Centella asiatica) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK … · mikrokapsul pegagan terhadap mutu...
Transcript of Centella asiatica) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK … · mikrokapsul pegagan terhadap mutu...
1
PEMBUATAN ROTI KERING (BAGELEN) PEGAGAN
(Centella asiatica) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK
LANSIA
ANNISA RIZKI ARSYAF
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
2
ABSTRACT
ANNISA RIZKI ARSYAF. Processing of Dried Bread (Bagelen) Mixed with
Pegagan as A Functional Food for Elderly. Supervised by Sri Anna Marliyati
Pegagan (Centella asiatca) is a herbal plant that can be used to reduce
symptoms of dementia. The objective of this study was to develop dried bread
(bagelen) mixed with pegagan (Centella asiatica) as a functional food for erlderly.
Formula of this dried bread (bagelen) product was determined based on the type
and the level of pegagan added. The type of pegagan were in the form of powder
and microcapsule. The level of pegagan added were 0%, 5%, 10%, 15%, and
20%. The best product was chosen by organoleptic test. The chosen product was
dried bread (bagelen) with 5% of pegagan (Centella asiatica) added in
microcapsule form. The dried bread (bagelen) pegagan contained of 2,60%
water, 8,28% protein, 33,01% fat, 54,69% carbohydrate, 549 kcal, and 79,67 ppm
asiatic acid.
Keywords: Centella asiatica, bagelen pegagan, functional food, elderly.
3
RINGKASAN
ANNISA RIZKI ARSYAF. Pembuatan Roti Bagelen Pegagan (Centella asiatica)
sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia. Dibimbing oleh Sri Anna Marliyati
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pembuatan roti
bagelen pegagan (Centella asiatica) sebagai pangan fungsional untuk lansia.
Tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui kandungan zat gizi daun dan serbuk
pegagan, meliputi kadar air, karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, asiatic acid,
vitamin (β-karoten, dan C), dan mineral (Fe, Ca, dan Se); (2) Mempelajari proses
pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan dengan metode spray drying dan
menganalisis kadar air, kelarutan dalam air, kadar asam asiatik sebelum dan
sesudah mikroenkapsulasi serta struktur mikrokapsul dengan Scanning Electron
Microscope (SEM); (3) Mengetahui formula terbaik dalam pembuatan roti
bagelen berbasis pegagan (Centella asiatica); (4) Mengkaji pengaruh serbuk dan
mikrokapsul pegagan terhadap mutu organoleptik dan daya terima formula roti
bagelen; (5) Mengkaji kadar asiatic acid, kadar serat pangan, kadar air, kadar
protein, kadar lemak, dan karbohidrat roti bagelen terpilih.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan merupakan tahapan persiapan
bahan dalam pembuatan roti bagelen pegagan yang meliputi: (1) analisis
kandungan zat gizi dan bahan aktif daun pegagan segar, (2) pembuatan serbuk,
ekstrak pegagan, dan mikrokapsul ekstrak pegagan, (3) menganalisis kandungan
gizi serbuk pegagan dan bahan aktif mikrokapsul ekstrak pegagan. Penelitian
utama dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) formulasi roti bagelen dari mikrokapsul
ekstrak pegagan dan serbuk pegagan, (2) uji organoleptik roti bagelen, dan (3)
analisis kandungan zat gizi, bahan aktif, dan sifat fisik roti bagelen terpilih.
Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan yaitu
jenis serbuk dan konsentrasi serbuk. Jenis serbuk yang digunakan terdiri dari
dua taraf yaitu serbuk daun pegagan dan mikrokapsul pegagan. Konsentrasi
yang diberikan terdiri dari lima taraf yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Data
diolah menggunakan software Microsoft Excell dan Statistical Product and
Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows dan S.A.S 9.1.3 portable.
Kandungan zat gizi yang terdapat pada daun pegagan segar dalam basis
kering adalah sebagai berikut 79,63% air; 22,5% protein; 6,3% lemak; 1,0% abu;
59,2% karbohidrat; 3,2% asam asiatik; 388,5mg/100g vitamin C; 435,7ppm β-
karoten; 212,4mg/100g zat besi; 9.790,3mg/100g kalsium; dan 22,3mcg/100g
selenium. Pegagan segar dikeringkan menggunakan oven blower dan
dikeringkan di rumah kaca. Kandungan zat gizi serbuk pegagan dalam basis
kering menjadi 7,31% air; 21,70% protein; 4,74% lemak; 15,37% abu; 58,19%
karbohidrat; 6,03% asam asiatik; 264,61mg/100g vitamin C; 342,60 ppm β-
karoten; 40,99mg/100g zat besi; 2.363,80mg/100g kalsium; dan 36,06mcg/100g
selenium sedangkan pengeringan dengan cara dikeringkan di rumah kaca
menghasilkan pegagan kering dengan kandungan gizi dalam basis kering yaitu
4
6,39% air; 28,59% protein; 1,03% lemak; 17,89% abu; 52,49% karbohidrat;
1,10% asam asiatik; 69,59mg/100g vitamin C; 469,32ppm β-karoten;
40,03mg/100g zat besi; 2.882,16mg/100g kalsium; dan 31,03mcg/100g selenium.
Mikroenkapsulasi menggunakan metode spray drying dengan bahan
penyalut adalah maltodekstrin dan natrium kaseinat dengan perbandingan 80:20.
Mikrokapsul terpilih adalah mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 15% yang
memiliki bentuk mikrostruktur yang bulat utuh, memiliki kadar air 4,84%,
kelarutan dalam air sebesar 98,34% dan kandungan asam asiatik sebesar
0,08%.
Formula roti bagelen terpilih adalah campuran dari tepung terigu 500
gram, ragi 11 gram, 70 gram gula, bread improver 2 gram, susu bubuk 14 gram,
susu cair 100 gram, kuning telur 57 gram, mentega 70 gram dan air es 150 gram.
Hasil sidik ragam pada uji hedonik menunjukkan bahwa jenis pegagan,
konsentrasi pegagan dan interaksi antara jenis dan konsentrasi pegagan
berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis untuk parameter warna, aroma,
rasa dan tekstur bagelen pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma rasa dan tektur berbeda
secara nyata antara bagelen serbuk pegagan dan bagelen mikrokapsul pegagan
pada p<0,05, sedangkan tingkat kesukaan panelis berbeda secara nyata hanya
pada parameter aroma dan rasa untuk bagelen dengan konsentrasi pegagan 0%
(kontrol), 5%, 10%, 15%, dan 20%. Hasil sidik ragam pada uji mutu hedonik
menunjukkan bahwa jenis pegagan, konsentrasi pegagan dan interaksi antara
jenis dan konsentrasi pegagan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan
mutu panelis untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur bagelen pada
p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa tingkat kesukaan mutu
panelis terhadap warna, aroma rasa dan tektur berbeda secara nyata antara
bagelen serbuk pegagan dan bagelen mikrokapsul pegagan pada p<0,05
sedangkan tingkat kesukaan mutu panelis berbeda secara nyata hanya pada
parameter warna, aroma dan rasa untuk bagelen dengan konsentrasi pegagan
0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Roti bagelen terpilih adalah roti bagelen yang
memiliki penilaian kesukaan dan mutu kesukaan panelis tertinggi pada
konsentrasi dan jenis pegagannya. Berdasarkan kriteria tersebut didapatkan roti
bagelen 5% mikrokapsul pegagan sebagai roti bagelen pegagan terpilih.
Roti bagelen pegagan terpilih memiliki karakteristik volume spesifik
adonan sebesar 2,89 ml/g, volume spesifik roti sebesar 2,29 ml/g, rasio
pengembangan sebesar 0,73, dan kerenyahan 1.255 gf. Selain itu, roti bagelen
pegagan memiliki kandungan gizi sebagai berikut 2,60% air, 8,28% protein,
33,01% lemak, 54,69% karbohidrat, 549 kilo kalori, dan 79,67 ppm asam asiatik.
Roti bagelen dapat dijadikan alternatif kudapan untuk lansia dengan takaran saji
50g atau setara dengan 6 keping bagelen pegagan. Bagelen pegagan setiap
serving size memberikan kontribusi asam asiatik sebesar 0,16% terhadap
kebutuhan asam asiatik sehari pada laki-laki untuk meningkatkan fungsi kognitif,
sedangkan untuk wanita berkontribusi sebesar 0,18%. Selain itu juga memiliki
kontribusi energi sebesar 11,70% hingga 15,71% sedangkan kontribusi protein,
lemak dan karbohidrat kurang dari 10% terhadap AKG setiap kali makan.
5
PEMBUATAN ROTI KERING (BAGELEN) PEGAGAN
(Centella asiatica) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK
LANSIA
ANNISA RIZKI ARSYAF
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
6
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pembuatan Roti Kering (Bagelen) Pegagan (Centella asiatica)
sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia
Nama : Annisa Rizki Arsyaf
NRP : I14070097
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si NIP. 19600205 198903 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi setiawan, MS NIP. 19621218 119870 1 001
Tanggal Lulus:
7
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia-
Nya, skripsi berjudul “Pembuatan Roti Kering (Bagelen) Pegagan (Centella
Asiatica) sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia” ini dapat diselesaikan
untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi. selaku dosen pembimbing untuk
kesabarannya dalam membimbing, memberi arahan, masukan, serta
saran yang sangat berarti bagi penulis selama penyusunan tugas akhir
ini.
2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS. sebagai dosen pemandu seminar dan penguji
atas masukan dan saran yang berguna untuk kesempurnaan skripsi.
3. M.Syafrudin dan Sugiarti sebagai orang tua yang senantiasa memberikan
doa, semangat dan menjadi sumber motivasi bagi penulis, juga kepada
kakak, adik, serta keluarga besar yang selalu memberi semangat,
dukungan, dan motivasi bagi penulis.
4. Bapak Iskandar Mirza, Ibu Sri Yuliani, Ibu Ira Mulyawanti, dan Mba Zulya
Erda atas bantuan dan masukan yang berharga.
5. Badan Litbang Pertanian atas dana DIPA tahun anggaran 2011 sehingga
penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
6. Mba Ika, Mba Lena Bapak Tri, Bapak Adhom, Bapak Sis, Bapak Idris dan
seluruh teknisi serta peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen, Cimanggu, Bogor atas masukan, dukungan, dan
bimbingannya yang sangat berharga.
7. Syifa Aulia Ayuning Ratri, teman seperjuangan selama penelitian atas
kerjasama, doa, dukungan, saran, kritikan, dan motivasinya.
8. Ika Puspita Sari dan Zalzilatul hikmia untuk hiburan, motivasi, kritik, dan
sarannya yang berarti bagi penulis.
9. Khusnul khotimah, Debby Endayani Safitri, Ayuningtyas Nur Husna Putri,
Rizky Agnestya Andhini, dan Early Fajarina untuk motivasi, saran, dan
doanya.
10. Teman-teman ‘Nabila’ Yenni Awadipura, Rini Dwi Kusumawati, Alifah
Nuru Fajarani, Esti, Pipit, Hera, Nurus, Vivi, dan Rima atas dukungannya.
8
11. Teman-teman pembahas seminar, teman-teman Luminaire (GM 44) atas
dukungan dan semangatnya selama ini, kepada adik-adik GM 45 dan
semua pihak yang turut membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih memiliki
kekurangan. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis, khususnya, dan semua pihak pada umumnya.
Amin.
Bogor, Maret 2012
Penulis
9
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan
M.Syafrudin dan Sugiarti pada tanggal 16 Januari 1990 di Serang, Banten.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Busthanul Athfal Aisyiyah (1995),
SD Muhammadiyah Serang (2001), SMPN 2 Serang (2004), dan SMAN 1
Serang (2007). Tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI).
