DAMPAK YURIDIS DISKURSUS TENTANG MEREK DAN …stkippgritulungagung.ac.id/jurnal/jurnal/desember...

27
Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012 1 DAMPAK YURIDIS DISKURSUS TENTANG MEREK DAN NAMA PERUSAHAAN (BATASAN KONSEP DAN FUNGSI YANG TERMUAT DALAM KETENTUAN YANG BERLAKU DI INDONESIA) oleh ANDREAS ANDRIE DJATMIKO, S.H, M.Hum. Dosen STKIP PGRI Tulungagung Abstrak Making a reputation is effort passing brand or in this case specially corporate name can be conducted in the effort identifying or differentiating product one company with peripatetic other company product at one particular same area in market. In consequence, companys tend to prevent others to wear their corporate name or brand more than anything else when the corporate name or brand have owned reputation, good name (good will), market and also big consumer. Preventive effort to other party to conduct imitation or plagiarizing of the brand is one of the important matter with consideration of business, where effort make bigly of the brand reputation have eaten time, effort, and money also which do not less important good reputation as well as trust of consumer. In the case of intellectual properties commercialisation and exploitation (HaKI) specially the corporate name have to at one's feet of market law, because corporate name represent a[n business asset or industry and also effort from each;every company. Competition is effort healthy and existence of request and also high purchasing power represent especial impeller to be able to conduct of intellectual properties commercialisation and exploitation a company. Corporate name represent one of the intellectual properties asset a company which need to get protection of law because its success do not a business reputation a company is not other because effort in usage of the corporate name commercially. On that account system punish HaKI in Indonesia have to can create climate which is condusive to effort intellectual asset commercialisation and exploitation specially here corporate name. Keywords : effort intellectual asset commercialisation and exploitation specially, (HaKI) 1. Latar Belakang Masalah Membuat suatu reputasi usaha melalui merek dapat dilakukan dalam upaya mengidentifikasi atau membedakan produk satu perusahaan dengan produk perusahaan lain yang sama dalam pasar. Maka dapat dikatakan dibuatnya merek dengan karakter suatu logo, nama, simbol- simbol, gambar ataupun paduan dari karakter tersebut dengan tujuan pembedaan identitas terhadap produk di pasar atau konsumen. Oleh karena itu, melalui suatu

Transcript of DAMPAK YURIDIS DISKURSUS TENTANG MEREK DAN …stkippgritulungagung.ac.id/jurnal/jurnal/desember...

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

1

DAMPAK YURIDIS

DISKURSUS TENTANG MEREK DAN NAMA PERUSAHAAN

(BATASAN KONSEP DAN FUNGSI YANG TERMUAT DALAM

KETENTUAN YANG BERLAKU DI INDONESIA)

oleh

ANDREAS ANDRIE DJATMIKO, S.H, M.Hum. Dosen STKIP PGRI Tulungagung

Abstrak

Making a reputation is effort passing brand or in this case specially

corporate name can be conducted in the effort identifying or

differentiating product one company with peripatetic other company

product at one particular same area in market. In consequence,

companys tend to prevent others to wear their corporate name or brand

more than anything else when the corporate name or brand have

owned reputation, good name (good will), market and also big

consumer. Preventive effort to other party to conduct imitation or

plagiarizing of the brand is one of the important matter with

consideration of business, where effort make bigly of the brand

reputation have eaten time, effort, and money also which do not less

important good reputation as well as trust of consumer.

In the case of intellectual properties commercialisation and

exploitation (HaKI) specially the corporate name have to at one's feet

of market law, because corporate name represent a[n business asset or

industry and also effort from each;every company. Competition is

effort healthy and existence of request and also high purchasing power

represent especial impeller to be able to conduct of intellectual

properties commercialisation and exploitation a company. Corporate

name represent one of the intellectual properties asset a company

which need to get protection of law because its success do not a

business reputation a company is not other because effort in usage of

the corporate name commercially. On that account system punish

HaKI in Indonesia have to can create climate which is condusive to

effort intellectual asset commercialisation and exploitation specially

here corporate name.

Keywords : effort intellectual asset commercialisation and

exploitation specially, (HaKI)

1. Latar Belakang Masalah

Membuat suatu reputasi

usaha melalui merek dapat dilakukan

dalam upaya mengidentifikasi atau

membedakan produk satu perusahaan

dengan produk perusahaan lain yang

sama dalam pasar. Maka dapat

dikatakan dibuatnya merek dengan

karakter suatu logo, nama, simbol-

simbol, gambar ataupun paduan dari

karakter tersebut dengan tujuan

pembedaan identitas terhadap produk

di pasar atau konsumen.

Oleh karena itu, melalui suatu

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

2

merek terhadap produk-produknya,

perusahaan secara tidak langsung

telah membangun suatu karakter

tertentu dan diharapkan akan muncul

reputasi bisnis atas karakter merek

tersebut. Karena itu perusahaan-

perusahaan cenderung mencegah

orang lain untuk memakai nama

merek mereka apalagi yang telah

mempunyai reputasi, goodwill, pasar

serta konsumen yang besar.

Upaya pemilik merek untuk

mencegah pihak lain melakukan

peniruan atau penjiplakan atau yang

dalam lingkup merek lebih dikenal

dengan sebutan pemboncengan

reputasi (action for passing off),

adalah suatu hal yang penting dengan

pertimbangan bisnis dimana upaya

membuat besar reputasi merek

tersebut telah memakan waktu, usaha

dan uang serta yang tidak kalah

penting reputasi yang baik dan juga

kepercayaan dari konsumen.

Permasalahan suatu nama

perusahaan (nama toko swalayan)

dapat tidaknya dimasukkan dalam

lingkup perlindungan merek masih

kotroversial, hal ini disebabkan

karena tidak adanya kepastian

tentang ketentuan mengenai nama

perusahaan tersebut termasuk dalam

kelas barang atau jasa. Namun bila

diteliti lebih lanjut, nama perusahaan

(nama toko swalayan) tersebut erat

kaitannya dengan usaha dagang yang

mana usaha dagang tersebut lebih

cenderung bergerak dibidang

pelayanan khususnya untuk para

pelanggannya atau konsumennya, hal

ini berarti menawarkan suatu jasa

bagi masyarakat atau konsumennya.

Contoh yang konkrit

mengenai hal ini misalnya dapat kita

lihat pada yurisprudensi satu perkara

yang pernah terjadi dalam

masyarakat yaitu pada perkara antara

toko swalayan “bilka” yang terletak

di kota Surabaya dengan toko

swalayan “Belka” yang terletak di

kota Tulungagung. Yang mana

kedua-duanya sama-sama bergerak

pada usaha perdagangan dibidang

yang sama, pada pokoknya dengan

adanya persamaan bunyi pengucapan

kedua merek tersebut maka pihak

“bilka” yang namanya telah terdaftar

pada Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual melaporkan

dengan dalih bahwa toko swalayan

“Belka” telah melakukan

pelanggaran berupa pemboncengan

reputasi (action for passing off) yang

dapat menyebabkan konsumennya

keliru atau salah persepsi, seolah-

olah barang yang telah mereka beli

berasal dari toko swalayan yang

sama, sehingga pihak toko swalayan

“bilka” merasa dirugikan.

Laporan tersebut diajukan

tanpa melihat terlebih dahulu

beberapa sudut pandang maupun

unsur-unsur pembeda yang

ditetapkan dalam undang-undang

merek, toko swalayan “bilka”

melakukan penuntutan terhadap toko

swalayan “Belka” karena dalam

undang-undang merek pada saat itu

(undang-undang merek No. 19 tahun

1992) sama sekali tidak

menyebutkan ataupun menjelaskan

bahwa merek untuk toko dan tidak

ada penegasan secara normatif

(belum ada toko yang

diperjualbelikan) maka majelis

hakim memutuskan toko swalayan

“Belka” dapat terus melakukan

kegiatannya karena nama perusahaan

(nama toko swalayan) bukan kriteria

merek yang terdapat dalam ketentuan

Undang-Undang Merek. Dari pokok masalah tersebut,

maka dapatlah disimpulkan bahwa

perlindungan hukum terhadap nama

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

3

perusahaan (nama toko swalayan)

yang dimaksud adalah perlindungan

hukum terhadap nama perusahaan

(nama toko swalayan) yang belum

terdapat kepastiannya apakah nama

perusahaan (nama toko swalayan)

termasuk kedalam kelas barang atau

jasa dalam kaitannya dengan undang-

undang No. 15 tahun 2001 dalam

rangka untuk mencegah adanya

pelanggaran pemboncengan reputasi

(action for passing off) yang

definisinya adalah tindakan mencoba

mencari keuntungan dengan jalan

pintas secara tidak jujur, tindakan

passing off tersebut juga berkaitan

dengan ketentuan dalam Undang-

undang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Tidak Sehat No. 5

Tahun 1999 khususnya pasal 1 butir

6 yaitu bahwa persaingan usaha tidak

sehat adalah persaingan antar pelaku

usaha dalam menjalankan kegiatan

produksi dan atau pemasaran barang

dan atau jasa yang dilakukan dengan

cara tidak jujur atau melawan hukum

atau menghambat persaingan usaha. Oleh karena itu ketegasan

pengaturan nama perusahaan dalam

undang-undang No. 15 Tahun 2001

sangatlah penting, guna memberikan

perlindungan hukum terhadap nama

perusahaan agar pemilik nama

perusahaan yang telah terdaftar

dalam Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual merasa

terlindungi atau tidak merasa

dirugikan oleh pesaingnya dalam

usaha perdagangan yang bergerak

dalam bidang yang sama.

2. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang

tersebut di atas, maka muncullah

pokok permasalahan yang akan

menjadi perhatian: pertama, Apa

yang dimaksud dengan merek dan

nama perusahaan serta apakah

fungsinya, kedua, Bagaimana

pengaturan merek dan nama

perusahaan di Indonesia, ketiga

Mengenai bentuk perlindungan

hukum terhadap nama perusahaan

(nama toko swalayan) yang tidak

termasuk dalam kelas barang atau

jasa dan kriteria-kriteria yang dapat

digunakan dalam undang-undang

merek No. 15 Tahun 2001 untuk

memasukkan nama perusahaan

(nama toko swalayan) ke dalam

lingkup kekayaan intelektual.

3. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk

menjelaskan, pertama, Pengertian

merek dan nama perusahaan serta

fungsinya, kedua, Pengaturan merek

dan nama perusahaan di Indonesia,

ketiga, Potensi konflik yang dapat

terjadi berkenaan dengan kerancuan

asumsi antara merek dan nama

perusahaan di masyarakat awam

hukum.

