DAMPAK YURIDIS DISKURSUS TENTANG MEREK DAN …stkippgritulungagung.ac.id/jurnal/jurnal/desember...
Transcript of DAMPAK YURIDIS DISKURSUS TENTANG MEREK DAN …stkippgritulungagung.ac.id/jurnal/jurnal/desember...
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
1
DAMPAK YURIDIS
DISKURSUS TENTANG MEREK DAN NAMA PERUSAHAAN
(BATASAN KONSEP DAN FUNGSI YANG TERMUAT DALAM
KETENTUAN YANG BERLAKU DI INDONESIA)
oleh
ANDREAS ANDRIE DJATMIKO, S.H, M.Hum. Dosen STKIP PGRI Tulungagung
Abstrak
Making a reputation is effort passing brand or in this case specially
corporate name can be conducted in the effort identifying or
differentiating product one company with peripatetic other company
product at one particular same area in market. In consequence,
companys tend to prevent others to wear their corporate name or brand
more than anything else when the corporate name or brand have
owned reputation, good name (good will), market and also big
consumer. Preventive effort to other party to conduct imitation or
plagiarizing of the brand is one of the important matter with
consideration of business, where effort make bigly of the brand
reputation have eaten time, effort, and money also which do not less
important good reputation as well as trust of consumer.
In the case of intellectual properties commercialisation and
exploitation (HaKI) specially the corporate name have to at one's feet
of market law, because corporate name represent a[n business asset or
industry and also effort from each;every company. Competition is
effort healthy and existence of request and also high purchasing power
represent especial impeller to be able to conduct of intellectual
properties commercialisation and exploitation a company. Corporate
name represent one of the intellectual properties asset a company
which need to get protection of law because its success do not a
business reputation a company is not other because effort in usage of
the corporate name commercially. On that account system punish
HaKI in Indonesia have to can create climate which is condusive to
effort intellectual asset commercialisation and exploitation specially
here corporate name.
Keywords : effort intellectual asset commercialisation and
exploitation specially, (HaKI)
1. Latar Belakang Masalah
Membuat suatu reputasi
usaha melalui merek dapat dilakukan
dalam upaya mengidentifikasi atau
membedakan produk satu perusahaan
dengan produk perusahaan lain yang
sama dalam pasar. Maka dapat
dikatakan dibuatnya merek dengan
karakter suatu logo, nama, simbol-
simbol, gambar ataupun paduan dari
karakter tersebut dengan tujuan
pembedaan identitas terhadap produk
di pasar atau konsumen.
Oleh karena itu, melalui suatu
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
2
merek terhadap produk-produknya,
perusahaan secara tidak langsung
telah membangun suatu karakter
tertentu dan diharapkan akan muncul
reputasi bisnis atas karakter merek
tersebut. Karena itu perusahaan-
perusahaan cenderung mencegah
orang lain untuk memakai nama
merek mereka apalagi yang telah
mempunyai reputasi, goodwill, pasar
serta konsumen yang besar.
Upaya pemilik merek untuk
mencegah pihak lain melakukan
peniruan atau penjiplakan atau yang
dalam lingkup merek lebih dikenal
dengan sebutan pemboncengan
reputasi (action for passing off),
adalah suatu hal yang penting dengan
pertimbangan bisnis dimana upaya
membuat besar reputasi merek
tersebut telah memakan waktu, usaha
dan uang serta yang tidak kalah
penting reputasi yang baik dan juga
kepercayaan dari konsumen.
Permasalahan suatu nama
perusahaan (nama toko swalayan)
dapat tidaknya dimasukkan dalam
lingkup perlindungan merek masih
kotroversial, hal ini disebabkan
karena tidak adanya kepastian
tentang ketentuan mengenai nama
perusahaan tersebut termasuk dalam
kelas barang atau jasa. Namun bila
diteliti lebih lanjut, nama perusahaan
(nama toko swalayan) tersebut erat
kaitannya dengan usaha dagang yang
mana usaha dagang tersebut lebih
cenderung bergerak dibidang
pelayanan khususnya untuk para
pelanggannya atau konsumennya, hal
ini berarti menawarkan suatu jasa
bagi masyarakat atau konsumennya.
Contoh yang konkrit
mengenai hal ini misalnya dapat kita
lihat pada yurisprudensi satu perkara
yang pernah terjadi dalam
masyarakat yaitu pada perkara antara
toko swalayan “bilka” yang terletak
di kota Surabaya dengan toko
swalayan “Belka” yang terletak di
kota Tulungagung. Yang mana
kedua-duanya sama-sama bergerak
pada usaha perdagangan dibidang
yang sama, pada pokoknya dengan
adanya persamaan bunyi pengucapan
kedua merek tersebut maka pihak
“bilka” yang namanya telah terdaftar
pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual melaporkan
dengan dalih bahwa toko swalayan
“Belka” telah melakukan
pelanggaran berupa pemboncengan
reputasi (action for passing off) yang
dapat menyebabkan konsumennya
keliru atau salah persepsi, seolah-
olah barang yang telah mereka beli
berasal dari toko swalayan yang
sama, sehingga pihak toko swalayan
“bilka” merasa dirugikan.
Laporan tersebut diajukan
tanpa melihat terlebih dahulu
beberapa sudut pandang maupun
unsur-unsur pembeda yang
ditetapkan dalam undang-undang
merek, toko swalayan “bilka”
melakukan penuntutan terhadap toko
swalayan “Belka” karena dalam
undang-undang merek pada saat itu
(undang-undang merek No. 19 tahun
1992) sama sekali tidak
menyebutkan ataupun menjelaskan
bahwa merek untuk toko dan tidak
ada penegasan secara normatif
(belum ada toko yang
diperjualbelikan) maka majelis
hakim memutuskan toko swalayan
“Belka” dapat terus melakukan
kegiatannya karena nama perusahaan
(nama toko swalayan) bukan kriteria
merek yang terdapat dalam ketentuan
Undang-Undang Merek. Dari pokok masalah tersebut,
maka dapatlah disimpulkan bahwa
perlindungan hukum terhadap nama
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
3
perusahaan (nama toko swalayan)
yang dimaksud adalah perlindungan
hukum terhadap nama perusahaan
(nama toko swalayan) yang belum
terdapat kepastiannya apakah nama
perusahaan (nama toko swalayan)
termasuk kedalam kelas barang atau
jasa dalam kaitannya dengan undang-
undang No. 15 tahun 2001 dalam
rangka untuk mencegah adanya
pelanggaran pemboncengan reputasi
(action for passing off) yang
definisinya adalah tindakan mencoba
mencari keuntungan dengan jalan
pintas secara tidak jujur, tindakan
passing off tersebut juga berkaitan
dengan ketentuan dalam Undang-
undang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat No. 5
Tahun 1999 khususnya pasal 1 butir
6 yaitu bahwa persaingan usaha tidak
sehat adalah persaingan antar pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum
atau menghambat persaingan usaha. Oleh karena itu ketegasan
pengaturan nama perusahaan dalam
undang-undang No. 15 Tahun 2001
sangatlah penting, guna memberikan
perlindungan hukum terhadap nama
perusahaan agar pemilik nama
perusahaan yang telah terdaftar
dalam Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual merasa
terlindungi atau tidak merasa
dirugikan oleh pesaingnya dalam
usaha perdagangan yang bergerak
dalam bidang yang sama.
2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang
tersebut di atas, maka muncullah
pokok permasalahan yang akan
menjadi perhatian: pertama, Apa
yang dimaksud dengan merek dan
nama perusahaan serta apakah
fungsinya, kedua, Bagaimana
pengaturan merek dan nama
perusahaan di Indonesia, ketiga
Mengenai bentuk perlindungan
hukum terhadap nama perusahaan
(nama toko swalayan) yang tidak
termasuk dalam kelas barang atau
jasa dan kriteria-kriteria yang dapat
digunakan dalam undang-undang
merek No. 15 Tahun 2001 untuk
memasukkan nama perusahaan
(nama toko swalayan) ke dalam
lingkup kekayaan intelektual.
3. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk
menjelaskan, pertama, Pengertian
merek dan nama perusahaan serta
fungsinya, kedua, Pengaturan merek
dan nama perusahaan di Indonesia,
ketiga, Potensi konflik yang dapat
terjadi berkenaan dengan kerancuan
asumsi antara merek dan nama
perusahaan di masyarakat awam
hukum.
PEMBAHASAN
Pembahasan terbagi dalam
tiga bagian. Bagian pertama
menguraikan tentang pengertian
merek dan nama perusahaan serta
fungsinya. Dari uraian tersebut,
diharapkan akan diperoleh
pemahaman mengenai perbedaan
pengertian dan fungsi dari pada
merek dan nama perusahaan. Bagian
kedua, menguraikan pengaturan
merek dan nama perusahaan di
Indonesia. Dalam bagian tersebut di
uraikan pula aturan-aturan dan
institusi yang menangani merek dan
nama perusahaan. Bagian ketiga
menguraikan bentuk perlindungan
hukum terhadap nama perusahaan
(nama toko swalayan) yang tidak
termasuk dalam kelas barang atau
jasa dan kriteria-kriteria yang dapat
digunakan dalam undang-undang
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
4
merek No. 15 Tahun 2001 untuk
memasukkan nama perusahaan
(nama toko swalayan) ke dalam
lingkup kekayaan intelektual. Dalam
bagian ini, pertama-tama dijabarkan
sebuah kasus riil yang pernah terjadi
di masyarakat, selanjutnya dibahas,
bahwa jika terjadi suatu kerancuan
dalam mengasumsikan pengertian
dan fungsi merek dan nama
perusahaan, maka dapat
dimungkinkan akan terjadi
pelanggaran penggunaan merek
sebagai nama perusahaan ataupun
sebaliknya.
1. Pengertian dan Fungsi Merek
dan Nama Perusahaan.
Pengertian dan Fungsi Merek
Sebelum menelusuri lebih
jauh ada baiknya meninjau
terlebih dahulu atau diperlukan
adanya penentuan definisi dari
perkataan “merek”, agar dapat
dipakai sebagai pedoman pada
pengertian yang sama dalam
melakukan pembahasan, guna
memperoleh hasil atau paling
tidak mendekati sasaran yang
hendak dicapai. Menurut R.
