Fariska Makalah Blok 16

32
Nyeri Akibat Dispepsia Fungsional Fariska 102013314 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061 Abstract Dyspepsia is a syndrome (a collection of symptoms) that reflects gastrointestinal disorders. The set of symptoms are discomfort, nausea, vomiting, heartburn, bloating (stomach feel full / obstruction), bloating, belching, early satiety, abdominal rumbling (borborygmi) to fart-fart. To know the abnormalities required proper anamnesis and physical examination of the abdomen, followed by investigations such as laboratory, Endoscopi, ultrasound, and others. Then it can be seen that the right treatment and therapy to patients fusngional dyspepsia. Key word : dyspepsia, anamnesis, physical examination, followed by investigation, therapy Abstrak Dispepsia merupakan suatu sindroma (kumpulan gejala) yang mencerminkan gangguan saluran cerna. Kumpulan gejala tersebut adalah rasa tidak nyaman, mual, muntah, nyeri ulu hati, [email protected] Page 1

description

aw

Transcript of Fariska Makalah Blok 16

Nyeri Akibat Dispepsia Fungsional

Fariska

102013314

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-2061

Abstract

Dyspepsia is a syndrome (a collection of symptoms) that reflects gastrointestinal disorders.

The set of symptoms are discomfort, nausea, vomiting, heartburn, bloating (stomach feel

full / obstruction), bloating, belching, early satiety, abdominal rumbling (borborygmi) to fart-

fart. To know the abnormalities required proper anamnesis and physical examination of the

abdomen, followed by investigations such as laboratory, Endoscopi, ultrasound, and others.

Then it can be seen that the right treatment and therapy to patients fusngional dyspepsia.

Key word : dyspepsia, anamnesis, physical examination, followed by investigation, therapy

Abstrak

Dispepsia merupakan  suatu sindroma (kumpulan gejala) yang mencerminkan gangguan

saluran cerna. Kumpulan gejala tersebut adalah rasa tidak nyaman, mual, muntah, nyeri ulu

hati, bloating (lambung merasa penuh/sebah), kembung, sendawa, cepat kenyang, perut

keroncongan (borborygmi) hingga kentut-kentut. Untuk mengetahui kelainan tersebut

diperlukan anamnesis yang tepat, lalu dilakukan pemeriksaan fisik abdomen, dilanjutkan

dengan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, endoscopi, USG, dan lain-lain. Barulah

dapat dilihat pengobatan dan terapi yang tepat terhadap pasien dyspepsia fusngional.

Kata kunci : dyspepsia, ananesia, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pengobatan

Latar Belakang

Dispepsia merupakan  suatu sindroma (kumpulan gejala) yang mencerminkan

gangguan saluran cerna. Kumpulan gejala tersebut adalah rasa tidak nyaman, mual, muntah,

[email protected] 1

nyeri ulu hati, bloating (lambung merasa penuh/sebah), kembung, sendawa, cepat kenyang,

perut keroncongan (borborygmi) hingga kentut-kentut. Gejala itu bisa akut, berulang, dan

bisa juga menjadi kronis. Disebut kronis jika gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan

terus-menerus.Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu kelompok penyakit organik ( seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung

empedu, dll ) dan kelompok dimana sarana penunjang diagnostik yang konvensional atau

baku tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau biokimiawi.

Atau dengan kata lain, kelompok ini disebut sebagai gangguan fungsional yang akan di bahas

di dalam makalah ini.1

Pembahasan

Dispepsia

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Dispepsia

adalah istilah non spesifik yang dipakai pasien untuk menjelaskan keluhan perut bagian atas.

Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau tidak nyaman, kembung, banyak flatus, rasa penuh,

bersendawa, cepat kenyang dan borborygmi (suara keroncongan dari perut). Dispepsia adalah

sindroma klinik yang di sebabkan oleh beberapa penyakit saluran cerna bagian atas.

Dispepsia mengacu pada suatu keadaan akut (tiba-tiba), kronis, atau berulang atau

ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Ketidaknyamanan ini dapat kenali atau

berhubungan dengan rasa penuhdi perut bagian atas, cepat kenyang, rasa terbakar, kembung,

bersendawa, mual, dan muntah-muntah. Heartburn (rasa terbakar di retrosternal) harus

dibedakan dari dispepsia. Pasien dengan dispepsia sering mengeluh Heartburn sebagai gejala

tambahan. Ketika heartburn merupakan suatu keluhan yang dominan, refluks gastroesofagus

hampir selalu menyertai. Dispepsia terjadi di 25% dari populasi orang dewasa dan 3% dari

kunjungan medis umum.

Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu:2

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap

organ tubuh misalnya tukak.

