 1998, gerakan demonstrasi atau

unjuk rasa di Indonesia semakin meluas.

Hampir di setiap daerah, orang melakukan

unjuk rasa untuk menyampaikan

aspirasinya. Aksi unjuk rasa atau

demonstrasi merupakan salah satu hak

setiap warga negara yang dilindungi oleh

negara dalam konstitusi dasar dan undang-

undang. Kemerdekaan menyampaikan

pendapat ini merupakan sarana bagi setiap

warga negara untuk menggapai tujuannya.

Demonstrasi atau unjuk rasa adalah

pernyataan protes yang dikemukakan

secara massal.5

Istilah unjuk rasa kini telah dikenal

oleh semua kalangan masyarakat, baik tua

maupun muda, bahkan sesekali terlihat

baik secara langsung maupun di media

massa, anak-anak juga dilibatkan dalam

kegiatan ini. Seringkali disaksikan bahwa

unjuk rasa biasanya dilakukan oleh para

mahasiswa yang tidak sependapat terhadap

kebijakan yang diterima. Generasi muda

harapan bangsa ini biasanya melakukan

unjuk rasa terhadap pemerintah atau pihak

rektorat kampus. Namun seringkali unjuk

rasa ini berakhir dengan kericuhan,

pengrusakan fasilitas umum, sampai

dengan jatuhnya korban jiwa yang

seringkali jumlahnya tidak sedikit. Unjuk

rasa yang dilakukan oleh mahasiswa bukan

hanya untuk kepentingan rakyat semata,

tetapi juga untuk kepentingan mahasiswa

sendiri atau sekelompok mahasiswa saja.

Mahasiswa melakukan unjuk rasa di dalam

area kampus karena ada kebijakan yang

dikeluarkan oleh pihak kampus yang

merugikan mahasiswa dan tidak

mementingkan kepentingan mahasiswa.

Dalam praktik unjuk rasa, kebebasan atau

5 Depertemen Pendidikan Dan

Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa

kemerdekaan untuk menyampaikan

aspirasi tidak selamanya berjalan sesuai

yang diharapkan oleh mahasiswa yang

melakukan demonstrasi. Oleh karena itu

banyak aksi unjuk rasa yang berakhir

dengan kerusuhan yang mengarah pada

tindakan pengrusakan. Tindakan

pengrusakan yang terjadi dilakukan oleh

para mahasiswa itu sendiri merupakan

tindak pidana. Unjuk rasa yang bersifat

pengrusakan dapat menganggu ketertiban

dan keamanan kampus. Unjuk rasa yang

berakhir pengrusakan sering kali juga

menelan korban jiwa dan luka-luka baik

dari pihak pengunjuk rasa maupun dari

pihak pengamanan aksi unjuk rasa yaitu

satuan keamanan (satpam) kampus bahkan

polisi. Realitas menunjukkan bahwa masih

seringnya terjadi unjuk rasa atau

demonstrasi yang berujung pada

pengrusakan fasilitas-fasilitas kampus,

dimana hal tersebut sangat mengganggu

kenyamanan dan ketertiban dalam

melakukan aktivitas kampus. Bertolak dari

realitas tersebut timbul beberapa

pertanyaan bahwa apakah pelaku-pelaku

demonstrasi anarkis ini tidak mendapat

sanksi yang membuat mereka jerah atau

bahkan mereka tidak mendapatkan sanksi

sama sekali, sehingga masih sering terjadi

demonstrasi yang anarkis dan berujung

pengrusakan. Berdasarkan permasalahan

dan realitas yang disebutkan di atas, maka

Penulis tertarik untuk mengangkat judul

“Penegakan Hukum Terhadap

Pengerusakan Gedung Secara

Berkelompok.

II. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah

tersebut diatas maka dapat dikemukakan

rumusan permasalahanya yaitu:

1. Apakah faktor yang mempengruhi

tindak pidana perusakan Gedung

milik orang lain yang dilakukan

Indonesia. Penerbit Balai Pustaka: Jakarta, hal.

250

Page 4: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

28

secara berkelompok ?

2. Bagaimanakah sanksi hukum

terhadap tindak pidana perusakan

gedung milik orang lain secara

berkelompok?

III. TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dari

penyusunan penelitian ini adalah sebagai

berikut diantaranya :

1. Untuk mengetahui faktor yang

mempengruhi tindak pidana

perusakan Gedung milik orang lain

yang dilakukan secara

berkelompok.

2. Untuk mengetahui sanksi hukum

terhadap tindak pidana perusakan

gedung milik orang lain secara

berkelompok.

IV. KERANGKA TEORITIS

a. Konsep Negara Hukum

Pelopor Negara Hukurn Liberal

adalah Immanuel kant yang melahirkan

konsep Rechstaats, dan kemudian

dikembangkan lebih lanjut oleh Frederick

Julius Stahl yang mengemukakan bahwa

unsur-unsur Negara hukum adalah negara

hukum menurut konsep rechtstaats dianut

oleh Negara-negara di Eropa Continental,

Prancis, Jerman dan Belanda.6 Konsep

Negara hukum ini juga identik dengan

konsep Rule of Law yang berkembang di

Negara Anglo Saxon, Menurut A.V. Dicey

ciri-ciri Rule of Law. Terdapat beberapa

unsur penting yang terkandung di dalam

pengertian the rule of law yang dijadikan

sebagai sebuah acuan dalam bernegara

diantaranya :7

1. Supremacy of law (supremasi

hukum) merupakan rumusan yang

menempatkan hukum sebagai

6 Marjanne Termoshuizen, 2004, The

Concept Rule of Law, dalam JENDERA, Jurnal

Hukum : Rule of Law, edisi 3 Tahun II, hal. 98

7 Yohanes Usfunan, 2015, Hukum,

HAM dan Pemerintahan, Udayana University

Press, Denpasar, hal. 242

panglima yang tertinggi dengan

demikian tidak ada suatu

pemerintahan yang melakukan

tindakan di luar dari

kewenangannya.

