Edisi 124 TH. XLV, 2015

80
Edisi 124 TH. XLV, 2015

Transcript of Edisi 124 TH. XLV, 2015

Page 1: Edisi 124 TH. XLV, 2015

Edisi 124 TH. XLV, 2015

Page 2: Edisi 124 TH. XLV, 2015

2 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

PENGAWAS UMUM:Pimpinan DPR-RI

PENANGGUNG JAWAB/KETUA PENGARAH:Dr. Winantuningtyastiti, M. Si(Sekretaris Jenderal DPR-RI)

WAKIL KETUA PENGARAH: Achmad Djuned SH, M.Hum(Wakil Sekretaris Jenderal DPR-RI)

Tatang Sutarsa, SH(Deputi Persidangan dan KSAP)

PIMPINAN PELAKSANA: Drs. Djaka Dwi Winarko, M. Si. (Karo Humas dan Pemberitaan)

PIMPINAN REDAKSI: Dadang Prayitna, S.IP. M.H.(Kabag Pemberitaan)

WK. PIMPINAN REDAKSI: Dra. Tri Hastuti (Kasubag Penerbitan), Mediantoro, SE (Kasubag Pemberitaan)

REDAKTUR: Sugeng Irianto, S.SosM. Ibnur KhalidIwan Armanias Mastur Prantono

SEKRETARIS REDAKSI: Suciati, S.Sos

ANGGOTA REDAKSI: Nita Juwita, S.Sos Supriyanto Agung Sulistiono, SH Rahayu Setiowati Muhammad Husen Sofyan Efendi

PENANGGUNGJAWAB FOTO:Eka Hindra

FOTOGRAFER:Rizka Arinindya NaefurojiM. Andri Nurdriansyah

SEKRETARIAT REDAKSI: I Ketut Sumerta, S. IP

SIRKULASI: Abdul Kodir, SHBagus Mudji Harjanta

ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA: BAGIAN PEMBERITAAN DPR-RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715536, e-mail: [email protected]; www.dpr.go.id/berita

Page 3: Edisi 124 TH. XLV, 2015

3EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Berdasar audit security tahun 2014 hingga pertengahan 2015 yang dilakukan Direktor­at Pam Obvit Polda Metro Jaya, keamanan di kompleks parlemen Senayan masih jauh dari standar yang telah ditetapkan oleh Polri.

Di kawasan komplek Parlemen Senayan ter­dapat Gedung Kantor tiga Lembaga Tinggi Negara DPR, MPR dan DPD. Sekitar 9.000 orang setiap harinya beraktifitas di ka­wasan itu termasuk pengunjung, belum lagi kalau ada tamu negara dan kunjungan para pelajar dan mahasiswa, jumlahnya makin banyak lagi.

Dengan jumlah penghuni dan pengunjung demikian banyak maka perlu diatur pe­ngamanan yang lebih baik. Termasuk rasio jumlah tenaga pengamanan dalam (Pamdal) sekitar 500 orang, tidak sebanding dengan jumlah orang yang perlu pengamanan.

Dengan kondisi tersebut maka diwacanakan perlunya pengamanan melekat terkait ada­nya beragam jenis ancaman keamanan di Indonesia. Saat ini, dengan keberadaan Pasukan Pengamanan Dalam (Pamdal) dan Pasukan Pengamanan Objek Vital di bawah Polda, dirasa sudah tidak sesuai dengan beragam ancaman keamanan di Indonesia. Polisi Parlemen adalah jawabannya.

Sudah waktunya pengamanan Gedung DPR di Komplek Parlemen, Senayan diregulasi. Salah satunya dengan membentuk Polisi Parlemen. Menurut Wakil Ketua DPR Fadli Zon, maksud dibentuknya Polisi Parlemen adalah menyempurnakan yang sudah ada sekarang ini.

Inovasi itu sangat diperlukan kalau mau maju. Semua kemajuan didapat dari inovasi. Keberanian mengambil langkah­langkah untuk perubahan, dengan meneruskan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik.

Pengantar redaksi

Page 4: Edisi 124 TH. XLV, 2015

Dapatkan di:

Loby Gedung Nusantara 1 DPR RILoby Gedung Nusantara 2 DPR RILoby Gedung Nusantara 3 DPR RILoby Gedung Setjen DPR RIRuang Loby KetuaRuang Loby Wakil Ketua

Ruang Yankes

Terminal 1 dan 2Bandara Soekarno Hatta

Stasiun Kereta Api Gambir

Semua Majalah dan Buletin Parlementaria dibagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Bagian Sirkulasi Majalah dan Buletin Parlementaria di Bagian Pemberitaan DPR RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta, Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected].

4 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Redaksi Parlementaria mengkonfirmasi adanya kesalahan informasi berita di Majalah Edisi 123 TH. XLV, 2015, hala­man 51, mengenai “PROFIL TEUKU RIEFKY HARSYA”.

Informasi pribadi yang dimuat dalam Parlementaria Edisi 123 TH. XLV, 2015, tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan perlu kami Ralat serta Koreksi.

Adapun informasi yang benar, adalah sebagai berikut, Teuku Riefky Harsya menikah dengan istrinya, Adinda Yuanita atau biasa dipanggil Adinda, selama periode lebih dari sepuluh tahun, sebelum dirinya menjabat sebagai anggota DPR­RI. Dari pernikahan ini, Riefky dan Adinda telah dikaruniai satu orang putri dan satu orang putra (bukan dua orang putra). Adinda yang saat ini merupa­kan Kandidat Doktor Teknik Kimia Universitas Indonesia dengan memperoleh nilai sempurna IP 4.0, juga bukanlah kerabat ataupun kenalan dari keluarga Riefky sebelum keduanya menikah, seperti yang diberitakan dalam Profil.

Sedangkan untuk Ralat mengenai informasi kegagalan pernikahan sebelumnya, jauh sebelum menikah dengan Adinda, pada usia yang masih sangat muda disaat baru

saja lepas dari bangku kuliah, Riefky pernah diperkenal­kan oleh keluarganya untuk segera menikahi seorang anak kerabat dari orang tuanya yang memiliki dua orang putra. Namun pernikahan yang dipaksakan tersebut akhir nya mengalami kegagalan dalam waktu sangat singkat (kurang dari tiga tahun) tanpa melalui masa­masa trauma atau­pun sulit bagi Riefky. Setelah menikmati kesendiriannya, akhirnya Riefky dapat kembali fokus kepada karir pili­hannya dan beberapa waktu kemudian menikah kembali dengan wanita yang memang benar­benar pilihannya dan dicintainya, serta masuk ke dalam dunia politik dengan mendapatkan dukungan penuh dari sang Istri, Adinda, yang merupakan CEO dari perusahaan multinasional Jer­man di bidang agribisnis. Selain mendukung untuk ter­jun ke dunia politik, Adinda juga banyak memperkenalkan “dunia” Teknik Kimia kepada Riefky saat masih di Komisi VII dan membantu Riefky dalam meneruskan pendidikan S2 nya di Fakultas Teknik Universitas Indonesia sampai memperoleh gelar Master Teknik (M.T.) pada tahun 2013.

Demikian informasi yang sebenarnya pada Parlementaria edisi 123 Tahun XLV, 2015.

RALAT PROFIL TEUKU RIEFKY HARSYA

Page 5: Edisi 124 TH. XLV, 2015

PrOLOg

PrOFiL

MeniMbang-niMbang POLisi ParLeMen

PengaWasan

| 8

| 35

| 51

Adalah Badan Legislasi (Baleg)yang punya hajat membahas Rancangan Tata Tertib DPR RI tentang Pengamanan dan Penggunaan Gedung di Lingkungan DPR belum lama ini. Dalam pembahasan awal belum terlihat tanda-tanda akan muncul usulan pembentukan Polisi Parlemen. Adalah Mabes Polri yang menawarkan desain dan konsep Polisi Parlemen ini. Inilah yang kemudian memunculkan pro dan kontra di tengah publik bahkan di kalangan anggota dewan sendiri.

kenaikan iuran bPJs kesehatan harus dibarengi Perbaikan LayananSejak dioperasionalkan 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan memiliki beragam permasalahan, banyak aspek yang belum matang dan memunculkan persoalan. Kurangnya sosialisasi dan perubahan struktur dalam BPJS dinilai menjadi penyebab munculnya permasalahan tersebut. Padahal, BPJS Kesehatan sangat dibutuhkan dan harus tetap dilaksanakan.

PrOLOg

Menimbang-Nimbang Polisi Parlemen 8LaPOran utaMa

DPR Perlu Polisi Yang Tahu Tupoksi Parlemen 10suMbang saran

Model Pengamanan Kompleks DPR RI 32PengaWasan

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Harus Dibarengi Perbaikan Layanan 35DPR Minta Pertamina Sosialisasikan Pertalite 39

anggaranPembangunan Bidang PendidikanSolusi Kesenjangan dan Mempercepat Pembangunan ke Timur Indonesia

41

LegisLasiKonstruksi Nasional Didorong Mampu Bersaing Tingkat Global 45

kiat sehatMenghadang Kolesterol dengan Obat-obatan 49

PrOFiLElva Hartati, Meniti Karir Politik Dari Titik Nol 51

kunJungan kerJa 56sOrOtan

Solusi Prostitusi, Pemerintah Harus Tegas Jalankan Undang-Undang 61

LiPutan khususFungsi Diplomasi DPR Berikan Banyak Manfaat 63Menggugah Perhatian Parlemen Asia Afrika 67

seLebritisCakra Khan Rindu Pemimpin Amanah 69

PernikTPA Sasana Bina Bangsa Solusi Ibu Bekerja 72Majukan UKM Lewat Program Mitra Sehati 74

ParLeMen duniaParlemen Dan Peran Media Di Inggris 76

POJOk ParLeReproduksi Sama Dengan Rekreasi 79

eLva hartati

Pribadinya begitu ramah. Tuturnya sederhana, apa adanya. Dia sangat dekat dengan masyarakat. Inilah Elva Hartati, Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI. Kepada Parlementaria wanita berdarah Bengkulu ini berbagi cerita menarik tentang perjalanan hidupnya sedari kecil hingga menjadi politisi seperti sekarang.

Page 6: Edisi 124 TH. XLV, 2015

6 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

ASPIRASI

Saya selaku Kepala Desa Dabong, yang ditujukan Penolakan penetapan Hutan Lindung Bakau berdasarkan SK. Men-hut 733/Menhut-II/2014 di Desa Da-bong Kec.Kubu mengenai penolakan masyarakat Desa Dabong, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, terhadap Penetapan Hutan Lindung Bakau Seruat Pulau Tiga di seluruh wilayah Desa Dabong seba-gaimana peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 733/Menhut-II/2014.

Bahwa dalam Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 936/MEN-HUT/2013 Pemerintah telah menetapkan seba-gian wilayah Desa Dabong menjadi Ar-eal Penggunaan Lain (APL) atau sudah dibebaskan dari Areal Hutan Lindung.

Adapun alasan penolakan masyarakat terhadap penetapan desa tersebut se-bagai area hutan lindung adalah:

a. Desa Dabong telah dihuni masyara-kat secara turun temurun sejak pulu-han bahkan ratusan tahun lalu dari nenek moyang mereka sebagai kam-pung nelayan;

b. Tidak pernah ada sosialisasi sebel-umnya tentang penetapan tersebut kepada warga Desa Dabong;

c. Bahwa lahan tambak, pertanian dan perkebunan sudah ada jauh sebelum adanya penetapan hutan lindung tersebut yang telah mendapatkan izin dari instansi yang berwenang dan dikuatkan pula dengan kunju-ngan Gubernur Kalimantan Barat, Bupati Pontianak dan Dinas terkait ke Desa Dabong dalam rangka pa-nen raya di tambak warga pada ta-hun 2003.

d. Bahwa Desa Dabong ditetapkan se-bagai hutan lindung, namun menjadi

pertanyaan mengenai banyaknya bangunan milik Pemerintah yang dibangun di desa pengadu tersebut.

Kami menyadar i pent ingnya ke -beradaan hutan bakau di desanya, na-mun pengadu meminta kebijaksanaan Pemerintah untuk tidak memasukkan wilayah desa, infrastuktur, lahan usaha ke dalam hutan lindung, karena pene-tapan tersebut telah menjadikan warga tidak memiliki kepastian hukum dan kepastian berusaha serta kekhawatiran warga terhadap lahan tersebut dalam jangka panjang.

Kami memohon Ketua Komisi IV DPR RI membantu menyelesaikan perma-salahan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

Demikian untuk menjadi periksa dan terima kasih.

Purwanto, Kubu Raya, Kalimantan Barat

Adanya permasalahan kerjasama perke-bunan kelapa sawit dengan pola KKPA (Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya) antara pihak kami dengan PT. Perkebunan Mitra Ogan (PT PMO/KUD Mitra Sari atau Mitra Sejahtera) di Kabupaten Ogan Komering Ulu yang berjalan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kronologis permasalahan tersebut adalah:

a. Kami menyerahkan lahan usaha selu-as 400 ha untuk diikutsertakan ke dalam program KKPA dengan per-bandingan 50% plasma dan 50% inti, dimana biaya pembangunan kelapa sawit plasma ditanggung PT. PMO/KUD Mitra Sari (sesuai Pasal 4 Surat Perjanjian), namun faktanya biaya pembangunan kelapa sawit tersebut masih ditanggung oleh pihak kami.

b. Lahan yang diserahkan plasma-inti telah menjadi plasma semua dan su-

dah berpindah tangan ke petani lain.c. Lahan kami dipindahkan ke desa dan

kecamatan lain tanpa persetujuan kami.

d. Lahan inti sudah menjadi plasma dan terisi oleh:

- Petani yang mendapat lahan dari jual beli pengurus KUD Mitra Sari.

- Petani yang diatasnamakan.- Pemberi upeti kepada pihak ter-

kait.Permasalahan yang sama juga terjadi dengan petani desa lain, dimana PT PMO/KUD Mitra Sari telah memutarbal-ikkan fakta dengan menyatakan bahwa petani sudah menandatangani kredit di bank dengan lahan inti seluas 2 ha, hal tersebut dilakukan karena para petani tersebut tidak mempunyai data-data perjanjian sejak awal.

Kepengurusan KUD Mitra Sari tidak ber-jalan sebagaimana mestinya, terbukti dengan tidak pernah bergantinya Ketua

KUD dan pelang-garan terhadap Pasal 3 dan 4 Surat Perjanjian antara PT PMO/KUD Mitra Sari dengan Bank pada tanggal 25 Juni 1999.

Perkebunan plasma tersebut bukan merupakan kebun petani tetapi sesung-guhnya adalah PT PMO/pribadi, dimana pengawas KUD Kebun Plasma dengan menggunakan pola KKPA tersebut ha-nya kedok belaka.

Kami akhirnya menarik diri dari perjan-jian tersebut karena terdapat beberapa pasal yang tidak terpenuhi dan memin-ta pertanggungjawaban dari KUD Mitra Sari serta biaya-biaya yang telah dikelu-arkan dari tahun 2004-2014.

Kami memohon DPR RI membantu pe-nyelesaian masalah tersebut sesuai ke-tentuan yang berlaku.

Winsyaikri,Ogan Komering Ulu, Suma-tera Selatan

Permasalahan Kerjasama Pengolahan Perkebunan KelapaSawit

Penolakan atas Penetapan Hutan Lindung Bakau

Page 7: Edisi 124 TH. XLV, 2015

7EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Bahwa harus diadakan pembiayaan pembangunan yang bersumber dari konglomerat (pengusaha besar) China.

Adapun yang mendasari usulan terse-but adalah mereka selama ini telah mendapatkan keuntungan yang besar dari Indonesia namun dananya disim-pan di luar negeri.

Bahwa dana yang terkumpul tersebut dapat dipergunakan untuk membangun

daerah-daerah yang masih tertinggal dan daerah perbatasan demi tercipta-nya pembangunan yang lebih baik dan merata.

Bahwa dalam melaksanakan kegiatan tersebut, diusulkan agar membuka la-han untuk perkebunan, pertanian dan peternakan yang banyak menyerap tenaga kerja serta bekerjasama dengan Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Menteri Lingkungan Hidup.

Bahwa pembukaan lahan-lahan terse-but biayanya berdasarkan tingkat ke-suburan lahan, bukan dari Pajak Bumi dan Bangunan.

Diharapkan agar usulan tersebut dapat diterima demi kesejahteraan rakyat.

Demikian untuk menjadi periksa dan terima kasih.

Djamian Sihite, Medan, Sumatera Utara

Saya atas nama warga Balai Rakyat Condet, Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur dan warga Balai Rakyat Condet, Kelurahan Balai Kambang, Kecamatan Kramat Jati, Ja-karta Timur, mengeluhkan tindakan Aparat Rindam Jaya yang telah melaku-kan pematokan kawasan tempat ting-gal kami tanpa melalui pemberitahuan sebelumnya, sehingga menimbulkan resah.

Bahwa warga mengakui sebelumnya

telah diberitahukan oleh Pemda DKI dan Dinas PU akan adanya Proyek Nor-malisasi Kali Ciliwung, namun untuk penyelesaian dan lain sebagainya akan diberitahukan kemudian, namun warga dikejutkan oleh Aparat Rindam Jaya yang tiba-tiba melakukan pematokan kawasan tempat tinggal mereka tanpa melalui pemberitahuan sebelumnya dan pengukurannya tidak didampingi petugas dari BPN.

Pengadu sebagai warga negara yang

taat pada peraturan, berharap agar Aparat Negara dapat bertindak dengan baik dan bijak dalam melakukan tugas-nya, khususnya dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut.

Pengadu memohon DPR RI membantu menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

Siti Djulaihah Margono, Jakarta Timur, DKI Jakarta,

Saya mewakili kelompok tani yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu Sumatera Utara (FRB-SU) menyampaikan, bah-wa permasalahan sengketa lahan tersebut dipicu dari kepu-tusan tentang luas lahan HGU PTPN II yang berbeda-beda. Hal tersebut telah menimbulkan konflik horizontal maupun vertikal yang tidak kunjung selesai antara warga masyarakat Kab. Deli Serdang dengan PTPN II.

Bahwa masyarakat setempat telah berjuang untuk mem-peroleh lahannya kembali sejak tahun 1965 s.d sekarang, Namun PTPN II tidak mempunyai niat baik untuk mengemba-likan lahan milik masyarakat tersebut. Masyarakat juga sudah mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk penyele-saian masalah tersebut.

Bahwa luas HGU milik PTPN II pada tahun 2004 adalah 56.341,73 Ha di Kab. Deli Serdang, Langkat dan Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara. Kemudian pada tahun 2013, HGU

PTPN II bertambah luas menjadi 112.668,29 Ha.

Bahwa Keputusan Pemerintah tentang HGU PTPN II setelah diperpanjang mulai tahun 2000 s.d 2015 masih tetap seperti semula yaitu 56.341,73 Ha. Sehingga sisa HGU PTPN II wajib dikembalikan ke Negara dan dikelola oleh Pemerintah untuk digunakan pada sebesar-besar kemakmuran rakyat, sesuai amanat UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria.

Saya memohon agar Ketua Komisi II DPR RI membantu me-nyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Demikian untuk menjadi periksa dan terima kasih.

Alimuddin, Binjai Sumatera Utara

Aspirasi Dana Konglomerat

Pengaduan Pematokan Kawasan Tempat Tinggal

Sengketa antara PTPN II dengan Masyarakat Deli Serdang

Page 8: Edisi 124 TH. XLV, 2015

8 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

PROLOG

MENIMBANG-NIMBANG POLISI PARLEMEN

Adalah Badan Legislasi (Baleg)yang punya hajat membahas Rancangan Tata Tertib DPR RI ten­

tang Pengamanan dan Penggunaan Gedung di Lingkungan DPR belum lama ini. Dalam pembahasan awal belum terlihat tanda­tanda akan muncul usulan pembentukan Polisi Parlemen. Adalah Mabes Polri yang menawarkan desain dan konsep Polisi Parlemen ini. Inilah yang ke­mudian memunculkan pro dan kon­tra di tengah publik bahkan di ka­langan anggota dewan sendiri.

So what gitu lo. Kalau boleh memin­jam pembicaraan para remaja baru gede, apa salahnya kalau pilihan ini dikaji lebih jauh. Para pemikir di Korps Bhayangkara pasti juga ti­dak asal menggelindingkan ide ini, mencari perhatian para wakil rak­yat yang menjadi mitranya. Rasanya tidak mungkin. Pasti ada landasan berfikir yang mengajak semua pi­hak menimbang­nimbang dan ber­

sama menjadikan pilihan memben­tuk Polisi Parlemen sebagai wacana yang pantas dikaji lebih jauh.

“Gagasan mengenai Polisi Parle­men sebetulnya masih perlu kita kaji secara mendalam dan belum ada kesimpulan. Yang beredar se­lama ini masih wacana. Kenapa ha­rus ada Polisi Parlemen, karena di banyak negara, parlemennya mem­punyai sistem pengamanan sendiri, selanjutnya disebut Parliament Po­lice seperti US Capitol Police di AS,” kata Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon kepada Parle di Jakarta beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua Baleg Firman Subagio kemudian memberikan penjelasan tambahan bahwa pemahaman ge­dung parlemen adalah milik rakyat tentu tidaklah keliru. Menghilang­kan sekat antara wakil rakyat de­ngan rakyat yang diwakili adalah keniscayaan yang tak bisa ditolak. Tetapi tentu saja juga harus dipaha­

mi bahwa ancaman terhadap insti­tusi dan obyek vital nasional sema­kin hari semakin nyata dan bukan suatu paranoia yang mengada­ada.

Oleh sebab itu, kedepan perom­bakan terhadap sistem keamanan di lingkungan parlemen perlu disusun ulang semata untuk terwujudnya keamanan, ketertiban dan kenya­manan bagi segenap pihak yang beraktivitas di lingkungan parle­men. Perombakan terhadap sistem keamanan semata tidak ditujukan untuk membangun tembok psikolo­gis yang memisahkan antara rak­yat dengan wakilnya. Perombakan sistem tersebut bertujuan guna me­ningkatkan kapasitas pengaman­an dengan standar minimum bagi Obyek Vital Nasional (Obvitnas).

Rancangan Tata Tertib DPR RI ten­tang Pengamanan dan Penggunaan Gedung di lingkungan DPR masih dalam tahap pendalaman di Badan Legislasi DPR RI (Baleg) sebagai

Page 9: Edisi 124 TH. XLV, 2015

9EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang membahas peraturan terse­but, dengan melakukan evaluasi serta menghimpun berbagai ma­sukan untuk memperkaya materi pembahasan. Sejauh ini belum ada keputusan apapun terkait isu pe­ningkatan sistem keamanan di ling­kungan DPR. Dewan baru mencoba menyikapi kebutuhan penguatan sistem keamanan internal di kom­plek parlemen.

Terkait konsep Polisi Parlemen yang ditawarkan Polri, menurut anggota Komisi IV DPR ini, bukanlah suatu hal yang baru. Negara­negara­neg­ara yang demokrasinya lebih maju, justru telah lama menerapkan kon­sep tersebut seperti Kepolisian Metropolitan Wasington DC dan Kepolisian Metropolitan London.

PDB dan USCP

Parle berhasil menggali seperti apa sebenarnya Polizei beim Deutschen Bundestag (PDB) dari Daniel Bless­ing peneliti Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenar­

beit (GIZ) yang pernah bekerja di Parlemen Jerman. Ia menggam­barkan kinerja PDB mampu mem­buat lingkungan Parlemen Jerman seketat pengamanan bandara. “Se­jak serangan teroris di Spanyol dan London pengamanan gedung parle­men di Jerman sangat ketat, publik tentu dapat masuk setelah melewati pemeriksaan ketat yang perban­dingannya seperti pengamanan di bandara,” ujar dia saat dihubungi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan Polisi Parlemen di Jerman direkrut dari jajaran Polisi Federal. Baginya itu sangat masuk akal untuk membangun tenaga pengamanan sendiri tentu sangat rumit dan perlu biaya yang tidak sedikit. Polisi di Bundestag Jerman diperlukan untuk menjaga keter­tiban umum dan keamanan serta menjaga fungsi kerja parlemen dan komite­komitenya. Polisi bertang­gung jawab atas segala bangunan, tempat dan lahan yang berada di bawah administrasi Bundestag.

Sedangkan bahan kajian untuk

United State Capitol Police (USCP) berhasil diperoleh dari laman web­site­nya yang sangat transparan. Kesimpulan yang berhasil diperoleh tidak mudah untuk menjadi anggota USCP. Ada sejumlah persyaratan minimu yang harus dipenuhi di­antaranya Physical Readiness Test yang setara dengan kepolisian Amerika. Kandidat juga harus lulus Police Officer Selection Test dengan skor minimal 70, untuk kemampuan dasar matematika, membaca dan tata bahasa. Pendidikan minimal adalah High School Diploma atau kurang lebih setingkat SMA lulus medical, polygraph dan psycho­logical examination serta sejumlah persyaratan lainya.

Setelah dinyatakan lulus kandidat akan mengikuti training, minggu pertama di Pusat Diklat USCP di Cheltenham, MD dan dilanjut­kan pelatihan 12 minggu penuh di Fede ral Law Enforcement Training Center (FLETC) di Glynco, Georgia. Setelah itu dilanjutkan 13 ming­gu pelatihan kemampuan khusus di Pusat Diklat USCP. Berarti total pelatihan 26 minggu.

Bagi Karo Lemtala Srena Polri, Brigjen Pol Gatot Eddy Pramono­Oleh pembentukan Polisi Parlemen di DPR perlu terlebih dahulu adanya kesepakatan di internal Parlemen serta dukungan masyarakat/rakyat. Hingga saat ini masih terdapat su­ara pro kontra baik dikalangan ang­gota DPR maupun masyarakat. Jika parlemen dan masyarakat sepakat, maka Polri tentu akan mendukung pembentukan Polisi Parlemen ini. Sebaliknya bila internal DPR tidak sepakat dan dukungan masyarakat tidak kuat, tentu Polri tidak akan memaksakan pembentukan Polisi Parlemen dan akan mengoptimal­kan Sistem Pengamanan yang su­dah dengan Polda Metro Jaya seba­gai ujung tombaknya. (iky) Foto: Iwan

Armanias/Parle/HR

Page 10: Edisi 124 TH. XLV, 2015

10 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon

DPR PERLU POLISI YANG TAHU TUPOKSI PARLEMEN

Sud a h w a k t u ny a p e­ngamanan Gedung DPR di Komplek Parlemen, S en ay a n d i re g u l a s i . Salah satunya dengan

membentuk Polisi Parlemen. Menu­rut Wakil Ketua DPR Fadli Zon, maksud dibentuknya Polisi Parle­men adalah menyempurnakan yang sudah ada ini.

“Saya kira penyempurnaan, inovasi itu sangat diperlukan kalau kita mau maju. Kalau kita nggak mau maju yang begini­begini saja, menghabis­kan waktu dan tidak ada kemajuan. Semua kemajuan didapat dari ino­

vasi. Keberanian untuk mengambil langkah­langkah untuk perubahan, yang baik kita teruskan dan kurang baik kita tinggalkan,” ungkap poli­tisi Partai Gerindra kepada Mastur Prantono dan Fotografer Denus.

Berikut petikan wawancaranya:

Audit security Dirpam Obvit Polda Metro Jaya menyatakan bahwa sistem keamanan DPR/MPR masih jauh dari standar. Pengamanannya dikendalikan Kanit berpangkat Kompol dibantu dua Panit dengan pangkat AKP dan 30 personil Bin­tara. Komentar anda?

Gagasan mengenai Polisi Parlemen sebetulnya masih perlu kita kaji se­cara mendalam dan belum ada ke­simpulan. Yang beredar selama ini masih wacana. Kenapa harus ada polisi parlemen, karena di banyak negara, parlemennya mempunyai system pengamanan sendiri, selan­jutnya disebut Parliamentary Po­lice. Ada Capitol Police di AS, karena gedungnya Capitol.

Jadi pengamanan independen, adalah pengaman khusus untuk legislatif. Karena kamar legislatif ini berbeda dengan kamar eksekutif. Nah karena itu dikeluarkan gagasan

Page 11: Edisi 124 TH. XLV, 2015

11EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

untuk pengaman sendiri.

Bagaimana dengan Pamdal DPR?

Sekarang dengan adanya penga­manan dalam (Pamdal) itu sebe­tulnya sudah mengarah kepada pengamanan sendiri. Pam Obvit (Pengamanan Obyek Vital) sesuai kewenangannya itu berada. Kita li­hat di negara­negara lain, Gedung Parlemennya itu dijaga oleh polisi parlemen yang mempunyai sera­gam berbeda karena pendekatan­nya berbeda, sama dengan polisi kehutanan pasti beda.

Kemudian ada polisi pariwisata beda, polisi kereta api (polsus KA), atau polisi yang spesifik. Dalam hal polisi legislatif, kita memerlukan polisi yang mengerti tugas pokok dan fungsi (tupoksi) parlemen itu seperti apa.

Di negara­negara lain banyak in­siden yang terjadi, bahkan per­nah ada Gedung Parlemen di bom seperti di Rusia . Kita memang ti­dak ada suatu ancaman fisik yang nyata, tetapi kita harus selalu waspada untuk mengantisipasi ka­lau ada. Coba bayangkan kalau ada ISIS masuk sini kemudian mema­suki Gedung DPR. Ini kan berandai­andai, apa yang akan terjadi. Kita seperti orang gelagapan, karena memang tidak siap. Untunglah sampai sekarang tidak ada suatu ancaman fisik yang berlebihan. Apakah karena maraknya anca­man ISIS dan terror lain?

Saya kira bukan karena itu. Walapun dulu pernah dikatakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) pernah ada ancam an teror bom kepada Gedung Wakil Rakyat ini. Hal­hal semacam inilah kita ti­dak mendramatisir keadaan, tetapi kita juga ingin melakukan suatu improvement atau pengembangan sistem pengamanan DPR sehingga

ini merupakan saat yang baik untuk melakukan itu.

Bagaimana kekuatan personil pe­ngamanan DPR?

Kita sekarang ini mempunyai 450 orang pamdal, 150 adalah pegawai tidak tetap (PTT) 300 adalah out­sourcing. Yang menjadi pertan­yaan, kenapa harus outsourcing, kenapa tidak jadikan pegawai DPR. Nah ini saya kira salah satu bahan evaluasi kita, oleh karena itu saya inginkan outsourcing ini dibatasi. Karena ada jaminan juga bagi pega­wai kalau statusnya jelas, karena itu juga dengan biaya di outsourc­ing­ keberpihakannya kepada pen­gamanan juga­ outsourcing juga.

Bekerja bukan semata­mata murni untuk pengamanan, dia hanya ber­tugas seadanya.Nah saya kira kita ingin meningkatkan dan up grad­ing terhadap Pamdal dan proses rekrutmen baru, artinya Pamdal yang ada sekarang kita seleksi kembali mana yang sudah bagus diteruskan selebihnya yang baru. Lalu outsourcing juga demikian, outsourcing kan kontrak yang un­tuk yang punya outsourcing itu gaji mereka dipotong oleh si pemilik PT ini. Kita ingin ada pegawai penga­man DPR sendiri yang fix yang tetap sehingga mereka mengabdi kepada pengamanan. Kalau outsourcing bisa dipindah kemana­mana, roll­ing. Ini aneh, kok bisa ada outsourc­ing di DPR untuk pengamanan.

Bagaimana bentuk Polisi Parlemen yang digagas ini?

Polisi parlemen tidak harus polisi organik, bukan polisi organik polri kemudian membentuk polisi par­lemen, tidak harus. Bisa saja Pam­dal yang dilatih kembali oleh polisi dengan standar tertentu,kalau perlu dilatih oleh TNI mengenai kedisiplinan, oleh Kemenlu dilatih

keprotokolan.Nah inilahyang kemu­dian kita sebut polisi parlemen. Ini adalah pengamanan swakarsa dan kita sebut polisi parlemen.

Untuk penyebutan itu tidak ma­salah. Sementara untuk penga­manan obyek vital yang selama ini berfungsi seperti biasa. Mereka bisa menjadi semacam koordinator, mengkordinir semua pengamanan di Gedung DPR. Tapi untuk pe­ngamanan dalam (pamdal) meru­pakan pengamanan swakarsa dan itu pernah diatur dalam peraturan sebelumnya mengenai pengaman­an swakarsa. Tapi kita sebut polisi parlemen.

Polisi parlemen apakah backup atau back bone?

Backbone bagi siapa, seperti polisi kehutanan bukan polisi organik, tetapi polisi yang memang dibuat oleh Kemenhut. Nah ekarang kita sebut pengamanan swakarsa dan polri sebagai backbone untuk secara keseluruhan secara fisik, dari intern polisi parlemen penting, namanya saja yang berubah. Saya kira tidak ada UU yang disalahi dengan polisi parlemen ini.

Benarkah polisi parlemen tidak

Polisi parlemen tidak harus polisi organik, bukan polisi organik polri kemudian membentuk polisi parlemen, tidak harus. Bisa saja Pamdal yang dilatih kembali oleh polisi dengan standar tertentu,kalau perlu dilatih oleh TNI mengenai kedisiplinan, oleh Kemenlu dilatih keprotokolan.

Page 12: Edisi 124 TH. XLV, 2015

12 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

perlu dipersenjatai?

Itukan sesuai kebutuhan. Jadi apa sih yang perlu diamankan. Sekarang ini orang masuk, siapa saja yang boleh masuk ke gedung ini. Di luar nege­ri sangat selektif, di semua negara Gedung Parlemen itu sangat selek­tif, hanya orang­orang yang mem­punyai kepentingan dan semuanya dengan perjanjian. Tidak bisa sem­barang orang masuk ke gedung DPR. Apalagi mau jual parfum, jual batik, jualan yang lain­lain.