[email protected] 2

Dispepsia organik dikategorikan menjadi :

Gastritis

Ulkus peptikum

Kanker lambung

Gastro-Esophangeal Reflux Disease3

b.  Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus

(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan

atau gangguanstruktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium,

radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).

Dispepsia fungsional dibagi atas 3 subgrup yaitu:

Dispepsia mirip ulkus (ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang

dominan adalah nyeri ulu hati;

Dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) bila gejala

dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang;

Dyspepsia non-spesific yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan

kategori (a) maupun kategori (b).3,4

Anamnesis5

Dalam komunikasi dokter dan pasien anamnesa sangatlah penting dalam membantu

mendiagnosa suatu penyakit. Maka dari itu sebelum memulai pemeriksaan fisik haruslah

dilakukan anamnesa untuk menggali informasi terhadap keluhan pasien. Beberapa hal yang

perlu di tanyakan sebagai berikut :

-Menanyakan identitas pasien (nama, alamat, TTL, status sosial, pekerjaan, agama)

-Menanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien

-Menanyakan riwayat penyakit sekarang

-Menanyakan riwayat terdahulu

-Menanyakan riwayat kesehatan keluarga

-Menanyakan riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol

dan jamu yang dijual bebas di masyarakat.

[email protected] 3

-Menanyakan apakah ada tanda dan gejala “alarm” seperti disfagia, berat badan

turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang

sangat sering, hematemesis, melena atau jaudice.

-Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya:

masalah anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar manusia

(orang tua, mertua, tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri (istri sibuk,

istri muda, dimadu, bertengkar, cerai), pekerjaan dan pendidikan.

Berdasarkan lokasi nyeri, dapat dipikirkan kemungkinan kelainan yang terjadi :

Lokasi nyeri Dugaan sumber nyeri

Epigastrium gaster, pankreas, duodenum

Periumbilikus usus halus, duodenum

Kuadran kanan atas hati, duodenum, kantung empedu

Kuadran kiri atas pankreas, limpa, gaster, kolon, ginjal

Perlu diketahui kualitas nyeri yang dialami pasien. Namun hal ini tidak mudah terutama

di Indonesia dimana ekpresi bahasa tidak sama untuk menggambarkan rasa nyeri. Pada

dasarnya harus dibedakan antara nyeri kolik seperti obstruksi intestinal dan bilier, nyeri yang

bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistis, rasa panas pada

esofagitis, dan nyeri tumpul yang menetap pada apendisitis.

Intensitas nyeri juga dapat membantu dalam diagnosis penyakit. Pada keadaan kaut,

intensitas nyeri dapat diurutkan dari yang paling hebat sampai nyeri yang cukup ringan sesuai

dengan urutan penyakit berikut : perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal, obstruksi

ileus, kolesistis, apendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan esofagitis. Pada nyeri kronik

banyak faktor psikologis yang berperan sehingga lebih sulit dalam menentukan diagnosis.

Berdasarkan skenario didapatkan keluhan utama yaitu nyeri ulu hati sejak 3 hari dan

hilang timbul.

Pemeriksaan Fisik5

Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan berbaring

dan rileks, kedua lengan berada disamping, dan pasien bernapas melalui mulut. Pasien

diminta untuk menekukkan kedua lutut dan pinggulnya sehingga otot-otot abdomen menjadi

rileks.

[email protected] 4

Inspeksi

Setelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara cepat,

perhatikan abdomen untuk memeriksa hal-hal berikut ini:

a. Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas?

b. Apakah pasien menderita nyeri abdominal yang nyata?

c. Apakah pasien menderita iritasi peritoneum, yaitu pergerakan abdomen menjadi

terbatas?

d. Apakah terdapat jaringan parut akibat operasi sebelumnya?

e. Apakah tedapat distensi abdominal yang nyata?

f. Apakah terdapat vena-vena yang berdilatasi?

g. Apakah terdapat gerakan peristaltik yang dapat terlihat?

h. Apakah terdapat kelainan-kelainan lain yang dapat terlihat ?

Palpasi

Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri

abdomen. Selalu tanyakan kepada psien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa bagian

tersebut paling akhir. Isi abdomen dapat bergerak, semi-solid, tersembunyi dibalik organ lain,

pada dinding posterior abdomen, dapat diraba melalui otot-otot abdomen, atau kelima-

limanya. Namun, hasil pemeriksaan palpasi yang baik sulit untuk dicapai (bahkan pada

dokter yang berpengalaman sekalipun seringkali menyembunyikan ketidakpastian mereka

dengan menggunakan istilah seperti organomegali “samar’).

Lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan, yang awalnya dilakukan tanpa

penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat

area nyeri yang diderita atau diketahui. Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap

beberapa organ.