PEMBAHASAN

Pembahasan terbagi dalam

tiga bagian. Bagian pertama

menguraikan tentang pengertian

merek dan nama perusahaan serta

fungsinya. Dari uraian tersebut,

diharapkan akan diperoleh

pemahaman mengenai perbedaan

pengertian dan fungsi dari pada

merek dan nama perusahaan. Bagian

kedua, menguraikan pengaturan

merek dan nama perusahaan di

Indonesia. Dalam bagian tersebut di

uraikan pula aturan-aturan dan

institusi yang menangani merek dan

nama perusahaan. Bagian ketiga

menguraikan bentuk perlindungan

hukum terhadap nama perusahaan

(nama toko swalayan) yang tidak

termasuk dalam kelas barang atau

jasa dan kriteria-kriteria yang dapat

digunakan dalam undang-undang

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

4

merek No. 15 Tahun 2001 untuk

memasukkan nama perusahaan

(nama toko swalayan) ke dalam

lingkup kekayaan intelektual. Dalam

bagian ini, pertama-tama dijabarkan

sebuah kasus riil yang pernah terjadi

di masyarakat, selanjutnya dibahas,

bahwa jika terjadi suatu kerancuan

dalam mengasumsikan pengertian

dan fungsi merek dan nama

perusahaan, maka dapat

dimungkinkan akan terjadi

pelanggaran penggunaan merek

sebagai nama perusahaan ataupun

sebaliknya.

1. Pengertian dan Fungsi Merek

dan Nama Perusahaan.

Pengertian dan Fungsi Merek

Sebelum menelusuri lebih

jauh ada baiknya meninjau

terlebih dahulu atau diperlukan

adanya penentuan definisi dari

perkataan “merek”, agar dapat

dipakai sebagai pedoman pada

pengertian yang sama dalam

melakukan pembahasan, guna

memperoleh hasil atau paling

tidak mendekati sasaran yang

hendak dicapai. Menurut R.

Soekardono, memberikan

pengertian atau rumusan bahwa

merek adalah sebuah tanda

dengan mana dipribadikan

sebuah barang tertentu, dimana

juga dipribadikan asalnya barang

atau menjamin kualitas barang

dalam perbandingan dengan

barang-barang sejenis yang

dibuat atau diperdagangkan oleh

orang-orang atau badan-badan

perusahaan lain.1

Lain halnya dengan Prof. R.

1 R. Soekardono, Hukum Dagang

Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8, Dian

Rakyat, Jakarta, 1983, hal:149.

Soekardono, SH dalam

memberikan atau membuat

perumusan tentang pengertian

merek. Mr. Tirtaamidjaya

memberikan definisi terhadap

merek bahwa, suatu merek

perusahaan atau merek

perniagaan adalah suatu tanda

yang dibutuhkan di atas barang

atau di atas bungkusnya, guna

membedakan barang itu dengan

barang-barang yang sejenis

lainnya.2

Sedangkan menurut H.Ok.

Saidin merek adalah suatu tanda

(sign) untuk membedakan

barang-barang atau jasa yang

sejenis yang dihasilkan atau

diperdagangkan seseorang atau

kelompok orang atau badan

hukum dengan barang-barang

atau jasa yang sejenis yang

dihasilkan oleh orang lain, yang

memiliki daya pembeda maupun

sebagai jaminan atas mutunya

dan digunakan dalam kegiatan

barang dan jasa.3

Dan dalam undang-undang

merk no. 15 tahun 2001

memberikan definisi tentang

merek dalam pasal 1 angka 1

sebagai berikut, yaitu tanda yang

berupa gambar, nama, kata,

huruf-huruf, angka-angka,

susunan warna, atau kombinasi

dari unsur-unsur tersebut yang

memiliki daya pembeda dan

digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa.4

2 Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok

Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta,

1962, hal. 80. 3 H.Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak

Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

Rights), Cetakan ke-3 Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2003, hal : 345. 4 Republik Indonesia, Lembaran

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

5

Di dalam undang-undang merek

No. 15 tahun 2001 pasal 1

khususnya angka 2 dan 3 juga

diatur tentang jenis-jenis merek

yaitu :

1. Merek dagang

Adalah merek yang

digunakan pada barang yang

diperdagangkan seseorang

atau beberapa orang secara

bersama-sama atau badan

hukum untuk membedakan

dengan barang sejenis

lainnya.

2. Merek jasa

Adalah merek yang

digunakan pada jasa yang

diperdagangkan oleh

seseorang atau beberapa

orang secara bersama-sama

atau badan hukum untuk

membedakan jasa-jasa

lainnya yang sejenis.5

Pada dasarnya kelas

barang atau jasa adalah kelompok

jenis barang atau jasa yang

mempunyai, persamaan dalam

sifat, cara pembuatan dan tujuan

penggunaannya. Prinsipnya suatu

permohonan pendaftaran bagi

suatu barang atau jasa tertentu

hanya dapat diajukan untuk satu

(1) kelas apakah itu termasuk

kelas barang atau jasa. Khusus

untuk merek kolektif sebenarnya

tidak dapat dikatakan jenis merk

yang baru, oleh karena merek

kolektif ini sebenarnya juga

terdiri dari merek dagang dan

Negara Tahun 2001 No. 110, Undang-

Undang No. 15 Tahun 2001, Tentang

Merek, Jakarta, 1 Agustus 2001, Bagian

“Menimbang” Butir a. 5 Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, Undang-undang merek

No. 15, Op. Cit, Pasal 1 Angka 2 dan 3.

jasa. Hanya saja merek kolektif

pemakaiannya secara kolektif.

Merek kolektif merupakan merek

dari suatu perkumpulan atau

asosiasi, umumnya asosiasi dari

para produsen, atau dari para

pedagang dalam barang-barang

yang dihasilkan atau barang-

barang dan jasa yang mempunyai

ciri-ciri umum tertentu.

Menurut Prof. Sudargo

Gautama bahwa tanda-tanda

yang diperkenalkan dengan

istilah merek kolektif ini bukan

berfungsi untuk membedakan

barang-barang atau jasa-jasa dari

suatu perusahaan terhadap

perusahaan lain. Tetapi lebih

dipakai untuk membedakan asal-

usul geografis atau karakteristik

yang berbeda pada barang-barang

atau jasa-jasa dari perusahaan-

perusahaan yang berbeda, tetapi

memakai merek sama secara

kolektif di bawah pengawasan

dari yang berhak6

Pengertian merek kolektif

juga tercantum dalam pasal 1

angka 4 undang-undang merek

no. 15 tahun 2001, yaitu merek

kolektif adalah merek yang

digunakan pada barang dan atau

jasa dengan karakteristik yang

sama yang diperdagangkan oleh

beberapa orang dan atau badan

hukum secara bersama-sama

untuk membedakan dengan

barang atau jasa sejenis lainnya.7

Dengan melihat arti kata merek

6 Sudargo Gautama, Hukum Merek

Indonesia, Cetakan ke-2, Alumni, Bandung

1986, Hal: 141-142. 7 Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, Undang-Undang merek

No. 15, Op. Cit, Pasal 1 angka 4.

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

6

dan objek yang dilindungi oleh

undang-undang merek no. 15

tahun 2001, maka dapatlah

ditarik suara garis besar fungsi

dari pada merek tersebut yaitu

untuk membedakan barang atau

produksi 1 (satu) perusahaan

dengan barang atau jasa produksi

perusahaan lain yang sejenis.

Dengan demikian dapatlah

disimpulkan bahwa merek adalah

tanda pengenal asal barang dan

jasa, sekaligus berfungsi untuk

menghubungkan barang dan jasa

yang bersangkutan dengan

produsennya, hal itu

menggambarkan bahwa jaminan

kepribadian (individuality) dan

reputasi barang ataupun jasa hasil

produksi suatu usaha perusahaan

tertentu pada merek yang

diperdagangkan tanpa

menghilangkan kualitas mutunya.

Merek juga memberikan

jaminan nilai atau kualitas dari

barang dan jasa yang

bersangkutan. Hal itu tidak hanya

berguna bagi produsen pemilik

merek tersebut, tetapi juga

memberikan perlindungan dan

jaminan mutu barang kepada

konsumen. Selanjutnya, merek

juga berfungsi sebagai sarana

promosi dan reklame bagi

produsen atau pengusaha-

pengusaha yang

memperdagangkan barang atau

jasa. Merek juga sebagai simbol

dimana pihak pemilik merek

tersebut memperluas pasarannya,

di sini berarti bahwa “good will”

atas suatu merek adalah sesuatu

yang tidak ternilai harganya.

Menurut Muhamad

Djumhana dan R. Djubaedillah

selain fungsi merek berfungsi

untuk membedakan barang atau

produksi 1 (satu) perusahaan

dengan barang apa saja

perusahaan lainnya. Merek juga

berfungsi sebagai perangsang

pertumbuhan industri dan

perdagangan yang sehat dan

menguntungkan bagi semua

pihak.8

Dari keterangan tersebut

di atas, maka dapatlah ditarik

beberapa fungsi merek secara

umum, yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai “tanda pengenal”

Sejak jaman dahulu, telah

menjadi kelaziman bagi para

pembuat dan penjual barang

untuk membubuhi barang-barang

buatannya sendiri atau barang-

barang dagangannya dengan

pengenal itu menghubungkan

barang yang bersangkutan

dengan produsennya dan

memungkinkan pembuat atau

pedagang barang itu untuk

menyatakan bahwa barang-

barang yang diperdagangkan di

pasaran itu adalah barang hasil

usahanya. Pada waktu sekarang,

sesuai dengan perkembangan

industri dan perdagangan yang

makin meluas, tanda-tanda

tersebut yang oleh umum dikenal

sebagai merek dagang atau cap

dagang tidak hanya digunakan

sebagai tanda pengenal, tetapi

juga mempunyai fungsi-fungsi

lain yang lebih penting bagi para

produsen dan pedagang, yaitu

sebagai “nama baik”, khususnya

bagi barang-barang yang sudah

8 Muhamad Djumhana dan R.

Djubaedillah, Hak Milik Intelektual

(Sejarah, Teori dan Prakteknya di

Indonesia), Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2003. hal : 171.

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

7

terkenal dan laku di pasaran.

2. Sebagai “unsur pembeda” dan

“nama barang”

Jika pada mulanya nama

perusahaan atau nama pabrik

selalu dicantumkan pada barang-

barang yang bersangkutan, maka

lama-kelamaan makin banyak

barang-barang yang beredar

tanpa nama pabrik atau

perusahaannya. Sebagai

pengganti nama perusahaannya

dipakai suatu lukisan atau

perkataan suatu kombinasi dari

kedua-duanya yang memberi

“kepribadian” kepada barang-

barang itu hingga dapat

dibedakan dengan barang-barang

serupa dari perusahaan lain.