Bagaimana kalau jual parfum ter­nyata orang itu infiltran, penyusup. Atau jual batik tapi sebetulnya in­forman dari mana, ini berbahaya. Disini system pengamanan terlalu longgar. Kalau ada masyarakat yang menyampaikan aspirasi kita terima. Bahkan kalau mau demo kita akan siapkan tempat khusus untuk de­montrasi. Teratur, ini pengamaman secara menyeluruh, pengamanan kepada gedung, juga pada anggota yang pada keadaan tertentu perlu, terkait ancaman apalagi fisik. Itu kan bisa dan perlu juga.

Benarkah adanya polisi parlemen (polpar) akan jauhkan dari rakyat?

Nggak bisa dong, kalau ada orang jualan lalu tidak dibolehkan, apa itu yang dimaksud dengan jauh dari rakyat. Itu contoh. Kalau ada orang bisa seenaknya masuk ke DPR tapi tidak jelas keperluannya apalagi ada

niat jahat, apa itu yang dimaksud. Tentu tidak.

Yang dimaksud dengan jauh dari rakyat adalah akses kepada rakyat. Misalnya buruh ingin menuntut ke­naikan upah, lalu kita tolak, itu na­manya jauh dari rakyat. Sekarang ada buruh menuntut kenaikan upah, kita fasilitasi. Petani mau datang, kita persilahkan dan diharapkan dengan agreement atau perjanjian, di negara lain begitu, bisa tertib.

DPR adalah rumah rakyat, gedung sebagai representasi rakyat, tidak boleh menolak rakyat. Tapi rakyat yang mana, rakyat yang tentu mau membawakan aspirasi, bukan rak­yat yang mau jualan atau kepenti­ngan lain, mau proyek, mau nipu dan macam­macam.

Apakah sudah waktunya regulasi pengamanan Gedung ini?

Kita mau menyempurnakan yang sudah ada ini. Saya kira penyem­purnaan, inovasi itu sangat diperlu­kan kalau kita mau maju. Kalau kita nggak mau maju yang begini­begini saja, menghabiskan waktu dan ti­dak ada kemajuan. Semua kemajuan didapat dari inovasi. Keberanian untuk mengambil langkah­langkah perubahan, yang baik kita teruskan dan kurang baik kita tinggalkan.

Apakah ide polpar ini untuk du­kung mewujudkan Parlemen Mo­dern?

Memang iya, menuju parlemen modern. Misalkan presiden ke DPR, bukan Paspampres yang kuasai ge­dung DPR, tapi pengamanan DPR. Presiden datang kesini bukan Pas­pampres yang mengamankan tetapi pengamanan DPR, sebab disini bu­kan ruang lingkup Paspampres tapi pengamanan DPR dan polisi par­lemenlah yang melakukan itu.

Presiden disini tamu. Saya me­

lihat saat pelantikan Presiden di Gedung ini, lumpuh itu yang na­manya pamdal dan polisi. Kita seolah tamu di rumah sendiri, itu ngaco. Kalau Presiden mau ma­suk ke DPR pengawal Presiden saja, tidak bisa mereka menguasai gedung DPR seolah­olah bagian mereka. Mereka itu pengamana eksekutif, seharusnya pengamanan legislatif.

Bagaimana pengamanan DPR se­lama ini ?

Makanya sekarang ini pengamanan DPR harus diaudit, kita lebih profe­sionalkan, makanya kita berharap termasuk Pamdal outsourcing­ ka­lau mau bergabung kita seleksi dan diberi kesempatan prioritas untuk bergabung, menjadi pegawai DPR, bukan pegawai PT Outsourcing itu. Membentuk Polpar dengan men­gubah sistem dan personil perlu waktu?

Saya kira bisa cepat kalau mau, apa susahnya wong kita cuma yang menentukan. Kalau mau kita bisa lakukan. Sekarang, masak pen­gamanan DPR outsourcing 300 orang, itu dimana logikanya. Ha­rusnya pegawainya yang lebih be­sar. Ini kan aneh, ada yang men­gambil keuntungan disitu dan juga merugikan pegawai outsourc­ing karena tidak ada kepastian hanya kontrak.

Harapan anda dengan adanya Pol­par?

Lebih profesional, remunerasinya lebih baik, mendapatkan seragam sehingga DPR secara kelembagaan betul­betul bisa berwibawa. Nggak bisa pengaman instansi lain masuk­masuk ke sini, misalkan Paspam­pres, KPK atau polisi, nggak bisa mereka harus melalui pengamanan DPR ­ polpar. (mp) Foto: Andri, Denus/

Parle/HR

Page 13: Edisi 124 TH. XLV, 2015

13EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo

PENTINGNYA PENINGKATAN SISTEM PENGAMANAN KOMPLEK PARLEMEN

Keinginan untuk mem­ba ng u n s i s tem ke­amanan yang solid di lingkungan parlemen ternyata bukan persoal­

an sepele. Selain dukungan instru­men yang minim, tata ruang kom­plek parlemen yang begitu terbuka, hal itu juga dipersulit oleh pema­haman yang berkembang bahwa komplek parlemen adalah milik rakyat yang mudah diakses oleh siapapun tanpa adanya sekat­sekat yang menghambat interaksi antara rakyat dengan wakilnya.

Pemahaman bahwa gedung parle­men adalah milik rakyat tentu ti­daklah keliru. Menghilangkan sekat antara wakil rakyat dengan rakyat

yang diwakili adalah keniscayaan yang tak bisa ditolak. Tetapi tentu saja juga harus dipahami bahwa an­caman terhadap institusi dan obyek vital nasional semakin hari semakin nyata dan bukan suatu paranoia yang mengada­ada.

Oleh sebab itu, kedepan perom­bakan terhadap sistem keamanan di lingkungan parlemen perlu disusun ulang semata untuk terwujudnya keamanan, ketertiban dan kenya­manan bagi segenap pihak yang beraktivitas di lingkungan parle­men. Perombakan terhadap sistem keamanan semata tidak ditujukan untuk membangun tembok psikolo­gis yang memisahkan antara rak­yat dengan wakilnya. Perombakan

sistem tersebut bertujuan guna me­ningkatkan kapasitas pengaman­an dengan standar minimum bagi Obyek Vital Nasional (Obvitnas).

Rancangan Tata Tertib DPR RI ten­tang Pengamanan dan Penggunaan Gedung di lingkungan DPR masih dalam tahap pendalaman di Badan Legislasi DPR RI (Baleg) sebagai Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang membahas peraturan terse­but, dengan melakukan evaluasi serta menghimpun berbagai ma­sukan untuk memperkaya materi pembahasan. Sejauh ini belum ada keputusan apapun terkait isu pe­ningkatan sistem keamanan di ling­kungan DPR. Dewan baru mencoba menyikapi kebutuhan penguatan

Page 14: Edisi 124 TH. XLV, 2015

14 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

sistem keamanan internal di kom­plek parlemen.

Menurut Wakil Ketua Baleg Fir­man Subagyo, penguatan sistem pengamanan tidak ditujukan untuk membatasi ruang kebebasan publik untuk mengakses gedung parlemen serta menyampaikan aspirasi kepa­da wakil rakyat. Akan tetapi semata guna menciptakan suasana tertib dan nyaman di gedung rakyat ini.

“Kewibawaan komplek parlemen sebagai simbol negara harus dijaga demi memberi rasa aman, tertib serta nyaman bagi siapa saja yang berkunjung,” ujar Firman kepada Parlementaria.

Lebih lanjut Firman menyatakan, bahwa peningkatan sistem ke­amanan di komplek parlemen ini dimaksudkan untuk tanggap ter­hadap potensi ancaman, gangguan serta tindakan­tindakan yang me­munculkan instabilitas di komplek parlemen, baik yang datang dari luar maupun yang muncul dari dalam.

“Mengingat saat ini perkembangan potensi ancaman dan gangguan semakin dinamis, seiring perkem­bangan teknologi, pengamanan terhadap komplek parlemen sebagai instalasi penting bagi negara tidak lagi bisa dianggap sepele. Sudah seharusnya Kepolisian Republik In­donesia (Polri) dilibatkan lebih jauh dalam pengamanan gedung parle­men,” terang Firman.

Sebab tak terbantahkan bahwa Pol­ri adalah penanggung jawab utama dalam memelihara keamanan, ket­ertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeli­haranya keamanan dalam negeri.

Komplek Parlemen sebagai Obvit­nas

Firman menjelaskan ada beberapa hal yang melatarbelakangi disu­sunnya Tata Tertib DPR RI tentang Sistem Pengamanan di lingkungan DPR RI yaitu, komplek parlemen di kategorikan sebagai Obvitnas karena merupakan kawasan/loka­si yang menyangkut kepentingan negara yang bersifat strategis. “Ge­dung parlemen merupakan pusat aktivitas para wakil rakyat, disinilah berbagai kebijakan stra tegis negara dirumuskan dan diputuskan,” te­gasnya.

“Menilik dari stertegisnya kepen­tingan negara di gedung parlemen, peran gedung parlemen seba gai Obvitnas tidak kalah penting den­gan istana negara. Sebab kedua institusi tersebut merupakan pilar kenegaraan yang memiliki posisi penting dalam struktur bernegara,” terang politisi dari Partai Golkar ini.

Sejauh ini tambahnya, keamanan di lingkungan istana negara sudah memiliki standar keamanan tingkat maksimum. Selain didukung oleh pasukan Paspampres, sistem ke­amanan yang dibangun di ling­kungan istana juga memiliki stan­dar tinggi guna menjawab sega la potensi ancaman yang mungkin timbul baik dari luar maupun dari dalam. Hal itu bisa dipahami sebab keamanan terhadap institusi nega­ra tidak hanya terkait persoalan keamanan orang­perorang. Lebih jauh bahwa pengamanan maksi­mum terhadap obyek vital negara merupakan wujud dari penguatan

terhadap sistem keamanan negara.

Situasi berbeda nampak terlihat, terang Firman, jika mengamati sistem keamanan yang diterapkan di komplek parlemen. “Sebagaima­na disebutkan tadi, bahwa gedung parlemen merupakan salah satu pi­lar dari sistem kenegaraan yang ma­suk dalam kategori Obvitnas. Tentu standar sistem keamanan yang diterapkan selayaknya memiliki kualitas laiknya pengamanan obyek vital negara. Sistem keamanan yang dimaksud tentu tidak hanya berbi­cara tentang bagaimana penga­manan terhadap orang­perorang, akan tetapi meliputi sistem penga­manan menyeluruh yang mampu menjamin terciptanya keamanan, kenyamanan serta ketertiban di komplek parlemen,” paparnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, sege­nap aktivitas kedewanan, kerja staf pendukung, dokumen­dokumen rapat serta instalasi gedung meru­pakan satu kesatuan yang memben­tuk sistem kinerja parlemen yang memerlukan perlindungan dari berbagai potensi ancaman yang bisa muncul sewaktu­waktu tanpa terdeteksi sebelumnya.

Pasca reformasi, kata Anggota DPR RI dari daerah Pemilihan Jateng ini, demokratisasi diseluruh aspek ke­hidupan bangsa membuka ruang kebebasan yang sangat lebar dalam berbagai hal, termasuk menyam­paikan aspirasi secara langsung ke gedung parlemen, baik melalui demontrasi maupun rapat dengar pendapat. Akses gedung parlemen sebagai rumah aspirasi terbuka lebar bagi seluruh rakyat Indonesia. “Akan tetapi Kebebasan tersebut bu­kan berarti bebas masuk dan bebas melakukan apa saja, tanpa mengin­dahkan aturan”, terang Firman.

Karena menurutnya, demokrasi itu sendiri mengajarkan bagaimana menciptakan sebuah tatanan ke­

LAPORAN UTAMA

Page 15: Edisi 124 TH. XLV, 2015

15EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

hidupan berbangsa dan bernegara yang taat hukum, dimana penegak­kan rule of law yang transparan menjadi pelindung bagi seluruh warga negara. Sehingga tercipta suasana yang aman, tentram dan sejahtera.

“Pengamanan gedung parlemen yang bersifat integral dan kompre­hensif adalah suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Hal itu bukan un­tuk menjadikan lembaga parlemen lebih ekslusif dan jauh sulit diakses rakyat. Akan tetapi untuk meng­antisipasi berbagai kemungkinan ancaman dan gangguan terhadap keamanan fasilitas dan dokumen negara serta menciptakan suasana nyaman bagi para anggota DPR­RI agar lebih bisa berkosentrasi dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat,” ujarnya.

Firman menyatakan, pengamanan tersebut bertujuan untuk menjaga ketertiban dan kewibawaan gedung parlemen sebagai simbol negara. Karena gangguan dan ancaman yang mengakibatkan terganggu­nya aktivitas di gedung parlemen akan mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan negara dalam memberikan rasa aman dan nya­man kepada rakyatnya.

Dijelaskan Firman, bahwa dalam rangka menciptakan sistem penga­manan yang integral dan kompre­

hensif, Baleg melaku­k a n p e n d a l a m a n terhadap tata tertib tentang pengamanan di lingkungan DPR­RI, yang merupakan ama­nah dar i Peraturan DPR­RI Nomor 1 Ta­hun 2014 Tentang Tata Tertib Pasal 326 ayat (1) huruf c, bahwa DPR membentuk peraturan mengenai pengaman­an dan penggunaan

gedung di lingkungan DPR, wisma, dan rumah jabatan anggota.

Untuk mendalami pembahasan tata tertib pengamanan ini, Fir­man mengungkapkan, pada 6 April 2015 Baleg telah mengundang pihak Sekretariat Jenderal DPR RI (Setjen DPR). Dalam pertemuan tersebut, dari kesetjenan DPR hadir Deputi Perundang­undangan, Kepala Biro Umum, dan Pam Obvit DPR.

Sistem Pengamanan Belum Ter­integrasi

Dari hasil rapat dengar pendapat de ngan pihak Setjen DPR tersebut, kata Firman, terungkap beberapa fakta. Pertama, saat ini sistem pen­gamanan di DPR RI merujuk pada : KEPPRES Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional, Surat keputusan Kapolri No.Pol :SKEP/738/X/2005 tentang Pedoman sistem pengamanan ob­jek vital nasional, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indone­sia Nomor 24 tahun 2007 tentang Sistem manajemen pengamanan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah. Di­mana sistem pengamanan berada dibawah tanggung jawab Setjen DPR RI dengan dibantu oleh pihak kepolisian.

Kedua, sistem pengamanan di kom­plek DPR saat ini belum terintegrasi secara menyeluruh untuk seluruh

komplek parlemen, dimana masing­masing kesetjenan baik MPR/DPR/DPD RI memiliki otoritas terhadap sistem dan tenaga pengamanan masing­masing.

Ketiga, paradigma pengamanan yang tebangun saat ini masih sa­ngat sempit. Dimana pengamanan baru diterjemahkan untuk menja­ga dari adanya gangguan ketertiban dan keamanan yang datang dari luar, belum ke arah mengantisipasi kemungkinan ancaman dan gang­guan yang datang dari luar maupun dalam.

Empat, sistem tata ruang di ge­dung DPR belum memperhatikan aspek­aspek keamanan bagi para penghuni gedung. Fakta tersebut terungkap dengan adanya tem­pat penyimpanan tabung gas elpiji dalam jumlah yang cukup banyak persis di basement gedung DPR, serta tidak adanya pengamanan khusus di beberapa fasilitas Vital seperti sentral AC, dan penampu­ngan air.

Kelima, sistem pengamanan melalui pengamanan dalam yang diterap­kan di gedung DPR masih jauh dari standar profesional. Keterbatasan sarana prasarana dan kualitas SDM masih menjadi kendala utama. SDM untuk pengamanan lingkungan parlemen saat ini terdiri dari PNS, Honorer, dan tenaga outsourcing, dengan kompetensi dan kewena­ngan yang terbatas. Dalam bebera­pa kasus yang terjadi di gedung DPR, pengamanan dalam kurang cakap dalam melakukan tidakan pengamanan dan pentertiban.

Keenam, sistem pengamanan ma­sih mengabaikan peningkatan jum­lah penghuni gedung parlemen dan tamu yang berkunjung, termasuk peningkatan volume kedatangan tamu­tamu VVIP dan VIP yang ter­us meningkat.

Page 16: Edisi 124 TH. XLV, 2015

16 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

“Saat ini di lingkungan parlemen (MPR/DPR/DPD­RI) tidak kurang dari 9.660 orang beraktivitas se­tiap harinya. Terdiri dari anggota MPR/DPR/DPD­RI, pegawai ke­setjenan, tenaga honorer, staf ang­gota, dan tenaga outsourcing (ke­bersihan, keamanan, engineering, dll). Jumlah tersebut belum terma­suk jumlah tamu yang berkunjung setiap hari,” papar Firman.

Kondisi tersebut menggambar­kan adanya pertambahan jumlah penghuni tetap dan peningkatan volume tamu yang datang ke ge­dung parlemen dibanding dengan tahun­tahun sebelumnya. Perger­akan ini belum diimbangi dengan peningkatan kualitas pengamanan yang memadai. Sementara, untuk memasuki gedung parlemen ada 15 pintu akses. Walaupun setiap pintu dijaga, akan tetapi beberapa pintu akses tidak dilengkapi oleh sarana dan prasarana yang memadai, dan penjagaanpun jauh dari kesan pro­fesional.

Ketujuh, jumlah personil/petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) saat ini 478 orang yang harus menjaga kawasan, sarana dan prasarana serta aktivitas yang meliputi: ka­wasan parlemen seluas 38,2 Ha; gedung parlemen sebanyak 25 ge­dung yang terdiri dari 51 lantai dan 23 buah lift; pintu gerbang 15 buah; lahan parkir 22 buah; dan warung/tempat makan 80 buah. Mengingat cakupan tugas yang cukup banyak dan komplek tersebut, maka jumlah 478 personil Pamdal dengan sistem tugas shift dirasakan masih kurang apalagi tidak ditunjang dengan si­kap yang profesional.

Menurut Firman, dari hasil rapat dengar pendapat dengan Setjen DPR tersebut, Baleg DPR menyim­pulkan bahwa sistem pengamanan Gedung Parlemen yang berada di bawah tanggung jawab Setjen DPR dengan dibantu oleh pihak kepoli­

sian, tidak lagi bisa menjawab per­soalan keamanan.

“Pamdal sebagai leading sector dalam sistem tersebut, dinilai ti­dak cakap dalam menyikapi potensi ancaman yang terus berkembang. Bahkan ancaman tersebut sering­kali diluar prediksi serta prosedur­prosedur pengamanan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal itu di­perparah dengan kurangnya pema­haman Pamdal terhadap strate­gisnya komplek parlemen sebagai Obvitnas,” tegasnya.

“Kurangnya kapasitas dan ke­wenangan Pamdal serta perlengka­pan yang masih jauh dari memadai, belum mendukung terciptanya ke­amanan dan ketertiban di komplek parlemen. Bahkan Pamdal terke­san tidak memiliki kepercayaan diri sebagai tulang punggung dari sistem pengamanan yang diterap­kan Setjen DPR RI,” tambah Firman.

Evaluasi mendasar terhadap pola kerja pamdal disampaikan oleh hampir semua anggota Baleg dalam rapat dengar pendapat tersebut, termasuk kapasitas Pamdal yang masih jauh dibawah satuan penga­manan Obvitnas lainnya. Penilaian dan kesimpulan tersebut bukan tanpa alasan. Pengamanan terhadap komplek parlemen sebagai bagian

Obvitnas tentu tidak bisa dilakukan dengan serampangan tanpa meng­gunakan standar yang baik. Oleh sebab itu, persoalan sistem penga­manan di komplek parlemen harus segera dilakukan pembahasan serta dicari jalan keluar terbaiknya.

Dalam kesempatan tersebut, kata Firman, Baleg dan pihak Setjen DPR sepakat untuk mengundang pihak Polri dalam rangka meminta masukan perihal konsep penga­manan Gedung Parlemen.

Lebih lanjut Firman mengungkap­kan, menindak lanjuti hasil rapat dengan Setjen DPR, pada 8 april 2015 Baleg melakukan rapat dengar pendapat dengan perwakilan Polri, dengan agenda menerima masuk­an/pandangan dari Kepolisian Re­publik Indonesia tentang sistem pengamanan di lingkungan Gedung DPR RI.

Hasil Audit Security Sistem Ke­amanan Jauh Dari Standar

Dalam rapat dengar pendapat tersebut, pihak Polri memaparkan hasil audit security yang dilakukan Asistensi Dir Pam Obvitnas Polda Metro Jaya tahun 2014­2015. Di­mana sistem keamanan di komplek MPR/DPR/DPD RI masih jauh dari standar yang telah ditetapkan Polri.

LAPORAN UTAMA

Page 17: Edisi 124 TH. XLV, 2015

17EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Meskipun didalamnya terdapat sa­tuan Dit Pam Obvitnas PMJ, yang di jabat oleh seorang kanit berpangkat Kompol, dengan personil 30 orang, akan tetapi kebaradaannya hanya berperan sebagai backup bukan backbone (tulang punggung). Belum lagi jika di tinjau dari aspek sumber­daya seperti man, money, method dan material. Polri menilai, sistem keamanan yang ada saait ini belum mampu untuk menangkal ancaman dan gangguan saat ini.

Selanjutnya pihak Polri juga me­maparkan konsep usulan Parlemen­tary Police (Polisi Parlemen), yang menempatkan Polri sebagai lead­ing sector dalam manajemen peng­amanan dilingkungan parlemen (MPR/DPR/DPD RI) dalam meng­hadapi ancaman dan gangguan serta menciptakan keamanan dan ketertiban di komplek Parlemen.

Dalam pandangan Polri, konsep Polisi Parlemen selaras dengan grand Design Polri yang menjang­kau masa 2005­2025. Grand design tersebut merupakan hasil kajian Polri bersama Patrnership For Gov­ernment Reform dan LPEM UI.

Dalam pemaparannya pihak Pol­ri menyampaikan, bahwa untuk mewujudkan konsep polisi par­lemen tentunya harus dilakukan

dengan melihat 3 (tiga) aspek, yak­ni: Aspek Intrumental sebagai lan­dasan hukum terwujudnya organi­sasi baru yang mengatur terkait tupoksinya, Aspek Struktural, yaitu pengorganisasian daripada polisi parlemen, sehingga rentang ken­dali organisasi tersebut jelas dan dengan tidak mengabaikan merit sistem sehingga meskipun lahir sebagai organisasi baru akan teta­pi tetap efektif dan efesien dalam melaksanakan tugasnya serta tidak tumpang tindih kewenangan satu sama lain. Kemudian, Aspek kultur­al, dimana harus terjadi perubah­an mindset and culture set dalam rangka pengamanan komplek par­lemen dimana Polri melalui Polisi Parlemen menjadi back bone atau leading sector dalam sistem mana­jemen pengamanan parlemen dan tentunya dengan pola pengamanan yang berstandar Polri.

Konsep Polisi parlemen yang di­tawarkan Polri, menurut Anggota Komisi IV DPR ini, bukanlah suatu hal yang baru. Negara­negara­nega ra yang demokrasinya lebih maju, justru telah lama menerapkan konsep tersebut. Seperti Kepolisian metropolitan Wasington DC, dan Kepolisian metropolitan London.

Selain itu, di Jerman sudah sejak lama di kenal Polizei beim Deutschen

Bundestag (Polisi Bundestag), juga dikenal sebagai Parlamentspolizei atau Bundestagspolizei, adalah ko­rps polisi yang terpisah untuk pe­ngamanan di Bundestag (parlemen Jerman majelis rendah) di Berlin. Kepolisian bertindak atas nama Presiden Bundestag dalam kapasi­tasnya sebagai kekuatan penegakan hukum untuk komplek parlemen tersebut. Menurut Pasal 40, 2 dari konstitusi Jerman hanya Presiden Bundestag dapat melaksanakan kekuasaan polisi dalam tempat yang Bundestag. Oleh karena itu layanan polisi khusus yang independen dari kekuasaan eksekutif diperlukan.

Meskipun ada diferensiasi struk­tur organisasi dan tata kerja polisi parlemen di masing­masing negara, akan tetapi pada prinsipnya Konsep Polisi Parlemen memiliki tujuan yang sama yakni melakukan lang­kah­langkah preventif dan kuratif dalam mengantisipasi kemungki­nan munculnya ancaman dan gang­guan terhadap gedung parlemen sebagai Obvitnas baik dari dalam maupun dari luar. Selain itu agar terciptanya suasana yang aman, tertib, dan nyaman di lingkung­an parlemen, sehingga para wakil rakyat dan pekerja parlemen bisa menjalankan kinerja secara opti­mal. (sc) Foto: Iwan Armanias/Parle/HR

Organisasi Subdit Lemneg Dit Pam Obvitnas PMJ akan dikembangkan menjadi Konsep Polisi Parlemen se­bagai berikut : 1. Berkedudukan sebagai unsur

pelaksana Baharkam Mabes Polri dalam melaksanakan tugas.

2. Polisi Palemen bertugas : menye­lenggarakan tugas kepolisian di lingkungan parlemen, rumah di­nas dan perjalanan dinas

3. Polisi parlemen berfungsi a. sebagai pengamanan lem­

baga negara khusus parlemen (MPR/DPR/DPD RI) dan se­bagai pe ngamanan pejabat VIP

yang berstatus b. sebagai anggota MPR/DPR/

DPD RI di lingkungan Parle­men.

Adapun struktur organisasi dan tata kerja Polisi Parlemen yang di­rancang sebagai berikut : 1. Unsur Pimpinan adalah direk­

tur yang dijabat oleh seorang Brigjenpol

2. Unsur pembantu pimpinan kaba­regmin, dijabat oleh Kombespol

3. Unsur pembantu pimpinan kabag binopsal, dijabat oleh Kombespol

4. Unsur pembantu pimpinan Urkeu, dijabat oleh AKBP

5. Unsur pembantu pimpinan Urkeu, dijabat oleh AKBP

6. Urusan pelaksana Sub Direk­torat Tugas Umum dijabat oleh Kombespol

7. Urusan pelaksana Sub Direktorat pengendalian massa dijabat oleh Kombespol

8. Urusan pelaksana Sub Direktorat Intelejen Keamanan dijabat oleh Kombespol

Page 18: Edisi 124 TH. XLV, 2015

18 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

Tb Soenmandjaja

POLISI PARLEMEN TAK PERLU DIPERSENJATAI

Anggota DPR TB Soenmandjaja menyatakan, sebelum bicara soal polisi parlemen, harus

dipastikan dulu bahwa kompleks parlemen adalah rumah rakyat. Di lo­kasi ini ada tiga lembaga tinggi nega­ra yaitu MPR, DPR dan DPD. Maka se­baiknya soal pengamanan dikerjakan oleh tiga lembaga tersebut.

Ditemui Parlementaria di sela­sela Rapat paripurna di Gedung DPR Senayan, Jakarta, selanjutnya Wakil Rakyat dari Dapil Bogor ini me­

ngatakan, semua orang yang akan masuk ke rumah rakyat di area ini harus dalam keadaan aman, nya­man, tenteram.

Selanjutnya, politisi PKS ini menge­mukakan, polisi parlemen harus memenuhi empat hal. Pertama orang, kedua gedung dan ketiga kegiatan dan keempat berkas atau arsip. Makanya dijaga dengan baik, karena itu polisi parlemen yang menjaga dan mengamankan obyek vital negara harus mendapatkan

perhatian khusus. Artinya jangan sampai obyek pengamanan ter­ancam, melainkan akan terjamin kenyamanan dan ketenangan bagi semua pihak.

Karena itu menurutnya tidak bo­leh ada senjata disitu, sebab me­mang ada aparat kepolisian yang bertugas disitu. Kalau polisi me­mang tugasnya melayani me­ngayomi dan melindungi. Namun kalau polisi parlemen, tugasnya dalam rangka pengamanan dalam

Page 19: Edisi 124 TH. XLV, 2015

19EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

yang petugasnya dari masyarakat sipil. Posisinya sama dengan kita atau masyarakat sipil yang tidak dipersenjatai dan fokusnya dalam hal pengendalian pengamanan. Saat ditanyakan, apakah berbeda dengan polisi yang selama ini ada, anggota Dewan dari Dapil V Jabar ini berkilah “Tidak boleh, Polisi Parlemen itu polisi memang di­datangkan langsung dari polri Mabes atau Polda Metro Jaya yang dibentuk khusus. Mereka bertugas melakukan pengamanan terhadap tiga lembaga bersama­sama, dibuat piket bersama, seperti itu kira­kira.”

Untuk itu pula, ungkap Soenman­djaja, seandainya kemudian ada pemikiran sedikit saja untuk di­persenjatai, maka akan semakin menjauhkan diri dari rakyat. Pa­dahal rakyat sangat ingin bertemu dengan para wakil rakyat (anggota DPR) dan kedatangannya karena punya akses informasi. Makanya dia berharap, hendaknya dibuat konsep yang matang dari tiga lembaga itu.

Selanjutnya dia menekankan kem­bali, semua orang yang datang ke Gedung Wakil rakyat disini baik anggota maupun tamu­tamu, pegawai yang penting aman dan nyaman.

Tidak Hanya di Gedung

Bahkan politisi senior PKS ini me­nyebutkan bahwa yang disebut polisi parlemen, bukan hanya ber­tugas melakukan pengamanan di gedung ini saja tetapi juga rumah jabatannya dan kegiatannya. Ke­tika dia ada di dapilnya , itu bekerja sama dengan polri. “ Karena ang­gota Dewan itu adalah pejabat negara, makanya sebaiknya setjen masing­masing lembaga negara ini mengkomunikasikan kepada ang­gota tempat tinggalnya, rumah ja­batannya, kegiatan di dapilnya se­lama reses,” katanya.

Meski demikian, ia mengaku tidak tahu persis bagaimana polisi par­lemen yang akan dibentuk nanti walaupun diajak dalam merancang pembahasannnya dan naskah aka­demiknya. Cuma ditegaskan bahwa setiap anggota perlu pengamanan, termasuk gedung, berkas dan ke­giatannya .

Polisi parlemen hendaknya juga memberi keleluasaan gerak kepada semua pihak termasuk masyara­kat. Oleh karena itu DPR sebaik­nya memfasilitasi adanya sebuah ruang atau halaman, dimana pub­

lik bisa berekspresi masalah apa­pun ­ dengan tidak melanggar hukum. Seperti di Inggris dise­diakan Hide Park­sebuah Taman Luas dimana orang bicara apa saja tentang manusia, alam, tentang Tuhan, termasuk boleh mengecam pemimpin negaranya atau ratunya.

“Dari pada demo tidak karuan, urak­urakan maka disediakan ru­ang khusus dimana MPR, DPR dan DPD bisa memantau dan merekam apa saja aspirasi yang disampai­kan, bukan ditanggapi dengan cara represif,” jelasnya.

Ditanya apakah pembentukan polisi parlemen terkait dengan maraknya aksi terorisme, menurut Soen­

mandjaja tidak sejauh itu. Meskipun pernah ada penembakan di salah satu ruang di Gedung Nusantara I, pembentukan polisi parlemen tidak karena kejadian itu. Kalau bicara ancaman terorisme, narkoba bah­kan lebih parah lagi.

“Jadi jangan dijadikan alasan. Polisi parlemen itu untuk kenyamanan, keamanan dan keselamatan kita semua,” terang dia.

Ditambahkan, di saat ABRI dire­formasi dengan memisahkan TNI­Polri, jangan kemudian menjadikan

DPR menjadi elitis dirinya, sebab itu malah akan menjauhkan dari rak­yat. Gedung para wakil rakyat jus­tru lebih terbuka dan lebih nyaman.

Bahkan ia mendukung agar sedapat mungkin, ini gedung parlemen men­jadi obyek wisata baik dari kala­ngan akademisi, mahasiswa pelajar, masyarakat umum yang ingin me­ngetahui. Sekarang sudah dimu­lai dilakukan, sebagai langkah yang bagus, tinggal bagaimana penata­annya sehigga lebih menarik lagi. “Jadi yang dimaksud polisi parlemen bukan berarti jadi elitis. Lebih po­pulis dalam komunikasi, menjadikan lembaga ini makin berwibawa,” tam­bah wakil rakyat dari Dapil Bogor ini.(mp) Foto: Iwan Armanias/Parle/HR

Page 20: Edisi 124 TH. XLV, 2015

20 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Renc a n a p emb ent u k a n satuan polisi khusus atau sering disebut Polisi Parle­men di Kompleks Parlemen

mendapat respon beragam dari berbagai pihak. Respon pun diberi­kan Anggota Dewan sendiri. Ang­gota Komisi II DPR RI Lukman Edy menilai, pengadaan Polisi Parlemen hanya sebatas reaktif terhadap be­berapa kasus yang akhir­akhir ini terjadi.

“Di DPR kan sudah ada Pengamanan Obyek Vital (PAM OBVIT) dari ke­polisian yang sewaktu­waktu kalau diminta, mereka sudah siap. Saya melihat ide untuk Polisi Parlemen ini reaktif terhadap dua kasus tera­khir, yaitu kasus lantai 12 (Gedung Nusantara I) dan kasus pemukulan sesama Anggota Komisi VII,” jelas Lukman.

Sebagaimana diketahui, beberapa

waktu yang lalu, terjadi insiden terhadap salah satu fraksi DPR di lantai 12 Gedung Nusantara I, yang hingga membuat polisi merangsek masuk rumah rakyat. Dikabarkan, polisi ini hendak mengamankan ru­angan yang diperebutkan dua kubu di fraksi itu.

Lukman menilai, kasus di lan­tai 12, ataupun kasus pemukulan oleh Anggota Dewan kepada Ang­gota Dewan lain masih bisa diatasi oleh Pengamanan Dalam (Pamdal). Namun, ia memberi catatan, agar Standard Operating Procedure (SOP) Pamdal diperbarui, sehingga dapat mengatasi kejadian­kejadian yang tidak diinginkan.

“Kasus pemukulan sesama anggota itu kan tidak ada ancaman dari luar, tapi lebih kepada emosional ang­gota. Kasus di parlemen luar negeri bisa lebih parah lagi. Dari pada kita

membuat aturan­aturan baru yang hanya sekedar reaktif terhadap se­buah persoalan, saya kira nantinya malah mengganggu kenyamanan kita, buat apa ada polisi parlemen? Saya mengusulkan sebaiknya per­baiki SOP Pamdal saja,” saran Luk­man.

