Internet Financial Reporting (IFR) dan Reaksi...
Transcript of Internet Financial Reporting (IFR) dan Reaksi...
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 613
INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR) DAN REAKSI PASAR
Kartika Damayanti
Supatmi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
Abstract This research is aimed to obtain empirical evidences on the impact of internet financial reporting (IFR)
toward the market reaction which were measured by abnormal return and stock trading frequencies. The
samples are 113 manufacturing companies which listed in Indonesian Stock Exchange period 2011.
Based on statistical tests using Mann Whitney U test, result showed that abnormal return between IFR
companies and non IFR companies were not different, meanwhile the stock trading frequencies between
IFR and non IFR companies were different. The companies which use internet to expose their financial
reporting will have higher stock trading frequencies than the companies that don’t.
Keywords: Internet financial reporting, abnormal return, stock trading frequencies
PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat. Semua orang dapat
mengakses informasi yang ingin mereka dapatkan dengan mudah kapan pun mereka inginkan
dengan menggunakan internet. Hal ini turut memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengikuti
perkembangan jaman dengan memanfaatkan teknologi internet untuk mempublikasikan laporan
keuangan, informasi finansial maupun non finansial perusahaan kepada masyarakat umum.
Perlahan tapi pasti, perusahaan-perusahaan telah beralih dari paper based menjadi technology
based dalam pengungkapan laporan keuangan perusahaan. Penggunaan teknologi internet untuk
menginformasikan laporan keuangan dan informasi mengenai perusahaan inilah yang disebut
dengan Internet Financial Reporting (IFR).
Fenomena penggunaan IFR oleh perusahaan telah marak di berbagai negara asing yang
telah maju. Banyak perusahaan yang membuat website perusahaan guna menginformasikan
informasi internal perusahaan agar dapat menarik perhatian khusus dari kreditur, analis,
stockholders, dan masyarakat lainnya untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. (Ashbaugh et
al., 1999). Salah satu faktor pemicu perkembangan IFR adalah karena internet menawarkan suatu
bentuk unik pengungkapan yang menjadi media bagi perusahaan dalam menyediakan informasi
kepada masyarakat luas sesegera mungkin (Abdelsalam et al., 2007). Pada tahun 2006, lebih
dari 70% perusahaan besar di dunia telah menerapkan IFR (Kahn, 2006). Fenomena penggunaan
IFR oleh perusahaan-perusahaan ini terlebih lagi didorong oleh adanya himbauan oleh SEC
pada bulan Agustus tahun 2000 lalu, agar semua perusahaan yang go public membuat semua
informasi yang berkaitan dengan kondisi dan kinerja perusahaan kepada seluruh pihak ketiga
yang tertarik (Lai et al., 2002). Hal ini berarti, seluruh kreditur, analis, investor, dan stockholders
memiliki kesempatan yang sama besar untuk dapat mengakses informasi mengenai perusahaan.
Berbagai faktor inilah yang semakin mendorong penggunaan IFR untuk menginformasikan
mengenai kondisi perusahaan.
Fenomena penggunaan IFR ini juga telah merambat ke Indonesia, terlebih dengan adanya
kesepakatan perdagangan bebas dan komunitas ekonomi ASEAN yang menyebabkan makin
614 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
tingginya tingkat persaingan antar bisnis dan negara. Hal ini memicu adanya dukungan informasi
yang semakin lengkap dan tepat waktu, khususnya bagi para pemodal, termasuk informasi
tentang laporan keuangan perusahaan. Saat ini semakin banyak perusahaan yang menerapkan
IFR untuk menginformasikan mengenai kondisi perusahaan kepada publik. Dengan semakin
cepatnya informasi diterima oleh pasar, menyebabkan investor segera bereaksi terhadap
informasi baru yang masuk di pasar, sehingga menyebabkan harga saham berubah. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Beaver (1968), Ball dan Brawn (1968) dan Fama (1969) dalam
Lai et al., (2002) yaitu saham akan bergerak ketika informasi yang berguna memasuki pasar.
Ketika suatu informasi perusahaan dipublikasikan secara luas, maka publik akan bereaksi
terhadap informasi ini. Misalkan, suatu perusahaan mempublikasikan laporan keuangan
tahunannya dan mengumumkan akan membagi deviden pada website perusahaan mereka, maka
masyarakat akan segera bereaksi terhadap info ini. Mungkin saja masyarakat akan berbondong-
bondong membeli saham perusahaan tersebut, dan hal ini akan memicu pergerakan harga saham
perusahaan tersebut.
Pengungkapan informasi pada website perusahaan juga merupakan suatu upaya
perusahaan untuk mengurangi miskomunikasi yang mungkin terjadi antara perusahaan dengan
pihak luar. Pengungkapan informasi pada website tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi
dari perusahaan pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya
dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Work et
al., 2000 dalam Hargyantoro, 2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Budi dan Almilia (2007), mencoba mengukur kualitas
Financial and Sustainabilty Reporting pada website pada sektor Bank dan LQ- 45, sedangkan
Almilia (2009) menganalisa kualitas isi financial dan sustainability reporting pada perusahaan
go public. Penelitian ini memberikan hasil bahwa perusahaan di Indonesia belum secara optimal
memanfaatkan website untuk mengungkapkan informasi. Lodhia et al. (2004) meneliti
pengungkapan informasi keuangan melalui website di Australia, dan hasilnya adalah bahwa di
Australia, pelaporan perusahaan melaui internet sedang berkembang, tetapi perusahaan tidak
menggunakan internet secara maksimal untuk mengungkapkan informasi keuangan kepada para
pemegang saham.