Soekardono, memberikan
pengertian atau rumusan bahwa
merek adalah sebuah tanda
dengan mana dipribadikan
sebuah barang tertentu, dimana
juga dipribadikan asalnya barang
atau menjamin kualitas barang
dalam perbandingan dengan
barang-barang sejenis yang
dibuat atau diperdagangkan oleh
orang-orang atau badan-badan
perusahaan lain.1
Lain halnya dengan Prof. R.
1 R. Soekardono, Hukum Dagang
Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8, Dian
Rakyat, Jakarta, 1983, hal:149.
Soekardono, SH dalam
memberikan atau membuat
perumusan tentang pengertian
merek. Mr. Tirtaamidjaya
memberikan definisi terhadap
merek bahwa, suatu merek
perusahaan atau merek
perniagaan adalah suatu tanda
yang dibutuhkan di atas barang
atau di atas bungkusnya, guna
membedakan barang itu dengan
barang-barang yang sejenis
lainnya.2
Sedangkan menurut H.Ok.
Saidin merek adalah suatu tanda
(sign) untuk membedakan
barang-barang atau jasa yang
sejenis yang dihasilkan atau
diperdagangkan seseorang atau
kelompok orang atau badan
hukum dengan barang-barang
atau jasa yang sejenis yang
dihasilkan oleh orang lain, yang
memiliki daya pembeda maupun
sebagai jaminan atas mutunya
dan digunakan dalam kegiatan
barang dan jasa.3
Dan dalam undang-undang
merk no. 15 tahun 2001
memberikan definisi tentang
merek dalam pasal 1 angka 1
sebagai berikut, yaitu tanda yang
berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi
dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.4
2 Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok
Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta,
1962, hal. 80. 3 H.Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak
Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights), Cetakan ke-3 Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, hal : 345. 4 Republik Indonesia, Lembaran
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
5
Di dalam undang-undang merek
No. 15 tahun 2001 pasal 1
khususnya angka 2 dan 3 juga
diatur tentang jenis-jenis merek
yaitu :
1. Merek dagang
Adalah merek yang
digunakan pada barang yang
diperdagangkan seseorang
atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan
hukum untuk membedakan
dengan barang sejenis
lainnya.
2. Merek jasa
Adalah merek yang
digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk
membedakan jasa-jasa
lainnya yang sejenis.5
Pada dasarnya kelas
barang atau jasa adalah kelompok
jenis barang atau jasa yang
mempunyai, persamaan dalam
sifat, cara pembuatan dan tujuan
penggunaannya. Prinsipnya suatu
permohonan pendaftaran bagi
suatu barang atau jasa tertentu
hanya dapat diajukan untuk satu
(1) kelas apakah itu termasuk
kelas barang atau jasa. Khusus
untuk merek kolektif sebenarnya
tidak dapat dikatakan jenis merk
yang baru, oleh karena merek
kolektif ini sebenarnya juga
terdiri dari merek dagang dan
Negara Tahun 2001 No. 110, Undang-
Undang No. 15 Tahun 2001, Tentang
Merek, Jakarta, 1 Agustus 2001, Bagian
“Menimbang” Butir a. 5 Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001, Undang-undang merek
No. 15, Op. Cit, Pasal 1 Angka 2 dan 3.
jasa. Hanya saja merek kolektif
pemakaiannya secara kolektif.
Merek kolektif merupakan merek
dari suatu perkumpulan atau
asosiasi, umumnya asosiasi dari
para produsen, atau dari para
pedagang dalam barang-barang
yang dihasilkan atau barang-
barang dan jasa yang mempunyai
ciri-ciri umum tertentu.
Menurut Prof. Sudargo
Gautama bahwa tanda-tanda
yang diperkenalkan dengan
istilah merek kolektif ini bukan
berfungsi untuk membedakan
barang-barang atau jasa-jasa dari
suatu perusahaan terhadap
perusahaan lain. Tetapi lebih
dipakai untuk membedakan asal-
usul geografis atau karakteristik
yang berbeda pada barang-barang
atau jasa-jasa dari perusahaan-
perusahaan yang berbeda, tetapi
memakai merek sama secara
kolektif di bawah pengawasan
dari yang berhak6
Pengertian merek kolektif
juga tercantum dalam pasal 1
angka 4 undang-undang merek
no. 15 tahun 2001, yaitu merek
kolektif adalah merek yang
digunakan pada barang dan atau
jasa dengan karakteristik yang
sama yang diperdagangkan oleh
beberapa orang dan atau badan
hukum secara bersama-sama
untuk membedakan dengan
barang atau jasa sejenis lainnya.7
Dengan melihat arti kata merek
6 Sudargo Gautama, Hukum Merek
Indonesia, Cetakan ke-2, Alumni, Bandung
1986, Hal: 141-142. 7 Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001, Undang-Undang merek
No. 15, Op. Cit, Pasal 1 angka 4.
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
6
dan objek yang dilindungi oleh
undang-undang merek no. 15
tahun 2001, maka dapatlah
ditarik suara garis besar fungsi
dari pada merek tersebut yaitu
untuk membedakan barang atau
produksi 1 (satu) perusahaan
dengan barang atau jasa produksi
perusahaan lain yang sejenis.
Dengan demikian dapatlah
disimpulkan bahwa merek adalah
tanda pengenal asal barang dan
jasa, sekaligus berfungsi untuk
menghubungkan barang dan jasa
yang bersangkutan dengan
produsennya, hal itu
menggambarkan bahwa jaminan
kepribadian (individuality) dan
reputasi barang ataupun jasa hasil
produksi suatu usaha perusahaan
tertentu pada merek yang
diperdagangkan tanpa
menghilangkan kualitas mutunya.
Merek juga memberikan
jaminan nilai atau kualitas dari
barang dan jasa yang
bersangkutan. Hal itu tidak hanya
berguna bagi produsen pemilik
merek tersebut, tetapi juga
memberikan perlindungan dan
jaminan mutu barang kepada
konsumen. Selanjutnya, merek
juga berfungsi sebagai sarana
promosi dan reklame bagi
produsen atau pengusaha-
pengusaha yang
memperdagangkan barang atau
jasa. Merek juga sebagai simbol
dimana pihak pemilik merek
tersebut memperluas pasarannya,
di sini berarti bahwa “good will”
atas suatu merek adalah sesuatu
yang tidak ternilai harganya.
Menurut Muhamad
Djumhana dan R. Djubaedillah
selain fungsi merek berfungsi
untuk membedakan barang atau
produksi 1 (satu) perusahaan
dengan barang apa saja
perusahaan lainnya. Merek juga
berfungsi sebagai perangsang
pertumbuhan industri dan
perdagangan yang sehat dan
menguntungkan bagi semua
pihak.8
Dari keterangan tersebut
di atas, maka dapatlah ditarik
beberapa fungsi merek secara
umum, yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai “tanda pengenal”
Sejak jaman dahulu, telah
menjadi kelaziman bagi para
pembuat dan penjual barang
untuk membubuhi barang-barang
buatannya sendiri atau barang-
barang dagangannya dengan
pengenal itu menghubungkan
barang yang bersangkutan
dengan produsennya dan
memungkinkan pembuat atau
pedagang barang itu untuk
menyatakan bahwa barang-
barang yang diperdagangkan di
pasaran itu adalah barang hasil
usahanya. Pada waktu sekarang,
sesuai dengan perkembangan
industri dan perdagangan yang
makin meluas, tanda-tanda
tersebut yang oleh umum dikenal
sebagai merek dagang atau cap
dagang tidak hanya digunakan
sebagai tanda pengenal, tetapi
juga mempunyai fungsi-fungsi
lain yang lebih penting bagi para
produsen dan pedagang, yaitu
sebagai “nama baik”, khususnya
bagi barang-barang yang sudah
8 Muhamad Djumhana dan R.
Djubaedillah, Hak Milik Intelektual
(Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia), Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003. hal : 171.
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
7
terkenal dan laku di pasaran.
2. Sebagai “unsur pembeda” dan
“nama barang”
Jika pada mulanya nama
perusahaan atau nama pabrik
selalu dicantumkan pada barang-
barang yang bersangkutan, maka
lama-kelamaan makin banyak
barang-barang yang beredar
tanpa nama pabrik atau
perusahaannya. Sebagai
pengganti nama perusahaannya
dipakai suatu lukisan atau
perkataan suatu kombinasi dari
kedua-duanya yang memberi
“kepribadian” kepada barang-
barang itu hingga dapat
dibedakan dengan barang-barang
serupa dari perusahaan lain.
Lukisan perkataan atau
kombinasi keduanya kemudian
menjadi “nama” dari barang
tersebut. Konsumen yang sudah
mengenal nama barang tersebut
karena pengalamannya sendiri
atau karena informasi, akan
teringat kepada “nama” tersebut
pada saat ia membutuhkan jenis
barang itu. “Nama barang” yang
dimaksud tidak lain adalah
“merek dagang” dari barang
tersebut.
Selain sebagai tanda pengenal
dan sebagai nama barang yang
bersangkutan, merek juga dipakai
untuk menjamin kualitas
barangnya. Kualitas barang sudah
tentu tergantung dari kemampuan
dan sifat-sifat produsen yang
menghasilkan barang itu dan
dapat memuaskan atau kurang
memuaskan para konsumen, akan
tetapi merek juga dapat
menjamin bahwa kualitas
barangnya adalah seperti yang
ditentukan oleh pembuat barang
itu. Merek dapat memberi
kepercayaan kepada pembeli
bahwa semua barang yang
memakai merek itu mempunyai
kualitas tetap dan sama seperti
yang telah ditentukan oleh pabrik
yang mengeluarkan barang itu,
dan tidak diubah oleh orang lain.
3. Menggambarkan pihak-pihak
yang berkepentingan
Sehubungan dengan fungsi-
fungsi merek di atas, merek
terutama memenuhi kepentingan
tiga golongan atau pihak :
a. Produsen (para pembuat barang),
karena merek dapat memperluas
kalangan pembeli atas barang-
barangnya.
b. Para pedagang dan ekportir,
karena merek memungkinkan
para konsumen untuk memesan
barang-barang tersebut melalui
perantaraan mereka yang telah
mengoper jaminan mengenai
kualitas brangnya dari
perusahaan yang membuat
barang itu.
c. Para konsumen, karena merek
tersebut melindungi mereka dari
barang-barang palsu yang
berkualitas rendah. Merek
memberikan jaminan bahwa
kualitas barang yang mereka
konsumsi tidak berubah, setelah
menikmati kualitas barang
tersebut melalui pengalaman
mengkonsumsi secara langsung.
