Fisiologi Sistem Pencernaan

19
FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN Gita Sulistianingrum, Helda Dumayanti, Helen Theresia, Melani Wulandari, Tasya Bonita I. ABSTRACT This experiment consist of musin test, CNS ion test, amilum hydrolysis by the amylase enzyme, influence of temperature on amylase enzyme test, amylase enzyme test, and influence of bile against fat test. The purpose of this experiment is to find out reaction that occur in the digestive system tract, know how the enzyme works in the digestive system, and factor that affect these enzyme work. Based on the result, musin test showed positive reaction with orange color which proves the contain of protein. CNS ion test with FeCl 3 and HCl showed positive result with orange color. On amilum hydrolysis by amylase enzyme test showed negative result because there was no amilum in the substance. On temperature influence on the the amylase enzyme test showed that amylase can work optimally in temperature 37 o C. On lipase enzyme test show that, lipase enzyme can works effectively on a base, and can be proven by the levels of oil on emulsion mixture solution and bile. On influence of bile on fat showed fatty emulsion and bid fat. Keywords : digestive system, enzyme, hydrolysis, physiology PENDAHULUAN Sistem pencernaan berkaitan erat dengan keberlangsungan proses hidup dimana sistem ini berperan sebagai pengatur pemasukkan materi kimia yang nantinya materi kimia tersebut akan digunakan sumber energy, pembangun, perbaikan, dan pengatur tubuh. Fungsi dari sistem pencernaan adalah mengubah bahan makanan dari bentuk molekul besar menjadi bentuk- bentuk yang dapat digunakan oleh sel-sel tubuh. Tugas ini dilakukan oleh tractus digestivus yang secara umum terdiri dari cavum oris, pharynx, esophagus, gaster, intestinum tenue, intestinum crissum, dan berakhir pada bagian anal dan anus. Disamping itu terdapat pula alat

description

Praktikum fisiologi sistem pencernaan

Transcript of Fisiologi Sistem Pencernaan

Page 1: Fisiologi Sistem Pencernaan

FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

Gita Sulistianingrum, Helda Dumayanti, Helen Theresia, Melani Wulandari, Tasya Bonita I.

ABSTRACT

This experiment consist of musin test, CNS ion test, amilum hydrolysis by the amylase enzyme, influence of temperature on amylase enzyme test, amylase enzyme test, and influence of bile against fat test. The purpose of this experiment is to find out reaction that occur in the digestive system tract, know how the enzyme works in the digestive system, and factor that affect these enzyme work. Based on the result, musin test showed positive reaction with orange color which proves the contain of protein. CNS ion test with FeCl3 and HCl showed positive result with orange color. On amilum hydrolysis by amylase enzyme test showed negative result because there was no amilum in the substance. On temperature influence on the the amylase enzyme test showed that amylase can work optimally in temperature 37o C. On lipase enzyme test show that, lipase enzyme can works effectively on a base, and can be proven by the levels of oil on emulsion mixture solution and bile. On influence of bile on fat showed fatty emulsion and bid fat.

Keywords : digestive system, enzyme, hydrolysis, physiology

PENDAHULUAN

Sistem pencernaan berkaitan erat dengan keberlangsungan proses hidup dimana sistem ini berperan sebagai pengatur pemasukkan materi kimia yang nantinya materi kimia tersebut akan digunakan sumber energy, pembangun, perbaikan, dan pengatur tubuh.

Fungsi dari sistem pencernaan adalah mengubah bahan makanan dari bentuk molekul besar menjadi bentuk-bentuk yang dapat digunakan oleh sel-sel tubuh. Tugas ini dilakukan oleh tractus digestivus yang secara umum terdiri dari cavum oris, pharynx, esophagus, gaster, intestinum tenue, intestinum crissum, dan berakhir pada bagian anal dan anus. Disamping itu terdapat pula alat pencernaan tambahan yang mengeluarkan sekresinya ke dalam tractus digestivus. Organ-organ tersebut adalah kelenjar ludah yang berjumlah tiga pasang, hepar, dan pankreas (Gajahnata, 1989)

Pencernaan makanan berlangsung secara mekanik dan enzimatis. Pencernaan mekanik yaitu proses perubahan makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi bentuk kecil atau halus. Namun hasil pencernaan mekanik belum dapat diserap oleh dinding usus sebab masih bersifat makromolekul. Agar dapat diserap maka makanan harus diurai secara enzimatis.