Salah satu penelitian yang meneliti pengaruh IFR terhadap saham dilakukan oleh Lai et
al., (2002). Lai et al. meneliti pengaruh IFR terhadap harga saham di perusahaan-perusahaan
Taiwan dengan hasil penelitian menemukan bahwa perusahaan yang menerapkan IFR dan
perusahaan dengan tingkat pengungkapan informasi yang tinggi cenderung mempunyai
abnormal return yang lebih besar dan harga saham bergerak lebih cepat. Selain itu, penelitian
Spanos (2006) menemukan bahwa website belum dimanfaatkan secara maksimal di Yunani
untuk mendistribusikan informasi bagi investor.
Penelitian yang meneliti pengaruh IFR dan tingkat pengungkapan informasi melalui
website terhadap saham perusahaan di Indonesia dilakukan oleh Hargyantoro (2010).
Hargyantoro mencoba meneliti pengaruh Internet Financial Reporting dan tingkat
pengungkapan informasi melalui website terhadap frekuensi perdagangan saham di Indonesia
dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Kompas 100. Hasil
penelitian menemukan, bahwa IFR dan tingkat pengungkapan informasi melalui website
berpengaruh signifikan terhadap frekuensi perdagangan saham.
Penelitian ini mencoba menguji kembali pengaruh IFR terhadap reaksi pasar. Adapun hal
yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, terutama penelitian Hargyantoro
(2010) dan Lai et al., (2002), penelitian ini mencoba melihat perbedaaan reaksi pasar atas
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 615
perusahaan yang menerapkan IFR (selanjutnya disebut perusahaan IFR) dengan perusahaan yang
tidak menerapkan IFR (selanjutnya disebut perusahaan non IFR) dari dua hal yakni abnormal
return saham dan frekuensi perdagangan saham. Selain itu penggunaan data terbaru dengan
sampel yang lebih luas untuk kondisi pasar modal di Indonesia, dapat memberikan hasil
penelitian yang lebih baik.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris mengenai dampak
praktek pengungkapan IFR terhadap reaksi pasar yang diukur dengan abnormal return saham
dan frekuensi perdagangan saham antara perusahaan IFR dengan perusahaan non IFR. Dari hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan, agar dapat memahami
dampak pengungkapan informasi melalui IFR terhadap reaksi pasar, sehingga perusahaan dapat
mempraktekkan IFR secara maksimal guna mendorong frekuensi dan volume perdagangan
saham perusahaan. Selanjutnya, bagi investor, agar dapat memanfaatkan IFR dengan sebaik-
baiknya sebagai salah satu alat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan menganalisis
kondisi perusahaan, sehingga dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam pembuatan
keputusan investasi.
TELAAH TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Internet Financial Reporting (IFR)
Internet Financial Reporting (IFR) adalah suatu upaya pencantuman informasi keuangan
perusahaan melalui internet atau website (Lai et al, 1999). Berdasarkan PSAK nomor 1 tahun
2009 dan Peraturan Bapepam nomor III.1.2; informasi keuangan ini meliputi laporan keuangan
tahunan perusahaan secara lengkap, yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, serta Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) yang
merupakan ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya.
Chandra (2008) dalam Hargyantoro (2010) menyebutkan ada beberapa cara untuk
mengidentifikasikan penyajian melalui website, yakni membuat salinan atau copy laporan
keuangan yang telah dicetak dalam format electronic paper, mengkonversi laporan dalam bentuk
HTML, dan meningkatkan pencantuman laporan keuangan dalam website agar semakin mudah
diakses oleh pihak eksternal daripada laporan keuangan tercetak.
Venter (2002) dalam Hargyantoro (2010) menyebutkan ada beberapa format untuk
mempresentasikan laporan keuangan melalui internet, yaitu Portable Document Format (PDF),
Hypertext Markup Language (HTML), Graphics Interchange Format (GIF), Joint Photographic
Expert Group (JPEG), Microsoft Excel Spreadsheet, Microsoft Word, ZIP Files, Macromedia
Flash Software, Real Networks Player Software, dan Macromedia Shockwave Software.
Almilia (2008) menyebutkan beberapa keunggulan pengungkapan laporan keuangan
dengan IFR, pertama adalah penghematan biaya. Dengan adanya pengungkapan laporan
keuangan melalui IFR, maka perusahaan tidak perlu lagi mencetak laporan keuangan dengan
menggunakan kertas. Hal ini tentu saja mengurangi biaya penggunaan kertas dan biaya
pendistribusian laporan keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang ingin
melihat laporan keuangan dapat langsung memperolehnya melalui internet. Kedua, kemudahan
diakses, dimana investor akan lebih mudah mengakses informasi laporan keuangan melalui
internet secara cepat kapan pun mereka mau. Investor dapat mengakses informasi setidaknya:
laporan keuangan triwulanan, laporan keuangan tahunan, financial history, jumlah saham yang
beredar, dan sebagainya. Ketiga adanya penerimaan informasi yang up to date secara cepat.