Politisi F­Partai Kebangsaan Bang­sa ini pun masih sangsi terhadap efektifitas keberadaan Polisi Parle­men. Pasalnya, sistem pengamanan yang ada, sudah cukup memadai. Ia mengusulkan, lebih baik memaksi­malkan tenaga pengamanan yang ada. Termasuk menambah kewena­ngannya. Misalnya, menyeleksi tamu yang akan masuk ke Gedung DPR. Namun ia menegaskan, bukan berarti ini menutup akses masyara­kat di DPR, namun sebagai langkah antisipasi terhadap hal­hal yang tak terduga.

“Kalau saya lihat, yang paling urgent di DPR yakni Pamdal harus lebih ketat untuk menyeleksi tamu­tamu yang masuk area DPR. Hal ini bukan untuk menutup komunikasi dengan masyarakat, tapi masyarakat yang datang ke sini (DPR), harus jelas tujuannya. Sebabnya, saya mende­ngar dari teman­teman sesama De­wan, terganggu dengan kedatangan orang yang tidak jelas, mengaku wartawan, LSM lah, atau sebagain­ya. Yang tidak jelas ini mengganggu konsentrasi kita. Asal masyarakat yang mau bertemu itu tujuannya jelas, ya disilahkan masuk,” jelas Lukman.

Politisi asal Daerah Pemilihan Riau II ini mengingatkan DPR jangan melahirkan sebuah organisasi baru yang nanti akan mengekang DPR

PERBAIKI SAJA SOP PENGAMANAN DALAM

Page 21: Edisi 124 TH. XLV, 2015

21EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

sendiri, bahkan mengurangi ke­nyamanan Anggota Dewan untuk bekerja. Ia menilai, justru malah terlihat aneh jika pengamanan DPR dipimpin oleh Brigadir Jenderal.

“Kita menjadi t idak lega. Kesannya DPR ini menjadi aneh, apalagi akan dipimpin oleh se­seorang yang berpang­kat Brigadir Jenderal yang ada kantor khu­sus di DPR. Kita sudah merasa aman dan nya­man, artinya tidak ada ancaman kerja. Paling ada gangguan­gang­guan yang tidak terlalu serius,” jelas Lukman.

Tak Perlu Polisi Parle­men Amankan Gedung Parlemen

Sementara itu, Ang­gota Komisi I DPR Tub­agus Hasanudin secara tegas menolak pem­bentukan satuan polisi khusus un­tuk mengamankan Kompleks Parle­men. Ia menilai keamanan komplek Parlemen sudah cukup memadai. Pamdal menjaga bagian dalam, dan dilakukan koordinasi dengan ke­polisian jika situasinya diperlukan.

“Tidak perlu kekhususan. Kalau wilayah Senayan ini masuk Jakarta Selatan, ya sudah, itu bagian dari tanggung jawab Polres Jakarta Se­latan. Kalau ini bagian dari Polda, itu bagian dari Polda saja. Jika perlu ada kekuhususan, ya tinggal disiap­kan saja Kepala Kompleks,” ujarnya.

Politisi F­PDI Perjuangan ini me­nilai, belum ada yang mendesak untuk membentuk polisi khusus di Gedung Parlemen. Justru, im­buh Hasanuddin, kalau ada polisi khusus di DPR akan membuat ke­san yang tidak baik sampai harus menata khusus keamanan untuk

orang­orang yang khusus, seperti Anggota DPR.

“Saya belum melihat Polisi Parle­men ini sesuatu yang krusial, yang

kemudian perlu ada organ atau struktur yang khusus. Biasa­biasa saja, nanti kesannya tidak baik, bahwa Gedung parlemen itu harus di manage secara khusus. Polisi se­cara otomatis memang harus me­ngamankan DPR kalau memang perlu pengamanan secara khusus. Tapi, tidak perlu dibentuk Polisi Parlemen, yang akan terkesan nanti seperti ada negara di atas negara,” jelas Politisi asal Dapil Jawa Barat IX ini..

Seperti diketahui, DPR dan Pimpi­nan Polri berencana membentuk Polisi Parlemen. Wacana tersebut sudah diperbincangkan oleh Waka­polri dengan sejumlah Pimpinan DPR. Wakapolri menjelaskan, ke­beradaan Polisi Parlemen yang juga ada di negara­negara lain, bertu­juan agar penataan dan pengaturan keamanan di Kompleks Parlemen lebih efektif.

Berdasarkan draf dokumen Desain dan Konsep Usulan Polisi Parlemen, disebutkan bahwa saat ini Parlemen di bawah kendali keamanan Pam Obvit dengan jabatan Kepala Unit

(K anit) ber pangkat Komisaris Polisi yang dibantu dua orang Pa­nit dengan pangkat AKP. Mereka diper­bantukan 30 personel Bintara.

Dengan konsep Polisi Parlemen, maka struk­tur itu akan berubah. P impinan ter t ingg i Polisi Parlemen nanti­nya akan diisi Direk­tur Polisi Parlemen yang dijabat oleh ang­gota Polri berpangkat Briga dir Jenderal Poli­si. Direktur dibantu oleh dua unsur pem­bantu pimpinan, yakni Kasubagrenmin dan Kasubagbinops. Ke­palanya dijabat polisi

berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kombespol).

Alasan diperlukan pengamanan melekat itu karena adanya beragam jenis ancaman keamanan di Indo­nesia. Pengamanan oleh Pamdal dan Polisi Pam Obvit dinilai sudah tidak sesuai dengan beragam anca­man keamanan di Indonesia.

Nantinya, Polisi Parlemen akan mengamankan pejabat negara VIP/VVIP. Asumsi lainnya, alasan DPR menginginkan Polisi Parlemen adalah audit security yang dilaku­kan oleh tim asistensi Direktorat Pam Obvit Polda Metro Jaya dari tahun 2014 hingga 2015 menyatakan keamanan di Kompleks Parlemen masih jauh dari standar yang telah ditetapkan oleh Polri. (sf) Foto: Iwan

Armanias, Andri/Parle/HR

Page 22: Edisi 124 TH. XLV, 2015

22 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Roem Kono, Ketua BURT DPR (F-PG, Dapil Gorontalo)

Saya kira konsepnya akan diatur dalam Per­aturan Tata Tertib DPR. Kita akan tunggu Peraturan DPR itu, sejauhmana nanti ben­tuknya akan kelihatan, lalu disesuaikan de­ngan peraturan itu. Tidak perlu dipolemik­

kan. Kalau orang yang mengatakan bahwa akan menjauhkan dengan rakyatnya, rakyat

siapa? saya dipilih oleh 120ribu orang tidak pernah mereka mengatakan itu masalah. Persoalannya sekarang masalah pemahaman orang yang tidak paham ikut bicara akibatnya membentuk opini yang tidak benar.

Achmad Hafisz Tohir, Ketua Komisi VI DPR (F-PAN, Dapil Sumsel I)

Jika nanti wacana Polisi Parlemen ini jadi, mung­kin hanya sebatas membantu sisi keamanan

saja. Polisi Parlemen ini juga tidak akan sama dengan Polisi lain pada umumnya. Saya kira, seragamnya juga mungkin bisa berbeda, karena kewenangannya hanya terbatas di

Kompleks Parlemen saja.

Pengamanan Dalam (Pamdal) itu hanya menjaga internal DPR, yang artinya mengamankan non­teknis. Jika sudah tek­nis, itu sudah menjadi kewenangan dari Polisi. Di Amerika atau negara lain, Parlemennya sangat dilindungi sekali.

Saya pikir, ini tidak terlalu berlebihan. Kita lihat kondisi nega ra, jika memang belum siap dari sisi anggaran, ya ja ngan dipaksakan. Namun sepertinya Pemerintah tidak punya ang­garan untuk ini, sehingga banyak pro dan kontra. Saya me­nyimpulkan, ini tidak terlalu urgent, tapi juga dibutuhkan.

Yudi Widiana Adia, Wakil Ketua Komisi V DPR (F-PKS, Dapil Jawa Barat IV)

Polisi Parlemen itu dalam rangka mengaman­kan obyek vital, itu perlu. Tapi bukan polisi untuk menangkap parlemen. Mereka yang kontra itu tidak mengerti masalahnya. Kita harus menjadikan sebagaimana halnya ma­

syarakat semangat ikut pemilu dalam memilih Anggota Parlemen. Anggota yang sudah terpilih

juga harus dijadikan anggota terhormat, gedung tempat mer­eka berkantor juga harus jadi gedung terhormat kebanggaan negara kita. Jadi kita ke Gedung Parlemen di negara mana­pun gedung itu sangat aman dan sangat terhormat, ya kita berharap kepada pimpinan DPR jadikan Gedung Parlemen menjadi berwibawa.

Yang penting, orang yang membawa bom ketahuan, kalau sekarang kan orang bawa bom nggak ketahuan. Tiba­tiba bom diledakkan di Gedung Parlemen siapa yang mau tang­gung jawab? Intinya untuk penertiban, jadi kita (Anggota Dewan) juga tidak nyaman, lihat masyarakat demo di ping­gir jalan, di situ (Gedung Parlemen) itu harus disediakan dan diatur.

Saleh Partaonan Daulay, Ketua Komisi VIII DPR (F-PAN, Dapil Sumut II)

Dari sisi keamanan dan kenyamanan, ke­beradaan Polisi Parlemen ini perlu. Jika ke­beradaannya dapat medukung keamanan dan kenyamanan, ya ini cukup membantu. Agar tidak terlalu mencolok terlihat se­perti Polisi pada umumnya, bisa saja Polisi

Parlemen ini menggunakan seragam khusus.

Polisi Parlemen ini bukan untuk menjaga eksklusifitas Ang­gota DPR, tapi memang kadang­kadang ada hal tak terduga yang menghambat kinerja DPR. Jika begitu, maka negara dan rakyat yang akan dirugikan.

DPR memiliki peran penting di Indonesia, sehingga berhak mendapatkan hak privilege (hak istimewa). Memang, Anggota Dewan tetap dapat melaksanakan tugasnya tanpa Polisi Par­lemen, tapi juga jangan sampai dalam melaksanakan kiner­janya terhambat karena hal­hal yang tak diinginkan.

Saya melihat, Pengamanan Dalam masih kurang maksimal pengamanannya. Dengan kawasan gedung yang cukup luas dan Anggota Dewan yang cukup banyak, jumlah personil masih kurang. Mereka juga perlu dberi pelatihan tambahan. Jika Pamdal yang terlatih sudah cukup memadai, sebenarnya tidak butuh Polisi Parlemen. Tidak mesti Polisi Parlemen yang turun jika ada hal­hal yang tak diinginkan, cukup Pamdal saja.

Teuku Riefky Harsya, Ketua Komisi X DPR (F-PD, Dapil Aceh I)

Saya memang belum tahu secara detail bagaimana konsep Polisi Parlemen ini, na­mun jika maksudnya Polisi Parlemen ini dibawah wewenang Polri, dan melalui proses pendidikan yang standar dari Polri, kami rasa ada baiknya perlu diadakan Polisi Parlemen.

Dengan banyaknya jumlah manusia yang ada, ini membuat Kompleks Parlemen sangat ramai. Sehingga pengamanan lembaga ini memang sangat perlu yang memadai. (sc,sf)

K A T A W A K I L R A K Y A T

Page 23: Edisi 124 TH. XLV, 2015

23EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

RUMAH RAKYAT HARUS DIJAGA DAN DIAMANKAN

“Ge d u n g D P R i t u k a n rumah rakyat, jadi ya suka­suka rakyat.” Cu­

kup sering mendengar kalimat se­perti ini bahkan dengan nada ketus. Maunya yang bicara rumah rakyat harus dibuka seluas­luasnya bagi rakyat kalau perlu tanpa aturan. Eit tunggu dulu, begitu kata P.O. Ram, Sekretaris Jenderal AIPA ­ organi­sasi parlemen negara­negara ang­gota Asean. Ia mempunyai penjela­san yang lebih lengkap soal masalah ini.

“Bukan hanya gedung dewan yang punya rakyat. Negara ini tanah, bumi dan air, semua punya rakyat. Rakyat yang berdaulat tapi bukan berarti rakyat boleh sesuka hatinya di neg­ara ini. Ada aturan, perlu dijaga agar negara tertata dan menjadi lebih baik. Begitu juga Gedung DPR perlu ditata, dijaga agar rakyat semakin bangga pada gedung milik mereka ini,” pungkas dia saat dijumpai di Ja­

karta, beberapa waktu lalu.

Itulah filosofi utama pengamanan gedung parlemen disetiap belahan dunia. Baginya rakyat boleh ber­temu dengan mudah, kapan saja de ngan para wakilnya di daerah pemilihan pada saat reses tetapi ketika ingin mendatangi gedung dewan mereka perlu mencermati aturan yang berlaku. Perlu mem­perlihatkan kartu pengenal dan menjelaskan apa maksud kedatan­gan kepada petugas yang telah ditetapkan.

Pengamanan gedung parlemen menurutnya tentu tidak seperti mengamankan istana kepreside­nan. Sebagai kepala negara seorang presiden adalah lambang penting bagi keberadaan suatu negara. Dia satu­satunya bagi negara sehingga perlu dijaga dengan pasukan khu­sus dengan pengawasan melekat mulai dari kantor tempat bekerja,

rumahnya dan keluarganya. Se­mentara parlemen memang tidak perlu pasukan komando tetapi mu­tlak dijaga oleh pasukan yang di­latih dengan khusus.

“Petugas pengamanan mesti pa­ham apa yang perlu dijaga pada gedung dewan, apa saja tantangan­nya. Penjaga gedung dewan bukan watch man, yang duduk mengamati kemudian membuat laporan. Mere­ka harus mempunyai kemampuan mempertahankan gedung dalam keadaan darurat, merespon suatu kondisi dengan cepat, misalnya se­rangan teroris. Langkah ini harus dilakukan sampai polisi atau ten­tara datang ke lokasi ini,” papar dia.

Pertanyaan besarnya selanjutnya adalah siapa yang bisa melakukan itu. Pada sejumlah parlemen mere­ka membangun satu kekuatan in­dependen terpisah dari pengaruh eksekutif dan yudikatif, membuat pelatihan sendiri, sistem kepega­waian tersendiri yang tentunya memerlukan anggaran yang cu­kup besar. Pilihan lainnya adalah melakukan outsourcing petugas yang sudah terlatih dalam hal ini aparat kepolisian.

“Ini yang dilakukan parlemen Si­ngapura. Dengan outsourcing kita tidak perlu merisaukan petugas, kalau kita meminta mereka menyi­apkan 50 petugas setiap hari setiap menit mereka harus menyiapkan­nya 50 orang sesuai standar yang kita minta. Kita tidak repot dengan administrasi, cuti, sakit atau ber­halangan. Setiap hari selalu ada 50 petugas menjaga kawasan parle­men,” tandasnya.

Sekjen AIPA P. O. Ram

Page 24: Edisi 124 TH. XLV, 2015

24 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Kondisinya akan sangat berbeda apabila petugas outsourcing diambil dari perusahaan swasta yang belum mempunyai aparat yang memenuhi standar sesuai tantangan keaman­an yang dihadapi gedung parlemen.

Bisa meluncur dengan cepat di ge­dung tinggi melakukan aksi penye­lamatan bagi pimpinan atau ang­gota dewan yang masuk kategori VIP. Dalam kondisi tertentu senjata api bisa saja diperlukan. Apakah seorang petugas dari perusahaan swasta telah memiliki lisensi meng­gunakan senjata?

Bagi Ram yang pernah menjabat seba gai Sekjen Parlemen Singapura wacana pembentukan Polisi Parle­men oleh DPR patut dikaji dengan serius. Berdasarkan pengalaman pribadinya ia mendukung kalau ke­mudian DPR bekerja sama dengan kepolisian. “Good idea kalau DPR bekerja sama dengan kepolisian, menetapkan bintang satu sebagai chief of police bagus saja yang pen­

ting ada anggaran tersedia,” tutur dia.

Hal yang tidak kalah penting menu­rutnya adalah standing order yang telah disepakati oleh setiap pihak di parlemen termasuk anggota de­wan. Apabila ada pihak­pihak yang melanggar ketentuan itu, telah di­siapkan sanksi tegas yang dijalankan termasuk oleh polisi parlemen. “Bu­kan tidak mungkin karena melang­gar aturan yang telah ditetapkan, standing order yang telah disepa kati anggota dewan bisa ditahan oleh polisi parlemen dalam satu ruangan, bukan penjara ya tapi ruangan yang dijaga. Semua atas perintah satu komite yang biasanya dipimpin oleh speaker,” demikian Ram. (iky) Foto: An-

dri/Parle/HR

Seketat pengamanan ban­dara. Itulah penggambaran sederhana Daniel Blessing yang pernah bekerja se­

lama lima tahun di Parlemen Jer­man atau biasa disebut Bundestag. Peneliti yang saat ini bekerja di Deutsche Gesellschaft für Interna­tionale Zusammenarbeit (GIZ), Ja­karta ini mencermati pengamanan di gedung parlemen penting un­tuk menjaga anggota dewan tidak bekerja di bawah tekanan siapapun. Itulah sebabnya Polisi Parlemen Jerman atau biasa disebut Polizei beim Deutschen Bundestag mene­tapkan rambu­rambu yang tegas untuk setiap wilayah.

“Sejak serangan teroris di Spanyol dan London pengamanan gedung parlemen di Jerman sangat ketat, publik tentu dapat masuk setelah melewati pemeriksaan ketat yang

perbandingannya seperti penga­manan di bandara,” ujar dia saat di­hubungi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan Polisi Parlemen di Jerman di rekrut dari jajaran Polisi Federal. Baginya itu sangat masuk

akal untuk membangun tenaga pengamanan sendiri tentu sangat rumit dan perlu biaya yang tidak sedikit. Polisi di Bundestag Jerman diperlukan untuk menjaga keter­tiban umum dan keamanan serta menjaga fungsi kerja parlemen dan komite­komitenya. Polisi bertang­gung jawab atas segala bangunan, tempat dan lahan yang berada di bawah administrasi Bundestag.

Sebagaimana ditulis dalam situs resminya www.bundestag.de, ke­beradaan polisi parlemen dimuat dalam Konstitusi. Bundestag dil­indungi dari pengaruh eksekutif dan yudikatif, yang sejalan den­gan prinsip pemisahan kekuasaan. Bagi Daniel terlalu beresiko kalau mempercayakan keamanan parle­men kepada petugas satpam biasa tanpa dibekali kemampuan khusus. Namun pastinya masing­masing

POLISI PARLEMEN JERMAN DIREKRUT DARI POLISI FEDERAL

Page 25: Edisi 124 TH. XLV, 2015

25EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Fok us perhat ian publ ik Amerika Serikat tertuju pada headline sejumlah media yang menyoroti aksi

Officer Pau McKenna petugas The United States Capitol Police (USCP) yang mengejar dan menghadang laju jalan anggota Kongres Amerika Cynthia McKinney ketika memasuki Capitol (DPR Amerika). Paul meng­aku mengambil sikap tegas karena Cynthia melaju melintasi alat metal detector tanpa mengenakan tanda pengenal termasuk pin khusus ang­gota dewan.

Paul dan Cynthia saling berbeda pendapat soal insiden ini. Paul tegas menyatakan menegakkan aturan

USCP: TEGAS MENEGAKKAN ATURAN

negara mempunyai tantangan dan pendekatan berbeda.

“Jelas tidak bisa disamaratakan. Pilihan DPR tentu tergantung ka­jian apakah akan membentuk polisi parlemen atau petugas pengaman­an yang lain. Yang harus dipastikan adalah pengamanan parlemen ha­

rus diorganisasikan dengan baik, perlu diberi ruang untuk bekerja independen dengan sistem yang sudah tertata baik,” tutur dia.

Aturan pengamanan itu menurut­nya harus menjadi kesepakatan seluruh anggota dewan termasuk sanksi bagi siapa saja yang me­

langgar. Untuk lingkup Bundestag, dibentuk satu komite khusus yang dipimpin langsung oleh Presiden Parlemen yang akan memeriksa apabila ada pelanggaran peraturan termasuk oleh anggota dewan.

Polisi di Bundestag Jerman telah mengikuti pelatihan bertahun­tahun pada pemerintah federal. Mereka tidak memperlakukan sese­orang sebagaimana yang berlaku di kantor kepolisian karena berlawa­nan dengan semangat kepolisian parlemen. Peralatan resmi yang digunakan pada polisi Bundestag memiliki ciri khusus dibandingkan kesatuan polisi negara atau Polisi Federal.

Polizei beim Deutschen Bundestag bekerja sama dengan kesatuan poli­si lainnya, terutama dengan polisi Berlin. Rapat koordinasi rutin dan pertukaran secara reguler tentang laporan situasi terkini dari masing­masing kesatuan. (iky)

Page 26: Edisi 124 TH. XLV, 2015

26 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

(walaupun belakangan ia me ngaku sesaat t idak mengenal Cyntia karena baru saja merubah model rambutnya). Sedangkan anggota Kongres Cynthia dalam laporannya menyebut kasus ini sebagai aksi rasis kepada dirinya yang berkulit hitam. Namun dibalik perdebatan peristiwa yang terjadi 26 Maret 2006 itu, publik mendapat gambar­an USCP menjalankan tugasnya mengamankan gedung dewan tan­pa pandang bulu.

Sejarah Polisi Parlemen AS seperti yang ditulis dalam website res­minya uscapitolpolice.gov dimulai sejak tahun 1801 saat boyongan dari Philadelphia ke Capitol Building di Washington DC. Pada awalnya tugas utamanya adalah menga­mankan gedung dan aset. Kemudi­an diperluas menjadi menyediakan beragam layanan pengamanan bagi komunitas yang mendukung tugas­tugas kekongresan termasuk para pengunjungnya. USCP didukung beragam unit, patroli jalan kaki dan dengan kendaraan, sejumlah bangunan pos, tim yang bekerja 24 jam diberi nama Containment and Emergency Response Team (CERT), K9, Seksi Materi Berbahaya yang juga bekerja 24 jam ditambah Polisi Perpustakaan Kongres yang mulai

bergabung pada tahun 2003. Total seluruh anggota pengamanan yang telah disumpah ini berjumlah 1800 orang.

USCP mengusung motto ‘wear the badge feel the honour’. Rekam jejak prestasinya membuahkan peng­hargaan CALEA Gold Standard dari komisi independen yang memberi­kan agreditasi di bidang keamanan publik. Disamping kebanggaan ko­rps anggota USCP dalam sump­ahnya diminta untuk berkomitmen untuk mengedepankan perlindu­ngan pada proses legislasi sebagai simbol dari demokrasi. “We protect the legislative process, the symbol of our democracy, the people who carry out the process, and the mil­lions of visitors who travel here to see democracy in action.”

Sebagai satu kesatuan USCP juga berkomitmen membangun keraga­man sebagai bagian dari keragaman Amerika. USCP harus dapat mere­presentasikan banyak ras, warna kulit, agama, pandangan politik, je­nis kelamin dan usia. Kekuatan mer­eka berasal dari hampir 50 negara bagian dan teritori. “We embrace and celebrate a diverse workforce, where we believe inclusion makes our workplace stronger and respect­

ing each individual as a person and as a professional is essential.”

Tidak mudah untuk menjadi anggota USCP. Ada sejumlah persyaratan minimum yang harus dipenuhi di­antaranya Physical Readiness Test yang setara dengan kepolisian Amerika. Kandidat juga harus lulus Police Officer Selection Test dengan skor minimal 70, untuk kemampuan dasar matematika, membaca dan tata bahasa. Pendidik an minimal adalah High School Diploma atau kurang lebih setingkat SMA lulus medical, polygraph dan psychologi­cal examination serta sejumlah per­syaratan lainya.

Setelah dinyatakan lulus kandidat akan mengikuti training, minggu pertama di Pusat Diklat USCP di Cheltenham, MD dan dilanjutkan pelatihan 12 minggu penuh di Fed­eral Law Enforcement Training Center (FLETC) di Glynco, Georgia. Setelah itu dilanjutkan 13 minggu pelatihan kemampuan khusus di Pusat Diklat USCP. Berarti total pelatihan 26 minggu. Jenis pelatih­an juga sangat beragam, mari lihat daftarnya; Officer Safety and Sur­vival, Communications and Inter­viewing, Constitutional and Federal Law, Criminal Law, Arrest Tech­niques, Defensive Tactics, Drugs of Abuse, Terrorism, VIP Protection, Physical Security, Firearms, Tac­tics for Flying Armed, Driver Train­ing dan Physical Efficiency Battery (PEB).

Disamping komitmen yang menjadi beban kerja USCP juga telah mene­tapkan standar penghargaan bagi setiap anggotanya. Dalam informasi yang dikutip dari laman resmi USCP ada gaji dan sejumlah tunjangan, kepuasan membangun karir sebagai pegawai publik yang menantang dan kebanggaan menjadi pegawai federal serta bagian dari anggota Departemen Kepolisian Amerika. (iky) Foto: uscapitolpolice.gov

LAPORAN UTAMA

Page 27: Edisi 124 TH. XLV, 2015

27EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Pro dan kontra muncul di ten­gah publik, pasca wacana pembentukan Polisi Parlemen

bergulir dari ruang rapat Badan Legislasi DPR RI. Markas Besar Pol­ri sebagai pengusung konsep ini, mencermati pro dan kontra terse­but. Dinamika ini jelas produktif sehingga proses pengkajian akan lebih banyak menjaring masukan dari sejumlah pihak yang menyu­arakan pemikirannya. Itu yang di­sampaikan Karo Lemtala Srena Pol­ri, Brigjen Pol Gatot Eddy Pramono dalam pembicaraan dengan Parle di Jakarta belum lama ini.

“Jalan masih panjang, pembentu­kan Polisi Parlemen perlu terlebih dahulu adanya kesepakatan di in­ternal Parlemen serta dukungan masyarakat/rakyat. Hingga saat ini masih terdapat suara pro kon­tra baik dikalangan anggota DPR maupun masyarakat. Jika parle­men dan masyarakat sepakat, maka Polri tentu akan mendukung pembentuk an Polisi Parlemen ini. Sebaliknya bila internal DPR tidak sepakat dan dukungan masyarakat tidak kuat, tentu Polri tidak akan memaksakan pembentukan Polisi Parlemen dan akan mengoptimal­kan Sistem Pengamanan yang su­dah ada dengan Polda Metro Jaya sebagai ujung tombaknya,” katanya sambil menganggukkan kepala.

Ia mencatat pergantian era orde baru ke reformasi juga menimbul­kan berbagai macam konflik, dina­mika politik meningkat serta mun­culnya kelompok­kelompok radikal yang melakukan aksi­aksi teror di

berbagai tempat dan telah menarik pehatian dunia internasional ketika Bom Bali 1 dan 2 menimbulkan kor­ban jiwa tidak hanya warga Indo­nesia tetapi juga warga negara lain yang jadi tamu di sini.

Kelompok radikal ini terus melaku­kan pergerakan bersifat klandeis­tein serta terorganisir dan terus melakukan rekruitmen dengan berbagai cara. Sejumlah temuan menunjukkan sebagian jaringan kelompok radikal ini diketahui me­miliki sasaran teror yakni obyek vital selain untuk menunjukkan eksistensinya juga ingin meng­ganggu stabilias keamanan negara. Mereka juga merupakan transnasi­onal organized crime yang memiliki jari ngan di luar Indonesia bahkan dalam melakukan aksi terornya direncanakan, didanai, dan diken­dalikan dari luar negeri.

Pembentukan satuan Polisi Parle­men diharapkan menjadi jawaban menghadapi dinamika politik dan ancaman serta gangguan yang muncul di negeri ini. “Pembentukan Polisi Parlemen ada plus dan mi­nusnya. Keuntungannya, pelayanan untuk pengamanan, perlindungaan dan penciptaan ketertiban diling­kungan parlemen akan lebih men­jadi optimal, apalagi dari catatan kepolisian pernah terjadi peristiwa gangguan kamtibmas yang cukup signifikan seperti ledakan bom oleh pelaku teror pada tahun 2003, de­montrasi anarkis termasuk konflik internal yang berpotensi melanggar hukum. Sebagai contoh di Amerika serikat, dengan terbentuknya US Capitol Police, maka pelayanan pengamanan, perlindungan parle­men menjadi lebih fokus dan baik,” papar dia.

POLRI CERMATI PRO DAN KONTRA POLISI PARLEMEN

Page 28: Edisi 124 TH. XLV, 2015

28 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Tidak Menjauhkan Dewan dari Masyarakat

Gatot membantah pandangan yang muncul bahwa pembentukan Polisi Parlemen dianggap berlebihan dan memunculkan kekhawatiran akan menjauhkan anggota dewan dengan masyarakat yang diwakili oleh ang­gota dewan sehingga akan dapat menghambat komunikasi dalam penyampaian aspirasi kepada ang­gota dewan. Kehadiran Polisi Parle­men tekannya untuk menjamin dan memelihara keamanan serta ke­tertiban masyarakat di lingkungan parlemen.

“Ketertiban tentu bukan hanya ke­inginan aparat kepolisian semata

tapi tentu dambaan segenap stake holder termasuk masyarakat. Ke­tertiban di parlemen tentu akan meningkatkan aura parlemen, membuat masyarakat menjadi lebih nyaman, terlayani dalam menyam­paikan aspirasinya, anggota dewan juga terbantu karena bisa bekerja dengan efektif dalam memper­juangkan aspirasi konstituen,” jelas dia.

Demokratisasi yang terus berkem­bang dan dinamika kriminalitas juga mempengaruhi jaminan ke­amanan dan ketertiban di komplek MPR/DPR/DPD sehingga satuan pengamanan yang saat ini terdiri dari empat unsur Pam Obvit Polda Metro Jaya, Pamdal MPR, DPR dan

DPD dinilai tidak efektif lagi. Hal ini dilihat dari jumlah personil yang terbatas dan tidak memiliki kompe­tensi sesuai tantangan yang terus berkembang.

Perlu perubahan terhadap instru­men hukum yang mengatur sistem manajemen pengamanan yang terintegrasi dan menempatkan Polri sebagai leading sector dalam sistem manajemen pengamanan di komplek parlemen. Hasil evaluasi menunjukkan dengan menempat­kan Polri sebagai unsur kekuatan yang bersifat pendukung (backup) akan kesulitan dalam melakukan langkah strategis sinergisitas poli­sional. (iky) Foto: Naefuroji, Andri/Parle/

HR

LAPORAN UTAMA

Page 29: Edisi 124 TH. XLV, 2015

29EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Matahari baru menggeliat dari peraduaannya. Sua­sana Kompleks Parlemen

pun masih cukup lenggang. Na­mun, tak jauh dari pos Pengamanan Dalam (Pamdal), sejumlah personel sudah nampak berbaris rapi. Mere­ka hendak mendengarkan arahan dari Sang Komandan. Sesekali juga personel Pamdal olahraga pagi ber­sama. Selain apel pagi dan olahraga, sebagian personel juga sudah siaga di posnya masing­masing.

Ya, inilah sebagian gambaran kecil tentang kegiatan Pamdal pada pagi hari. Aktifitas Pamdal pada siang, sore atau bahkan malam hari tentu­nya terlihat berbeda. Namun, Pam­dal tetap dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) utamanya untuk mengamankan Kompleks Parlemen.

Untuk mengupas tentang sistem pengamanan di Kompleks Parle­men, Parlementaria pun menemui Kepala Biro Umum Sekretariat Jen­deral DPR RI, Mardian Umar, baru­baru ini. Sebagaimana diketahui, secara struktur lembaga, Bagian Pamdal berada di bawah kendali Biro Umum. Bertempat di ruang kerjanya, Mardi, biasa ia dipanggil, menceritakan seluk beluk penga­manan yang ada di DPR.

“Sesuai tupoksi, Pamdal itu me­ngamankan Kompleks Parlemen di Senayan, Rumah Jabatan Anggota (RJA) Ulujami, RJA Kalibata, dan Wisma Kopo. Tugas satuan pe­ngamanan utamanya ada di tiga hal, yaitu personal yang bertu­gas di lingkungan DPR Sena­

yan. Kemudian pengamanan aset, baik gedung maupun barang. Dan terak hir, aktifitas atau kegiatan di DPR. Kami bertugas sesuai dengan batas kemampuan kita,” jelas Mar­di, mengawali perbincangan.

Sampai saat ini, jelas Mardi, Pamdal berjumlah 489 personel, ter­diri dari 129 personil berstatus Pega­wai Negeri Sipil, 300 personil outsourcing, dan 53 perso­nil berstatus ho nor. Jumlah personi l itu dibagi menjadi 25 personel di RJA Ulujami, dan 30 personel di Wisma Kopo. Un­tuk RJA Kalibata b e r j u m l a h 150 perso­nel, na­m u n

sampai sekarang operasinya di bawah kendali Biro Pemeliharaan dan Bangun an Instalasi, bukan Biro Umum.

Mengenai perbedaan kendali ope­rasi ini, Mardi mengaku sedang dalam tahap pembenahan, agar menjadi satu komando dan satu

langkah. Ia berharap segera ada kebijakan dari Pimpinan Dewan

dan Pimpinan Sekretariat Jenderal untuk menyatukan

kembali. Belum lagi, per­masalahan personel Pam­dal yang berstatus PNS juga sudah mulai menua.

SISTEM PENGAMANAN DPR

PANTANG TAK MAMPU DAN TAK BISA

Page 30: Edisi 124 TH. XLV, 2015

30 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

“Dalam melaksanakan tugas penga­manan, Pamdal sudah melakukan­nya sesuai dengan Daftar Susunan Personil dan Peralatan (DSPP) yang berlaku saat ini. Karena kami pan­tang mengatakan tidak mampu dan tidak bisa. Kami dididik untuk se­perti itu,” tegas Mardi.

