Identifikasi Bidang Gelincir Dengan Pendekatan Model Tingkat Pelapukan Pada Lokasi Longsoran...
-
Upload
nurfathoanah -
Category
Documents
-
view
58 -
download
6
Transcript of Identifikasi Bidang Gelincir Dengan Pendekatan Model Tingkat Pelapukan Pada Lokasi Longsoran...
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DENGAN PENDEKATAN MODEL TINGKAT
PELAPUKAN PADA LOKASI LONGSORAN PURWOHARJO, DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA
Indra Permanajati 1, Dwikorita Karnawati
2, Herryal Zoelkarnaen Anwar
3, Imam Sadisun
4
1Staf Pengajar Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Sains dan Teknik, Unsoed
2Staf Pengajar Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada
3Geoteknologi LIPI, Bandung
4Staf Pengajar Jurusan Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Zona lemah yang di dalamnya terdapat bidang gelincir merupakan zonasi yang menjadi penyebab
terjadinya longsoran, karena di bidang tersebut merupakan titik-titik lemah yang ada pada lereng. Titik-
titik tersebut menyatu menjadi suatu bidang gelincir. Zonasi lemah (weak zone) seringkali menjadi
fokus penelitian dalam memprediksi suatu lokasi yang berpotensi longsoran, terutama potensi longsoran
jenis sliding. Terjadinya gerakan tanah di Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon
Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 7 orang
meninggal dunia memberikan inspirasi kepada penulis untuk melakukan penelitian mengenai
karakteristik longsoran di daerah tersebut. Fokus penelitian adalah mengenai karakteristik bidang
gelincirnya dan keterdapatannya pada suatu profil hasil pelapukan batuan breksi andesit tua (old
andesite formation/ OAF).
Penelitian yang dilakukan meliputi dua metode, yaitu metode observasi lapangan dan metode
laboratorium. Metode observasi lapangan meliputi kegiatan identifikasi longsoran dan deskripsi serta
pengukuran penampang profil tingkat pelapukan. Kegiatan Laboratorium meliputi analisis kuat geser
dan berat isi tanah untuk menganalisis faktor keamanan di lokasi penelitian. Hasil akhir merupakan
penggabungan data profil pelapukan dengan data pengamatan bidang gelincir (kedalaman dan
keterdapatannya dalam zona pelapukan) serta data hasil analisis laboratorium mengenai karakteristik
teknik tanah dan komposisinya. Data penggabungan tersebut memberikan interpretasi mengenai
terbentuknya bidang gelincir dikaitkan dengan profil tingkat pelapukannya dan karakteristik teknik serta
kondisi dinamis yang berperan. Perhitungan faktor keamanan juga dilakukan untuk mengetahui kondisi
keairan pada saat lereng kritis.
Hasil akhir menunjukkan bidang gelincir terdapat pada tingkat pelapukan sedang (moderately
weathered). Pada sudut lereng yang lebih tinggi bidang gelincir menggerus bagian yang lebih dalam dari
tingkat pelapukan sedang (moderately weathered). Pada sudut lereng lebih rendah bidang gelincir
menggerus bagian yang lebih atas dari tingkat pelapukan sedang. Dari fakta di lapangan tersebut, dapat
diinterpretasi secara kualitatif, bahwa terjadinya zona bidang gelincir pada daerah pelapukan sedangi
dikarenakan pada zona ini merupakan zona yang mempunyai komposisi lempung cukup banyak.
Penyebab kedua karena di bagian pelapukan ini terdapat akumulasi air yang tinggi pada saat musim
hujan. Akumulasi air tidak dapat menembus litologi breksi segar di bawah lapisan pelapukan sedang
karena kondisinya yang kedap air, sehingga air akan terkonsentrasi pada lapisan ini. Nilai faktor
keamanan menunjukkan nilai kritis akan terjadi pada waktu kedalaman air tanah dari permukaan 1,947 m.