2. Equality before the law

(persamaan di depan hukum)

adalah kondisi setiap individu

memiliki kedudukan yang sama di

hadapan hukum.

3. Contitution Based on Individual

Right (hak asasi manusia) adalah

hak yang diakui sebagai salah satu

prinsip dasar manusia dan

dilindungi keberadaannya di

dalam suatu negara.

Negara Indonesia adalah Negara

hukum, demikian dijelaskan dalam Pasal 1

ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Negara

hukum adalah Negara yang berlandaskan

hukum dan yang menjamin keadilan bagi

warganya. Maksudnya adalah segala

kewenangan dan tindakan alat-alat

perlengkapan negara atau penguasa

semata-mata berdasarkan hukum atau

dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal

yang demikian akan mencerminkan

keadilan bagi pergaulan hidup warganya.8

Dengan demikian tindakan aparat

penegak hukum termasuk kepolisian dalam

melaksanakan tugas dan fungsi serta

kewenangannya dalam penegakan hukum

terhadap kepemilikan senjata api ilegal

harus tetap berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

b. Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang

8Abu Daud Busro dan Abu Bakar

Busro, 1983, Azas-Azas Hukum Tata Negara.

Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 111

Page 5: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

29

selanjutnya disebut KUHP, dikenal dengan

istilah “stratbaar feit”. Istilah strafbaar feit

dalam bahasa Indonesia diterjemahkan

dengan berbagai istilah yaitu tindak pidana,

delik, peristiwa pidana, perbuatan yang

boleh dihukum, dan perbuatan pidana.

Kanter dan Sianturi memberikan

pengertian tindak pidana sebagai berikut: 9

Tindak pidana ialah suatu tindakan

pada tempat, waktu dan keadaan

tertentu, yang dilarang (diharuskan)

dan diancam dengan pidana oleh

undang-undang, bersifat melawan

hukum, serta dengan kesalahan

dilakukan oleh seseorang (mampu

bertanggung jawab).

Selanjutnya menurtu Moeljatno

mendefenisikan perbuatan pidana sebagai

yaitu berikut:

perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu, bagi barangsiapa

yang melanggar larangan tersebut.

Dapat juga dikatakan bahwa

perbuatan pidana adalah perbuatan

yang oleh suatu aturan hukum

dilarang dan diancam pidana, asal

saja dalam saat itu diingat bahwa

larangan ditujukan kepada perbuatan

yaitu suatu keadaan atau kejadian

yang ditimbulkan oleh kelakuan

orang, sedangkan ancaman pidana

itu ditujukan kepada orang yang

ditimbulkan kejadian itu.10

9 Erdianto Effendi. 2011. Hukum

Pidana Indonesia-Suatu Pengantar. PT Rafika

Aditama: Bandung, hal. 99

10 Moeljatno. 2009, Asas-Asas Hukum

Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta, hal. 59

11 Andi Hamzah. 2004, Hukum Acara

Pidana Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta, hal.

88

Dari kedua pendapat di atas, maka

dapat diartikan bahwa tindak pidana adalah

suatu perbuatan yang dilakukan oleh

manusia yang mana perbuatan tersebut

melangggar apa yang dilarang atau apa

yang diperintahkan oleh suatu aturan

hukum atau undang-undang dan disertai

dengan sanksi berupa sanksi pidana.

Seorang ahli hukum yaitu Simon

merumuskan unsur-unsur tindak pidana

sebagai berikut:11

1. Diancam pidana oleh hukum;

2. Bertentangan dengan hukum;

3. Dilakukan oleh orang yang

bersalah, dan

4. Orang itu dipandang dapat

bertanggungjawab atas

perbuatannya.

Menurut Moeljatno unsur tindak

pidana adalah:12

a) Perbuatan;

b) Yang dilarang (oleh aturan

hukum);

c) Ancaman pidana (yang melanggar

larangan).

c.Pertanggungjawaban Pidana

Secara umum istilah

pertanggungjawaban pidana berarti

memiliki dua kata yaitu

pertanggungjawaban dan pidana. Dasar

kata pertanggungjawaban adalah tanggung

jawab. Tanggung jawab diartikan sebagai

keadaan wajib menanggung segala

sesuatunya kalau terjadi apa-apa boleh

dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan

sebagainya.13 Simons berpendapat bahwa

mampu bertanggung jawab adalah mampu

12 Ibid, hal. 79

13 Desy Anwar, 2003, Kamus

Lengkap Bahasa Indonesia, Amelia,

Surabaya, hal. 450

Page 6: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

30

untuk menginsyafi sifat melawan

hukumnya perbuatan dan sesuai dengan

keinsyafan itu mampu untuk menentukan

kehendaknya.27 Maka untuk dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya

melalui hukum pidana, seseorang haruslah

terbukti memenuhi unsur kesalahan dan

juga menyadari secara insyaf terhadap

tindak pidana yang telah dilakukannya.

Menurut Mulyatno ada beberpa

unsur-unsur pertanggungjawaban pidana

antara lain sebagai berikut :

a. Kesalahan;

b. Kemampuan bertanggungjawab;

c. Tidak ada alasan pemaaf. 14

Berdasarkan penjelassan di atas

tersebut dapat diketahui bahwa subjek

pertanggungjawaban pidana yang akan

mempertanggungjawabkan suatu tindak

pidana itu adalah pelaku tindak pidana

dalam hal ini manusia atau korporasi. Maka

dari itu subjeknya harus sama antara pelaku

tindak pidana dan yang akan

mempertanggungjawabkan perbuatan

pidananya. Menurut Pandangan Ey. Kanter

dan SR. Sianturi, yang dianggap sebagai

subyek tindak pidana adalah Manusia

(natuurlijke-persoonen), sedangkan hewan

dan badan-badan hukum (rechtspersonen)

tidak dianggap sebagai subjek.15

V. Metode Penelitian

a. jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah tipe penelitian

hukum normatif yaitu dengan mengkaji

atau menganalisis bahan-bahan hukum dari

literatur-literatur atau buku-buku dan

peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan penelitian yang akan

14 Tri Andrisman, 2009, Hukum

Pidana Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum

Hukum Pidana Indonesia, Universitas

Lampung, Bandar Lampung, hal. 73.

