PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

18
87 Nurhafifah & Reza Pahlevi PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BIASA Nurhafifah 1 2 Reza Pahlevi 1 Lecturer at Faculty of Law, Syiah Kuala University 2 University of Muhammadiyah Aceh Corresponding author: [email protected] . Abstract violence or persecution is a problem that always arises in the midst of society. Legally the criminal acts of persecution have been regulated in Article 351 paragraph (1) of the Criminal Code (KUHP), with a maximum imprisonment of up to 2 years. The purpose of this study is to explain the factors causing the occurrence of criminal acts of persecution, as well as the efforts taken in order to cope with the occurrence of criminal acts of ordinary persecution. Data in this study were obtained through library research and field research. The results showed that the factors causing the occurrence of criminal acts of persecution are the nature of emotions or heartaches caused by a dispute. Efforts taken in order to overcome the occurrence of criminal acts of persecution are usually done with repressive efforts. This action can be seen as a precaution for the future so that ordinary perpetrators of criminal offenses do not repeat the crime (recidivist). Key words: Mistreatment, Criminal, Sanction I. PENDAHULUAN Hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota-anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib di dalam masyarakat. 1 Meningkatnya angka kriminalitas di masyarakat banyak menimbulkan Tindakan kejahatan, yang salah satu hal yg sering terjadi dan dialami oleh masyarakat yaitu adalah kejahatan kekerasan atau penganiayaan. Tindakan 1 Wirdjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 15. Vol.5 No.1 ISSN 2087-4758

Transcript of PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Page 1: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

87 Nurhafifah & Reza Pahlevi

PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

BIASA

Nurhafifah1

2Reza Pahlevi

1Lecturer at Faculty of Law, Syiah Kuala University

2University of Muhammadiyah Aceh

Corresponding author: [email protected].

Abstract

violence or persecution is a problem that always arises in the midst of society.

Legally the criminal acts of persecution have been regulated in Article 351

paragraph (1) of the Criminal Code (KUHP), with a maximum imprisonment of

up to 2 years. The purpose of this study is to explain the factors causing the

occurrence of criminal acts of persecution, as well as the efforts taken in order to

cope with the occurrence of criminal acts of ordinary persecution. Data in this

study were obtained through library research and field research. The results

showed that the factors causing the occurrence of criminal acts of persecution are

the nature of emotions or heartaches caused by a dispute. Efforts taken in order

to overcome the occurrence of criminal acts of persecution are usually done with

repressive efforts. This action can be seen as a precaution for the future so that

ordinary perpetrators of criminal offenses do not repeat the crime (recidivist).

Key words: Mistreatment, Criminal, Sanction

I. PENDAHULUAN

Hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang

sebagai anggota-anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum

adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib di dalam masyarakat.1

Meningkatnya angka kriminalitas di masyarakat banyak menimbulkan

Tindakan kejahatan, yang salah satu hal yg sering terjadi dan dialami oleh

masyarakat yaitu adalah kejahatan kekerasan atau penganiayaan. Tindakan

1Wirdjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama,

Bandung, hlm 15.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 2: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

88 Nurhafifah & Reza Pahlevi

penganiayaan tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan orang lain

dan masyarakat luas. Kejahatan kekerasan atau penganiayaan suatu problem yang

senantiasa muncul ditengah-tengah masyarakat. Masalah tersebut muncul dan

berkembang membawa akibat tersendiri baik bagi si pelaku lebih parah lagi bagi si

korban yang mungkin berakibat pada bentuk trauma fsikis yang berkepanjangan.2

Pengertian “penganiayaan” atau dengan kata lain “menganiaya” yaitu dengan

sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan tetapi suatu perbuatan

yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain tidak dapat dianggap sebagai

penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menjaga keselamatan badan.3

Menganiaya adalah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang

lain. akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang

lain, tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan

untuk menambah keselamatan badan.4

Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut

“penganiayaan”, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak

perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan

sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit

(pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain. Adapula yang memahami

2Teguh Syuhada Lubis, 2017, Penyidikan Tindak Pidana Penganiayaan Berat Terhadap Anak,

Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Vol. 3 No. 1 Mare, hlm 134. 3Leden Marpaung, 2002, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh (Pemberantas dan

Prevensinya), Sinar Grafika, Jakarta, hlm 5. 4Tirtaamidjaja, 1955, Pokok-pokok Hukum Pidana, Fasco, Jakarta, hlm 174.