Setelah melewati masa Tahap Persiapan Bersama (TPB) penulis masuk
ke Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama masa
perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kepanitiaan seperti
Be a Good Journalistic (2008), IPB Green Festival (2009), Samisaena (2009),
E’Spent (2010), Senzational (2010), dan lain-lain.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................... 1
Tujuan Umum ............................................................................................... 1
Tujuan Khusus .............................................................................................. 1
Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
Pegagan ............................................................................................................ 3
Mikroenkapsulasi ............................................................................................... 5
Scanning Electron Microscope .......................................................................... 7
Pangan Fungsional............................................................................................ 7
Roti Bagelen ...................................................................................................... 8
Metode Conventional Straight Dough .............................................................. 10
Lansia (Lanjut Usia)......................................................................................... 11
METODE PENELITIAN ..................................................................................... 13
Waktu dan Tempat .......................................................................................... 13
Bahan dan Alat ................................................................................................ 13
Tahapan Penelitian.......................................................................................... 13
Penelitian Pendahuluan .............................................................................. 14
Penelitian Utama......................................................................................... 17
Rancangan Percobaan .................................................................................... 18
Pengolahan dan Analisis Data ......................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 20
Kandungan Gizi Pegagan Segar ..................................................................... 20
Proses Pembuatan Serbuk Pegagan ............................................................... 21
Pembuatan Mikrokapsul Pegagan ................................................................... 22
Sifat Fisik dan Kimia Pegagan Kering .............................................................. 24
Rendemen .................................................................................................. 25
Warna Daun Pegagan Kering Oven Blower ................................................ 25
ii
Kandungan Gizi dan Bahan Aktif Daun Pegagan Kering ............................. 26
Sifat Fisik dan Kimia Mikrokapsul Pegagan ..................................................... 31
Warna Mikrokapsul Pegagan ...................................................................... 32
Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Mikrokapsul Pegagan ............. 32
Kadar Air Mikrokapsul Pegagan .................................................................. 34
Kelarutan Mikrokapsul Pegagan Dalam Air ................................................. 34
Kandungan Asam Asiatik Mikrokapsul Pegagan ......................................... 35
Formulasi Bagelen Pegagan ........................................................................... 35
Hasil Uji Organoleptik Bagelen ........................................................................ 36
Hasil Uji Organoleptik Bagelen Pegagan Terpilih ............................................ 41
Analisis Sifat Fisik Dan Kimia Bagelen Pegagan Terpilih ................................. 44
Analisis Biaya per Kandungan Gizi Bagelen Pegagan ..................................... 48
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53
LAMPIRAN ........................................................................................................ 58
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan zat gizi pegagan dalam 100 gram .................................................. 4
2 Kandungan gizi per 100 gram daun pegagan segar ........................................ 20
3 Nilai rata-rata rendemen pengeringan oven blower ......................................... 25
4 Hasil pengukuran warna daun kering .............................................................. 26
5 Kandungan gizi daun pegagan kering ............................................................. 26
6 Rendemen mikrokapsul pegagan.................................................................... 31
7 Hasil analisis warna mikrokapsul pegagan ...................................................... 32
8 Kadar air mikrokapsul pegagan ...................................................................... 34
9 Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air .............................................. 35
10 Kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan ............................................ 35
11 Formula Bagelen Pegagan ........................................................................... 36
12 Data rata-rata hasil uji hedonik bagelen pegagan ......................................... 37
13 Data rata-rata hasil uji mutu hedonik bagelen pegagan ................................ 39
14 Kandungan zat gizi dan energi per 100g bagelen ......................................... 46
15 Kontribusi zat gizi bagelen pegagan per serving size .................................... 48
16 Harga Bagelen pegagan dan komersil per takaran saji (50g) ........................ 49
17 Harga kandungan energi dan asam asiatik bagelen pegagan dan komersil .. 49
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman Pegagan ........................................................................................... 3
2 Diagram alir penelitian .................................................................................... 14
3 Diagram alir mikroenkapsulasi ekstrak pegagan dengan spray drying ............ 16
4 Diagram alir pembuatan roti kering pegagan................................................... 17
5 Oven blower.................................................................................................... 21
6 Hasil SEM mikrokapsul pegagan berbagai perlakuan (300:1) ......................... 33
7 Bagelen Pegagan Mikrokapsul 5% ................................................................. 41
8 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap warna
bagelen pegagan terpilih ................................................................................. 42
9 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap aroma
bagelen pegagan terpilih ................................................................................. 42
10 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap rasa
bagelen pegagan terpilih ................................................................................. 43
11 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur
bagelen pegagan terpilih ................................................................................. 44
12 Roti bagelen pegagan setelah pemanggangan pertama ............................... 44
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur Analisis ........................................................................................... 59
2 Form Organoleptik ......................................................................................... 67
3 Kandungan gizi daun pegagan segar .............................................................. 70
4 Kandungan gizi daun pegagan kering oven blower 550C ................................ 70
5 Hasil analisis kimia dan fisik mikrokapsul ........................................................ 70
6 Hasil Analisis Anova ....................................................................................... 72
7 Hasil uji fisik bagelen pegagan terpilih ............................................................ 78
8 Hasil analisis kandungan gizi bagelen pegagan .............................................. 79
9 Analisis Kontribusi Zat Gizi ............................................................................. 79
10 Analisis biaya pembuatan bagelen pegagan ................................................. 80
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin
meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Usia harapan hidup yang terus
meningkat juga akan meningkatkan jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun.
Populasi penduduk lansia di Indonesia meningkat dari 4.48% tahun 1971 (5.3
juta) menjadi 9.77% pada tahun 2010 (23.9 juta). Menurut Sunusi (2006) dalam
Fatmah (2010) pada tahun 2020 diprediksi akan terjadi ledakan jumlah penduduk
lansia sebesar 11.34% atau sekitar 28.8 juta. Jumlah lansia yang cukup tinggi ini
yang menjadikan lansia sebagai kelompok penduduk yang memerlukan
perhatian yang lebih, terutama kesehatan fisik dan mentalnya.
Menurut Arisman (2004), lansia dibagi menjadi dua kategori yaitu young
elderly (65-74) dan older elderly (lebih dari 75 tahun). Seorang yang termasuk
dalam kategori lansia baik young elderly maupun older elderly akan banyak
mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun mental (Wirakusumah 2002).
Perubahan fisik yang dialami oleh lansia dapat ditandai dengan terjadinya
gangguan kesehatan akibat proses degeneratif. Menurut Nugroho (1995)
penyakit yang diderita oleh lansia di Indonesia meliputi sistem pernapasan,
sistem kardiovaskuler, penyakit pencernaan makanan, penyakit gangguan
metabolik dan endokrin, penyakit persendian dan tulang serta penyakit
kepikunan.
Pikun adalah gangguan berupa penurunan fungsi di bidang kognitif
(kesadaran) seperti daya ingat dan daya pikir lainnya. Kondisi ini menyebabkan
penderitanya sulit untuk mempelajari hal baru, menyebut nama, benda, mencari
kata-kata untuk diucapkan, kemampuan mengenali ruang, waktu, benda/orang,
hitung menghitung (kalkulasi), dan kemampuan membuat perencanaan.
Kemunduran fungsi kognitif (perasaan, pikiran, dan ingatan) atau kepikunan ini
lazimnya dimulai pada usia antara 40 tahun hingga 90 tahun (Tapan 2005).
Masalah kepikunan terjadi akibat faktor organik seperti kekurangan vitamin,
infeksi, keracunan obat, cedera/trauma kepala atau depresi (Yani 2010).
Kepikunan dapat dihindari dengan menghindari stress, melakukan gaya
hidup sehat, dan membiasakan untuk melatih otak. Selain itu, mengonsumsi
berbagai pangan yang dapat meningkatkan daya ingat juga dapat dilakukan
untuk meminimalisasi terjadinya kepikunan secara dini. Salah satu bahan
1
pangan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya ingat adalah
pegagan.
Menurut Lasmadiwati et al. (2004), pegagan berasa manis, bersifat
mendinginkan, berfungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah,
peluruh kencing (diuretika), penurun panas (antipiretika), menghentikan
pendarahan (hemostatika), meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik,
antiplasma, antiinflamasi, hipotensif, insektisida, antialergi dan simultan.
Kandungan triterpen sebagai salah satu kandungan utama dalam pegagan
diyakini dapat meningkatkan fungsi kognitif. Rao et al. (2007) menyatakan bahwa
penggunaan Centella asiatica dapat meningkatkan fungsi kognitif.
Pegagan akhir-akhir ini telah banyak diteliti dan dikembangkan kedalam
berbagai produk dengan berbagai keunggulan. Mengingat salah satu khasiat dari
pegagan ini adalah meningkatkan daya ingat maka peneliti ingin
mengembangkan produk roti bagelen pegagan sebagai pangan fungsional yang
dapat meningkatkan daya ingat pada lansia.
Roti bagelen merupakan produk olahan roti yang berupa roti kering yang
banyak disukai. Roti bagelen pegagan ini lah yang diharapkan mampu menjadi
pangan fungsional yang mudah dikonsumsi dan berfungsi sebagai peningkat
daya ingat pada lansia.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pembuatan roti
bagelen pegagan (Centella asiatica) sebagai pangan fungsional untuk lansia.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengkaji kandungan zat gizi daun dan serbuk pegagan, meliputi kadar
air, karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, asiatic acid, vitamin (β-
karoten, dan C), dan mineral (Fe, Ca, dan Se).
2. Mempelajari proses pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan dengan
metode spray drying dan menganalisis kadar air, kelarutan dalam air,
kadar asam asiatik mikrokapsul serta struktur mikrokapsul dengan
Scanning Electron Microscope (SEM).
3. Menentukan formula terbaik dalam pembuatan roti bagelen berbasis
pegagan (Centella asiatica).
2
4. Mengkaji pengaruh serbuk dan mikrokapsul pegagan terhadap mutu
organoleptik dan daya terima formula roti bagelen.
5. Mengkaji kadar asiatic acid, kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan
karbohidrat roti bagelen terpilih.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai alternatif
pengolahan produk makanan kudapan untuk lansia berbasis tanaman pegagan,
dan juga sebagai bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Pegagan
Pegagan (Centella asiatika) termasuk salah satu tumbuhan yang paling
banyak dipakai sebagai bahan ramuan obat tradisional. Cantella asiatika berasal
dari daerah Asia tropik dan tumbuh bear di berbagai Negara seperti Filipina,
Cina, India, Sri Langka, Madagaskar, Afrika, dan Indonesia. Di Indonesia
tumbuhan ini dikenal dengan berbagai macam nama sesuai dengan daerah
tempat tumbuhnya. Di Jakarta misalnya tumbuhan ini disebut pegagan, di Sunda
antanan, di Sumatra daun kaki kuda, di Madura tikusan, di Jawa gagan-gagan
dan di Bali piduh (Santa dan Prajogo 1992). Gambar 1 menunjukkan gambar
tanaman pegagan.
Gambar 1 Tanaman Pegagan
Pegagan termasuk tanaman tahunan daerah tropis yang berbunga
sepanjang tahun. Tanaman ini tumbuh menjalar di atas permukaan tanah.
Bentuk daunnya seperti ginjal, bertangkai panjang dan tepinya bergerigi.
Pegagan menyukai tanah yang lembab dan cukup sinar matahari atau tempat
teduh (Sa’adah 2007). Menurut Januwati dan Yusron (2005), pegagan tumbuh
dengan baik yang ditandai dengan daunnya yang besar dan tebal karena
ditanam pada tempat yang intensitas cahayanya 30-40%.