15 E.Y Kanter dan S.R Sianturi, 2002,

Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan

Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, hal. 253

di bahas.16 Penelitian hukum normatif

yaitu penelitian yang mengkaji hukum

yang dikonsepkan sebagai norma atau

kaidah yang berlaku dalam masyarakat,

dan menjadi acuan perilaku setiap orang.

Penelitian hukum normatif disebut juga

sebagai penelitian hukum teoritis, dimana

fokus kajian dalam penelitian ini menurut

Bambang Sunggono adalah inventarisasi

hukum positif, asas-asas dan doktrin

hukum, penemuan hukum dalam perkara in

concreto, sistematik hukum, taraf

sinkronisasi hukum, perbandingan hukum,

dan sejarah hukum.17

b. Pendekatan Masalah

Jenis Pendekatan dalam proposal ini

penulis menggunakan 2 (dua) pendekatan,

yakni pendekatan undang-undang (statute

approach) dan pendekatan fakta (the fact

approach).

c. Sumber bahan Hukum

Dalam proposal penelitian ini

digunakan 3 (tiga) jenis sumber sumber

bahan hukum. Ketiga sumber bahan hukum

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bahan hukum primer, terdiri dari

peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan penelitian

yang akan di bahas. Adapun

peraturan perundang-undangan

tersebut dinataranya :

1) Undang Undang dasar negara

Republik Indonesia Tahun

1945

2) Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata

2. Bahan hukum sekunder yaitu

berupa publikasi tentang hukum

yang berhubungan dengan

28Bagir Manan, 2009, Penelitian

Bidang Hukum, Puslitbang Bandung, Bandung,

hal. 4 17 Bambang Sunggono, 2009,

Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hal. 81

Page 7: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

31

penelitian yang akan dibahas

seperti misalnya : buku-buku

hukum, jurnal penelitian di

bidang hukum, dan hasil-hasil

seminar.18

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan

hukum yang mendukung bahan

hukum primer dan bahan hukum

skunder seperti misalnya kamus

bahasa Indonesia dan kamus

hukum.

d. Teknik Pengumpulan bahan hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum

yang dilakukanoleh peneliti dalam

penelitian ini adalah dengan menghimpun

bahan hukum primer maupun bahan hukum

skunder yang berkaitan dengan

permasalahan tindak pidana Perusakan

gedung milik orang lain yang dilakukan

secara berkelompok. Bahan hukum

tersebut diperoleh melalui studi

kepustakaan seperti buku, jurnal, artikel,

internet, dan lain sebagainya.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum

dalam penulisan ini dengan

mengumpulkan dan mengambil dari

kepustakaan maupun lapangan yang

kemudian diolah secara kualitatif dan

disajikan secara diskriptif. Deskriptif

meliputi nisi maupun struktur hukum

prositif.19 Dimana keseluruhan bahan

hukum yang dikumpulkan baik dari bahan

hukum primer maupun sekunder, akan

diolah dan dianalisis dengan cara

menyusun bahan hukum secara sistematis,

digolongkan dalam pola dan tema,

diklasifikasikan, dihubungkan antara satu

bahan hukum dengan bahan hukum yang

lainnya, dilakukan interpretasi untuk

31Sunaryati Hartono, 2006, Penelitian

Hukum Di Indonesia pada Abad Ke 20,

Alumni, Bandung, hal. 134

32Philipus M. Hadjon, 2004,

Pengakuan Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)

Dalam Yuridika, hal. 9

memahami makna bahan hukum dalam

situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dan

perspektif penelitian setelah memahami

keseluruhan kualitas bahan hukum.

VI. FAKTOR YANG MEMPENGRUHI

TINDAK PIDANA PERUSAKAN

GEDUNG MILIK ORANG LAIN

YANG DILAKUKAN SECARA

BERKELOMPOK

a. Tindak Pidana Pengrusakan Barang

Milik Orang Lain Yang Dilakukan

Secara Berkelompok

Di dalam kamus besar bahasa

Indonesia, kata penghancuran berasal dari

kata hancur yang berarti pecah menjadi

kecil-kecil, dan mendapat awalan peng-

dan akhiran –an, yang berarti proses,cara,

perbuatan menghancurkan. Sedangkan

perusakan berasal dari kata rusak yang

berarti sudah tidak sempurna lagi (baik,

utuh), mendapat awalan pe- dan akhiran –

an, yang berarti suatu, proses, perbuatan

merusakkan. Ini adalah pengertian secara

bahasa. 20

Sedangkan pengertian

penghancuran dan perusakan secara istilah,

seperti yang tercantum dalam Pasal 406

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), unsur-unsur pengertiannya

adalah dengan sengaja dan dengan

melawan hukum membinasakan,

merusakkan, membuat sehingga tidak

dapat dipakai lagi atau menghilangkan

suatu barang yang sama sekali atau

sebagian kepunyaan orang lain.

Menghancurkan (vernielen), disebut

juga membinasakan yang berarti merusak

sama sekali, misalnya membanting gelas,

cangkir, tempat bunga, sehingga hancur.

20 Ahmad A.K. Muda, 2001, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, hal.

386

Page 8: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

32

“Membuat sehingga tidak dapat dipakai

lagi” artinya perbuatan itu harus

sedemikian rupa, sehingga barang itu

betul-betul tidak dipakai lagi. Misalnya

melepaskan roda-roda kendaraan, dengan

hanya mengulirkan sekrupnya saja belum

berarti membuat sehingga tidak dapat

dipakai lagi, oleh karena itu dengan jalan

memasang roda-rodanya dengan

mengembalikan sekrup yang mengulir ia

dapat memperbaiki dan dapat

dipergunakan lagi.21 “Menghilangkan”

berarti membuat sehingga barang itu tidak

ada lagi, misalnya dibakar habis, dimakan,

dibuang sehingga hilang. Sedangkan

merusakkan berarti kurang daripada

membinasakan (beschaidigen) misalnya

memukul gelas- gelas, cangkir, dan

sebagainya tidak sampai hancur, akan

tetapi hanya pecah sedikit retak atau hanya

putus pegangannya.22

Tindak pidana kejahatan

penghancuran dan pengrusakan barang

terdapat pada kitab Undang-Undang

Hukum Pidana yaitu terdapat pada pasal

406, 407, 408, 409, 410, dan pasal 412.