[email protected] 5

Ketika meraba organ intra-abdomen yang membesar, bagian tepi organ lebih sering

teraba daripada ‘badan” organ-konsistensi antara organ tersebut dengan organ disekitarnya

seringkali mudah dibedakan hanya dengan meraba bagian tepinya. Tepi organ dapat diketahui

dengan lebih mudah jika pemeriksa meminta pasien untuk mangambil napas agak dalam

sehingga organ tersebut bergerak. Ketika meraba organ-organ intra-abdomen yang sedang

bergerak saat pasien bernapas, jangan menekan tangan yang meraba terlalu dalam pada saat

pasien bernapas agar memungkinkan organ yang bergerak tersebut menyentuh jari-jemari

anda.

Sebaliknya, ketika meraba organ yang bergerak saat pasca bernapas, minta pasien untuk

mengeluarkan napas bila anda menginginkan mereka untuk menarik napas. Pasien,

khususnya pasien pria, sering kali menegangkan otot-otot abdomennya selama mengambil

napas dalam setelah melakukan ekspirasi dalam. Jika suatu organ atau pembengkakan yang

abnormal tidak bergerak saat respirasi, gerakan berputar yang lembut dari tangan pemeriksa

mungkin diperlukan untuk menciptakan gerakan relative. Bila terdapat pembengkakan yang

abnormal, dan pada waktu palapasi tidak menimbulkan rasa nyeri, tentukan keadaan dan

karakteristiknya. Jika pembengkakan berdenyut (kemungkinana aneurisma), jangan

melakukan pemeriksaan dentabilitas. Tahanan abdomen merupakan suatu refleks penegangan

otot-otot abdominal yang terlokalisasi yang tidak dapat dihindari oleh pasien dengan sengaja.

Adanya tahanan tersebut merupakan tanda iritasi peritoneum perifer atau tanda nyeri tekan

yang tajam dari organ di bawahnya. Pastikan adanya tahanan abdomen dengan melakukan

perkusi ringan di atas area yang terkena.

Perkusi

Perkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memastikan adanya

pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa atau kandung kemih. Lakukan selalu

perkusi dari daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan

bagian tepi organ.

Shifting dullness (pekak beralih) adalah suatu daerah pekak yang terdapat dibawah

permukaan horizontal cairan intra-peritoneal (asites). Shifting dullnes paling baik dihasilkan

pada sisi yang berlawanan dari hati atau limpa yang mengalami pembesaran dengan tujuan

agar tidak mengganggu temuan yang didapatkan dari perkusi akibat pembesaran organ

tersebut untuk alasan yang sama, kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu sebelum

[email protected] 6

melakuakn pemeriksaan asites. Mulailah melakukan perkusi dari garis tengah dengan posisi

jari yang diperkusi sejajar dengan batas cairan yang diperkirakan dan dilakukan perkusi ke

arah lateral sampai muncul nada pekak yang jelas, kemudian jari yang diperkusi diletakkan

kembali ke daerah yang kurang pekak. Dengan mempertahankan jari tersebut pada posisinya,

minta pasien untuk berguling secara perlahan ke arah jari tersebut. Tunggu sekitar 20-30

detik untuk memberikan kesempatan kepada cairan asites untuk bergerak ke bawah dan

kemudian perkusi jari tersebut kembali. Jika terdapat asites, nada perkusi yang dihasilkan

lebih pekak ketimbang perkusi sebelumnya.

Untuk membangkitkan getaran pada cairan asites, pemeriksa meletakkan salah satu

tangannya pada sisi abdomen dan kemudian mengetuk sisi yang lain sehingga gelombang

cairan dihantarkan. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yang diakibatkan

hantaran melalui dinding abdomen, tapi tangan asisten menekan dengan lemah lembut di

sepanjang garis tengah abdomen. Kadang-kadang pada asites yang besar, hati terkesan

“mengambang” dalam abdomen dan keadaan ini memungkinkan jariyang sedang mempalpasi

untuk “mengetuk” hati.

Auskultasi

Seorang pemeriksa mungkin membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum

dapat mengatakan dengan yakin bahwa bising usus tidak terdengar.

Bising usus meningkat dapat ditemukan pada:

● setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltik

● obstruksi usus

● diare

● jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas

(menyebabkan peningkatan gerak peristaltik)

Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada:

● paralisis usus (ileus)

[email protected] 7

● perforasi

●peritonitis generalisata

Berdasarkan skenario didapatkan hasil pemeriksaan fisik yaitu nyeri tekan ringan di

epigastrium.