4. Sebagai alat promosi barang
Kemajuan industri dan
perdagangan sekarang ini, merek
dagang memudahkan pembelian
dan penawaran barang. Dengan
bentuk yang singkat dan sugestif,
suatu merek merupakan
semboyan yang dengan mudah
diingat ketika pembeli
membutuhkan barang yang
bersangkutan. Merek yang
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
8
dicantumkan dalam iklan,
selebaran, kepala surat, sampul
surat, daftar harga barang, papan
nama perusahaan, bungkus
barang dan sebagainya dapat
menarik dan menambah
pelanggan baru. Bersama dengan
kemana barang-barang tersebut
dipasarkan, barang-barang itu
mempromosikan dirinya sendiri.
Di jaman kemajuan industri
seperti saat ini, merk merupakan
langkah terbaik bagi para
usahawan untuk memperluas
kalangan konsumen sebagai
pembeli barang-barangnya.
Dalam suatu merek yang baik
dan menarik, tersimpan suatu
modal yang besar nilainya dan
segala biaya untuk mengiklankan
merek tersebut tidak akan sia-sia.
Pengertian dan Fungsi Nama
Perusahaan
Menurut Sudargo Gautama di
dalam banyak perundang-
undangan tentang merek, beliau
memberikan pembedaan
umumnya pada apa yang
dinamakan merek perusahaan
(manufacturer’s mark) yaitu
merek-merek dari seorang
produsen yang membedakan
benda-bendanya, hasil
produksinya dan dijual olehnya
ini dengan merek-merek yang
dipakai dalam perdagangan
(merek perniagaan). Dengan
istilah yang terakhir ini diartikan
merek-merek yang membedakan
barang dari suatu pedagang yang
tidak memproduksinya sendiri
dari pada barang-barang yang
dijual oleh orang lain.9
9 Sudargo Gautama, Hukum Merek
Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
Pembedaan definisi daripada
merek perusahaan (factory mark)
dan merek perniagaan (trade
mark) sesungguhnya
menunjukkan pada perusahaan
manakah yang menggunakan
merk yang bersangkutan yaitu di
satu sisi yang disebut pabrik
(factory) ataukah perusahaan
dagang (trade enterprises) yang
memperdagangkan barang-
barang dengan merek
bersangkutan di lain pihak.
Dari beberapa pengertian dan
perbedaan yang telah dijabarkan di
atas, maka penulis dapat mengambil
pengertian sebagai berikut :
1. Merek perusahaan
Adalah merek yang digunakan
untuk membedakan barang-
barang hasil dari suatu pabrik
(perusahaan), baik barang
tersebut merupakan hasil
produknya sendiri ataupun
merupakan hasil produk
perusahaan lain
2. Merek perniagaan
Adalah merek untuk
membedakan barang-barang
dagang seseorang, barang-barang
perniagaan (trade) dengan kata
lain merek perniagaan ini
digunakan oleh suatu peruahaan
dagang (trade enterprise).
Dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas (selanjutnya
ditulis dengan UUPT) nomor 1 tahun
1995 pasal 13 angka 4 disebutkan
tentang pemakaian nama perseroan
atau PT sebagai berikut;
“Ketentuan mengenai pemakaian
nama perseroan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
1989, hal: 23.
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
9
Pemerintah.”10
Definisi yang diberikan dalam
UUPT nomor 1 tahun 1995 sangatlah
singkat, sehingga tidak dapat
ditemukan suatu definisi dari nama
perusahaan secara jelas, rinci dan
pasti.
Hendaknya perlu juga dilakukan
pengkajian definisi yang
diberikan dalam Peraturan
Pemerintah seperti yang
disebutkan dalam pasal 13 angka
4 UUPT yang bersangkutan.
Dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah nomor 26 tahun 1998
tentang Pemakaian Nama
Perseroan Terbatas, pasal 1
angka 1;“nama perseroan, adalah
nama diri perseroan yang
bersangkutan”.11
Sebenarnya ketentuan
kriteria mengenai pemakaian
nama perusahaan telah
ditentukan dalam pasal 36
KUHD sebagai berikut, “bahwa
nama PT harus mencerminkan
tujuan perusahaannya dan tidak
boleh memakai nama salah
seorang atau lebih perseronya”12
Bila dicermati, KUHD sendiri
ternyata tidak memberikan
definisi dari nama perusahaan itu
sendiri secara mendasar, namun
KUHD berusaha untuk
10 Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 1995 No. 13, Undang-
Undang No. 1 Tahun 1995, Tentang
Perseroan Terbatas, Jakarta, 7 Maret 1995,
Pasal 13 angka 4. 11
Peraturan Pemerintah nomor 26
tahun 1998 tentang Pemakaian Nama
Perseroan Terbatas pasal 1 angka1. 12
Anisitus Amanat, 1997,
Pembahasan Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 &
Penerapannya Dalam Akta Notaris, Raja
Grafindo, Jakarta, Hal.25
memberikan suatu kriteria yang
dapat diberikan sebagai masukan
untuk memberikan definisi bagi
nama perusahaan.
Nama perusahaan
membedakan antara perusahaan
yang satu dengan perusahaan
yang lain, dengan nama itulah
suatu perusahaan akan
dipribadikan sebagai perusahaan
tertentu yang berbeda dengan
perusahaan lainnya yang
sejenis.13
Dalam hal ini bedanya
dengan merek adalah, jika merek
digunakan untuk membedakan
antara barang atau jasa sejenis
yang diperdagangkan, tetapi
untuk nama perusahaan
digunakan untuk membedakan
antara suatu perusahaan dengan
perusahaan lainnya yang
bergerak pada bidang yang sama
atau sejenis.
Sudargo Gautama sendiri
mengemukakan pendapatnya
tentang nama perseroan atau
nama perusahaan
(manufacturer’s), dengan
mengatakan bahwa,
“pada umumnya apa yang
dinamakan dengan nama
perusahaan atau nama perseroan
(manufacturer’s mark) adalah
nama daripada seorang produsen
atau suatu perusahaan yang
memiliki fungsi untuk
membedakannya dengan nama-
nama perusahaan lainnya dalam
usaha di bidang perdagangan
(perniagaan).”14
13 H.M.N. Purwosutjipto, 1985,
Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia
1 (pengertian dasar hukum dagang),
Djambatan, Jakarta, Cetakan ke-5, Hal.80 14
Sudargo Gautama, 1989, Hukum
Merek Indonesia, Citra Aditya
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
10
Dan dalam UUPT yang
terbaru saat ini, yakni undang-
undang nomor 40 tahun 2007
sama sekali tidak di jabarkan
definisi dari pada nama
perusahaan tersebut. Namun
dalam pasal 16 dimuat ketentuan
sebagai berikut, bahwa;
(1) Perseroan tidak boleh memakai
nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh
Perseroan lain atau sama pada
pokoknya dengan nama
Perseroan lain;
b. bertentangan dengan ketertiban
umum dan/atau kesusilaan;
c. sama atau mirip dengan nama
lembaga negara, lembaga
pemerintah, atau lembaga
internasional, kecuali mendapat
izin dari yang bersangkutan;
d. tidak sesuai dengan maksud
dan tujuan, serta kegiatan
usaha, atau menunjukkan
maksud dan tujuan Perseroan
saja tanpa nama diri;
e. terdiri atas angka atau
rangkaian angka, huruf atau
rangkaian huruf yang tidak
membentuk kata; atau
f. mempunyai arti sebagai
Perseroan, badan hukum, atau
persekutuan perdata.
(2) Nama Perseroan harus
didahului dengan frase
“Perseroan Terbatas” atau
disingkat “PT”.
(3) Dalam hal Perseroan Terbuka
selain berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pada akhir nama
Perseroan ditambah kata
singkatan “Tbk”.
(4) Ketentuan lebih lanjut
Bakti, Bandung, Hal:23
mengenai tata cara pemakaian
nama Perseroan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.15
Dari beberapa definitif atas
nama perusahaan diatas, kiranya
dapatlah ditarik suatu
kesimpulan, bahwa fungsi dari
nama perusahaan adalah sebagai
berikut;
1. Bagi konsumen
Reputasi atau good will
dalam dunia perdagangan juga
dipandang dari nama perusahaan
tersebut sebagai salah satu kunci
yang sangat menentukan bagi
sukses atau tidaknya usaha yang
dilakukan oleh perusahaan
tersebut. Dalam hal ini termasuk
nama perusahaan (nama toko
swalayan) itu sangat berpengaruh
terhadap prospek bisnis yang
dijalankan, terutama dalam hal
untuk menarik minat konsumen.
Banyak pengusaha khususnya
pemilik nama perusahaan
tersebut berlomba-lomba untuk
memupuk atau menjaga reputasi
nama perusahaannya dengan cara
menjaga kualitas produk yang
dihasilkan oleh perusahaannya
ataupun menjaga kualitas produk
barang yang dijualnya, selain itu
perusahaan juga memberikan
suatu pelayanan yang sebaik-
baiknya kepada setiap konsumen
yang mengkonsumsi atau
membeli produk barang yang
dihasilkan oleh perusahaan
tersebut.