Page 3: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

89 Nurhafifah & Reza Pahlevi

penganiayaan adalah “Dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka,

kesengajaan itu harus dicantumkan dalam surat tuduhan.5

Satochid Kartanegara juga mengemukakan pengertian penganiayaan diartikan

sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit

(pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain.6

Dalam doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana penganiayaan mempunyai

unsur sebagai berikut.

a. Adanya kesengajaan.

b. Adanya perbuatan.

c. Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni:

1. Rasa sakit pada tubuh.

2. Luka pada tubuh.

Unsur pertama adalah berupa unsur subjektif (kesalahan), unsur kedua dan

ketiga berupa unsur objektif.

Penganiayaan yang merupakan suatu tindakan yang melawan hukum, memang

semuanya perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang berakibat

kepada dirinya sendiri. Penganiayaan biasa ini merupakan suatu tindakan hukum

yang bersumber dari sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini berarti bahwa akibat

suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata apabila akibat itu sungguh-sungguh

dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu yang menyebabkan seseorang rasa

sakit, luka, bahkan dapat menimbulkan kematian.

5Soenarto Soerodibroto, 1994, KUHP dan KUHAP, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm

211. 6Satochid Kartanegara, 1998, Hukum Pidana, Kumpulan Kuliyah Bagian Dua, Balai lektur

Mahasiswa, Jakarta, hlm 509.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 4: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

90 Nurhafifah & Reza Pahlevi

Berkaitan penganiayaan biasa yang menjadi fokus dalam penelitian ini secara

jelas telah diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP yang menegaskan bahwa

“Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun delapan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode empiris, melalui pendekatan kuantitatif.

Data dalam penelitian menggunakan data primer (interview) dan data sekunder

(literature review).

a. Data Primer

Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan (field research)

dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara wawancara

(interview) dengan responden dan informan. Data yang didapat, diolah dan di

analisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu menjelaskan secara

penggambaran tentang permasalahan yang dibahas.

Dalam penelitian ini bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara

mendalam (indeep interview)yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah

membawa pedoman wawancara tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis

besar.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library

Research). Penelitian pustaka dilakukan dengan cara membaca dan

mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat

Page 5: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

91 Nurhafifah & Reza Pahlevi

kabar serta pendapat para sarjana yang relevan dengan masalah yang diangkat

dalam penelitian ini.

Dari keseluruhan data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan

maupun penelitian lapangan di analisis dengan menggunakan pendekatan

kualitatif yaitu dengan menganalisa yang menghasilkan data deskriptif dan

analisa dari apa yang ditanyakan kepada responden dan informan secara

tertulis dan lisan.

III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Penganiayaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti penganiayaan

adalah: “perlakuan yang sewenang-wenang.” Pengertian yang dimuat dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang

menyangkut “perasaan” atau “batiniah”. Sedangkan penganiayaan yang

dimaksud dalam ilmu hukum pidana adalah yang berkenaan dengan tubuh

manusia.7

Mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam

bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta

Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa

undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan

“penganiayaan” itu. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan

“penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan),

7Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh (Pemberantas dan Prevensinya),

Op.Cit, hlm 5.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 6: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

92 Nurhafifah & Reza Pahlevi

rasa sakit, atau luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian

penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”. R. Soesilo dalam

buku tersebut juga memberikan contoh dengan apa yang dimaksud dengan

“perasaan tidak enak”, “rasa sakit”, “luka”, dan “merusak kesehatan”.8

Adapun jenis-jenis tindak pidana penganiayaan sebagai berikut:

1) Penganiayaan Biasa

Penganiayaan biasa (gewone misshandeling) dapat disebut juga

dengan penganiayaan bentuk pokok atau bentuk standar terhadap

ketentuan Pasal 351 KUHP.