Sa’adah (2007) menyatakan bahwa pegagan banyak ditemukan tumbuh
liar di tepi kebun, padang rumput, tepi sawah atau di pekarangan rumah,
sedangkan menurut Winarto dan Surbakti (2005), pegagan tumbuh di daerah
dengan ketinggian lebih dari 500 m dpl dengan kelembapan udara yang
diinginkan 70-90%, memiliki temperatur udara antara 20-250C dan tingkat
keasaman tanah netral (pH) antara 6-7.
4
Mutu hasil panen pegagan dapat ditentukan berdasarkan derajat
kematangan pada waktu pemanenan. Pemanenan pegagan dapat dilakukan
setelah pegagan berumur 3-4 bulan dengan cara memangkas bagian batang
daun dan batang daunnya (Dalimartha 1999).
Kandungan Gizi Pegagan
Pegagan mengandung berbagai zat kimia yang bermanfaat bagi manusia.
Berbagai kandungan kimia yang sudah diketahui antara lain asiaticoside,
thankuside, isothankuside, madecassiside, brahmaside, brahmic acid, modasiatic
acid, meso-inosetol, centellose, carotenoids, garam K, Na, Ca, Fe, vellarine,
tannin, mucilage, resin, pectin, gula, protein, fosfor, dan vitamin B. Pegagan juga
mengandung sedikit vitamin C dan sedikit minyak atsiri (Winarto & Surbakti
2005). Tabel 1 menunjukkan kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram
pegagan.
Tabel 1 Kandungan zat gizi pegagan dalam 100 gram Zat gizi Jumlah
Proksimat (per 100 g berat segar):
Energi (Kal) 34
Kadar air (g) 89,3
Protein (g) 1,6
Lemak (g) 0,6
Serat (g) 2,0
Kadar abu (g) 1,6
Karbohidrat (g) 6,9
Sumber: Pramono (1992)
Menurut Mahendra dan Rachmawati (2007), pegagan memiliki fungsi
sebagai anti infeksi, anti racun, penurun panas, peluruh air seni (diuretikum),
antilepra, antisifilis, dan sekaligus merevitalisasi sel kulit. Winarto dan Surbakti
(2005) menambahkan bahwa pegagan dapat digunakan sebagai brain tonic atau
obat antilupa bagi orang dewasa dan manula (manusia usia lanjut). Hal ini sesuai
dengan penelitian Annisa (2006) bahwa ekstrak daun pegagan dapat
meningkatkan fungsi kognitif pada hewan coba. Meskipun demikian, dalam hal ini
pegagan hanya berfungsi sebagai penunjang. Tubuh tetap perlu mengonsumsi
makanan yang sehat dan sempurna untuk menjaga stamina tubuh dan
membentuk jaringan otak agar tetap pintar.
5
Mikroenkapsulasi
Yoshizawa (2002) dalam Wawensyah (2006) menyatakan bahwa
mikroenkapsulasi adalah tekhnik yang digunakan untuk membungkus suatu
senyawa dengan menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat
kecil dengan diameter rata-rata 15-20 mikron atau kurang dari setengah diameter
rambut manusia. Menurut Rosenberg et al. (1990) mikroenkapsulasi adalah
proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan atau cair
dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus yang membuat partikel-
partikel inti mempunyai sifat kimia dan fisika seperti yang dikehendaki. Bahan
yang disalut tersebut umunya disebut sebagai bahan-bahan inti atau bahan aktif,
sedangkan struktur yang menyelimuti bahan inti disebut dinding yang berguna
melindungi inti dari kerusakan dan pelepasan inti dari penyalut (Young et al.
1993).
King (1995) menyatakan bahwa apabila ukuran partikel >5000 µm disebut
makrokapsul, untuk ukuran partikel antara 0,2 sampai 5000 µm disebut
mikrokapsul, sedangkan bila ukuran partikel <0,2 µm disebut nanokapsul.
Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung kepada teknik
pembuatannya, jenis bahan inti dan polimer (bahan penyalut) yang digunakan
(Jackson & Lee 1991).
Kegunaan dari menggunakan teknik ini antara lain untuk mengendalikan
pelepasan senyawa, membuat senyawa aktif menjadi lebih mudah dan aman
untuk digunakan, melindungi senyawa yang peka terhadap lingkungan dan
mengubah senyawa dari cair menjadi padat (Yoshizawa 2002 dalam Wawensyah
2006). Menurut Koswara (1995) keuntungan yang dapat diperoleh dengan
proses mikroenkapsulasi ini antara lain adalah mudah dalam pengolahan
lanjutan, mudah digunakan dalam pencampuran produk, bebas dari mikroba dan
serangga, berkadar air rendah, flavor terlindungi dari perubahan destruktif
(penguapan) dalam masa penyimpanan yang lama, serta dapat menghasilkan
produk dengan kualitas flavor yang distandarisasi. Mikroenkapsulasi dilakukan
diantaranya untuk melindungi inti dari degradasi dengan mengurangi reaksi inti
dengan lingkungan luar, mengurangi laju evaporasi atau laju transfer inti ke
lingkungan luar serta karakteristik bahan asal dapat dimodifikasi dan menjadi
bahan yang mudah ditangani.
Mikroenkapsulasi biasa digunakan pada berbagai aplikasi, umumnya
dalam menspray makanan. Risch (1995) menyatakan bahwa mikroenkapsulasi
6
banyak digunakan untuk mempertahankan flavor, asam, lipid, enzim,
mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang,
pewarna dan garam.
Bakan (1973) dalam Desmawarni (2007) menyatakan bahwa
keberhasilan suatu mikroenkapsulasi dari sifat mikrokapsul yang dihasilkan
dipengaruhi oleh parameter penting, yakni:
a) Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat atau cair
b) Bahan pengkapsul yang digunakan
c) Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan (fisika atau kimia)
d) Tahapan proses mikroenkapsulasi
e) Struktur dinding mikrokapsul.
Tahapan mikroenkapsulasi secara umum melalui tiga tahap (Bakan 1973
diacu dalam Desmawarni 2007), yaitu:
a) Bentuk tiga fase kimia yang belum dicampur, yaitu fase pembawa (air), fase
material inti yang akan dilapisi dan fase pengkapsul.
b) Penempelan bahan pengkapsul pada permukaan bahan inti. Umumnya
tahapan ini terjadi karena bahan pengkapsul diadsorbsikan diantara
permukaan yang berbentuk yaitu materi inti dan bahan cair.
c) Pemadatan pelapis untuk membentuk mikroenkapsul yang biasanya terjadi
akibat adanya panas.
Metode-metode mikroenkapsulasi yang sudah dievaluasi dan
dikomersilkan untuk penggunaan pada bahan makanan yaitu metode spray
drying, penyalutan dengan suspense udara, extrusion, dan spray cooling/spray
chilling (Dzizeak 1988).
Sejumlah metode dilakukan untuk proses mikroenkapsulasi. Beberapa
teknik enkapsulasi yang telah dilakukan yaitu koaservasi, kokristalisasi, spray
dring, fluid bed drying, ekstrusi dan inklusi molekuler. Spray drying merupakan
metode yang paling umum digunakan karena teknik ini ekonomis, fleksibel,
peralatan mudah tersedia dan menghasilkan produk berkualitas tinggi (Madene
et al. 2006).
Mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terdiri dari tiga tahap yaitu,
persiapan bahan emulsi, homogenisasi, dan penyemprotan emulsi ke dalam
chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan) (Dziezak 1988).
Suhu udara inlet berhubungan erat dengan kecepatan pengeringan dan
kemampuan untuk mengeringkan produk dan memperoleh struktur granula
7
dengan kandungan air yang cocok untuk stabilitas produk mikrokapsul. Ketika
suhu udara inlet rendah, kemampuan evaporasi tidak cukup untuk membentuk
membran kapsul yang baik. Produk yang dihasilkan memiliki kandungan air yang
tinggi dan memiliki fluiditas rendah sehingga mudah lengket. Sebaliknya, ketika
suhu inlet tinggi, evaporasi yang tinggi dapat menyebabkan keretakkan dalam
membran maupun kehilangan komponen flavour melalui penguapan dan
terdekomposisinya komponen sensitif panas dan suhu inlet tinggi (Liu et al.
2001).
Suhu udara outlet memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar air
produk dan struktur mikrokapsul. Suhu udara inlet dan outlet harus dikontrol.
Suhu udara outlet tinggi akan membentuk suatu kesatuan dan struktur dinding
yang padat serta meningkatkan pengaruh pengeringan. Apabila suhu udara
outlet terlalu tinggi, produk akan retak karena overheating (Liu et al. 2001).
Scanning Electron Microscope
Scanning Electron Microscope (SEM) bekerja berdasarkan prinsip scan
sinar electron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh
diubah menjadi gambar. Cara terbentuknya gambar SEM dibuat berdasarkan
deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari
permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar
electron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi, kemudian
sinyalnya diperkuat, bersar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap
terang pada layar monitor CTR (cathode ray tube) (Utami 2007). SEM dapat
digunakan untuk melihat mikrostruktur pada mikrokapsul. Hal hal yang
diperhatikan pada mikrostrustur mikrokapsul adalah ada tidaknya keretakan,
bentuk serta ukuran dari mikrokapsul tersebut.
Pangan Fungsional
Pangan fungsional menurut American Dietetic association (1999) adalah
pangan yang tidak hanya pangan alamiah tetapi juga pangan yang telah
difortifikasi/diperkaya dan memberikan efek potensial bermanfaat untuk
kesehatan jika dikonsumsi sebagai bagian dari menu pangan yang bervariasi
secara teratur pada dosis yang efektif. Hartoyo (2003) menyatakan bahwa pada
prinsipnya, makanan fungsional merupakan makanan yang dirancang secara
khusus dengan memanfaatkan senyawa bioaktif tertentu yang mempunyai peran
dalam mencegah penyakit tertentu.
8
Hartoyo (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang
harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional
yaitu: (1) harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet atau
bubuk) yang berasal dari bahan alami mengandung senyawa bioaktif tertentu, (2)
dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3)
mempunyai fungsi tertentu setelah dikonsumsi.
Roti Bagelen
Roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang
diragikan dengan ragi roti dan dipanggang dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 01-
3840-1995). Produk roti merupakan makanan yang dihasilkan dari proses
pengadonan, fermentasi, dan pemanggangan dari tepung terigu yang ditambah
air, yeast, gula, garam, dan mentega atau shortening (Matz 1972 dalam
Hidayanti 2003).
Menurut Ahza (1983) dalam Hidayanti (2003), secara garis besar proses
pembuatan roti meliputi proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading),
fermentasi, pencetakan (rounding), dan pemanggangan (roasting). Menurut
Charley (1982), tahap pencampuran dan pengadonan, adonan akan menjadi
kuat dan elastic karena adanya penekanan-penekanan pada adonan. Waktu
pencampuran bervariasi dengan jenis tepung, suhu adonan, konsistensi adonan
dan alat pencampur. Kelebihan waktu pencampuran dapat mengakibatkan
berkurangnya elastisitas dan ekstensibilitas adonan (Pomeranz & Shellenberger
1971).
Roti bagelen adalah produk olahan roti yang berupa roti kering yang
banyak disukai. Roti bagelen didapatkan dengan cara memanggang kembali roti
yang sudah jadi sehingga tercipta roti yang kering seperti yang diinginkan.