Dalam Common Law System
yang juga dianut oleh Negara
15 Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2007 No. 106,
Undang-Undang No. 40 Tahun
2007, Tentang Perseroan Terbatas,
Jakarta, 16 Agustus 2007, Pasal 16
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
11
Republik Indonesia dikenal dengan
prinsip passing off, yang mempunyai
arti perlindungan hukum yang akan
diberikan kepada suatu merek atau
nama perusahaan, karena nilai dari
reputasi nama perusahaan juga
merupakan aset yang berharga dari
perusahaan itu sendiri. Dengan
adanya perlindungan hukum ini
maka para pesaing di dunia usaha
maupun bisnis tidak berhak untuk
memakai merek, huruf-huruf,
kemasan, citra produk dari produk
barang atau jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan lain yang merupakan
saingannya ataupun rivalnya dalam
bidang usaha yang sama. Menurut
Sujud Margono dan Amir Angkasa,
passing off mencegah pihak lain
untuk melakukan beberapa hal, yaitu
:
a. Menyajikan barang atau jasa
seolah-olah barang atau jasa
tersebut milik orang lain.
b. Menjalankan produk atau
jasanya seolah-olah
mempunyai hubungan dengan
barang atau jasa milik orang
lain.16
Sementara itu nama
perusahaan juga memiliki beberapa
fungsi yang sangat berpengaruh
baik bagi konsumennya maupun
bagi perusahaan itu sendiri, yaitu
untuk melindungi setiap konsumen
yang berbelanja di perusahaan atau
dalam hal ini toko swalayan
tersebut agar terhindar dari dampak
yang dapat menyesatkan serta
membingungkan pihak konsumen
bahwa seolah-olah mereka telah
16 Sujud Margono dan Amir
Angkasa, Komersialisasi Asset Intelektual
Aspek Hukum Bisnis, Gramedia Widia
Sarana Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 160.
berbelanja di satu tempat yang
sama, dalam hal ini perusahaan
(toko swalayan) yang sama.
2. Bagi perusahaan
a. Untuk menghindari praktek
pemboncengan reputasi
(action for passing off)
yang dapat merugikan
pihak perusahaan (toko
swalayan) yang terlebih
dahulu mempunyai reputasi
(goodwill) yang baik di
masyarakat. Hal ini selain
merugikan secara materiil
juga imateriil bagi suatu
perusahaan (toko swalayan)
yang telah dibangun selama
beberapa waktu.
b. Nama perusahaanpun berfungsi
sebagai suatu merek yang dapat
menjadi kekayaan komersial
yang sangat luar biasa dan sangat
berharga serta seringkali nama
perusahaan (nama toko
swalayan) lebih berharga
daripada aset perusahaan yang
berwujud, misalnya mobil, tanah,
bangunan, mesin-mesin dan
perlengkapan kantor. Nilai
tersebut merupakan bagian dari
benefit atau keuntungan dari
nama baik, reputasi dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan
bisnis, maka itu sangatlah
penting atau diperlukan suatu
eksistensi bisnis nama
perusahaan yang tetap yang
sesuai dengan reputasi bisnisnya.
Kebutuhan akan halnya
perlindungan terhadap merek atau
nama perusahaan juga sangat
diperlukan terlebih karena pada saat
ini banyak terdapat kerugian yang
dialami oleh pemilik merek yang asli
atau pemilik nama perusahaan yang
asli, baik kerugian berupa materiil
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
12
ataupun imateriil, di samping
kerugian materiil atau imateriil juga
terdapat kerugian secara langsung,
misalnya omzet dan barang yang
beredar menurun juga terdapat
kerugian berupa reputasi, nama baik,
citra, image, yang khas dari nama
perusahaan tersebut jika barang atau
jasa yang dijual atau diproduksinya
ditiru kualitasnya jauh dibawah
produk yang aslinya. Selanjutnya
disamping akan kehilangan
konsumen, konsumen yang menjadi
pelanggan tetap bagi perusahaan
tersebut tidak akan percaya lagi pada
produk yang dijual atau dihasilkan
oleh perusahaan karena banyaknya
produk yang beredar, sehingga para
konsumen sendiri tidak dapat
membedakannya atau dapat
membingungkan setiap konsumen
yang membeli produk barang atau
jasa dari perusahaan tersebut.
2. Pengaturan Merek dan Nama
Perusahaan
Pengaturan Merek
Di Indonesia, merek diatur
dalam undang-undang nomor 15
tahun 2001. Undang-undang ini
mulai berlaku sejak
diundangkannya pada tanggal 1
Agustus 2001. Jauh sebelum
diundangkannya undang-undang
ini, pernah diberlakukan Undang-
Undang Merek Nomor 21 Tahun
1961 dan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1992
sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1997. Sementara itu
institusi yang berkaitan dengan
perlindungan merek terutama
adalah Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah naungan
Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Sebagai bagian dari
masyarakat internasional,
pengaturan merek secara nasional
tidak dapat dilepaskan dari
pengaturan secara internasional
yang pada prinsipnya negara
Indonesia juga telah menyepakati
untuk terikat atasnya. Pengaturan
tersebut secara singkat diuraikan
sebagai berikut;
a. Pengaturan Merek sebagai
Bagian dari Hak Atas
Kekayaan Internasional
(HAKI) secara Iternasional. 1) Agreement Establishing the
World Trade Organization:
Annex 1C Trade-Related
Aspects of Intellectual
Property Rights (TRIPS)-
diratifikasi dengan Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1994
tentang Ratifikasi atas of
Agreement Establishing the
World Trade Organization.
Pada tahun 1980-an,
Amerika Serikat dan
negara-negara industri
lainnya telah berhasil
untuk mendorong
dimasukkannya HAKI
dalam negosiasi
perdagangan multilateral
dalam Putaran Uruguay
Agreement on Trade-
Related Aspects of
Intellectual Property
Rights (TRIPs) of 1994
memuat pengaturan untuk
menetapkan standar bagi
perlindungan HAKI dan
penegakkannya oleh
negara-negara dalam
batas-batas wilayahnya.
TRIPs secara
administratif dikelola oleh
World Trade
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
13
Organization (WTO)
yang dibentuk pada tahun
1994 dengan kesepakatan
negara-negara dalam
Putaran Uruguay.
2) Pengaturan Internasional
Lainnya
Perjanjian Internasional
yang pertama kali
mengatur HAKI adalah
the Paris Convention for
the Protection of
Industrial Property
(secara administratif
dikelola oleh the Paris
Union for the Protection
of Industrial Property)
dan the Berne Convention for the
Protection of Literary and
Artistic Works (khusus mengatur
tentang hak cipta), yang dibentuk
pada tahun 1980-an dan telah
diperbarui beberapa kali.
Keduanya dikelola secara
administratif oleh the World
Intellectual Property
Organization (WIPO), sebuah
badan PBB yang terbentuk pada
tahun 1967. Paris Convention
(1883), direvisi di Brussel
(1900), Washington (1911), Den
Haag (1925), London (1934),
Lisbon (1985), dan Stockholm
(1967) dan diamandemen tahun
1979 (Paris Union), yang mana
substansinya mensyaratkan para
anggotanya untuk
memberlakukan national
treatment, (yaitu bahwa
perlakuan yang sama diterapkan
bagi warga negara dari negara-
negara anggota sebagaimana
perlakuan yang diberikan kepada
warga negara dari negara yang
bersangkutan) bagi orang asing
dalam pemberian hak atas paten
dan merek dan membentuk hak
prioritas (rights of priority) yang
memungkinkan mereka yang
telah mengajukan pendaftaran
paten dan merek di suatu negara
untuk menggunakan tanggal
pengajuan tersebut dalam
pengajuan pendaftarannya di
negara anggota yang lain dalam
satu tahun.
Indonesia juga telah meratifikasi
Trademark Law Treaty, Geneva,
October 27, 1994, pada tanggal 5
Juni 1997 dan perjanjian ini
mulai berlaku pada tanggal 5
September 1997.
Disamping itu , telah disepakati
pula Madrid Agreement
Concerning the International
Regristation of Marks of 1891, di
revisi di Brussel (1900),
Washington (1911), Den Haag
(1925), London (1934), Nice
(1957), dan Stockholm (1967)
dan diamandemen pada tahun
1979 dan Protocol Relating to
the Madrid Agreement
Concerning the International
Regristation of Marks of 1989.
b. Institusi Internasional dalam
Bidang Merek Institusi internasional dalam
bidang merek adalah sebagai
berikut;
1) Word Trade Organizaton
(WTO)
2).World Intellectual Property
Organization (WIPO), dan
Indonesia telah menjadi
anggotanya sejak tahunggal 18
Desember 1970.
WTO dan WIPO telah
menyepakati inisiatif bersama
untuk kerjasama teknis bagi
negara-negara berkembang.
Tujuan kerjasama tersebut adalah
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
14
untuk membantu negara-negara
berkembang anggota WTO
memenuhi kewajibannya dan
menyesuaikan dengan TRIPs.
Proses ini melibatkan
penyesuaian ketentuan-ketentuan
mengenai hak cipta, paten,
merek, dan bidang HAKI lainnya
yang diatur dalam TRIPs.
Dengan cara menyediakan
penegakkan hukum yang efektif
untuk menghadapi pembajakan,
pemalsuan, dan pelanggaran-
pelanggaran lain di bidang
HAKI. Bentuk daripada
kerjasama tersebut adalah dengan
mempersiapkan pembuatan
perundang-undangan, pelatihan,
pembentukan institusi,
modernisasi sistem, dan
penegakkan HAKI.
Pengaturan Nama Perusahaan
Di dalam ketentuan perundang-
undangan Indonesia, khususnya
dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 1 Tahun 1995
yang diganti dengan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007,
nama perusahaan sendiri belum
diatur secara spesifik, demikian
pula penggunaan merek untuk
nama perusahaan juga tidak
diatur dalam Undang-Undang
merek. Yang mana dalam
Peraturan Pelaksanaannya atau
yang lebih dikenal dengan
Peraturan Pemerintah nomor 26
tahun 1998 tentang Pemakaian
Nama Perseroan Terbatas
disebutkan bahwa“nama
perseroan, adalah nama diri
perseroan yang bersangkutan”,
tanpa menyebutkan definitifnya
secara spesifik. Permasalahan
suatu nama perusahaan
(khususnya nama toko swalayan)
dapat tidaknya dimasukkan
dalam lingkup perlindungan
merek masih kotroversial, hal ini
disebabkan karena tidak adanya
kepastian tentang ketentuan
mengenai nama perusahaan
tersebut termasuk dalam kelas
barang atau jasa. Namun bila
diteliti lebih lanjut, nama
perusahaan (khususnya nama
toko swalayan) tersebut erat
kaitannya dengan usaha dagang
yang mana usaha dagang tersebut
lebih cenderung bergerak
dibidang pelayanan khususnya
untuk para pelanggannya atau
konsumennya, hal ini berarti
menawarkan suatu jasa bagi
masyarakat atau konsumennya.