616 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Dengan adanya IFR, maka pihak investor akan segera dapat mengakses informasi terbaru secara
cepat. Beberapa perusahaan bahkan telah mengizinkan pengunjung website mereka untuk
mendaftar menjadi anggota agar dapat dikirimi e-mail tentang newsletters, dan beberapa
informasi terbaru perusahaan.
Namun demikian, IFR juga mengandung kelemahan, yakni informasi yang diungkapkan
mungkin tidak akurat, karena perusahan lebih mengutamakan kecepatan pendistribusian laporan
keuangan dibanding keakuratan laporan keuangan. Selain itu, perusahaan kompetitor akan secara
mudah mengetahui informasi mengenai laporan keuangan perusahaan, sehingga cukup beresiko
dalam kompetisi perebutan pangsa pasar.
Reaksi Pasar
Suatu informasi yang masuk ke bursa saham akan mempengaruhi pasar untuk bereaksi
(Ika dan Purwaningsih, 2008). Untuk mengetahui reaksi pasar terhadap pengungkapan IFR oleh
perusahaan, maka dilakukan uji peristiwa (event study) yang mempelajari reaksi pasar terhadap
suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Penggunaan IFR
oleh perusahaan diharapkan akan memberikan dorongan bagi pasar untuk bereaksi, dan reaksi
pasar ini ditunjukkan oleh adanya perubahan harga saham, frekuensi perdagangan saham
perusahaan yang bersangkutan, dan return saham pada pasar (Ika dan Purwaningsih, 2008).
Abnormal return saham merupakan selisih antara return yang sesungguhnya
dibandingkan dengan return ekspektasi (Hartono, 2008). Sedangkan frekuensi perdagangan
saham adalah jumlah transaksi perdagangan saham pada periode tertentu (Ang, 1997). Frekuensi
menggambarkan berapa kali suatu saham suatu emiten diperjualbelikan dalam suatu kurun waktu
tertentu. Penelitian ini menggunakan abnormal return saham dan frekuensi perdagangan saham
sebagai alat ukur terhadap reaksi pasar.
Penelitian ini menggunakan teori pasar efisien yang dikemukakan oleh Fama (1970)
dalam Hartono (2008). Harga saham akan berubah ketika informasi yang dinilai cukup material
memasuki pasar (Beaver 1968; Ball dan Brown 1968 dalam Lai et al., 2002). Suatu informasi
yang berguna, akan menyebabkan investor mengevaluasi keputusannya dan segera melakukan
tindakan. Menurut teori pasar efisien, pasar dikatakan efisien jika harga-harga yang terbentuk di
pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada, atau dengan kata lain, harga-harga asset atau
sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan informasi yang tersedia tentang asset atau
sekuritas tersebut (Gumantri dan Utami, 2002).
Fama menggolongkan pasar efisien berdasarkan tingkat penyerapan informasinya, yakni
pasar bentuk lemah, semi kuat, dan kuat. Menurut Sujoko (1999) serta Setiawan dan Hartono
(2002) dalam Marfuah (2006), pasar yang terdapat di Indonesia adalah pasar bentuk semi kuat.
Dalam pasar bentuk semi kuat, harga saham mencerminkan semua informasi publik yang
relevan. Harga yang tercipta merupakan gabungan dari harga saham historis dan informasi yang
terdapat di pasar, termasuk informasi tambahan seperti laporan keuangan dan informasi yang
diwajibkan oleh peraturan akuntansi (Hartono, 2008). Menurut teori ini, investor tidak akan
memperoleh abnormal return jika mengetahui suatu informasi yang tersedia di pasar, karena
harga saham saat ini sudah mencerminkan informasi yang telah beredar.
Sebagai contoh, Sujoko (1999), maupun Setiawan dan Hartono (2002) menemukan
bahwa pengumuman deviden memiliki kandungan informasi, tetapi para pelaku pasar di Bursa
Efek Jakarta masih berlaku naif. Investor di BEJ merespon secara positif pengumuman
peningkatan deviden, namun mereka tidak memperhitungkan apakah kenaikan deviden itu
berasal dari perusahaan yang memiliki prospek atau tidak. Jadi, berdasarkan penelitian Sujoko
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 617
(1999) maupun Setiawan dan Hartono (2002), bentuk pasar efisien di Indonesia adalah semi
kuat.
Dalam mempelajari teori pasar efisen, yang harus diperhatikan adalah, sejauh mana dan
seberapa cepat informasi mempengaruhi reaksi pasar, hal ini akan tercermin dalam perubahan
harga sekuritas (Gumantri dan Utami, 2002). Dalam penelitian ini, reaksi saham diukur dengan
menggunakan abnormal return saham dan frekuensi perdagangan saham.
Selain itu, teori yang berperan penting terhadap pengungkapan IFR mengenai perusahaan
adalah teori sinyal (signalling theory). Teori sinyal berpendapat bahwa pengungkapan informasi
mengenai perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi antara investor dengan perusahaan
(Hargyantoro, 2010). Perusahaan harus memberikan sinyal bagi pihak luar agar para investor
mengerti kondisi dan kinerja perusahaan. Sinyal ini dapat berupa informasi mengenai hal-hal
yang telah dilakukan manager untuk memenuhi keinginan pemilik, atau memberikan tanda
bahwa perusahaan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya.