Pemeriksaan Penunjang6

1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan darah lengkap, gula

darah, fungsi tiroid, dan pankreas. Pemeriksaan laboratorium lebih ditekankan

perlu dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti

pankreatitis kronik, diabetes mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional

biasanya hasil laboratorium dalam batas normal..

2. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus

kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.

Contoh tersebut kemudian di periksa dibawah mikroskop untuk mengetahui

apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan

pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Sesuai

dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya

normal atau sangat tidak spesifik

3. Waktu pengosongan lambung, Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan

pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada

30 – 40 % kasus.

4. pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung

5. Manometri untuk menilai adanya gangguang fase III Migration Motor

Complex.

6. USG (Ultra Sono Graphy) dapat mengungkapkan kelainan pada saluran bilier,

hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan

anatomis.

[email protected] 8

Diagnosis

Dispepsia melalui simtomnya saja tidak dapat membedakan antara dispepsia fungsional

dan dispepsia organik. Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah ditetapkan,

dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus disingkirkan melalui

pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan

endoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di oesophagus,

lambung dan duodenum. Diikuti dengan USG (Ultra Sono Graphy) dapat mengungkapkan

kelainan pada saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan

perubahan anatomis Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat mengungkapkan

penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran bilier. Pada

karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor.7

Working Diagnosis

Dispepsia fungsional

Untuk menentukan diagnosis dispepsia diperlukan anamnesis yang cermat, sebab

tindakan-tindakan yang pertama tergantung pada keluhan yang dikemukakan penderita.

Untuk lengkapnya diajukan pula pertanyaan yang mungkin dapat menyatakan keadaan

kejiwaan penderita. Perlu ditanyakan pula kemungkinan adanya dispepsia organik.

Pemeriksaan fisik dan laboratoris biasanya tidak menunjang banyak untuk dispepsia

fungsional.

Seperti dikemukakan diatas bahwa kasus dispepsia setelah ekplorasi penunjang

diagnostik, akan terbukti apakah disebabkan gangguan patologis organik atau bersifat

fungsional. Dalam konsensus Roma III ( tahun 2006 ) yang khusus membicarakan tentang

kelainan gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai :

1. Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu

hati/ epigastrik, rasa terbakar di epigastrium.

2. Tidak ada bukti kelainan struktural ( termasuk didalamnya pemeriksaan endoskopi

saluran cerna bagian atas ) yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut.

[email protected] 9

3. Keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis

ditegakkan.

Jadi disini ada batasan waktu yang ditujukan untuk meminimalisasikan kemungkinan

adanya penyebab organik. Seperti dalam algoritme penanganan dispepsia, bahwa bila ada

alarm symptoms seperti penurunan berat badan, timbulnya anemia, melena, muntah yang

persisten, maka merupakan petunjuk awal kemungkinan adanya penyebab organik yang

membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik secara lebih intensif seperti endoskopi dan

sebagainya.8

Differential Diagnosis9

Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus

dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah

epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak.(misalnya tukak karena

stress). Gejala klasik dari tukak peptik adalah nyeri. Timbulnya rasa nyeri atau perih

bilamana lambung dalam keadaan kosong, timbul keluhan perut rasa penuh dan bertambah

berat setelah makan. Biasanya rasa mual bertambah berat dan diikuti dengan muntah-muntah.

Yang dimuntahkan adalah yang dimakan tadi, diikuti dengan sisa-sisa makanan yang

berwarna hitam. Serangan nyeri hebat mungkin timbul dengan periode peristaltik lambung.

Apabila penderita tidak segera minta tolong, maka lambung makin membesar, lama kelamaan

nyeripun berkurang, tetapi rasa penuh di perut tetap ada yang disertai dengan rasa mual, dan

muntah-muntah pun berkurang. Berat badan penderita menurun, demikian pula bertambah

lemah, yang juga timbul konstipasi Ulkus peptikum inipun sendiri dibagi menjadi dua, yaitu

tukak lambung dan tukak duodeni. Pada tukak lambung, rasa sakit timbul 30-90 menit

sesudah makan, dan pada tukak duodenum, 2-3 jam sesudah makan.

GERD (Gastro Esofageal Reflux Disease)

Refluks Asam (Refluks Gastroesofageal) adalah pengaliran kembali isi lambung ke

dalam kerongkongan. Lapisan lambung melindungi lambung dari asam lambung. Karena

kerongkongan kekurangan lapisan pelindung semacam ini, maka asam lambung yang

mengalir kembali ke dalam kerongkongan, menyebabkan:

[email protected] 10

-Nyeri

-Peradangan (esofagitis)

-Kerusakan kerongkongan

Tingkat perdangan tergantung dari keasaman isi lambung, volume asam lambung

dalam kerongkongan dan kemampuan untuk mengeluarkan cairan yang mengalami

regurgitasi dari kerongkongan.