Dimana penegasan-penegasan tersebut

adalah sebagai berikut :

Pasal 406, Barangsiapa dengan

sengaja dan secara melawan hukum

menghancurkan, merusak, membuat

tak dapat dipakai atau

menghilangkan barang sesuatu yang

seluruhnya atau sebagian milik

orang lain, diancam dengan pidana

penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah

Pasal 407 ; Perbuatan perbuatan

yang diterangkan dalam pasal 406,

bila nilai kerugian tidak lebih dari

dua ratus lima puluh rupiah, diancam

21 bid, hal. 141

dengan pidana penjara paling lama

tiga bulan atau pidana denda paling

banyak sembilan ratus rupiah. Ayat

(2) Bila perbuatan yang dirumuskan

dalam pasal 406 ayat (2) itu

dilakukan dengan memasukkan

bahan-bahan yang merusak nyawa

atau kesehatan, atau bila hewan itu

termasuk dalam pasal 101, maka

ketentuan ayat (1) tidak berlaku

Pasal 408 : Barangsiapa dengan

sengaja dan secara melawan hukum

menghancurkan, merusak atau

membuat tak dapat dipakai

bangunan-bangunan kereta api,

trem, telegraf, telepon atau listrik,

atau bangunan bangunan untuk

membendung air, membagi air atau

menyalurkan air, saluran gas,

saluran air atau saluran yang

digunakan untuk keperluan umum,

diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun

Pasal 409 : Barangsiapa yang karena

kesalahannya (kealpaannya)

menyebabkan bangunan-bangunan

tersebut dalam pasal di atas

dihancurkan, dirusakkan atau dibuat

tak dapat dipakai, diancam dengan

pidana kurungan paling lama satu

bulan atau pidana denda paling

banyak seribu lima ratus rupiah

Pasal 410 : Barangsiapa dengan

sengaja dan secara melawan hukum

menghancurkan atau membuat tak

dapat dipakai suatu gedung atau

kapal yang seluruhnya atau sebagian

milik orang lain, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima

tahun.

Pasal 412 : Bila salah satu kejahatan

22 Ibid, hal. 279

Page 9: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

33

yang diterangkan dalam bab ini

dilakukan oleh dua orang atau lebih

dengan bersekutu, maka pidananya

dapat ditambah sepertiga, kecuali

dalam hal yang tersebut dalam pasal

407 ayat (1).

Tentang pengertian dari

penghancuran dan perusakan telah

dijelaskan diatas, selain itu pada pasal 406

terdapat kata membuat sehingga tidak

dapat dipakai lagi, maksudnya tindakan

tersebut harus sedemikian rupa, sehingga

barang tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.

Adapun yang dimaksud dengan barang

adalah semua benda yang berwujud seperti:

uang, baju, perhiasan dan sebagainya

termasuk pula binatang, dan benda yang

tak berwujud seperti aliran listrik yng

disalurkan melalui kawat serta gas yang

disalurkan melalui pipa. Dalam praktek

sering terjadi lebih dari seorang terlibat

dalam peristiwa tindak pidana. Disamping

si pelaku ada seorang atau beberapa orang

lain yang turut serta. Orang-orang yang

terlibat dalam kerjasama yang

mewujudkan tindak pidana tersebut,

masing-masing dari mereka berbeda satu

dengan yang lain, tetapi dari perbedaan-

perbedaan yang ada pada masing-masing

itu terjalin suatu hubungan yang

sedemikian rupa eratnya dimana perbuatan

yang satu menunjang perbuatan yang lain,

yang semuanya mengarah pada satu yaitu

terwujudnya tindak pidana. Hukum Acara

Pidana di Indonesia yang berbasis pada

KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 tahun

1981) menganut asas negative wettelijke.

Hal itu tersirat di dalam Pasal 183 KUHAP

yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seseorang

kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Selain itu alat bukti juga mempunyai

peranan yang penting dalam proses

pembuktian perkara pidana di persidangan.

Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah

menentukan secara limitatif alat bukti yang

sah menurut Undang-Undang. Dalam

hukum acara pidana Indonesia menganut

sistem pembuktian Negatief Wettelijk

Bewijstheorie, dengan demikian hanya

alat-alat bukti yang sah menurut undang-

undang yang dapat dipergunakan untuk

pembuktian. hal itu berarti hanya alat-alat

bukti yang sah menurut undang-undang

yang dapat dipergunakan untuk

pembuktian. Sehingga di luar dari

ketentuan tersebut tidak dapat

dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.

Berdasarkan Pasal 184 ayat (1)

KUHAP dikenal ada lima macam alat-alat

bukti yang sah, yakni :

a) Keterangan saksi Saksi

menurut Pasal 1 butir 26

KUHAP yaitu orang yang dapat

memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan,

penuntutan dan peradilan

tentang suatu perkara pidana

yang ia dengar sendiri, lihat

sendiri atau alami sendiri.

b) Keterangan Ahli Keterangan

ahli adalah keterangan yang

diberikan oleh seseorang yang

berkeahlian khusus dalam hal

yang diperlukan. Sifatnya tidak

mengikat boleh diapakai atau

tidak.

c) Surat Surat adalah pembawa

tanda tangan bacaan yang

berarti, yang menterjemahkan

suatu isi pikiran. Tidak

termasuk kata surat, adalah foto

dan peta, sebab benda ini tidak

memuat tanda bacaan. Adapun

contohcontoh dari alat bukti

surat itu, adalah Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) yang

Page 10: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

34

dibuat oleh polisi, BAP

Pengadilan, Berita Acara

Penyitaan, Surat Perintah

Penahanan, Surat Izin

Penggeledahan, Surat Izin

Penyitaan, dan lain-lainnya.