Persoalan muncul ketika terdapat
kemiripan nama perusahaan
(khususnya nama toko swalayan),
khususnya dalam
pengucapannya, sekalipun jika
dilihat secara fisik maupun
unsur-unsur (warna, huruf, arti
kata) yang terdapat atau
terkandung didalam nama
perusahaan tersebut sangatlah
berbeda. Dan hingga detik ini
belum juga dirancang undang-
undang yang mengatur secara
khusus tentang nama perusahaan
tersebut.
3. Bentuk perlindungan hukum
terhadap nama perusahaan (nama
toko swalayan) yang tidak
termasuk dalam kelas barang atau
jasa dan kriteria-kriteria yang
dapat digunakan dalam undang-
undang merek No. 15 Tahun
2001 untuk memasukkan nama
perusahaan (nama toko
swalayan) ke dalam lingkup
kekayaan intelektual.
Nama perusahaan (nama toko
swalayan) merupakan hak yang tidak
berwujud yang dimiliki oleh setiap
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
15
perusahaan dalam hal ini toko
swalayan, yang mana nama
perusahaan (nama toko swalayan)
tersebut juga sangat mempengaruhi
reputasi, good will daripada
perusahaan (nama toko swalayan) itu
sendiri di mata para konsumennya.
Sebagai contoh kasus yang konkret
yang pernah terjadi dalam
masyarakat yaitu : seorang pemilik
perusahaan (nama toko swalayan)
dengan nama “bilka” yang telah
terdaftar di Kantor Direktorat
Jenderal Merek Departemen
Kehakiman Republik Indonesia
dengan nomor 335270 tanggal 22
Mei 1995, disamping itu telah
didaftarkan merek atau nama
perusahaan dengan nama “bilka”
yang mendapat nomor 218542 pada
tanggal 23 September 1986 atas
nama pemilik Anton Berhithoe yang
bergerak di bidang usaha
Supermarket dengan lokasi di Jalan
Ngagel Jaya Selatan Nomor 103
Surabaya yang mulai berdiri sejak
tahun 1997 dengan menggunakan
nama perusahaan yang berunsur
sebagai berikut :
1. Tulisan kata bilka
2. Warna dasar papan putih
3. Tulisan bilka dengan warna
biru
4. Pada huruf I pada susunan
kata bilka ada titik berbentuk
daun waru warna merah
5. Bilka merupakan akronim
dari “Bila Kangen”
Melakukan suatu gugatan terhadap
perusahaan (toko swalayan) yang
juga bergerak pada usaha
perdagangan yang sama.
Yang mana perusahaan ( toko
swalayan) yang digugat tersebut
menggunakan nama (nama toko
swalayan) yang hampir mirip dalam
hal pengucapannya dengan nama
perusahaan (toko swalayan) “bilka”
tersebut. Nama perusahaan (nama
toko swalayan) tersebut digunakan
oleh orang lain secara tanpa hak
yaitu menggunakan nama perusahaan
(nama toko swalayan) yang pokok
pengucapannya sama dengan nama
“BELKA” yang mana perusahaan
“BELKA” tersebut ternyata belum
terdaftar pada Kantor Direktorat
Jendral Merek akan tetapi telah
menjalankan usahanya karena telah
memperoleh SIUP (Surat Ijin Usaha
Perdagangan) dari department
perdagangan.
Dalam hal ini perusahaan (toko
swalayan) “Bilka” merasa dirugikan
oleh perusahaan (toko swalayan)
“BELKA” yang mempunyai
persamaan bunyi pengucapannya
terutama karena disebabkan para
konsumen tetap perusahaan (toko
swalayan) “bilka” merasa rancu
dengan adanya perusahaan (toko
swalayan) “BELKA” tersebut, selain
itu pemilik perusahaan (toko
swalayan) “bilka” juga merasa
bahwa perusahaan (toko swalayan)
“BELKA” telah mengakibatkan
kerugian moril maupun materiil
apalagi kedua perusahaan (toko
swalayan) tersebut bergerak pada
bidang yang sama yaitu di bidang
jasa pasar swalayan/ supermarket
yang notabenenya menjual barang-
barang keperluan rumah tangga dan
alat-alat dapur, akan tetapi kedua
perusahaan (toko swalayan) tersebut
sama-sama tidak memproduksi atau
menghasilkan barang yang berarti
bahwa kedua perusahaan (nama toko
swalayan) tersebut hanya
menempelkan logo harga pada setiap
produk barang yang dijual dan kedua
perusahaan tersebut juga sama-sama
bergerak di bidang penerimaan jasa
penjualan barang atau jasa saja tanpa
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
16
memproduksi barang ataupun jasa.
Sementara itu tanpa melihat
unsur-unsur yang terdapat pada nama
perusahaan (nama toko swalayan)
“BELKA” yang terdiri dari :
1.Tulisan kata BELKA
2.Warna dasar papan kuning
3.Tulisan BELKA dengan
huruf besar semua dan warna
biru
4.BELKA merupakan akronim
dari “Belanja Keluarga”
Pemilik perusahaan (nama toko
swalayan) “Bilka” melakukan
gugatan terhadap pemilik perusahaan
(nama toko swalayan) “BELKA”
yang berlokasi di jalan KH. Agus
Salim No. 11 Tulungagung dengan
alasan persamaan pengucapan dapat
menyebabkan kebingungan pada
para konsumen sehingga
mengakibatkan para konsumen
terpedaya tentang jasa swalayan serta
dapat merugikan pemilik nama
perusahaan (nama toko swalayan)
yang sebenarnya dalam hal ini berarti
bahwa perusahaan (toko swalayan)
“BELKA” telah melakukan tindakan
pelanggaran berupa pemboncengan
reputasi (action for passing of) yang
dapat menyebabkan persaingan tidak
sehat dalam dunia usaha
perdagangan.
Namun dalam Putusan
Pengadilan Negeri Surabaya No.
417/Pid/B/1997 ternyata
menyatakan bahwa terdakwa I Tanto
Sinawang dan terdakwa II Handy
Hank Dasse dalam hal ini selaku
pemilik perusahaan (nama toko
swalayan) “BELKA” tidak terbukti
sah menurut hukum melakukan
perbuatan yang seperti didakwakan
oleh penggugat pemilik perusahaan
(nama toko swalayan) “bilka”. Hal
ini disebabkan karena pihak
penggugat dalam hal ini pemilik
nama perusahaan (nama toko
swalayan) “bilka” mengajukan
gugatan dengan landasan persamaan
pada bunyi pengucapan yang
terdapat pada kedua nama
perusahaan (nama toko swalayan)
tersebut tanpa terlebih dahulu
melihat masing-masing unsur yang
dimuat didalam nama perusahaan
(nama toko swalayan) “BELKA”
tersebut, selain itu ternyata juga tidak
terbukti bahwa banyak konsumen
perusahaan (toko swalayan) “bilka”
yang lari ke perusahaan (toko
swalayan) “BELKA”, ini berarti
bahwa persaingan tidak sehat tidak
terbukti dalam kasus ini.
Dalam hal seperti kasus yang
telah dijabarkan diatas pada intinya
hanya terdapat satu persamaan yang
paling mencolok, yaitu persamaan
pengucapan pada kata “bilka” dan
kata “BELKA”. Hal ini berarti
bahwa persamaannya terletak pada
persamaan pada pokoknya, yang
mana seperti disebutkan pada
ketentuan pasal 91 Undang-undang
Merek nomor 15 tahun 2001, bahwa
“ Barang siapa dengan sengaja dan
tanpa hak menggunakan merek yang
sama pada pokoknya dengan merek
terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan atau jasa sejenis yang
diproduksi dan atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan atau
denda paling banyak Rp.
800.000.000,- (Delapan ratus juta
rupiah)”. 17
Dalam hal ini pemilik
merek atau nama perusahaan (nama
toko swalayan) yang sesungguhnya
atau yang asli dapat melaporkan
adanya tindakan peniruan merek atau
17 Republik Indonesia, Lembaran Negara
Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,
Pasal 91
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
17
nama perusahaan (nama toko
swalayan) tersebut, yang
notabenenya adalah adanya
persamaan pada pokoknya dengan
dasar pasal 91 Undang-undang
Merek nomor 15 tahun 2001
tersebut. Disini pemilik merek atau
nama perusahaan (nama toko
swalayan) yang asli selain dapat
menuntut pelaku tindakan peniruan
merek atau nama perusahaan (nama
toko swalayan) dengan sanksi pidana
dapat juga pemilik merek atau nama
perusahaan (nama toko swalayan)
menuntut ganti rugi secara perdata
sesuai dengan ketentuan yang telah
disebutkan dalam pasal 91 Undang-
undang merek nomor 15 tahun 2001
karena tindakan peniruan tersebut
dirasakan sangat merugikannya baik
secara materiil maupun non materiil.
Namun menurut M. Yahya
Harahap, “Batasan daripada
klasifikasi merek jasa tersebut sering
tumpang tindih (overlap) bila ditinjau
dari segi aktivitas antara jasa yang
satu dengan yang lainnya dan seolah-
olah klasifikasi jasa belum mampu
secara jelas menempatkan perbedaan
antara yang lain.18
Kriteria penentuan atau
penaksiran tentang sama pada
pokoknya itu tidak dapat
dipandang atau dinilai sebagai atau
satu sektor pada logo atau nama
yang terdapat pada nama
perusahaan (nama toko swalayan)
yang telah didaftarkan, tetapi juga
harus dilihat dan dinilai dari
keseluruhan nama perusahaan
(nama toko swalayan) atau logo
18 M. Yahya Harahap, SH. Tinjauan Merek
Secara Umum dan Hukum Merek di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.
19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti,
Bandung. 1996, hal 243
yang dipakai, baik dari unsur huruf,
susunan kata, warna serta
bentuknya. Nama “BELKA” dan
“bilka” jelas tidak sama baik huruf,
tatanan huruf, maupun bentuk
hurufnya bila dicermati pada logo
secara keseluruhan, namun bila
diambil dari bunyi pengucapannya
tanpa melihat fakta secara
keseluruhan terdapat persamaan
pada bunyi pengucapannya, oleh
karena itu sebaiknya yang
digunakan dalam memberikan
suatu pedoman untuk melakukan
pendaftaran suatu merek adalah
dengan mencantumkan
keseluruhan dari logo yang ada
sehingga dapat dipastikan tidak
memiliki persamaan dan dapat
diterima untuk didaftarkan.