Pasal 351 merumuskan sebagai berikut:

(1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8

bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4500.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama

7 tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 KUHP itu

merupakan tindak pidana materiil, hingga tindak pidana tersebut baru dapat

dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya, jika akibatnya yang

tidak dikehendaki oleh undang-undang itu benar-benar telah terjadi, yakni

berupa rasa sakit yang dirasakan oleh orang lain. Untuk dapat dipidananya

pelaku, akibat berupa rasa sakit pada orang lain itu harus benar-benar timbul,

akan tetapi opzet dari pelaku tidaklah perlu ditujukan pada akibat tersebut.

8R. Soesilo, 1991, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, hlm 120.

Page 7: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

93 Nurhafifah & Reza Pahlevi

Unsur lain yang tidak kalah pentingnya dalam rumusan tindak pidana

penganiayaan dalam bentuk pokok adalah unsur luka berat atau unsur zwaar

lichamelijk letsel, yakni yang terdapat di dalam rumusan Pasal 351 dan Pasal

353 KUHP. Pasal 90 KUHP telah memasukkan beberapa keadaan ke dalam

pengertian luka berat pada tubuh atau ke dalam pengertian zwaar lichamelijk

letsel, sebagai berikut:9

1) Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan dapat sembuh secara

sempurna atau yang menimbulkan bahayanya bagi nyawa.

2) Ketidakcakapan untuk melaksanakan kegiatan jabatan atau pekerjaan

secara terus-menerus.

3) Kehilangan kegunaan dari salah satu pancaindra, Lumpuh.

4) Terganggunya akal sehat selama waktu lebih dari empat minggu.

5) Keguguran atau matinya janin dalam kandungan seorang wanita.

2) Penganiayaan Ringan

Kejahatan yang dikualifikasikan sebagai penganiayaan ringan (lichte

mishandeling) yang dimuat dalam Pasal 352 KUHP, yang rumusannya

sebagai berikut:

(1) Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan Pasal 356, maka

penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai

penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan

atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana

dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejaatan ini

terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Dari ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP

tersebut diatas itu dapat diketahui, bahwa untuk dapat disebut sebagai tindak

9P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2012, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap

Nyawa, Tubuh, & Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 151.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 8: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

94 Nurhafifah & Reza Pahlevi

pidana penganiayaan ringan, tindak pidana tersebut harus memenuhi beberapa

syarat sebagai berikut:10

a. Bukan merupakan tindak pidana penganiayaan dengan direncanakan

terlebih dahulu.

b. Bukan merupakan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan:

a) Terhadap ayah atau ibunya yang sah, terhadap suami, istri, atau

terhadap anaknya sendiri.

b) Terhadap seorang pegawai negeri yang sedang menjalankan tugas

jabatannya secara sah.

c) Dengan memberikan bahan-bahan yang sifatnya berbahaya untuk

nyawa atau kesehatan manusia.

c. Tidak menyebabkan orang yang dianiaya menjadi sakit atau terhalang

dalam melaksanakan tugas-tugas jabatannya atau dalam

melaksanakan kegiatan-kegiatan pekerjaannya.

3) Penganiayaan Berencana

Pasal 353 KUHP mengenai penganiayaan berencana dirumuskan

sebagai berikut:

(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah

dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

10

Ibid, hlm 144.