d) Petunjuk Pasal 188 Ayat (1)

KUHAP memberi definisi

petunjuk adalah sebagai

perbuatan, kejadian atau

keadaan, yang karena

persesuaiannya, baik antarasatu

dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu

sendiri, menandakan bahwa

telah terjadi suatu tindak pidana

dan siapa pelakunya. Petunjuk

sebagaimana dimaksud dalam

Ayat (1), hanya dapat diperoleh

dari keterangan saksi, alat bukti

surat, atau keterangan

terdakwa.

e) Keterangan terdakwa

Merupakan apa yang

dinyatakan oleh terdakwa

tentang perbuatan yang ia

lakukan, ia ketahui dan ia

alami. Pemeriksaan terdakwa

ini merupakan bagian akhir dari

proses pembuktian di muka

pengadilan.

Dewasa ini banyak sekali terdapat

kasus dimana pelakunya lebih dari satu

orang, yang terjadi dimasyarakat kita.

Contohnya dalam kasus pengrusakan

barang. Dalam beracara hakim

menjatuhkan pidana atas suatu perkara.

Hakim mendasarkan putusannya selain

pada undang-undang juga

mempertimbangkan tuntutan dari jaksa

penuntut umum. Surat dakwaan adalah

surat yang memuat perumusan tindak

pidana yang didakwakan kepada terdakwa,

perumusan ditarik dan disimpulkan dari

hasil pemeriksaan dan penyidikan

dihubungkan dengan rumusan pasal tindak

pidana yang dilanggar dan didakwakan

kepada terdakwa dan surat dakwaan

tersebutlah yang yang menjadi dasar

pemeriksaan bagi hakim dalam sidang

pengadilan.

Dakwaan yang digunakan dalam

kasus perkara ini adalah dakwaan

alternatif, yaitu dalam surat dakwaan ini

terdapat beberapa dakwaan yang disusun

secara berlapis, lapisan yang satu

merupakan alternatif dan bersifat

mengecualikan dakwaan pada lapisan

lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan

bila belum didapat kepastian tentang tindak

pidana mana yang paling tepat dapat

dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif,

meskipun dakwaan terdiri dari beberapa

lapisan, hanya satu dakwaan saja yang

dibuktikan tanpa harus memperhatikan

urutannya dan jika salah satu telah terbukti

maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak

perlu dibuktikan lagi. Dalam bentuk surat

dakwaan ini antara lapisan satu dengan

yang lainnya menggunakan kata sambung

atau. Menurut penulis dakwaan jenis ini

memberikan pilihan kepada pengadilan

untuk menentukan dakwaan mana yang

paling tepat untuk dipertanggungjawabkan

oleh terdakwa sehubungan dengan tindak

pidana.

b. Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi

Tindak Pidana Perusakan Gedung

Milik Orang Lain

Tindak pidana yang berasal dari

terjemahaan dari bahasa Belanda yaitu

Strafbaarfeit. Perkataan “feit” berarti

sebagian dari kenyataan atau “eengedeelte

van werkwlijkheid”, sedangkan

“strafbaar” berarti dapat dihukum.

Sehingga secara harfiat Strafbaarfeit dapat

diterjemahkan sebagai bagian dari suatu

Page 11: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

35

kenyataan yang dapat di hukum.23 Menurut

Simon strafbaarfeit adalah kelakuan yang

diancam dengan pidana yang besifat

melawan hukum yang berhubungan

dengan kesalahan oleh orang yang mampu

bertanggungjawab.2 Istilah tindak pidana

dari strafbaarfeit, juga mengarah kepada

gerak-gerik atau tingkah laku seseorang.

Istilah strafbaarfeit jika diterjemahkan

kedalam bahasa indonesia yang

menimbulkan berbagai pengertian dan

makna, dan para pemuka hukum di

indonesia mengistilahkan stafbaarfeit itu

dalam penjelasan yang berbeda,

diantaranya Moeljatno yang berpendapat di

dalam bukunya, berpendapat bahwa

pengertian tindak pidana yang menurut

istilahnya yakni “Perbuatan yang dilarang

oleh suatu aturan hukum larangan dan

disertai ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu, bagi barangsiapa

melanggar larangan tersebut Berbeda

dengan pengertian stafbaarfeit menurut

Van Hamel dalam buku Satochid

Kartonegara yakni tindakan seseorang

yang dirumuskan dalam Undang-undang

adalah suatu yang bersifat melawan hukum

yang patut dipidana dengan tindakan yang

diperbuatnya.24

Berdasarkan dari uraian pendapat

tersebut, tindak pidana yang dimaksud

adalah suatu perbuatan pidana atau tindak

pidana yang merupakan suatu perbuatan

yang tidak sesuai atau melanggar suatu

aturan hukum atau melakukan suatu

perbuatan yang dilarang oleh hukum yang

disertai ancaman dan sanksi pidana yang

mana aturan tersebut ditujukan kepada

orang yang melakukan suatu perbuatan

23 P.A.F. Lamintang, 2010. Dasar-

Dasar Hukum Pidana Indonesia Sinar Baru, , Bandung, hal. 181

24 Satochid Kartonegoro, 2005, Hukum Pidana Bagian Pertama, Balai Lektur Mahasiswa, , Jakarta, hal. 4

yang menimbulkan kejadian tersebut.