Kata kunci : bidang gelincir, lapisan pelapukan sedang
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
PENDAHULUAN
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peristiwa
gerakan tanah di Dusun Kedungrong, Desa
Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten
Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, pada tanggal 20 November 2001,
tepatnya jam 16.15 WIB. Gerakan tanah yang
menurut informasi penduduk terjadinya relatif
cepat telah menelan korban jiwa sebanyak 7 orang
meninggal dunia, beberapa rumah hancur dan
kerusakan lahan perkebunan. Gerakan tanah
tersebut terjadi pada litologi breksi andesit
Formasi Andesit Tua. Salah satu faktor penyebab
longsor adalah adanya zone-zone dalam stratigrafi
lereng yang berpotensial menjadi penyebab
longsoran seperti zone yang merupakan batas
perbedaan tingkat pelapukan batuan, bidang-
bidang diskontinuitas (bidang kekar, celah atau
lapisan batuan). Longsoran juga disebabkan
karena arah perlapisan hampir searah dengan arah
kemiringan lereng (Karnawati, 1996).
Proses pelapukan memegang peranan penting
dalam pemburukan karakteristik tanah, karena
proses pelapukan akan mempengaruhi perubahan
karakteristik fisik maupun mekanik. Perubahan ini
memberikan pengaruh terhadap karakteristik fisik
dan mekanik tiap tingkat pelapukannya,
Perubahan yang terjadi adalah kenaikan nilai
porositas efektif, penurunan nilai densitas,
penurunan nilai point load strength index , dan
penurunan secara linier nilai kohesi dan sudut
geser dalam (Sadisun, 2000). Kemudian
perubahan sifat keteknikan lain yang terjadi
adalah perubahan kuat tekan, modulus elastisitas,
nilai poison rasio dan kecepatan sonic (sonic
velocities) (Al-Harthi et al, 1999).
Proses pelapukan merupakan hal yang umum
dijumpai pada batuan. Apalagi di daerah yang
beriklim tropis, adanya pelapukan akan terlihat
lebih intensif bahkan dapat terjadi secara simultan
(Zhao et al., 1994 dalam Sadisun , 2006). Hal ini
akan tercermin pada tebalnya tanah residu
(residual soil) yang menjadi hasil akhir dari suatu
proses pelapukan. Kondisi iklim tropis ikut
berperan dalam mempengaruhi sifat keteknikan
batuan, terutama kekuatan batuan.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada proses
pelapukan kebanyakan berlangsung secara gradual
dan biasanya diikuti oleh pola-pola perubahan
yang teratur. Namun demikian profil pelapukan
yang terbentuk umumnya berkembang tidak
seragam sebagai akibat dari adanya pengaruh
yang kompleks, baik secara internal dalam batuan
itu sendiri atau pengaruh lain yang bersifat
eksternal seperti kondisi iklim,
topografi/morfologi, air tanah dan aktifitas
organisme (Sadisun dan Bandono, 1998).
Hasil dari suatu proses pelapukan adalah suatu
profil tingkat pelapukan, seperti pada beberapa
contoh profil pelapukan (gambar 6). Perbedaan
tingkat pelapukan memberikan pengaruh terhadap
perbedaan karakteristik fisik dan mekanik
tanahdan batuan penyusunnya.
Terjadinya gerakan tanah di Desa Kedungrong
yang terjadi dengan bidang gelincir pada zona
lapuk sedang memberikan inspirasi kepada
peneliti untuk mengetahui penyebab terjadinya
bidang gelincir pada zona tesebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan meliputi dua metode,
yaitu metode observasi lapangan dan metode
laboratorium. Metode observasi lapangan meliputi
kegiatan identifikasi longsoran dan deskripsi serta
pengukuran penampang profil tingkat
pelapukan. Kegiatan Laboratorium meliputi
analisis kuat geser dan berat isi tanah untuk
menganalisis faktor keamanan di lokasi
penelitian. Hasil akhir merupakan penggabungan
data profil pelapukan dengan data pengamatan
bidang gelincir (kedalaman dan keterdapatannya
dalam zona pelapukan) serta data hasil analisis
laboratorium mengenai karakteristik teknik tanah
dan komposisinya. Data penggabungan tersebut
memberikan interpretasi mengenai terbentuknya
bidang gelincir dikaitkan dengan profil tingkat
pelapukannya dan karakteristik teknik serta
kondisi dinamis yang berperan. Perhitungan faktor
keamanan juga dilakukan untuk mengetahui
kondisi keairan pada saat lereng kritis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
KONDISI LONGSORAN
Kondisi longsoran di daerah penelitian meliputi
geometri longsoran, material hasil rombakan,
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
kedalaman bidang gelincir, dan dampak
longsoran. Longsoran di daerah penelitian terjadi
dua kali yaitu tahun 1999 yang melongsorkan
material bagian atas dan tahun 2001 yang
melongsorkan bagian bawah. Longsoran pertama
terjadi pada daerah yang sempit dengan luas
sekitar 10 m x 20 m dan arah longsoran N 1250 E.