Bahan Pembuat Roti
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan roti terdiri dari bahan
utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang diperlukan terdiri dari tepung
terigu, air, ragi roti (yeast), dan garam. Bahan tambahan yang digunakan antara
lain gula, susu skim, shortening, kuning telur, dan bread improver.
a. Tepung Terigu
Tepung merupakan bahan dasar yang paling penting dalam pembuatan
roti. Tepung yang biasanya digunakan untuk membuat roti adalah jenis tepung
gandum kuat yang memiliki kadar protein minimal 12% (Paran 2009). Fungsi
9
tepung terigu adalah membentuk jaringan dan kerangka roti karena adanya
pembentukan gluten (Paran 2009).
b. Air
Air merupakan bahan yang berperan penting dalam pembuatan roti,
antara lain gluten dengan adanya air. Banyaknya air yang digunakan akan
menentukan mutu roti yang dihasilkan. Air juga berfungsi sebagai pelarut bahan
seperti garam, gula, susu dan mineral sehingga bahan tersebut dapat terdispersi
secara merata dalam adonan (Subarna 1992).
c. Ragi
Ragi roti atau yeast adalah mikroorganisme (Saccharomyces cerevisiae)
yang memfermentasi adonan untuk menghasilkan gas karbondioksida yang
dapat mengembangkan adonan.
Proses fermentasi yang tekendali akan menghasilkan roti dengan volume
dan tekstur yang baik, serta cita rasa dan aroma yang lezat. Selain itu ragi roti
juga berfungsi memperlunak gluten dengan asam yang dihasilkan (Paran 2009).
d. Garam
Garam dalam pembuatan roti berperan menambah rasa gurih pada
makanan. Garam dapat menghambat fermentasi, tetapi hal ini bisa diimbangi
dengan penambahan ragi (Paran 2009). Garam juga berfungsi membangkitkan
rasa bahan-bahan lainnya, mengontrol waktu fermentasi, menambah keliatan
gluten (menguatkan gluten/mengenyalkan adonan), mengatur warna kulit roti
agar tidak pucat, membantu mengahindari pertumbuhan bakteri-bakteri dalam
adonan, menjadikan adonan roti tidak lengket, dan menjadikan roti tidak mudah
9emps setelah dipanggang.
e. Gula
Gula yang diberikan pada pembuatan roti merupakan makanan untuk
yeast di dalam proses fermentasi selain nitrogen. Gula bersifat higroskopis
(memiliki kemampuan untuk menahan air) sehingga dapat memperbaiki umur
simpan dari roti. Gula memiliki berbagai macam fungsi dalam pembuatan roti
yaitu sebagai sumber energi bagi ragi, member rasa manis, menambah nilai gizi,
member warna kecokelatan, melembutkan gluten sehingga roti lebih empuk,
menahan keempukan lebih lama, memperpanjang umur simpan, menambah
keempukan roti, dan menyerap air (Chan 2008).
10
f. Lemak
Lemak merupakan bahan pelengkap dalam pembuatan roti. Lemak dalam
pembuatan roti berfungsi sebagai pengempuk produk. Penggunaan lemak juga
dapat menjaga kelembaban roti karena mampu menahan air, membantu
menahan gas hasil fermentasi, memperbaiki remah roti dan teksturnya. Selain
itu, penggunaan lemak juga dapat mempermudah pengirisan produk. Lemak
yang dapat digunakan untuk membuat roti antara lain mentega, lemak hewani,
minyak nabati yang telah mengalami proses hidrogenasi (margarin, mentega
putih), campuran lemak hewan dan lemak nabati, minyak mentega dan minyak
nabati (Muchtadi 1992).
g. Bread Improver
Bread improver merupakan campuran bahan yang dapat memodifikasi
sifat gluten sehingga terjadi perubahan sifat adonan dan memperbaiki mutu roti.
Selain itu, juga bisa mempercepat kematangan (maturating) adonan roti. Bahan
ini sangat efektif pada konsentrasi rendah. Bread improver bisa digunakan
dengan cara mencampurkannya bersama bahan pengisi. Bread improver
bermanfaat untuk menguatkan jaringan gluten sehingga roti yang dihasilkan
memiliki volume lebih besar, tekstur roti lebih halus dan putih, serta tetap empuk
dalam waktu lebih lama (Chan 2008).
h. Susu
Susu yang digunakan dalam pembuatan roti dapat berupa susu bubuk
dan atau susu cair. Penggunaan susu dalam pembuatan roti dapat meningkatkan
nilai gizi produk. Susu juga berperan dalam memperbaiki rasa, warna kulit, dan
remah roti, meningkatkan rendemen produk, masa simpan serta volume roti
(Muchtadi 1992).
i. Telur
Penggunaan telur dalam pembuatan roti dapat meningkatkan volume,
memperbaiki penampakan dan sebagai sumber lesitin (emulsifier). Telur yang
digunakan dalam pembuatan roti harus baik dari citarasa dan aromanya
(Muchtadi 1992).
Metode Conventional Straight Dough
Metode conventional straight dough adalah salah satu metode yang
digunakan dalam pembuatan roti. Pada metode ini semua bahan dicampur
menjadi satu, diadon kemudian difermentasi bersama-sama. Tahapan
pengadukan adonan metode ini adalah sebagai berikut:
11
1) Semua bahan ditimbang dengan tepat sesuai formula
2) Semua bahan kering dicampur dalam alat pengaduk dengan kecepatan
rendah
3) Air ditambahkan dan kecepatan pengadukan tetap rendah
4) Lemak ditambahkan dan pengadukan dilakukan pada kecepatan sedang.
Menurut Muchtadi (1992) metode ini memberikan kelebihan sebagai berikut:
1) Waktu fermentasi relatif singkat
2) Lebih sedikit tenaga kerja
3) Volume produksi lebih banyak karena waktu fermentasi singkat
4) Lebih sedikit memerlukan tempat untuk fermentasi.
Adapula kelemahan pada metode ini adalah
1) Toleransi waktu lebih singkat
2) Sifat pengolahannya jelek
3) Sulit dilakukan koreksi jika terjadi kesalahan
4) Cita rasa roti yang dihasilkan kurang memuaskan
Lansia (Lanjut Usia)
Lanjut usia (lansia) menurut Depkes (2000) adalah individu yang berusia
di atas 60 tahun. Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia
lanjut menjadi:
1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas,
yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik
dan kematangan jiwa (45-54 tahun).
2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).
3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke
atas).
Batasan umur lansia berdasarkan kronologisnya menurut Bumside (1979) adalah
sebagai berikut: (a) young-old (60-69 tahun), (b) middle age old (70-79 tahun),
old-old (80-89 tahun), dan very old-old (lebih atau sama dengan 90 tahun.
Pada proses penuaan akan terjadi secara alamiah, pada proses ini akan
terjadi penurunan sel-sel yang rusak, mati dan terbuang sehingga tubuh menjadi
rentan atau peka terhadap penyakit (Nasoetion & Briawan 1993). Menurut
Wirakusumah (2000) pada proses ini terjadi perubahan komposisi tubuh yang
meliputi dua hal yaitu peningkatan dan penurunan fungsi organ. Peningkatan
yang terjadi adalah peningkatan jumlah lemak, sedangkan penurunan penurunan
12
yang terjadi adalah kekuatan otot, jumlah total air tubuh, penciuman, perasa,
produksi asam lambung dan enzim pencernaan, lapisan otot halus, fungsi hati,
sistem kekebalan, kerja jantung, fungsi paru-paru, dan penurunan kemampuan
otak.
Menurut Nugroho (1995), penyakit pada lansia di Indonesia meliputi
penyakit-penyakit system pernapasan (TBC, Bronkitis, radang paru-paru),
penyakit-penyakit kardiovaskuler dan pembuluh darah (jantung koroner, stroke),
penyakit system urogenital (peradangan kandung kemih, peradangan ginjal),
penyakit yang disebabkan karena proses keganasan (kanker), penyakit
gangguan metabolic/endokrin (diabetes mellitus, gout), penyakit pada persendian
dan tulang (osteoporosis), dan penyakit-penyakit lainnya (kepikunan).
13
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian Roti Bagelen Berbasis Pegagan (Centella asiatica) sebagai
Pangan Fungsional Untuk Menurunkan Gejala Pikun Pada Lansia dilaksanakan
pada bulan April 2011 hingga Desember 2011. Penelitian dilakukan dalam
beberapa tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian
pendahuluan dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pascapanen Pertanian
Karawang dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian Cimanggu, Bogor. Penelitian utama dilakukan di laboratorium kimia,
analisis pangan, bangsal tepung dan organoleptik Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegagan
segar (Centella asiatica) dari daerah Manoko, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat diketinggian 1200m dpl yang diambil bagian daun dan tangkai
daunnya, alkohol, maltodekstrin, natrium kaseinat, akuades, terigu, susu bubuk,
susu cair, telur, mentega, ragi, garam, dan bakerin.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven listik, oven
blower yang dilengkapi dengan FIR, pengaduk, kain saring, vortex, freezer,
desikator, gelas takar, neraca analitis, tabung reaksi, labu Kjedahl, perangkat
Soxhlet, gelas ukur, gelas kimia, labu takar, Erlenmeyer, sentrifuge,
spektrofotometer, HPLC, AAS, hammermill, ayakan mesh 40, homogenizer,
spray dryer, chromamometer, CT3 Texture Analyzer dan Scanning Electron
Microscope (SEM).
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan merupakan tahapan persiapan
bahan dalam pembuatan roti bagelen pegagan yang meliputi: (1) analisis
kandungan zat gizi dan bahan aktif daun pegagan segar, (2) pembuatan serbuk,
ekstrak pegagan, dan mikrokapsul ekstrak pegagan, (3) menganalisis kandungan
gizi serbuk pegagan dan bahan aktif mikrokapsul ekstrak pegagan.
Penelitian utama dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) formulasi roti
bagelen dari mikrokapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan, (2) uji
14
organoleptik roti bagelen, dan (3) analisis kandungan zat gizi, bahan aktif, dan
sifat fisik roti bagelen terpilih. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar
2.
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Penelitian Pendahuluan
1. Analisis kandungan zat gizi daun pegagan segar
Daun pegagan sebagai bahan utama penelitian ini dianalisis kandungan
gizinya meliputi analisis proksimat dan analisis kadar asiatic acid, vitamin
serta mineral. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi: (1) kadar air metode
oven (AOAC 1995), (2) kadar abu metode pengabuan kering, (3) kadar lemak
metode Soxhlet (AOAC 1995), (4) kadar protein metode Mikro-Kjedahl (AOAC
1995), dan kadar karbohidrat by difference. Metode analisis proksimat
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kadar asiatic acid dan β-karoten dianalisis menggunakan HPLC
sedangkan vitamin C dianalisis menggunakan metode titrasi. Mineral dianalisis
dengan menggunakan AAS meliputi: (1) analisis Fe, (2) analisis Ca, dan (3)
Pegagan
Analisis kandungan zat
gizi
Pembuatan mikrokapsul
ekstrak pegagan
Analisis kimia dan fisik mikrokapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan
Proses pembuatan dan formulasi roti bagelen
pegagan
Formula roti bagelen terpilih
Uji organoleptik roti
bagelen pegagan
Analisis kandungan zat
gizi dan bahan aktif
Analisis sifat fisik roti
bagelen pegagan
Pembuatan serbuk
pegagan
15
analisis Se. Metode analisa kadar asiatic acid, vitamin dan mineral selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Pembuatan serbuk pegagan, ekstrak, dan mikrokapsul ekstrak pegagan
a. Pembuatan serbuk pegagan oven blower
Pembuatan serbuk pegagan diawali dengan pencucian daun pegagan
segar. Daun yang telah dicuci kemudian ditiriskan, selanjutnya daun
pegagan dikeringkan menggunakan alat oven blower dengan suhu 45, 50,
dan 550C selama tiga jam. Penggunaan oven blower bertujuan agar dapat
mempertahankan warna hijau pada daun. Daun pegagan selanjutnya
digiling dengan hammermill menggunakan ayakan mesh 40 untuk
mendapatkan serbuk pegagan yang kasar. Serbuk kering daun pegagan
siap digunakan sebagai bahan ekstraksi dan bahan pembuat roti bagelen.
b. Pembuatan ekstrak pegagan
Ekstraksi pegagan dilakukan dengan metode maserasi (Nasrullah
2010). Pegagan yang telah dikeringkan menggunakan sinar matahari di
rumah kaca selama kurang lebih tiga hari kemudian digiling menggunakan
hammermil menggunakan ayakan mesh 40. Serbuk pegagan dicampur
dengan alkohol food grade 70% dalam wadah stainless steel dengan
perbandingan pegagan:etanol (1:6), setelah itu diaduk selama dua jam
kemudian didiamkan selama 24 jam. Proses selanjutnya adalah
penyaringan menggunakan kain saring dan kertas saring. Pegagan
kemudian diekstraksi kembali menggunakan alkohol dengan perbandingan
1:2. Hasil penyaringan tersebut kemudian dievaporasi pada suhu 40-500C
hingga pelarut menguap dan diperoleh ekstrak pegagan yang berbentuk
kental. Ekstrak pegagan ditampung dalam botol kaca dan disimpan dalam
lemari es.
c. Pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan
Pembuatan mikrokapsul dengan metode spray drying bertujuan agar
ekstrak kental pegagan dapat terdispersi sempurna di dalam roti bagelen.