Lukisan perkataan atau

kombinasi keduanya kemudian

menjadi “nama” dari barang

tersebut. Konsumen yang sudah

mengenal nama barang tersebut

karena pengalamannya sendiri

atau karena informasi, akan

teringat kepada “nama” tersebut

pada saat ia membutuhkan jenis

barang itu. “Nama barang” yang

dimaksud tidak lain adalah

“merek dagang” dari barang

tersebut.

Selain sebagai tanda pengenal

dan sebagai nama barang yang

bersangkutan, merek juga dipakai

untuk menjamin kualitas

barangnya. Kualitas barang sudah

tentu tergantung dari kemampuan

dan sifat-sifat produsen yang

menghasilkan barang itu dan

dapat memuaskan atau kurang

memuaskan para konsumen, akan

tetapi merek juga dapat

menjamin bahwa kualitas

barangnya adalah seperti yang

ditentukan oleh pembuat barang

itu. Merek dapat memberi

kepercayaan kepada pembeli

bahwa semua barang yang

memakai merek itu mempunyai

kualitas tetap dan sama seperti

yang telah ditentukan oleh pabrik

yang mengeluarkan barang itu,

dan tidak diubah oleh orang lain.

3. Menggambarkan pihak-pihak

yang berkepentingan

Sehubungan dengan fungsi-

fungsi merek di atas, merek

terutama memenuhi kepentingan

tiga golongan atau pihak :

a. Produsen (para pembuat barang),

karena merek dapat memperluas

kalangan pembeli atas barang-

barangnya.

b. Para pedagang dan ekportir,

karena merek memungkinkan

para konsumen untuk memesan

barang-barang tersebut melalui

perantaraan mereka yang telah

mengoper jaminan mengenai

kualitas brangnya dari

perusahaan yang membuat

barang itu.

c. Para konsumen, karena merek

tersebut melindungi mereka dari

barang-barang palsu yang

berkualitas rendah. Merek

memberikan jaminan bahwa

kualitas barang yang mereka

konsumsi tidak berubah, setelah

menikmati kualitas barang

tersebut melalui pengalaman

mengkonsumsi secara langsung.

4. Sebagai alat promosi barang

Kemajuan industri dan

perdagangan sekarang ini, merek

dagang memudahkan pembelian

dan penawaran barang. Dengan

bentuk yang singkat dan sugestif,

suatu merek merupakan

semboyan yang dengan mudah

diingat ketika pembeli

membutuhkan barang yang

bersangkutan. Merek yang

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

8

dicantumkan dalam iklan,

selebaran, kepala surat, sampul

surat, daftar harga barang, papan

nama perusahaan, bungkus

barang dan sebagainya dapat

menarik dan menambah

pelanggan baru. Bersama dengan

kemana barang-barang tersebut

dipasarkan, barang-barang itu

mempromosikan dirinya sendiri.

Di jaman kemajuan industri

seperti saat ini, merk merupakan

langkah terbaik bagi para

usahawan untuk memperluas

kalangan konsumen sebagai

pembeli barang-barangnya.

Dalam suatu merek yang baik

dan menarik, tersimpan suatu

modal yang besar nilainya dan

segala biaya untuk mengiklankan

merek tersebut tidak akan sia-sia.

Pengertian dan Fungsi Nama

Perusahaan

Menurut Sudargo Gautama di

dalam banyak perundang-

undangan tentang merek, beliau

memberikan pembedaan

umumnya pada apa yang

dinamakan merek perusahaan

(manufacturer’s mark) yaitu

merek-merek dari seorang

produsen yang membedakan

benda-bendanya, hasil

produksinya dan dijual olehnya

ini dengan merek-merek yang

dipakai dalam perdagangan

(merek perniagaan). Dengan

istilah yang terakhir ini diartikan

merek-merek yang membedakan

barang dari suatu pedagang yang

tidak memproduksinya sendiri

dari pada barang-barang yang

dijual oleh orang lain.9

9 Sudargo Gautama, Hukum Merek

Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

Pembedaan definisi daripada

merek perusahaan (factory mark)

dan merek perniagaan (trade

mark) sesungguhnya

menunjukkan pada perusahaan

manakah yang menggunakan

merk yang bersangkutan yaitu di

satu sisi yang disebut pabrik

(factory) ataukah perusahaan

dagang (trade enterprises) yang

memperdagangkan barang-

barang dengan merek

bersangkutan di lain pihak.

Dari beberapa pengertian dan

perbedaan yang telah dijabarkan di

atas, maka penulis dapat mengambil

pengertian sebagai berikut :

1. Merek perusahaan

Adalah merek yang digunakan

untuk membedakan barang-

barang hasil dari suatu pabrik

(perusahaan), baik barang

tersebut merupakan hasil

produknya sendiri ataupun

merupakan hasil produk

perusahaan lain

2. Merek perniagaan

Adalah merek untuk

membedakan barang-barang

dagang seseorang, barang-barang

perniagaan (trade) dengan kata

lain merek perniagaan ini

digunakan oleh suatu peruahaan

dagang (trade enterprise).

Dalam Undang-Undang

Perseroan Terbatas (selanjutnya

ditulis dengan UUPT) nomor 1 tahun

1995 pasal 13 angka 4 disebutkan

tentang pemakaian nama perseroan

atau PT sebagai berikut;

“Ketentuan mengenai pemakaian

nama perseroan diatur lebih

lanjut dengan Peraturan

1989, hal: 23.

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

9

Pemerintah.”10

Definisi yang diberikan dalam

UUPT nomor 1 tahun 1995 sangatlah

singkat, sehingga tidak dapat

ditemukan suatu definisi dari nama

perusahaan secara jelas, rinci dan

pasti.

Hendaknya perlu juga dilakukan

pengkajian definisi yang

diberikan dalam Peraturan

Pemerintah seperti yang

disebutkan dalam pasal 13 angka

4 UUPT yang bersangkutan.

Dijelaskan dalam Peraturan

Pemerintah nomor 26 tahun 1998

tentang Pemakaian Nama

Perseroan Terbatas, pasal 1

angka 1;“nama perseroan, adalah

nama diri perseroan yang

bersangkutan”.11

Sebenarnya ketentuan

kriteria mengenai pemakaian

nama perusahaan telah

ditentukan dalam pasal 36

KUHD sebagai berikut, “bahwa

nama PT harus mencerminkan

tujuan perusahaannya dan tidak

boleh memakai nama salah

seorang atau lebih perseronya”12

Bila dicermati, KUHD sendiri

ternyata tidak memberikan

definisi dari nama perusahaan itu

sendiri secara mendasar, namun

KUHD berusaha untuk

10 Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 1995 No. 13, Undang-

Undang No. 1 Tahun 1995, Tentang

Perseroan Terbatas, Jakarta, 7 Maret 1995,

Pasal 13 angka 4. 11

Peraturan Pemerintah nomor 26

tahun 1998 tentang Pemakaian Nama

Perseroan Terbatas pasal 1 angka1. 12

Anisitus Amanat, 1997,

Pembahasan Undang-Undang Perseroan

Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 &

Penerapannya Dalam Akta Notaris, Raja

Grafindo, Jakarta, Hal.25

memberikan suatu kriteria yang

dapat diberikan sebagai masukan

untuk memberikan definisi bagi

nama perusahaan.

Nama perusahaan

membedakan antara perusahaan

yang satu dengan perusahaan

yang lain, dengan nama itulah

suatu perusahaan akan

dipribadikan sebagai perusahaan

tertentu yang berbeda dengan

perusahaan lainnya yang

sejenis.13

Dalam hal ini bedanya

dengan merek adalah, jika merek

digunakan untuk membedakan

antara barang atau jasa sejenis

yang diperdagangkan, tetapi

untuk nama perusahaan

digunakan untuk membedakan

antara suatu perusahaan dengan

perusahaan lainnya yang

bergerak pada bidang yang sama

atau sejenis.

Sudargo Gautama sendiri

mengemukakan pendapatnya

tentang nama perseroan atau

nama perusahaan

(manufacturer’s), dengan

mengatakan bahwa,

“pada umumnya apa yang

dinamakan dengan nama

perusahaan atau nama perseroan

(manufacturer’s mark) adalah

nama daripada seorang produsen

atau suatu perusahaan yang

memiliki fungsi untuk

membedakannya dengan nama-

nama perusahaan lainnya dalam

usaha di bidang perdagangan

(perniagaan).”14

13 H.M.N. Purwosutjipto, 1985,

Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia

1 (pengertian dasar hukum dagang),

Djambatan, Jakarta, Cetakan ke-5, Hal.80 14

Sudargo Gautama, 1989, Hukum

Merek Indonesia, Citra Aditya

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

10

Dan dalam UUPT yang

terbaru saat ini, yakni undang-

undang nomor 40 tahun 2007

sama sekali tidak di jabarkan

definisi dari pada nama

perusahaan tersebut. Namun

dalam pasal 16 dimuat ketentuan

sebagai berikut, bahwa;

(1) Perseroan tidak boleh memakai

nama yang:

a. telah dipakai secara sah oleh

Perseroan lain atau sama pada

pokoknya dengan nama

Perseroan lain;

b. bertentangan dengan ketertiban

umum dan/atau kesusilaan;

c. sama atau mirip dengan nama

lembaga negara, lembaga

pemerintah, atau lembaga

internasional, kecuali mendapat

izin dari yang bersangkutan;

d. tidak sesuai dengan maksud

dan tujuan, serta kegiatan

usaha, atau menunjukkan

maksud dan tujuan Perseroan

saja tanpa nama diri;

e. terdiri atas angka atau

rangkaian angka, huruf atau

rangkaian huruf yang tidak

membentuk kata; atau

f. mempunyai arti sebagai

Perseroan, badan hukum, atau

persekutuan perdata.

(2) Nama Perseroan harus

didahului dengan frase

“Perseroan Terbatas” atau

disingkat “PT”.

(3) Dalam hal Perseroan Terbuka

selain berlaku ketentuan

sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), pada akhir nama

Perseroan ditambah kata

singkatan “Tbk”.

(4) Ketentuan lebih lanjut

Bakti, Bandung, Hal:23

mengenai tata cara pemakaian

nama Perseroan diatur dengan

Peraturan Pemerintah.15

Dari beberapa definitif atas

nama perusahaan diatas, kiranya

dapatlah ditarik suatu

kesimpulan, bahwa fungsi dari

nama perusahaan adalah sebagai

berikut;

1. Bagi konsumen

Reputasi atau good will

dalam dunia perdagangan juga

dipandang dari nama perusahaan

tersebut sebagai salah satu kunci

yang sangat menentukan bagi

sukses atau tidaknya usaha yang

dilakukan oleh perusahaan

tersebut. Dalam hal ini termasuk

nama perusahaan (nama toko

swalayan) itu sangat berpengaruh

terhadap prospek bisnis yang

dijalankan, terutama dalam hal

untuk menarik minat konsumen.