Perumusan Hipotesis
Lai et al. (2002) menyebutkan bahwa, pengungkapan sukarela oleh perusahaan melalui
IFR, akan memberikan nilai tambah informasi kepada investor dan akan menyebabkan harga
saham mengalami perubahan. Ketika informasi perusahaan didistribusikan secara cepat oleh
perusahaan melalui IFR, investor akan dapat mengetahuinya secara cepat, dan hal ini akan
mengurangi asimetri informasi serta memperpendek delay aksesibilitas informasi. Ketika
investor mendapatkan informasi secara cepat, maka ia akan segera bereaksi terhadap informasi
tersebut, apakah ia akan membeli, menjual saham yang ia miliki, atau menahan saham yang ada.
Ketika sekumpulan investor secara bersama-sama melakukan suatu tindakan tertentu terhadap
saham, maka harga saham di pasar akan berubah, dan perubahan harga saham ini akan diikuti
oleh perubahan frekuensi dan volume perdagangan saham.
Sebaliknya, pada perusahaan non IFR, investor akan lebih lambat mengetahui informasi
mengenai perusahaan, sehingga akan memperpanjang rentang waktu akseptibilitas informasi.
Jika demikian, maka investor tidak dapat membuat keputusan secara cepat. Oleh karena investor
tidak dapat membuat keputusan investasi secara cepat, maka harga saham di pasar dan frekuensi
perdagangan saham akan cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan. Investor akan
cenderung tidak tertarik untuk membeli saham perusahaan non IFR, karena lambatnya waktu
penerimaan informasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa reaksi pasar antara perusahaan IFR dengan
perusahaan non IFR akan berbeda. Pasar akan bergerak lebih cepat jika perusahaan menerapkan
IFR, hal ini tercermin dari perubahan return maupun frekuensi perdagangan saham perusahaan
IFR akan berubah lebih cepat dibandingkan perusahaan non IFR.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian Lai et al (1981) yang menemukan bahwa harga
saham perusahaan yang menerapkan IFR berubah lebih cepat dibandingkan perusahaan yang
tidak menerapkan IFR, selain itu abnormal return saham perusahaan yang mengungkapkan
informasi lebih banyak terbukti lebih tinggi dibandingkan abnormal return saham perusahaan
yang pengungkapan informasinya lebih sedikit. Selain itu, penelitian Hargyantoro (2010)
membuktikkan bahwa perusahaan IFR memiliki frekuensi perdagangan saham yang lebih tinggi
dibandingkan perusahaan non IFR. Abdelsalam et al. (2007) menemukan bahwa major
shareholding berhubungan positif terhadap tingkat pengungkapan informasi keuangan pada
website perusahaan, sedangkan director shareholding berhubungan negatif dengan tingkat
pengungkapan informasi keuangan dalam website perusahaan.
Oleh karena itu, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
618 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
H1 : Ada perbedaan abnormal return saham perusahaan yang menerapkan IFR dengan
perusahaan yang tidak menerapkan IFR.
H2 : Ada perbedaan frekuensi perdagangan saham antara perusahaan yang menerapkan IFR
dengan perusahaan yang tidak menerapkan IFR.
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2011. Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan purposive
sampling dan akan dikategorikan dalam 2 kategori; yakni perusahaan IFR dan perusahaan non
IFR. Penelitian Lai et al.(2002) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan menerapkan IFR jika
menerbitkan laporan keuangan secara lengkap melalui website dan tepat waktu sesuai ketentuan
pasar modal. Sehingga kriteria penggolongan perusahaan IFR sebagai berikut:
1. Menerbitkan laporan keuangan tahunan periode 2011 melalui website IDX atau website
perusahaan. Jika perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia, namun tidak mencantumkan
laporan keuangannya pada website IDX, maka penelusuran akan dilakukan ke website
masing-masing perusahaan menggunakan search engine seperti Yahoo!, Google dan bing.
2. Memiliki info tentang tanggal upload atau rilis di website.
3. Data laporan keuangan diupload sampai dengan periode pengamatan yakni 1 April 2012.
4. Selama periode pengamatan, perusahaan tidak melakukan corporate action yang mungkin
dapat mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi.
Jika perusahaan tidak mencantumkan laporan keuangan tahunan pada website IDX atau
website pribadi perusahaan sampai dengan tanggal yang ditetapkan oleh Bapepam sebagai batas
akhir penerbitan laporan keuangan yang telah diaudit, yakni tanggal 1 April, maka perusahaan
akan digolongkan sebagai perusahaan non IFR.
Abnormal return saham dan frekuensi perdagangan saham perusahaan non IFR akan
diamati setelah tanggal 1 April 2012, di mana merupakan batas waktu maksimal yang ditentukan
oleh Bapepam untuk penerbitan laporan keuangan yang telah diaudit.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan tahun
2011 yang diperoleh dengan mengunduh melalui website www.idx.co.id, serta data harga saham
dan frekuensi perdaganan saham melalui www.idx.co.id dan finance.yahoo.com.