Dalam hal ini setiap orang atau pelaku yang

melanggar aturan-aturan hukum yang telah

ditetapkan, sehingga dapat ditetapkan

orang tersebut adalah sebagai pelaku

perbuatan pidana atau sebagai pelaku

tindak pidana.25 Perbuatan tersebut harus

dirasakan oleh masyarakat, hal itu akan

suatu hambatan dalam tata pergaulan yang

dicita-citakan oleh masyarakat.26

Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya suatu kerusuhan yang

menimbulkan bentrokan membuat suasana

mencekam, tidak kondusif baik yang

terjadi dari individu-individu maupun

kelompok atau masyarakat tersebut. Faktor

utama penyebab terjadinya kerusuhan

adalah susahnya untuk mengendalikan diri

dari para individu-individu dan kelompok

atau masyarakat yang sangat mudahnya

terprovokasi. Dalam hal ini adapun

indikator penyebab terjadinya kerusuhan

yang ada di tengah-tengah masyarakat

melalui beberapa asumsi yaitu sebagai

berikut:27

1. Dinamika sosial, ekonomi, budaya

dan politik suatu daerah mempunyai

potensi bagi terjadinya ketegangan

sosial maupun konflik (baik dalam

kategori yang lunak maupun yang

keras seperti kerusuhan).

2. Perimbangan kekuatan-kekuatan

sosial seperti suku, agama, ras dan

antargolongan yang hampir sama

dianggap sebagai akar utama

penyebab terjadinya kerusuhan.

3. Daerah dengan perimbangan antara

penduduk asli dan pendatang yang

25 Mukhlis. R, 2014, Keistimewaan

dan Kekhususan Aceh dalam Perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jurnal Media Hukum Riau, Vol. 4, No. 1, hal. 202

26 Ibid. hal. 203 27Ibid, hal. 8

Page 12: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

36

timpang dilihat dari penguasaan aset

ekonomi maupun politik, akan

memungkinkan menimbulkan

konflik dan kerusuhan.

4. Pola pemukiman penduduk yang

heterogen/beragam macam atau

multi- etnik dianggap dapat menjadi

sumber konflik atau ketegangan

sosial maupun kerusuhan.

5. Kerusuhan tidak akan terjadi apabila

tidak didahului oleh faktor-faktor

provokator sebagai pemicunya,

dengan tujuan untuk mengumpulkan

massa sekalipun gerakan massa

tersebut tidak dimaksudkan untuk

melawan hukum.

Sebagaimana aturan-aturan yang

telah ditetapkan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Pasal 170 KUHP

tentang Kejahatan Terhadap Ketertiban

Umum. Dalam hal sanksi pidana bagi

pelaku kerusuhan ditinjau dari Hukum

Pidana, khususnya penerapan Pasal 170

(1) KUHP Indonesia ditetapkan bahwa:

Barang siapa dengan terang-

terangan dan dengan tenaga

bersama menggunakan kekerasan

terhadap orang atau barang,

diancam dengan pidana penjara

paling lama lima (5) tahun enam

(6) bulan.”

Bagi pelaku kerusuhan tersebut

menurut ketentuan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Pasal 170 KUHP

yang mengancam pelaku kerusuhan.

khususnya yang diatur di dalam Pasal 170

(2) KUHP Indonesia terhadap pelaku

kerusuhan yang bersalah diancam:

1. dengan pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun, jika ia

dengan sengaja menghancurkan

barang atau jika kekerasan yang

28 Ibid., hal. 146

digunakan mengakibatkan luka-

luka;

2. dengan pidana penjara paling

lama 9 (sembilan) tahun, jika

kekerasan mengakibatkan luka

berat;

3. dengan pidana penjara paling

lama 12 (dua belas) tahun, jika

kekerasan mengakbatkan maut.

Menurut R. Soesilo dalam

memaparkan penafsiran pada Pasal 170

KUHP bahwa yang tidak diperbolehkan

atau dilarang dalam pasal ini adalah

“Melakukan Kekerasan”. Kekerasan

yang dilakukan secara bersama-sama,

artinya dilakukan oleh sedikit-dikitnya

dua orang atau lebih. Kemudian

kekerasan itu harus ditujukan kepada

orang atau barang dan kekerasan itu harus

dilakukan di muka umum, karena

kejahatan itu tergolong dimasukan

kedalam golongan kejahatan ketertiban

umum.28

Andi Hamzah juga memberikan

penafsiran di dalam Pasal 170 KUHP

menjadi bagian inti atau unsur delik, yang

memuat:29

1) Melakukan kekerasan.

2) Di muka umum atau terang-

terangan (openlijk).

3) Bersama-sama, dan

4) Ditujukan kepada orang atau

barang.

Adapun pengaturan pasal KUHP

yang menyebabkan kerusuhan terjadi,

yaitu pengaturan penghasutan/provokator

yang menyebabkan kerusuhan itu terjadi,

yaitu terkandung di dalam Pasal 160

KUHP dan Pasal 161 KUHP. Menurut

Tim Penerjemah Badan Pembinaan

Hukum Nasional khusunya di dalam

29 Ibid, hal. 5

Page 13: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

37

Pasal 160 KUHPidana ialah:19

Barangsiapa di muka umum

dengan lisan atau tulisan

menghasut supaya melakukan

perbuatan pidana, melakukan

kekerasan terhadap penguasa

umum atau tidak menuruti baik

ketentuan undang-undang,

diancam pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun atau pidana

denda paling banyak Rp. 4500,-.

(empat ribu lima ratus rupiah).”

Pelaku tindak pidana akan diminta

pertanggungjawaban apabila telah

memenuhi unsur-unsur delik. Jadi unsur-

unsur tindak pidana itu adalah Unsur-

unsur Pasal 160 KUHP yakni meliputi,

unsur-unsur objektif, yang memuat

barang siapa, di muka umum dengan lisan

atau tulisan, menghasut supaya

melakukan perbuatan pidana, melakukan

kekerasan terhadap penguasa umum.

unsur-unsur subyektif, yang memuat

dengan sengaja.