Bahan pengkapsul (kombinasi maltodekstrin dan natrium kaseinat dengan
perbandingan 80:20) ditambahkan aquades sebanyak 400 ml dan
dihomogenkan menggunakan homogenizer selama 20 menit dengan
kecepatan 11.000 rpm kemudian disimpan selama 12 jam di ruangan
pendingin. Ekstrak pegagan (10, 15, 20, 25, dan 30%) diemulsikan ke
dalam suspensi menggunakan homogeniser pada kecepatan 11.000 rpm
16
selama sekitar 20 menit. Campuran selanjutnya dikeringkan dengan spray
dryer pada suhu inlet 170ºC dan suhu outlet 100 ºC. Bubuk yang dihasilkan
merupakan mikrokapsul pegagan. Pembuatan mikrokapsul dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir mikroenkapsulasi ekstrak pegagan dengan spray drying 3. Analisis kimia serbuk pegagan, mikrokapsul ekstrak pegagan dan analisis fisik
mikrokapsul ekstrak pegagan
Serbuk pegagan dianalisis secara kimia meliputi: (1) kadar air dengan
metode oven, (2) kadar abu dengan metode pengabuan kering, (3) kadar
lemak dengan metode Soxhlet, (4) kadar protein dengan metode Mikro-
Kjeldahl, (5) Kadar vitamin C dengan metode titrasi, (6) Kadar β-karoten
menggunakan HPLC, (7) kadar mineral (Fe, Se, dan Ca) menggunakan
metode AAS, dan (8) bahan aktif yaitu asam asiatik (asiatic acid)
menggunakan HPLC. Metode analisis kandungan serbuk pegagan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Mikrokapsul dianalisis secara kimia dan fisik meliputi: (1) kadar air, (2)
kadar asiatic acid, (3) kelarutan dalam air, (4) warna mikrokapsul
menggunakan Chromameter dan (5) struktur mikrokapsul menggunakan
Maltodekstrin: Na-kaseinat (80:20)
Homogenisasi Akuades
Suspensi
Homogenisasi (11000 rpm, 30 menit)
Emulsi
Spray drying (suhu inlet 170ºC, suhu outlet
100 ºC)
Bubuk kapsul
Ekstrak pegagan
10%,15%,20%,25%,
dan 30%
17
Scanning Electron Microscope (SEM). Metode analisis kimia dan fisik
mikrokapsul selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penelitian Utama
1. Formulasi roti bagelen pegagan
Bubuk kapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan masing-masing
ditambahkan pada formula bagelen, konsentrasi yang ditambahkan kedalam
formula mulai dari 0% (kontrol), 5%, 10%, 15%, dan 20%. Sebagai basis bagelen
akan dibuat dari campuran terigu, susu bubuk, susu cair, telur, mentega, ragi,
gula, garam, bakerin dan air. Gambar 4 adalah gambar diagram alir pembuatan
roti bagelen
+
Gambar 4 Diagram alir pembuatan roti kering pegagan
Terigu, gula, ragi, bakerin,
susu bubuk, susu cair,
telur, air es, mentega,
garam.
1) Mikrokapsul (0%, 5%, 10%, 15%, 20%) 2) Serbuk Pegagan (0%, 5%, 10%, 15%, 20%)
Mixing (15 menit)
Fermentasi (20 menit)
Rounding (10 menit)
Proofing (40 menit)
Pemanggangan (oven) (15 menit, 160-1800C)
Pendinginan roti dan pengirisan
Pemanggangan (oven) (100 menit, 100-1200C)
Roti Bagelen Pegagan
18
2. Uji organoleptik roti bagelen pegagan
Penilaian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik dan mutu hedonik.
Parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, tekstur, dan keseluruhan
produk. Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang. Panelis yang digunakan
adalah panelis agak terlatih yang berasal dari Balai Besar Penelitian
Pascapanen. Penilaian uji hedonik menggunakan skala garis dengan nilai
terendah 1 (amat sangat tidak suka) dan nilai tertinggi 9 (amat sangat suka).
Skala yang digunakan untuk uji mutu hedonik terdiri atas penilaian untuk
rasa, aroma, warna dan tekstur. Skala penilaian rasa mulai dari amat sangat
pahit (1) sampai amat sangat manis (9). Skala penilaian aroma mulai dari amat
sangat langu (1) sampai amat sangat harum (9). Skala penilaian warna mulai dari
amat sangat gelap (1) sampai amat sangat cerah (9). Sementara penilaian skala
tekstur memiliki skala dari amat sangat keras (1) sampai amat sangat renyah (9).
Penilaian organoleptik bagelen pegagan terpilih dilakukan pada
perkumpulan ibu-ibu berusia 54 tahun ke atas di daerah Babakan Raya 4,
Kecamatan Dramaga, Bogor. Uji penerimaan ini dilakukan terhadap warna,
aroma, rasa, dan tekstur bagelen pegagan dengan menggunakan kategori
sebagai berikut, sangat tidak suka, tidak suka, agak suka, suka, dan sangat
suka.
3. Analisis kandungan zat gizi, sifat fisik dan sifat fungsional roti bagelen pegagan
Analisis kandungan zat gizi yang diteliti dari roti bagelen meliputi kadar,
protein, lemak, karbohidrat, asam asiatik, dan kadar air. Analisis sifat fisik juga
dilakukan terhadap roti bagelen meliputi volume pengembangan, kehilangan
berat, warna dan kekerasan. Metode analisis kandungan zat gizi, sifat fisik roti
bagelen dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 1.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan yaitu
jenis serbuk dan konsentrasi serbuk. Jenis serbuk yang digunakan terdiri dari
dua taraf yaitu serbuk daun pegagan dan mikrokapsul pegagan. Konsentrasi
yang diberikan terdiri dari lima taraf yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Secara
sistematis, bentuk umum dari rancangan tersebut adalah:
19
Keterangan:
Yijk : peubah respon karena pengaruh jenis serbuk pada taraf ke-i dan
konsentrasi yang diberikan pada taraf ke j
µ : nilai rata-rata pengamatan
Ai = pengaruh konsentrasi mikrokapsul pegagan pada tarafke-i (i = 1; jenis
serbuk daun pegagan kering, i = 2; jenis serbuk mikrokapsul pegagan)
Bj = pengaruh konsentrasi yang diberikan pada taraf ke-j
(j =1; 0%, j = 2; 5%, j = 3; 10%, j = 4; 15%, j = 5; 20%)
ABij = pengaruh taraf ke-i pada jenis serbuk dan taraf ke-j pada konsentrasi
yang diberikan
εijk = kesalahan penelitian karena pengaruh unit eksperimen ke-k dalam
kombinasi i perlakuan (ij)
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil analisis uji organoleptik dianalisis menggunakan uji statistik
Anova untuk mendapatkan produk terpilih. Jika terdapat perbedaan yang nyata
(p<0,05), maka dilakukan uji lanjut Duncan. Data diolah menggunakan software
Microsoft Excell dan Statistical and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows
dan S.A.S 9.1.3 portable. Hasil uji sifat fisik, kandungan zat gizi, analisa biaya
pembuatan produk, dan harga produk roti bagelen terpilih dianalisis secara
deskriptif. Data ditabulasi dan diolah menggunakan software Microsoft Excell
2007.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Gizi Pegagan Segar
Pegagan (Centella asiatica) segar sebagai bahan tambahan utama roti
bagelen dianalisis terlebih dahulu kandungan gizinya meliputi kadar air, protein,
lemak, abu, vitamin C, β-karoten, Fe, Se, Ca, dan asam asiatik. Kandungan gizi
daun pegagan segar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2 Kandungan gizi per 100 gram daun pegagan segar Kandungan Gizi (%b/b) (%b/k) Literatur (%b/k)
Air 79,63 89,3 (%b/b)
Protein 4,58 22,5 14,95 Lemak 1,29 6,3 5,61
Abu 2,45 12,0 14,95 Karbohidrat 12,05 59,2 64,49 Asam asiatik 0,66 3,2 -
Vitamin C (mg) 79,14 388,5 - β-karoten (ppm) 88,76 435,7 -
Fe (mg) 43,26 212,4 - Ca (mg) 1994,28 9.790,3 - Se (mcg) 4,55 22,3 -
Sumber: Pramono (1992)
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kandungan
gizi hasil analisis dengan kandungan gizi dari literatur. Perbedaan kandungan gizi
hasil analisis dengan literatur dapat dipengaruhi oleh perbedaan metode analisis
yang digunakan, jenis pegagan, dan tempat pengambilan pegagan. Menurut
Hidayati (2009), ketinggian optimum untuk menanam pegagan adalah 200-800 m
dpl, di atas 1000 m dpl produksi dan mutunya menjadi rendah, sebaliknya
kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kandungan asam asiatik pada
daun pegagan segar sebesar 3,2 g/100g. Ling (2004) menyatakan dalam Hashim
et al. (2011) bahwa pegagan (Centella asiatica) mengandung beberapa senyawa
triterpene yaitu asiatic acid (asam asiatik), madecassic acid, asiaticoside dan
madecassoside. Menurut Hashim et al. (2011), kandungan triterpene yang
terdapat pada ekstrak pegagan diduga sebagai zat aktif yang potensial untuk
dikembangkan dalam industri makanan dan pengobatan.
Pegagan dapat dikonsumsi secara langsung sebagai lalap (sayuran yang
dimakan dalam bentuk mentah dalam bahasa sunda), atau pun diolah terlebih
dahulu menjadi produk tertentu. Pada penelitian ini pegagan diberi berbagai
perlakuan sebelum digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk roti
bagelen, seperti dikeringkan, diekstraksi, dan dienkapsulasi.
21
Proses Pembuatan Serbuk Pegagan
Pengeringan adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengawetkan bahan pangan. Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian kadar air pada suatu bahan pangan dengan cara
menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya (Winarno & Fardiaz 1974).
Kandungan air yang tinggi khususnya pada sayuran dapat menyebabkan
sayuran tersebut cepat layu atau busuk. Pada penelitian ini pengeringan
dilakukan untuk mendapatkan intermediate produk berupa serbuk pegagan
sehingga memudahkan aplikasinya pada pengolahan lebih lanjut.
Metode pengeringan yang umum dilakukan untuk pangan dan non-
pangan antara lain adalah pengeringan matahari, rumah kaca (greenhouse),
oven, iradiasi surya (solar drying), pengeringan beku (freeze drying), dan
pengeringan menggunakan sinar infra merah. Metode pengeringan pada
pembuatan serbuk pegagan pada penelitian ini adalah pengeringan dengan
menggunakan alat oven blower.