Penelitian ini menggunakan variabel abnormal return dan frekuensi perdagangan saham
untuk mengukur reaksi pasar. Abnormal return merupakan selisih antara return yang
sesungguhnya dibandingkan dengan return ekspektasi (Hartono 2008). Berikut ini rumus-rumus
yang dipakai untuk menentukan abnormal return:
ARi.t= Ri.t –E[Ri.t] Dimana :
E(Ri.t) = αi+βi.Rm.t+ ei
dan
[ - ]
Keterangan:
ARi.t = return tidak normal (abnormal return) sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Ri.t = return sesungguhnya yang terjadi pada sekuritas ke-i pada periode ke-t
E[Ri.t] = return ekspektasi sekuritas ke-i
αi = konstanta sekuritas ke- i
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 619
βi = koefisien beta sekuritas ke-i
Pi.t = harga saham sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke- t
= harga saham sekuritas ke- i pada periode peristiwa ke t-1
= actual return pasar yang terjadi pada periode peristiwa ke- t.
= indeks harga saham gabungan yang terjadi pada periode peristiwa ke-t.
= indeks harga saham gabungan yang terjadi pada periode peristiwa ke- t
Frekuensi perdagangan saham adalah jumlah transaksi perdagangan saham pada periode
tertentu (Ang, 1997). Frekuensi menggambarkan berapa kali suatu saham suatu emiten
diperjualbelikan dalam suatu kurun waktu tertentu. Berdasarkan Surat Edaran PT BEJ No. SE-
03/BEJ II-1/I/1994, suatu saham dikatakan aktif apabila frekuensi perdagangan saham selama 3
bulan sebanyak 75 kali atau lebih.
Abnormal return saham dan frekuensi perdagangan saham perusahaan IFR dihitung dari
t+5 setelah pengungkapan IFR oleh perusahaan tersebut. Alasan penggunaan 5 hari setelah
pengungkapan IFR oleh perusahaan adalah untuk mengetahui dampak IFR terhadap reaksi pasar
secara langsung, dan menghindari pengaruh informasi lain selain pengungkapan IFR yang
mungkin dapat mempengaruhi keputusan investor sehingga dapat mempengaruhi hasil
penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode analisis uji statistik deskriptif dan analisis uji beda
dengan Mann Whitney U test dengan hipotesis statistik sebagai berikut.
Ho : µ1 = µ2 Ha : µ1 ≠ µ2
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan populasi 147 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
pada tahun 2011. Adapun dari 147 perusahaan manufaktur tersebut, sebanyak 34 perusahaan
dikeluarkan dari sampel karena tidak memenuhi kriteria yakni tidak memiliki website atau tidak
merilis laporan keuangan di BEI. Tabel 1 berikut ini menunjukkan kriteria pemilihan sampel
penelitian.
Tabel 1. Penentuan Sampel Penelitian
No Kriteria Jumlah
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011 147
2. Perusahaan yang tidak memiliki website atau tidak merilis laporan
keuangan di BEI
(34)
Jumlah Sampel Penelitian 113
Sumber : Data diolah, 2012.
Dari sampel 113 perusahaan yang ada, terdapat 62 perusahaan yang diklasifikasikan
sebagai perusahan IFR, yakni perusahaan yang menggunakan internet sebagai salah satu media
untuk melaporkan informasi keuangannya pada pengguna laporan keuangan serta merilis laporan
keuangan di internet secara tepat waktu, yakni selambat-lambatnya tanggal 30 Maret 2012.
Selain itu, dari 113 sampel yang ada, terdapat 51 perusahaan yang diklasifikasikan sebagai
620 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
perusahaan non IFR, yakni perusahaan yang merilis laporan keuangannya baik di website
maupun di BEI lebih dari batas yang ditentukan, yakni 30 Maret 2012.
Tabel 2. Klasifikasi Perusahaan Sampel
Klasifikasi Jumlah Persentase
Perusahaan non IFR (0) 51 45.1%
Perusahaan IFR (1) 62 54.9%
Total 113 100%
Sumber: Data diolah, 2012.
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sampel perusahaan yang menerapkan IFR
lebih banyak dibandingkan perusahaan yang tidak menerapkan IFR.
Untuk mempermudah pemahaman dan memberikan gambaran yang lebih jelas, maka
gambaran abnormal return dan frekuensi perdagangan saham antara perusahaan IFR dengan
perusahaan non IFR akan disajikan melalui grafik sebagai berikut:
Grafik1. Abnormal Return Perusahaan IFR dengan Perusahaan Non IFR
Sumber: Data Diolah, 2012.
Dari grafik di atas, diketahui bahwa abnormal return antara perusahaan IFR dengan
perusahaan non IFR secara umum memiliki pola pergerakan yang sama pada t+1, t+2, t+3, dan
t+4, yakni mengalami penurunan pada perpindahan menuju t+2, t+3, dan t+4. Perbedaan pola
pergerakan abnormal return antara perusahaan IFR dengan perusahaan non IFR hanya terjadi
pada t+5. Abnormal return perusahaan non IFR lebih tinggi pada t+1, t+2, dan t+5 dibandingkan
perusahaan IFR. Hal ini menunjukkan bahwa respon pasar yang diukur dengan variabel
abnormal return pada perusahaan IFR atau perusahaan yang merilis laporan keuangannya
dengan menggunakan internet tidaklah berbeda dibandingkan perusahaan non IFR atau
perusahaan yang tidak menggunakan internet sebagai media pelaporan keuangannya.