Banyak pengusaha khususnya

pemilik nama perusahaan

tersebut berlomba-lomba untuk

memupuk atau menjaga reputasi

nama perusahaannya dengan cara

menjaga kualitas produk yang

dihasilkan oleh perusahaannya

ataupun menjaga kualitas produk

barang yang dijualnya, selain itu

perusahaan juga memberikan

suatu pelayanan yang sebaik-

baiknya kepada setiap konsumen

yang mengkonsumsi atau

membeli produk barang yang

dihasilkan oleh perusahaan

tersebut.

Dalam Common Law System

yang juga dianut oleh Negara

15 Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2007 No. 106,

Undang-Undang No. 40 Tahun

2007, Tentang Perseroan Terbatas,

Jakarta, 16 Agustus 2007, Pasal 16

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

11

Republik Indonesia dikenal dengan

prinsip passing off, yang mempunyai

arti perlindungan hukum yang akan

diberikan kepada suatu merek atau

nama perusahaan, karena nilai dari

reputasi nama perusahaan juga

merupakan aset yang berharga dari

perusahaan itu sendiri. Dengan

adanya perlindungan hukum ini

maka para pesaing di dunia usaha

maupun bisnis tidak berhak untuk

memakai merek, huruf-huruf,

kemasan, citra produk dari produk

barang atau jasa yang dihasilkan oleh

perusahaan lain yang merupakan

saingannya ataupun rivalnya dalam

bidang usaha yang sama. Menurut

Sujud Margono dan Amir Angkasa,

passing off mencegah pihak lain

untuk melakukan beberapa hal, yaitu

:

a. Menyajikan barang atau jasa

seolah-olah barang atau jasa

tersebut milik orang lain.

b. Menjalankan produk atau

jasanya seolah-olah

mempunyai hubungan dengan

barang atau jasa milik orang

lain.16

Sementara itu nama

perusahaan juga memiliki beberapa

fungsi yang sangat berpengaruh

baik bagi konsumennya maupun

bagi perusahaan itu sendiri, yaitu

untuk melindungi setiap konsumen

yang berbelanja di perusahaan atau

dalam hal ini toko swalayan

tersebut agar terhindar dari dampak

yang dapat menyesatkan serta

membingungkan pihak konsumen

bahwa seolah-olah mereka telah

16 Sujud Margono dan Amir

Angkasa, Komersialisasi Asset Intelektual

Aspek Hukum Bisnis, Gramedia Widia

Sarana Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 160.

berbelanja di satu tempat yang

sama, dalam hal ini perusahaan

(toko swalayan) yang sama.

2. Bagi perusahaan

a. Untuk menghindari praktek

pemboncengan reputasi

(action for passing off)

yang dapat merugikan

pihak perusahaan (toko

swalayan) yang terlebih

dahulu mempunyai reputasi

(goodwill) yang baik di

masyarakat. Hal ini selain

merugikan secara materiil

juga imateriil bagi suatu

perusahaan (toko swalayan)

yang telah dibangun selama

beberapa waktu.

b. Nama perusahaanpun berfungsi

sebagai suatu merek yang dapat

menjadi kekayaan komersial

yang sangat luar biasa dan sangat

berharga serta seringkali nama

perusahaan (nama toko

swalayan) lebih berharga

daripada aset perusahaan yang

berwujud, misalnya mobil, tanah,

bangunan, mesin-mesin dan

perlengkapan kantor. Nilai

tersebut merupakan bagian dari

benefit atau keuntungan dari

nama baik, reputasi dan hal-hal

lain yang berkaitan dengan

bisnis, maka itu sangatlah

penting atau diperlukan suatu

eksistensi bisnis nama

perusahaan yang tetap yang

sesuai dengan reputasi bisnisnya.

Kebutuhan akan halnya

perlindungan terhadap merek atau

nama perusahaan juga sangat

diperlukan terlebih karena pada saat

ini banyak terdapat kerugian yang

dialami oleh pemilik merek yang asli

atau pemilik nama perusahaan yang

asli, baik kerugian berupa materiil

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

12

ataupun imateriil, di samping

kerugian materiil atau imateriil juga

terdapat kerugian secara langsung,

misalnya omzet dan barang yang

beredar menurun juga terdapat

kerugian berupa reputasi, nama baik,

citra, image, yang khas dari nama

perusahaan tersebut jika barang atau

jasa yang dijual atau diproduksinya

ditiru kualitasnya jauh dibawah

produk yang aslinya. Selanjutnya

disamping akan kehilangan

konsumen, konsumen yang menjadi

pelanggan tetap bagi perusahaan

tersebut tidak akan percaya lagi pada

produk yang dijual atau dihasilkan

oleh perusahaan karena banyaknya

produk yang beredar, sehingga para

konsumen sendiri tidak dapat

membedakannya atau dapat

membingungkan setiap konsumen

yang membeli produk barang atau

jasa dari perusahaan tersebut.

2. Pengaturan Merek dan Nama

Perusahaan

Pengaturan Merek

Di Indonesia, merek diatur

dalam undang-undang nomor 15

tahun 2001. Undang-undang ini

mulai berlaku sejak

diundangkannya pada tanggal 1

Agustus 2001. Jauh sebelum

diundangkannya undang-undang

ini, pernah diberlakukan Undang-

Undang Merek Nomor 21 Tahun

1961 dan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1992

sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1997. Sementara itu

institusi yang berkaitan dengan

perlindungan merek terutama

adalah Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual yang

berada di bawah naungan

Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia.

Sebagai bagian dari

masyarakat internasional,

pengaturan merek secara nasional

tidak dapat dilepaskan dari

pengaturan secara internasional

yang pada prinsipnya negara

Indonesia juga telah menyepakati

untuk terikat atasnya. Pengaturan

tersebut secara singkat diuraikan

sebagai berikut;

a. Pengaturan Merek sebagai

Bagian dari Hak Atas

Kekayaan Internasional

(HAKI) secara Iternasional. 1) Agreement Establishing the

World Trade Organization:

Annex 1C Trade-Related

Aspects of Intellectual

Property Rights (TRIPS)-

diratifikasi dengan Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1994

tentang Ratifikasi atas of

Agreement Establishing the

World Trade Organization.

Pada tahun 1980-an,

Amerika Serikat dan

negara-negara industri

lainnya telah berhasil

untuk mendorong

dimasukkannya HAKI

dalam negosiasi

perdagangan multilateral

dalam Putaran Uruguay

Agreement on Trade-

Related Aspects of

Intellectual Property

Rights (TRIPs) of 1994

memuat pengaturan untuk

menetapkan standar bagi

perlindungan HAKI dan

penegakkannya oleh

negara-negara dalam

batas-batas wilayahnya.

TRIPs secara

administratif dikelola oleh

World Trade

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

13

Organization (WTO)

yang dibentuk pada tahun

1994 dengan kesepakatan

negara-negara dalam

Putaran Uruguay.

2) Pengaturan Internasional

Lainnya

Perjanjian Internasional

yang pertama kali

mengatur HAKI adalah

the Paris Convention for

the Protection of

Industrial Property

(secara administratif

dikelola oleh the Paris

Union for the Protection

of Industrial Property)

dan the Berne Convention for the

Protection of Literary and

Artistic Works (khusus mengatur

tentang hak cipta), yang dibentuk

pada tahun 1980-an dan telah

diperbarui beberapa kali.

Keduanya dikelola secara

administratif oleh the World

Intellectual Property

Organization (WIPO), sebuah

badan PBB yang terbentuk pada

tahun 1967. Paris Convention

(1883), direvisi di Brussel

(1900), Washington (1911), Den

Haag (1925), London (1934),

Lisbon (1985), dan Stockholm

(1967) dan diamandemen tahun

1979 (Paris Union), yang mana

substansinya mensyaratkan para

anggotanya untuk

memberlakukan national

treatment, (yaitu bahwa

perlakuan yang sama diterapkan

bagi warga negara dari negara-

negara anggota sebagaimana

perlakuan yang diberikan kepada

warga negara dari negara yang

bersangkutan) bagi orang asing

dalam pemberian hak atas paten

dan merek dan membentuk hak

prioritas (rights of priority) yang

memungkinkan mereka yang

telah mengajukan pendaftaran

paten dan merek di suatu negara

untuk menggunakan tanggal

pengajuan tersebut dalam

pengajuan pendaftarannya di

negara anggota yang lain dalam

satu tahun.

Indonesia juga telah meratifikasi

Trademark Law Treaty, Geneva,

October 27, 1994, pada tanggal 5

Juni 1997 dan perjanjian ini

mulai berlaku pada tanggal 5

September 1997.

Disamping itu , telah disepakati

pula Madrid Agreement

Concerning the International

Regristation of Marks of 1891, di

revisi di Brussel (1900),

Washington (1911), Den Haag

(1925), London (1934), Nice

(1957), dan Stockholm (1967)

dan diamandemen pada tahun

1979 dan Protocol Relating to

the Madrid Agreement

Concerning the International

Regristation of Marks of 1989.

b. Institusi Internasional dalam

Bidang Merek Institusi internasional dalam

bidang merek adalah sebagai

berikut;

1) Word Trade Organizaton

(WTO)

2).World Intellectual Property

Organization (WIPO), dan

Indonesia telah menjadi

anggotanya sejak tahunggal 18

Desember 1970.

WTO dan WIPO telah

menyepakati inisiatif bersama

untuk kerjasama teknis bagi

negara-negara berkembang.

Tujuan kerjasama tersebut adalah

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

14

untuk membantu negara-negara

berkembang anggota WTO

memenuhi kewajibannya dan

menyesuaikan dengan TRIPs.

Proses ini melibatkan

penyesuaian ketentuan-ketentuan

mengenai hak cipta, paten,

merek, dan bidang HAKI lainnya

yang diatur dalam TRIPs.

Dengan cara menyediakan

penegakkan hukum yang efektif

untuk menghadapi pembajakan,

pemalsuan, dan pelanggaran-

pelanggaran lain di bidang

HAKI. Bentuk daripada

kerjasama tersebut adalah dengan

mempersiapkan pembuatan

perundang-undangan, pelatihan,

pembentukan institusi,

modernisasi sistem, dan

penegakkan HAKI.