Berbicara mengenai
mekanisme penegakan dan
perlindungan hukum dibidang merek
khususnya dibidang merek dalam hal
ini nama perusahaan, dapatlah dilihat
bahwa penegakan hukum perlu
melibatkan beberapa komponen
hukum, dimana komponen-
komponen tersebut harus dijalankan
secara terpadu agar penegakan yang
diharapkan dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Komponen-
komponen tersebut dapat meliputi:
1.Aparat penegak hukum
Dalam Undang-Undang Merek
Nomor 15 Tahun 2001, masalah
penegakan hukum ini juga telah
dicantumkan pada pasal 89, yaitu
: “Selain penyidik pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia,
Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di Direktorat Jenderal,
diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, untuk melakukan
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
18
penyidikan tindak pidana di
bidang merek”19
2. Perundang-undangan yang ada
atau berlaku
Dalam hal ini berarti bahwa
Undang-Undang Merek
khususnya, haruslah mampu
memberikan suatu definisi yang
pasti mengenai unsur-unsur yang
dapat dikategorikan dalam
lingkup merek khususnya
terhadap nama perusahaan itu.
Selama ini dapat diartikan bahwa
nama perusahaan (nama toko
swalayan) itu bukanlah merek,
karena dalam Undang-Undang
Merek No. 15 Tahun 2001 hanya
menyebutkan bahwa merek
adalah untuk barang dan jasa,
undang-undang merek tidak
menyebut secara tegas bahwa
nama toko termasuk di dalamnya.
Terlebih apabila mencermati
Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1993 mengenai daftar kelas
barang dan jasa. Khususnya kelas
42, maka nama toko swalayan
tidak dapat dimasukkan dalam
kelas jasa, hal ini disebabkan
karena jasa itu dijual sedangkan
toko yang dijual adalah barang
dagangannya dengan kata lain
toko merupakan tempat atau
sarana untuk berdagang dan
mencari untung. Oleh karena itu
ada baiknya bila undang-undang
merek juga mencantumkan
secara jelas mengenai unsur-
unsur yang harus dimuat pada
pembuatan suatu merek.
Sehingga kepastian hukum
undang-undang merek dapat
tersirat.
19 Republik Indonesia, Lembaran Negara
Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,
Pasal 89
3. Masyarakat atau konsumen itu
sendiri.
Peran masyarakat atau
konsumen itu sendiri juga sangat
diperlukan dalam proses
penegakan hukum atau
perlindungan hukum bagi
pemilik merek atau nama
perusahaan, khususnya dari segi
informasi, bila terjadi
pelanggaran pemboncengan
reputasi (action for passing off)
karena konsumen juga
merupakan aset kekayaan yang
dimiliki oleh suatu perusahaan
atau toko swalayan secara
langsung, sebab berjalan atau
tidaknya suatu perusahaan (nama
toko swalayan) juga tergantung
daripada banyak sedikitnya
konsumen yang berbelanja atau
membeli barang atau jasa pada
perusahaan (nama toko
swalayan) tersebut.
Dalam pasal 1 Undang-
Undang Merek Nomor 5 Tahun
2001 huruf 1, 2 dan 3 dijelaskan
bahwa merek itu melekat pada
barang dan jasa yang
diperdagangkan, akan tetapi pada
kasus yang telah dikemukakan di
depan jelaslah bahwa toko
swalayan “BELKA” hanya
menjual barang yang tidak
diproduksinya sendiri dengan
memberikan cap atau melekatkan
cap nama “BELKA” terhadap
setiap barang yang
diperdagangkan, ini berarti
bahwa logo “BELKA” bukan
merupakan merek dari pada
barang atau jasa yang
diperdagangkan tersebut. Pada
barang-barang tersebut hanya
ditempati label harga dengan
logo “BELKA” yang berarti
bahwa barang-barang yang
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
19
diperdagangkan tersebut
memiliki merek sendiri-sendiri.
Dalam kasus tersebut didepan
dapatlah disimpulkan bahwa
Anton Berhithoe selaku pemilik
toko swalayan “BILKA” merasa
tersaingi dengan adanya toko
swalayan “BELKA” di kota
Tulungagung, dan pemilik toko
swalayan “bilka” tersebut merasa
akan rugi seandainya berekspansi
atau memperluas cabang di kota
Tulungagung, dari keterangan
tersebut jelas dan nyata bahwa
tendensinya adalah monopoli
karena takut kalah bersaing,
padahal dalam undang-undang
merek nomor 15 tahun 2001
hakekatnya bukan monopoli,
tetapi perlindungan masyarakat
konsumen agar tidak terperosok
membeli barang palsu yang
sebenarnya bukan dihasilkan oleh
perusahaan pemilik merek yang
sesungguhnya.
Bentuk perlindungan hukum
terhadap nama perusahaan (nama
toko swalayan) yang tidak
termasuk dalam kelas barang atau
jasa
Dalam Undang-Undang
Merek No. 15 Tahun 2001
menggunakan sistem konstitutif
yang lebih memberikan jaminan
kepastian hukum bagi pendaftar
merek, ataupun pemilik nama
perusahaan dan hal ini juga
berakibat pada peran kantor
merek untuk menjadi lebih aktif
di dalam melakukan suatu
penilaian atau pengujian tentang
dapat tidaknya suatu merek atau
nama perusahaan tersebut
didaftar dalam suatu permohonan
pendaftaran merek. Dalam sistem
konstitutif yang dianut oleh
Undang-Undang Merek No. 15
Tahun 2001 apabila terjadi suatu
sengketa merek, seperti contoh
kasus yang telah dikemukakan di
depan, maka keaktifan penilaian
atau pengujian ini pada akhirnya
diserahkan pada aparat penegak
hukum termasuk peranan hakim
(pengadilan). Dengan demikian,
sesuai dengan hukum positif
yang berlaku sekarang sebagai
“Filter” untuk penelitian tentang
dapat atau tidaknya merek atau
nama perusahaan untuk didaftar
sudah sejak awal ditangani secara
cermat oleh pihak administrasi
atau pemerintah dalam hal ini
adalah kantor merek untuk
kemudian menimbulkan hal bagi
pendaftar atau pemilik merek
ataupun nama perusahaan yang
sesungguhnya.
Adapun beberapa persyaratan
yang diberikan oleh Undang-
Undang Merek No. 15 Tahun
2001 dalam mendaftarkan suatu
merek antara lain, sebagai
berikut:
1. Permintaan pendaftaran suatu
merek diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia ke
Kantor Direktorat Jenderal
Merek.
2. Surat permintaan pendaftaran
merek harus mencantumkan:
a. Tanggal. bulan dan tahun
b. Nama lengkap,
kewarganegaraan dan alamat
pemilik merek
c. Nama lengkap dan alamat
kuasa apabila permintaan
pendaftaran merek diajukan
melalui kuasa.
d. Alamat yang dipilih di
Indonesia, apabila pemilik
merek bertempat tinggal di luar
wilayah negara Republik
Indonesia.
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
20
e. Macam warna, apabila merek
yang dimintakan
pendaftarannya menggunakan
unsur warna.
f. Kelas serta jenis barang dan
jasa bagi merek yang
dimintakan pendaftarannya.
g. Nama anggota dan tanggal
permintaan pendaftaran merek
yang pertama kali, dalam hal
permintaan pendaftaran
diajukan dengan hak prioritas.
3. Surat permintaan pendaftaran
merek ditandatangani oleh
pemilik merek atau kuasanya
kantor merek akan
mengumumkan merek tersebut
selama 6 bulan.
Dikarenakan nama perusahaan
(nama toko swalayan) itu tidak
termasuk ke dalam kelas barang atau
jasa seperti yang termasuk dalam
Undang-Undang Merek, namun
nama perusahaan (nama toko
swalayan) itu juga termasuk salah
satu dari aset kekayaan intelektual
yang dimiliki oleh suatu perusahaan
khususnya dalam hal ini toko
swalayan yang menyangkut tentang
reputasi, goodwil dimata masyarakat
konsumen, maka sangatlah
diperlukan perlindungan hukum yang
akan diberikan oleh Undang-Undang
Merek No. 15 Tahun 2001 tersebut
baik dalam bentuk perlindungan
hukum yang sesuai dengan fungsi
nama perusahaan tersebut ataupun
perlindungan hukum bagi setiap
pemilik nama perusahaan (nama toko
swalayan) yang sesungguhnya atau
yang asli. Perlindungan hukum
tersebut dapat pula dengan cara
mengacu pada persyaratan-
persyaratan yang telah diberikan oleh
Undang-Undang Merek No. 15
Tahun 2001 terutama dalam hal
persyaratan pendaftaran merek yaitu
antara lain, sebagai berikut :
1. Permintaan pendaftaran suatu
nama perusahaan diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia
ke Kantor Direktorat Jenderal
Merek.
2. Surat permintaan pendaftaran
nama perusahaan harus
mencantumkan:
a. Tanggal, bulan dan tahun
b. Nama lengkap,
kewarganegaraan dan alamat
pemilik merek.
c. Nama lengkap dan alamat kuasa
apabila nama perusahaan itu
didaftarkan atau diajukan melalui
kuasa.
d. Alamat yang jelas yang dipilih di
Indonesia untuk mengoperasikan
suatu usaha dengan
menggunakan nama perusahaan
yang telah didaftarkan di Kantor
Merek.
e. Usaha yang jelas sesuai dengan
nama perusahaan yang akan
digunakan dalam menjalankan
usaha tersebut.
f. Unsur-unsur yang terdapat pada
nama perusahaan tersebut harus
jelas, baik itu menyangkut unsur
angka-angka, huruf-huruf,
kombinasi warna, ataupun unsur-
unsur lainnya yang terdapat
didalam nama perusahaan
tersebut.
g. Nama perusahaan yang akan
didaftarkan tersebut harus jelas
dimasukkan ke dalam kategori
kelas barang atau jasa.
h. Nama negara dan tanggal
permintaan pendaftaran nama
perusahaan yang pertama kali
dalam hal permintaan
pendaftaran diajukan dengan
hak prioritas.