Selain itu, untuk mempermudah pemahaman mengenai gambaran frekuensi perdagangan
saham antara perusahaan IFR dan perusahaan non IFR, maka grafik frekuensi perdagangan
saham antara perusahaan IFR dan non IFR akan disajikan sebagai berikut.
-0,01
-0,005
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
AR1 AR2 AR3 AR4 AR5 RATA2_AR
Ab
no
rmal
Re
turn
Hari
NON IFR
IFR
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 621
Grafik 2. Frekuensi Perdagangan Saham Perusahaan IFR dengan Perusahaan Non IFR
Sumber: Data Diolah, 2012.
Dari grafik di atas, diketahui bahwa Frekuensi perdagangan saham perusahaan IFR
memliki pola pergerakan yang berbeda dibandingkan perusahaan non IFR. Terlihat frekuensi
perdagangan saham perusahaan IFR pada t+1, t+2, dan t+3 lebih tinggi dibandingkan
perusahaan non IFR. Hal ini menunjukkan bahwa ada respon pasar yang berbeda yang
ditunjukkan dengan variabel frekuensi perdagangan saham antara perusahaan IFR dengan
perusahaan non IFR.
Hal ini sejalan dengan temuan Hargyantoro (2010) bahwa perusahaan yang menggunakan
IFR akan memiliki Frekuensi perdagangan saham yang lebih besar dibandingkan perusahaan non
IFR. Sedangkan pada t+4 dan t+5, frekuensi perdagangan saham antara perusahaan IFR dengan
perusahaan non IFR relatif tidak berbeda banyak, hal ini diduga karena respon pasar terhadap
masuknya informasi cepat dan pendek (hanya 3 hari setelah perilisan laporan keuangan). Pasar
merespon lebih cepat dan lebih sering terhadap saham perusahaan yang menggunakan IFR
ketimbang perusahaan yang tidak memakai IFR. Dengan kata lain, investor memanfaatkan
peristiwa terbitnya laporan keuangan perusahaan secara cepat dan pendek. Setelah waktu
berselang cukup lama, pasar tidak lagi mengalami gejolak frekuensi perdagangan saham yang
tinggi.
Pengujian Hipotesis
Setelah data tiap variabel diuji normalitasnya, diketahui bahwa sebaran data tidak normal,
sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah Mann Whitney U test. Dari pengujian hipotesis,
diketahui bahwa abnormal return perusahaan yang menggunakan internet sebagai media
pelaporan keuangannya dengan perusahaan yang tidak menggunakan internet tidak berbeda.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas, di bawah ini terdapat tabel pengujian abnormal
return.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
FR1 FR2 FR3 FR4 FR5 RATA2_FRFre
kue
nsi
Pe
rdag
anga
n S
aham
Hari
NON IFR
IFR
622 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Tabel 3. Uji Hipotesis Pertama
Keterangan Z Asymp Sig Kesimpulan
AR1 non IFR - AR1 IFR -0.216 0.829 H0 diterima
AR2 non IFR - AR2 IFR -0.075 0.940 H0 diterima
AR3 non IFR – AR3 IFR -1.194 0.232 H0 diterima
AR4 non IFR – AR4 IFR -0.167 0.537 H0 diterima
AR5 non IFR – AR5 IFR -0.185 0.859 H0 diterima
Rata-rata ARNIF-ARIFR -0.433 0.655 H0 diterima
Sumber: Data diolah, 2012.
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa abnormal return antara perusahaan yang
menggunakan IFR pada t+1, t+2, t+3, t+4, t+5, maupun rata-rata abnormal return dengan
perusahaan yang non IFR tidak berbeda. Diketahui bahwa, respon pasar yang tercermin dalam
variabel abnormal return antara perusahaan IFR dengan perusahaan non IFR tidaklah berbeda.
Hal ini mungkin disebabkan karena adanya ketidakpastian informasi untuk investor, sehingga
membuat investor tidak peduli apakah perusahaan menggunakan IFR atau tidak. Selain itu,
diduga bahwa saham perusahaan-perusahaan non IFR adalah saham perusahaan favorit, sehingga
lebih diminati oleh investor. Hal ini didasarkan pada pengamatan selama penelitian, saham
perusahaan non IFR sebagian besar merupakan saham dari perusahaan besar yang namanya
sudah tidak asing lagi di masyarakat Indonesia, seperti PT. ADES, Mustika ratu, dan lain
sebagainya.
Dugaan lainnya adalah bahwa investor sudah mendapatkan laporan keuangan yang belum
diaudit namun sudah dipublikasikan oleh perusahaan melalui internet. Jadi, investor sudah
mendapatkan informasi laporan keuangan perusahaan sebelum laporan keuangan yang telah
diaudit dirilis oleh perusahaan. Selain itu, mungkin juga investor telah mendapatkan informasi
dari pihak intern perusahaan, sehingga mereka tidak lagi memerlukan laporan keuangan
perusahaan yang rilis di internet. Dugaan lainnya, investor sudah memperkirakan kinerja
perusahaan melalui laporan kuartalan perusahaan. Dugaan-dugaan ini didasarkan pada teori
Sujoko (1999) serta Setiawan dan Hartono (2002) dalam Marfuah (2006), yang menyatakan
bahwa pasar di indonesia adalah pasar semi kuat, oleh karena itu harga saham saat ini telah
mencerminkan informasi yang terkandung di pasar, sehingga investor tidak akan memperoleh
abnormal return meskipun mengetahui suatu informasi di pasar.