Paduan Personel dan Teknologi

Mardi menjelaskan, sistem pe­ngamanan terpadu yang dilakukan Pengamanan Dalam, merupakan perpaduan antara personel Pam­dal itu sendiri, dengan teknologi. Personel yang ada saat ini, jumlah­nya dicukupi, kemudian dibarengi dengan penggunaan teknologi. Teknologi yang digunakan dian­taranya Closed Circuit Television (CCTV), hal ini sesuai dengan Per­aturan Daerah. Selain itu, ada plat barrier, barrier gate dan alat pen­deteksi bom.

“Penggunaan CCTV kami akui memang belum maksimal, tapi minimal sudah kita lakukan. Mu­

dah­mudahan tahun ini dapat kita sempurnakan lagi. Dengan adanya CCTV ini, harapannya kita akan mengetahui data awal ketika sese­orang bergerak, hingga jika orang itu melakukan tindakan kejahatan, baik itu di dalam ruang, maupun di luar ruang. Personal dan teknologi bekerja beriringan,” imbuhnya.

Ketika ditanya mengenai ancam­an bom, Mardi mengakui, DPR me­mang pernah mendapat teror bom. Namun ia melihat, ancaman bom tidak hanya pernah diterima oleh DPR saja, tapi hampir di seluruh instansi negera ini. Sebagai antisi­pasinya, ia memberikan perhatian khusus soal ancaman ini, kepada Komandan Satuan, maupun para personil, untuk lebih waspada ter­hadap orang­orang yang masuk, termasuk kendaraan bermotor.

“Mengenai ancaman bom, tentu kita punya cara bertindak dan beker­janya, kerjasama dengan pihak kepolisian dan unit terkait. Kami juga memberikan pelatihan kepada

personil. Orang­orang yang ber­niat jahat itu kan gerakannya agak berbeda. Jika orang yang berencana melakukan tindakan negatif, pada saat masuk kawasan DPR ini pasti akan terlihat beda, mungkin terli­hat agak ketakutan. Beda dengan orang yang sudah biasa beraktifitas di DPR,” analisa Mardi.

Untuk antisipasi terhadap anca­man bom, ia meminta kerjasama dari seluruh unsur yang ada di Kompleks Parlemen. Terutama dari para pegawai yang memang sudah terbiasa beraktifitas di DPR.

Untuk mengimbangi kebutuhan, penampilan Pamdal pun ‘naik pang­kat’. Untuk personel khusus yang bertugas di ruang Pimpinan DPR, ataupun ketika bertugas pada saat Rapat Paripurna, personel menge­nakan stelan jas, bukan seragam seperti biasanya.

Berharap Penambahan Personel

Menilik jumlah personel dan sarana

LAPORAN UTAMA

Page 31: Edisi 124 TH. XLV, 2015

31EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

prasarana yang ada, Mardi menilai belumlah ideal. Ia mengaku, me­mang sulit mengukur ideal untuk jumlah personel ataupun sarana prasarana yang dibutuhkan, walau­pun Polri pernah memberikan rasio pengamanan yang ideal.

“Parlemen ini dinamikanya luar bi­asa. Kadang, di suatu Komisi atau AKD, kita cukup jaga dengan 2­3 personil. Tapi kalau ada dinamika yang terjadi, tidak cukup kita ta­ngani, bahkan bisa sampai 20 per­sonel. Dinamika ini harus kita anti­sipasi dari jauh sebelumnya, dengan melihat laporan semua unsur,” tu­kas Mardi.

Walaupun belum memenuhi kriteria ideal, Mardi memastikan pihaknya tetap menjalankan standard penga­manan yang terbaik. Apalagi, seti­daknya dalam setahun belakangan, Pamdal cukup mendapatkan nilai plus, ditandai dengan tidak adanya pencurian kendaraan bermotor, aksi perkelahian, dan lain sebagai nya.

“Hal itu patut kita banggakan dari sisi upaya mengamankan kegiatan dewan ini. Dengan segala keterba­tasan personil, sarana prasarana dan lain sebagainya, kita lakukan pengamanan semampu kami. Upa­ya untuk memberikan keamanan dan kenyamanan kepada Anggota Dewan terus kita tingkatkan,” janji Mardi.

Untuk itu, ia sangat berharap se­cepatnya segera ada penambahan personel Pamdal. Pelatihan kepada personel juga semakin ditingkat­kan. Sehingga, pengamanan DPR akan semakin baik.

“Harapan kami, di tahun ini Insha Allah kami akan merekrut kembali 150 personil tambahan. Jadi, dengan penambahan personel dan penera­pan teknologi, pengamanan DPR akan semakin lebih baik. Termasuk pelatihan, baik di dalam atau di luar

satuan, akan terus kita terapkan. Memang ada cara khusus sistem pengamanan yang kami miliki, na­mun tidak mungkin kita kupas di sini,” harap Mardi.

Ketika ditanya mengenai wacana Polisi Parlemen, Mardi mengaku mendukung rencana itu. Apalagi ia juga sudah pernah diminta Badan Legislasi DPR untuk menyampai­kan ide dan gagasan mengenai Polisi Parlemen ini. Namun, dengan sumber daya manusia yang ada saat ini, ia menginginkan kemampuan personel Pamdal ditingkatkan. Apa­

lagi soal peningkatan kemampuan Pamdal ini juga sudah digagas oleh Wakil Ketua DPR Bidang Korpol­kam, Fadli Zon.

“Apa yang disampaikan Pak Fadli Zon terkait meningkatkan kemam­puan Pamdal, itu benar. Tapi, upa­ya peningkatan ini baru bisa kita lakukan jika personilnya cukup. Kalau setiap hari personil dibagi habis untuk bertugas, kapan kami berlatihnya? Kalau nanti ditambah 150 personel, bahkan mungkin 300 personel, ada personel cadangan yang dipersiapkan apabila terjadi sesuatu. Jika tidak terjadi, maka

personel yang ada ini akan berlatih,” jelas Mardi.

Mardi sangsi dengan jumlah perso­nel yang terbatas dapat meningkat­kan kemampuan Pamdal. Meng ingat setiap harinya, jumlah personel Pamdal habis untuk bertugas. Pe­ningkatan kemampuan itu, tambah Mardi, meliputi peningkatan ke­mampuan satuan di dalam satuan, yang melatih adalah pihak internal. Selain itu, ada pening katan kemam­puan satuan di luar satuan, dimana yang melatih diantaranya Brimob dan Kopassus.

“Wacana Polisi Parlemen ini kami dukung. Karena menurut kami, is­tilah Polisi Parlemen ini bukanlah Polisi yang mengambil alih penga­manan DPR, karena Polisi ini punya masyarakat dan negara, sehingga harus mengamankan dimana saja. DPR juga wilayah pengamanan Poli­si, tapi karena keterbatasan Polri, mereka membaut satuan penga­manan di luar TNI Polri, yaitu Pam­dal. Kami mendukung, karena ide konsep gagasan sudah kita berikan. Apapun yang diterapkan dari atas, kami harus mampu melaksanakan­nya,” janji Mardi sambil menutup perbincangan. (sf) Foto: Naefuroji/Parle

Page 32: Edisi 124 TH. XLV, 2015

32 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Saat ini DPR RI melalui Badan Legislasi tengah membahas Rancangan Peraturan DPR

RI tentang Sistem Pengamanan di Lingkungan Gedung DPR RI. Se­cara umum Rancangan Peraturan DPR RI tersebut memiliki tujuan untuk menata sekaligus memper­baiki pola dan sistem pengamanan di lingkungan gedung DPR RI yang dirasakan semakin hari semakin ti­dak kondusif bagi berlangsungnya kegiatan kenegaraan sehari­hari para anggota DPR RI. Hampir setiap hari dapat kita lihat betapa longgar­nya pengamanan sejak kita masuk kompleks DPR RI baik bagi pejalan kaki, kendaraan bermotor roda dua, hingga mobil termasuk taksi. Jikapun ada pemeriksaan (terhadap taksi), hal itu dirasa sebagai formali­tas belaka, kecuali jika ada hajat be­sar seperti pidato kenegaraan maka pola pengamanannya diperketat dan melibatkan pihak kepolisian serta Pasukan Pengamanan Presi­den (Paspampres). Selanjutnya jika hendak memasuki ruang sidang/rapat, maka siapapun bisa mema­sukinya (baik di ruang rapat utama ataupun di balkon) tanpa pemerik­saan secara ketat kecuali sifat rapat tertutup. Selain pola pengamanan yang bersifat fisik keamanan, pena­taan gedung juga menjadi perhatian termasuk di dalamnya penempatan ruang­ruang teknis seperti pusat gas, pusat pengendali elektrik (lis­trik), AC, dan lain sebagainya men­jadi persoalan yang rumit. Belum lagi dengan melihat penataan ka­wasan dengan banyaknya warung/kedai hingga ke dekat gedung rapat

utama (paripurna). Hal itu tentu sangat membuka ruang bagi ter­jadinya potensi keadaan bahaya baik di sengaja (sabotase) maupun akibat kecelakaan (tabung gas me­ledak, korsleting, dll).

Berdasarkan hal itu semua, maka DPR RI merasa perlu untuk mem­buat peraturan dalam rangka mena­ta dan mengelola kawasan kompleks gedung DPR RI ini dengan baik tan­pa menghilangkan sifat kedekatan antara wakil rakyat dan rakyatnya. Yang paling utama adalah bagaima­na mengatur hal tersebut tetapi tetap mempertimbangkan sifat par­lemen sebagai lembaga yang me­wakili kepentingan rakyat. Atas hal tersebut terdapat beberapa pilihan

yang disampaikan dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan tersebut. Salah satunya adanya pola zonasi yang dalam rancangan Peraturan DPR RI tersebut dise­butkan ada zona hijau, zona kuning dan zona merah sebagai tingkatan gradasi pengamanan. Untuk zona hijau, pengamanan relatif longgar, sementara zona kuning lebih diper­ketat dan terbatas, sedangkan zona merah menjadi semacam restricted area. Pilihan lain yang digagas oleh beberapa pihak terutama pihak ke­polisian adalah dibentuknya polisi parlemen atau pola pengamanan melekat seperti di beberapa Negara meskipun dengan catatan harus merubah beberapa peraturan lain­nya yang menegaskan bahwa polisi

Model Pengamanan Kompleks DPR RI

SUMBANG SARAN

Page 33: Edisi 124 TH. XLV, 2015

33EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Dr. Indra Pahlevi, S.IP., M.Si *

hanya sebagai pendukung dalam pengamanan di kompleks gedung DPR RI ini dalam posisi sebagai pengamanan obyek vital.

Dalam dokumen yang dipaparkan pihak kepolisian kepada Badan Legislasi beberapa waktu lalu dise­butkan bahwa alasan diperlukan pengamanan melekat itu karena adanya beragam jenis ancaman keamanan di Indonesia. Saat ini, dengan keberadaan Pasukan Peng­amanan Dalam (Pamdal) dan Polisi Pam Obvit (Pasukan Pengamanan Objek Vital) di bawah Polda, dirasa sudah tidak sesuai dengan beragam ancaman keamanan di Indonesia. Polisi Parlemen adalah jawabannya, di mana Polri menjadi backbone

(tulang punggung) dalam penga­manan kompleks MPR/DPR/DPD RI dan bukan menjadi backup pe­ngamanan daripada otoritas penge­lola Obvitnas, khususnya kompleks MPR/DPR/DPD RI. Nantinya, Polisi Parlemen ini akan mengamankan pejabat negara VIP/VVIP. Asumsi lainnya, adalah audit security yang dilakukan oleh tim asistensi Direk­torat Pam Obvit Polda Metro Jaya dari tahun 2014 hingga 2015. Hasil­nya, keamanan di kompleks parle­men masih jauh dari standar yang telah ditetapkan oleh Polri. Meski terdapat satuan Dit Pam Obvit PMJ yang hanya dijabat seorang Kanit dengan berpangkat Pamen (Kom­pol) dengan sejumlah personel ha­nya 30 orang.

Fokus konsep ini adalah desain baru yang diperlukan sebagai upaya mengembangkan sistem keamanan yang spesifik atau khas yaitu legis­latif security manajemen yang se­jalan dengan tugas pokok, fungsi dan peran Polri. Maka pendekatan keamanan khusus pada parlemen melalui satuan Polisi Parlemen sa­ngat diperlukan. Landasan yuridis­nya adalah Undang­Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri. Juga Keputusan Presiden Nomor 63 ta­hun 2004 tentang Obyek Vital Na­sional. Lalu, Peraturan Kapolri No­mor 24 tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisa­si, Perusahaan dan atau Instansi/Lembaga Pemerintah.

Melihat beberapa pilihan model pengamanan di atas tentu kita ha­rus mengkajinya secara mendalam dengan melihat berbagai aspek yai­tu aspek teknis, aspek sosiologis, dan aspek politis. Ketiga aspek itu harus menjadi rujukan utama dalam membuat peraturan tentang pola pengamanan kompleks gedung DPR RI ini. Secara teknis kita semua su­dah mengetahui dan memahami bahwa keadaannya sudah sangat longgar seperti sudah disampaikan di muka dengan berbagai potensi keadaan bahaya yang mungkin tim­bul. Aspek kedua yaitu aspek so­siologis merupakan hal yang sangat penting diperhatikan karena karak­teristik parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat memang “harus” dekat dengan rakyatnya atau tidak berjarak. Dengan demikian pola pengamanan yang hendak diran­

Page 34: Edisi 124 TH. XLV, 2015

34 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

cang harus tetap mengedepankan terciptanya pola komunikasi antara wakil rakyat dan rakyatnya melalui mekanisme yang terpola, teren­cana, sistematis, tetapi tidak rigid atau kaku. Salah satunya adalah selain melalui sarana teknologi in­formasi, juga harus dibuka seluas­luasnya saluran aspirasi rakyat yang langsung bersentuhan de ngan rakyat. Artinya, selain ada pola pe­ngaturan pengamanan, juga ada mekanisme yang disepakati ber­sama dan dipatuhi bersama ten­tang mekanisme penyampaian dan penyaluran aspirasi rakyat kepada DPR RI yang lebih dari apa yang di­lakukan saat ini. Salah satu wujud kongkritnya adalah disediakannya ruang/tempat terbuka dan/atau ruang khusus yang nyaman untuk masyarakat menyampaikan as­pirasinya sesuai tujuannya apakah hendak ke pimpinan DPR, komisi, fraksi, atau cukup diterima Ba­gian Humas saja. Dengan demikian akan ada satu pola terpadu antara kehendak meningkatkan pola pe­ngamanan sekaligus meningkatkan pola penyerapan aspirasi.

Aspek ketiga adalah aspek politis.

Aspek ini memang terlihat sa ngat berat untuk dijadikan landasan dalam membentuk peraturan ten­tang pengelolaan pengamanan kompleks DPR RI ini. Tetapi sebagai lembaga politik yang secara kelem­bagaan sejajar dengan lembaga kepresidenan tentu patut menjadi pertimbangan. Seperti di Kongres Amerika Serikat, pengamanan di sekitar kompleks parlemen dilaku­kan oleh satuan polisi khusus parle­men yang bertanggungjawab penuh menjaga keamananannya. Namun demikian tetap dibuka ruang publik untuk dapat mengunjungi Capitol Hill meskipun hanya untuk melihat­lihat (tour) hingga ke galeri (balkon) ruang rapat paripurna baik untuk Senat maupun House dengan stan­dar operasi yang baku seperti tidak diperbolehkan berisik (bersuara), tidak diperkenankan membawa handphone dan melalui alat deteksi khusus ketika memasuki ruangan galeri tersebut. Begitu juga untuk kegiatan menyampaikan pendapat atau aspirasi, Kongres memberikan ruang yang juga dijaga keamanan­nya oleh pihak kepolisian parlemen.

Dari komparasi di atas, kita dapat

melihat sesungguhnya parlemen adalah lembaga terhormat untuk dijaga kewibawaannya serta ke­amanannya. Namun demikian di sisi lain kita juga harus melihat fakta dan kondisi sosiologis serta politis saat ini di Indonesia. Meskipun DPR belum cukup memperoleh keper­cayaan publik yang tinggi, namun wibawa lembaga ini harus dijaga ti­dak hanya melalui pola pengaman­an namun juga melalui kinerjanya terutama di tiga fungsi utama yaitu legislasi, anggaran, dan penga­wasan. Dengan demikian harus di­lakukan secara komprehensif anta­ra pembentukan peraturan tentang pengelolaan keamanan kompleks gedung DPR RI dan pembentukan peraturan yang mengarah kepada adanya peningkatan kinerja serta adanya keterbukaan dan kemudah­an masyarakat mengakses segala kegiatan DPR dan penyampaian aspirasinya. Semua hal itu dalam rangka menuju parlemen modern yang dicita­citakan.

* Peneliti Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Setjen DPR RI

SUMBANG SARAN

Paspampres mengambil alih pengamanan gedung DPR pada saat acara kenegaraan yang dihadiri Presiden

Page 35: Edisi 124 TH. XLV, 2015

35EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Sejak dioperasionalkan 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan memiliki beragam permasalahan,

banyak aspek yang belum matang dan memunculkan persoalan. Kurangnya sosialisasi

dan perubahan struktur dalam BPJS dinilai menjadi penyebab munculnya permasalahan

tersebut. Padahal, BPJS Kesehatan sangat dibutuhkan dan harus tetap dilaksanakan.

Dalam kwartal pertama pelaksanaan JKN yang dioperatori BPJS Kesehatan, memang sudah berjalan relatif baik. Namun upaya reformasi program jaminan sosial untuk memberikan

perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan di lapangan dan sekarang dihadapkan dengan wacana untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Peta Permasalahan

Di tengah begitu banyaknya pekerjaan rumah yang ha­rus diselesaikan oleh BPJS, beberapa waktu yang lalu

mencuat adanya usulan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX pada 1 April 2015 lalu, Direktur Utama BPJS Kese­hatan menjelaskan pada tahun 2015 tidak ada rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan PBI maupun non PBI (mandiri), namun direncanakan iuran BPJS Kesehatan akan dinaikan pada 2016.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Situmorang menyatakan DJSN memperkirakan kenaik­an iuran mencapai Rp.8.275 per­orang per­bulan. Saat ini iuran yang harus dibayar peserta BPJS Kesehatan dari penerima PBI sebesar Rp.19.225 per­orang per­

KENAIKAN IURAN BPJS KESEHATAN HARUS

DIBARENGI PERBAIKAN LAYANAN

PENGAWASAN

Page 36: Edisi 124 TH. XLV, 2015

36 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

bulan. Sedang untuk kenaikan iuran untuk peserta mandiri yang diajukan, menurut Chazali yakni sebesar Rp.10.000.

Dengan demikian iuran wajib untuk layanan rawat inap kelas III akan menjadi Rp.35.000 per­orang per­bulan dari sebelumnya Rp.25.500 dan kelas dua men­jadi Rp.52.500 dan kelas I menjadi sebesar Rp.69.500. Menurut Chazali dengan kenaikan iuran peserta man­diri tersebut akan meningkatkan pelayanan BPJS Kese­hatan terutama keterlibatan rumah sakit yang menjadi mitra.Namun anggota DJSN lainnya Bambang Purwoko menambahkan usulan kenaikan iuran peserta mandiri tersebut belum mendapatkan persetujuan dan penge­sahan dalam pleno DJSN.

Sementara pada kesempatan RDP dengan Komisi IX Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menegas­kan tahun 2016 harus ada penaikan iuran premi un­tuk mengisi gap 2014 dan 2015. BPJS Kesehatan juga menjelaskan mayoritas yang menggunakan BPJS Kese­hatan adalah pasien peserta mandiri kelas 1 dan 2 se­lain itu prinsip gotong royong peserta BPJS tidak ter­jadi sehingga terjadi defisit keuangan.

Sementara itu Ketua DJSN mengungkapkan terjadi peningkatan jumlah peserta yang cukup signifikan kepesertaan BPJS Kesehatan. Terkait dengan target kepesertaan BPJS Kesehatan pada 2015, Ketua DJSN berharap dapat mencapai angka kepesertaan sebesar 165 juta peserta.

Jumlah peserta penerima bantuan iuran yang berasal dari kalangan masyarakat tidak mampu pada tahun 2015 ini akan bertambah sampai dengan 2,2 juta. Untuk menambah peserta tersebut pemerintah telah menga­lokasikan tambahan anggaran sekitar Rp 800 miliar pada 2015 dengan premi Rp 19.225 per orang per bulan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris me ngakui masih ada banyak permasalahan yang mewarnai pro­gram BPJS Kesehatan selama 2014. Oleh sebab itu, ke depan BPJS Kesehatan akan memperbaiki pelaksanaan program BPJS Kesehatan.

Munculkan Protes

Terlepas dari pro dan kontra usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, BPJS harus diakui memiliki sejumlah per­masalahan yang harus dengan jeli dipetakan bersama oleh DPR dengan pemerintah. Berdasarkan UU, maka sistem BPJS menetapkan bahwa kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh warga bahkan warga asing dengan ketentuan tertentu sebagaimana ketentuan UU BPJS pasal 14. termasuk pembayaran iuran (premi) sebesar 27.000/ orang setiap bulannya.

Terkait dengan iuran berdasarkan Peraturan Presiden Nomor.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 1 angka 13 danPeraturan Badan Penyelenggara Jamin­an Sosial Kesehatan (BPJS) Nomor 4 Tahun 2014 pasal 1 ang ka 3; iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan.

Ketentuan besaran iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI sebagaimana diatur dalam Peraturan Presi den Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 ten­tang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Ta­hun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan sebagai berikut: Pasal 16A

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Ke­sehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Peme­rintah Daerah sebesar Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang per bulan. Pasal 16B

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pega­wai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan.

PENGAWASAN

Page 37: Edisi 124 TH. XLV, 2015

37EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

(2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar dengan ketentuan sebagai berikut: 3% (tiga per­sen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan 2% (dua persen) dibayar oleh Peserta.

Selain itu UU BPJS Pasal 17 juga menetapkan bahwa khusus untuk fakir miskin, tidak mampu, orang cacat, tidak bekerja dalam kurun waktu tertentu iuran wajib BPJS dibayar oleh pemerintah, artinya mendapatkan jaminan kesehatan gratis. Sedang dalam pasal 14 UU SJSN menjelaskan bahwa pemerintah secara bertahap mendaftarkan PBI (penerima bantuan iuran) sebagai peserta ke BPJS, yaitu orang fakir miskin dan tidak mampu.

Namun bagaimana menentukan yang miskin, tidak mampu yang iurannya harus ditanggung pemerintah belum terpetakan dengan baik sehingga kemungkin­an terjadinya salah sasaran masih terbuka lebar. Mekanisme pembayaran dan kerjasama dengan RS juga merupakan permasalahan lainnya yang harus dicermati dengan seksama terutama kerjasama RS Swasta yang belum terjalin dengan baik. Selain itu belum maksimalnya pelaksanaan sejumlah program yang dilaksanakan BPJS serta birokrasi BPJS yang

kerap kali dikeluhkan masyarakat. Di sisi lain pelayanan atas kepersetaan BPJS Kesehatan masih menjadi keluh­an dari masyarakat.

Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi dalam RDP dengan BPJS Kesehatan dan DJSN me­nyatakan tidak setuju bila Badan Penyelenggara Jamin­an Sosial (BPJS) Kesehatan menaikkan iuran peserta mandiri. Pasalnya, pelayanan yang diberikan BPJS Ke­sehatan dinilai belum optimal. BPJS Kesehatan dinilai belum layak menaikkan iuran karena fasilitas kesehat­an yang masih minim. Pasien yang membludak masih terjadi di banyak RS, belum lagi waktu antre berobat yang dinilai terlalu lama.

Salah satu jalan mengatasi permasalahan tersebut, menurut Dede, adalah dengan menaikkan anggaran untuk bidang kesehatan. “Pemerintah harus serius menggolkan amanat Undang­Undang Dasar, di mana anggaran untuk kesehatan minimal lima persen untuk pusat dan 10 persen di daerah,” ujar Dede.

Meski begitu, Dede mengatakan sepakat bila kemu­dian iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iur­an (PBI) dinaikkan. “Karena PBI merupakan tang­

Page 38: Edisi 124 TH. XLV, 2015

38 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

gung jawab negara. Usulan terakhir ada di angka Rp 25.000 hingga Rp 27.000. Prinsipnya, kami tidak ke­beratan kalau iuran PBI yang dinaikkan,” katanya. Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IX Ermalena kepada Parlementaria DPR terkait de­ngan usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan terse­but, bahwa Komisi IX tidak menyetujui kenaikan premi pada tahun 2016 untuk yang iuran mandiri (non PBI). “ Kita akan melakukan evaluasi tidak ha­nya pada sisi pendataan dan pembagian dari kartu jaminan kesehatan itu tapi kita juga ingin mengevaluasi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan termasuk SDM nya,” jelas dia.

Sementara untuk kenaikan iuran PBI yang ditanggung pemerintah, Ermalena menyatakan bahwa kalau me­mang dianggap perlu menaikkan iuran PBI pihaknya tidak keberatan. Namun perlu dijelaskan terlebih da­hulu rasionya kenapa perlu adanya kenaikan anggaran iuran PBI dari Rp.19.225 per­orang per­bulan menjadi di angka kisaran Rp 25.000 hingga Rp 27.000. “Angga­ran untuk kenaikan iuran PBI harus diadakan karena dalam undang­undang menjamin hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pengadaan ang­garan untuk kenaikan iuran PBI harus dilakukan secara proporsional dengan pola pelayanan yang akan diberi­kan kepada pasien atau masyarakat Indonesia secara keseluruhan mampu terpenuhi,” ungkap Ermalena.

“Anggaran yang disediakan untuk PBI sudah menca­pai 88 juta penduduk, apalagi dengan penambahan 422 miliar yang terakhir itu dialokasikan untuk anak­anak dari keluarga PBI, narapidana miskin dan masyarakat penyandang masalah sosial,” tambah Ermalena.

Politisi PPP ini menyatakan bahwa perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional sebelum membahas pe­rubahan besaran iuran kepesertaan BPJS Kesehatan. Dengan evaluasi, akan diketahui apa saja yang perlu dibenahi, termasuk masih pantaskah besaran iuran kepesertaan saat ini.

“Evaluasi yang harus dilakukan oleh Kementerian Kese­hatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak hanya terkait dengan iuran, banyak hal lain yang harus ditinjau ulang dan dikaji,” terang dia. Lebih lanjut, Ermalena menyatakan bahwa Kemen­terian Kesehatan harus melakukan penghitungan ulang terhadap fasilitas yang ada, termasuk masalah anggar­an. Anggaran kesehatan seharusnya mencapai 5% dari total anggaran yang ada namun kenyataannya untuk

kesehatan tidak mencapai 5% hanya pada kisaran tidak lebih dari 2 %. “Komisi IX akan memperjuangkan me­naikkan anggaran kesehatan agar hak rakyat indonesia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan itu menjadi terpenuhi, kita akan terus mendorong agara anggaran kesehatan mencapai 5 %,” tegas Ermalena.

“Kalau belum dievaluasi, rencana perubahan iuran nanti dulu. Evaluasi ini justru untuk mengetahui apa saja yang jadi masalah dalam BPJS Kesehatan,” ujarnya

Menurutnya, pola penyakit yang berubah, animo ma­syarakat yang tinggi untuk berobat, ketersediaan dan kualitas fasilitas kesehatan, sistem rujukan berjenjang, serta manfaat apa saja yang dijamin adalah beberapa di antara sekian banyak hal yang harus dievaluasi.

Hasil evaluasi tersebut, ujar Ermalena, akan menentu­kan apakah iuran peserta BPJS Kesehatan naik atau ti­dak. Jika memang diperlukan kenaikan iuran, kenaikan yang ditetapkan memiliki dasar yang kuat.

“Kita ingin memaksimalkan seluruh fasilitas kese hatan pemerintah dan swasta untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat indonesia termasuk yang meng­gunakan BPJS secara maksimal, sesuai dengan amanat undang­undang,” ungkap Ermalena.

Karenanya peran legislatif dalam mengawal pelaksanaan UU SJSN dan BPJS menjadi sangat krusial baik dalam mencermati usulan sebelum menetapkan anggaran, maupun dalam mengontrol pelaksanaan BPJS secara penuh dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran­nya.” Jangan sampai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak dibarengi dengan perbaikan­perbaikan layanannya” tu­tup Ermalena. (skr) Foto: Andri, Eka Hindra, Naefuroji/Parle/HR

Kalau belum dievaluasi, rencana perubahan iuran nanti dulu. Evaluasi ini justru untuk mengetahui apa saja yang jadi masalah dalam BPJS Kesehatan

PENGAWASAN

Page 39: Edisi 124 TH. XLV, 2015

39EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Pemerintah pun telah menepis anggapan tersebut de ngan meminta Pertamina tetap

menyediakan Premium. Selain isu penghapusan Premium, peluncuran Pertalite juga dicurigai menjadi mo­dus Pertamina cari untung. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) dan Komisi VII DPR menye­but, Pertamina mencari untung dari penjualan Pertalite tersebut.

“DPR tidak setuju jika Pertalite dini­atkan untuk menggantikan premium seperti yang pernah disampaikan Pertamina pastinya harganya akan lebih mahal dibandingkan dengan Premium,” ujar Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika kepada Parlemen­taria baru­baru ini.

Menurutnya, daya beli masyarakat

masih rendah karena itu tentu masih banyak pemakai premium. “Bahkan kalau diberikan alternatif boleh saja, asal tidak mengurangi ketersedia­an premium. Tadinya pompa untuk premium pastinya akan diganti oleh Pertalite,” ujarnya.

Di sisi lain, masih ada persoalan perijinan yang belum selesai, seperti yang disampaikan oleh Pertamina. “Jadi setiap BBM yang diperdagang­kan harus ijin pemerintah walaupun RON sama tetapi spesifikasi berbe­da, kalau ingin launching tentunya DPR secara tegas tidak dapat me­nyetujui kita minta diundur sampai semua persoalan lainnya selesai dulu,” jelasnya.

Dia menegaskan, persoalan BBM ini harus transparan dan dijelaskan ke­

pada rakyat minimal kepada Komisi VII DPR yang membidangi energi. “Harus dikonsultasikan kepada Komisi VII DPR jika belum tentu kita tidak mendukung langkah ini,” tan­dasnya.

Dia menegaskan, adanya tanggapan Pertalite urusan korporasi Pertami­na merupakan tanggapan yang keli­ru. Pasalnya didalam UUD persoalan BBM tidak boleh dilepas sepenuh­nya ke pasar. “BBM jelas dinyatakan bahwa itu menguasai hajat hidup masyarakat jadi harus diatur oleh pemerintah dan tidak boleh seenak­nya sebab komoditi itu ada yang strategis dan non strategis, BBM itu merupakan komoditi strategis jadi tidak bisa semena­mena,” ujarnya.

Dia menambahkan, langkah Perta­mina ini jelas­jelas akan meng­gantikan Premium secara berta­hap. “Memang ini nyata­nyata akan menggantikan Premium. Pandangan ini yang keliru, BBM itu menguasai

Anggota Komisi X DPR Dadang Rusdiana

Rencana Pertamina untuk meluncurkan Pertalite ini memang menjadi kontroversial.

Tak sedikit pihak yang beranggapan, Pertalite diluncurkan untuk lambat-laun

menghilangkan Premium. Untuk diketahui penghapusan Premium merupakan

rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi.

DPR MINTA PERTAMINA SOSIALISASIKAN PERTALITE

Page 40: Edisi 124 TH. XLV, 2015

40 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

hidup orang banyak apalagi per­nyataan keluar dari Pertamina, ka­lau bukan BUMN tentu masih bisa di tolerir, Jadi, Pimpinan BUMN itu tidak boleh ngomong seperti itu,” tegasnya.

Menurutnya, jika benar akan di­launching tentunya Pertamina di­anggap telah melanggar kesepaka­tan RDP dengan Komisi VII DPR dan UU. “Jika tiba­tiba dilaunching tentu melanggar UU, padahal itu telah dise pakati bersama dengan DPR,” paparnya.

Sementara anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar Muham­mad Suryo Alam mengatakan, DPR meminta menunda karena perlu sosiali sasi dan kesiapan jangan sampai mengurangi jatah BBM yang lain. “Kita meminta ditunda. Ada dua alasan, pertama kesiapan memproduksi dan sosialisasinya, kita melihat dari Raker terakhir memang ide kesiapan belum ada,” ujarnya.

Setelah didalami, paparnya, dia mempertanyakan minyak dari BBM Pertalite itu berasal dari mana kare­na memang minyak itu sudah ada alokasinya sampai sebulan ke de­pan. “Memang ada kecenderungan ingin menghilangkan premium dan itu harus dibicarakan dengan DPR karena APBN kita mengacunya ke premium,” jelasnya.

Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W. Yudha dan mengatakan, DPR dapat menye­tujuinya Pertalite setelah peme rintah memenuhi persyaratan kenapa BBM Pertalite harus digunakan.

Satya juga minta agar pemerintah meyakinkan terlebih dahulu Komisi VII dengan memberikan penjelasan yang transparan tentang berbagai hal terkait Pertalite. “Pemerintah selalu berargumentasi harga pre­mium dan pertalite diserahkan ke mekanisme pasar, tetapi solarnya disubsidi. Sama halnya ketika pre­miun disubsidi sedangkan pertama diserahkan ke mekanisme pasar. Ke­tika itu DPR tidak mempermasalah­kan karena pengguna pertamax lebih sedikit dibanding premium. Sementara premium yang menyang­kut hajat hidup orang banyak masih dikuasai oleh negara,” jelasnya.

Menurutnya, kalimat dikuasai oleh negara itu makanya harga BBM ti­dak diizinkan mengunakan me­kanisme pasar. Berarti negara harus hadir memberikan subsidi terhadap BBM yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Sementara anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi meminta BBM Pertalite tidak diperjualbelikan terlebih da­hulu sebelum ijin dari Pemerin­tah keluar. “DPR meminta Pertalite jangan dijual dulu sebelum ada izin dari pemerintah. Namun bukan be­rarti tidak setuju tapi menunggu izin menteri keluar,” ujarnya.