Selaian kasus kerusuhan

sebagaimana dijelaskan di atas, maka

dalam hal ini juga akan dijelaskan faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya

suatu tindakan pengrusakan sesuai

dengan pokok permasalahan dalam

skripsi ini. Faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya suatu tindakan

pengrusakan didasari hal-hal sulit

mengontrol diri sehingga menyebabkan

seseorang melakukan tindak pidana. baik

secara perseorangan maupun

berkelompok. Adapun faktor-faktor

penyebab terjadinya suatu pengrusakan

yang ada ditengah-tengah masyarakat,

yaitu:

1. Faktor lingkungan yang dimuat oleh

A.Lacassagne dalam buku Soejono

30 A. Lacasaggne dalam Soedjono,

2003, Doktrin-Doktrin Kriminologi, (Bandung: Alumni), hal. 42

bahwa lingkungan yang merupakan

faktor yang mempengaruhi

seseorang untuk melakukan suatu

tindak pidana. Faktor lingkungan

yang mempengaruhi dampak

tersebut dimuat mulai dari

lingkungan yang memberi

kesempatan untuk melakukan tindak

pidana, lingkungan pergaulan yang

memberi contoh menyimpang, dan

faktor lingkungan ekonomi

rendah/kemiskinan/ dan

kesengasaraan.30

2. Faktor lingkungan pergaulan yang

berbeda-beda salah satu pengaruh

yang sangat besar dalam

menentukan suatu kejahatan yang

bisa dilakukan. Menurut W.A

Bonger dalam buku Soejono

menyatakan bahwa pengaruh

lingkungan sangat berpengaruh

besar dalam mengikat kepribadian

seseorang, menjadikan dia seseorang

yang baik atau sebaliknya.31

3. Faktor Kontrol Sosial yang

menentukan seseorang dapat

melakukan suatu tindak pidana atau

sebaliknya karena kunci hal tersebut

adalah keluarga atau masyakarat

yang mempunyai kontrol lingkungan

yang ketat atau disiplin, oleh karena

itu kemungkinan terjadinya suatu

kejahatan tersebut akan kecil, begitu

juga sebaliknya jika orangtua atau

masyarakat tersebut yang

mempunyai kontrol sosial tapi tidak

dilakukan secara maksimal,

kemungkinan terjadinya suatu

kejahatan tersebut akan berdampak

besar akibatnya.

4. Faktor Keagamaan yang disebabkan

terjadinya suatu tindak pidana.

31 Ibid, hal.43

Page 14: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

38

seseorang yang jauh dari agama

semakin besar kemungkinan untuk

melakukan kejahatan atau

sebaliknya jika sesorang dekat

dengan agama maka untuk

melakukan suatu tindak kejahatan

akan kecil.

VII SANKSI HUKUM TERHADAP

TINDAK PIDANA PERUSAKAN

GEDUNG MILIK ORANG LAIN

SECARA BERKELOMPOK

a. Sanksi Hukum Pidana

Menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana

(KUHP)

Penetapan sanksi dalam suatu

perundang-undangan pidana bukanlah

sekadar masalah teknis perundang-

undangan semata, melainkan ia bagian

tidak terpisahkan dari substansi atau

materi perundang-undangan itu sendiri.

Artinya, masalah, penalisasi, depenalisasi,

kriminalisasi dan dekriminalisasi harus

dipahami secara komprehensif dengan

segala aspek persoalan substansi atau

materi perundangan-undangan pada tahap

kebijakan legislasi.32 Selaian Sanksi

pidana dikenal juga tindakan yang dapat

dikenakan kepada pelaku tindak pidana.

Sanksi Pidana diatur secara tegas dalam

pasal 10 KUHP yang berbunyi:

Pidana terdiri atas:

a. Pidana Pokok:

1. Pidana Mati;

2. Pidana Penjara;

3. Kurungan;

4. Denda;

5. Pidana Tutupan (berdasarkan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun

32 Ibid, hal. 27

1946 Berita RI II Nomor 247)

b. Pidana Tambahan :

1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu;

2. Perampasan Barang-Barang

Tertentu;

3. Pengumuman Keputusan Hakim.

b. Sanksi Hukum Terhadap

Tindak Pidana Perusakan

Gedung Milik Orang Lain

Secara Berkelompok

Aturan terhadap perusakan barang

dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Adapun ketentuan pasal-pasal

tentang pengrusakan barang yang

terkandung di dalam pasal 406-412

KUHPidana yang dapat dikategorikan

dalam hal atau bentuk-bentuk dari

tindakan kejahatan pidana, antara lain:

1) Penghancuran dan Pengrusakan dalam

bentuk pokok

Tindak pidana yang diatur dalam

ketentuan Pasal 406 yang

berbunyi:

a) Barang siapa dengan dan

dengan sengaja melanggar

hukum menghancurkan,

merusakkan, membuat

sehingga tidak dapat dipakai

lagi, atau menghilangkan

barang yang seluruhnya atau

sebagai kepunyaan orang lain,

diancam dengan hukuman

penjara selama-lamanya 2

(dua) tahun delapan bulan atau

denda paling banyak Rp.

4500,- (empat ribu lima ratus

rupiah).”

b) Dijatuhkan pidana yang sama

terhadap orang, yang dengan

sengaja melawan hukum

membunuh, merusakan,

membikin tak dapat

Page 15: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

39

digunakan atau

menghilangkan hewan, yang

seluruhnya atau sebagian

adalah kepunyaan orang.”

Mengenai Pasal 406

menjelaskan bahwa pelaku tindak

pidana agar dapat dihukum harus

dibuktikan apabila:

1) Bahwa terdakwa telah

membinasakan, merusakkan,

membuat sehingga tidak dapat

dipakai lagi atau menghilangkan

sesuatu barang;

2) Bahwa pembinasaan dan

sebagainya itu harus dilakukan

dengan sengaja dan dengan

melawan hak;

3) Bahwa barang itu harus sama

sekali atau sebagian adalah milik

orang lain.

Pelaku tindak pidana dapat

dimintakan suatu

pertanggungjawaban di dalam pasal

ini tidak mengenai suatu barang saja,

tetapi juga mengenai binatang.