Enzim pencernaan merupakan substansi kimia dalam sistem pencernaan yang berfungsi untuk hidrolisis pakan sehingga menjadi bentuk yang sederhana

Page 2: Fisiologi Sistem Pencernaan

dan dapat diserap oleh sel-sel tubuh (Audesirk dan Audesirk, 1999). Secara garis besar ada tiga jenis enzim yang berperanan dalam pencernaan makanan yaitu protease, amilase dan lipase. Protease menghidrolisis ikatan peptida pada rantai polipeptida hingga menjadi asam amino. (Purves et al., 1992), amilase menghidrolisis karbohidrat (McFadden dan Keeton, 1995)· sedangkan lipase berperan dalam proses pencernaan lemak dengan menghasilkan monogliserid dan asam lemak (Overmire, 1986).

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi dalam saluran pencarnaan, pengaruh kerja enzim pada sistem pencernaan, dan faktor yang mempengaruhi kerja enzim.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan di Laboraturium Fisiologi Jurusan Biologi Universitas Negeri Jakarta pada tanggal 2 Maret 2015

Alat dan Bahan

Alat :

- Tabung reaksi + rak tabung reaksi- Mortar- Penjepit tabung reaksi- Lampu Bunsen- Papan bedah- Gelas kimia- Pipet tetes

Bahan :

- Air liur- Jeroan ayam segar- Kertas saring- Biuret- FeCl3 1%- HCl - NaOH- Amilum- Lugol- Es batu- Fehling A dan Fehling B- Aquades- Minyak kelapa

Page 3: Fisiologi Sistem Pencernaan

Percobaan terhadap Musin

Percobaan terhadap Ion CNS

Mengamati perubahan yang terjadi

Menambahkan 0,5 ml HCl ke dalam larutan tersebut

Memasukkan 1 ml larutan FeCl ke dalam masing-masing 2 tabung

reaksi

Menambahkan 1 ml Biuret

Mengamati perubahan yang terjadi

Mengambil 1 ml filtrat air liur hasil penyaringan ke dalam tabung reaksi

Page 4: Fisiologi Sistem Pencernaan

Percobaan Hidrolisis Amilum oleh Enzim Amilase

Melakukan cara yang sama dengan tabung-tabung lainnya setelah 3,5,7, dan 9 menit

Memasukkan air liur masing-masing ke dalam 10 tabung reaksi tersebut secara

serentak dan dikocok

Memasukkan masing-masing 0,5 ml larutan amilum ke dalam 10 tabung

reaksi

Melakukan uji amilum terhadap tabung huruf dengan cara:

1. Mengocok tabung2. Menuangkan isinya ke dalam testplate3. Menambahkan 2-3 tetes lugol

Dari 10 tabung tersebut, 5 tabung diberi angka 1-5 dan 5 tabung lagi diberi huruf A-E

Mengamati perubahan warna

Melakukan uji glukosa terhadap tabung angka dengan cara:

1. Menambahkan 10 tetes fehling A dan dan fehling B2. Mengocok dan dipanaskan hingga mendidih

Page 5: Fisiologi Sistem Pencernaan

Pengaruh Temperatur terhadap Kerja Enzim Amilase

Percobaan Enzim Lipase

Setelah 10 menit, setengah dari larutan tersebut dipindahkan ke dalam test plate

Mengisi tabung reaksi dengan 1 ml air ludah + amilum

Menambahkan larutan pada test plate dengan 2 tetes KI2

Mengisi 3 gelas kimia dengan es, air ledeng, dan air mendidih

Memasukkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia tersebut

Memasukkan 10 tetes Fehling A dan Fehling B ke dalam setengah laruran dalam tabung reaksi

lalu dipanaskan hingga mendidih

Mengisi 5 tabung reaksi dengan 0,5 ml minyak kelapa dan 5 tetes larutan NaOH I N

Memasukkan masing-masing gerusan pankreas, duodenum, lambung, empedu, dan air liur ke

dalam tabung 1,2,3,4,5

Menambahkan 5 tetes larutan fenol merah sebagai indikator

Mengamati perubahan yang terjadi

Page 6: Fisiologi Sistem Pencernaan

Pengaruh Empedu terhadap Lemak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel. 1 Hasil Pengamatan

No.