Longsoran pertama mempunyai sudut gelincir
yang agak lengkung ke bawah permukaan dan
relatif pendek (Gambar 3 ). Jenis longsoran
pertama adalah debris slide. Longsoran kedua
terjadi pada daerah yang cukup luas yaitu sekitar
250 x 100 m2 Arah longsoran memanjang ke arah
Tenggara dengan arah pergerakan longsoran N
1350 E. Koordinat mahkota (Crown) longsoran di
gawir 2 antara (412.700, 9.147.720)-(412.800,
9.147.750) dan elevasi 320 meter di atas
permukaan air laut. Koordinat ujung (Toe) adalah
pada koordinat (412.890, 9.147.620)-(412.950,
9.147.700). Longsoran terjadi pada lokasi dengan
sudut kelerengan 250-30
0.Material yang
mengalami pergerakan adalah material berukuran
lempung-bongkah, dengan ciri-ciri di lapangan
warna coklat, lapuk, tingkat kekompakan rendah,
kekerasan lunak, dan liat. Tanaman yang ikut
longsor adalah jenis sengon, kelapa dan mlinjo
serta tanaman bambu. Kerusakan material adalah
5 rumah hancur dan sebagian besar terbuat dari
beton. Bidang gelincir dapat diamati pada gawir
kedua sedalam 3 m dan pada bagian bawah
dengan kedalaman 0.7 m dari permukaan tanah
berdasarkan penampang pengeboran 2 pada lokasi
longsoran.
PENYEBAB GERAKAN TANAH
Curah hujan bulan September yang
semakin naik dan mencapai puncak tertinggi
(Peak) pada bulan November 2001 dengan
intensitas sebesar 10 mm sampai 422 mm mampu
meresap ke dalam lapisan tanah yang
mengandung mineral lempung, dengan koefisien
permeabilitas tanah pada kedalaman 0-160 cm
sebesar 1.06E-04 cm/dtk 7,95E-04 cm/dtk.
Kecepatan masuknya air ke bawah permukaan
juga disebabkan oleh keberadaan kekar-kekar dan
tataguna lahan yang memungkinkan air masuk ke
bawah permukaan. Air yang masuk ke dalam
permukaan tanah dalam bentuk air perkolasi akan
diteruskan melalui bidang lemah perlapisan dan
menjenuhi satuan lempung pasiran yang banyak
mengandung mineral lempung , kemudian air
bawah tanah juga semakin naik dan menjenuhi
lapisan lempung pasiran. Penjenuhan oleh air
pada lapisan lempung pasiran terjadi karena
lempung di satuan ini mengandung mineral
montmorillonite yang sensitive menyerap air,
tetapi tidak mampu melepaskannya. Intensitas air
yang berlebihan menyebabkan ikatan antar
partikel menjadi renggang dan menyebabkan
berkurangnya kekuatan ikatan antar partikel,
kemudian secara fisik mineral lempung terubah
menjadi plastis dan cair, hal ini mengakibatkan
longsoran di daerah penelitian dan longsoran
relatif sesuai dengan arah kemiringan lapisan
batuan. kemudian secara fisik mineral lempung
terubah menjadi plastis dan cair, hal ini
mengakibatkan longsoran di daerah penelitian dan
longsoran relatif sesuai dengan arah kemiringan
batuan. Tingkat pelapukan sedang merupakan
bidang gelincir dapat jelaskan secara kualitatif
bahwa di daerah tersebut terjadi proses
pemburukan karakter tanah karena proses
penjenuhan air terhadap mineral lempung.