3. Surat pendaftaran nama
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
21
perusahaan harus
ditandatangani oleh pemilik
nama perusahan ataupun
kuasanya.
Sedangkan syarat untuk dapat
tidaknya suatu nama perusahaan
untuk didaftar, Undang-Undang
Merek Nomor 15 Tahun 2001 juga
dapat memberikan suatu persyaratan
yang mutlak dan harus dipenuhi
yaitu sesuai dengan syarat untuk
sebuah merek agar dapat didaftarkan
dan diterima serta dipakai sebagai
merek dagang. Syarat mutlak yang
harus dipenuhi adalah bahwa nama
perusahaan tersebut harus
mempunyai daya pembeda yang
cukup, baik itu dari segi unsur-unsur
yang akan dimasukkan dalam nama
perusahaan tersebut ataupun fungsi
maupun maksud yang jelas daripada
pendaftaran tersebut, selain itu nama
perusahaan yang dipakai haruslah
sedemikian rupa, sehingga
mempunyai cukup kekuatan untuk
membedakan barang hasil produksi
dari perusahaan lain atau barang
yang hanya diberikan cap atau label,
harga dari perusahaan tersebut.
Dengan memberikan
ketentuan-ketentuan ataupun
persyaratan-persyaratan seperti
tersebut di atas, maka hal itu
diharapkan akan dapat memberikan
suatu perlindungan hukum bagi
setiap pemilik nama perusahaan
(nama toko swalayan) yang masih
belum pasti masuk ke dalam kelas
barang atau jasa yang terdapat dalam
ketentuan undang-undang merek No.
15 Tahun 2001.
Karena apabila ada
suatu pelanggaran terhadap
nama perusahan yang lebih
terdaftar pada kantor merek,
maka pemilik nama
perusahaan (nama toko
swalayan) yang asli dapat
mengajukan gugatan ganti
rugi, sebagaimana diatur
dalam pasal 76 Undang-
Undang Merek No. 15 Tahun
2001 ayat (1) dan ayat (2):
(1) Pemilik mendaftarkan dapat
mengajukan gugatan terhadap
pihak lain yang secara tanpa hak
menggunakan merek yang
mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya
untuk barang atau jasa yang
sejenis berupa:
a. Gugatan ganti rugi; dan/atau
b. Penghentian semua perbuatan
yang berkaitan dengan
penggunaan merek tersebut.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan kepada
pengadilan negara.20
Besarnya ganti rugi yang akan
diajukan oleh pemilik nama
perusahaan yang asli ditentukan
dengan dasar berkurangnya
keuntungan yang diterima oleh
perusahaan serta berdasarkan
berkurangnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemilik
nama perusahaan yang asli.
Pemalsuan atau
pendomplengan nama perusahaan
juga merupakan salah satu
pelanggaran hukum, dimana
perbuatan itu membawa kerugian
terhadap orang lain. Menurut R.
Subekti, dan R. Tjitrosudibio
melanggar hukum adalah “Tiap
perbuatan yang melanggar hukum,
yang membawa kerugian terhadap
orang lain, yang karena kesalahannya
menerbitkan kerugian itu, diwajibkan
20 Republik Indonesia, Lembaran Negara
Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,
Pasal 76
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
22
untuk mengganti kerugian tersebut”21
Selain itu Undang-Undang
Merek No. 15 Tahun 2001 juga
memberikan suatu ketentuan pidana
bagi setiap pelanggar merek yaitu :
(Pasal 90) “Barang siapa dengan sengaja dan
tanpa hak menggunakan merek yang
sama pada keseluruhan dengan
merek terdaftar pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
(Pasal 91) “Barang siapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan
merek yang pada pokoknya dengan
merek terdaftar pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.
800.000.000,- (delapan ratus juta
rupiah)22
Dalam hal ini pelaku pemalsuan
merek dapat dijatuhi pidana penjara,
kurungan dan atau denda, yang
ditentukan oleh pengadilan atau
hakim. Di samping penjatuhan sanksi
pidana juga dapat dilakukan
penyitaan ataupun perampasan
barang-barang hasil kejahatan dalam
hal ini pelanggaran merek atau nama
perusahaan tersebut.
▪ Kriteria-kriteria yang dapat
digunakan dalam undang-
undang merek No. 15 Tahun
21 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, Edisi
revisi, Pradnya Paramitha, Bandung, 1989
pasal 1365 22
Republik Indonesia, Lembaran Negara
Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,
Pasal 90 & 91
2001 untuk memasukkan nama
perusahaan (nama toko
swalayan) ke dalam lingkup
kekayaan intelektual.
Berbicara mengenai
kriteria-kriteria yang dapat
digunakan oleh Undang-
Undang Merek No. 15 Tahun
2001 untuk memasukkan nama
perusahaan (nama toko
swalayan) ke dalam lingkup
kelas barang atau jasa, maka
tidak lepas dari fungsi atau
kebutuhan yang terdapat dalam
nama perusahaan tersebut.
Sebab fungsi ataupun kegunaan
tersebutlah yang menjadi dasar
untuk memasukkan suatu nama
perusahaan ke dalam kelas
barang atau jasa, sebagai
contohnya apabila di dalam
nama perusahaan tersebut
terdapat kata-kata yang lebih
menonjolkan kegiatannya
dibidang memproduksi barang,
maka dapat dipastikan bahwa
perusahaan tersebut dapat
dimasukkan kedalam kelas
barang. Namun apabila nama
perusahaan tersebut lebih
menonjolkan usahanya dalam
bidang melakukan suatu
pelayanan bagi konsumen
seperti menjual alat-alat
kebutuhan rumah tangga atau
sejenisnya, maka nama
perusahaan tersebut dapat
dimasukkan ke dalam kelas
jasa.
Kriteria-kriteria yang diberikan
oleh Undang-Undang Merek No. 15
Tahun 2001 tersebut haruslah
mengandung suatu kepastian agar
tidak menimbulkan suatu kerancuan
lagi bagi para konsumen khususnya
bagi setiap pemilik nama perusahaan
(nama toko swalayan) dalam
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
23
melakukan suatu pendaftaran pada
Kantor Merek. Adapun kriteria-
kriteria yang dapat digunakan oleh
Kantor Merek sesuai Undang-
Undang Merek No. 15 Tahun 2001
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Persamaan pada pokoknya
Hak atas nama perusahaan
tidak hanya meliputi fungsi
ataupun kegunaan dari pada
nama perusahaan (nama toko
swalayan) yang bersangkutan,
tetapi juga nama perusahaan yang
sma pada pokoknya (mirip)
dengan nama perusahaan yang
dipakai untuk barang-barang atau
jasa-jasa sejenis, dimana
persamaan tersebut tidak hanya
pada persamaan fisik, tetapi juga
persamaan bunyi, persamaan arti,
persamaan kata, persamaan
gambar, persamaan simbol
sampai pada persamaan unsur-
unsur dan persamaan akronim
atau susunan kata pada nama
perusahaan tersebut.
Persamaan pada pokoknya
ada kalau nama perusahaan yang
digugat baik karena bentuknya
maupun karena susunannya atau
bunyinya bagi masyarakat yang
tahu akan menimbulkan kesan,
sehingga mengingatkan pada
nama perusahaan yang sudah
terdaftar dan memiliki konsumen
terlebih dahulu di kalangan
masyarakat konsumen pada
umumnya. Nama perusahaan
yang digugat pokoknya
mempunyai gambar dan bunyi
yang sama dan meskipun nama
perusahaan tersebut di tambah-
tambahi dengan perkataan
ataupun gambar yang lain,
namun hal itu tidak
menghilangkan kesan yang
dominan mengenai gambar dan
bunyi perkataannya, sehingga
konsumen merasa terpedaya.
2. Termasuk dalam kelas barang
atau jasa
Seperti yang telah diuraikan di
atas, bahwa suatu nama perusahaan
untuk dapat dimasukkan ke dalam
lingkup kelas barang ataupun jasa,
maka perlulah dilihat dahulu dari
fungsi dan kegunaan nama
perusahaan tersebut, dengan kata lain
bergerak di bidang apakah
perusahaan yang mendaftarkan nama
perusahaan tersebut.
Apabila perusahaan
tersebut menggunakan suatu nama
perusahaan dengan memproduksi
atau menghasilkan suatu produk
tertentu yang dapat dikonsumsi
oleh para konsumen, maka
dapatlah dikatagorikan bahwa
nama perusahaan tersebut dapat
dimasukkan ke dalam kelas barang,
akan tetapi bila perusahaan tersebut
mendaftarkan suatu nama
perusahaan dengan menawarkan
suatu pelayanan ataupun
menawarkan suatu jasa bagi para
pelanggan (konsumennya) dalam
hal ini masyarakat konsumen tanpa
menghasilkan suatu produk yang
dapat secara langsung dikonsumsi
atau dinikmati oleh para pelanggan
atau para konsumennya, maka
dapatlah dikategorikan nama
perusahaan itu dimasukkan ke
dalam lingkup kelas jasa.
Selain dengan menentukan
kriteria-kriteria tersebut di atas,
perlu juga berpedoman pada pasal
8 ayat (3) Undang-Undang Merek
No. 15 Tahun 2001 “Kelas barang
atau jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
24
dengan Peraturan Pemerintah”.23
Peraturan Pemerintah yang
dimaksud di sini adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993
tentang Daftar Kelas Barang atau
Jasa, yang memasukkan atau
memuat beberapa jenis kelas
barang maupun kelas jasa seperti
ketentuan dalam undang-undang
merek di Indonesia.
■ Kesimpulan
Khususnya di Indonesia,
definisi atau konsep hukum tentang
nama perseroan hingga saat ini
belum dapat ditemui secara jelas dan
rinci. Pada regulasi atau perundang-
undangan tentang perseroan terbatas,
yakni undang-undang nomor 1 tahun
1995 penjelasan perihal definisi atau
konsep dan persyaratan bagi suatu
nama perseroan yang dapat atau
tidak dapat digunakan hanya
dijelaskan secara singkat, dan
selanjutnya diatur dalam suatu
peraturan pelaksanaannya yaitu
dalam suatu Peraturan Pemerintah.