Nama Percobaan Hasil Pengamatan

1. Uji Musin1ml filtrat saliva+1ml biuret

Warna biru (hasilnya negatif)

2. Ion CNS1ml FeCl3 + 0,5 ml HCl

Warna coklat keemasan (hasilnya negatif)

3. Hidrolisis Amilum oleh Enzim Amilase0,5 ml larutan amilum+0,5 ml saliva

a) + 5 tetes fehling A dan fehling B

b) +2 tetes lugol

a) Uji Glukosa Tabung 1 (5’) = Biru muda Tabung 2 (10’) = Biru pekat Tabung 1 (15’) = Hijau Pekat

b) Uji Amilum Testplate A (5’) = Ungu pekat Testplate B (10’) = Ungu muda Testplate C (15’) = Ungu bening

4. Pengaruh Temperature Terhadap Kerja Enzim Amilase1ml saliva+1ml amilum (10’)

a) Test plate = +2 tetes lugol

b) Sisanya = + 5 tetes fehling A dan fehling B

a) Uji Glukosa air es = Biru air ledeng = Biru air panas = Merah bata

b) Uji Amilum air es = Biru kehitaman ++++

endapan hitam air ledeng = Biru kehitaman +++

endapan hitam air panas = kuning kecokelatan

tidak ada endapan

Membiarkan sampai 5 menit

Menambahkan 2 tetes minyak kelapa dan dikocok

Diencerkan dengan aquades sampai volumenya 2 ml

Mengambil kantung empedu (vesica felea) ayam dan menuangkan isinya ke dalam tabung reaksi

Page 7: Fisiologi Sistem Pencernaan

5. Enzim Lipase0,5 ml minyak kelapa+ 0,5

NaOH+5 tetes fenol merah

a) Pankreas = Merah Keunguan ++b) Duodenum = Merah Keunguan +++c) Lambung = Merah Keunguan +d) Empedu = Merah Keunguan ++++e) Saliva = Merah Keunguan ++

6. Pengaruh Empedu Terhadap Lemak

a) sari empedu+minyak kelapa

b) air+minyak kelapa

a) Berwarna hijau dan homogenb) Terdapat lapisan antara minyak (di atas) dan air (di bawah)

Percobaan terhadap Musin

Musin (mucoid) adalah salah satu jenis protein yang terdapat didalam saliva yang memberikan konsistensi mukus dan berperan sebagai glikoprotein yang dikeluarkan oleh kelenjar sublingual dan kelenjar submandibular sehingga pengujian kandungan musin menggunakan biuret (0,5 ml NaOH 10% dan 0,5 ml CuSO4 15%).

Hasil yang diperoleh dari uji musin adalah negatif, hal ini dikarenakan kerja biuret yang gagal dalam bereaksi ke dalam filtrat saliva atau kesalahan dalam memberikan biuret kedalam filtrat saliva sehingga biuret tidak bekerja pada ikatan peptide melainkan asam amino bebas.

Prinsip uji Biuret ialah ion Cu2+ dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi Biuret positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida, yaitu dipeptida dari asam-asam amino histidin, serin, dan treonin.

Reaksi pun positif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung dua gugus: -CH2NH2, -CSNH2, -C(NH)NH2, dan –CONH2. Fungsi dari uji Biuret adalah untuk membuktikan adanya molekul-molekul peptida dari protein (Hawab 2003). Reaksi Biuret menggunakan beberapa reagen, yaitu CuSO4 dan NaOH. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk komplek dengan protein. Sementara penambahan NaOH berfungsi untuk menyediakan basa. Suasana basa akan membantu membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Reaksi positif pada uji Biuret jika air liur mengandung protein. Reaksi yang terjadi pada uji Biuret yaitu:

Gambar 2 Reaksi yang terjadi pada uji Biuret

Page 8: Fisiologi Sistem Pencernaan

Percobaan terhadap Ion CNS

Pengujian CNS melihat adanya perubahan warna pada bahan uji yaitu saliva. Warna larutan FeCl3 dan HCl sebagai larutan penguji yang kuning berubah menjadi orange setelah diberi empat tetes saliva manusia. Ketika ion CNS tercampur dengan, Ion FeCl3, feroklorida akan teroksidasi dan melepaskan ion bebas Fe2+ Dan akan berikatan dengan Ion CNS. Karena Ion Fe2+ Yang bersifat oksidator maka dengan Ion CNS akan membentuk Fe(CNS)2 Reaksi kimia dari percobaan ini adalah sebagaiberikut:

FeCl3+ HCl + 3CNS------- > Fe (CNS)3+ HCl + 3Cl-

(kuning) (orange)

Pada saliva mengandung ion tiosianat yang merupakan salah satu faktor yang dapat membunuh mikroorganisme. Dengan enzim proteolitik, Ion tiosianat menyerang mikroorganisme sehingga dapat mengontrol mikroorganisme dalam mulut. Ion tiosianat dapat dioksidasi dengan protein Sialoperoxidase menjadi hipotiosianat. Sehingga, dari hasil pengujian kali ini adalah positif karena ion tiosianat berekasi dengan FeCl2

Percobaan Hidrolisis Amilum oleh Enzim Amilase

Amilum merupakan karbohidrat yang sebagian besar terdiri dari monomer-monomer glukosa. Pada percobaan ini, amilum dicampurkan dengan filtrat saliva yang di dalamnya mengandung enzim α-Amilase yang nantinya akan menghidrolisis amilum menjadi disakarida yang lebih sederhana, yaitu maltosa.

Pada percobaan ini dilakukan uji glukosa pada campuran amilum dan saliva dengan bantuan fehling A(larutan CuSO4) dan fehling B(campuran KNa tartrat + NaOH) yang campurannya disebut juga dengan reagen Benedict. Reagen Benedict(larutan biru yang mengandung ion tembaga) digunakan sebagai indikator adanya gula yang tereduksi(gua sederhana). Ketika campuran larutan yang mengandung gula dan reagen Benedict dipanaskan, ion tembaga (II) yang berasal dari reagen Benedict akan tereduksi menjadi ion tembaga (I) dan warna larutan berubah dari biru hijau jingga merah bata.

Berikut di bawah ini warna larutan berdasarkan kisaran kandungan glukosa :

Glukosa (0,5%), berwarna hijau / kekuningan. Glukosa (0,5%- 1%), berwarna kuning kehijauan. Glukosa (1%-2%), berwarna jingga. Glukosa (>2%), berwarna merah bata.

Reaksi yang terjadi pada percobaan ini ialah :

OR C + Cu2O

OH (merah bata)

OR C + 2CuO

H

Page 9: Fisiologi Sistem Pencernaan

Setengah reaksi pada uji glukosa oleh reagen Benedict yaitu :

Endapan merah bata(solid) di dasar tabung adalah hasil reaksi berupa tembaga(I) oksida (Cu2O). Semakin banyak kandungan gula dalam larutan campuran, maka endapan yang terbentuk akan semakin banyak.

Namun, pada uji glukosa yang dilakukan pada percoban ini hasil yang didapatkan tidak terdapat endapan merah bata melainkan endapan berwarna kuning. Hal ini terjadi karena waktu pemanasan yang kurang sehingga menyebabakan larutan fehling A dan fehling B tidak optimal, sehingga Cu tidak dapat berubah menjadi Cu2O yang membuatnya menjadi berwarna merah bata.