Serbuk pegagan adalah daun pegagan yang dikeringkan. Menurut Aziz et
al. (2007) daun adalah bagian pegagan yang memiliki kandungan asam asiatik
tertinggi. Daun pegagan yang akan dikeringkan dicuci menggunakan air terlebih
dahulu kemudian dilakukan sortasi. Pencucian dilakukan terlebih dahulu untuk
meminimalisasi zat gizi yang hilang sebelum mencapai tahap pengolahan
selanjutnya, sedangkan sortasi dilakukan untuk memisahkan daun, batang dan
akarnya. Daun yang telah disortasi selanjutnya dikeringkan menggunakan alat
oven blower yang dilengkapi dengan Far Infra Red (FIR) milik Laboratorium Balai
Penelitian Pascapanen, Karawang. Gambar oven blower yang digunakan pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Oven blower
Oven blower memiliki lima rak yang dapat digunakan untuk menyimpan
loyang yang berisi daun pegagan. Masing-masing rak mampu menampung
22
200gram daun pegagan segar sehingga total kapasitas oven blower hanya satu
kilogram. Jumlah daun pegagan pada loyang diusahakan tidak terlalu banyak
agar daun cepat kering. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan satu
kilogram daun pegagan segar sehingga diperoleh daun yang mudah dipatahkan
dan tidak liat adalah tiga jam. Setelah kering, daun dihancurkan dengan alat
Hammermill ayakan 40 mesh sehingga didapat serbuk pegagan kering.
Penggunaan mesh 40 bertujuan untuk mendapatkan tektur serbuk pegagan yang
tidak terlalu halus agar muncul kesan herbal pada roti bagelen.
Pada pengeringan daun pegagan menggunakan oven blower diberikan
tiga perlakuan suhu. Suhu yang digunakan yaitu 450C, 500C,dan 550C. Perlakuan
ini dilakukan untuk menetukan suhu pengeringan yang tepat agar didapatkan
warna daun kering yang cerah dan berwana hijau. Warna daun kering yang hijau
dan cerah ini diharapkan mampu memberi kesan herbal pada roti bagelen yang
dibuat.
Pembuatan Mikrokapsul Pegagan
Mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu
bahan baik itu padatan atau cair dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul
khusus yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat kimia dan fisika
seperti yang dikehendaki (Rosenberg et al. 1990). Pembuatan mikrokapsul pada
penelitian ini adalah untuk melindungi bahan-bahan aktif yang terdapat pada
pegagan salah satunya adalah asam asiatik. Asam asiatik merupakan
kandungan sapogenin dari asiatikosida yang terdapat dalam pegagan.
Asiatikosida adalah senyawa golongan glikosida triterpenoid, yang mengandung
molekul gula yang terdiri dari satu molekul ramnosa dan dua molekul glukosa
(Pramono 1992).
Pengeringan Pegagan
Proses pengeringan pegagan merupakan salah satu tahap yang
dilakukan untuk membuat mikrokapsul pegagan. Berbeda dengan pembuatan
serbuk pegagan, pengeringan pada tahap ini dilakukan di rumah kaca milik
Teknopark, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menurut
Kamaruddin et al. (1994), proses pengeringan yang dilakukan di rumah kaca
biasa disebut dengan pengeringan rumah kaca. Pengering jenis ini merupakan
alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi
karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan sebagai pengumpul
panas untuk menaikkan suhu udara ruangan pengering.
23
Pegagan diletakkan di atas terpal dengan luas yang sesuai dengan
jumlah pegagan yang akan dikeringkan di rumah kaca. Pengeringan pegagan
dilakukan selama tiga hari hingga kering dan tidak liat dengan kapasitas lebih
dari lima puluh kilogram (50kg). Pengeringan pegagan di rumah kaca bertujuan
untuk mengefisienkan waktu dan biaya pengeringan dalam pembuatan ekstrak
pegagan.
Proses yang dilakukan dalam pengeringan di rumah kaca pegagan
hampir sama dengan pengeringan menggunakan oven blower, dimulai dengan
pemetikan, pencucian, dan sortasi bagian pegagan. Perbedaannya terletak pada
pemilihan bagian pegagan yang digunakan, yaitu batang dan daun. Pengeringan
di rumah kaca menggunakan bagian batang bertujuan untuk memanfaatkan
asam asiatik yang terdapat didalamnya serta menghemat biaya produksi.
Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan komponen tertentu dari suatu
bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah secara kimiawi maupun fisik.
Ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang
mengandung komponen aktif. Metode ekstraksi berbeda-beda untuk masing-
masing bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode ekstraksi
adalah tekstur, kandungan bahan, dan jenis senyawa yang ingin didapat (Nielsen
2003).
Metode yang digunakan pada ekstraksi pegagan adalah metode maserasi
(Nasrullah 2010). Pegagan yang digunakan adalah pegagan hasil pengeringan
rumah kaca, sedangkan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pegagan adalah
etanol 70%. Pemilihan etanol untuk ekstraksi didasarkan pada penelitian Widha
(2010) dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) etanol merupakan pelarut yang
paling efektif dan cocok untuk mengekstrak seluruh bagian pegagan; (2) proses
pembuatan produk ini melewati tahap maserasi dan pengeringan sehingga untuk
meminimalisasi turunnya antioksidan, etanol dipilih sebagai pelarutnya; (3) dalam
proses pengeringan etanol akan habis menguap sehingga residu etanol dalam
produk dapat ditekan seminimal mungkin; (4) pada level industri, etanol lazim
digunakan sebagai bahan pelarut.
Penggunaan metode maserasi pada ekstraksi pegagan menghasilkan
ekstrak yang kental. Ekstrak pegagan dimasukkan kedalam wadah kaca
kemudian diletakkan di freezer. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan
akibat kontak ekstrak terhadap panas, udara, dan cahaya.
24
Ekstrak pegagan adalah bahan inti dalam proses mikroeknapsulasi.
Sebelum dienkapsulasi, ekstrak pegagan dianalisis kadar asam asiatiknya. Hasil
analisis menunjukkan bahwa kadar asam asiatik ekstrak pegagan adalah
13,34%.
Spray drying
Proses enkapsulasi bahan aktif dalam bahan pangan dapat
menggunakan bermacam-macam cara antara lain spray dring, spray cooling,
spray chilling, spinning disc dan centrifugal co-extrusion, extrusion, fluidized bed
coating dan coacervation (Zuidam & Nevodic 2010). Penelitian ini menggunakan
metode spray drying yang mengacu pada penelitian Desmawarni (2007) dan
Nasrullah (2010). Menurut Rosenberg et al. (1990) dan Reineccius (1988), spray
drying adalah metode yang paling umum digunakan dalam mikroenkapsulasi
pada industri pangan karena biayanya yang rendah dan peralatannya telah
tersedia. Keuntungan penggunaan metode spray drying adalah mampu
memproduksi mikrokapsul dalam jumlah banyak, bahan pengkapsul yang cocok
untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pengkapsul
yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa
adanya bahan pengapsul yang mengendap (Thies 1996).
Bahan penyalut (pengisi) yang digunakan pada penelitian ini adalah
maltodekstrin:natrium kaseinat (80:20). Maltodekstrin adalah bahan yang larut
dalam air, apabila digunakan sebagai bahan penyalut maka bahan ini dapat
menjaga bahan inti tetap tersalut dari oksidasi. Maltodekstrin juga dapat
mengurangi masalah penebalan dan penggumpalan selama penyimpanan,
dengan kata lain dapat meningkatkan kestabilan produk (Gabas et al. 2007).
Bahan penyalut yang telah ditambahkan akuades awalnya
dihomogenisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dengan ekstrak pegagan.
Konsentrasi ekstrak pegagan yang digunakan untuk pembuatan mikrokapsul
adalah 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%.
Sifat Fisik dan Kimia Pegagan Kering
Analisis sifat fisik hanya dilakukan pada pegagan kering oven blower
karena akan langsung dimasukkan ke dalam adonan bagelen, sedangkan
pegagan kering hasil pengeringan di rumah kaca dijadikan sebagai bahan
ekstraksi. Pegagan kering oven blower dianalisis sifat fisiknya meliputi rendemen
dan warna.
25
Analisis kimia yang dilakukan pada kedua jenis pegagan kering (kering
oven blower dan kering di rumah kaca) yaitu kadar air, protein, lemak, abu, asam
asiatik, vitamin C, β-karoten, kalsium, zat besi, dan selenium. Metode analisis
yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada pegagan kering oven
blower, analisis kimia hanya dilakukan pada pegagan dengan suhu pengeringan
terpilih. pegagan kering oven blower selanjutnya disebut serbuk pegagan.
Rendemen
Perlakuan suhu pengeringan menggunakan oven blower yaitu 450C,
500C, dan 550C. Nilai rendemen didapat dari perbandingan produk akhir dengan
bahan baku utama. Data nilai rata-rata rendemen pengeringan daun
menggunakan oven blower dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan
bahwa nilai rendemen berkisar antara 15,95% hingga 17,25%. Nilai rata-rata
rendemen terendah dimiliki oleh suhu pengeringan 550C, sedangkan nilai rata-
rata rendemen tertinggi dimiliki oleh suhu pengeringan 500C.
Tabel 3 Nilai rata-rata rendemen pengeringan oven blower Suhu (
0C) Rendemen (%)
45 17,25 50 23,50 55 15,95
Warna Daun Pegagan Kering Oven Blower
Uji fisik warna dilakukan untuk menguji kehijauan pada daun pegagan
kering menggunakan alat Chomameter Minolta CR-300. Sistem notasi warna
yang digunakan adalah nilai L, a, b, dan 0Hue. Nilai L menunjukkan tingkat
kecerahan warna daun, apabila semakin mendekati 100 maka warna daun
semakin cerah. Sebaliknya, jika nilai L semakin mendekati 0, maka warna daun
semakin gelap. Nilai a dan b merupakan parameter pengukuran warna kromatik.
Nilai a merupakan parameter pengukuran kromatik campuran warna merah hijau.
Nilai a positif (0-100) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna merah,
sebaliknya nilai a negative (0-(-80)) menunjukkan bahwa warna daun cenderung
hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran
kuning biru. Nilai b positif (0-70) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna
kuning. Nilai b negative (0-(-70) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna
biru. Untuk mengetahui warna sesungguhnya dari daun pegagan kering, dapat
dilihat dari perhitungan 0Hue. Perhitungan yang digunakan yaitu 0Hue = 1800+
tan-1 (b/a) untuk nilai a<0. Hasil perhitungan 0Hue ini dikategorikan kedalam
parameter warna atau parameter 0Hue (Lampiran 1 pada analisa warna metode
Hunter). Data hasil pengukuran warna daun kering dapat dilihat pada Tabel 4.
26
Tabel 4 Hasil pengukuran warna daun kering
Penggunaan Suhu L a b b/a Hue
450C 54,92 -2,37 12,79 -5,40 178,61
500C 54,18 -3,08 12,90 -4,19 178,66
550C 53,96 -3,76 11,04 -2,94 178,76
Tabel 4 menunjukan bahwa pengeringan menggunakan oven blower
dengan suhu 550C memiliki nilai negatif a yang lebih tinggi dibandingkan pada
suhu 450C dan 500C. Nilai a yang negatif menunjukkan bahwa warna daun kering
550C cenderung berwarna hijau. Warna hijau yang dimiliki oleh suhu 550C dapat
dilihat dari nilai 0Hue pada tabel 5 yaitu 178,86. Suhu 550C memiliki nilai 0Hue
lebih tinggi dibandingkan kedua suhu lainnya yaitu 450C dan 500C. Menurut
Hunting (1999) nilai 0Hue untuk warna hijau berkisar antara 162 hingga 198.