Manifestasi Klinis6

Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas /kualitasnya pada setiap pasien,

maka banyak disarankan untuk mengklasifikasikan dispepsia fungsional menjadi beberapa

sub grup didasarkan pada keluhan yang paling mencolok atau dominan.

-Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari dikategorikan

sebagai dispepsia fungsional tipe seperti ulkus (ulcer like dyspepsia).

-Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan,

dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti dismotilitas (dismotility like

dyspepsia)

-Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, dikategorikan sebagai dispepsia non

spesifik.

Perlu ditekankan bahwa pengelompokan tersebut hanya untuk mempermudah

diperoleh gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan

awalnya.

Etiologi10

Tidaklah mengherankan bahwa penyakit gastrointestinal telah banyak dikaitkan

dengan dispepsia. Namun, banyak penyakit non-gastrointestinal juga telah dikaitkan dengan

dispepsia. Contoh yang terakhir termasuk diabetes, penyakit tiroid, hiperparatiroidisme

(kelenjar paratiroid yang terlalu aktif), dan penyakit ginjal berat. Tidak jelas, bagaimana

penyakit non-gastrointestinal dapat menyebabkan penyakit dispepsia. Penyebab kedua yang

penting dari dyspepsia adalah obat. Ternyata bahwa banyak obat yang sering dikaitkan

dengan dispepsia, misalnya, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs seperti ibuprofen

[email protected] 11

), antibiotik, dan estrogen ). Pada kenyataannya, kebanyakan obat dilaporkan menyebabkan

dispepsia dalam setidaknya beberapa pasien.

Seperti telah dibahas sebelumnya, dispepsia sebagian besar (bukan karena penyakit

non-gastrointestinal), namun diyakini disebabkan fungsi abnormal dari otot-otot organ

saluran pencernaan atau saraf mengontrol organ. Kontrol saraf pada saluran pencernaan

sangatlah kompleks. Sebuah sistem saraf bekerja sepanjang saluran pencernaan dari

kerongkongan ke anus di dinding otot dari organ-organ. Saraf ini berkomunikasi dengan saraf

lain yang melakukan perjalanan ke dan dari sumsum tulang belakang. Saraf dalam sumsum

tulang belakang pada gilirannya berjalanan ke dan dari otak. Dengan demikian, fungsi

abnormal dari sistem saraf di dispepsia mungkin terjadi pada organ pencernaan otot, sumsum

tulang belakang, atau otak.

Sistem saraf mengontrol organ-organ pencernaan, seperti organ lainnya, mengandung

kedua saraf sensorik dan motorik. Saraf-saraf terus menerus merasakan apa yang terjadi pada

aktivitas dalam organ dan menyampaikan informasi ini ke saraf di dinding organ. Dari sana,

informasi dapat disampaikan ke sumsum tulang belakang dan otak. Informasi diterima dan

diproses di dinding organ, sumsum tulang belakang, atau otak. Kemudian, berdasarkan pada

masukan sensorik dan cara input diproses, perintah (respon) dikirim ke organ melalui saraf

motorik. Dua dari respon-respon motor yang paling umum dalam usus kecil adalah kontraksi

atau relaksasi otot organ dan pengeluaran cairan dan / atau lendir dalam organ. Seperti telah

disebutkan, fungsi abnormal dari saraf organ-organ pencernaan, setidaknya secara teoritis,

mungkin terjadi dalam organ, sumsum tulang belakang, atau otak. Selain itu, kelainan

mungkin terjadi dalam saraf sensorik, saraf motorik, atau di pusat-pusat pengolahan di usus,

sumsum tulang belakang, atau otak. Beberapa peneliti berpendapat bahwa penyebab

penyakit-penyakit fungsional adalah kelainan pada fungsi saraf sensorik. Misalnya, aktivitas

normal, seperti peregangan dari usus kecil oleh makanan dapat menimbulkan sinyal sensorik

yang dikirim ke sumsum tulang belakang dan otak, di mana mereka dianggap menyakitkan.

Peneliti lain berpendapat bahwa penyebab penyakit-penyakit fungsional adalah kelainan pada

fungsi saraf motorik. Misalnya, perintah abnormal melalui syaraf-syaraf motor mungkin

menghasilkan kejang yang menyakitkan (kontraksi) dari otot-otot. Yang lain berpendapat

bahwa abnormal disebabkan oleh pusat pengolahan yang berfungsi dan bertanggung jawab

untuk penyakit fungsional salah menafsirkan sensasi normal atau mengirim perintah yang

abnormal ke organ. Bahkan, beberapa penyakit fungsional mungkin disebabkan oleh

[email protected] 12

disfungsi sensor, disfungsi motor, atau disfungsi baik sensorik dan motorik. Lainnya mungkin

karena kelainan di dalam pusat pengolahan.