Pada percobaan ini juga dilakukan pada uji amilum pada campuran amilum dan saliva dengan larutan lugol. Lugol merupakan indikator ada tidaknya amilum pada larutan yang diuji. Larutan lugol terdiri dari campuran 2gr KI 2 dan 1gr I2 dalam aquades 300cc. Larutan amilum yang ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah larutan iodin (lugol) jika larutan mengandung amilum, seharusnya warnanya menjadi biru kehitaman karena interaksi antara Iodin dengan struktur bergelung pada polisakarida. Walaupun demikian, laruran lugol tidak akan mendeteksi keberadaan gula sederhana, seperti glukosa atau fruktosa

Berikut ini kisaran warna yang terbentuk bila lugol diberikan pada larutan:

Biru : amilum Ungu : dekstrin Merah coklat : glikogen Biru /hijau keruh : glukosa

Namun, uji amilum yang dilakukan pada percobaan ini warna yang dihasilkan tidak sesuai dengan literatur yang seharusnya biru kehitaman malah ungu dengan berbagai variasi. Hal ini menunjukkan tidak adanya amilum pada larutan yang diujikan. Kemungkinan, proses pengocokan dilakukan terlalu intensif sehingga menyebabkan campurannya tidak terbentuk.

Jika dikaitkan dengan jeda waktu pemberian perlakuan (uji glukosa dan amilum), maka seharusnya semakin lama jeda waktu sebelum kedua pengujian dilakukan, maka glukosa yang terbentuk akan semakin banyak, sedangkan amilum yang terdeteksi akan semakin sedikit (ditandai dengan variasi warna larutan sesuai kandungan glukosa atau semakin banyaknya endapan merah bata serta pudarnya warna reaksi lugol), karena enzim amilase yang terkandung dalam saliva semakin lama akan menghidrolisis amilum(polisakarida) menjadi gula yang lebih sederhana. Namun ternyata hasil percobaan ini tidak sesuai konsentrasi endapan tinggi justru ada di tabung A dan tak ada perbedaan yang mencolok dengan konsentrasi endapan dengan tabung lainnya, yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan, terutama prosedur pelaksanaan yang masih kurang tepat.

2 Cu+2 + 2 e- 2 Cu+1

Page 10: Fisiologi Sistem Pencernaan

Pengaruh Temperatur terhadap Kerja Enzim Amilase

Pada percobaan pengaruh temperatur terhadap kerja enzim amilase, Lugol (KI2) digunakan sebagai indikator adanya kandungan amilum dalam suatu senyawa. Enzim amilase yang terkandung dalam filtrat saliva akan mengkatalis larutan amilum yang ditambahkan ke dalam filtrat saliva tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu glukosa. Percobaan ini menggunakan suhu sebagai variabel bebas untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kerja enzim yang terkandung dalam saliva, yaitu enzim amilase.

Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat laju reaksi, karena apabila enzim bekerja pada suhu optimumnya, maka enzim pun dapat bekerja secara maksimal. Dalam hal ini, suhu optimum enzim amilase berkisar antara 37°-40° C, sesuai dengan suhu normal internal tubuh kita. Maka, otomatis apabila suhu lingkungan pada reaksi mencapai suhu optium, laju reaksi akan bertambah. Hal tersebut dibuktikan dengan melakukan uji amilum (polisakarida) dan uji glukosa. Jika glukosa terbentuk semakin banyak, berarti aktivitas enzim amilase dalam menghidrolisis amilum menjadi glukosa pun semakin baik. Pembuktian keberadaan glukosa dan amilum kembali menggunakan fehling A dan B serta lugol sebagai indikatornya.

Hasil percobaan uji amilum dalam saliva di atas menunjukkan bahwa saliva yang diujikan memiliki hasil yang sesuai atau bisa dibilang positif amilum, karena amilum + saliva yang ditetesi lugol berubah warna menjadi biru kehitaman karena interaksi antara Iodin dengan struktur bergelung pada polisakarida. Pada ketiga tabung berisi larutan yang diberi perlakuan suhu yang berbeda, tampak adanya hasil yang berbeda, yaitu dalam konsentrasi endapan. Pada filtrat dalam air es terdapat banyak endapan, posisi kedua pada air ledeng dan yang tidak terdapat endapan yaitu pada air mendidih.