Suhu oven blower terpilih adalah suhu pengeringan dengan nilai warna
yang paling menunjukkan warna hijau. Berdasarkan Tabel 4, nilai hijau paling
tinggi dimiliki oleh suhu 550C. Meskipun suhu pengeringan 550C memiliki nilai
rendemen terkecil tetapi warna hijaunya paling tinggi dibandingkan dua suhu
lainnya. Suhu pengeringan 550C juga digunakan dalam penelitian Maenah (2003)
untuk mengeringkan daun kangkung dan katuk pada roti manis yang dibuatnya.
Kandungan Gizi dan Bahan Aktif Daun Pegagan Kering
Perbedaan cara pengeringan, baik suhu maupun alat pengeringnya dapat
mempengaruhi kandungan gizi dan bahan aktif yang terdapat dalam suatu bahan
pangan, dalam hal ini pegagan. Data kandungan gizi daun pegagan kering dapat
dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan perbedaan nilai kandungan zat
gizi pada pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower dengan yang
dikeringkan di rumah kaca.
Tabel 5 Kandungan gizi daun pegagan kering
Kandungan Gizi Oven blower 55
0C
Pengeringan rumah kaca
%b/b %b/k %b/b %b/k
Air (g) 7,31 6,39 Protein (g) 20,11 21,70 26,76 28,59
Lemak (g) 4,39 4,74 0,96 1,03
Abu (g) 14,25 15,37 16,75 17,89
Karbohidrat 53,94 58,19 49,14 52,49 Asam asiatik (%) 5,59 6,03 1,03 1,10 Vitamin C (mg) 245,27 264,61 65,14 69,59 β-karoten (ppm) 317,56 342,60 439,33 469,32
Fe (mg) 37,99 40,99 37,47 40,03
Ca (mg) 2191,01 2.363,80 2.697,99 2.882,16 Se (mcg) 33,42 36,06 29,05 31,03
27
Kadar air
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan.
Tingginya kadar air dalam bahan pangan dapat mempercepat tumbuhnya
mikroba sehingga bahan pangan menjadi mudah layu atau busuk. Fardiaz (1989)
menyatakan bahwa batas minimum kadar air pertumbuhan mikroba adalah 14-
15%. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air dalam
bahan pangan sehingga dapat menghambat aktifitas enzim dan pertumbuhan
mikroba.
Menurut Ayodele et al. (2011) perlakuan pengeringan yang berbeda
memberikan nilai kadar air yang berbeda. Kadar air pegagan kering pada Tabel 6
menunjukkan bahwa nilai kadar air pegagan kering menggunakan oven blower
menghasilkan kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kadar air
pegagan yang dikeringkan di rumah kaca. Namun nilai kadar air pegagan kering
kedua perlakuan berada di bawah batas minimum pertumbuhan mikroba (14-
15%) yaitu 7,31% untuk pengeringan menggunakan oven blower dan 6,39%
untuk pengeringan di rumah kaca.
Kadar protein
Protein merupakan salah satu zat makanan yang amat penting bagi
tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein
sebagai senyawa organik dapat mengalami denaturasi akibat panas, pH, bahan
kimia, makanik dan sebagainya (Winarno 2008).
Pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower memiliki kadar
protein (21,70%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan
dirumah kaca (28,59%). Hal ini sesuai dengan penelitian Ayodele et al. (2011),
yang menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan oven memiliki
kadar protein yang lebih rendah daripada pengeringan menggunakan sinar
matahari. Menurut Ayanwale et al. (2007), tingginya kadar protein berbanding
terbalik dengan kadar airnya. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka
semakin rendah kadar proteinnya.
Kadar lemak
Kadar lemak pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven
blower (4,74%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di
rumah kaca (1,03%). Randahnya kadar lemak pegagan yang dikeringkan di
rumah kaca dapat disebabkan oleh kerusakan pada lemak karena faktor udara,
panas, dan sinar matahari. Menurut Drummond dan Brefere (2007), keberadaan
28
udara dapat menyebabkan lemak kehilangan atom hidrogen dan digantikan oleh
atom oksigen. Perubahan ini menyebabkan ketidakstabilan senyawa lemak
sehingga lemak dengan cepat berubah menjadi tengik. Selain itu, ketengikan
juga dapat dipercepat oleh panas dan sinar matahari.
Kadar abu
Kadar abu dalam suatu bahan pangan dapat digunakan untuk
menentukan banyaknya mineral dalam bahan pangan tersebut (Sandjaja 2006).
Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak pula kandungan mineralnya.
Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama
proses pembakaran. Selama proses pembakaran senyawa-senyawa organik
terbakar sedangkan senyawa anorganiknya tidak terbakar maka dari itu disebut
abu.
Kadar abu pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower
(15,37%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah
kaca (17,89%). Menurut Herniawan (2010), pengeringan menggunakan oven
menghasilkan kadar abu yang lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan
yang menggunakan sinar matahari. Perbedaan kadar abu kedua perlakuan
diduga akibat adanya kontaminasi dari komponen pengotor. Pengering oven
bersifat tertutup sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi kontaminasi oleh
komponen pengotor.
Kadar karbohidrat (by difference)
Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang
harganya relatif murah (Almatsier 2006). Berdasarkan Tabel 6, kadar karbohidrat
pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (58,19%) lebih
tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (52,49%).
Hal ini sesuai dengan penelitian Herniawan (2010), kandungan karbohidrat pada
tepung kasava yang dikeringkan menggunakan oven lebih tinggi daripada yang
dikeringkan di rumah kaca.
Kadar Asam asiatik
Asam asiatik merupakan kandungan sapogenin dari tanaman pegagan.
Bentuk saponin dari asam asiatik adalah asiaticoside. Asiaticoside termasuk
dalam golongan glikosida triterpenoid. Triterpenoid merupakan salah satu
kelompok senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tanaman (Vickery
& Vickery 1981). Menurut Sutardi (2008), pembentukan metabolit sekunder
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain suhu, pH, aktivitas air, dan intensitas
29
cahaya. Kadar asam asiatik pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan
oven blower (6,03%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang
dikeringkan di rumah kaca (1,10%). Perbedaan kadar asam asiatik diduga akibat
adanya pengaruh suhu dan cahaya.
Kadar vitamin C
Vitamin C adalah salah satu vitamin yang tergolong larut dalam air.
Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Selain sangat larut
dalam air, vitamin C mudah teroksidasi. Faktor-faktor yang dapat mempercepat
terjadinya oksidasi adalah panas, sinar, alkali enzim, oksidator, serta oleh katalis
tembaga dan besi (Winarno 2008).
Kadar vitamin C pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan
oven blower (264,61 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang
dikeringkan di rumah kaca (69,59 mg/100g). Pengeringan di rumah kaca
menyebabkan pegagan lebih banyak teroksidasi oleh faktor sinar dan udara.
Menurut Almatsier (2006), vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan
udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Selain itu, lamanya waktu
pengeringan di rumah kaca juga menyebabkan vitamin C yang terdapat pada
pegagan lebih banyak teroksidasi. Oleh karena itu, vitamin C pada pegagan yang
dikeringkan di rumah kaca memiliki kadar vitamin C yang lebih rendah.
Kadar β-karoten
β-karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau. β-
karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri dua molekul
retinol yang saling berkaitan (Almatsier 2006). Karoten stabil dalam pH netral dan
basa, namun sensitif terhadap asam, oksigen, cahaya dan panas (Gregory 1996)
yang dapat menyebabkan perubahan (rearrangement) pada ikatan rangkap dan
isomerisasi cis-trans. Di alam karotenoid bersifat stabil namun isolatnya mudah
mengalami perubahan molekul, isomerisasi cis-trans, degradasi oleh panas,
cahaya, oksigen, trace element, dan asam.
Kadar β-karoten pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan
oven blower (342,60 ppm) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang
dikeringkan di rumah kaca (469,32 ppm). Menurut Sopian (2005) perlakuan
pengeringan berpengaruh terhadap kadar β-karoten. Kadar β-karoten pegagan
kering oven blower yang lebih rendah dapat disebabkan oleh lebih tingginya suhu
pemanasan yang digunakan. Suhu pemanasan oven blower yang digunakan
30
adalah 550C sedangkan suhu pemanasan pada pengeringan di rumah kaca
adalah 330C.
Kadar kalsium (Ca)
Kalsium merupakan mineral makro, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah lebih dari 100mg sehari. Sumber kalsium terbaik adalah susu
dan turunannya, seperti keju, es krim, yoghurt, ikan yang dimakan bersama
tulang-tulangnya, kacang-kacangan, dan produk olahannya, buah dan sayur
seperti brokoli, kangkung, caisin, dan lain-lain. Sayuran merupakan sumber
kalsium yang baik namun bahan makanan ini mengandung banyak zat yang
menghambat kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier 2006).
Kadar kalsium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan
oven blower (2.363,80 mg/100g) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan
yang dikeringkan di rumah kaca (2.882,16 mg/100g). Gaman & Sherrington
(1992) menjelaskan bahwa pemanasan kecil saja pengaruhnya terhadap mineral,
dalam hal ini kalsium. Menurut Wardlaw & Smith (2009) mineral yang berasal
dari tumbuhan bisa hilang secara signifikan karena prosessing, berupa
pemotongan dan pencucian. Perbedaan kadar kalsium dapat diakibatkan oleh
kesalahan pada saat analisis atau prossesing yang berlebihan.
Kadar zat besi (Fe)
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam
tubuh manusia dan hewan. Besi dalam bahan pangan hewani terdapat dalam
bentuk besi-hem sedangkan dalam bahan pangan nabati berbentuk besi-nonhem
(Almatsier 2006). Kadar zat besi pada pegagan yang dikeringkan dengan
menggunakan oven blower (40,99 mg/100g) hampir sama dengan pegagan yang
dikeringkan di rumah kaca (40,03 mg/100g). Gaman dan Sherrington (1992)
menyatakan bahwa zat besi tidak mudah rusak oleh pemanasan namun
jumlahnya dapat meningkat dalam bahan pangan apabila terkena kontaminan
dari perkakas yang berbahan dasar besi.
Kadar selenium (Se)
Selenium dapat ditemukan dalam bentuk anorganik maupun organik.
Dalam bentuk anorganik ditemukan sebagai selenat (SeO42-), selenit (SeO3
2-),
dan selenium oksida (SeO2) (Dilaga 1992), sedangkan dalam bentuk organik, Se
biasa ditemukan berikatan dengan protein sebagai asam amino berbentuk
selenometionin dan selenosistein (Almatsier 2006). Selenium banyak ditemukan
pada bahan pangan yang berkadar protein tinggi seperti makanan laut dan
31
daging. Kandungan Se dalam kacang-kacangan, serelia, dan biji-bijian
bergantung pada kondisi tanah tempat tumbuh bahan pangan tersebut. Selenium
terekstraksi dari tumbuhan dengan tiga cara, yaitu pemanasan, mikrobial, dan
asam (Hutzinger 1982).
Kadar selenium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan
oven blower (36,06 mcg) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang
dikeringkan di rumah kaca (31,03 mcg). Kadar selenium pada bahan pangan
yang berasal dari tumbuhan bergantung pada kadar selenium dalam tanah
tempat tumbuhnya (Groff dan Gropper 1999). Perbedaan kadar selenium diduga
akibat perbedaan kadar selenium dalam tanah, perbedaan usia panen, ataupun
kesalahan pada saat analisis.