Apabila unsur-unsur di dalam tindak

pidana ini diuraikan secara

terperinci, jadi unsur-unsur dalam

tindak pidana ini adalah sebagai

berikut :

2) Penghancuran atau Pengrusakan

Ringan

Tindak pidana yang diatur dalam

ketentuan Pasal 407 KUHP tentang

menghancurkan atau merusakan barang

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 407

KUHP ayat 2 yang berbunyi:

a. Perbuatan-perbuatan yang

dirumuskan dalam Pasal 406, jika

harga kerugian tidak lebih dari

dua puluh lima rupiah diancam

dengan pidana penjara paling

lama tiga bulan atau pidana denda

paling banyak dua ratus lima

puluh rupiah.

b. Jika perbuatan yang dirumuskan

dalam pasal 406 ayat kedua itu

dilakukan dengan memasukkan

bahan-bahan yang merusakkan

nyawa atau kesehatan, atau jika

hewan itu termasuk dalam pasal

101, maka ketentuan ayat

pertama tidak berlaku.

c. Adapun jika nilai barangnya tidak

lebih dari dua ratus lima rupiah

(Rp. 25,-), maka pasal yang

digunakan adalah Pasal 407 ayat

(1) KUHP. Akan tetapi, dengan

berkembangnya nilai mata uang,

patokan nilai mata uang yang

terkandung di dalam Pasal 407

ayat (1) KUHP tidak dapat

digunakan lagi.

3) Penghancuran dan Pengrusakan

bangunan jalan kereta api, telegraf,

telepon, dan listrik (fasilitas umum).

Tindak pidana yang diatur didalam

ketentuan Pasal 408 KUHP tentang

menghancurkan dan pengrusakan barang

sebagaimana dijelaskan didalam Pasal

408, yang berbunyi:

Barangsiapa dengan sengaja dan

melawan hukum menghancrukan,

merusakkan atau membikin tak

dapat dipakai bangunan-bangunan

kereta api trem, telegrap atau

listrik, atau bangunan-bangunan

untuk membendung, membagi atau

menyalurkan air, saluran gas, air

atau saluran yang digunakan untuk

keperluan umum, diancam dengan

pidana penjara paling lama 4

(empat tahun).”

Istilah penghancuran dan

pengrusakan barang diatas hanya

mengenai barang-barang biasa

kepunyaan orang lain. Sebagaimana

Page 16: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

40

dijelaskan jika seseorang merusakkan

suatu barang yang ada dalam Pasal 408

KUHP maka diancam dengan penjara

paling lama 4 tahun.

VIII. PENUTUP

a. Simpulan

Dari pembahasan tersebut di atas

maka dalam skripsi ini ada dua kesimpulan

antara lain :

1) Faktor yang mempengruhi tindak

pidana perusakan Gedung milik

orang lain yang dilakukan secara

berkelompok adalah faktor

lingkungan, factor pergaulan,

faktor kontrol social, dan faktor

Keagamaan, serta faktor

provokasi.

2) Sanksi hukum terhadap tindak

pidana perusakan gedung milik

orang lain secara berkelompok

adalah diatur didalam ketentuan

Pasal 408 KUHP tentang

menghancurkan dan pengrusakan

barang sebagaimana dijelaskan

didalam Pasal 408, yang berbunyi

barangsiapa dengan sengaja dan

melawan hukum menghancrukan,

merusakkan atau membikin tak

dapat dipakai bangunan-bangunan

kereta api trem, telegrap atau

listrik, atau bangunan-bangunan

untuk membendung, membagi

atau menyalurkan air, saluran gas,

air atau saluran yang digunakan

untuk keperluan umum, diancam

dengan pidana penjara paling lama

4 (empat tahun).

DAFTAR PUSTAKA

A) Buku-Buku

A. Lacasaggne dalam Soedjono, 2003,

Doktrin-Doktrin Kriminologi,

(Bandung: Alumni)

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum

Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya

Bakti, Bandung

Abu Daud Busro dan Abu Bakar Busro,

1983, Azas-Azas Hukum Tata

Negara. Ghalia Indonesia, Jakarta

Adami Chazawi. 2002, Pelajaran Hukum

Pidana Bagian I Stelsel Pidana,

Teori-Teori Pemidanaan & Batas

Berlakunya Hukum Pidana, PT Raja

Grafindo: Jakarta

Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok

Metodologi Penelitian Hlukum

Empiris Murni .Sebuah Alternatif /

Universitas Trisakti, Jakarta

Ahmad A.K. Muda, 2001, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Balai Pustaka

Amir Ilyas, Yuyun Widaningsih. 2010,

Hukum Korporasi Rumah Sakit,

Rangkang Education: Yogyakarta

Andi Hamzah. 2004, Hukum Acara Pidana

Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta

Bagir Manan, 2009, Penelitian Bidang

Hukum, Puslitbang Bandung,

Bandun

Bambang Sunggono, 2009, Metodologi

Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Daniel W. Van Ness, 2005, An Overview of

Restorative Justice Around the

world., Makalah untuk konferensi

lima tahunan PBB ke-11, workshop

2 di Thailand Bangkok

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan,

2001, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

Page 17: KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN …

41

Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

2002. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Penerbit Balai Pustaka:

Jakarta

B) Jurnal

Fernando I. Kansil, 2014, Sanksi Pidana

Dalam Sistem Pemidanaan Menurut

Kuhp Dan Di Luar KUHP, Lex

Crimen Vol. Iii/No. 3/Mei-Jul/, hal.

26

Marjanne Termoshuizen, 2004, The

Concept Rule of Law, dalam

JENDERA, Jurnal Hukum : Rule of

Law, edisi 3 Tahun II

Mukhlis. R, 2014, Keistimewaan dan

Kekhususan Aceh dalam Perspektif

Negara Kesatuan Republik

Indonesia, Jurnal Media Hukum

Riau, Vol. 4, No. 1

Ruci Pebriyani, 2016,

Pertanggungjawaban Pidana

(Toerekenbaardheid) Terhadap

Pelaku Secara Bersama-Sama

(Deelneming Van Strafbaarfeit)

Dalam Delik Korupsi, E Journal

Gloria Yuris Volume 4 Nomor 2 ,

Untan

C) Peraturan Peundang-Undangn

Undang-Undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999

Tentang Perlindungan Hak Asasi Masnusia