Page 9: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

95 Nurhafifah & Reza Pahlevi

Salah satu unsur penting yang terdapat dalam rumusan tindak pidana

yang diatur dalam Pasal 353 ayat (1) KUHP itu ialah unsure voorbedachte

raad yang oleh para penerjemah biasanya telah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia dengan kata direncanakan lebih dahulu.11

Unsur voorbedachte raad itu dianggap telah dipenuhi oleh seorang

pelaku, jika keputusannya untuk melakukan suatu tindakan terlarang itu telah

ia buat dalam keadaan tenang dan pada waktu itu ia juga telah

memperhitungkan mengenai arti dari perbuatannya dan tentang akibat-akibat

yang dapat timbul dari perbuatannya itu. Beliau berpendapat bahwa antara

waktu seorang pelaku membuat suatu rencana dengan waktu ia melaksanakan

rencananya itu harus terdapat suatu jangka waktu tertentu, karena sulit bagi

orang untuk mengatakan tentang adanya suatu voorbedachte raad, jika

pelakunya ternyata telah melakukan perbuatannya, yaitu segera setelah ia

mempunyai niat untuk melakukan perbuatan tersebut.

4) Penganiayaan Berat

Yang dimaksud dengan tindak pidana penganiayaan berat oleh

undang-undang dirumuskan dalam Pasal 354 ayat (1) dan ayat (2) KUHP,

sebagai berikut:

(1) Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena

melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama

delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

11

Ibid, hlm 149.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 10: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

96 Nurhafifah & Reza Pahlevi

Dalam Pasal ini harus diketahui bahwa tindak penganiayaan berat ini

harus dilakukan dengan sengaja dan opzet dari pelaku itu harus ditujukan

pada perbuatan untuk menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain.

5) Penganiayaan Berat dengan Direncanakan Lebih Dulu

Penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu, dirumuskan

dalam Pasal 355 KUHP, yaitu sebagai berikut:

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,

diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Tindak pidana penganiayaan berat dengan direncanakan lebih dulu

merupakan suatu gequalificeerde zware mishandeling atau suatu penganiayaan

berat dengan pemberatan, yakni sama dengan tindak pidana penganiayaan

berat seperti yang diatur dalam Pasal 354 KUHP, yanng karena didalamnya

terdappat suatu unsur yang memberatkan maka pidana yang diancamkan

terhadap pelakunya menjadi diperberat. Unsur yang memberatkan itu ialah met

voorbedachte raad atau dengan direncanakan terlebih dahulu.

6) Keikutsertaan dalam Penyerangan atau Perkelahian yang Dilakukan oleh

Beberapa Orang

Tindak pidana turut serta dalam penyerangan atau perkelahian

dirumuskan dalam BAB XX tentang Penganiayaan Pasal 358 KUHP yang

isinya sebagai berikut:

“Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di

mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing

terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam:

(1) Dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan jika akibat

penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;

Page 11: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

97 Nurhafifah & Reza Pahlevi

(2) Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada

yang mati.”

Keikutsertaan dalam penyerangan atau perkelahian itu harus dilakukan

secara sengaja, dan agar pelakunya dapat dipidana, pelaku tersebut harus

menghendaki untuk turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang

bersangkutan, dan bukan karena ia telah tersangkut dalam penyerangan atau

perkelahian tersebut. Selain itu, unsur menyebabkan luka berat pada tubuh dan

menyebabkan kematian seseorang juga merupakan keadaan-keadaan yang

menyebabkan orang dapat dipidana karena tindak pidana kesengajaan turut

serta dalam suatu penyerangan atau suatu perkelahian di mana terlibat

berbagai orang, atau menurut istilah Prof. Van Bemmelen, luka berat pada

tubuh dan kematian seseorang itu merupakan strafbepalende geovlgen atau

merupakan akibat-akibat yang membuat pelaku menjadi dapat dipidana.12

7) Terang-Terangan dan Dengan Tenaga Bersama Melakukan Menggunakan

Kekerasan Terhadap Orang atau Barang.13

Pasal 170 KUHP:

(1) Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama

menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Yang bersalah diancam:

a. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan

sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang

digunakan mengakibatkan luka-luka.;

b. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika

kekerasan mengakibatkan luka berat;

c. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika

kekerasan mengakibatkan maut.