Pengaturan Nama Perusahaan

Di dalam ketentuan perundang-

undangan Indonesia, khususnya

dalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas Nomor 1 Tahun 1995

yang diganti dengan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007,

nama perusahaan sendiri belum

diatur secara spesifik, demikian

pula penggunaan merek untuk

nama perusahaan juga tidak

diatur dalam Undang-Undang

merek. Yang mana dalam

Peraturan Pelaksanaannya atau

yang lebih dikenal dengan

Peraturan Pemerintah nomor 26

tahun 1998 tentang Pemakaian

Nama Perseroan Terbatas

disebutkan bahwa“nama

perseroan, adalah nama diri

perseroan yang bersangkutan”,

tanpa menyebutkan definitifnya

secara spesifik. Permasalahan

suatu nama perusahaan

(khususnya nama toko swalayan)

dapat tidaknya dimasukkan

dalam lingkup perlindungan

merek masih kotroversial, hal ini

disebabkan karena tidak adanya

kepastian tentang ketentuan

mengenai nama perusahaan

tersebut termasuk dalam kelas

barang atau jasa. Namun bila

diteliti lebih lanjut, nama

perusahaan (khususnya nama

toko swalayan) tersebut erat

kaitannya dengan usaha dagang

yang mana usaha dagang tersebut

lebih cenderung bergerak

dibidang pelayanan khususnya

untuk para pelanggannya atau

konsumennya, hal ini berarti

menawarkan suatu jasa bagi

masyarakat atau konsumennya.

Persoalan muncul ketika terdapat

kemiripan nama perusahaan

(khususnya nama toko swalayan),

khususnya dalam

pengucapannya, sekalipun jika

dilihat secara fisik maupun

unsur-unsur (warna, huruf, arti

kata) yang terdapat atau

terkandung didalam nama

perusahaan tersebut sangatlah

berbeda. Dan hingga detik ini

belum juga dirancang undang-

undang yang mengatur secara

khusus tentang nama perusahaan

tersebut.

3. Bentuk perlindungan hukum

terhadap nama perusahaan (nama

toko swalayan) yang tidak

termasuk dalam kelas barang atau

jasa dan kriteria-kriteria yang

dapat digunakan dalam undang-

undang merek No. 15 Tahun

2001 untuk memasukkan nama

perusahaan (nama toko

swalayan) ke dalam lingkup

kekayaan intelektual.

Nama perusahaan (nama toko

swalayan) merupakan hak yang tidak

berwujud yang dimiliki oleh setiap

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

15

perusahaan dalam hal ini toko

swalayan, yang mana nama

perusahaan (nama toko swalayan)

tersebut juga sangat mempengaruhi

reputasi, good will daripada

perusahaan (nama toko swalayan) itu

sendiri di mata para konsumennya.

Sebagai contoh kasus yang konkret

yang pernah terjadi dalam

masyarakat yaitu : seorang pemilik

perusahaan (nama toko swalayan)

dengan nama “bilka” yang telah

terdaftar di Kantor Direktorat

Jenderal Merek Departemen

Kehakiman Republik Indonesia

dengan nomor 335270 tanggal 22

Mei 1995, disamping itu telah

didaftarkan merek atau nama

perusahaan dengan nama “bilka”

yang mendapat nomor 218542 pada

tanggal 23 September 1986 atas

nama pemilik Anton Berhithoe yang

bergerak di bidang usaha

Supermarket dengan lokasi di Jalan

Ngagel Jaya Selatan Nomor 103

Surabaya yang mulai berdiri sejak

tahun 1997 dengan menggunakan

nama perusahaan yang berunsur

sebagai berikut :

1. Tulisan kata bilka

2. Warna dasar papan putih

3. Tulisan bilka dengan warna

biru

4. Pada huruf I pada susunan

kata bilka ada titik berbentuk

daun waru warna merah

5. Bilka merupakan akronim

dari “Bila Kangen”

Melakukan suatu gugatan terhadap

perusahaan (toko swalayan) yang

juga bergerak pada usaha

perdagangan yang sama.

Yang mana perusahaan ( toko

swalayan) yang digugat tersebut

menggunakan nama (nama toko

swalayan) yang hampir mirip dalam

hal pengucapannya dengan nama

perusahaan (toko swalayan) “bilka”

tersebut. Nama perusahaan (nama

toko swalayan) tersebut digunakan

oleh orang lain secara tanpa hak

yaitu menggunakan nama perusahaan

(nama toko swalayan) yang pokok

pengucapannya sama dengan nama

“BELKA” yang mana perusahaan

“BELKA” tersebut ternyata belum

terdaftar pada Kantor Direktorat

Jendral Merek akan tetapi telah

menjalankan usahanya karena telah

memperoleh SIUP (Surat Ijin Usaha

Perdagangan) dari department

perdagangan.

Dalam hal ini perusahaan (toko

swalayan) “Bilka” merasa dirugikan

oleh perusahaan (toko swalayan)

“BELKA” yang mempunyai

persamaan bunyi pengucapannya

terutama karena disebabkan para

konsumen tetap perusahaan (toko

swalayan) “bilka” merasa rancu

dengan adanya perusahaan (toko

swalayan) “BELKA” tersebut, selain

itu pemilik perusahaan (toko

swalayan) “bilka” juga merasa

bahwa perusahaan (toko swalayan)

“BELKA” telah mengakibatkan

kerugian moril maupun materiil

apalagi kedua perusahaan (toko

swalayan) tersebut bergerak pada

bidang yang sama yaitu di bidang

jasa pasar swalayan/ supermarket

yang notabenenya menjual barang-

barang keperluan rumah tangga dan

alat-alat dapur, akan tetapi kedua

perusahaan (toko swalayan) tersebut

sama-sama tidak memproduksi atau

menghasilkan barang yang berarti

bahwa kedua perusahaan (nama toko

swalayan) tersebut hanya

menempelkan logo harga pada setiap

produk barang yang dijual dan kedua

perusahaan tersebut juga sama-sama

bergerak di bidang penerimaan jasa

penjualan barang atau jasa saja tanpa

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

16

memproduksi barang ataupun jasa.

Sementara itu tanpa melihat

unsur-unsur yang terdapat pada nama

perusahaan (nama toko swalayan)

“BELKA” yang terdiri dari :

1.Tulisan kata BELKA

2.Warna dasar papan kuning

3.Tulisan BELKA dengan

huruf besar semua dan warna

biru

4.BELKA merupakan akronim

dari “Belanja Keluarga”

Pemilik perusahaan (nama toko

swalayan) “Bilka” melakukan

gugatan terhadap pemilik perusahaan

(nama toko swalayan) “BELKA”

yang berlokasi di jalan KH. Agus

Salim No. 11 Tulungagung dengan

alasan persamaan pengucapan dapat

menyebabkan kebingungan pada

para konsumen sehingga

mengakibatkan para konsumen

terpedaya tentang jasa swalayan serta

dapat merugikan pemilik nama

perusahaan (nama toko swalayan)

yang sebenarnya dalam hal ini berarti

bahwa perusahaan (toko swalayan)

“BELKA” telah melakukan tindakan

pelanggaran berupa pemboncengan

reputasi (action for passing of) yang

dapat menyebabkan persaingan tidak

sehat dalam dunia usaha

perdagangan.

Namun dalam Putusan

Pengadilan Negeri Surabaya No.

417/Pid/B/1997 ternyata

menyatakan bahwa terdakwa I Tanto

Sinawang dan terdakwa II Handy

Hank Dasse dalam hal ini selaku

pemilik perusahaan (nama toko

swalayan) “BELKA” tidak terbukti

sah menurut hukum melakukan

perbuatan yang seperti didakwakan

oleh penggugat pemilik perusahaan

(nama toko swalayan) “bilka”. Hal

ini disebabkan karena pihak

penggugat dalam hal ini pemilik

nama perusahaan (nama toko

swalayan) “bilka” mengajukan

gugatan dengan landasan persamaan

pada bunyi pengucapan yang

terdapat pada kedua nama

perusahaan (nama toko swalayan)

tersebut tanpa terlebih dahulu

melihat masing-masing unsur yang

dimuat didalam nama perusahaan

(nama toko swalayan) “BELKA”

tersebut, selain itu ternyata juga tidak

terbukti bahwa banyak konsumen

perusahaan (toko swalayan) “bilka”

yang lari ke perusahaan (toko

swalayan) “BELKA”, ini berarti

bahwa persaingan tidak sehat tidak

terbukti dalam kasus ini.

Dalam hal seperti kasus yang

telah dijabarkan diatas pada intinya

hanya terdapat satu persamaan yang

paling mencolok, yaitu persamaan

pengucapan pada kata “bilka” dan

kata “BELKA”. Hal ini berarti

bahwa persamaannya terletak pada

persamaan pada pokoknya, yang

mana seperti disebutkan pada

ketentuan pasal 91 Undang-undang

Merek nomor 15 tahun 2001, bahwa

“ Barang siapa dengan sengaja dan

tanpa hak menggunakan merek yang

sama pada pokoknya dengan merek

terdaftar milik pihak lain untuk

barang dan atau jasa sejenis yang

diproduksi dan atau diperdagangkan,

dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun dan atau

denda paling banyak Rp.

800.000.000,- (Delapan ratus juta

rupiah)”. 17

Dalam hal ini pemilik

merek atau nama perusahaan (nama

toko swalayan) yang sesungguhnya

atau yang asli dapat melaporkan

adanya tindakan peniruan merek atau

17 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,

Pasal 91

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

17

nama perusahaan (nama toko

swalayan) tersebut, yang

notabenenya adalah adanya

persamaan pada pokoknya dengan

dasar pasal 91 Undang-undang

Merek nomor 15 tahun 2001

tersebut. Disini pemilik merek atau

nama perusahaan (nama toko

swalayan) yang asli selain dapat

menuntut pelaku tindakan peniruan

merek atau nama perusahaan (nama

toko swalayan) dengan sanksi pidana

dapat juga pemilik merek atau nama

perusahaan (nama toko swalayan)

menuntut ganti rugi secara perdata

sesuai dengan ketentuan yang telah

disebutkan dalam pasal 91 Undang-

undang merek nomor 15 tahun 2001

karena tindakan peniruan tersebut

dirasakan sangat merugikannya baik

secara materiil maupun non materiil.

Namun menurut M. Yahya

Harahap, “Batasan daripada

klasifikasi merek jasa tersebut sering

tumpang tindih (overlap) bila ditinjau

dari segi aktivitas antara jasa yang

satu dengan yang lainnya dan seolah-

olah klasifikasi jasa belum mampu

secara jelas menempatkan perbedaan

antara yang lain.18

Kriteria penentuan atau

penaksiran tentang sama pada

pokoknya itu tidak dapat

dipandang atau dinilai sebagai atau

satu sektor pada logo atau nama

yang terdapat pada nama

perusahaan (nama toko swalayan)

yang telah didaftarkan, tetapi juga

harus dilihat dan dinilai dari

keseluruhan nama perusahaan

(nama toko swalayan) atau logo

18 M. Yahya Harahap, SH. Tinjauan Merek

Secara Umum dan Hukum Merek di

Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.