Sementara itu Peraturan Pemerintah
nomor 26 Tahun 1998 sebagai
peraturan pelaksanaan yang
disebutkan dalam UUPT tersebut
hanya diberikan suatu ketentuan
yang memberikan penjelasan
mengenai persyaratan pemakaian
suatu nama perseroan serta
definisinya yang sangat singkat tidak
seperti halnya pemberian definisi
atau konsep hukum pada merek yang
diberikan dalam undang-undang
merek. Walaupun di Indonesia telah
mengatur secara khusus ketentuan
bagi merek, namun regulasi yang
mengatur perihal nama perusahaan
secara khusus seperti
23 Republik Indonesia, Lembaran Negara
Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,
Pasal 8 ayat (3)
“Handlesnaamwet” yang ada di
negara Belanda tidak diberlakukan,
sehingga terkesan tidak terdapat
suatu pembedaan yang cukup
signifikan antara merek perusahaan
dan nama perusahaan.
Fungsi merek adalah untuk
membedakan atau mempribadikan
suatu barang atau jasa dengan barang
atau jasa yang sejenis yang
digunakan dalam usaha perdagangan.
Sedangkan fungsi dari nama
perusahaan adalah untuk
membedakan atau mempribadikan
suatu perusahaan dengan perusahaan
lainnya yang bergerak pada bidang
usaha yang sejenis.
Selain berfungsi untuk
memberikan suatu perbedaan atau
mempribadikan sesuatu yang sejenis,
merek dan nama perusahaan juga
dapat disebut sebagai asset kekayaan
suatu perusahaan yang sangat
berharga, oleh sebab itu bila definisi
atau konsep hukum pada keduanya
tidak diberikan secara jelas dan rinci,
maka dapat dipastikan kedua obyek
tersebut akan mengalami suatu
kerancuan dalam
mengimplementasikannya di
lapangan.
Perlunya memberikan
perbedaan definisi atau konsep
hukum antara merek dan nama
perusahaan adalah untuk pencegahan
persaingan usaha tidak sehat yang
terjadi di lapangan untuk
menghilangkan kerancuan dalam
mengim-plementasikan kedua obyek
yang terkait dalam praktek hukum.
Pemberian perbedaan
secara jelas dan rinci pada regulasi
yang mengatur merek dan nama
perusahaan akan dapat
menanggulangi kemungkinan buruk
yang terjadi di dalam praktek hukum.
■ Saran
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
25
Mengingat antara merek dan
nama perusahaan memiliki
persamaan dalam implementasinya
di lapangan, serta merupakan asset
kekayaan perusahaan yang sangat
relevan dengan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat dalam dunia
perdagangan bila disalah gunakan
oleh pihak yang memiliki itikad tidak
baik untuk menggunakannya, maka
di sini penulis ingin menyampaikan
beberapa saran terkait dengan kurang
rinci dan jelasnya pemberian
perbedaan definisi atau konsep
hukum merek dan nama perusahaan
yang menyebabkan kerancuan dalam
implementasinya.
Ke depan, perlu bagi
Indonesia untuk memiliki peraturan
khusus yang mengatur tentang nama
perusahaan, seperti
“Handlesnaamwet” yang berlaku di
Belanda, hal ini sangat penting,
sebab dengan adanya regulasi khusus
yang mengatur nama perusahaan
tersebut, maka antara merek dan
nama perusahaan tidak lagi
mengalami kerancuan implementasi
dalam praktek hukum.
Dalam membuat regulasi
khusus yang mengatur tentang nama
perusahaan-perusahaan tersebut,
hendaknya pemerintah dalam hal ini
pihak yang berwenang
merancangnya dengan
mencantumkan beberapa unsur yang
ada pada nama perusahaan itu,
seperti layaknya unsur-unsur yang
terdapat dalam merek yang telah
diberikan pada undang-undang
merek, sehingga dapat memberikan
perbedaan yang cukup signifikan
antara kedua obyek tersebut.
Pemberian perlindungan
hukum atas merek dan nama
perusahaan perlu ditingkatkan, hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara
memberikan pembelajaran secara
khusus pada setiap aparat penegak
hukum “law inforcement” yang
berwenang dan terkait dengan
masalah tersebut, supaya dalam
memberikan suatu penyuluhan atau
pengertian dalam masyarakat
khususnya bagi pihak pemilik hak
yang sah atas kedua obyek atau
dalam hal ini para pengusaha, dapat
dilakukan dengan jelas atau rinci,
baik dan benar, sehingga masyarakat
tidak lagi mengalami suatu
kerancuan atau kebingungan dalam
memberikan pengertian bagi merek
dan nama perusahaan.
Selama belum dibentuk
suatu undang-undang yang mengatur
secara khusus tentang ketentuan
nama perusahaan seperti layaknya
“Handlesnaamwet” yang ada di
negara Belanda, maka regulasi yang
menjadi pedoman atau pegangan
nampaknya adalah undang-undang
merek.
Catatan
1. R. Soekardono, Hukum Dagang
Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8,
Dian Rakyat, Jakarta, 1983,
hal:149.
2. Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok
Hukum Perniagaan, Djambatan,
Jakarta, 1962, hal. 80.
3. H.Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak
Kekayaan Intelektual
(Intellectual Property Rights),
Cetakan ke-3 Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, hal : 345.
4. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001 No. 110,
Undang-Undang No. 15 Tahun
2001, Tentang Merek, Jakarta, 1
Agustus 2001, Bagian
“Menimbang” Butir a.
5. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001, Undang-
undang merek No. 15, Op. Cit,
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
26
Pasal 1 Angka 2 dan 3.
6. Sudargo Gautama, Hukum Merek
Indonesia, Cetakan ke-2, Alumni,
Bandung 1986, Hal: 141-142.
7. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001, Undang-
Undang merek No. 15, Op. Cit,
Pasal 1 angka 4.
8. Muhamad Djumhana dan R.
Djubaedillah, Hak Milik
Intelektual (Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia), Edisi
Revisi, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003. hal : 171.
9. Sudargo Gautama, Hukum Merek
Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1989, hal: 23.
10. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 1995 No. 13,
Undang-Undang No. 1 Tahun
1995, Tentang Perseroan
Terbatas, Jakarta, 7 Maret 1995,
Pasal 13 angka 4.
11. Peraturan Pemerintah nomor 26
tahun 1998 tentang Pemakaian
Nama Perseroan Terbatas pasal
1 angka1.
12. Anisitus Amanat, 1997,
Pembahasan Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 1
Tahun 1995 & Penerapannya
Dalam Akta Notaris, Raja
Grafindo, Jakarta, Hal.25
13. H.M.N. Purwosutjipto, 1985,
Pengertian Pokok Hukum
Dagang Indonesia 1 (pengertian
dasar hukum dagang),
Djambatan, Jakarta, Cetakan ke-
5, Hal.80
14. Sudargo Gautama, 1989, Hukum
Merek Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, Hal:23
15. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2007 No. 106,
Undang-Undang No. 40 Tahun
2007, Tentang Perseroan
Terbatas, Jakarta, 16 Agustus
2007, Pasal 16
16. Sujud Margono dan Amir
Angkasa, Komersialisasi Asset
Intelektual Aspek Hukum Bisnis,
Gramedia Widia Sarana
Indonesia, Jakarta, 2002, hal.
160.
17. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001, UU No. 15,
Jakarta, Op.Cit, Pasal 91
18. M. Yahya Harahap, SH. Tinjauan
Merek Secara Umum dan Hukum
Merek di Indonesia Berdasarkan
Undang-Undang No. 19 Tahun
1992, Citra Aditya Bakti,
Bandung. 1996, hal 243
19. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001, UU No. 15,
Jakarta, Op.Cit, Pasal 89
20. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001, UU No. 15,
Jakarta, Op.Cit, Pasal 76
21. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,
Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, Edisi revisi, Pradnya
Paramitha, Bandung, 1989 pasal
1365
22. Republik Indonesia, Lembaran
Negara Tahun 2001, UU No. 15,
Jakarta, Op.Cit, Pasal 90 & 91
23. Republik Indonesia,
Lembaran Negara Tahun
2001, UU No. 15, Jakarta,
Op.Cit, Pasal 8 ayat (3)
Referensi
1. R. Soekardono, Hukum Dagang
Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8,
Dian Rakyat, Jakarta, 1983.
2. Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok
Hukum Perniagaan, Djambatan,
Jakarta, 1962.
3. H.Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak
Kekayaan Intelektual
(Intellectual Property Rights),
Cetakan ke-3 Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003.
4. Undang-Undang No. 15 Tahun
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember
2012
27
2001, Tentang Merek.
5. Sudargo Gautama, Hukum Merek
Indonesia, Cetakan ke-2, Alumni,
Bandung 1986.
6. Muhamad Djumhana dan R.
Djubaedillah, Hak Milik
Intelektual (Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia), Edisi
Revisi, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
7. Sudargo Gautama, Hukum Merek
Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1989.
8. Undang-Undang No. 1 Tahun
1995, Tentang Perseroan
Terbatas.
9. Peraturan Pemerintah nomor 26
tahun 1998 tentang Pemakaian
Nama Perseroan Terbatas.
10.Anisitus Amanat, 1997,
Pembahasan Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 1
Tahun 1995 & Penerapannya
Dalam Akta Notaris, Raja
Grafindo, Jakarta.
11.H.M.N. Purwosutjipto, 1985,
Pengertian Pokok Hukum
Dagang Indonesia 1 (pengertian
dasar hukum dagang),
Djambatan.
12.Undang-Undang No. 40 Tahun
2007, Tentang Perseroan
Terbatas.
13.Sujud Margono dan Amir
Angkasa, Komersialisasi Asset
Intelektual Aspek Hukum Bisnis,
Gramedia Widia Sarana
Indonesia, Jakarta, 2002.
14.M. Yahya Harahap, SH. Tinjauan
Merek Secara Umum dan Hukum
Merek di Indonesia Berdasarkan
Undang-Undang No. 19 Tahun
1992, Citra Aditya Bakti,
Bandung. 1996.
15.R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,
Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, Edisi revisi, Pradnya
Paramitha, Bandung, 1989.