Menurutnya, Komisi VII menilai ren­cana penjualan BBM jenis Pertalite merupakan sebagai langkah bagus. Sebab, masyarakat diberikan opsi atau pilihan yang lebih banyak untuk menggunakan bensin sesuai dengan spesifikasi kendaraan dan kemam­puan membeli.

“Sebagian besar mobil baru di In­donesia memiliki spesifikasi mesin

dengan menggunakan oktan mini­mal 90. Sementara, BBM jenis pre­mium memiliki oktan 88 dan Perta­max dengan oktan 92 dengan harga yang relatif mahal,” jelasnya.

BBM jenis Pertalite, lanjuytnya, bisa menjembatani keinginan masyara­kat yang ingin membeli BBM de­ngan harga murah dan sesuai spe­sifikasi mesin. “Oktan 90 memenuhi kriteria spesifikasi mesin, selama ini rakyat tahu itu tapi kalau beli Pertamax mahal sekali akhirnya beli premium,” jelasnya.

Belum diluncurkan

Belum lama ini, Pertamina me­nyatakan bahwa Produk bahan ba­kar minyak (BBM) varian baru PT Pertamina (Persero), Pertalite ma­sih belum akan diluncurkan dalam waktu dekat. Direktur Utama Per­tamina Dwi Soetjipto mengatakan, selain kesiapan uji laboratorium dan lapangan, sosialisasi Pertalite juga perlu dilakukan termasuk kepada para anggota dewan di Senayan.

“Pertamina masih melakukan peng­kajian baik uji laboratorium dan juga uji lapangan. Selain itu, Pertamina juga masih harus mengurus peri­zinan untuk produk BBM beroktan 90 itu,” ujarnya.

Menurutnya, tentu saja yang paling utama yaitu sosialisasi, termasuk kepada stakeholder seperti Parle­men dan Pemerintah. “Tentu saja yang terakhir kita butuh waktu so­sialisasi, termasuk stakeholders,” kata Dwi.

Dwi menjelaskan, perlunya Pertam­ina menyosialisasikan Pertalite ke pemerintah dan parlemen dikarena­kan bahan bakar minyak (BBM) yang dijual pasti akan berdampak pada ekonomi nasional. “Lalu, kalau sudah itu semua, baru kita sampaikan ke­pada masyarakat,” ucap Dwi.(si) Foto:

Iwan Armanias, Naefuroji/parle/HR

PENGAWASAN

Page 41: Edisi 124 TH. XLV, 2015

41EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Pembangunan sebuah negara tidak bisa dilepas dari pem­bangunan sumber daya manu­

sianya. Hubungan keterkaitan ini akan begitu terlihat pada hubungan pem­bangunan ekonomi dengan pemba­ngunan sumber daya manusia (SDM). Dalam teori ekonomi disebutkan bah­wa human capital merupakan salah satu faktor penting dalam proses per­tumbuhan ekonomi. Dengan human capital yang berkualitas, maka akan mendorong kreatifitas dan produkti­fitas masyarakat yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja ekonomi. Kinerja ekonomi yang semakin mem­baik akan memberikan imbal balik ke­pada masyarakat atas krea tifitas dan produktifitasnya melalui peningkatan pendapatan rumah tangganya.

Hubungan timbal balik ini juga dijelas­kan oleh Ramirez dkk (1998) dalam working paper­nya yang berjudul “Economic Growth and Human De­velopment”. Peningkatan pendapa­tan tersebut juga pada akhirnya akan mempengaruhi pola konsumsi ma­syarakat, termasuk pengeluaran untuk pendidikan, yang akhirnya mendorong peningkatan kapasitas dan kapabili­tas SDM. Keseluruhan runtutan pe­rubahan tersebut pada akhirnya akan menghela kesejahteraan masyarakat ke tingkatan yang jauh lebih baik.

Peningkatan kesejahteraan masyara­kat tersebut merupakan salah satu dari tujuan pembangunan sebuah

negara. Dengan begitu, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa SDM dan pembangunan SDM adalah modal utama dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia Indonesia perlu terus diting­katkan sehingga mampu memberikan daya saing yang tinggi. Kualitas ini salah satunya dapat ditingkatkan me­lalui pembangunan di bidang pendidi­kan.

Permasalahan dan Isu Strategis Pen­didikan Dasar dan Menengah

Pembangunan bidang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Salah satu perbaikan tersebut dapat terl ihat dar i peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Dalam kurun waktu tahun ajaran 2010/2011 sampai 2012/2013, APK dan APM terus mengalami peningkatan. Namun ma­sih ada beberapa permasalahan yang perlu perhatian besar di bidang pen­didikan.

Pertama, masih adanya ketimpangan akses pendidikan. Meskipun mengala­mi perbaikan, 4,29 persen anak usia 7­12 tahun, 21,57 persen anak usia 13­15 tahun dan 41,75 persen anak usia 16­18 tahun tidak bersekolah atau belum mengenyam pendidikan menurut jen­jang pendidikan yang sesuai dengan umurnya. Angka yang relatif besar ini harus menjadi perhatian pemerintah dalam konteks pembangunan nasional dan peningkatan daya saing SDM In­donesia ke depan.

Kesenjangan akses terhadap pendidi­kan pun semakin nyata bila dilihat dari kelompok penduduk berdasarkan sta­tus sosial. Pada tahun 2012 lalu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 13­15 tahun pada kelompok 20 persen termiskin sebesar 81 persen dan kelompok 20 persen terkaya sebesar 94,9 persen.

Kedua, masalah ketimpangan mutu dan pembangunan pendidikan. Hal ini terlihat dari kesenjangan ha­sil pembangunan pendidikan antar wilayah maupun antar propinsi yang belum terselesaikan, yang terlihat dar i perbandingan capaian APM tahun 2004 dengan 2013. Pada tahun 2004, APM Sekolah Dasar (SD) wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua jauh tertinggal dari capaian wilayah Sumatera, Jawa dan Bali.

Nilai APM di wilayah Nusa Teng gara, Maluku dan Papua belum ada yang berada di atas nilai APM nasional. Kondisi ini berbanding terbal ik dengan kondisi di Jawa dan Sumatera. Setidaknya ada 6 provinsi (85%) di Jawa dan 4 (40%) provinsi di Sumatera yang nilai APM di tingkat SD sudah diatas nilai APM nasional. Kondisi

Solusi Kesenjangan dan Mempercepat Pembangunan ke Timur Indonesia

ANGGARAN

Pembangunan Bidang Pendidikan

APK DAN APM 2010/11 2011/12 2012/13APK SD dan Sederajat 115.33 115.43 115.88APM SD dan Sederajat 95.41 95.55 95.71APK SMP dan Sederajat 98.2 99.47 100.16APM SMP dan Sederajat 75.64 77.71 78.43APK SM dan Sederajat 70.53 76.4 78.19APM SM dan Sederajat 56.52 57.74 58.25

Tabel APK dan APM

Sumber : Kemendikbud

Page 42: Edisi 124 TH. XLV, 2015

42 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

yang sama juga terlihat dari nilai APM menurut wilayah, dimana nilai APM SD tahun 2013 untuk wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua masih relatif jauh dibandingkan dengan nilai APM nasional dan APM wilayah Sumatera dan Jawa­Bali.

Kesenjangan tersebut belum terse­lesaikan juga terlihat dari delta atau selisih capaian APM (SD, SMP & SMA) wilayah Nusa tenggara, Maluku, dan Papua dengan APM wilayah Sumatera atau Jawa yang masih relatif sangat besar.

Ketiga, permasalahan kondisi infra­struktur pendidikan. Hal ini terli­hat dari ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana pendididikan yang masih rendah dan tidak merata. Belum lagi masalah jarak tempuh atau daya jangkau penduduk ke fasilitas pendidikan yang masih jauh serta mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat.

Pada tahun 2013, ruang kelas yang masih dalam kondisi rusak, baik rusak ringan maupun berat untuk jenjang SD sebanyak 24 persen dari total kelas yang tersedia sebanyak 901.457. di tingkat SMP sebanyak 26 persen dari total kelas 253.998 dan SMA/K sebanyak 12 persen dari total kelas 216.140.

Daya jangkau ke fasilitas pendidikan yang diukur dengan rasio luas wilayah propinsi dengan jumlah sekolah, baik SD, SMP dan SMA/K masih relatif jauh dan butuh perhatian khusus dari pemerintah. Untuk wilayah Nusa

Tenggara, Maluku dan Papua, seorang siswa SD harus menempuh rata­rata 32,16 km untuk dapat mengenyam pendidikan. Siswa SMP dengan jarak tempuh 126,81 km dan siswa SMA/K dengan jarak tempuh 105,69 km. Kondisi ini berbeda drastis dengan siswa SD, SMP dan SMA/K di wilayah Jawa Bali. Siswa SD di Jawa Bali hanya menempuh 13,66 km, SMP 60,31 km dan SMA/K menempuh 72,86 km.

Permasalahan dan isu strateg is ini masih hanya terkait pada akses pendidikan, belum menyentuh mutu pendidikan itu sendiri. Berkaitan dengan mutu pendidikan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Mulai dari 74 persen akt i f it as pembelajaran si fatnya masih satu arah, akreditasi lembaga pendidikan yang masih rendah, dan masih kurangnya ketersediaan perpustaakan dan laboratorium di lembaga pendidikan.

Kemudian, masalah kualifikasi guru yang masih rendah, kesenjangan mutu pendidikan di wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat, sertifikasi guru yang belum linear dengan peningkatan kualitas guru dan rendahnya relevansi pendidikan dengan dunia ker ja. Kesenjangan ketersediaan guru di kota dan desa, di daerah terpencil hingga di Indonesia Timur dan Barat merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan ketimpangan mutu pendidikan antar daerah atau wilayah. Hal ini merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Pembangunan Berorientasi Ke Timur Indonesia sebagai Solusi atasi Kesen­jangan dan Percepatan Pencapaian Target

Dalam Dokumen RPJMN 2015­2019 Pemerintah, dapat dikatakan bahwa dimensi rencana kegiatan atau pem­bangunan pendidikan yang berdimen­si kewilayahan tidak terpapar dengan jelas, terutama fokus kepada wilayah Timur Indonesia. Padahal permasala­han yang paling serius, salah satunya ada kesenjangan antar daerah atau wilayah di Indonesia.

Dijelaskan sebelumnya, sudah sangat jelas bahwa masih adanya kesenja­ngan pembangunan pendidikan an­tara wilayah timur dengan wilayah barat Indonesia. Kesenjangan terse­but tidak hanya pada kesenjangan ak­ses dan partisipasi pendidikan, akan tetapi juga terhadap mutu pendidikan. Kesenjangan tersebut tidak terlepas dari kesenjangan input pendidikan di kedua wilayah, mulai dari keterse­dian sekolah dan sarana prasarananya hingga kepada kuantitas dan kualitas tenaga pendidikannya.

Jarak dari satu SD ke SD lain di Papua mencapai 131,14 km dan SMP 698,11 km, berbeda jauh dengan di wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali. Kesenjangan rasio antara luas wilayah dan jumlah sekolah inilah yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan hasil pemba­ngunan pendidikan di wilayah Timur dan Barat Indonesia.

Kesenjangan input pendidikan lainnya adalah rasio jumlah guru di setiap sekolah. Rata­rata jumlah guru SD di Papua dan Maluku hanya 7 orang un­tuk setiap satu sekolah, sedangkan di Jawa atau Sumatera sudah 12 orang. Sementara, kondisi kesenjangan di jenjang SMP dan SMA/K tidak jauh berbeda. Ketersedian guru per setiap sekolah, baik SD, SMP maupun SMA/K di beberapa propinsi bagian timur Indonesia masih jauh di bawah rata­rata provinsi di Pulau Jawa dan Bali.

ANGGARAN

SD 2004 SD 2013 SMP 2004 SMP 2013 SM 2004 SMSumatera 93.94 94.75 61.27 80.29 41.74 60.73Jawa + Bali 95.12 96.73 59.44 79.69 39.77 57.56Kalimantan - Sulawesi 92.75 95.44 50.15 74.10 35.00 58.75Nusa Tenggara - Maluku - Papua 89.98 92.89 51.79 71.41 34.63 54.95Nasional 94.12 95.71 58.06 78.43 39.24 58.25

WILAYAHANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) Tahun 2004 & 2013

Page 43: Edisi 124 TH. XLV, 2015

43EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Kemudian, jumlah guru baik SD, SMP maupun SMA/K yang tingkat pendidikan tertingginya minimal strata 1 (S1) di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua pun masih jauh tertinggal dengan provinsi di wilayah Sumatera, Jawa dan Bali. Guru SD dengan ijasah minimal S1 di sebagian wilayah Timur Indonesia hanya 38 persen, berbanding terbalik di di Jawa yang sudah sudah mencapai 76 persen. Kesenjangan kualitas guru yang diukur dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan inilah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kesenjangan mutu pendidikan antar wilayah.

Kesenjangan lainnya juga terlihat dari persentase ruang kelas dengan kondisi baik. Ketersedian ruang kelas dengan kondisi baik di wilayah timur Indonesia masih tertinggal dibandingkan bagian barat. Untuk SD, kondisi kelas baik hanya sebesar 77,51 persen di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, se­dangkan di wilayah Sumatera, Jawa dan Bali sudah mencapai 79,25. Untuk SMP, wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua hanya sebesar 67,52 persen sedangkan Sumatera, Jawa, dan Bali sudah mencapai 76,24 persen. Dan untuk Sekolah Menengah (SM), 81,96 persen berbanding 88,14 persen. Bagaimana mungkin mengharapkan mutu pendidikan yang jauh lebih baik, jika ketersediaan ruang kelas dalam kondisi baik juga masih cukup rendah

Dengan menyandingkan kesen­jangan capaian hasil pembangunan pendidikan antara bagian t imur

dengan barat Indonesia, dengan kesenjangan ras io w i l aya h d a n jumlah sekolah, rasio guru­jumlah sekolah, p e r s e n t a s e g u r u berijasah minimal S1 dan persentase kelas dengan kondisi baik, dapat ditarik sebuah k e s i m p u l a n b a h w a k e s e n j a n g a n h a s i l

pembangunan pendidikan tersebut tidak terlapas dari kesenjangan faktor inputnya. Dengan memperhatikan kesenjangan input tersebut, harusnya perencanaan pem bangunan pendi­dikan lebih berorientasi ke timur Indonesia.

Namun, jika memperhatikan peren­canaan pendidikan dalam dokumen RPJMN 2015­2019, perencanaan yang lebih berorientasi ke timur Indonesia serta lebih mengedepankan pendekatan wilayah belum terlihat dan terpapar dengan jelas dan tegas. Padahal, pembangunan pendidikan yang lebih fokus dan lebih berorientasi ke timur Indonesia merupakan salah satu jawaban dalam menyelesaikan kesenjangan serta dapat menjadi tools untuk mempercepat perbaikan hasil pembangunan pendidikan secara nasional.

Kesenjangan Ekonomi Memperkuat (dibutuhkan) Pentingnya Perenca­naan Pembangunan Pendidikan Ber­orientasi Ke Timur Indonesia

Kemampuan keuangan keluarga atau masyarakat memiliki peran yang cu­kup besar terhadap angka partisipasi sekolah di suatu daerah. Kemampuan keuangan keluarga tersebut tidak terlepas dari perkembangan pereko­nomian suatu daerah atau seberapa besar share perekonomian daerah yang dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat. Jika melihat kesenja­ngan perekonomian antar daerah atau wilayah yang masih belum tersele­saikan hingga saat ini, menjadi sebuah

kewajaran kesenjangan tersebut linear dengan kesenjangan hasil pembangu­nan pendidikan.

Data kontribusi wilayah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2005 dan tahun 2013 menun­jukkan bahwa kontribusi propinsi di wilayah timur Indonesia hanya sekitar 15 persen. Dalam kurun waktu terse­but tidak ada perubahan yang signifi­kan, bahkan kontribusi Nusa Tengga­ra, Maluku & Papua menurun dari 3,66 persen menjadi 3,01 persen.

Kesenjangan kontribusi tersebut, sudah pasti akan linear dengan ke­senjangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pengeluaran per kapita sebagai proksi tingkat pendapa­tan keluarga atau masyarakat.

PDRB per kapita dan pengeluaran per kapita propinsi yang berada di wilayah timur Indonesia khususnya di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua terlihat masih jauh tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain. Ketertinggalan tersebut bermakna bahwa ada perbedaan kemampuan keuangan keluarga yang cukup signifikan di antar wilayah tersebut.

Kemampuan keuangan keluarga di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua jauh lebih rendah dibandingkan wilayah lain, sehingga menjadi wajar jika hasil pembangunan pendidikan di wilayah tersebut juga jauh lebih rendah dibandingkan wilayah lain, sebagai akibat dari ketidakmampuan keuangan keluarga untuk memberikan peluang sekolah yang lebih besar bagi anak usia sekolah.

Kesenjangan peluang bersekolah bisa saja diselesaikan oleh pemerintah daerah, mengingat pelayanan bidang pendidikan merupakan salah satu urusan yang sudah diserahkan ke daerah, karena sistem desentralisasi. Akan tetapi, peran tersebut belum b i s a s e p e n u h n y a d i j a l a n k a n oleh pemerintah daerah. Hal ini

SD SMP SMSumatera 15.34 58.82 95.99Jawa-Bali 1.75 8.40 11.43Nusa Tenggara Barat 5.96 22.51 37.75Nusa Tenggara Timur 10.11 35.61 83.28Maluku 26.98 85.14 142.60Maluku Utara 25.22 79.56 127.42Papua 131.24 698.11 1096.34Papua Barat 99.51 455.51 688.12

WILAYAH/PROPINSIRASIO LUAS WILAYAH/SEKOLAH

Page 44: Edisi 124 TH. XLV, 2015

44 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

disebabkan oleh politik anggaran pemerintah daerah yang masih belum menjadikan pembangunan layanan dasar, termasuk pendidikan, sebagai anggaran prioritas pembangunan

dalam APBD. Ditambah keterbatasan keuangan daerah, ketergantungan keuangan daerah terhadap dana perimbangan serta alokasi belanja pegawai yang masih relatif besar dan membebani APBD.

Kondisi kesenjangan pembangunan ekonomi dan belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam menjalankan urusan bidang pen­d i d i k a n , dapat menjad i a lasa n

yang memperkuat dibutuhkanya perencanaan dan implement asi pembang unan pendidikan yang lebih fokus dan berorientasi ke timur Indonesia.

Ditulis oleh: Robby Alexander Sirait (Analis Belanja Negara, Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN, Sek­retariat Jenderal DPR RI)

Disunting oleh: sf (Parlementaria)

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015­2019, sasaran pokok pembangunan nasional sub bidang pendidikan dasar dan menengah difokuskan pada beberapa target kenaikan indikator pendidikan antara lain adalah kenaikan APM dan APK SD/SDLB/Paket A, APM dan APK SMP/SMPLB/Paket B, APK SMA/SMK/SMLB/Paket C, kenaikan angka melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi serta penurunan angka putus sekolah disetiap jenjang pendidikan.

Dari tabel di atas, untuk tahun 2016 pemerintah menargetkan adanya kenaikan APM SD/SDLB/Paket C sebesar 0,51 persen, APK sebesar 0,2 persen serta penurunan angka putus sekolah SD sebesar 0,03 persen. Untuk SMP, pemerintah menargetkan peningkatan APM SMP/SMPLB/Paket C sebesar 0,81 persen, APK sebesar 1,16 persen dan penurunan angka putus sekolah sebesar 0,03 persen. Sedangkan untuk SMA/SMK, pemerintah menargetkan APK SMA/SMK/SMLB/Paket C sebesar 2,856 persen dan penurunan angka putus sekolah sebesar 0,1 persen. Target­target tersebutkan merupakan target yang difokuskan untuk meningkatkan angka partisipasi masyarakat untuk mengeyam pendidikan.

Target­target tersebut akan dicapai melalui arah dan strategi kebijakan dalam berbagai kegiatan­kegiatan prioritas nasional. Di dalam RPJMN 2015­2019, kegiatan proritas dalam

kerangka meningkatkan angka partisipasi bersekolah antara lain melalui pemberian peluang bagi kelompok penduduk miskin untuk bersekolah melalui pemberian bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pembangunan sekolah dan kelas baru untuk SD, SMP dan sekolah menengah, rehabilitasi ruang kelas, pembangunan sekolah SD­SMP satu atap, meningkatkan jumlah SMK yang memberikan pendidikan kewirausahaan dan teaching factory, peningkatan relevansi SMK terhadap industri atau dunia kerja, serta pembangunan SMK kelautan dan pertanian.

Sedangkan untuk peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah, pemerintah menargetkan peningkatan jumlah SD/SDLB dan SMP/SMPLB berakreditasi B, jumlah SD/SDLB dan SMP/SMPLB yang memiliki sarana dan prasarana sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP), SD/SDLB dan SMP/SMPLB yang memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), SD/SDLB dan SMP/SMPLB yang memiliki Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) sesuai NSP, persentase kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 sekolah menengah rujukan/model serta peningkatan persentase PTK sekolah menengah yang meningkat karirnya. Untuk mencapai target-target tesebut, kegiatan prioritas diarahkan antara lain melalui peningkatan jumlah sekolah yang mendapat pembinaan akreditasi dan bantuan peralatan pendidikan, peningkatan perpustakaan/pusat sumber belajar SD/SMP/SM dan laboraturium SMP/SM yang dibangun maupun direhabilitasi, mendorong peningkatan siswa yang mengikuti lomba/kompetisi/olimpiade/debat dan unjuk prestasi tingkat nasional dan internasional serta mendorong siswa untuk memperoleh beasiswa bakat dan prestasi. Sedangkan untuk PTK, dicapai melalui peningkatan jumlah PTK yang menerima tunjangan fungsional, profesi dan khusus, peningkatan jumlah PTK berkualifikasi akademik S1/D4 serta tersedianya jenis penghargaan dan perlindungan bagi PTK.

Sasaran, Arah, dan Strategi Kebijakan Pembangunan Pendidikan Dasar dan Menengah

SASARAN 2015 2016 2017 2018 2019APM SD/SDLB/PAKET A (%) 82.00 82.51 82.88 84.52 85.20APK SD/SDLB/PAKET A (%) 97.65 97.85 98.02 99.92 100.55Angka Putus Sekolah SD (%) 1.07 1.04 1.00 0.98 0.97APM SMP/SMPLB/PAKET B (%) 71.88 72.69 73.07 73.70 73.72APK SMP/SMPLB/PAKET B (%) 80.73 81.89 82.40 83.61 83.77Angka Putus Sekolah SMP (%) 1.14 1.11 1.08 1.03 1.01Angka Melanjutkan SD ke SMP (%) 83.40 83.64 84.95 86.89 87.67APK SMA/SMK/SMLB/Paket C (%) 73.82 76.68 79.08 80.51 82.18Lulusan SMP/MTs melanjutkan ke SMA dan SMK (%) 80.00 82.00 84.00 86.00 88.00Persentase kecamatan yang memiliki Minimal 1 Sekolah Menengah 76.60 82.50 88.30 94.20 100.00Angka siswa putus sekolah SMA/SMK (%) 1.20 1.10 1.00 0.90 0.80

2005 2013Sumatera 18.83 19.08Jawa-Bali 66.10 65.35Kalimantan 6.63 7.24Sulawesi 4.79 5.33Nusa Tenggara, Maluku & Papua 3.66 3.01

WILAYAHKontribusi PDB Tanpa Migas

ANGGARAN

Page 45: Edisi 124 TH. XLV, 2015

45EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Jasa Konstruksi merupakan laya nan Jasa Konstruksi yang meliputi pengkajian, peren­

canaan, perancangan, pembua­tan, pengoperasian, pemeliharaan, penghancuran, pembuatan kembali, dan pengawasan.

Seiring adanya tantangan dari pa­sar global dimana Indonesia meru­pakan negara dengan perekono­mian yang besar, tingkat konsumsi yang tinggi, dan kelas menengah yang tumbuh, menjadikan Indone­sia sebagai salah satu tujuan utama investasi sekaligus pasar yang me­narik di Asia.

Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin

Mohamad Said mengatakan sektor konstruksi diharapkan dapat mam­pu menjadi salah satu bidang ung­gulan dalam rencana pembangunan pemerintah ke depan. Kondisi se­bagai “pasar” terbesar bukan suatu hal yang menyenangkan, karena yang kita semua harapkan Indone­sia tidak hanya merupakan “pasar” yang merupakan tempat berniaga bagi orang dari negara lain, tetapi diharapkan insan konstruksi Indo­nesia dapat berperan aktif sebagai partisipan dalam pembangunan di negara sendiri, bahkan kelak dapat mengirimkan tenaga kerja yang handal ke luar negeri, khususnya ASEAN.

“Untuk mencapai itu, diperlukan adanya persiapan­persiapan, ter­masuk perlindungan bagi tenaga ahli maupun tenaga terampil,” ka­tanya.

Pengaturan jasa konstruksi selama lebih dari kurun waktu 15 (lima be­las) tahun belum sepenuhnya berja­lan dengan baik dalam pembangun­an sektor konstruksi yang kokoh, terutama dalam menghadapi per­saingan global.

Menurut Muhidin M. Said, men­jelaskan kepada Parlementaria, bahwa terdapat beberapa perma­salahan dalam pelaksanaan UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Kon­

LEGISLASI

Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor strategis dalam mendukung tercapainya pembangunan nasional. Pertumbuhan pasar konstruksi nasional memang terus meningkat signifikan seiring

pembangunan infrastruktur di dalam negeri.

Konstruksi Nasional Didorong Mampu Bersaing Tingkat Global

Page 46: Edisi 124 TH. XLV, 2015

46 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

struksi. Diantaranya, lemahnya daya saing pelaku usaha konstruksi nasional yang disebabkan karena bidang usaha berbasis arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan (ASMET) tidak kom­patibel dengan playing field dan standar Internasional, serta adanya liberalisasi perdagangan jasa kon­struksi, terlebih saat ini Indonesia akan menghadapi Masyarakat Eko­nomi ASEAN (MEA).

Lemahnya Kompetensi sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi, juga disinyalir sebagai penyebabnya karena ada keberagaman jenis dan proses sertifikasi di lapangan ser­ta sertifikasi yang belum menjadi quality assurance. Belum jelasnya arah pertumbuhan dan perkem­bangan jasa konstruksi di Indonesia serta perangkat evaluasinya. Hal ini disebabkan karena belum adanya kontrak & sub kontrak yang men­jamin kesetaraan antara pengguna dan penyedia jasa. Selain itu, belum adanya Pemisahan Antara Regula­tor dan Operator, serta peran Ma­syarakat Jasa Konstruksi.

Patut diketahui bahwa RUU Jasa Konstruksi pada periode keanggo­taan 2009­2014 telah menjadi pri­oritas tahunan di Prolegnas tahun 2010­2014 dan sudah sampai tahap­an harmonisasi di Badan Legislasi pada tahun 2014. Pada periode ke­anggotaan 2014­2019 diusulkan un­tuk masuk dalam Prolegnas, serta menjadi prioritas tahun 2015.

RUU Jasa Konstruksi terdiri dari 14 bab dan 105 Pasal. Mengingat Sistematika UU berubah dan pe­rubahan materi UU melebihi 50%, maka RUU ini bersifat mengganti­kan Undang­Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang terdiri dari 11 bab dan 46 Pasal.

Pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi bertujuan untuk mem­berikan arah pertumbuhan dan

perkembangan jasa konstruksi; mewujudkan tertib penyelengga­raan pekerjaan jasa konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penye­dia jasa dalam hak dan kewajiban; menata sistem jasa konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyaman­an lingkungan terbangun; menja­min tata kelola penyelenggaraan jasa konstruksi yang baik;

menciptakan integrasi nilai seluruh layanan dari tahapan penyelengga­raan jasa konstruksi; dan mewujud­

kan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Pada RUU perubahan, bentuk usaha Jasa Konstruksi berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hu­kum.

Muhidin menjelaskan bentuk usa­ha orang perseorangan hanya dapat melaksanakan Pekerjaan Konstruksi yang berisiko kecil, berteknologi sederhana, dan berbi­aya kecil. Sedangkan untuk Peker­jaan Konstruksi yang berisiko besar, berteknologi tinggi, dan berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk per­seroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.

“Ada penambahan pengaturan mengenai badan usaha kecil atau menengah yang berbadan hu­

kum dan yang tidak berbadan hu­kum dimana mereka hanya dapat melakukan Pekerjaan Konstruksi yang berisiko kecil sampai sedang, berteknologi sederhana sampai madya, dan berbiaya kecil sampai sedang,” ungkapnya.

Tidak ada perbedaan pada Peker­

LEGISLASI

Page 47: Edisi 124 TH. XLV, 2015

47EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

jaan Konstruksi yang hanya dapat dilakukan oleh bentuk usaha orang perseorangan, namun untuk badan usaha besar atau badan usaha as­ing yang berbadan hukum dan perorangan asing, mereka dibatasi hanya dapat melakukan Pekerjaan Konstruksi yang berisiko besar, berteknologi tinggi, dan berbiaya besar.

RUU ini juga mengatur bahwa badan usaha besar atau badan usa­ha asing yang berbadan hukum dan perorangan asing hanya dapat melakukan Pekerjaan Konstruksi berisiko besar, berteknologi tinggi, dan berbiaya besar. Hal ini diterap­kan untuk membatasi ruang gerak dari badan usaha besar atau badan usaha dan perorangan asing agar tidak mengambil lahan Pekerjaan Konstruksi yang diperuntukkan bagi badan usaha kecil dan mene­ngah, sehingga badan usaha kecil dan menengah dapat terus tumbuh dan berkembang pada sektor Jasa Konstruksi.

RUU mengatur secara lebih rinci bahwa bentuk usaha perseorangan

dan badan usaha harus memiliki Izin Usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi. Izin Usaha ini dikelu­arkan oleh Pemerintah Daerah di­tempat domisili usaha dan badan usaha, dan hanya diberikan kepada bentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha yang telah memi­liki sertifikat sesuai klasifikasi dan kualifikasi usaha serta telah

teregistrasi. Sedangkan sertifikasi klasifikasi usaha Jasa Konstruksi diberikan oleh suatu badan serti­fikasi, baru kemudian usaha orang perseorangan dan badan usaha yang telah mendapat sertifikasi tersebut wajib untuk mengikuti registrasi di lembaga pengemba­ngan. “Peraturan lebih terperinci dimaksudkan agar bisa memberi­kan panduan atau guideline yang lebih jelas dan memberikan kepas­tian hukum bagi para pelaku usaha Jasa Konstruksi,” paparnya.

Standar Keselamatan Konstruksi

Dalam UU No.18/1999, pengaturan mengenai standar keselamatan konstruksi tidak menjadi bagian

tersendiri yang dir inci secara jelas sehingga kurang mendapat penekanan terhadap pentingnya standar keselamatan dalam penye­lenggaraan Pekerjaan Konstruk­si. Adapun ketentuan mengenai keteknikan yang menjadi standar Keselamatan Konstruksi diatur dengan peraturan menteri yang terkait.

RUU mengatur lebih jelas dan rinci terkait Standar Keselamatan Kon­struksi yang menjadi kewajiban pe­nyelenggara Pekerjaan Konstruksi yang meliputi keteknikan, menca­kup persyaratan keselamatan umum, konstruksi bang unan, kondisi geografis yang rawan gem­pa, mutu hasil pekerjaan, mutu ba­han dan atau komponen ba ngunan, dan mutu peralatan sesuai dengan ketentuan standar atau norma; ke­amanan, keselamatan, dan kese­hatan tempat kerja konstruksi; per­lindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi; tata lingkungan setempat dan pe­ngelolaan ling kungan hidup.

Bagian ini penting oleh karena as­

Page 48: Edisi 124 TH. XLV, 2015

48 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

pek Keselamatan Konstruksi masih kurang mendapat perhatian yang serius dari penyelenggara konstruk­si. Hal tersebut dibuktikan dengan banyak terjadinya peristiwa Kega­galan Bangunan maupun Kegagal­an Pekerjaan Konstruksi yang me­ngakibatkan Kegagalan Bangunan, yang seringkali menimpa pekerja maupun pihak di luar penyelenggara Pekerjaan Konstruksi dan membawa akibat hukum yang serius.

Peristiwa kegagalan pembangunan atau konstruksi akhir­akhir ini baik diakibatkan oleh kesalahan proses maupun keadaan diluar kuasa ma­nusia, menyisakan persoalan terkait dengan kualitas dan tanggung ja­wab penyedia dan penggunaannya. Aspek ini perlu dipertegas terkait dengan tanggung jawab, serta pro­ses pengawasan dan penilaian pada saat proses penyelenggaraan kon­struksi berlangsung ataupun saat ditemukan atau terjadi kegagal­an konstruksi atau bangunan baik yang berakibat pidana maupun itu­dak. “Aspek ini pengaturannya ha­rus memberikan jaminan kepastian hukum,” tegasnya.

Pada UU No.18/1999, hanya diatur mengenai Kegagalan Bangunan. Dalam RUU ini, dibedakan kegagal­an konstruksi menjadi Kegagalan

Pekerjaan Konstruksi dan Kegaga­lan Bangunan sebagai konsekuensi dari pembedaan definisi dalam ke­tentuan umum dimana Kegagalan Pekerjaan Konstruksi merujuk pada kegagalan selama proses pengerjaan dan pelaksanaan, sedangkan Kega­galan Bangunan merujuk pada kega­galan hasil akhir bangunan setelah diserahkan. Pembedaan ini menjadi penting agar jelas pengenaan tang­gung jawab dan sanksi serta penen­tuan kegagalan yang terjadi.

Secara definitif Kegagalan Bangun­an adalah keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keselu­ruhan maupun sebagian dari segi teknis dan manfaat, sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa atau Peng­guna Jasa setelah penyerahan akhir Pekerjaan Konstruksi. Sedangkan Kegagalan Pekerjaan Konstruksi adalah keadaan hasil Pekerjaan Konstruksi yang tidak sesuai de­ngan spesif ikasi pekerjaan se­bagaimana disepakati dalam Kon­trak Kerja Konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan Pengguna Jasa atau Pe­nyedia Jasa dan/atau tidak sesuai dengan standar Keselamatan Kon­struksi.

Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa menjadi pihak yang bertanggung

jawab terhadap Kegagalan Peker­jaan Konstruksi dan Kegagalan Bangunan dalam hal penyeleng­garaan Pekerjaan Konstruksi tidak memenuhi standar Keselamatan Konstruksi yang penetapannya di­lakukan oleh penilai ahli yang di­tunjuk oleh Lembaga.

Dari sisi penataan kelembagaan pengembangan jasa konstruksi yang menempatkan proses serti­fikasi sebagai instrumen me ngon­trol kualitas pelayanan penyedia jasa konstruksi memerlukan pe­nyesuaian terkai dengan aspek pengembangan prosedur, terutama dalam memperjelas kualitas akun­tabilitas dan pembagian peran di­antara para pemangku kepentingan di jasa konstruksi.

Prosedur yang perlu ditata kembali terkait dengan prosedur registrasi, sertifikasi maupun lisensi yang mu­lai banyak dipertanyakan fungsinya dalam pengembangan usaha jasa kontruksi.

Kelembagaan jasa konstruksi ada dua yaitu lembaga pengembangan dan Badan Akreditasi dan Sertifi­kasi Jasa Konstruksi.

Pembentukan dua lembaga ini di­dasari untuk mengembalikan fung­si pengembangan dan pembinaan sektor jasa konstruksi secara utuh dan tidak dicampuri oleh fungsi pemberian akreditasi dan sertifika­si penyelenggaraan kegiatan sektor jasa konstruksi.

“Dengan pengaturan yang kompre­hensif melingkupi berbagai aspek dalam sektor jasa konstruksi, maka RUU ini diharapkan memenuhi ke­butuhan hukum dan kebutuhan masyarakat, serta lebih memberi­kan jaminan kepastian hukum, khususnya kepada masyarakat jasa konstruksi dan masyarakat secara keseluruhan,” tegasnya. (as) Foto:

Iwan Armanias, Agung/Parle/HR

LEGISLASI

Page 49: Edisi 124 TH. XLV, 2015

49EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

KIAT SEHAT

Pertanyaan Budiman di Depok:

Saya sering bertugas ke luar kota dan menyukai wisata kuliner. Kadar kolesterol saya cenderung tinggi dan saya terbiasa mengendalikan kolesterol dengan obat­obatan yang dijual bebas. Pertanyaan saya, amankah mengkonsumsi obat penetral kolesterol yang dijual be­bas di apotik, baik obat kimia maupun herbal?

Jawaban :

Kolesterol adalah metabolit yang mengandung lemak sterol yang ditemukan pada membran sel dan disirku­lasikan dalam plasma darah. Kolesterol dibutuhkan tu­buh manusia untuk pertumbuhan sel (termasuk sel­sel otak) serta sintesis hormon seks dan vitamin D.

Kadar kolesterol total yang baik bagi tubuh manusia berada di bawah 200 mg/dl, HDL lebih dari 35 mg/

dl, LDL kurang dari 130 mg/dl, dan trigliserida kurang dari 250 mg/dl.

Dislipidemia yaitu kelainan metabolisme lipid yang di­tandai dengan peningkatan ataupun penurunan fraksi lipid plasma antara lain : kenaikan kadar kolesterol to­tal, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Tingginya kadar kolesterol di dalam aliran darah disebut sebagai, hypercholesterol­emia Hypercholesterolemia berperan penting di dalam perkembangan dan kemajuan atherosclerosis dan fak­tor risiko yang jelas untuk terjadinya penyakit jantung koroner atau coronary heart disease dan stroke.

Pedoman penatalaksanaan dislipidemia (PERKI 2013) mempunyai strategi, target dan sasaran intervensi tersendiri, terutama dalam mempertimbangkan esti­masi risiko kardiovascular total (Farmingham/SCORE risk chart), selain pengobatan secara umum, baik itu,

Dr. Happy Apriyanti, MKK.Sp.Ok *

Page 50: Edisi 124 TH. XLV, 2015

50 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

non farmakologist ( perubahan life style) maupun se­cara farmakologis ( dengan obat obatan) .

Obat obatan penurun kolesterol terdiri dari beberapa golongan, antara lain , statin, ezetimibe, bile acid se­questrant, fibrat, niasin. Obat obatan ini masing ma­sing mempunyai , indikasi, kontraindikasi, efek sam­ping berbeda beda pada setiap individu. Demikian juga dengan pemilihan jenis, dosis dan criteria penderita. Dengan kata lain, obat obatan yang digunakan un­tuk menurunkan kolesterol memerlukan pertimba­ngan medis/indikasi tertentu, tergantung dari kondisi pasien .

Seperti diketahui, obat kimiawi kebanyakan baru ditemukan pada awal abad ke­20. seiring dengan era evidence based medicine (praktik kedokteran yang didasarkan pada bukti sahih). Jadi, obat tradisional/herbal boleh saja digunakan, terutama yang terbukti secara ilmiah dapat menurunkan kolesterol dan telah diteliti serta melewati uji klinis.

Dengan pertimbangan­ pertimbangan seperti yang tersebut di atas, disarankan agar Bapak memeriksakan diri kembali ke dokter, untuk dibuat rencana terapi se­suai dengan kondisi saat ini, serta untuk diingat, bah­wa, keberhasilan pengobatan, tentunya diperlukan kepatuhan dan kedisiplinan dari pasien.

Pertanyaan Andri di Jakarta

Tantangan pekerjaan saya sangat tinggi, sehingga ha­rus bekerja sampai larut malam bahkan kadang sampai menjelang subuh, saya sulit menghindari kondisi ini. Bagaimana caranya tetap fit? Saya mulai berfikir untuk berhenti karena saya merasa lelah sekali.

Jawaban :

Di bawah ini beberapa tips untuk menjaga badan su­paya tetap fit, disela kesibukan kerja yang menuntut waktu kerja lebih panjang :

1. Perhatikan jumlah asupan makanan dan minuman.

Ketika merasa lelah, seringkali orang malas makan. Padahal tubuh perlu mendapat asupan makanan yang cukup untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan. Meski begitu pastikan tidak makan berlebihan karena justru bisa membuat keadaan bertambah buruk. Am­billah makanan secukupnya dan jangan berlebihan, ja­ngan lupa cukup minum air putih agar tidak dehidrasi. 2. Memilih makanan dan camilan yang tepat.Hindari makanan manis dan utamakan memakan protein dan serat, bukan karbohidrat. Fokuslah pada makanan se­hat yang dapat memberikan tubuh energi dengan mu­dah. Contoh camilan sehat antara lain buah­buahan segar, sereal, biskuit, dan saripati ayam.

3. Sisipkan olahraga di jam kerja

Melakukan olahraga sebentar dapat membantu men­jaga peredaran darah dan membantu tubuh tetap waspada ketika merasa lelah. Pilihan termudah adalah push­up. Lakukan push­up sebanyak 3 set dengan jeda 30 detik. Olahraga ringan ini tidak akan menyebabkan tubuh banyak berkeringat, namun cukup membuat tu­buh terjaga.

4. Rencanakan waktu berlibur di akhir minggu

*bekerja di Klinik Yankes DPR RI

Elva Hartati

KIAT SEHAT

Page 51: Edisi 124 TH. XLV, 2015

EDISI 124 TH. XLV, 2015 51PARLEMENTARIA

Elva HartatiPribadinya begitu ramah. Tuturnya sederhana, apa adanya. Dia sangat dekat dengan masyarakat. Inilah Elva Hartati, Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI. Kepada Parlementaria wanita berdarah Bengkulu ini berbagi cerita menarik tentang perjalanan hidupnya sedari kecil hingga menjadi politisi seperti sekarang.

Page 52: Edisi 124 TH. XLV, 2015

52 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Sejak menjadi anggota DPR RI, Elva selalu duduk di Komisi IX, komisi yang membidangi

kesehatan dan ketenagakerjaan. Dua periode ia telah menjadi wakil rakyat di Senayan. Periode pertama pada 2004­2009. Selang satu peri­ode, ia tak mencalonkan diri. Baru pada periode sekarang ini (2014­2019), ia kembali lagi ke Senayan. Kepeduliannya pada masalah sosial kemasyarakatan, membuat Elva be­gitu dikenal oleh masyarakatnya.

Masa Kecil di Bengkulu

Manna, Bengkulu Selatan 1960. Daerah pesisir dengan masyara­kat bersuku­suku. Pantainya in­dah dengan laut membiru. Sawah­sawah menghijau, membentang luas sejauh mata memandang. Mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan dan petani. Ketika pagi menying sing, semua warga bergegas ke pusat mata pencaha­riannya. Nelayan terlihat memben­tangkan jalanya di tengah laut. Dan para petani juga sibuk menggarap lahannya.

Manna adalah Ibu kota Bengkulu Selatan. Masyarakat di kota kecil ini sangat religius. Adalah Murman Afandi seorang tokoh masyarakat asal Manna yang sangat dihormati. Ia seorang pejuang kemerdekaan dan tokoh nasionalis. Ketika mendi­ang Presiden Soekarno diasingkan ke Bengkulu, Murman masih belia. Dia pernah diajak Bung Karno un­tuk berlatih sandiwara. Kedekatan­nya dengan Bung Karno sejak kecil, membuat Murman mengidolakan sang Proklamator itu.

Sementara di rumahnya ada Ros­dianah, istri tercinta. Bersama sang istri, ia sedang menanti kela­hiran anak kelimanya. Siang itu, matahari sedang memancarkan sinarnya yang terang. Rosdianah sedang menjalani proses persalinan di rumahnya. Tangis bayi seketika

memecah ketegangan. Tahmid tia­da henti terucap atas kelahiran bayi mungil perempuan. Kalender yang tergantung di dinding menunjuk­kan 15 Mei 1960.

Kini, di rumah Murman dan Ros­dianah diramaikan dengan kehadi­ran bidadari kecil menggemaskan. Bayi kecil itu kemudian diberi nama Elva Hartati. Setelah kelahiran Elva, masih ada empat adiknya yang lahir kemudian. Jadi Elva adalah anak ke­lima dari sembilan bersaudara. Elva kecil hidup di tengah keluarga yang religius. Ia tumbuh menjadi anak periang dan suka bermain. Ayah­nya suka mengajarkan kedisiplinan hidup.

Walau ia anak seorang tokoh yang disegani, Elva tetap bisa bebaur dengan sahabat­sahabat kecilnya yang lain. Permainan favoritnya adalah bermain lompat karet. Ia juga suka sekali memanjat pohon. Ada pohon sawo dan jambu dekat rumah yang jadi favoritnya un­tuk dipanjat. Kadang ia membawa makanan ke atas pohon. Duduk di dahan pohon sambil menyantap makanan jadi kenangan masa kecil yang menyenangkan.

Selain itu, Elva juga senang bermain ke tepi pantai bersama teman­te­mannya. Bermain air, mandi, dan menangkap ikan jadi kesenangan tersendiri saat berada di tepi pan­

tai. Sementara itu mengawali pen­didikan formalnya, Elva bersekolah di SDN 10 Kota Bengkulu. Setiap hari ia berjalan kaki ke sekolah yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Pelajaran PPkn dan sejarah jadi kesenangannya.

Elva adalah siswa berprestasi. Di sekolahnya, ia selalu menempati ranking lima besar. Sepulang dari SD, Elva pergi lagi ke sebuah ma­drasah ibtidaiyah dekat rumah­nya untuk menuntut ilmu agama. Ayahnya sela lu menganjurkan semua buah hatinya memahami dan menjalankan perintah agama de ngan baik.

Setamat SD tahun 1971, Elva melan­jutkan ke SMP Saint Carolus di Kota Bengkulu. Prestasinya terus berlan­jut. Ia selalu menempati rangking elit di sekolahnya. Saat di SMP ada pelajaran Bahasa Indonesia yang ia sukai. Gurunya biasa dipanggil Pak Yopen alias Yono pendek. Dia guru yang rajin dan lucu. Bahkan hingga kini tetap rajin berolahraga jalan pagi.

Bicara cita­cita, sempat terbe­sit di benak Elva kecil, ingin sekali menjadi dokter atau pramugari. Sebuah cita­cita yang ia pendam saja di hati. Ketika kecil ia tertarik melihat para dokter bekerja mem­bantu menyembuhkan para pasien. Sementara keinginannya menjadi pramugari, lantaran sewaktu ke­cil suka sekali melihat pesawat. Menjadi pramugari tentu menjadi pilihan agar bisa naik pesawat dan ikut terbang menjelajahi berbagai negeri.

Begitulah sekilas kenangan masa kecil di Bengkulu. Elva kecil ti­dak saja cerdas, tapi juga religius. Kehidupannya bersama keluarga di Bengkulu cukup terjamin dan berkecukupan. Kebetulan ayahnya, memang, seorang pejabat daerah. Sang ayah pernah menjabat Sek­

Page 53: Edisi 124 TH. XLV, 2015

53EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

retaris Daerah lalu menjadi Bupati Bengkulu Selatan, tahun 1986. Bah­kan setelah itu menjadi Anggota DPR RI.

Senangnya mengingat masa kecil di Bengkulu. Ada satu pesan pent­ing ayahnya yang terus diingat sejak kecil hingga sekarang. “Jangan per­nah tinggalkan salat,” ungkap Elva, mengutip pesan sang ayah. Pesan itu sederhana tapi memberi kesan yang dalam. Di mana pun dan kapan pun harus selalu ingat pada Ilahi.

Setamat SMP tahun 1975, Elva sa­ngat ingin merantau ke Jakarta. Ia sampaikan kepada ayahnya bahwa ingin melanjutkan sekolah di Ibu Kota. Jakarta sebetulnya bukan

kota yang asing bagi Elva. Ia sudah sering diajak ayahnya ke Jakarta. Kebetulan kakeknya pun tinggal di Jakarta. Elva lalu memilih Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG), sebuah sekolah kejuruan dengan ikatan di­nas dari Departemen Kesehatan.

SPRG ketika itu berada di Jl. Medan Merdeka, dekat Kementerian Pari­wisata. Sekarang sekolah itu sudah tak ada lagi. Bukan saja bangunan­nya, tapi sekolah kejuruan model ini sudah dihapus, seperti juga Sekolah

Pendidikan Guru (SPG), Pendidikan Guru Agama (PGA), Sekolah Guru Olahraga (SGO), dan lain­lain. Da­hulu, para lulusan SMP bisa punya banyak pilihan sekolah kejuruan yang sangat spesifik. Kini, sudah tak ada lagi.

Ketika diterima menjadi siswa SPRG, Elva dan para siswa lainnya diwajib­kan tinggal di asrama. Di sinilah ke­mandirian hidup Elva dimulai. Tidak seperti di rumahnya yang serba ada dan mudah, di asrama segalanya harus dilakukan sendiri. Mencuci dan memasak jadi keseharian Elva. Pukul 4:30 sudah bangun dan mem­bersihkan kamar asrama. Semuanya dilakukan secara mandiri. Sekolah kejuruan ini diadakan pemerintah,

k a r e n a dokter gigi waktu itu sangat se­dikit.

Para lulusan SPRG ini lah yang nantinya d ipr oye k s i­kan menjadi asisten dokter gigi. Ada kenangan menarik yang diingat Elva semasa di SPRG. Syahdan, waktu itu guru­nya belum tiba di kelas. Sekian lama ditunggu, belum juga muncul. Se­mentara Elva sedang merasa lapar. Sambil menunggu guru yang belum datang, Elva pergi ke kantin sekolah untuk sekadar mengisi perut yang

sedang keroncongan. Maklum, di asrama agak susah cari makan, ke­cuali masak sendiri.

Saat Elva keluar menuju kantin, gurunya justru tiba di kelas. Elva dimarahi sang guru ketika kem­bali lagi ke kelas. Elva pun kena hukum an. “Sejak itu saya kapok ke­luar kelas lagi walau sedang lapar. Gurunya juga tak mau memaafkan saya. Setelah sekian lama, barulah ia mau memaafkan,” cerita Elva me­ngenang masa sekolah, penuh tawa.

Menjadi Politisi

Setamat SPRG tahun 1978, ayahnya meminta Elva pulang kampung. Elva pun kembali ke Bengkulu dan mu­lai bekerja di RSU Bengkulu, tahun 1979. Waktu itu ia masih calon PNS. Bekerja sebagai perawat gigi sudah seperti dokter gigi. Apalagi dokter gigi sangat sedikit waktu itu. “Saya bekerja nambal dan cabut gigi.

Kebe tulan SPRG adalah sekolah terbaik di seluruh Indonesia. Jadi, alumninya sudah seperti dokter gigi terbaik saja seluruh Indonesia,” ungkapnya tersenyum.

Tahun 1980, Elva sudah diang­kat menjadi Kepala Poliklinik Gigi, RSU Bengkulu. Karirnya sebagai

Page 54: Edisi 124 TH. XLV, 2015

54 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

PNS terus merangkak naik. Tahun 1985­1990, Elva menjadi Kepala Perawatan RSU Bengkulu. Secara berturut­turut Elva muda kemudian pindah ke Dinas Kesehatan Kodya Bengkulu menjadi staf penyuluh kesehatan masyarakat (1990­1991), lalu diangkat sebagai Kepala Urusan Keuangan (1991­2000).

Setelah 21 tahun bekerja di Beng­kulu, mantan Ketua IPTGI Provinsi Bengkulu ini, hijrah ke Jakarta se­bagai staf hubungan antarlembaga Kantor Penghubung Pemda Beng­kulu pada 2000­2001. Setelah men­jadi staf, setahun kemudian diang­kat menjadi Kepala Seksi di kantor yang sama di Jakarta hingga tahun 2004.

Setelah lima tahun berkiprah di Ja­karta, peraih gelar Magister Mana­jemen dari STIE Ganesha, Jakarta tersebut, kembali lagi ke Bengkulu. Kali ini tidak sebagai PNS. Elva just­ru melepas baju PNS­nya dan terjun ke panggung politik. Dunia politik sudah tak asing bagi alumni Fisipol Universitas Terbuka ini.

Sedari kecil, ia sudah melihat kiprah ayahnya sebagai politisi dan ber­gabung dengan PNI. Di masa belia, mantan Bendahara Dharma Wanita Kodya Bengkulu itu, kerap menyak­sikan ayahnya menerima tamu dan bergaul dengan tokoh­tokoh poli­tik lokal maupun nasional. Bahkan, pandangan politik ayahnya juga su­dah banyak ia serap. Kini, ketika ia memutuskan terjun berpolitik, Elva sudah matang dan tak canggung lagi.

Memasuki pemilu 2004, Elva men­jadi caleg dari dapil Bengkulu dan bergabung dengan PDI Perjuangan. Modal sosial yang sudah dimil­iki, memudahkan jalannya menuju Senayan. “Masyarakat di Bengkulu masih terikat oleh kesukuan. Bila ada caleg yang di luar sukunya, mereka tak mau pilih,” jelas Elva. Nama besar ayahnya tak dipung­kiri ikut mendongkrak perolehan suaranya dalam kontestasi caleg di Bengkulu. Elva pun melangkah mu­lus ke Senayan.

Setelah resmi dilantik, Elva duduk di Komisi IX DPR RI. Komisi ini sa­

ngat dekat dengan dunianya yang membidangi kesehatan. Setelah lima tahun berkiprah sebagai wakil rakyat, periode berikutnya ia rehat sejenak. Wakil Bendahara Arisan Gayatriwara Ibu­Ibu Istri Anggota DPR RI dari F­PDI Perjuangan ini, dipercaya partainya menjadi Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Beng­kulu.

Selama lima tahun itu (2010­2015) Elva membenahi internal partainya di Bengkulu. Pada Pemilu 2009, tak ada wakil PDI Perjuangan dari dapil Bengkulu di DPR RI. Ketika mema­suki Pemilu 2014, Elva kembali men­jadi caleg dan sukses mendulang suara lagi, sehingga PDI Perjuangan pun kembali mendapat satu kursi dari dapil Bengkulu. Sukses mem­besarkan PDI Perjuangan di Beng­kulu, akhirnya ia pun didaulat lagi menjadi Ketua DPD PDI Perjuangan untuk kali kedua (2015­2020).

Sementara itu, resmi menjadi Ang­gota DPR RI, Elva kembali ke Komisi IX yang sempat ditinggalkannya selama lima tahun. Kini, banyak kebijakan baru di bidang kesehat­

Elva saat mengikuti rapat bersama Pimpinan BURT

Page 55: Edisi 124 TH. XLV, 2015

55EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

an. Soal pemberlakuan BPJS Kese­hatan, Elva berkomentar, sangat disa yangkan banyak warga miskin belum tersentuh oleh program baru ini. “Data base BPJS Kesehat­an belum sempurna. Mereka yang mendapat layanan kesehatan gra­tis berupa Penerima Bantuan Iuran (PBI) harus betul­betul orang yang berhak.”

Bahagia Bersama Keluarga

Elva adalah sosok politisi yang sederhana, penuh keikhlasan. Keibuan dan mau bekerja keras untuk masyarakatnya adalah sisi lain Elva. Ketika berada di Gedung DPR RI, ia adalah wakil rakyat yang konsisnten memegang amanah. Saat berada di tengah masyarakat, ia begitu ditokohkan. Ketika be­rada di tengah keluarga, ia tetaplah seorang ibu yang bersahaja.

Di rumahnya ada Dadang Mishal sang suami tercinta yang mantan anggota DPR RI 1999­2004. Elva sudah dikaruniai tiga anak, ma­sing­masing Natasia Mutia seorang psikolog, Mirza seorang notaris, dan Alfad Mishal yang baru menyelesaikan ku­liahnya di kampus PPM. Elva begitu bahagia bers­ama keluarga tercintanya.

Bi la ada waktu luang, ia tentu tak melupakan berolahraga untuk menjaga kebugarannya. Ada sepeda statis yang biasa ia gunakan untuk berolahraga di rumah.Wanita penggemar tempoyak ini, ternyata bisa juga ber­nyanyi. Bila sedang berkam­panye di tengah masyarakat Bengkulu, selalu saja ada yang memintanya menyanyi untuk sekadar memeriahkan suasana. Ketika sudah berdendang, suasana pun menjadi cair dan masyarakat ikut terhibur.

Lagu apa yang biasa ia dendang­

kan? Wah, lagunya bisa apa saja, kadang dangdut, pop, atau lagu daerah. “Setiap ada undangan di daerah, saya selalu diminta me­nyanyi. Lagunya apa saja mengikuti

selera masyarakat saat itu. Ya, saya nyanyi Ku cing Garong, lagu dari Ayu Tingting, atau dangdut oplo­san,” ujarnya dengan penuh tawa. Namun bila ditanya siapa penyanyi favoritnya, ia menjawab Dewi Yull, Broeri Pesolima, atau penyanyi la­was lainnya.

Walau sebenarnya ia tak ahli dalam berdendang, sebisa mungkin ia lakukan demi menghibur ma­

syarakat yang begitu mencintainya. Lagu­lagu pop yang sedang hit saat ini, juga kerap Elva dendangkan bila diminta. Begitulah Elva Hartati politisi yang penuh keibuan dan ke­sederhanaan. (mh) Foto: Iwan Arma-

nias, dok pribadi/Parle/HR

Soal pemberlakuan BPJS Kesehatan, Elva berkomentar, sangat disa yangkan banyak warga miskin belum tersentuh oleh program baru ini.

Elva bersama para kolega sesama anggota DPR RI saat mengikuti Konferensi Parlemen Asia Afrika

Page 56: Edisi 124 TH. XLV, 2015

56 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

MEMBANGUN INFRASTRUKTUR, MENGGENJOT ANGKA PERTUMBUHAN

Kawasan Indonesai ba­gian Timur sedang sibuk membangun fasilitas in­frastruktur. Pemerintah,

memang, sedang menggeser geliat pembangunan ke timur Indone­sia agar pemerataan dan keadilan dapat dirasakan warga masyarakat di timur.

Cuaca agak terik ketika delegasi Komisi V DPR RI menginjakkan kaki di kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut) akhir April lalu. Pemerintah

Provinsi Sulut tampak sibuk mem­bangun infrastruktur jalan, jem­batan, dan pelabuhan. Sementara delegasi lainnya diutus ke Jawa Te­ngah (Jateng) untuk melihat pem­bangunan infrastruktur di sana.

Infrastruktur Sulut

Tiga ruas jalan yang sedang diba­ngun terpantau tim Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi V di Manado. Ada tol Bitung­Manado, jalan bypass Kairagi­Bengkol, dan jalan SBY­Ma­

tungkas. Tim yang dipimpin Wakil Ketua Komisi V Lasarus tersebut, meninjau pula jembatan Soekarno yang hampir 15 tahun tak kunjung selesai. Bahkan, tim menyempatkan diri berkunjung ke Pelabuhan Bi­tung yang juga sedang sibuk mem­bangun fasilitas pelabuhan.

Secara umum, Komisi V menilai positif pembangunan infrastruk­tur di Sulut. Agung Budi Santoso Anggota Komisi V (dapil Jabar I) yang ikut dalam tim tersebut me­

KUNJUNGAN KERJA

Kunker Komisi V ke Sulut & Jateng

Page 57: Edisi 124 TH. XLV, 2015

57EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

ngatakan, infrastruktur di Sulut kini semakin membaik. Ini tentu berdampak pada peningkatan eko­nomi rakyat setempat. Sebelumnya, Lasarus saat melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur Sulut, mengungkapkan, anggaran infra­struktur bagi Sulut sangat besar.

Banyak provinsi di timur Indonesia mendapat alokasi anggaran infra­struktur yang besar di APBN. Dan Komisi V berkepentingan melihat sejauh mana pembangunan in­frastruktur direalisasikan dengan baik. Bahkan, Lasarus (dapil Kal­bar), mengatakan, bila Pemprov Sulut masih membutuhkan ang­garan, Komisi V siap membantu memenuhinya.

Di Pelabuhan Bitung, Komisi V menyaksikan langsung rencana reklamasi untuk memperluas ka­

wasan pelabuhan. Bitung be­gitu strategis sebagai pelabuhan di timur Indonesia. “Kita dorong Pelabuhan Bitung ini menjadi salah satu pelabuhan utama di Indone­sia, karena letaknya yang strate­gis. Alam sudah menciptakan lo­kasi ini begitu ideal untuk dijadikan pelabuhan,” ungkap politisi PDI Perjuangan ini.

Tim Komisi V juga berkesempatan memasuki kapal penumpang yang sedang bersandar. Kepada para awak kapal, Lasarus mengungkap­kan, ada anggaran Rp3 triliun un­tuk pengadaan kapal­kapal baru yang lebih besar. Anggaran terse­but telah disetujui dalam APBN 2015 dengan sistem multiyears. Kelak tak ada lagi kapal kecil dan tua. Semua kapal bisa terus berlayar lebih lama dan para pelaut terbaik Indonesia bisa melaut mengarungi pulau­pu­lau di Nusantara.

Anggota Komisi V lainnya, Peggi Pa­tricia Pattipi (dapil Papua) melihat, pengadaan kapal pengangkut ba­rang dan penumpang sudah men­jadi kebutuhan yang sangat mende­sak untuk menjangkau wilayah di Indonesia bagian timur. Dengan kapal­kapal yang memadai distri­busi kebutuhan bahan pokok untuk

masyarakat di wilayah timur sema­kin lancar.

Tak ketinggalan jembatan Soekarno ditinjau langsung oleh tim Komisi V ini. Jembatan yang diresmikan pembangunannya sejak masa Presi­den Megawati tahun 2003, mang­krak hingga 2014. Baru pada tahun ini dilanjutkan kembali setelah me­

ngalami banyak masalah teknis dan keuangan. Rencananya jembatan yang membelah Pelabuhan Manado tersebut rampung pada tahun ini.

Adalah Anggota Komisi V Yasti Soe­predjo Mokoagow (dapil Sulut) yang mengungkapkan riwayat seluk be­luk mangkraknya jembatan Soekar­no itu. Berawal dari tidak seriusnya pemerintah pusat mengalokasikan anggaran pembangunan jembatan yang di APBN mencapai Rp400­Rp500 miliar. Tapi realisasinya dicicil Rp5­10 miliar per tahun. “Ini, kan, tidak serius,” ucap Yasti di Ma­nado.

Lalu masalah lain adalah Hutama Karya kontraktor yang dipercaya membangun jembatan ini kesulit­an likuiditas. Selesai masalah itu, ada Pelindo yang meminta agar ke­tinggian jembatan dikoreksi karena khawatir mengganggu kapal­kapal yang melintas. Akhirnya dibong­kar kembali. Setelah itu, tiba­tiba jembatan di Kukar, Kaltim seketika roboh. Desain dan kontraktor jem­batan Kukar sama dengan Manado.

Khawatir roboh, kontraktor men­datangkan konsultan internasional untuk mengukur kekuatan jem­batan tersebut. Tentu semua itu bu­tuh waktu dan anggaran lagi. Kini, Komisi V sudah mendapat kepastian bahwa jembatan Soekarno segera rampung paling telat akhir tahun 2015.

Infrastruktur Jateng

Di Jawa Tengah (Jateng) Tim Kunker Komisi V yang dipimpin Roem Kono mengunjungi berbagai fasilitas in­frastruktur. Bandara Ahmad Yani (Semarang), Bandara Adi Soemar­mo (Solo), jalan tol Semarang­Solo, jalan nasional Bawen­Solo, dan fly­over Jatingaleh, merupakan bebera­pa sarana infrastruktur yang sem­pat ditinjau.

Page 58: Edisi 124 TH. XLV, 2015

58 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Selain itu, masih ada underpass di Makamhaji di Kartosuro, Sukuhar­jo, pembangunan drainase primer dan normalisasi sungai Garang di Semarang, kapal Basarnas, dan Po­liteknik Ilmu Pelayaran yang tak ketinggalan dikunjungi Komisi V akhir April lalu. Saat di Bandara Ah­mad Yani, Roem yang politisi Partai Golkar itu, mengatakan, perawatan bandara sangat penting untuk men­jaga citra bandara tetap baik.

Bandara Ahmad Yani sendiri saat ini sedang dilakukan pengembangan yang pada 2017 rencananya sudah bisa dirampungkan. Anggota Komisi V Joseph Umarhadi mengapresiasi pengembangan Bandara Ahmad Yani, seraya menyangkan, mengapa baru kali ini dilakukan pengem­bangan. Politisi PDI Perjuangan ini mengungkapkan, dulu anggaran pengembangan bandara masih di

bawah Rp1 triliun. Karena keterlam­batan pembangunan, anggarannya membengkak jadi Rp1,7 triliun.

Saat meninjau underpass Makam­haji di Jalan Slamet Riyadi Karto­suro, Sukoharjo, Komisi V meni­lai pembangunan jalan tersebut kurang bermutu. Pembangunan underpass ini dinilai sudah berma­salah sejak perencanaan dan selalu digenangi banjir apabila turun hu­jan. Bahkan oleh masyarakat seki­tar, underpass tersebut ditanami pohon pisang sebagai bentuk pro­tes.

Anggota Komisi V Mohammad Toha mengatakan, berdasarkan penga­matannya bangunan senilai Rp27 miliar itu tidak berfungsi sejak di­operasikan tahun 2013. Oleh kare­nanya, Komisi V akan memanggil Dirjen Perkeretaapian atau satuan

kerja yang bertanggungjawab dan juga kontraktor PT Dian Previta yang mengerjakan proyek tersebut. “Dirjen perkeretaapian dan kon­traktornya harus bertanggungja­wab. Mereka akan kami panggil pada awal Mei nanti.

Pembangunan infrastruktur di Jateng, termasuk yang mendapat perhatian Komisi V. Pasalnya, dalam beberapa tahun ke depan, pertumbuhan penduduk di Jateng akan meningkat tajam. Untuk itu, ruas jalan harus terus ditingkatkan demi mengimbangi pertumbuhan penduduk dan volume kendaraan yang juga terus meningkat. Pemba­ngunan infrastruktur di mana pun berbanding lurus dengan pertum­buhan ekonomi. Kegiatan ekonomi masyarakat pun semakin mening­kat. (mh/sc) Foto: Husen, Suciati/Parle/

HR

KUNJUNGAN KERJA

Page 59: Edisi 124 TH. XLV, 2015

59EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

APRESIASI MASUKAN DARI PEMPROV KALSEL

Dewan Perwakilan Rakyat memiliki tiga fungsi utama, salah satunya adalah me­

nyusun Undang­undang. Badan Legislasi (Baleg) yang merupakan Alat Kelengkapan Dewan, memiliki tugas, diantaranya menyusun Pro­gram Legislasi Nasional (Prolegnas), membahas Rancangan Undang­undang, dan melakukan sosialiasi Prolegnas.

Melalui sosialiasi Prolegnas 2015­2019, selain mensosialisasikan RUU yang sedang dalam proses pe­nyusunan, juga mensosialisasikan produk Legislasi yang telah dihasil­kan DPR. Dalam penyusunannya, Baleg juga membutuhkan masukan dan aspirasi dari pihak yang berke­pentingan.

Di Provinsi Kalimantan Selatan, Baleg mengapresiasi masukan dan aspirasi dari Gubernur Kaliman­tan Selatan dan jajaran mengenai

RUU yang saat ini masuk ke dalam Prolegnas tahun 2015. Firman me­nyatakan aspirasi yang disampaikan ini menjadi masukan yang berharga untuk Baleg. Demikian dikatakan­nya usai pertemuan antara Tim Kunker Baleg dengan Gubernur Kalsel dan jajaran, di Aula Aberani Sulaiman, Kantor Gubernur Kalsel di Banjarbaru, Senin (20/04/15).

“Dari sosialisasi ini, tentunya ini menjadi awal yang cukup bagus. Karena kami memerlukan banyak masukan, apalagi yang termasuk dalam mineral dan batu bara. Apa yang tadi disampaikan Gubernur, akan memperkaya materi dari Baleg untuk melakukan harmonisasi. Di­harapkan ada masukan tertulis dari Pemerintah Provinsi maupun stakeholder lainnya, bahwa ada ke­pentingan yang harus diakomodir, termasuk dana bagi hasil dan lain sebagainya,” jelas Firman.