Hasil percobaan uji glukosa pada tabung mengindikasikan hasil yang sesuai harapan. Setelah ditetesi Benedict yang berwarna biru dan dipanaskan, campuran amilum+filtrat saliva menunjukkan perubahan warna yang signifikan. Pada tabung yang direndam pada air dingin dan air ledeng atau beruhu normal warna larutan biru. Sedikit perbedaan terjadi pada tabung yang direndam dalam air panas, karena setelah ditambah benedict dan dipanaskan, warna larutan berubah menjadi merah bata karena adanya Cu2O yang terbentuk. Reaksinya yaitu:

---

Percobaan Enzim Lipase

Percobaan ke-5 ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kerja enzim, dan bahan yang digunakan ialah gerusan organ dan kelenjar pencernaan pada ayam, antara lain lambung, pankreas, kantung empedu, dan

OR C + Cu2O

OH (merah bata)

OR C + 2CuO

H

Page 11: Fisiologi Sistem Pencernaan

duodenum; serta filtrat saliva manusia yang tentunya memiliki spesifikasi pHnya masing-masing. Berikut range pH pada masing-masing bahan yang kita gunakan :

Lambung : 2-3 Pankreas : 6-7 Empedu : 6-7 Duodenum : 6-7 Saliva : 6-7

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan laju suatu reaksi ialah kesesuaian pH dengan pH optimum pada reaksi tersebut, termasuk pada reaksi enzimatis pada lipase. Enzim lipase ialah enzim yang berfungsi memecah makromolekul lemak menjadi mikromolekulnya (asam lemak dan gliserol), dan dapat kita temukan di semua bahan yang kita ujikan tersebut. Hanya saja, ada lipase yang masih belum aktif, seperti yang terdapat pada saliva (lipase lingua) dan lipase gastrik pada lambung. Lipase bekerja efektif pada suasana sedikit basa.

NaOH pada campuran larutan awal berperan sebagai pencipta suasana basa pada larutan, yang ditandai dengan warna merah-ungu bening setelah ditetesi oleh fenol merah (indikator basa). Apabila organ/bahan yang dimasukkan ke dalam larutan memiliki suasana basa, maka tidak akan terjadi perubahan warna merah pada larutan, meskipun kekeruhannya bertambah. Minyak kelapa pada larutan tersebut merupakan makromolekul lemak yang nantinya akan diemulsi oleh enzim lipase yang terkandung dalam masing2 organ/bahan yang dimasukan.

Kita dapat mengetahui efektifitas pengaruh pH terhadap kerja enzim lipase dengan membandingkan kadar emulsi larutan yang terjadi akibat kerja enzim lipase yang mereduksi lemak pada minyak kelapa menjadi molekul lemak yang lebih kecil lagi (asam lemak dan gliserol). Semakin tinggi kadar emulsi, maka makin sesuai pula kondisi pH organ/ bahan dengan efektifitas kerja enzim lipase. Emulsi itu sendiri adalah pencampuran dari dua larutan yang tidak dapat menyatu, yang dapat terjadi karena larutan yang satu (fase terdispersi) terdispersi dalam larutan yang lainnya (fase kontinu).

Berdasarkan hasil percobaan, terlihat bahwa urutan emulsi yang terjadi tidak sesuai dengan urutan yang semestinya. Karena lipase bekerja efektif pada kondisi basa, maka seharusnya urutan emulsi antara minyak-larutan dari yang paling baik ialah pada :

Setelah semua bahan dimasukkan ke dalam larutan awal, warna merah pada larutan awal tidak banyak mengalami perubahan(kecuali pada kekeruhan dan menjadi sedikit lebih tua, karena pengaruh larutan yang tersemulsi). Hal ini menunjukkan bahwa semua bahan yang dimasukkan ke dalam larutan awal memiliki kondisi internal basa. Namun, hasil tersebut menyimpang pada lambung. Karena pH lambung brkisar 2-3(asam), seharusnya terjadi perubahan warna larutan menjadi sedikit kuning (rentang warna fenol merahialah kuning-merah).

Duodenum-Pankreas-Empedu-Saliva(blm efektif)-Lambung(blm efektif)

Page 12: Fisiologi Sistem Pencernaan

Hal tersebut mungkin juga disebabkan oleh alasan yang sama, yaitu volume gerusan lambung yang terlalu sedikit dan tidak sebanding dengan volume larutan sehingga tidak terlalu berpengaruh pada perubahan warna larutan.