19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti,

Bandung. 1996, hal 243

yang dipakai, baik dari unsur huruf,

susunan kata, warna serta

bentuknya. Nama “BELKA” dan

“bilka” jelas tidak sama baik huruf,

tatanan huruf, maupun bentuk

hurufnya bila dicermati pada logo

secara keseluruhan, namun bila

diambil dari bunyi pengucapannya

tanpa melihat fakta secara

keseluruhan terdapat persamaan

pada bunyi pengucapannya, oleh

karena itu sebaiknya yang

digunakan dalam memberikan

suatu pedoman untuk melakukan

pendaftaran suatu merek adalah

dengan mencantumkan

keseluruhan dari logo yang ada

sehingga dapat dipastikan tidak

memiliki persamaan dan dapat

diterima untuk didaftarkan.

Berbicara mengenai

mekanisme penegakan dan

perlindungan hukum dibidang merek

khususnya dibidang merek dalam hal

ini nama perusahaan, dapatlah dilihat

bahwa penegakan hukum perlu

melibatkan beberapa komponen

hukum, dimana komponen-

komponen tersebut harus dijalankan

secara terpadu agar penegakan yang

diharapkan dapat berjalan secara

efektif dan efisien. Komponen-

komponen tersebut dapat meliputi:

1.Aparat penegak hukum

Dalam Undang-Undang Merek

Nomor 15 Tahun 2001, masalah

penegakan hukum ini juga telah

dicantumkan pada pasal 89, yaitu

: “Selain penyidik pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia,

Pejabat Pegawai Negeri Sipil

tertentu di Direktorat Jenderal,

diberi wewenang khusus sebagai

penyidik sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana, untuk melakukan

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

18

penyidikan tindak pidana di

bidang merek”19

2. Perundang-undangan yang ada

atau berlaku

Dalam hal ini berarti bahwa

Undang-Undang Merek

khususnya, haruslah mampu

memberikan suatu definisi yang

pasti mengenai unsur-unsur yang

dapat dikategorikan dalam

lingkup merek khususnya

terhadap nama perusahaan itu.

Selama ini dapat diartikan bahwa

nama perusahaan (nama toko

swalayan) itu bukanlah merek,

karena dalam Undang-Undang

Merek No. 15 Tahun 2001 hanya

menyebutkan bahwa merek

adalah untuk barang dan jasa,

undang-undang merek tidak

menyebut secara tegas bahwa

nama toko termasuk di dalamnya.

Terlebih apabila mencermati

Peraturan Pemerintah Nomor 24

tahun 1993 mengenai daftar kelas

barang dan jasa. Khususnya kelas

42, maka nama toko swalayan

tidak dapat dimasukkan dalam

kelas jasa, hal ini disebabkan

karena jasa itu dijual sedangkan

toko yang dijual adalah barang

dagangannya dengan kata lain

toko merupakan tempat atau

sarana untuk berdagang dan

mencari untung. Oleh karena itu

ada baiknya bila undang-undang

merek juga mencantumkan

secara jelas mengenai unsur-

unsur yang harus dimuat pada

pembuatan suatu merek.

Sehingga kepastian hukum

undang-undang merek dapat

tersirat.

19 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,

Pasal 89

3. Masyarakat atau konsumen itu

sendiri.

Peran masyarakat atau

konsumen itu sendiri juga sangat

diperlukan dalam proses

penegakan hukum atau

perlindungan hukum bagi

pemilik merek atau nama

perusahaan, khususnya dari segi

informasi, bila terjadi

pelanggaran pemboncengan

reputasi (action for passing off)

karena konsumen juga

merupakan aset kekayaan yang

dimiliki oleh suatu perusahaan

atau toko swalayan secara

langsung, sebab berjalan atau

tidaknya suatu perusahaan (nama

toko swalayan) juga tergantung

daripada banyak sedikitnya

konsumen yang berbelanja atau

membeli barang atau jasa pada

perusahaan (nama toko

swalayan) tersebut.

Dalam pasal 1 Undang-

Undang Merek Nomor 5 Tahun

2001 huruf 1, 2 dan 3 dijelaskan

bahwa merek itu melekat pada

barang dan jasa yang

diperdagangkan, akan tetapi pada

kasus yang telah dikemukakan di

depan jelaslah bahwa toko

swalayan “BELKA” hanya

menjual barang yang tidak

diproduksinya sendiri dengan

memberikan cap atau melekatkan

cap nama “BELKA” terhadap

setiap barang yang

diperdagangkan, ini berarti

bahwa logo “BELKA” bukan

merupakan merek dari pada

barang atau jasa yang

diperdagangkan tersebut. Pada

barang-barang tersebut hanya

ditempati label harga dengan

logo “BELKA” yang berarti

bahwa barang-barang yang

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

19

diperdagangkan tersebut

memiliki merek sendiri-sendiri.

Dalam kasus tersebut didepan

dapatlah disimpulkan bahwa

Anton Berhithoe selaku pemilik

toko swalayan “BILKA” merasa

tersaingi dengan adanya toko

swalayan “BELKA” di kota

Tulungagung, dan pemilik toko

swalayan “bilka” tersebut merasa

akan rugi seandainya berekspansi

atau memperluas cabang di kota

Tulungagung, dari keterangan

tersebut jelas dan nyata bahwa

tendensinya adalah monopoli

karena takut kalah bersaing,

padahal dalam undang-undang

merek nomor 15 tahun 2001

hakekatnya bukan monopoli,

tetapi perlindungan masyarakat

konsumen agar tidak terperosok

membeli barang palsu yang

sebenarnya bukan dihasilkan oleh

perusahaan pemilik merek yang

sesungguhnya.

Bentuk perlindungan hukum

terhadap nama perusahaan (nama

toko swalayan) yang tidak

termasuk dalam kelas barang atau

jasa

Dalam Undang-Undang

Merek No. 15 Tahun 2001

menggunakan sistem konstitutif

yang lebih memberikan jaminan

kepastian hukum bagi pendaftar

merek, ataupun pemilik nama

perusahaan dan hal ini juga

berakibat pada peran kantor

merek untuk menjadi lebih aktif

di dalam melakukan suatu

penilaian atau pengujian tentang

dapat tidaknya suatu merek atau

nama perusahaan tersebut

didaftar dalam suatu permohonan

pendaftaran merek. Dalam sistem

konstitutif yang dianut oleh

Undang-Undang Merek No. 15

Tahun 2001 apabila terjadi suatu

sengketa merek, seperti contoh

kasus yang telah dikemukakan di

depan, maka keaktifan penilaian

atau pengujian ini pada akhirnya

diserahkan pada aparat penegak

hukum termasuk peranan hakim

(pengadilan). Dengan demikian,

sesuai dengan hukum positif

yang berlaku sekarang sebagai

“Filter” untuk penelitian tentang

dapat atau tidaknya merek atau

nama perusahaan untuk didaftar

sudah sejak awal ditangani secara

cermat oleh pihak administrasi

atau pemerintah dalam hal ini

adalah kantor merek untuk

kemudian menimbulkan hal bagi

pendaftar atau pemilik merek

ataupun nama perusahaan yang

sesungguhnya.

Adapun beberapa persyaratan

yang diberikan oleh Undang-

Undang Merek No. 15 Tahun

2001 dalam mendaftarkan suatu

merek antara lain, sebagai

berikut:

1. Permintaan pendaftaran suatu

merek diajukan secara tertulis

dalam bahasa Indonesia ke

Kantor Direktorat Jenderal

Merek.

2. Surat permintaan pendaftaran

merek harus mencantumkan:

a. Tanggal. bulan dan tahun

b. Nama lengkap,

kewarganegaraan dan alamat

pemilik merek

c. Nama lengkap dan alamat

kuasa apabila permintaan

pendaftaran merek diajukan

melalui kuasa.

d. Alamat yang dipilih di

Indonesia, apabila pemilik

merek bertempat tinggal di luar

wilayah negara Republik

Indonesia.

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

20

e. Macam warna, apabila merek

yang dimintakan

pendaftarannya menggunakan

unsur warna.

f. Kelas serta jenis barang dan

jasa bagi merek yang

dimintakan pendaftarannya.

g. Nama anggota dan tanggal

permintaan pendaftaran merek

yang pertama kali, dalam hal

permintaan pendaftaran

diajukan dengan hak prioritas.

3. Surat permintaan pendaftaran

merek ditandatangani oleh

pemilik merek atau kuasanya

kantor merek akan

mengumumkan merek tersebut

selama 6 bulan.

Dikarenakan nama perusahaan

(nama toko swalayan) itu tidak

termasuk ke dalam kelas barang atau

jasa seperti yang termasuk dalam

Undang-Undang Merek, namun

nama perusahaan (nama toko

swalayan) itu juga termasuk salah

satu dari aset kekayaan intelektual

yang dimiliki oleh suatu perusahaan

khususnya dalam hal ini toko

swalayan yang menyangkut tentang

reputasi, goodwil dimata masyarakat

konsumen, maka sangatlah

diperlukan perlindungan hukum yang

akan diberikan oleh Undang-Undang

Merek No. 15 Tahun 2001 tersebut

baik dalam bentuk perlindungan

hukum yang sesuai dengan fungsi

nama perusahaan tersebut ataupun

perlindungan hukum bagi setiap

pemilik nama perusahaan (nama toko

swalayan) yang sesungguhnya atau

yang asli. Perlindungan hukum

tersebut dapat pula dengan cara

mengacu pada persyaratan-

persyaratan yang telah diberikan oleh

Undang-Undang Merek No. 15

Tahun 2001 terutama dalam hal

persyaratan pendaftaran merek yaitu

antara lain, sebagai berikut :

1. Permintaan pendaftaran suatu

nama perusahaan diajukan secara

tertulis dalam bahasa Indonesia

ke Kantor Direktorat Jenderal

Merek.

2. Surat permintaan pendaftaran

nama perusahaan harus

mencantumkan:

a. Tanggal, bulan dan tahun

b. Nama lengkap,

kewarganegaraan dan alamat

pemilik merek.

c. Nama lengkap dan alamat kuasa

apabila nama perusahaan itu

didaftarkan atau diajukan melalui

kuasa.

d. Alamat yang jelas yang dipilih di

Indonesia untuk mengoperasikan

suatu usaha dengan

menggunakan nama perusahaan

yang telah didaftarkan di Kantor

Merek.

e. Usaha yang jelas sesuai dengan

nama perusahaan yang akan

digunakan dalam menjalankan

usaha tersebut.

f. Unsur-unsur yang terdapat pada

nama perusahaan tersebut harus

jelas, baik itu menyangkut unsur

angka-angka, huruf-huruf,

kombinasi warna, ataupun unsur-

unsur lainnya yang terdapat

didalam nama perusahaan

tersebut.

g. Nama perusahaan yang akan

didaftarkan tersebut harus jelas

dimasukkan ke dalam kategori

kelas barang atau jasa.

h. Nama negara dan tanggal

permintaan pendaftaran nama

perusahaan yang pertama kali

dalam hal permintaan

pendaftaran diajukan dengan

hak prioritas.