Akumulasi air terjadi karena secara fisik zona
pelapukan di bawah zona lapuk sedang sudah
merupakan zona yang kedap air. Sedangkan
peranan lempung sebagai media pengikat fragmen
diperlemah dengan akumulasi air yang berlebihan,
sehingga kekuatan bagian ini yang tertumpu pada
ikatan antar fragmen menjadi hilang dengan
perubahan karakter lempung sebagai media
pengikat fragmen (gambar 5 ).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan
laboratorium dapat disimpulkan bahwa:
1. Gerakan tanah di daerah penelitian terjadi
karena stratigrafi lereng yang tersusun oleh breksi
andesit dan tuff yang telah mengalami
pelapukan. Dalam kondisi lapuk tuff terubah
menjadi lempung pasiran. Tanah lempung pasiran
inilah yang berfungsi sebagai bidang gelincir
luncuran, terdapat pada kedalaman antara 0,7 m
dari permukaan lereng bawah hingga 3 m dari
permukaan lereng atas. Hasil analisis X-ray
deffraction menunjukkan jenis mineral lempung
pada tanah lempung pasiran adalah
montmorilonit. Montmorilonit akan mengembang
jika terkena air dan bersifat high liquid limit-very
high liquid limit, hal ini menyebabkan penjenuhan
air pada lapisan ini akan mempengaruhi
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
plastisitas mineral lempungnya dan menurunkan
nilai kohesinya. Penambahan air yang terus-
menerus pada bulan September - November 2001
dengan intensitas 10 - 422 mm menyebabkan
lapisan lempung pasiran menjadi jenuh dan
terubah menjadi plastis dan cair, sehingga
menyebabkan kekuatan gesernya berkurang, hal
inilah yang menyebabkan luncuran di daerah
penelitian. Jadi arah kemiringan lapisan batuan
juga mempengaruhi luncuran, karena arah lapisan
batuan menentukan arah lapisan tanah yang rentan
sebagai bidang gelincir jika terjadi penjenuhan.
Arah kemiringan batuan di daerah penelitian yang
berkisar antara N1520-N170
0 relatif sama dengan
arah relatif sama dengan arah longsoran yang
berarah N 1300 E - N 135
0 E, Jadi arah kemiringan
lapisan batuan juga mempengaruhi luncuran,
karena arah lapisan batuan menentukan arah
lapisan tanah yang rentan sebagai bidang gelincir
jika terjadi penjenuhan
2. Sifat mekanika tanah pada lapisan-lapisan tanah
dan batuan yang membentuk stratigrafi lereng
menyebabkan terjadinya sistem gerakan tanah.
Analisis hidrometer menyebutkan pada kedalaman
20 cm- 180 cm di dominasi oleh pasir lanauan
dengan permeabilitas 1,06E-04 cm/dt-7,95E-04
cm/dtk (kelulusan sedang). Lapisan tersebut
merupakan lapisan atas yang berfungsi sebagai
akuifer butir masuknya air dari permukaan tanah
menuju lapisan lempung pasiran. Intensitas dan
kecepatan air yang masuk ke bawah permukaan
juga di dukung oleh keberadaan kekar-kekar yang
saling berpasangan, kemudian air yang
menjenuhi lapisan lempung pasiran akan
menyebabkan lapisan ini terubah menjadi plastis
dan cair, hal ini dapat dibuktikan dari hasil
pengukuran sifat plastis yang berkisar 38,262%-
46,056% dan indek plastisitas berkisar antara
23,29%-30,726 % termasuk dalam high liquid
limits-very high liquid limits. Penjenuhan air yang
terus-menerus akan menyebabkan berkurangnya
nilai kohesi tanah penyusun lereng, padahal nilai
kohesi tanah di daerah penelitian sangat kecil dan
rentan terhadap pergeseran yaitu berkisar antara
0,1632-0,4099 kg/m2 dan kohesi residual berkisar
0,1254-0,2715 kg/m2, faktor-faktor inilah yang
menyebabkan terjadinya gerakan tanah di daerah
penelitian.