Sebuah konsep penting yang relevan dengan mekanisme beberapa potensi (penyebab)

penyakit fungsional adalah konsep “hipersensitivitas visceral”. Konsep ini menyatakan

bahwa penyakit yang mempengaruhi organ-organ pencernaan sangat “peka” sehingga

mengubah respon saraf-saraf atau pusat pengolahan untuk sensasi yang berasal dari organ.

Menurut teori ini, penyakit seperti colitis (peradangan usus besar) dapat menyebabkan

perubahan permanen dalam kepekaan saraf atau pusat pengolahan usus besar. Sebagai hasil

dari peradangan sebelumnya, rangsangan normal dirasakan sebagai abnormal (misalnya,

sebagai hal yang menyakitkan). Dengan demikian, kontraksi usus besar yang normal

mungkin menyakitkan. Tidak jelas apa penyakit sebelum dapat mengakibatkan

hipersensitivitas pada orang, meskipun penyakit menular (bakteri atau virus) dari saluran

pencernaan disebutkan paling sering. Visceral hypersensitivity telah ditunjukkan secara jelas

pada hewan dan manusia. Perannya dalam penyakit-penyakit fungsional yang umum belum

jelas saat ini. Penyakit dan kondisi lain dapat memperburuk penyakit-penyakit fungsional,

termasuk dyspepsia. Kecemasan dan / atau depresi mungkin faktor memperburuk paling

sering diakui untuk pasien dengan penyakit fungsional. Faktor lain yang memberatkan adalah

siklus menstruasi . Selama periode haid, wanita seringkali mencatat bahwa gejala fungsional

mereka buruk. Hal ini sesuai sewaktu hormon wanita, estrogen dan progesteron berada pada

tingkat tertinggi. Selain itu, telah diamati bahwa mengobati wanita yang memiliki dispepsia

dengan leuprolida (Lupron), obat injeksi yang menutup produksi tubuh estrogen dan

progesteron, yang efektif dalam mengurangi gejala dispepsia pada wanita premenopause.

Observasi ini mendukung peran hormon dalam intensifikasi gejala fungsional.

Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan,

terutama pada ketahanan mukosa lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami

penurunan hingga 85%.

Kebiasaan yang dapat menyebabkan dispepsia:10

Menelan terlalu banyak udara saat makan (mengunyah dengan mulut terbuka

atau sambil berbicara)

[email protected] 13

Merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah

dikarbonasi (softdrink)

Mengkonsumsi makanan yang menghasilkan gas (tape, nangka, durian)

Berolahraga langsung setelah makan

Stress/ psikologis yang berlebihan

Patofisiologi6

Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk menerangkan patogenesis

terjadinya gangguan ini. Proses patofisiologik yang paling banyak dibicarakn dan potensial

berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah; hipotesis asam lambung dan inflamasi,

hipotesis gangguan motorik, hipotesis hipersensitivitas visceral, serta hipotesis adanya

gangguan psikologik atau psikiatrik.

a. Sekresi asam lambung

Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam

lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata

normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa asam lambung terhadap asam

yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

b. Helicobacter pylori (Hp)

Dari berbagai laporan kekerapan Hp pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan

tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan Hp pada kelompok orang sehat.

Memang mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi Hp pada dispepsia

fungsional dengan Hp positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku.

c. Dismotilitas gastrointestinal

Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan

pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50%) kasus, gangguan

akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan hipersensitivitas visceral. Pada

studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan

antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab

[email protected] 14

terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus dan korpus gaster

mengalami relaksasi tanpa terjadi peningkatan tekanan dalam lambung, baik saat

mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan

bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks

vagal. Pada beberapa pasien dispepsia, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga

pengisian bagian antrum terlalu cepat.

Sedangkan kasus dengan hipersesitivitas terhadap distensi lambung biasanya akan

mengeluh nyeri, sendawa dan adanya penurunan berat badan. Rasa cepat kenyang

ditemukan pada kasus yang mengalami gangguan akomodasi lambung waktu makan.

d. Ambang rangsang persepsi

Ambang usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptro

mekanik dan nociceptor. Dalam studi studi tampaknya kasus dispepsia mempunyai

hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum. Penelitian

dengan menggunakan balon intragastrik didapatkan hasil bahwa 50% populasi dispepsia

fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflasi balon dengan

volume yang lebih rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada

populasi kontrol.

e. Disfungsi autonom

Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal

pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam

kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehingga

menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.