Dalam kunker ini, Baleg memfokus­kan penyerapan masukan menge­nai RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mi­neral dan Batubara.

Politisi F­PG ini menambahkan, revisi UU Nomor 33 Tahun 2004 adalah revisi usulan pemerintah. Oleh karena itu, jika Pemerintah dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) tidak memasukkan apa yang menjadi aspirasi daerah, maka DPR mempunyai otoritas untuk mema­sukkannya, saat pembahasan Pani­tia Kerja (Panja).

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin akomodir masukan dari daerah, karena yang kami hadapi dalam hal ini adalah Pemerintah Pusat. Dimana pembahasan pe­

Kunjungan Kerja Badan Legislasi

Page 60: Edisi 124 TH. XLV, 2015

60 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

nyusunan dari RUU menjadi UU tidak menjadi hak absolut DPR, namun juga bersama Pemerintah, itu yang menyulitkan kami. Kami akan melakukan negosiasi dengan pemerintah, apa kira­kira yang menjadi solusi dari permintaan daerah ini,” kata Firman.

Politisi asal Dapil Jawa Tengah III ini mengakui, selama ini dalam pem­bahasan UU di Panja sangat ter­batas waktunya, sehingga kurang melibatkan aspirasi dari daerah. Biasanya, Panja hanya melibatkan akademisi dan perguruan tinggi.

“Kami katakan kepada Gubernur Kalsel, ini bukan pertemuan yang terakhir, tapi kita akan melakukan pertemuan berikutnya di Jakarta. Gubernur dan masyarakat bisa menyampaikan masukan kepada DPR RI. Saya rasa ini sangat bagus, karena memang dalam proses pe­nyusunan UU jarang itu melibatkan daerah. Kami ke Kalsel ini jemput bola, jangan sampai RUU yang diun­dangkan itu banyak menimbulkan kekecewaan di masyarakat,” jelas Firman.

Dalam sesi pendalaman materi, Gubernur Provinsi Kalsel Rudy Ariffin mempertanyakan kecilnya presentase pembagian royalti sum­ber daya alam yang diterima dae­rah penghasil, seperti daerah yang dipimpinnya. Ia menilai, selama ini belum ada keadilan perimba­ngan keuang an antara Pemerintah Pusat dan daerah, khususnya sektor penerimaan pajak dan royalti tam­bang.

“Yang dipungut dari miliaran atau triliunan rupiah ekspor batubara sebesar 13,5 persen. Sebagian besar dipungut pemerintah pusat, Kalsel hanya mendapat 3 persen dari 13,5 persen itu. Itu juga harus dibagi lagi dengan Kabupaten atau Kota di Kalsel. Dari 3 persen itu, Provinsi hanya mendapat 40 persen dan si­

sanya dibagi ke seluruh kabupaten atau kota. Sangat tidak adil, karena yang merasakan degradasi lingku­ngan adalah daerah penghasil,” te­gas Rudy.

Untuk itu, ia mengaku lebih me­milih wilayah yang dia pimpin ti­dak memiliki tambang batu bara dari pada harus menanggung risiko kerusakan alam yang luar biasa seperti saat ini. “Kalau disuruh me­milih, saya lebih memilih Kalsel ti­dak memiliki tambang, tetapi tetap mendapatkan bagi hasil dari pusat, dari pada harus menanggung risiko kerusakan alam yang luar biasa seperti saat ini,” protes Rudy.

Giatkan Sosialisasi

Ketua Baleg Sareh Wiyono mene­gaskan Baleg berencana akan se­makin menggiatkan sosialisasi UU, baik RUU yang sedang dalam penyu sunan, maupun RUU yang sudah diundangkan. Pasalnya, UU yang dihasilkan DPR dan Pemerin­tah Pusat, nantinya akan menjadi payung hukum bagi masyarakat.

“Kunjungan ini bagus sekali. De­ngan adanya sosialisasi ini, sehing­ga kita banyak mendapatkan ma­sukan dari daerah untuk UU yang masuk Prioritas Prolegnas dan se­dang diharmonisasikan. Ini sangat baik bagi Baleg, sehingga bila perlu ditingkatkan ke daerah­daerah lain,” jelas Sareh.

Politisi Gerindra ini menyambut positif seluruh masukan dan as­pirasi daerah dari Pemerintah Provinsi Kalsel, maupun stakeholder di Kalsel. Ia mengaku, Baleg sangat membutuhkan masukan dari pihak yang berkepentingan di UU. Ia me­nambahkan, bila diperlukan, Baleg akan mengundang Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pemerin­tah Provinsi atau jajaran, untuk me­nyampaikan aspirasi mengenai RUU yang sedang dibahas.

“Sekali waktu Gubernur maupun jajaran, bisa kita undang RDPU, untuk menyampaikan masukkan­nya. Sehingga, UU yang dihasilkan

nanti tidak hanya sekedar kepen­tingan DPR ataupun Pemerintah, tapi menjadi payung hukum untuk seluruh masyarakat,” tambah Poli­tisi asal Dapil Jawa Timur VIII ini.

Kunker ke Provinsi Kalsel ini juga diikuti oleh Ketua Baleg Sareh Wi­yono (F­PG), kemudian Anggota Baleg dari F­PDIP Hendrawan Su­pratikno, My Esti Wijayati, Da niel Lumban Tobing dan Rieke Diah Pitaloka. Dari F­PG mengirimkan Neni Moerniaeni dan Tabrani Maa­mun. Kemudian, hadir pula Jefirst­son Riwu Kore (F­PD), Ammy Ama­lia Fatma Surya (F­PAN), Abdul Fikri Faqih (F­PKS), dan Ali Umri (F­Nas­dem). (sf) Foto: Sofyan/Parle/HR

Tim Kunker Komisi VI DPR meninjau langsung pabrik pengolahan ikan PT Perikanan Nusantara

KUNJUNGAN KERJA

Page 61: Edisi 124 TH. XLV, 2015

61EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

SOROTAN

Tak berselang lama dari peristiwa itu pihak ke­polisian khususnya Polres Jakarta Selatan berhasil

membongkar adanya bisnis se­rupa di sebuah apartemen di bi­langan Kalibata Jakarta Selatan. A lih­alih ingin membersihkan tempat kost dan apartemen yang diduga menjadi tempat eksekusi bisnis esek­esek ini, kepolisian pun sempat melakukan razia di beber­apa tempat kost. Dan ditemukan beberapa pasangan yang bukan suami istri tengah bermesraan. Puncaknya, pada pekan berikutnya Jumat (8/5) Polres Metro Jakarta Selatan berhasil menangkap basah RA yang diduga sebagai mucikari dan artis berinisial AA di sebuah hotel di bilangan Jakarta Selatan.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VIII DPR RI sekaligus akti­vis permasalahan anak dan perda­gangan manusia, Rahayu Saraswati Djoyohadikusumo mengatakan praktek prostitusi sejatinya sudah ada sejak lama, dan seiring dengan perkembangan zaman dan teknolo­gi, transaksi prostitusi pun meng­gunakan berbagai macam cara ter­masuk melalui media tercanggih yakni internet. Adanya media sosial semakin memperluas dan memu­dahkan para penjaja. Dan Indonesia sendiri diakui Politisi dari Fraksi Partai Gerinda ini memang meru­pakan pengguna media sosial ter­tinggi.

Dan jika belakangan hal itu mencu­

at dan menjadi pembicaraan publik menurut Sara, begitu ia biasa disa­pa, itu lebih kepada peran media massa yang terus memborbardir isi media dengan kasus tersebut. Sehingga baru membukakan “mata hati” semua pihak untuk peduli terhadap kasus tersebut. Karena Sara meyakini, semua pihak pasti telah mengetahui adanya praktek demikian namun mereka seolah ti­dak peduli. Baru kemudian disaat media bersama­sama membuka hal itu, semuanya baru tergerak.

Namun yang membuat Sara priha­tin adalah ketika kasus prostitusi tersebut terkuak yang menjadi titik perhatian selalu pada sisi perem­puan yang menjadi pelaku prosti­tusi. Sementara para penjaja atau bahkan bisa dikatakan mafia nya malah tidak tersentuh sama sekali.

Senada dengan Sara, Wakil ketua

Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amalia mengatakan bahwa selain penyedia jasa, juga ada orang yang menggunakan jasa, dan ada peran­tara di dalamya. Penyebab dari ada nya praktek ini pun sekarang sudah bergeser, tidak hanya karena motif ekonomi semata, melainkan juga perubahan gaya hidup yang akhirnya membuat tingkat kebu­tuhan menjadi lebih tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan itu dipilihlah cara instant. Namun ada juga yang disebabkan karena korban human trafficking atau perdaga ngan ma­nusia. Misalnya dengan iming­im­ing diberikan pekerjaan dengan gaji yang sangat besar di luar kota atau di luar negeri, tapi kenyataannya malah dijebloskan ke dalam praktek prostitusi.

Penanganan Praktik Prostitusi

Khusus untuk prostitusi yang dise­babkan karena perdagangan orang menurut Ledia hukumannya ha­rus lebih keras, yakni dengan delik pidana tindak perdagangan orang. Politisi dari Fraksi PKS ini mengakui bahwa prostitusi sulit diberantas, namun praktek ini tetap harus di­hambat penyebarannya bahkan ha­rus dihilangkan.

Dijelaskannya ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pena­nganan praktek prostitusi. Pertama menurut Ledia adalah pemahaman keagamaan. Langkah ini sangat penting untuk memenuhi otak anak tidak hanya dengan pengetahuan, namun juga bimbingan untuk mem­

Beberapa pekan terakhir masalah prostitusi online menjadi topik hangat di berbagai media massa. Bahkan, khusus di media online (situs berita) bisa dikatakan menjadi trending topic. Dimulai dari terungkapnya kasus pembunuhan seorang wanita di kamar kost di bilangan Tebet Jakarta Selatan,

yang sekaligus menguak tabir adanya bisnis “jual beli seks” melalui media online.

SOLUSI PROSTITUSI, PEMERINTAH HARUS TEGAS JALANKAN UNDANG-UNDANG

Page 62: Edisi 124 TH. XLV, 2015

62 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

bentuk karakter atau akhlak anak dengan norma dan agama yang berlaku di Indonesia. Bisa dengan memasukkannya dalam kurikulum.

“Kedua adalah dengan pemberda­yaan ekonomi. Ketika Walikota Surabaya, Bu Risma menutup Dolly yang merupakan lokalisasi terbesar di Asia tenggara, hal itu ternyata bisa kok dilakukan. Ada banyak stakeholder yang memberikan ban­tuan modal usaha. Ini bisa dicontoh. Terlebih lagi, Kementerian Sosial memiliki anggaran khusus yang di­tujukan bagi program pemberdaya­

an ekonomi. Pemberian modal dan kemudian pendampingan seutuh­nya untuk merubah perilaku mere­ka,” papar Ledia.

Ketiga menurut Ledia adalah Indo­nesia belum punya regulasi untuk melindungi konsumen yang tidak mau menerima penawaran macam­macam yang dikirimkan secara acak oleh mucikari lewat media on­line. Hal ini jelas sangat merugikan konsumen.

Meski begitu, implementasi dari semua Undang­undang yang ada adalah cara tepat untuk memini­malkan tindak prostitusi. Wacana pe nyusunan UU anti prostitusi me­mang tidak salah, namun UU itu ti­dak bisa berdiri sendiri, harus dikaji lebih tepat. Karena pada dasarnya dalam Kitab Udang­undang hukum Pidana (KUHP) ada bab yang isinya pelarangan prostitusi. Apakah itu kemudian harus direvisi? Yang pa­ling penting ditambahkan Ledia adalah implementasi dari semua Un­

dang­undang atau aturan yang ada.

“Percuma kalau kita membuat un­dang­undang baru dan merevisi KUHP jika implementasinya tidak tegas. Oleh karena itu, pemerintah harus secara tegas menjalankan atau mengimplementasikan semua UU yang dibuat untuk meminimal­kan tindak prostitusi,” tegasnya.

Dalam hal regulasi, sejatinya pe­merintah masih bisa melakukan perlindungan dari praktek prosti­tusi. Khusus untuk website, peme­rintah sudah dapat memblock atau menutup pemilik akun itu. Di sosial media seperti FB, Twitter dan BB (belakangan mucikari mengguna­kan BB sebagai media transaksi­red) seharusnya pemerintah Indo­nesia juga masih memiliki peluang besar untuk meminta pemilik sosial media menjaga konten­konten yang tidak sesuai dengan norma yang ada di Indonesia. Karena Indonesia merupakan pengguna sosial media terbesar. (Ayu) Foto: Andri/Parle/HR

SOROTAN

Kepada wartawan, Kepala Polres Jakarta Selatan, Kombes Wahyu Hadining­rat sempat mengatakan bahwa sejauh ini AA masih sebatas saksi. Sementara RA si mucikari dikenakan pasal 296 dan 506 KUHP dengan ancaman hukuman 1 tahun 6 bulan. Tentu hal ini sangat ringan.

Padahal jika polisi memu­lai penggalian informasi kasus ini melalui jaringan elektronik seperti menggu­nakan BB atau WA (What­sap) yang digunakan pelaku dalam menjalankan tran­

saksi prostitusinya, maka sejatinya hal itu bisa di­juntokan dengan Undang­undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) No.11 Tahun 2008 Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi:

“Set i ap O rang d engan se ngaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.

Ancaman dari pasal terse­

but adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) ta­hun dan/atau denda pa ling banyak satu miliar rupiah. Bahkan khusus di Ibukota juga memiliki Perda No.8 Tahun 2007 tentang Ke­tertiban Umum yang dapat menjerat para pelaku pros­titusi, mulai PSK (pekerja seks komersial), pengguna, dan pe rantaranya (muci­kari).

Dalam pasal 61 ayat 2 Perda tersebut, pelanggar atas ketentuan itu dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan

paling lama 90 hari,atau denda paling sedikit Rp 500 ribu, paling banyak Rp 30 juta. Dengan dijuntokannya berbagai pasal yang disang­kakan terhadap pelaku, tentu hukuman yang akan diterima pelaku lebih berat, sehingga diharapkan dapat lebih memberikan efek jera terhadap para pelaku. (Ayu)

Kamsul Hasan, Ketua Dewan Kehormatan Pers PWI DKI Jakarta

PELAKU PROSTITUSI ONLINE BISA DIJUNTOKAN DENGAN UU ITE

Page 63: Edisi 124 TH. XLV, 2015

63EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Dalam rangka menjalankan fungsi Diplomasi (second track diplomacy) sebagaima­

na diamanatkan Konstitusi, kun­jungan muhibah DPR ke berbagai negara sahabat telah memberikan banyak manfaat guna meningkat­kan hubungan kerjasama antar kedua negara.

Sebagai negara penghasil minyak terbesar di kawasan Asia Tengah, perekonomian Kazakhstan telah berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sehingga peluang dan potensi kerjasama eko­nomi kedua negara terbuka lebar.

Selain itu, banyak peluang kerja­sama, antara Indonesia dengan Ka­zakhstan, baik yang bersifat antara Parlemen (P to P), antar Pemerintah (G to G) maupun antar Dunia Usaha (B to B), yang bisa ditindaklanjuti oleh masing­masing pihak dikedua negara.

Wakil Ketua DPR Bidang Koordi­nator Kesejahteraan Rakyat Fahri Hamzah mengemukakan hal itu pada saat memimpin kunjungan ke Kazakhstan dan Uzbekistan. Kunjungan Delegasi Muhibah ini dilakukan dari tanggal 26­28 Ma­ret 2015, beranggotakan Mahfud Siddiq, Tantowi Yahya, Rudianto Tjen, Mohammad Haekal, Iskan Qolba Lubis dan Adrian sebagai Sekretaris Delegasi.

Menurut Fahri Hamzah, kunjungan muhibah ke Kazakhstan sebagai bentuk pertanggungjawaban pu­blik, diharapkan bisa ditindaklan­juti oleh berbagai pihak. Baik oleh Komisi terkait di DPR, Pemerintah maupun oleh kalangan bisnis dan Dunia Usaha. Sehingga akan sema­kin memperkokoh dan memperkuat hebungan bilateral kedua negara. Selama di Kazakhstan, Delegasi DPR melakukan pertemuan de ngan

Majelis Rendah Parlemen Kazakh­stan, kunjungan ke Museum Par­lemen Kazakhstan, Pertemuan di Assembly of The People of Kazakhs­tan, dan pertemuan dengan KBRI Astana dan masyarakat Indonesia di negara tersebut.

Dalam Pertemuannya dengan Ma­jelis Rendah Parlemen Kazakhs tan, dipersiapkan Memorandum of Un­derstanding (MOU) antara DPR dan Majelis Rendah Parlemen Kazakh­stan. Selain itu, mendorong perte­muan dan dialog secara berkala dan berkesinambungan antara Komisi tertentu diantara Parlemen kedua negara.

Fahri mengatakan, pada pertemuan ini tercapai komitmen yang kuat un­tuk saling mendukung dalam per­temuan di forun Internasional yang diikuti oleh Parlemen kedua negara. Indonesia dan Kazakhstan sepakat untuk memperkuat kerjasama antar

Fungsi Diplomasi DPR Berikan Banyak Manfaat

LIPUTAN KHUSUS

Page 64: Edisi 124 TH. XLV, 2015

64 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Parlemen negara­negara Organisasi Konferensi Islam (OKI.

Kepada pemerintah masing­ma­sing negara, DPR dan Parlemen Ka­zakhtan mendorong untuk segera merealisasikan pembukaan jalur penerbangan langsung (Direct Flight) antar kedua negara. Juga membuka peluang dan ke sempatan bagi perusahaan Minyak Negara (National Oil Company) Kazakh­stan untuk melakukan Export min­yak bumi ke Perusahaan Minyak Negara Indonesia, serta mendorong pemerintah masing­masing negara untuk meningkatkan penanaman modal langsung ( foreign direct In­vestmen) dengan memberikan in­sentif langsung bagi pengusaha kedua negara.

Kedua pihak juga mendorong ter­bentuknya kerjasama antara ma­syarakat Indonesia dan Kazakhstan melalui pendekatan, pendidikan, budaya, agama, dan peradaban masa lampau. Selain itu memperkuat ker­jasama budaya antara masyarakat Indonesia dan Kazakhstan dengan melakukan pertukaran misi kebu­dayaan kedua negara.

Dalam membangun ker jasama Wisata Rohani dan mengenal per­adaban masal lalu antara masyara­kat Indonesia dan Kazakhstan, juga mendorong terbentuknya Pusat Ba­hasa dan Budaya antara Universitas yang ada di Indonesia dan Kazakhs­tan.

Dialog Antar Umat Beragama

Politisi Fraksi PKS menegaskan, dalam membangun pendekatan yang konstruktif dan akomodatif dalam menciptakan relasi antara negara, agama dan masyarakat, re­lasi yang kuat antara negara, agama dan masyarakat akan menjadi fon­dasi yang kokoh dalam membangun demokrasi Indonesia dan Kazakh­stan. Karena itu kedua pihak bisa

saling berbagi pengalaman dalam mengelola hubungan antar umat beragama yang kuat.

Dengan cara mengelola kebera­gaman baik di Indonesia maupun Kazakhstan bisa menjadi modal bagi banyak negara untuk dikem­kangkan. Mempelopori dialog an­tar pemimpin umat beragama baik secara bilateral Indonesia dan Ka­zakhstan maupun secara Inter­nasional. Terbentuknya Congres of leader of World and Traditional religion.

Dalam menggagas terbentuknya In­ternasional Interfaith Dialog antar umat beragama secara regular dan berkesinambungan dan mengini­

siasi peran negara­negara OKI untuk lebih aktif berdialog dalam rangka menangkal issu terorisme dan konflik antar umat beragama. Indonesia dan Kazakhstan harus berperan lebih aktif dalam mendo­rong perdamaian dunia yang ber­basiskan masyarakat multikultural dan agama.

“DPR akan terus mendorong agar kerjasama Indonesia dan Kazakhs­tan akan ditindaklanjuti kerjasama anta pemerintah (G to G), antar pelaku dunia usaha (B to B) dan an­tar masyarakat (P to P),” tegas Fahri.

Parlemen Indonesia dan Kazakh­stan akan terus secara aktif men­dorong pemerintah untuk segera merealisasikan penanam modal langsung ( foreign direct invest­men), kedua negara. Peluang ker­jasama ekonomi antara Indonesia dan Kazakhstan masih sangat ter­buka le bar, antara lain, sektor per­minyakan, pertanian, perikanan, menufaktur, pariwisata dan lain se­bagainya. Peluang kerjasama sosial budaya juga sangat terbuka lebar pertukaran pelajar dan mahasiswa, memba ngun dialog yang konstruk­tif antar pemuda dan pemeluk aga­ma.

DPR mendesak pemerintah Indo­nesia dan Kazakhstan untuk segera

membuka penerbangan lang­sung (direct flight) Jakarta­Astana. Mendesak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kazakhstan secara aktif mencari peluang kerjasama antara kedua negara di segala bi­dang.

Mendorong Pemerintah Indone­sia untuk segera membuka ne­goisasi rencana ekspor minyak dari Kazakhstan, menghimbau Kamar Dagang Indonesia (Ka­din) untuk aktif memanfaatkan peluang usaha dikedua negara. Mendorong pelaku bisnis dan du nia

LIPUTAN KHUSUS

Page 65: Edisi 124 TH. XLV, 2015

65EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

usaha Indonesia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kazakhstan, seperti ikan dan hasil laut lainya, karet, kopi dan teh.

Peluang Impor dari Kazakhstan, antara lain kapas, gandum, daging. Meminta Pimpinan DPR untuk me­nindaklanjuti penandatangan MOU kerjasama antara parlemen, serta kaukus kerja DPR untuk wilayah Asia Tengah.

Jalur Sutra

Kunjungan Muhibah ke Uzbekistan antara lain melakukan peninjauan ke tempat pemungutan suara (TPS) Pemilihan Presiden, pertemuan di Senat Oliy Majelis Uzbekistan, mengunjungi Masjid Iman Al Bu­chori, Pertemuan di Legislative Oliy Majelis Uzbekistan dan pertemuan dengan KBRI Taskhent dan ma­syarakat Indonesia di Uzbekistan.

Dalam kunjungan tersebut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menga­takan bahwa kegemilangan jalur

Sutra (the great silk road), sangat penting dalam sejarah peradaban dunia, sebagai urat nadi ekonomi, budaya, bahkan politik yang melalui kawasan Uzbekistan pada Abad pertengahan.

Keinginan Uzbekistan untuk men­jadi salah satu negara demokrasi, dengan menyelenggarakan pe­milu yang demokratis patut dia­presiasi. Pelaksanaan pemilu yang berjalan dengan aman, tertib dan lancar, menjadi modal dasar bagi Uzbekistan untuk menjadi negara demokrasi. “Indonesia siap untuk menjadi mitra yang baik dalam membangun tradisi demokrasi yang sehat dan kuat,” tegasnya.

Pimpinan DPR dari Fraksi PKS ini berharap, kunjungan Muhibah ke Uzbekistan ini bisa ditindaklan­juti oleh berbagai pihak, baik oleh komisi terkait di DPR, Pemerintah maupun oleh Kalangan Bisnis dan Dunia Usaha, sehingga akan sema­kin memperkokoh dan memperkuat hubungan bilateral kedua negara.

Kunjungannya ke Uzbekistan ber­samaan dengan penye lenggaraan pemilu Presiden dan berkesempat­an melihat TPS di tempat­tempat umum, seperti sekolah, universitas dan tempat umum lainnya. Pelak­sanan pemungutan suara di Tempat pemungutan Suara (TPS) Samar­qand Davlat Chet Tilar Institut ber­jalan lancar dan baik.

Komisi Pemilihan Presiden Uz­bekis tan telah mempersiapkan semua fasilitas, baik fasilitas utama maupun fasilitas pendukung sebaik mungkin. Selain TPS juga disediakan tempat penitipan anak dan pelaya­nan kesehatan, serta masyarakat sangat antusias mengikuti proses pemilihan Presiden yang diseleng­garakan setiap lima tahun sekali.

Sebagai negara yang masih muda dalam melaksanakan demokrasi, Uzbekistan terus memperbaiki kualitas penyelenggaraan Pemilih­an Presiden. Indonesia sebagai nega ra demokrasi terbesar nomor tiga di dunia, bisa memberikan

Page 66: Edisi 124 TH. XLV, 2015

66 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

contoh dan pengalaman yang ber­harga dalam mengelola kehidupan demokrasi di negaranya.

Indonesia dan Uzbekistan bisa men­jadi model bagi penyelenggaraan de­mokrasi yang baik khususnya dalam pemilihan Presiden yang bisa berja­lan baik, lancar, tertib dan aman

Tempat Pemungutan Suara (TPS) selanjutnya yang dikunjungi adalah Samarqand Davlad Universiti di kota Samarqand. Komisi pemilihan Presiden Uzbekistan secara khusus menyediakan ruangan untuk me­ngenal visi dan misi calon Presiden baik bookklet maupun visual.

Masyarakat bebas menentukan pili­han terhadap kandidat atau calon Presiden yang dianggap terbaik oleh masyarakat. Keinginan Uzbekistan untuk menjadi salah satu negara de­mokrasi harus dilihat secara positif. Dunia Internasional harus mem­berikan dukungan dan apresiasi terhadap penyelenggaraan pemili­han Presiden yang berjalan baik, lancar dan tertib.

Kedatangan para pengamat (obser­ver) ke Uzbekistan untuk menga­mati proses pemilihan Presiden memberikan pesan kepada ma­syarakat dunia menjadi salah satu negara demokrasi yang patut di contoh.

Indonesia dan masyarakat Interna­sional lainnya siap menjadi patner yang bisa memberikan masukan dan gagasan dalam mematangkan proses demokrasi di Uzbekistan. DPR memberikan selamat kepada Senat Oliy Majelis Uzbekistan atas penyelenggaraan pemilihan Presi­den yang berlangsung baik, lancar dan tertib.

Senat Oliy Majelis Uzbekistan meng apresiasi dan menyambut baik kedatangan delegasi Indonesia yang

baru saja memantau pelaksanaan pemilihan Presiden Uzbekistan. In­donesia siap berbagi pengalaman kepada Uzbekistan dalam memper­baiki kualitas pemilihan Presiden

dan kehidupan demokrasi.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, In­donesia dan Uzbekistan memiliki kesamaan dalam melibatkan kaum Perempuan dalam membangun ma­syarakat, khususnya keterwakilan kaum Perempuan 30% dalam Par­lemen.Kekuatan suatu negara akan sangat ditentukan oleh kekuatan keluarga dan peran kaum perem­puan di segala bidang.

Keberhasilan sebuah negara akan sangat ditentukan oleh kaum Ibu yang mendidik generasi mudanya. Hubungan antara Indonesia dan Uzbekistan memiliki masa depan yang cerah, khususnya kerjasama bidang ekonomi, pendidikan dan budaya.

DPR mengucapkan selamat dan sukses kepada Legislative Oliy Majelis Uzbekistan atas penyeleng­garaan pemilihan Presiden yang baru saja berlangsung. Proses pe­milihan Presiden yang berlangsung secara demokratis adalah pintu gerbang bagi Uzbekistan untuk me­masuki masa depan yang lebih baik.

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indone­sia merasa memiliki tanggungjawab untuk membantu Uzbekistan dalam membangun demokrasi di negaran­ya. Indonesia siap berbagi pengala­man kepada Uzbekistan.

Sebagai negara yang memiliki kekayaan laut yang besar, Indone­sia bisa memenuhi kebutuhan ma­syarakat Uzbekistan dalam meng­konsumsi hasil laut. Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia adalah pasar yang sangat poten­sial bagi Uzbekistan untuk mema­sarkan komoditas unggulan yang mereka miliki, gandum, dan kapas. Kekayaan budaya dan sejarah masa lampau bisa menjadi pintu masuk kerjasama pendidikan dan budaya antara kedua negara.

Dari hasil Kunjungan Muhibah ke Uzbekistan, DPR merekomenda­sikan juga agar segera memben­tuk kaukus atau komite khusus untuk Asia Tengah dalam men­jalin kerjasama antar Palemen negara­negara dikawasan Asia Te­ngah, dan mendesak Kedutaan Be­sar Republik Indonesia (KBRI) di Taskhent, Uzbekistan secara aktif mencari peluang kerjasama antara negara di segala bidang serta men­dorong pemerintah untuk segera membuat kajian secara intensif membuka jalur penerbangan secara langsung (direct flight) Tashkent – Jakarta.

Fari Hamzah menghimbau Kamar Dagang Indonesia (Kadin) untuk se­cara aktif memanfaatkan peluang usaha yang potensial di kedua nega­ra. Mendorong pelaku bisnis dan dunia usaha Indonesia untuk segera memenuhi kebutuhan masyarakat Uzbekistan, seperti, ikan dan hasil laut lainnya, karet, kopi dan teh. Pe­luang Impor dari Uzbekistan, antara lain kapas, gandum dan daging. (spy,mp) foto: Dok. Pribadi/Parle/HR

LIPUTAN KHUSUS

Page 67: Edisi 124 TH. XLV, 2015

67EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

“Let a new Asia and a new Afrika be born.” (mari kita lahirkan Asia baru dan Afrika baru).Presiden Soekarno pada KAA di Bandung, 18 April 1955.

Gedung tampak ramai dan meriah. Bendera bangsa­bangsa Asia dan Afrika berjejer di halaman. Baliho besar para pemimpin penggagas Konferensi Asia A fr ika (K A A) terpampang di sisi gedung. Hari itu, Kamis, 23 April 2015. Hari bersejarah bag i DPR RI yang menghelat kali pertama pertemuan parlemen Asia dan Afrika.

Perhatian masyarakat dunia tertuju ke ruang utama Gedung Nusantara DPR. Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR RI Setya Novanto memimpin pertemuan penting

tersebut. Delegasi parlemen dari berbagai negara Asia dan Afrika hadir menyaksikan langsung momen bersejarah tersebut.

“Saya menyambut gembira dan mengapresiasi inisiatif DPR RI untuk mengadakan Konferensi Parlemen Asia­Afrika pada 23 April 2015,” kata

MENGGUGAH PERHATIAN PARLEMEN ASIA AFRIKA

Page 68: Edisi 124 TH. XLV, 2015

68 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan Konferensi Parlemen Asia Afr ika. Acara pertemuan parlemen Asia Afrika ini merupakan bagian dari rangkaian KAA yang dihelat pemerintah di Jakarta dan Bandung. DPR RI mengambil peran mempertemukan parlemen se­Asia dan Afrika.

Parlemen Asia dan Afrika perlu digugah kembali perhatiannya untuk memperkuat kawasan. Kebangkitan bangsa­bangsa di Asia dan Afrika menemukan momentumnya yang tepat. Peran parlemen tak bisa dipungkiri, sangat strategis dalam membantu pemerintahan di Asia dan Afrika untuk menggapai cita­cita kemandir ian, kedaulatan, dan diperlakukan sejajar dengan bangsa­bangsa di belahan benua lainnya.

“Konferensi parlemen Asia Afrika telah menghasi lkan dek larasi P a r l e m e n A s i a A f r i k a d e m i tercapainya cita­cita Konferensi Asia Afrika di Bandung,” kata Ketua DPR RI Setya Novanto di hadapan 24 delegasi peserta konferensi, saat menyampaikan pidato penutupan Konferensi Parlemen Asia Afrika di Gedung Pustakaloka.

Pertemuan ini, lanjut Novanto, merupa kan penghargaan yang tinggi bagi parlemen Asia Afrika dalam mengambil peran yang sama dengan pemerintah. “Kehadiran seluruh parlemen sangat berarti dan mewakili aspirasi rakyat yang luas dan sebagian besar bangsa di planet bumi ini,” tandas Novanto lagi.

Banyak agenda persoalan yang dihadapi bangsa Asia Afrika. Salah satunya yang paling mendesak adalah kemerdekaan Palestina. Indonesia secara konsisten terus m e m p e r j u a n g k a n P a l e s t i n a yang merdeka di forum­forum internasional. Persolan lain adanya ketidakseimbangan geopolitik dan

ekonomi, konflik dan instabilitas, intoleransi, dan ketidakadilan.

Rekomedasi Parlemen Asia Afrika

Ada tiga diskusi yang digelar selama perhelatan konferensi Parlemen Asia Afrika (PAA). Diskusi perdana menghadirkan “Working together for

peace and prosperity: Parliamentary cooperation in promoting post­2015 Development Agenda.” Acara yang dipandu Ketua BKSAP Nurhayati Ali Assegaf menghadirkan pembicara kunci, Presiden RI ke­6 Susilo Bambang Yudhoyono yang kini guru besar Universitas Pertahanan dan President Global Green Growth Institute.

Diskusi kedua bertema “New Asian Afr ican Strategic Partnership (NAASP): The Way Forward”. Sesi ini dipandu oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Sementara sesi terakhir mengambil tajuk “Special Discussion on Solidarity to Palestine.” Sesi dipandu Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Ada enam rekomendasi yang dihasilkan PAA. Pertama, memperkuat peran parlemen dalam kerangka kerja

sama selatan­selatan dan promosi perdamaian dan kemakmuran dunia.

Kedua, meneguhkan komitmen Dasasila Bandung dengan semangat solidaritas, persahabatan, dan kerja sama sebagai prinsip pokok. Ketiga, menegaskan komitmen untuk

mendukung kemerdekaan Palestina d a n ked au l at a n w i l aya h nya . Keempat, mengutuk keras agresi militer Israel sekaligus menuntut pembebasan para tahanan anggota parlemen Palestina yang ditangkap secara semena­mena dan tanpa proses peradilan.