12

Ibid, hlm 200 – 202. 13

Saut Marulitua Silalahi, “Sekilas Pasal 170 KUHP”, https://sautvankelsen.wordpress.

com/2010/08/04/sekilas-pasal-170-kuhp/, diakses pada 10 Januari 2018, Pukul 20.34 WIB.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 12: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

98 Nurhafifah & Reza Pahlevi

Dari pasal tersebut maka unsur yang terkandung dalam Pasal 170

KUHP tersebut adalah sebagai berikut:

1. Unsur Barangsiapa.

Hal ini menunjukkan kepada orang atau pribadi sebagai pelaku.

2. Dengan terang-terangan.

Perbuatan tersebut dilakukan di depan publik, dimana semua orang dapat

melihatnya.

3. Dengan tenaga bersama.

Artinya perbuatan kekerasan tersebut dilakukan oleh dua orang atau

lebih secara bersama-sama. Arti kata bersama-sama ini menunjukkan

bahwa perbuata itu dilakukan dengan sengaja (delik dolus) atau memiliki

tujuan yang pasti, jadi bukanlah merupakan ketidaksengajaan (delik

culpa).

4. Kekerasan

Kekerasan dengan mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang

tidak kecil dan tidak sah. Kekerasan dalam pasal ini biasanya terdiri dari

“merusak barang” atau “penganiayaan”.

5. Terhadap orang atau barang.

Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang atau barang sebagai korban.

Penggunaan pasal ini tidaklah sama dengan penggunaan Pasal 351

KUHP, dikarenakan dalam pasal ini pelaku adalah lebih dari satu, sedangkan

dalam Pasal 351 KUHP, pelaku adalah satu orang, ataupun dapat lebih dari

satu orang dengan catatan dilakukan tidak dalam waktu yang bersamaan.

Seseorang dapat saja mendapat perlakuan kekerasan dari dua orang atau lebih

Page 13: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

99 Nurhafifah & Reza Pahlevi

tetapi para pelaku tidak melakukannya bersama-sama atau tidak sepakat dan

sepaham untuk melakukan kekerasan itu, maka hal ini sudah memasuki ranah

Pasal 351 KUHP.14

Kekerasan yang dilakukan sesuai Pasal 170 KUHP sudahlah tentu

dilakukan oleh para pelaku dalam waktu yang bersamaan ataupun dalam

waktu yang berdekatan dengan syarat ada kesepakatan dan kesepahaman

untuk berbuat tindakan kekerasan tersebut terhadap orang atau barang.

Perbedaan yang paling mendasar Pasal 170 KUHP dengan Pasal 351

KUHP adalah dilakukannya tindakan itu di hadapan orang banyak atau di

ruang publik terbuka, sedangkan pada Pasal 351 KUHP hal ini tidak

dibedakan, apakah dilakukan di ruang tertutup untuk umum ataupun di ruang

publik terbuka.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Penganiayaan Biasa

Ada 3 (tiga) putusan yang menjadi objek pembahasan dalam penelitian

ini tentang penganiayaan biasa yang penyelelesaiannya dilakukan di

Pengadilan Negeri Banda Aceh yaitu: putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh

Nomor : 10/Pid.B/2016/ PN-Bna, Putusan Nomor 174/Pid.B/2016/PN.Bna dan

Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 89/Pid.B/2017/ PN Bna.

Penyebab terjadinya pemukulan dilakukan oleh terakwa terhadap saksi

korban dikarenakan terdakwa tidak menerima ditegur oleh saksi korban

dengan kata-kata “tidak boleh ramai-ramai berada di ruangan IGD RSUZA dr.

Zainoel Abidin dan peraturan di IGD RSUZA dr. Zainoel Abidin 1(satu) orang

14

Ibid.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 14: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

100 Nurhafifah & Reza Pahlevi

pasien yang jaga hanya diperbolehkan 1(satu) orang dari pihak keluarga

pasien”.