Pengujian ini menolak penelitian Lai et al (1981) yang menemukan bahwa harga saham
perusahaan yang menerapkan IFR berubah lebih cepat dibandingkan perusahaan yang tidak
menerapkan IFR, selain itu abnormal return saham perusahaan yang mengungkapkan informasi
lebih banyak terbukti lebih tinggi dibandingkan abnormal return saham perusahaan yang
pengungkapan informasinya lebih sedikit. Abnormal return antara perusahaan IFR dan
perusahaan non IFR yang ada di Indonesia tidak berbeda. Namun, hasil pengujian ini sejalan
dengan temuan Sujoko (1999) serta Setiawan dan Hartono (2002) dalam Marfuah (2006), yang
menyatakan bahwa pasar yang terdapat di Indonesia adalah pasar bentuk semi kuat. Menurut
teori ini, investor tidak akan memperoleh abnormal return jika mengetahui suatu informasi yang
tersedia di pasar, karena harga saham saat ini sudah mencerminkan informasi yang telah beredar.
Lebih lanjut, tabel di bawah ini akan memberikan gambaran mengenai uji hipotesis
frekuensi perdagangan saham.
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 623
Tabel 4. Uji Hipotesis Kedua
Keterangan Z Asymp Sig Kesimpulan
FR1 non IFR - FR1 IFR -2.530 0.011* H0 ditolak
FR2 non IFR - FR2 IFR -1.688 0.091** H0 ditolak
FR3 non IFR – FR3 IFR -1.776 0.076** H0 ditolak
FR4 non IFR – FR4 IFR -1.473 0.141 H0 diterima
FR5 non IFR – FR5 IFR -1.288 0.198 H0 diterima
Rata-rata FRNIF-FRIFR -1.578 0.114 H0 diterima
Keterangan: *) **) masing-masing memiliki signifikansi 5%, 10%.
Sumber : Data diolah, 2012.
Dari tabel di atas, diketahui bahwa FR1, FR2, dan FR3 antara perusahaan IFR dengan
perusahaan non IFR berbeda, sedangkan pada FR4, FR5, dan rata-rata FR tidak berbeda. Hal ini
menunjukkan bahwa ketika informasi diketahui oleh pasar, maka investor akan sesegera
mungkin mengambil keputusan untuk berinvestasi. Ketika sekumpulan investor melakukan
tindakan yang sama, maka frekuensi perdagangan saham akan mengalami lonjakan yang
signifikan, namun hal ini hanya akan berlangsung beberapa saat setelah penerbitan informasi
keuangan tersebut. Setelah beberapa saat, frekuensi perdagangan saham akan kembali normal.
Dengan kata lain, respon pasar cepat dan pendek terhadap informasi yang dirilis oleh
perusahaan. Investor memanfaatkan peristiwa terbitnya laporan keuangan perusahaan untuk
melakukan transaksi jual beli saham perusahaan secepat dan sesering mungkin.
Temuan ini sejalan dengan temuan Hargyantoro (2010) yang menunjukkan bahwa IFR
berpengaruh terhadap frekuensi perdagangan saham. Investor memanfaatkan peristiwa rilisnya
laporan keuangan perusahaan di internet untuk aktif dalam transaksi jual beli saham secara intens
dan cepat, namun setelah berselang beberapa hari, investor tidak lagi aktif melakukan transaksi
jual beli saham. Selain itu, penelitian ini sejalan dengan teori Fama (1970) yang membuktikkan
bahwa harga saham akan terpengaruh ketika ada informasi yang memasuki pasar. Ketika
informasi masuk ke pasar, info ini akan direspon secara cepat oleh investor, maka harga saham
akan berubah. Perubahan harga saham ini akan mengakibatkan perubahan pada frekuensi
perdagangan saham.
PENUTUP
Respon pasar yang diukur dengan variabel abnormal return antara perusahaan yang
menggunakan internet sebagai media pelaporan keuangannya dengan perusahaan yang tidak
memakai internet tidaklah berbeda. Namun, respon pasar yang diukur dengan variabel frekuensi
perdagangan saham antara perusahaan IFR akan berbeda daripada perusahaan non IFR.
Perusahaan yang menggunakan internet dan secara tepat waktu merilis laporan keuangannya di
internet akan memiliki frekuensi perdagangan saham yang lebih tinggi dibanding perusahaan
yang tidak menggunakan internet untuk pelaporan keuangannya.
624 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Hasil penelitian ini memberikan implikasi sedara teoritis bahwa respon pasar terhadap
suatu informasi di pasar modal belum konsisten untuk setiap peristiwa, sehingga menunjukkan
bahwa pasar modal di Indonesia masih belum efisien. Sedangkan implikasi terapan bagi emiten
adalah meningkatkan penggunaan media internet untuk mempublikasikan laporan keuangannya
kepada publik karena terbukti akan direspon lebih tinggi oleh investor melalui frekuensi
perdagangan sahamnya.