f. Aktivitas mioelektrik lambung

Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi berupa

tachygastria, bradygastria pada lebih kurang 40% kasus dispepsia fungsional, tapi hal ini

bersifat inkonsisten.

g. Hormonal

Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan

adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas

[email protected] 15

antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol dan prolaktin

mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.

h. Diet dan faktor lingkungan

Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia

fungsional dibandingkan kasus kontrol.

i. Psikologis

Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan

keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang

mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentral. Tapi korelasi antara faktor

psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak

didapatkan personaliti yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini

dibandingkan kelompok kontrol. Walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya

kecenderungan pada kasus dispepsia fungsional terdapat masa kecil yang tidak bahagia,

adanya sexual abuse atau adanya gangguan psikiatrik.

Epidemiologi6

Pada dispepsia fungsional, umur penderita dijadikan pertimbangan, oleh karena 45

tahun ke atas sering ditemukan kasus keganasan, sedangkan dispepsia fungsional diatas 20

tahun jarang ditemukan keganasan. Begitu pula wanita lebih sering daripada laki-laki.

Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah

mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di Inggris dan Skandinavia dilaporkan angka

prevalensinya berkisar 7-41% tetapi hanya 10-20% yang mencari pertolongan medis. Insiden

dispepsia per tahun diperkirakan antara 1-8%. Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Di

negara Barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41%. Sekitar 4% penderita berkunjung

ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Di daerah Asia Pasifik, dispepsia juga

merupakan keluhan yang banyak dijumpai. Prevalensinya sekitar 10-20%.

Komplikasi9

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya

komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di dinding

[email protected] 16

lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam

lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat

menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah

darah, di mana merupakan pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan

mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan

awal. Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang

mengharuskan penderitanya melakukan operasi.

Penatalaksanaan6

Non Medikamentosa

a.Pendekatan umum

Luasnya lingkup manajemen pada kasus dispepsia fungsional menggambarkan bahwa

adanya ketidakpastian dalam patogenesisnya. Adanya respon placebo yang tinggi (sekitar

45%) mempersulit untuk mencari regimen pengobatan yang kebih pasti. Penjelasan

kepada pasien mengenai latar belakang keluhan yang dialaminya, merupakan langkah

awal yang penting. Buat diagnosis klinik dan evaluasi bahwa tidak ada penyakit serius

atau fatal yang mengancamnya. Coba jelaskan sejauh mungkin tentang patogenesis

penyakit yang dideritanya. Evaluasi latar belakang faktor psikologis. Nasehat untuk

menghindari makanan yang dapat mencetuskan serangan keluhan. Sistem rujukan yang

baik akan berdampak positif bagi perjalanan penyakit pada kasus dispepsia fungsional.4

b. Dietetik

Tidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan keluhan secara bermakna.

Prinsip dasar menghindari makanan pencetus serangan merupakan pegangan yang lebih

bermanfaat. Makanan yang merangsang, seperti pedas, asam, tinggi lemak, kopi sebaiknya

dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional dan jangan sampai

menurunkan/mempengaruhi kualitas hidup penderita. Bila keluhan cepat kenyang, dapat

dianjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering dan rendah lemak.3

Medikamentosa6,11

1. Antasid

[email protected] 17

Antasid merupakan obat yang paling umum di konsumsi oleh penderita dispepsia, tapi

dalam penelitian, obat ini tidak lebih unggul dibanding plasebo. Contohnya: Al, Mg,

Ca, OH, Almagate, Hidrotalcite. Antasida diberikan dengan dosis 3x30 mg.

2. Penyekat H2 reseptor

Obat ini juga umum diberikan pada penderita dispepsia. Dari data studi acak ganda

tersamar, didapatkan hasil yang kontroversial. Sebagian gagal menunjukkan

manfaatnya pada dispepsia fungsional dan sebagian lagi berhasil. Berdasarkan

penelitian diperkirakan manfaat terapinya 20% di atas plasebo. Umumnya manfaatnya

ditujukan untuk menghilangkan nyeri pada ulu hati.5

Ranitidin 2x150 mg, Simetidin 2x400 mg, Famotidin.

3. Penghambat pompa proton

Obat ini tampaknya cukup superior dibandingkan plasebo pada dispepsia fungsional,

walaupun pada banyak studi secara tidak sengaja juga terlibat kasus penyakit refluks

gastroesofageal yang tidak terdeteksi. Respons terbaik terlihat pada kelompok

dispepsia fungsional tipe seperti ulkus.3

Omeprazole 1x20 mg, Esomeprazole, pantoprazole 1x40 mg, Lansoprazole 1x30 mg,

Rabeprazole.