3. Surat pendaftaran nama

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

21

perusahaan harus

ditandatangani oleh pemilik

nama perusahan ataupun

kuasanya.

Sedangkan syarat untuk dapat

tidaknya suatu nama perusahaan

untuk didaftar, Undang-Undang

Merek Nomor 15 Tahun 2001 juga

dapat memberikan suatu persyaratan

yang mutlak dan harus dipenuhi

yaitu sesuai dengan syarat untuk

sebuah merek agar dapat didaftarkan

dan diterima serta dipakai sebagai

merek dagang. Syarat mutlak yang

harus dipenuhi adalah bahwa nama

perusahaan tersebut harus

mempunyai daya pembeda yang

cukup, baik itu dari segi unsur-unsur

yang akan dimasukkan dalam nama

perusahaan tersebut ataupun fungsi

maupun maksud yang jelas daripada

pendaftaran tersebut, selain itu nama

perusahaan yang dipakai haruslah

sedemikian rupa, sehingga

mempunyai cukup kekuatan untuk

membedakan barang hasil produksi

dari perusahaan lain atau barang

yang hanya diberikan cap atau label,

harga dari perusahaan tersebut.

Dengan memberikan

ketentuan-ketentuan ataupun

persyaratan-persyaratan seperti

tersebut di atas, maka hal itu

diharapkan akan dapat memberikan

suatu perlindungan hukum bagi

setiap pemilik nama perusahaan

(nama toko swalayan) yang masih

belum pasti masuk ke dalam kelas

barang atau jasa yang terdapat dalam

ketentuan undang-undang merek No.

15 Tahun 2001.

Karena apabila ada

suatu pelanggaran terhadap

nama perusahan yang lebih

terdaftar pada kantor merek,

maka pemilik nama

perusahaan (nama toko

swalayan) yang asli dapat

mengajukan gugatan ganti

rugi, sebagaimana diatur

dalam pasal 76 Undang-

Undang Merek No. 15 Tahun

2001 ayat (1) dan ayat (2):

(1) Pemilik mendaftarkan dapat

mengajukan gugatan terhadap

pihak lain yang secara tanpa hak

menggunakan merek yang

mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya

untuk barang atau jasa yang

sejenis berupa:

a. Gugatan ganti rugi; dan/atau

b. Penghentian semua perbuatan

yang berkaitan dengan

penggunaan merek tersebut.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diajukan kepada

pengadilan negara.20

Besarnya ganti rugi yang akan

diajukan oleh pemilik nama

perusahaan yang asli ditentukan

dengan dasar berkurangnya

keuntungan yang diterima oleh

perusahaan serta berdasarkan

berkurangnya kepercayaan

masyarakat terhadap pemilik

nama perusahaan yang asli.

Pemalsuan atau

pendomplengan nama perusahaan

juga merupakan salah satu

pelanggaran hukum, dimana

perbuatan itu membawa kerugian

terhadap orang lain. Menurut R.

Subekti, dan R. Tjitrosudibio

melanggar hukum adalah “Tiap

perbuatan yang melanggar hukum,

yang membawa kerugian terhadap

orang lain, yang karena kesalahannya

menerbitkan kerugian itu, diwajibkan

20 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,

Pasal 76

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

22

untuk mengganti kerugian tersebut”21

Selain itu Undang-Undang

Merek No. 15 Tahun 2001 juga

memberikan suatu ketentuan pidana

bagi setiap pelanggar merek yaitu :

(Pasal 90) “Barang siapa dengan sengaja dan

tanpa hak menggunakan merek yang

sama pada keseluruhan dengan

merek terdaftar pihak lain untuk

barang dan/atau jasa sejenis yang

diproduksi dan/atau diperdagangkan,

dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp.

1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

(Pasal 91) “Barang siapa dengan

sengaja dan tanpa hak menggunakan

merek yang pada pokoknya dengan

merek terdaftar pihak lain untuk

barang dan/atau jasa sejenis yang

diproduksi dan/atau diperdagangkan

dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp.

800.000.000,- (delapan ratus juta

rupiah)22

Dalam hal ini pelaku pemalsuan

merek dapat dijatuhi pidana penjara,

kurungan dan atau denda, yang

ditentukan oleh pengadilan atau

hakim. Di samping penjatuhan sanksi

pidana juga dapat dilakukan

penyitaan ataupun perampasan

barang-barang hasil kejahatan dalam

hal ini pelanggaran merek atau nama

perusahaan tersebut.

▪ Kriteria-kriteria yang dapat

digunakan dalam undang-

undang merek No. 15 Tahun

21 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, Edisi

revisi, Pradnya Paramitha, Bandung, 1989

pasal 1365 22

Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,

Pasal 90 & 91

2001 untuk memasukkan nama

perusahaan (nama toko

swalayan) ke dalam lingkup

kekayaan intelektual.

Berbicara mengenai

kriteria-kriteria yang dapat

digunakan oleh Undang-

Undang Merek No. 15 Tahun

2001 untuk memasukkan nama

perusahaan (nama toko

swalayan) ke dalam lingkup

kelas barang atau jasa, maka

tidak lepas dari fungsi atau

kebutuhan yang terdapat dalam

nama perusahaan tersebut.

Sebab fungsi ataupun kegunaan

tersebutlah yang menjadi dasar

untuk memasukkan suatu nama

perusahaan ke dalam kelas

barang atau jasa, sebagai

contohnya apabila di dalam

nama perusahaan tersebut

terdapat kata-kata yang lebih

menonjolkan kegiatannya

dibidang memproduksi barang,

maka dapat dipastikan bahwa

perusahaan tersebut dapat

dimasukkan kedalam kelas

barang. Namun apabila nama

perusahaan tersebut lebih

menonjolkan usahanya dalam

bidang melakukan suatu

pelayanan bagi konsumen

seperti menjual alat-alat

kebutuhan rumah tangga atau

sejenisnya, maka nama

perusahaan tersebut dapat

dimasukkan ke dalam kelas

jasa.

Kriteria-kriteria yang diberikan

oleh Undang-Undang Merek No. 15

Tahun 2001 tersebut haruslah

mengandung suatu kepastian agar

tidak menimbulkan suatu kerancuan

lagi bagi para konsumen khususnya

bagi setiap pemilik nama perusahaan

(nama toko swalayan) dalam

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

23

melakukan suatu pendaftaran pada

Kantor Merek. Adapun kriteria-

kriteria yang dapat digunakan oleh

Kantor Merek sesuai Undang-

Undang Merek No. 15 Tahun 2001

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Persamaan pada pokoknya

Hak atas nama perusahaan

tidak hanya meliputi fungsi

ataupun kegunaan dari pada

nama perusahaan (nama toko

swalayan) yang bersangkutan,

tetapi juga nama perusahaan yang

sma pada pokoknya (mirip)

dengan nama perusahaan yang

dipakai untuk barang-barang atau

jasa-jasa sejenis, dimana

persamaan tersebut tidak hanya

pada persamaan fisik, tetapi juga

persamaan bunyi, persamaan arti,

persamaan kata, persamaan

gambar, persamaan simbol

sampai pada persamaan unsur-

unsur dan persamaan akronim

atau susunan kata pada nama

perusahaan tersebut.

Persamaan pada pokoknya

ada kalau nama perusahaan yang

digugat baik karena bentuknya

maupun karena susunannya atau

bunyinya bagi masyarakat yang

tahu akan menimbulkan kesan,

sehingga mengingatkan pada

nama perusahaan yang sudah

terdaftar dan memiliki konsumen

terlebih dahulu di kalangan

masyarakat konsumen pada

umumnya. Nama perusahaan

yang digugat pokoknya

mempunyai gambar dan bunyi

yang sama dan meskipun nama

perusahaan tersebut di tambah-

tambahi dengan perkataan

ataupun gambar yang lain,

namun hal itu tidak

menghilangkan kesan yang

dominan mengenai gambar dan

bunyi perkataannya, sehingga

konsumen merasa terpedaya.

2. Termasuk dalam kelas barang

atau jasa

Seperti yang telah diuraikan di

atas, bahwa suatu nama perusahaan

untuk dapat dimasukkan ke dalam

lingkup kelas barang ataupun jasa,

maka perlulah dilihat dahulu dari

fungsi dan kegunaan nama

perusahaan tersebut, dengan kata lain

bergerak di bidang apakah

perusahaan yang mendaftarkan nama

perusahaan tersebut.

Apabila perusahaan

tersebut menggunakan suatu nama

perusahaan dengan memproduksi

atau menghasilkan suatu produk

tertentu yang dapat dikonsumsi

oleh para konsumen, maka

dapatlah dikatagorikan bahwa

nama perusahaan tersebut dapat

dimasukkan ke dalam kelas barang,

akan tetapi bila perusahaan tersebut

mendaftarkan suatu nama

perusahaan dengan menawarkan

suatu pelayanan ataupun

menawarkan suatu jasa bagi para

pelanggan (konsumennya) dalam

hal ini masyarakat konsumen tanpa

menghasilkan suatu produk yang

dapat secara langsung dikonsumsi

atau dinikmati oleh para pelanggan

atau para konsumennya, maka

dapatlah dikategorikan nama

perusahaan itu dimasukkan ke

dalam lingkup kelas jasa.

Selain dengan menentukan

kriteria-kriteria tersebut di atas,

perlu juga berpedoman pada pasal

8 ayat (3) Undang-Undang Merek

No. 15 Tahun 2001 “Kelas barang

atau jasa sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur lebih lanjut

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

24

dengan Peraturan Pemerintah”.23

Peraturan Pemerintah yang

dimaksud di sini adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993

tentang Daftar Kelas Barang atau

Jasa, yang memasukkan atau

memuat beberapa jenis kelas

barang maupun kelas jasa seperti

ketentuan dalam undang-undang

merek di Indonesia.