Penelitian ini masih mengandung keterbatasan, yang pertama adalah, penelitian ini masih
memakai cutoff yang ditetapkan oleh BEI, untuk membedakan perusahaan IFR dengan
perusahaan non IFR, yakni 30 Maret 2012. Adapun saran untuk penelitian di masa mendatang
adalah dengan menggunakan cutoff yang lain untuk mengetahui reaksi pasar antara perusahaan
IFR dengan perusahaan non IFR. Kedua periode penelitian ini masih terbatas hanya 1 tahun
yakni pada tahun 2012, dimungkinkan penelitian di masa mendatang untuk memperpanjang
periode penelitian, tidak hanya 1 tahun, serta dimungkinkan untuk menambah sampel penelitian,
tidak hanya perusahaan manufaktur, agar mendapatkan bukti empiris yang lebih akurat.
Selanjutnya, penelitian di masa mendatang diharapkan untuk menambah variabel penelitian
untuk mengukur respon pasar, seperti misalnya volume perdagangan saham.
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 625
DAFTAR PUSTAKA
Abdelsalam, O.H., El-Masry, Ahmed. 2008. “The Impact Of Board Independence And
Ownership Structure On The Timeliness Of Corporate Internet Reporting Of Irish-Listed
Companies”. Managerial Finance, Vol. 34 No. 12, 2008 pp. 907-918.
Almilia, Luciana Spica. 2009. “Analisa Kualitas Isi Financial And Sustainability Reporting Pada
Website Perusahaan Go Publik Di Indonesia”. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi 2009 (SNATI 2009).
Ang, Robert. 1997. “Buku Pintar Pasar Modal Indonesia Edisi I”. Media Soft, Indonesia.
Budi, Sasongko Susetyo dan Luciana Spica Almilia. 2007. “Corporate Internet Reporting of
Banking Industry and LQ45 Firms: An Indonesia Example”.
Ettredge, M., V. J. Richardson, and S. Scholz. 2002. “Dissemination of Information for Investors
at Corporate Web sites”. Journal of Accounting and Public Policy 21:357- 369.
Fisher, Richard., Oyelere, Peter., and Laswad, Fauzi. 2004. “Corporate Reporting On The
Internet Audit Issues And Content Analysis Of Practices”. Managerial Auditing Journal,
Vol. 19 No. 3, pp. 412-439.
Ghozali, Imam. 2005. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Gumantri, Tatang Ary dan Elok Sri Utami. 2002. “Bentuk Pasar Efisien Dan Pengujiannya”.
Jurnal Akuntansi & Keuangan. Vol. 4, No. 1, Mei 2002: 54 – 68.
Ismail, Tariq H. 2002. “An Empirical Investigation of Factors Influencing Voluntary Disclosure
of Financial Information on the Internet in the GCC Countries”. Working Paper Series.
July 2002.
Hargyantoro, Febrian. 2010. “Pengaruh Internet Financial Reporting dan Tingkat Pengungkapan
Informasi Website Terhadap Frekuensi Perdagangan Saham”. Skripsi Dipublikasikan,
Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. www.google.com Diunduh
tanggal 16 Januari 2012.
Hartono, Jogiyanto. 2008. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”. BPFE, Yogyakarta.
Ika, Anuragabudhi dan Anna Purwaningsih. 2008. “Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Stock
Split: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Telaah Manajemen. Vol. 3, No. 1, Mei 2008: 11 - 23.
Khan, Tehmina. 2006. “Financial Reporting Disclosure On The Internet: An International
Perspective”. Faculty of Business and Law School of Accounting, Victoria University,
Australia.
Lai, Syou-Ching., Lin, Cecilia., Lee, Hung-Chih., and Wu, Frederick H. 2002. “An Empirical
Study of the Impact of Internet Financial Reporting on Stock Prices”.
Leftwich, R. W., Watts, R. L., Zimmerman, J. L. 1981. “Volountary Corporate Disclosure: The
Case of Interim Reporting”. Journal of Accounting Research 19 (supplement): 50- 77.
Lodhia, S. K, Allam, A., Lymer, A. 2004. “Corporate Reporting on the Internet in Australia : An
Exploratory Study”. Australian Accounting Review.
626 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Marfuah. 2006. “Pengaruh Kecanggihan Investor Terhadap Ketepatan Reaksi Pasar Dalam
Merespon Pengumuman Deviden Meningkat”. Jurnal Akuntansi dan Audit Indonesia. Vol.
10, No. 2, Desember 2006: 137 – 154.
Setiawan, Doddy dan Jogiyanto Hartono. 2002. “Pengujian Efisiensi Pasar Bentuk Setengah
Kuat Secara Keputusan: Analisis Pengumuman Deviden Meningkat.” Simposium Nasional
Akuntansi 5.: 334 - 347
Spanos, Loukas. 2006. “Corporate Reporting on the Internet in the European Emerging Capital
Market: Greek Case”. Center of Financial Studies,Departement of Economic, University of
Athens.
Standar Akuntansi Keuangan No.1 tahun 2009
Sujoko. 1999. “Analisis Kandungan Informasi dan Ketepatan Reaksi Pasar: Pengujian terhadap
Devidend Signalling Theory, Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta”. Tesis S-2. Universitas
Gajah Mada (Tidak Dipublikasikan).