Berkaitan dengan kasus ini (Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh

Nomor: 10/Pid.B/2016/ PN-Bna) penyebab terjadinya tindak pidana

penganiayaan biasa berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan dapat

diketahui pelaku melakukan penganiayaan dikarenakan merasa keberatan

dengan suatu aturan/larangan yang diterapkan oleh korban kepada pelaku

dan/atau keluarga pelaku, yaitu menerapkan peraturan Instalasi Gawat Darurat

(IGD) tidak boleh ramai, korban menjelaskan bahwasanya ruang IGD hanya

boleh satu pasien satu orang yang bisa menjaganya. Pelaku merasa sakit hati

yang diakibatkan oleh larangan korban, sambil meninggalkan korban, lalu tiba-

tiba korban menghampiri lalu memukul kepala korban dibagian belakang

sebelah kanan saksi korban dengan tangan sebelah kanan sebanyak 1(satu) kali

sekuatnya sehingga saksi korban terjatuh lalu saksi korban tidak sadarkan diri

dan pingsan.15

Pelaku mengemukakan bahwa peraturan IGD yang menentukan bahwa

hanya boleh satu pasien satu orang yang bisa menjaganya merupakan peraturan

yang sama sekali tidak menghargai pasien beserta keluarganya. Padahal,

pasien dalam keadaan yang sakit sangat mengharapkan keberadaan anggota

keluarga untuk menjaga. Oleh sebab itu, ketika ada larangan peraturan

semacam itu, yang bersangkutan mengakui sulit untuk menerimanya dan

15

Totok Yanuarto, Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, Wawancara, Tanggal 3

Januari 2018.

Page 15: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

101 Nurhafifah & Reza Pahlevi

merasa keberadaan pasien dan keluarga di rumah sakit tersebut sama sekali

tidak dihargai oleh petugas pengamanan.16

C. Upaya yang Ditempuh dalam Menanggulangi Terjadinya Tindak Pidana

Penganiayaan Biasa

Ketika suatu kasus pidana telah dilaporkan oleh korban kepada penegak

hukum, penegak hukum dalam hal ini kepolisian, kejaksaan dan pengadilan

sehingga lahirnya lahirnya suatu putusan, maka secara otomatis penegak

hukum telah melakukan upaya represif, yaitu segala tindakan yang dilakukan

oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan pidana. Tindakan ini

dapat dipandang sebagai pencegahan untuk masa yang akan datang. Tindakan

ini meliputi cara aparat hukum dalam melakukan penyidikan, penyidikan

lanjutan, penuntutan pidana, pemeriksaan di pengadilan, eksekusi, dan

seterusnya sampai pembinaan narapidana.17

Pada dasarnya ada 3 (tiga) upaya penanggulangan tindak pidana dapat

ditempuh, yaitu: penerapan hukum pidana, pencegahan tanpa pidana, dan

mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan

lewat media massa. Dalam hal terjadinya penganiayaan biasa upaya yang

biasanya ditempuh lebih menitikberatkan pada sifat represif adalah penerapan

hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana.18

16

Syahril, Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan Biasa, Wawancara, Tanggal 28

Desember 2017. 17

Totok Yanuarto, Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, Wawancara, Tanggal 3

Januari 2018. 18

Totok Yanuarto, Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, Wawancara, Tanggal 3

Januari 2018.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 16: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

102 Nurhafifah & Reza Pahlevi

Dalam mengatasi kejahatan sanksi hukum berupa sanksi pidana

merupakan sanksi yang paling efektif dalam menangani dan/atau

menanggulangi kejahatan. Meskipun demikian dalam hukum pidana dikenal

adanya asas yakni hukum pidana sebagai suatu upaya terakhir (ultimum

remidium). Hukum pidana diberlakukan sebagai ultimum remidium agar selain

memberikan kepastian hukum, juga agar proses hukum pidana yang cukup

panjang dapat memberikan keadilan baik terhadap korban maupun terhadap

pelaku itu sendiri.19

Sebenarnya, terhadap tindak pidana penganiayaan biasa penyelesaian

perkaranya tidak harus dilanjutkan ke pengadilan. Penyelesaiannya dapat

diselesaikan melalui penyelesaian perkara dengan ADR (Alternative Dispute

Resolution) seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. ADR (Alternative