Pengaruh Empedu terhadap Lemak

Pada tabung pertama yang berisi empedu yang diencerkan dengan aquades sampai volumenya 2 ml, ketika ditambahkan 2 tetes minyak kelapa (lemak), kemudian dikocok dan didiamkan sampai 5 menit, didapatkan hasil kedua larutan terlihat menyatu. Hal tersebut dikarenakan empedu mengandung garam empedu yang mampu memecah lemak menjadi butir-butir lemak yang lebih halus sehingga membentuk emulsi. Garam empedu terdiri dari bagian larut lemak (hidrofobik) yang melarutkan butiran lemak dan bagian larut-air (hidrofilik) yang bermuatan negatif dan menonjol dari permukaan butiran. Pembentukan emulsi lemak melalui kerja garam empedu. Adsorpsi garam empedu di permukaan butiran lemak kecil menciptakan selaput komponen garam empedu larut-air (hidrofilik) yang bermuatan negatif yang menyebabkan butiran lemak saling menolak satu sama lain.

Pada tabung ke-2 yang berisi 2 ml air, ketika ditambahkan 2 tetes minyak kelapa tidak terjadi perubahan warna dan tidak terjadi emulsi lemak atau terjadi pemisahan sehingga terbentuk 2 lapisan, lapisan bagian atas adalah minyak dan bagian bawahnya adalah air. Hal ini dikarenakan karena minyak kelapa dan aquades bersifat hidrofobik.

KESIMPULAN

1. Uji musin pada filtrat saliva menggunakan biuret untuk membuktikan adanya kandungan protein, hasilnya positif dengan warna lembayung

2. Percobaan terhadap ion CNS menggunakan campuran FeCl3 dan HCl yang ditetesi oleh saliva menunjukan hasil yang positif yaitu terjadinya perubahan warna dari kuning menjadi orange

3. Enzim amilase yang terkandung dalam saliva yang digunakan tidak bekerja dengan baik dalam menghidrolisis amilum(polisakarida) menjadi glukosa, karena tidak terdapat perubahan warna dalam uji glukosa maupun uji amilum.

4. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa α-amilase yang terkandung dalam saliva mampu menghidrolisis amilum (polisakarida) menjadi disakarida (maltosa).

5. Suhu optimum enzim bekerja sekitar 37o C6. Enzim lipase bekerja efektif pada suasana basa, dan dapat dibuktikan

dengan kadar emulsi minyak pada campuran larutan + empedu (pH basa) yang sangat baik. Ketidaksesuaian urutan kadar emulsi

7. Cairan empedu menyebabkan emulsi lemak dan dapat mengikat lemak. Karena di dalam empedu terdapat garam-garam empedu yang berfungsi memecah lemak menjadi butiran-butiran yang lebih halus. Dan cairan empedu merupakan emulgator.

Page 13: Fisiologi Sistem Pencernaan

DAFTAR PUSTAKA

Audesirk, T. and G. Audesirk. 1999. Nutritions and digestion. In: Biology, life on earth. 5th edition. International edition. Prentice-Hall. USA 570-59 pp.

Gadjahnata, K.H.O. 1989. Biologi Kedokteran I . Bogor: Institut Pertanian Bogor

Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 3. Maggy Thenawijaya, Penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.

McFadden, C. Hand W. T. Keeton. 1995. Nutrient procurement in heterotrophic organism. In: Biology, an exploration of life. Cornell University. W.W. Norton and Company. 343 372 pp.

Purves, W.K., G.H. Orians, H.C. Heller. 1992. Animal nutrition. In: Life: the science of biology. Sinauer Assc. 935-961 pp.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC

Page 14: Fisiologi Sistem Pencernaan

LAMPIRAN

Gambar 2. Uji ion CNS Gambar 3. Hidrolisis amilum oleh enzim

amylase (uji glukosa)

Gambar 4. Hidrolisis amilum oleh enzim amylase (uji amilum)

Air esAir Panas

Air Ledeng

Setelah ditetesi lugol

Gambar 5. Pengaruh Temperature Terhadap Kerja Enzim Amilase

Gambar 6. Enzim Lipase

Gambar 7. Pengaruh empedu

terhadap lemak

Gambar 1. Uji musin