3. Faktor lain yang menjadi penyebab luncuran
adalah bentuk morfologi lereng yang tergolong
curam (250-30
0), hal ini karena gaya vertikal yang
menarik beban ke bawah permukaan lebih besar
dari gaya tegak lurus yang menahannya.
Kelerengan curam akan menyebabkan air akan
turun ke bawah lereng sebagai run off, tetapi di
daerah penelitian terdapat kekar-kekar dan
tataguna lahan oleh penduduk yang
memungkinkan air masuk ke dalam permukaan
tanah.
4.Jenis gerakan tanah di daerah penelitian adalah
luncuran hasil rombakan (debris slide), hal ini
dapat teramati dari material rombakan hasil
luncuran yang berupa campuran tanah dan batu,
bidang gelincir yang relatif lurus dan kejadian
yang relatif cepat dengan kecepatan tinggi.
5. Pendekatan profil pelapukan cukup efektif
untuk mengetahui perkiraan bidang gelincir yang
terjadi karena secara kualitatif dapat dijelaskan
sistem pemburukan karakter tanah pada daerah
tertentu di zona pelapukan.
6. Usaha meminimalkan dampak luncuran adalah
dengan mengetahui faktor dominan yang
menyebabkan luncuran dan jenis luncuran. Usaha
yang paling aman dilakukan adalah
menganjurkan penduduk setempat yang belum
terkena longsoran untuk pindah dari lokasi yang
rawan longsoran. Usaha teknik yang dilakukan
adalah melakukan pemotongan geometri lereng,
perbaikan drainage permukaan dan bawah
permukaan serta penanaman jenis tanaman yang
sesuai dengan lokasi penanaman. Tanaman yang
dianjurkan adalah akar wangi untuk bagian atas
dan tengah perbukitan, kemudian tanaman bambu
untuk bagian bawah daerah penelitian sebagai
tanaman penahan (retaining).
DAFTAR PUSTAKA
Al Harthi, A.A., Al-Amri., Shehata, W.M., 1999.,
The Porosity and Engineering Properties of
Vesiculer Basalt in Saudi Arabia, Engineering
Geologi Vol 54 (1999) 313-321
Karnawati, D., 1996, Mechanism of Rain-
Induced landsliding in Java, Media Teknik no. 3
th XVIII November.
Rahardjo,W., Sukandarrumidi., Rosidi,H.M.D.,
1995, Geological Map of the Yogyakarta Sheet,
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Java, Edition 2, Geological Research and
Development Centre, Bandung.,1-4.
Sadisun, I., Setiadji, P., Bandono., 2006,
Pengamatan dan Pengujian Lapangan dalam
Karakterisasi Pelapukan Andesit di Purwakerta,
Jurnal Geoaplika Vol 1, No 1, Hal 003-013
Sadisun, I ., Subandrio, A.S., Nurjamil, A.,
Setiadji, P., 2006, Weathering of some Selected
Rock Type and their Stength Degradation
Obtained from Schmidt Hammer, Proceeding PIT
IAGI Riau, The 35th IAGI Annual Convention and
Exhibition, Pekanbaru, Riau.
Wesley,L.D.,1977, Mekanika tanah, Cetakan
ke-VI, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Tabel 1. Nilai Berat Jenis
Tabel 2. Jenis Partikel dan Tipe Batas Cair
Tabel 3. Tabel kelembaban air
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Tabel 4. Nilai Permeabilitas
Tabel 5. Nilai porositas, angka pori dan derajat kejenuhan
Tabel 6. Nilai kuat geser
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Gambar 1. Peta Lokasi daerah penelitian
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Penelitian (Rahardjo, 1955)
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Gambar 3. Lokasi longsoran 1
Gambar 4. Lokasi longsoran 2
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Gambar. 5 Skema proses longsoran
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Gambar 6. Profil pelapukan beberapa jenis batuan (Sadisun, 2006)
Gambar 7. Hasil analisis X-Ray Defraction pada lempung di zona lapuk menengah
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Gambar 8 Peta Geologi Teknik daerah penelitian
-
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makasar,26 - 29 September 2011
Gambar 7. Profil pelapukan dari data pengeboran