Kel ima, menegaskan kembal i komitmen par lemen negara­negara Asia­Afrika untuk terlibat sedini mungkin dalam agenda pembang unan global (MDGs). T e r a k h i r, PA A m e n d u k u n g ide pembentukan Asia Afr ica Par l i am e nt ar y G ro up. En a m rekomendasi strategis dan penting ini masih menunggu realisasinya ke depan. Waktu akan menjawab se jau h m a n a kom it men PA A mewujudkan rekomendasi tersebut. (mh) Foto: Rizka, Denus/Parle/HR

LIPUTAN KHUSUS

Page 69: Edisi 124 TH. XLV, 2015

EDISI 124 TH. XLV, 2015 69PARLEMENTARIA

RINDUPEMIMPINAMANAH

SELEBRITIS

Cakra Khan

Page 70: Edisi 124 TH. XLV, 2015

70 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Gantungkan cita­citamu setinggi langit. Kalimat tersebut mungkin terdengar klise, namun justru itulah yang menjadi pemicu Cakra Khan untuk bisa mewujudkan impiannya menjadi penyanyi terkenal. Ingin tahu ceritanya? Berikut kisahnya yang disampaikannya pada Rahayu Setiowati dari Parlementaria.

Kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Hal itulah yang di­yakini Cakra Khan setelah beberapa kali gagal mengikuti kompetisi ber­nyanyi. Ia akhirnya malah terpilih di ajang audisi tertutup yang digelar oleh salah satu perusahaan reka­man ternama di Ibukota. Hasilnya pun luar biasa, ia didapuk untuk menyanyikan lagu Harus Terpisah.

“Dari kecil saya sudah sering ikut kompetisi Porseni (Pekan olahraga dan seni), tapi tidak pernah menang. Saya tidak putus asa. Bahkan untuk mewujudkan cita­cita saya itu, saya sengaja mengambil kuliah di STMB (sekolah tinggi musik Bandung). Dari kampus jugalah saya mendapat informasi audisi dari Sony Music. Saya pun langsung ikut audisi itu, dan Alhamdulillah untuk kali ini saya menang dan mendapat kontrak eksklusif dari Sony,” kenang pemilik nama asli Cakra Kontra Paryaman ini.

Di luar dugaan, dengan suara khas­nya Cakra mampu menjadikan single Harus Terpisah booming di pasaran. Tak berlebihan jika kemudian nama Cakra Khan pun semakin dikenal luas. Tidak ha nya itu tawaran men­

gisi berbagai acara baik on air mau­pun off air di berbagai wilayah pun menghampirinya. Cakra pun mulai didapuk berduet dengan berbagai penyanyi seniornya. Sebut saja, du­etnya de ngan Siti Nurhaliza. Konon, artis asal negeri Jiran Malaysia ini sengaja meminta Cakra untuk ber­duet de ngannya di salah satu lagu bertajuk “Seluruh Cinta” di album terbarunya “Fragmen”. Bahkan belum lama ini, ia didaulat untuk mengeluarkan suara emasnya oleh kerajaan Malaysia. Singkat cerita, mimpi menjadi penyanyi terkenal pun kini sudah menjadi kenyataan.

Menggalang Dana Untuk Palestina

Tidak hanya ketenaran, pundi­pundi rupiah pun sudah berhasil ia kum­pulkan. Puaskah ia dengan semua itu? Tidak. Karena menurutnya se­bagai insan sosial, ia merasa memi­liki tanggung jawab atas lingkungan­nya. Bahkan ketika rakyat Palestina banyak yang menjadi kor ban atas serangan tentara Israel, Cakra pun merasakan duka yang mendalam.

Dari keprihatiannya itu ia berinisi­atif menggalang dana untuk mem­bantu para korban di jalur Gaza.

“Saya prihatin dan ikut merasakan duka yang mendalam atas apa yang terjadi dan dialami masyarakat Pa­lestina atas serangan tentara Israel di Jalur Gaza. Saya tergerak untuk membantu rakyat Palestina dengan cara mengumpulkan dana bersama teman­teman, belum tahu pasti ka­pan bisa terealisasi, karena ini ma­sih dalam tahap pembicaraan awal. Semoga saja tidak lama lagi hal itu bisa terwujud,” jelas Cakra.

Cakra menilai, jika dibanding de­ngan rakyat Palestina, kehidupan di Indonesia memang jauh lebih baik. Namun, ia merasa masih banyak yang harus diperbaiki dari peme­rintahan saat ini (meskipun masih terbilang baru­red). Contohnya, perhatian kepada seniman yang dinilainya masih sangat kurang. Sehingga tidak sedikit para peker­ja seni yang telah mengharumkan nama bangsa ini, disaat senjanya ti­dak berdaya dan tanpa bantuan dan perhatian dari pemerintah. Padahal diakui Cakra, tidak sedikit pajak penghasilan yang sudah dibayar­kan para artis dan seniman dari pe­kerjaannya itu. Namun, belum ada timbal balik yang diberikan pihak pemerintah.

“Kami sih tidak masalah kalau ha­rus membayar pajak penghasilan, pajak progresif. Tapi jujur saja, saya

SELEBRITIS

Saya prihatin dan ikut merasakan duka yang mendalam atas apa yang terjadi dan dialami masyarakat Pa lestina atas serangan tentara Israel di Jalur Gaza. Saya tergerak untuk membantu rakyat Palestina dengan cara mengumpulkan dana bersama teman-teman, belum tahu pasti kapan bisa terealisasi, karena ini masih dalam tahap pembicaraan awal.

Page 71: Edisi 124 TH. XLV, 2015

71EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

belum merasakan hasil dari pajak yang kita bayar itu, baik untuk para pekerja seni, maupun untuk ling­kungan sekitar. Misalnya, masih banyaknya pembajakan lagu­lagu artis dalam negeri. Infrastruktur pun banyak yang harus diperbaiki, jalanan masih banyak yang ber­lubang,” papar Pria kelahiran Pa­ngandaran 27 Februari 1992 ini.

Ia berharap pemerintah dapat le­bih transparan dalam pengelolaan pajak. Jangan sampai tegas dalam menagih pajak, namun lemah saat pengelolaannya. Terlebih lagi be­lakangan tidak sedikit pejabat yang terlibat dalam tindak korupsi. Bah­kan, dari salah satu media Cakra mendapatkan informasi kerugi­annya lebih dari 1 Triliun. Hal itu diakui Cakra sangat membuat miris dirinya.

“Bagaimana bisa memakmurkan negeri ini dan menyejahterakan masyarakat jika yang ada dipikiran­nya hanyalah berebut kekuasaan untuk dirinya sendiri, keluarganya dan kelompoknya,” ujar Cakra.

Ia berharap ke depan, para pe­mimpin negeri ini baik yang berada di eksekutif, legislatif maupun yudi­katif dapat bersatu, bahu membahu memajukan negeri ini, menghenti­kan konflik perebutan kekuasaan.Walaupun ia meyakini masih ba­nyak pemimpin negeri ini yang jujur dan amanah.

“Untuk yang belum amanah, tidak ada yang bisa kita lakukan selain himbauan dan berdoa supaya selu­ruh pemimpin negeri ini mendapat hidayah untuk terus menjaga ama­nah rakyat. Jika kemudian masih didapati pemimpin yang belum amanah, ya itu tanggung jawab dia sendiri, tidak hanya dengan rakyat, namun juga dengan sang Khalik,” tegasnya mengakhiri perbincangan dengan Parlementaria. (Ayu)

Page 72: Edisi 124 TH. XLV, 2015

72 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Sinar Ma­tahari mulai terasa terik menyinari bumi, sekitar pukul

delapan pagi terlihat disalah satu sudut ba ngunan didalam komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, be­berapa orang tua membawa serta anaknya menuju tempat penitipan anak untuk mereka titipkan semen­tara mereka bekerja.

Salah satu orang tua yang menitip­kan balitanya adalah Suwarni (35 tahun), seorang ibu yang bekerja di Kesekjenan DPR menyatakan rasa syukurnya atas keberadaan TPA Sasana Bina Tunas Bangsa DPR RI, “Akhirnya, setelah ditunggu­tung­gu, terwujud juga berdirinya TPA di DPR,” ungkapnya.

Menurut Suwarni, keberadaan TPA di DPR ini merupakan solu­si bagi ibu bekerja yang masih mempunyai balita, “Keberadaan TPA sangat membantu saya yang bekerja, anak saya Khanza (3,5 tahun) bisa saya titipkan,” kat­anya.

Sebagai orang tua, Suwarni mera­sa lebih tenang saat bekerja, kare­na anaknya berada di tempat yang aman dan nyaman.

Sebelum menggunakan jasa TPA ini, ia menceritakan, Khanza anaknya, pernah dimasukkan ke kelompok bermain disekitar rumahnya, “Dulu Khanza saya masukkan ke play­group, lama kelamaan mogok tidak mau sekolah lagi, jadi saya coba ma­sukkan ke TPA di DPR, Alhamdulilah Khanza happy banget, setiap pagi mau berangkat dia selalu semangat,” jelasnya.

Ia menambahkan, sejak masuk ke TPA Sasana Bina Bangsa DPR, Okto­ber 2014 lalu perkembangan dan ke­majuan anaknya cukup drastis dan positif.

Di TPA Sasana Bina Bangsa ini, me­nurut Suwarni, program dan fasili­tasnya cukup bagus, ruangannya bersih dan luas, makanan yang disediakan cukup bergizi dan varia­tif yang membuat anak tidak cepat bosan.

“Di TPA anak­anak juga diajarkan untuk mandiri, seperti makan dan

cuci tangan sendiri bagi yang sudah besar, bersosialisasi dengan teman­temannya, punya jam belajar, serta di didik untuk mengenal lingkungan sekitar dan sebagainya,” ujarnya.

Ketika dijemput orang tua pulang, tambahnya, anak­anak sudah dalam keadaan sudah mandi, kenyang dan wangi.

Tempat Penitipan Anak (TPA) adalah fasilitas yang sangat berguna, teru­tama bagi para orangtua yang ha rus sering meninggalkan anak mereka yang masih kecil karena bekerja, namun tidak memiliki alternatif yang bagus untuk menitipkan anak (mi salnya karena tidak ada anggota keluarga lain, tetangga yang bisa dipercaya atau tidak memiliki pe­ngasuh).

Sebuah tempat penitipan anak yang dikelola dengan baik akan menjadi sarana yang sangat bermanfaat ti­dak hanya bagi keamanan dan ke­adaan anak selama anda tinggal, namun juga bagi perkembangannya.

Salah satunya adalah TPA Sasana Bina Bangsa (SBB) DPR yang baru diresmikan pada September 2014 lalu.

Menurut salah satu penanggung jawab TPA SBB Yeti Sri Widyawati mengatakan pendiriaan TPA ini salah satunya bertujuan untuk mem­bantu karyawan dan karyawati yang memiliki balita tapi kesulitan untuk mengasuh dikarenakan bekerja.

TPA Sasana Bina BangsaSolusi Ibu Bekerja

Page 73: Edisi 124 TH. XLV, 2015

73EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

“Pendirian TPA ini sebagai upaya melindungi anak­anak dan berupa­ya memfasilitasi tumbuh kembang anak untuk menjadi lebih baik,” jelas Sri.

Di TPA SBB, terang Sri, memiliki tenaga pendidik yang dipanggil ‘bunda’ sebanyak lima orang, dima­na untuk satu orang bunda bertang­gung jawab kepada lima orang anak, juga terdapat empat orang pengu­rus, satu orang keamanan dan dua orang tenaga kebersihan.

Konsep pembelajaran di TPA SBB ini, kata Sri, diberikan berdasarkan umur dari anak peserta didik, “Anak akan diberikan pelajaran, seperti mengenal angka, huruf, warna, ben­tuk dan lain sebagainya,” paparnya.

Sementara itu, terang Sri, fasilitas yang disediakan di TPA SBB sudah cukup seperti ruang tidur yang dilengkapi dengan pendingin ruang­an, ruang bermain, ruang belajar, tenaga keamanan, dan CCTV.

Sejak berdiri, jumlah anak yang dititipkan orang tuanya di TPA SBB setiap harinya bisa mencapai 15 anak. “Orang tua mereka merasa lebih aman dan nyaman menitipkan anak­anaknya disini, karena pasti akan terawat dan terawasi dengan baik, serta tempatnya yang bersih, tertata rapi dan yang utama, pengasuh yang benar­benar mumpuni,” kata Sri.

Sri yang juga salah satu pengu­rus Dharma Wanita Setjen DPR, menjelaskan usia anak yang dititip­kan bervariasi mulai usia satu hing­ga empat tahun.

Ketika dititipkan pada pagi hari, Sri menjelaskan, biasanya anak­anak akan berolah raga kecil terlebih da­hulu, selanjutnya diberikan sarapan pagi, dilanjutkan dengan belajar sambil bermain sesuai dengan tema yang sudah ditentukan setiap ming­gunya.

“Diwaktu ini, anak­anak akan diajari bernyanyi sambil menari, mengenal berbagai huruf, men­genal binatang dan sebagainya,” terangnya.

Lalu, tambahnya, kegiatan selan­jutnya makan siang bersama den­gan lauk yang sehat dan bergizi, lalu persiapan bersih­bersih badan dan tidur siang diiringi dengan dongeng.

“Bangun dari tidur siang, mer­eka mandi, lalu diberi snack atau makan, lalu sambil menunggu di­jemput orang tuanya, mereka ber­main, bernyanyi dan menonton tay­angan yang mendidik secara visual,” terangnya.

Sri menambahkan, untuk memantau dan memperhatikan perkembangan kesehatan dan gizi anak, pihaknya secara rutin mendatangkan ahli gizi dan dokter spesialis anak, “Dua ming gu sekali kami mendatang­kan ahli gizi dari Klinik DPR, untuk berkonsultasi mengenai makanan yang sehat untuk anak, dan juga sekaligus memantau perkembangan anak, serta sebulan sekali dokter spesialis anak dari Klinik DPR juga datang. “Kesehatan anak­anak tetap terpantau, dan dokter anak ber­sama ahli gizi saling berkoordinasi,” ujarnya.

Mengenai biaya, Sri menjelaskan, relatif terjangkau, “Untuk biaya saat

i n i dikenakan ber­

beda, bagi pegawai Sekjen DPR, karena mendapat subsidi, pendaftaran sebesar Rp. 500 ribu, Rp 1 Juta sebulan, sehari Rp 75 ribu, dan bagi pegawai diluar Setjen DPR, pendaftaran dikenakan Rp 750 ribu, Rp 1,5 juta sebulan dan Rp.100 ribu sehari,” jelasnya.

Ketika ditanya mengenai kendala, Sri menjelaskan, bahwa TPA SBB di DPR masih kurang dalam hal pro­mosi, dan kendala dana untuk ope­rasionalnya.

Sementara itu, salah satu pengasuh yang membantu mengasuh anak, Siti Haryanti, mengatakan dirinya senang membantu pengasuhan anak­anak di TPA SBB ini “Saya senang mengasuh mereka, dan hubungan kami (pengasuh­red) de­ngan anak­anak juga cukup dekat,” katanya.

Untuk lebih menggali informasi bagaimana cara menangani anak, jelas Siti Haryati yang biasa dipang­gil II, para pengasuh selalu berkoor­dinasi, dan bertukar informasi dengan Dinas Pendidikan, serta berkonsultasi dengan ahli gizi.

Sebelum TPA ini, menurut II, para calon pengasuh, diberikan pendi­dikan selama dua minggu di Di­nas Pendidikan bidang pendidikan anak usia dini, “Disana kami terjun langsung diajarkan, bagaimana cara mendidik dan menangani anak usia dini,” jelas II.

Dan ia berharap, ke depan, TPA SBB ini bisa terus berkembang, banyak anak­anaknya, dan mereka sebagai pengasuh bisa lebih baik dan sabar serta sayang mengasuh mereka.(nt)

Foto: Naefuroji/Parle/HR

Page 74: Edisi 124 TH. XLV, 2015

74 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

PIA (Persaudaraan Istri Anggota) DPR RI Periode 2014 ­ 2019 berkomitmen untuk terus menjalan­kan berbagai program yang telah disusunnya

bersama.Dalam tahun ini saja tidak kurang lima pro­gram telah digelar PIA DPR RI.

Sebut saja Bakti Sosial di kawasan ne­layan Cilincing Jakarta Utara, di Gu­nung Kidul, Yogyakarta, Talkshow dan Fashion show dari beberapa perancang ternama, serta beberapa waktu lalu menyambut hari Kar­tini, PIA DPR RI juga menggelar berbagai lomba yang melibatkan seluruh anggota keluarga baik dari PIA sendiri maupun seluruh pegawai dan staff Setjen DPR RI.

“Perempuan Perlu memberday­akan diri agar mampu mem­berdayakan lingku ngan,” ujar Ketua PIA DPR RI, Deisti A Novanto di berbagai kesem­patan.

Sejalan dengan hal itu, anggota PIA Fraksi Partai Demokrat, Adinda Riefky Harsya memiliki ide untuk membuat program sosi­al yang dinamai Program Mitra Sehati. Program ini merupakan program pem­binaan jaringan dan keah­lian untuk UKM (usaha ke­cil menengah) dari seluruh Indonesia.

“Mitra sehati ini sejatinya merupakan inisiatif dari PIA Fraksi Partai Demokrat. Program ini merupakan program unggulan yang eksklusif untuk memperke­nalkan dan mengembang­kan potensi produk hasil karya daerah di Indonesia

ke tingkat Nasional dan Internasional,” ungkap Adinda.

Dijelaskan kandidat Doktor Fakultas Teknik Kimia Uni­versitas Indonesia ini, program Mitra Sehati ini lebih kepada program pembinaan jaringan dan keahlian, bu­kan pembinaan modal. Di program ini PIA FPD yang diketuai oleh Alya Baskoro Yudhoyono akan memberi­

kan pelatihan dan ikut memperluas jaringan pasar bagi UKM­UKM agar ber­

bagai produknya dapat lebih dikenal luas, dan akhirnya dapat lebih mudah dipasarkan.

Dalam waktu tiga bulan di­tambahkan istri dari Ketua Komi­

si X DPR RI, Teuku Riefky Harsya ini Program Mitra Sehati telah

berhasil merangkul 361 UKM yang menjadi mitra binaannya. Adapun

jenis usaha dari UKM ini berbeda­beda, mulai dari kuliner dengan

makanan ringan khas daerah, kopi, kerajinan tangan seperti ukiran, batik

dan tenun, alat musik tradisional bah­

Majukan UKM Lewat Program Mitra Sehati

Page 75: Edisi 124 TH. XLV, 2015

75EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

kan hingga komoditi yang belakangan tengah marak di masyarakat, yakni batu akik dan mutiara.

Setiap UKM yang ikut program Mitra Sehati ini akan diberikan Kartu Eksklusif dengan nomer unik sesuai dengan nomer keanggotaan ketika mendaftar. Setelah bergabung, UKM mitra sehati akan mendapat jeja ring yang baru dan dapat bertukar informasi me ngenai produk ataupun kerajinan tan­gan agar dapat dikembangkan pada daerah masing­masing. Tidak hanya itu, produk dari Mitra ini pun akan dipromosi­kan melalui website, media so­sial, ataupun blog Mitra sehati. Dengan demikian akan lebih efektif dan efisien.

“Para UKM Mitra Sehati akan dinilai keaktifannnya setiap tiga bulan sekali. Sementara launching Program Mitra Se­hati ini dilangsungkan pada 12 Mei 2015 oleh Presiden In­donesia Keenam, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono berte­patan dengan Kongres Partai Demokrat di Surabaya. Yang perlu diingat adalah UKM Mi­tra Sehati ini tidak hanya ter­batas kader partai, melainkan seluruh UKM yang tengah ber­juang menjalankan usahanya,” jelasnya.

Apakah program ini akan disertakan dalam program PIA DPR RI? Adinda mengaku belum berfikir sejauh itu, karena menurutnya program ini saja terbilang baru berdiri dan berjalan. Namun jika ke depan terlihat banyak manfaat dan peminatnya, ia tidak memungkiri akan mencoba mengusulkannya kepada pengurus dan sesama anggota PIA DPR RI lainnya. (Ayu) Foto: Rizka,

Naefuroji, Dok/Parle/HR

Page 76: Edisi 124 TH. XLV, 2015

76 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Inggris baru saja sukses melak­sanakan Pemilu untuk 650 kursi Parlemen/Majelis Ren­

dah (House of Commons) sebagai wakil konstituen mereka selama 5 tahun ke depan. Selain itu para pemilih juga menentukan 9.000 kursi dewan di 279 pemerintahan daerah pada pemilu kemarin. Seti­daknya terdaftar 50 juta pemilih dalam pemilu Kamis 7 Mei 2015 di Inggris. Para pemilih mencoblos pada 50.000 TPS yang tersebar di

seluruh negeri juga melalui kantor pos pada hari sebelumnya. Ada dua partai besar yang menduduki kursi mayoritas di parlemen, yakni Par­tai Buruh dan Konservatif. Selain itu dalam pemilu kemarin beberapa partai kecil juga turut menyita per­hatian, yakni UKIP (Partai Indepen­den Inggris), Partai Hijau, Partai Nasionalis Skotlandia, dan Partai Liberal Demokrat.

Partai Konservatif kembali meme­

nangkan pemilu setelah mengalah­kan tiga pesaing utamanya. Dalam hitungan terkini, 332 dari 650 kursi berhasil dimenangkan partai kon­servatif di parlemen. Ini berarti Partai Konservatif memperoleh 50,92 persen kursi Parlemen. Ha­sil ini tentu mencengangkan bagi semua pihak, karena dalam jajak pendapat yang diadakan sebelum­nya partai konservatif diperkirakan hanya mendapatkan 33% suara pe­milih.

Oleh Tim CEPP UI | Fikri, Irham dan Tita – Peneliti pada Center for Election and Political Party FISIP UI

PARLEMEN DUNIA

PARLEMEN DAN PERAN MEDIA DI INGGRIS

Page 77: Edisi 124 TH. XLV, 2015

77EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Oleh Tim CEPP UI | Fikri, Irham dan Tita – Peneliti pada Center for Election and Political Party FISIP UI

PARLEMEN DAN PERAN MEDIA DI INGGRIS

Inggris adalah negara monarki kon­stitusional yang terdiri dari Ing­gris, Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara. Dengan wilayah pulau seluas 24 juta hektar dengan iklim mari­tim, Inggris menjalankan sistem pemerintahan parlementer yang berlandaskan pada sistem West­minster yang telah ditiru di seluruh dunia sebagai warisan dari Imperi­um Britania. Parlemen Inggris dise­but juga “Mother of Parliament”, hal ini dikarenakan banyak pembuat undang­undang di negara lain me­niru Inggris. Parlemen Inggris yang bersidang di Istana Westminster terdiri dari dua kamar yakni, Majelis Rendah (House of Commons) dan Dewan Bangsawan/Majelis Tinggi (House of Lords). Setiap Rancangan Undang­Undang (RUU) yang disah­kan membutuhkan Persetujuan Kerajaan (Royal Assent) supaya bisa menjadi undang­undang baru. Po­sisi Perdana Menteri selaku Kepala Pemerintahan Inggris, dipegang oleh seorang anggota parlemen yang mampu meraih kepercayaan dari mayoritas anggota House of Commons. Biasanya yang mem­peroleh kepercayaan ini adalah pe­mimpin partai politik mayoritas di Parlemen.

Agenda Kedewanan dan Media

Dengan kemenangan mayoritas Partai Konservatif di parlemen, media akan sangat dibutuhkan untuk menyebarluaskan kebijakan yang akan dirumuskan. Tidak bisa dipungkiri media sebagai sumber informasi menjadi begitu tinggi dalam perkembangan teknologi dan informasi saat ini. Dalam hitungan menit, khalayak bisa mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Bagi lembaga seperti Dewan Per­wakilan Rakyat (DPR), jika tidak dikelola dengan baik, media bisa menjadi “lawan”. Terlepas dari itu, media memiliki peran yang penting dalam kegiatan­kegiatan yang ada di Dewan. Kemampuan media un­tuk mempengaruhi khalayak dalam mengkonstruksi dan mendefinisi­kan realitas sosial, menjadi alat yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh institusi seperti Dewan untuk membentuk citra dan membangun kepercayaan publik.

Dalam riset yang dilakukan oleh Hansard Society tahun 2005 di Parlemen Inggris, kebanyakan me­dia yang meliput masih bias dalam pemberitaan mereka. Media cen­

derung fokus kepada berita­berita yang bersifat sensasi dan personal dibandingkan dengan penjelasan substansial dan infromasi seba­gaimana lazimnya pemberitaan politik. Sejalan dengan itu, studi longitudinal yang dilakukan oleh Lonneke van Noije, et.al (2007) melahirkan sebuah hipotesis bah­wa tidak hanya agenda media yang dipengaruhi oleh agenda parlemen, tetapi agenda parlemen juga dipe­ngaruhi oleh agenda media.

Hansard Society dalam laporannya menyebutkan bahwa parlemen di Inggris belum menyesuaikan diri untuk berubah sesuai dengan pe­rubahan yang ada di masyarakat. Maka dari itu, bukan dukungan dan partisipasi masyarakat yang muncul dari hari ke hari melainkan adanya sinisme dan disengagement serta rendahnya level kepuasan masyara­kat terhadap parlemen di Inggris. Dalam konteks demokrasi di Ing­gris, jika tren tersebut terus terjadi maka akan keseluruhan kehidupan politik dan kewarganegaraan akan terancam. Informasi terkait par­lemen Inggris yang ada di media mainstream memang sangat ter­batas. Dalam hasil penelitian yang dirilis Hansard Society mengusul­kan parlemen Inggris harus segera menyesuaikan diri dengan meman­faatkan komunikasi modern dalam menjalin komunikasi yang efektif. Parlemen adalah badan representa­tif yang utama, tanpa ada nya komu­nikasi yang jelas maka tidak akan ada representasi yang kuat.

Praktik tersebut diatas juga jamak terjadi di media massa Indonesia, tidak heran jika berita seputar DPR hanya sebatas kasus korupsi, tidak ikut sidang, tertidur saat sidang, dan seterusnya. Jarang ada media yang memberitakan rapat­rapat Dewan yang berlangsung hingga dini hari atau kunjungan­kunju ngan Dewan ke daerah dalam rangka penyerap­an aspirasi. Sehingga, citra Dewan

Page 78: Edisi 124 TH. XLV, 2015

78 EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

di mata masyarakat dari waktu ke waktu tidak mengalami peruba­han. Dewan selalu dianggap tidak bekerja, menghamburkan anggaran dan tidak mewakiliki rakyat. Tan­tangan inilah yang kemudian harus dijawab oleh Dewan dan segenap jajarannya sehingga Dewan bisa ‘menabuh genderang’­nya sendiri, tanpa harus terjebak dalam framing dan agenda setting media massa. Agenda setting menjadi salah satu teori yang paling signifikan melihat peran dan pengaruh media dalam politik. Dalam beberapa kesempat­an, model ini juga biasa disebut dengan mediatization of politics. Jika dibandingkan de ngan Pemerin­tah, relasi media dengan Dewan se­harusnya lebih kuat. Karena, Dewan terdiri dari berbagai elemen partai politik yang memiliki agenda dan kepentingan masing­masing (Wal­grave et.al., 2008).

Demokrasi yang menuntut peli­batan masyarakat dalam berbagai proses pengambilan keputusan juga mempengaruhi relasi masyarakat dengan media dan politik. Salah sa­tunya adalah berkembangnya jur­nalisme warga (citizen journalism). Parlemen Inggris telah memperke­nalkan konsep ini melalui citizen engagement pada tahun 2012. Hal ini untuk meningkatkan pelibatan masyarakat dalam proses pengam­bilan kebijakan. DPR RI juga telah membuka ruang ini dengan penge­nalan akun resmi media sosial yang dikelola oleh Sekretariat Jenderal. Langkah ini merupakan terobo­san penting dan harus terus dido­rong untuk dikembangkan dalam kerangka penguatan kelembagaan Dewan. Sebagai bagian dari ke­giatan jurnalistik, tentu kode etik jurnalisme harus terus dijunjung tinggi.

Dalam menjalankan fungsinya De­wan diharapkan dapat menjadikan media sebagai mitra strategis, dan

diharapkan relasi yang terbentuk bersifat resiprokal dan saling me­nguntungkan. Sehingga, citra atau opini yang terbentuk sesuai de ngan fakta dan kondisi yang terjadi bu­kan karena opini yang diarahkan oleh media. Parlemen yang berjalan dengan efektif akan berkontribusi besar bagi kelangsungan demokrasi di sebuah negara. Keberadaan par­lemen seharusnya menjadi wujud suara dari masyarakat, setiap hari, bukan hanya setiap beberapa tahun sekali yakni pada saat pemilihan legislatif.

Menuju Komunikasi Efektif

Publik memiliki hak untuk meng­harapkan parlemen yang berkomu­nikasi efektif, mengkomunikasikan pekerjaannya dengan segera, jelas, dan berguna. Publik memiliki hak absolut untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di parlemen, ter­masuk hak untuk berpartisipasi. Publik seharusnya dapat mengerti cara bekerja parlemen dan dapat mengakses informasi yang terkait de ngannya. Hal ini dapat mengun­dang partisipasi dan interaksi an­tara parlemen dan warganegara.

Perubahan yang ada dalam parle­men selama ini tidak cukup diban­dingkan dengan perubahan dalam komunikasi dunia yang sangat cepat, di abad 21 ini sebuah insti­tusi yang tidak mengkomunikasi­kan dirinya dengan baik maka akan gagal. Parlemen gagal dalam meng­hubungkan progress kinerjanya dengan institusi representatif yang lain. Padahal, yang diharapkan pu­blik terhadap parlemen adalah sifat responsif yang menyediakan ke­sempatan warganegara untuk ber­partisipasi langsung, berinteraksi, dan diberikan timbal balik.

Organisasi, prosedur, dan etos ker­ja parlemen secara general benar­benar telah out of date. Kegagalan

dalam merespon kesempatan yang ditawarkan oleh komunikasi mo­dern akan berkontribusi pada alie­nasi parlemen terhadap publik. Par­lemen seharusnya menghubungkan diri kembali dengan publik untuk menjadi apa yang diperjuangkan se­lama ini, yakni menjadi sumber dari kebebasan demokratik. Komunikasi efektif yang dijalin oleh parlemen terhadap publik merupakan satu­satunya cara untuk meningkatkan pemahaman publik dan apresiasi publik terhadap kinerja parlemen. Parlemen merupakan bagian yang esensial dari keberlangsungan de­mokrasi. Untuk dapat berfungsi secara efektif, parlemen membu­tuhkan dukungan dan engagement dari publik.

Jika masyarakat tidak mengerti apa yang parlemen lakukan, atau me­ngapa parlemen melakukan sesua­tu, jika masyarakat menganggap bahasa parlemen jauh dari mereka, jika para pemilih tidak bisa dengan mudah memberikan pandangan dan pertanyaan, dan jika tidak ter­jalin percakapan antara masyarakat dan parlemen, maka parlemen tidak dapat menjalankan tanggung jaw­abnya. Tanpa adanya parlemen yang menjalankan tanggungja wabnya, demokrasi di sebuah negara akan menuju kegagalan. Foto: ist/Parle/HR

Parlemen seharusnya menghubungkan diri kembali dengan publik untuk menjadi apa yang diperjuangkan selama ini, yakni menjadi sumber dari kebebasan demokratik.

PARLEMEN DUNIA

Page 79: Edisi 124 TH. XLV, 2015

79EDISI 124 TH. XLV, 2015PARLEMENTARIA

Tim Kunker Komisi X DPR RI berpose dengan Gubernur Jatim

Pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi X DPR dipimpin Ketuanya Teuku Riefky Harsya de­ngan Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan jajarannya pada reses 6 Mei lalu berlangsung

santai diwarnai gelak tawa. Meski membahas masalah­masalah besar di bidang pendidikan, olah raga, pari­wisata dan perpustakaan hingga masalah museum, karena Pakde Karwo memiliki rasa humor yang tinggi, akhirnya suasana pertemuan berlangsung semarak dan penuh canda tawa.

Memaparkan program­program pembangunan di Provinsi paling timur Pulau Jawa ini, Pakde Karwo menjelaskan secara rinci capaian program yang telah dilakukan. Di sektor kesejahteraan rakyat, menurutnya ibu­bu muda atau keluarga muda di wilayah ini telah mengatur sendiri sehingga cenderung anaknya tidak banyak.

Setelah dicek, ternyata ibu yang bekerja cenderung anaknya sedikit. Ibu yang menganggur cenderung anaknya banyak. “Karena mereka berprinsip : re­produksi sama dengan rekreasi,” ungkap Pakde Karwo yang disambut tawa panjang hadirin.

Di bidang pariwisata, Gubernur Jatim mengaku wisa­

tawan mancanegara (wisman) turun, tapi wisatawan nusantara (dalam negeri) meningkat. Tahun 2014, wisnu di Jatim sebanyak 43 juta sama dengan wisman luar masuk Spanyol. Pusat wisata terbesar Jatim adalah Malang Raya.

Tepatnya di Kota Batu ada Secret Zoo. Di hotel ini ternyata orang tidur dengan rasa takut itu harus bayar mahal. Di bawah cottage ada macan, singa semalam suntuk mengaum terus, membuat pengunjung disana semalan stress meski bayarnya mahal. Ternyata stress untuk orang kaya itu penting juga. “Kalau orang miskin setiap hari stress,” candanya yang disambut tawa lagi. Di bagian bawah hotel itu sengaja ditempatkan bina­tang­binatang ganas, malam mengaum terus. Itulah yang dibayar mahal.

Ketua Komisi X Teuku Riefky Harsya mengapresiasi Pemprov Jatim dalam mengembangkan sektor pariwisa­ta. Pasalnya pada tahun 2019 nanti target pendapat an negara di luar pajak paling tinggi adalah pariwisata, di­harapkan akan melewati pendapatan migas, batu bara mineral, termasuk kelapa sawit. Pariwisata ditargetkan dari urutan keempat menjadi urutan pertama. Itu akan dicapai tahun 2019 dengan kunjungan 20 juta wisman dan 275 juta wisnus. (mp) foto: Mastur/Parle/HR

POJOK PARLE

Page 80: Edisi 124 TH. XLV, 2015