4. Sitoproteksi

Obat ini, misalnya misoprostol, sukralfat, tidak banyak studinya untuk memperoleh

kemanfaatan yang dapat dinilai.

Sukralfat 2x2 gram, rebamipide 3x100 mg, teprenone 3x50 mg.

5. Prokinetik

Termasuk golongan ini adalah metoklopramid (antagonis reseptor dopamin D2),

domperidon (antagonis reseptor D2 yang tidak melewati sawar otak) dan cisapride

(agonis reseptor 5-HT4). Dalam berbagai penelitian, baik domperidon dan cisapride

mempunyai efektivitas yang baik dibandingkan plasebo dalam mengurangi nyeri

epigastrik, cepat kenyang distensi abdomen dan mual. Metoklopramid 4x10 mg,

[email protected] 18

domperidon 4x10 mg, cisapride 3x5 mg. Metoklopramid yang tampaknya cukup

bermanfaat pada dispepsia fungsional, tapi terbatas studinya dan hambatan efek

samping ekstrapiramidalnya.

Cisapride tergolong agonis reseptor 5-HT4 dan antagonis 5-HT3, yang secara

penelitian memperlihatkan angka keberhasilan dua kali lipat dibandingkan plasebo.

Beraksi pada pengosongan lambung dan disritmia lambung. Masalah saat ini adalah

setelah diketahui efek sampingnya pada aritmia jantung, terutama perpanjangan masa

Q-T, sehingga pemakaiannya berada dalam pengawasan.

6. Obat lain – lain

Adanya peran hipersensitivitas viseral dalam patogenesis dispepsia fungsional,

membuka peran obat-obatan yang bermanfaat dalam menghilangkan persepsi nyeri.

Dalam beberapa penelitian, dosis rendah antidepresan golongan trisiklik dilaporkan

dapat menurunkan keluhan dispepsia terutama nyeri abdomen.

Kappa agonist fedotoxine dapat menurunkan hipersensitivitas lambung dalam studi

pada volunteer serta pada beberapa studi dapat menurnkan keluhan pada dispepsia

fungsional, walaupun manfaat kliniknya masih dipertanyakan. Obat golongan

agonist 5-HT1 ( sumatriptan dan busipiron ) dapat memperbaiki akomodasi lambung

dan memperbaiki rasa keluhan cepat kenyang setelah makan.5

7. Psikoterapi

Dalam beberapa studi terbatas, tampaknya behavioral therapy memperlihatkan

manfaatnya pada kasus dispepsia fungsional dibanding terapi baku.

Pencegahan12

Tujuan pencegahan adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu

yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat,

promosi kesehatan. Pencegahan terhadap dispepsia adalah sebagai berikut:

a. Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan

menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia

b. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosio-ekonomi dan gizi

dan penyediaan air bersih

[email protected] 19

c. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang

diberikan harus diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi. Susu diberikan

juga diperhatikan porsinya

d. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol,

kopi serta merokok

Prognosis6

Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang

akurat, mempunyai prognosis yang baik.

Kesimpulan

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan

gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,

muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Diagnosis dispepsia

fungsional didarakan pada keluhan/ simptom/ sindrom dispepsia dimana pada pemeriksaan

penunjang baku dapat disingkirkan kausa organik/ biokimiawi, sehingga masuk dalam

kelompok penyakit gastrointestinal fungsional.

Berdasarkan kasus pada skenario wanita tersebut mengalami dispepsia fungsional.

[email protected] 20

Daftar Pustaka

1. Umami V, Ed. At a glance ilmu bedah edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2007.h. 25-6.

2. Safitri A, Ed. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2006.h. 43.

3. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi V. Jakarta:

Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 441 – 533.

4. Widiarti D, Ed. Ensiklopedia keperawatan. Jakarta: EGC; 2009.h. 571-3.

5. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik edisi ke-1. Jakarta: Erlangga

Medical Series; 2007.h. 58.

6. Dharmika Djojodiningrat. Dispepsia fungsional. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-4. Jakarta:Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h. 529-33.

7. Hadi, Sujono. Gastroenterologi. Bandung: Alumni; 2002. h. 156-9.

8. Braham U, Ed. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.h.

235-40.

9. Isselbacher, Braunwald et al. Harrison: prinsip – prinsip ilmu penyakit dalam edisi ke-13. Volume 4. Jakarta:

EGC; 2005. h. 1532-43.

10. Emmanuel A, Inns S. Gastroenterologi dan hepatologi. Jakarta: Erlangga; 2014.h. 120.

11. Ndraha S. Buku ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UKRIDA; 2012.h. 27.

12. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jakarta:. Media aesculapius.; 2009.h. 100-1.

[email protected] 21