■ Kesimpulan

Khususnya di Indonesia,

definisi atau konsep hukum tentang

nama perseroan hingga saat ini

belum dapat ditemui secara jelas dan

rinci. Pada regulasi atau perundang-

undangan tentang perseroan terbatas,

yakni undang-undang nomor 1 tahun

1995 penjelasan perihal definisi atau

konsep dan persyaratan bagi suatu

nama perseroan yang dapat atau

tidak dapat digunakan hanya

dijelaskan secara singkat, dan

selanjutnya diatur dalam suatu

peraturan pelaksanaannya yaitu

dalam suatu Peraturan Pemerintah.

Sementara itu Peraturan Pemerintah

nomor 26 Tahun 1998 sebagai

peraturan pelaksanaan yang

disebutkan dalam UUPT tersebut

hanya diberikan suatu ketentuan

yang memberikan penjelasan

mengenai persyaratan pemakaian

suatu nama perseroan serta

definisinya yang sangat singkat tidak

seperti halnya pemberian definisi

atau konsep hukum pada merek yang

diberikan dalam undang-undang

merek. Walaupun di Indonesia telah

mengatur secara khusus ketentuan

bagi merek, namun regulasi yang

mengatur perihal nama perusahaan

secara khusus seperti

23 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit,

Pasal 8 ayat (3)

“Handlesnaamwet” yang ada di

negara Belanda tidak diberlakukan,

sehingga terkesan tidak terdapat

suatu pembedaan yang cukup

signifikan antara merek perusahaan

dan nama perusahaan.

Fungsi merek adalah untuk

membedakan atau mempribadikan

suatu barang atau jasa dengan barang

atau jasa yang sejenis yang

digunakan dalam usaha perdagangan.

Sedangkan fungsi dari nama

perusahaan adalah untuk

membedakan atau mempribadikan

suatu perusahaan dengan perusahaan

lainnya yang bergerak pada bidang

usaha yang sejenis.

Selain berfungsi untuk

memberikan suatu perbedaan atau

mempribadikan sesuatu yang sejenis,

merek dan nama perusahaan juga

dapat disebut sebagai asset kekayaan

suatu perusahaan yang sangat

berharga, oleh sebab itu bila definisi

atau konsep hukum pada keduanya

tidak diberikan secara jelas dan rinci,

maka dapat dipastikan kedua obyek

tersebut akan mengalami suatu

kerancuan dalam

mengimplementasikannya di

lapangan.

Perlunya memberikan

perbedaan definisi atau konsep

hukum antara merek dan nama

perusahaan adalah untuk pencegahan

persaingan usaha tidak sehat yang

terjadi di lapangan untuk

menghilangkan kerancuan dalam

mengim-plementasikan kedua obyek

yang terkait dalam praktek hukum.

Pemberian perbedaan

secara jelas dan rinci pada regulasi

yang mengatur merek dan nama

perusahaan akan dapat

menanggulangi kemungkinan buruk

yang terjadi di dalam praktek hukum.

■ Saran

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

25

Mengingat antara merek dan

nama perusahaan memiliki

persamaan dalam implementasinya

di lapangan, serta merupakan asset

kekayaan perusahaan yang sangat

relevan dengan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat dalam dunia

perdagangan bila disalah gunakan

oleh pihak yang memiliki itikad tidak

baik untuk menggunakannya, maka

di sini penulis ingin menyampaikan

beberapa saran terkait dengan kurang

rinci dan jelasnya pemberian

perbedaan definisi atau konsep

hukum merek dan nama perusahaan

yang menyebabkan kerancuan dalam

implementasinya.

Ke depan, perlu bagi

Indonesia untuk memiliki peraturan

khusus yang mengatur tentang nama

perusahaan, seperti

“Handlesnaamwet” yang berlaku di

Belanda, hal ini sangat penting,

sebab dengan adanya regulasi khusus

yang mengatur nama perusahaan

tersebut, maka antara merek dan

nama perusahaan tidak lagi

mengalami kerancuan implementasi

dalam praktek hukum.

Dalam membuat regulasi

khusus yang mengatur tentang nama

perusahaan-perusahaan tersebut,

hendaknya pemerintah dalam hal ini

pihak yang berwenang

merancangnya dengan

mencantumkan beberapa unsur yang

ada pada nama perusahaan itu,

seperti layaknya unsur-unsur yang

terdapat dalam merek yang telah

diberikan pada undang-undang

merek, sehingga dapat memberikan

perbedaan yang cukup signifikan

antara kedua obyek tersebut.

Pemberian perlindungan

hukum atas merek dan nama

perusahaan perlu ditingkatkan, hal

tersebut dapat dilakukan dengan cara

memberikan pembelajaran secara

khusus pada setiap aparat penegak

hukum “law inforcement” yang

berwenang dan terkait dengan

masalah tersebut, supaya dalam

memberikan suatu penyuluhan atau

pengertian dalam masyarakat

khususnya bagi pihak pemilik hak

yang sah atas kedua obyek atau

dalam hal ini para pengusaha, dapat

dilakukan dengan jelas atau rinci,

baik dan benar, sehingga masyarakat

tidak lagi mengalami suatu

kerancuan atau kebingungan dalam

memberikan pengertian bagi merek

dan nama perusahaan.

Selama belum dibentuk

suatu undang-undang yang mengatur

secara khusus tentang ketentuan

nama perusahaan seperti layaknya

“Handlesnaamwet” yang ada di

negara Belanda, maka regulasi yang

menjadi pedoman atau pegangan

nampaknya adalah undang-undang

merek.

Catatan

1. R. Soekardono, Hukum Dagang

Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8,

Dian Rakyat, Jakarta, 1983,

hal:149.

2. Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok

Hukum Perniagaan, Djambatan,

Jakarta, 1962, hal. 80.

3. H.Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak

Kekayaan Intelektual

(Intellectual Property Rights),

Cetakan ke-3 Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2003, hal : 345.

4. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001 No. 110,

Undang-Undang No. 15 Tahun

2001, Tentang Merek, Jakarta, 1

Agustus 2001, Bagian

“Menimbang” Butir a.

5. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, Undang-

undang merek No. 15, Op. Cit,

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

26

Pasal 1 Angka 2 dan 3.

6. Sudargo Gautama, Hukum Merek

Indonesia, Cetakan ke-2, Alumni,

Bandung 1986, Hal: 141-142.

7. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, Undang-

Undang merek No. 15, Op. Cit,

Pasal 1 angka 4.

8. Muhamad Djumhana dan R.

Djubaedillah, Hak Milik

Intelektual (Sejarah, Teori dan

Prakteknya di Indonesia), Edisi

Revisi, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2003. hal : 171.

9. Sudargo Gautama, Hukum Merek

Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1989, hal: 23.

10. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 1995 No. 13,

Undang-Undang No. 1 Tahun

1995, Tentang Perseroan

Terbatas, Jakarta, 7 Maret 1995,

Pasal 13 angka 4.

11. Peraturan Pemerintah nomor 26

tahun 1998 tentang Pemakaian

Nama Perseroan Terbatas pasal

1 angka1.

12. Anisitus Amanat, 1997,

Pembahasan Undang-Undang

Perseroan Terbatas Nomor 1

Tahun 1995 & Penerapannya

Dalam Akta Notaris, Raja

Grafindo, Jakarta, Hal.25

13. H.M.N. Purwosutjipto, 1985,

Pengertian Pokok Hukum

Dagang Indonesia 1 (pengertian

dasar hukum dagang),

Djambatan, Jakarta, Cetakan ke-

5, Hal.80

14. Sudargo Gautama, 1989, Hukum

Merek Indonesia, Citra Aditya

Bakti, Bandung, Hal:23

15. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2007 No. 106,

Undang-Undang No. 40 Tahun

2007, Tentang Perseroan

Terbatas, Jakarta, 16 Agustus

2007, Pasal 16

16. Sujud Margono dan Amir

Angkasa, Komersialisasi Asset

Intelektual Aspek Hukum Bisnis,

Gramedia Widia Sarana

Indonesia, Jakarta, 2002, hal.

160.

17. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, UU No. 15,

Jakarta, Op.Cit, Pasal 91

18. M. Yahya Harahap, SH. Tinjauan

Merek Secara Umum dan Hukum

Merek di Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang No. 19 Tahun

1992, Citra Aditya Bakti,

Bandung. 1996, hal 243

19. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, UU No. 15,

Jakarta, Op.Cit, Pasal 89

20. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, UU No. 15,

Jakarta, Op.Cit, Pasal 76

21. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,

Kitab Undang-undang Hukum

Perdata, Edisi revisi, Pradnya

Paramitha, Bandung, 1989 pasal

1365

22. Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, UU No. 15,

Jakarta, Op.Cit, Pasal 90 & 91

23. Republik Indonesia,

Lembaran Negara Tahun

2001, UU No. 15, Jakarta,

Op.Cit, Pasal 8 ayat (3)

Referensi

1. R. Soekardono, Hukum Dagang

Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8,

Dian Rakyat, Jakarta, 1983.

2. Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok

Hukum Perniagaan, Djambatan,

Jakarta, 1962.

3. H.Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak

Kekayaan Intelektual

(Intellectual Property Rights),

Cetakan ke-3 Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2003.

4. Undang-Undang No. 15 Tahun

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember

2012

27

2001, Tentang Merek.

5. Sudargo Gautama, Hukum Merek

Indonesia, Cetakan ke-2, Alumni,

Bandung 1986.

6. Muhamad Djumhana dan R.

Djubaedillah, Hak Milik

Intelektual (Sejarah, Teori dan

Prakteknya di Indonesia), Edisi

Revisi, Citra Aditya Bakti,

Bandung.

7. Sudargo Gautama, Hukum Merek

Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1989.

8. Undang-Undang No. 1 Tahun

1995, Tentang Perseroan

Terbatas.

9. Peraturan Pemerintah nomor 26

tahun 1998 tentang Pemakaian

Nama Perseroan Terbatas.

10.Anisitus Amanat, 1997,

Pembahasan Undang-Undang

Perseroan Terbatas Nomor 1

Tahun 1995 & Penerapannya

Dalam Akta Notaris, Raja

Grafindo, Jakarta.

11.H.M.N. Purwosutjipto, 1985,

Pengertian Pokok Hukum

Dagang Indonesia 1 (pengertian

dasar hukum dagang),

Djambatan.

12.Undang-Undang No. 40 Tahun

2007, Tentang Perseroan

Terbatas.

13.Sujud Margono dan Amir

Angkasa, Komersialisasi Asset

Intelektual Aspek Hukum Bisnis,

Gramedia Widia Sarana

Indonesia, Jakarta, 2002.

14.M. Yahya Harahap, SH. Tinjauan

Merek Secara Umum dan Hukum

Merek di Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang No. 19 Tahun

1992, Citra Aditya Bakti,

Bandung. 1996.

15.R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,

Kitab Undang-undang Hukum

Perdata, Edisi revisi, Pradnya

Paramitha, Bandung, 1989.