Dispute Resolution) merupakan penyelesaian suatu perkara diluar peradilan

melalui upaya damai yang mengedepankan prinsip win-win soltion yaitu kedua

belah pihak yang berperkara sama-sama merasa menang dan tidak ada yang

merasa dikalahkan. Namun terhadap perkara penganiayaan biasa yang terjadi

di wilayah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh, sangat jarang ditemukan

penyelesaian perkara tersebut melalui upaya damai, tetapi penyelesaiannya

dilakukan di pengadilan.20

19

Rahmawati, Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, Wawancara, Tanggal 3 Januari

2018. 20

Yusrizal, Advokat/Penasehat Hukum di Banda Aceh, Wawancara, Tanggal 8

Januari 2018.

Page 17: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

103 Nurhafifah & Reza Pahlevi

Biasanya perkara penganiayaan ringan yang sering diselesaikan secara

adat di tingkat gampong oleh oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:

keuchik, imeum meunasah, tuha peut, sekretaris gampong dan ulama,

cendekiawan dan tokoh adat lainnya di gampong yang bersangkutan.

Penyelesaian perkara tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana

telah diatur dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan

Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.21

Berdasakan keterangan sebagaimana disebutkan di atas dapat

disimpulkan bahwa upaya yang ditempuh dalam rangka menanggulangi

terjadinya tindak pidana penganiayaan biasa yaitu dilakukan dengan upaya

represif, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum

sesudah terjadinya tindak pidana (penerapan hukum pidana terhadap pelaku

tindak pidana). Tindakan ini dapat dipandang sebagai pencegahan untuk masa

yang akan datang agar pelaku tindak pidana penganiayaan biasa tidak

mengulangi melakukan tindak pidana (residivis).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang sebelumnya telah dipaparkan

pada di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya

tindak pidana penganiayaan biasa yaitu dipengaruhi oleh faktor intern (faktor

yang berasal dari dalam diri pelaku) seperti adanya sifat marah atau sakit hati

yang disebabkan adanya suatu perselisihan, sehingga menimbulkan emosi

21

Yusrizal, Advokat/Penasehat Hukum di Banda Aceh, Wawancara, Tanggal 8

Januari 2018.

Vol.5 No.1ISSN 2087-4758

Page 18: PEMIDANAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

104 Nurhafifah & Reza Pahlevi

pelaku penganiayaan biasa yang berlebihan terhadap korban penganiayaan.

Upaya yang ditempuh dalam rangka menanggulangi terjadinya tindak pidana

penganiayaan biasa yaitu dilakukan dengan upaya represif, yaitu segala

tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang dimulai dari

proses penangkapan hingga proses pembinaan di lembaga permasyarakatan.

Tindakan ini dapat dipandang sebagai pencegahan untuk masa yang akan

datang agar pelaku tindak pidana penganiayaan biasa tidak mengulangi

melakukan tindak pidana (residivis) tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Leden Marpaung, 2002, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh (Pemberantas

dan Prevensinya), Sinar Grafika, Jakarta.

Satochid Kartanegara, 1998, Hukum Pidana, Kumpulan Kuliyah Bagian Dua, Balai

lektur Mahasiswa, Jakarta.

Soenarto Soerodibroto, 1994, KUHP dan KUHAP, PT. Rajagrafindo Persada,

Jakarta.

Tirtaamidjaja, 1955, Pokok-pokok Hukum Pidana, Fasco, Jakarta.

Wirdjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika

Aditama, Bandung.

B. Jurnal

Teguh Syuhada Lubis, 2017, Penyidikan Tindak Pidana Penganiayaan Berat

Terhadap Anak, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera

Utara Vol. 3 No. 1 Mare, hlm 134.

C. Peraturan perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)