Sifat Fisik dan Kimia Mikrokapsul Pegagan
Mikrokapsul pegagan dianalisis sifat fisiknya meliputi rendeman
mikrokapsul, warna, Scanning Electron Microscope (SEM), kadar air dan
kelarutan dalam air, sedangkan sifat kimia yang dianalisis dari mikrokapsul
pegagan adalah asam asiatik.
Hasil Rendemen Mikrokapsul Pegagan
Data rendemen mikroenkapsulasi pegagan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai rendemen mikrokapsul pegagan
berkisar antara 33,39% hingga 52,54%. Nilai rendemen mikrokapsul terendah
dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 10%, sedangkan nilai
rendemen mikrokapsul tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi
20%.
Tabel 6 Rendemen mikrokapsul pegagan
Konsentrasi Ekstrak (%) Rendemen (%)
10 33,39
15 38,73
20 52,54
25 46,85
30 43,54
Terjadi penurunan nilai rendemen pada konsentrasi ekstrak 25% dan
30%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya kehilangan produk selama proses
pengolahan. Kehilangan dapat terjadi karena adanya bahan yang melekat pada
alat Homogenizer saat pembuatan suspensi bahan pengkapsul dan pembuatan
emulsi. Selain itu kehilangan juga dapat terjadi pada saat spray drying. Diduga
kehilangan yang terjadi pada proses ini lebih banyak. Pada proses spray drying,
32
bahan tertinggal di selang spray dryer, adanya produk yang melekat di tabung
pengering, dan hilang saat membersihkan nozzle spray dryer karena adanya
bahan yang menyumbatnya.
Warna Mikrokapsul Pegagan
Analisis warna mikrokapsul pegagan menggunakan alat Chromameter
Minolta CR-300. Hasil analisis warna mikrokapsul dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil analisis warna mikrokapsul pegagan
Bahan L a b b/a 0Hue
Mikrokapsul 10% 95,03 -3,67 12,96 -3,53 178,70
Mikrokapsul 15% 91,10 -3,50 14,37 -4,11 178,67
Mikrokapsul 20% 87,48 -3,57 14,74 -4,13 178,67
Mikrokapsul 25% 85,72 -4,34 17,46 -4,03 178,67
Mikrokapsul 30% 84,30 -3,58 16,26 -4,55 178,65
Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak
yang digunakan maka semakin menurun kecerahan warna (L) mikrokapsul yang
dihasilkan atau semakin gelap. Derajat warna (0Hue) mikrokapsul berkisar antara
178,65 hingga 178,70. Hal ini menandakan bahwa mikrokapsul pegagan
berwarna kehijauan (0Hue = 162 hingga 198). Nilai 0Hue digunakan untuk
mengetahui warna sesungguhnya dari suatu bahan.
Warna mikrokapsul pegagan yang paling baik adalah warna mikrokapsul
pegagan 10% karena memiliki nilai kecerahan dan nilai 0Hue tertinggi diantara
mikrokapsul lainnya. Namun warna mikrokapsul pegagan pada penelitian ini tidak
menjadi kriteria pemilihan mikrokapsul yang digunakan untuk roti bagelen.
Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Mikrokapsul Pegagan
Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk mengetahui
kualitas mikrokapsul secara mikrostruktur. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan
sinar electron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh
diubah menjadi gambar (Utami 2007). Analisis morfologi dengan SEM mampu
menunjukkan ukuran, bentuk, dan aspek umum lainnya terhadap mikrokapsul
secara lebih detail. Morfologi mikrokapsul mempengaruhi sifat mikrokapsul
lainnya seperti laju pelepasan bahan inti, surface oil, kelarutan, stabilitas
mikrokapsul, dan lain-lain (Nasrullah 2010).
Seluruh mikrokapsul pegagan (mikrokapsul dengan penambahan ekstrak
pegagan 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%) dianalisis secara mikrostruktur
menggunakan SEM dengan tipe JEOL JSM-5310LV. Pengujian SEM dilakukan
di Balai Besar Kehutanan, Bogor. Metode analisis SEM dapat dilihat pada
33
Lampiran 1. Gambar hasil pengujian SEM terhadap mikrokapsul pegagan
dengan perbesaran 300 kali dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Hasil SEM mikrokapsul pegagan berbagai perlakuan dengan perbesaran 300 kali
Hasil analisis SEM pada Gambar 6 menunjukkan bahwa mikrokapsul
pegagan berbentuk bulat utuh dan berkeriput dengan diameter 20µm. Bentuk
mikrokapsul yang bulat utuh menandakan mikrokapsul telah terbentuk sempurna
dan berisi bahan aktif, sedangkan bentuk mikrokapsul yang berkeriput
menandakan mikrokapsul yang terbentuk tidak sempurna atau partikel bahan
Mikrokapsul ekstrak 10% Mikrokapsul ekstrak 15%
Mikrokapsul ekstrak 20%
Mikrokapsul ekstrak 25% Mikrokapsul ekstrak 30%
34
pengkapsul tidak berisi bahan aktif didalamnya. Gambar mikrokapsul 10% dan
15% memiliki bentuk bulat utuh yang lebih banyak daripada mikrokapsul 20%,
25% dan 30%.
Mikrokapsul pegagan terpilih adalah mikrokapsul yang memiliki
mikrostruktur yang baik. Mikrokapsul 10% dan 15% memiliki mikrostruktur yang
baik berdasarkan Gambar 6. Namun mikrokapsul yang terpilih adalah
mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak pegagan 15% karena mikrokapsul
tersebut mampu menyelimuti lebih banyak ekstrak.
Kadar Air Mikrokapsul Pegagan
Kadar air merupakan salah satu parameter utama yang menentukan
kualitas produk mikrokapsul yang bersifat kering. Kadar air yang rendah dapat
mencegah tumbuhnya mikroba yang dapat merusak produk. Hasil pengukuran
kadar air mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa kadar air mikrokapsul berkisar antara 3,79% hingga 4,84%.
Kadar air mikrokapsul pegagan hampir sama dengan hasil kadar air mikrokapsul
oleoresin lada hitam dengan bahan penyalut maltodekstrin:susu skim yaitu
dibawah 5% (Nasrullah 2010).
Tabel 8 Kadar air mikrokapsul pegagan
Mikrokapsul (%) Rata-rata (%)
10 3.79
15 4.84
20 4.44
25 4.74
30 3.84
Kelarutan Mikrokapsul Pegagan Dalam Air
Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa mikrokapsul pegagan memiliki kelarutan
dalam air antara 97%-98%. Nilai terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan
konsentrasi ekstrak 10% yaitu 97,66%, sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh
mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 30% yaitu 98,77%. Secara keseluruhan
nilai kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air sangat tinggi yakni di atas 90%.
Kelarutan mikrokapsul pegagan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
mikrokapsul oleoresin lada (94,16%) dengan bahan penyalut yang sama yaitu
maltodekstrin dan natrium kaseinat (Desmawarni 2010). Menurut Kenyon dan
Anderson (1988), maltodekstrin dapat larut dengan sempurna dalam air dingin
sehingga dapat melepaskan flavor dengan tepat pada aplikasi tertentu.
35
Sebaliknya, Singh (1995) menyatakan bahwa natrium kaseinat tidak memiliki nilai
kelarutan yang tinggi. Nilai kelarutan akan menjadi lebih tinggi apabila natrium
kaseinat dikombinasikan dengan maltodekstrin yang dapat larut sempurna di
dalam air.
Tabel 9 Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air
Konsentrasi ekstrak Kelarutan dalam air (%)
10% 97.66
15% 98.34
20% 97.76
25% 97.98
30% 98.77
Kandungan Asam Asiatik Mikrokapsul Pegagan
Data hasil analisis kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan
Ekstrak (%) Asam asiatik (%)
10 0,06
15 0,08
20 0,10
25 0,13
30 0,15
Tabel diatas menunjukkan bahwa kandungan asam asiatik pada
mikrokapsul berkisar antara 0,06% hingga 0,16%. Kandungan asam asiatik
tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 30%, sedangkan
kandungan asam asiatik terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak
pegagan 10%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak pegagan maka semakin tinggi
pula kandungan asam asiatik pada mikrokapsul.
Formulasi Bagelen Pegagan
Penentuan formula
Penentuan formula dasar bagelen pegagan dilakukan secara trial and
error untuk mendapatkan komposisi adonan yang optimal serta hasil bagelen
yang renyah. Trial and error formula dasar dilakukan terhadap bagelen kontrol.
Setelah mendapatkan komposisi adonan bagelen kontrol optimal selanjutnya
dilakukan penambahan dua jenis pegagan ke dalam adonan bagelen.
Menurut Utomo (2005) adonan bagelen terdiri dari tepung terigu, ragi
instan, gula pasir, garam, susu bubuk skim, bread improver, emulsifier kue,
36
kuning telur, air es, dan mentega. Adonan ini setelah menjadi roti kemudian
dipotong, diberi olesan kemudian dipanggang kembali. Metode yang digunakan
dalam membuat adonan roti bagelen pegagan adalah metode Conventional
Straight Dough. Pada metode ini semua bahan dicampur secara bersama
menjadi sebuah adonan, kemudian dilakukan fermentasi. Menurut Muchtadi
(1992), kelebihan metode ini adalah tidak memerlukan peralatan yang
berlebihan, waktu fermentasi lebih singkat, dan lebih sedikit tenaga kerja. Namun
kekurangan dari metode ini adalah proses fermentasi sulit untuk dikontrol,
struktur roti lebih kasar dan aroma roti kurang menarik (Aini 2011).
Bagelen pegagan diberikan dua perlakuan yaitu jenis pegagan dan
konsentrasi, masing-masing perlakuan memiliki taraf yang berbeda. Perlakuan
jenis pegagan memiliki dua taraf yaitu serbuk pegagan dan mikrokapsul
sedangkan konsentrasi memiliki lima taraf yaitu kontrol (0%), 5%, 10%, 15%, dan
20% dari berat total terigu. Formula bagelen pegagan terpilih disajikan pada
Tabel 11, formula ini adalah modifikasi dari resep bagelen Utomo (2005).
Tabel 11 Formula Bagelen Pegagan Mikrokapsul Serbuk
Formula 0% 5% 10% 15% 20% 0% 5% 10% 15% 20%
Tepung terigu
(g) 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500
Ragi (g) 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
Gula (g) 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70
Bread Improver
(g) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Susu bubuk (g) 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
Susu cair (g) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Kuning telur (g) 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57
Mentega (g) 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70
Air es (g) 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150
Pegagan (g) 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100
Hasil Uji Organoleptik Bagelen
Uji organoleptik dilakukan terhadap sepuluh jenis roti bagelen, yaitu roti
bagelen yang ditambah serbuk pegagan dan mikrokapsul pegagan dengan
konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Seluruh bagelen pegagan diuji
organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dan mutu hedonik dengan
37
parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur yang menggunakan skala garis dari
selang satu hingga sembilan.
Hasil Uji Hedonik
Uji hedonik atau kesukaan merupakan uji yang paling dikenal untuk
melihat status kesukaan atau status afektif dari suatu produk (Adawiyah &
Waysima 2009). Pada penelitian ini beberapa sampel disajikan sekaligus
kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian tentang kesukaan atau
penerimaan terhadap masing-masing sampel, tanpa harus membandingkan satu
dengan yang lain. Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai
adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa.
Data hasil uji organoleptik yang telah didapat diuji secara statistik untuk
mengetahui adanya pengaruh perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil sidik
ragam, perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya memiliki
pengaruh yang nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur
bagelen pegagan pada p<0,05 (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan untuk uji
hedonik masing-masing parameter disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Data rata-rata hasil uji hedonik bagelen pegagan Konsentrasi pegagan
Nilai rata-rata
Warna Aroma Rasa Tekstur
0% (kontrol) 7,08d 7,10
e 7,41
e 7,41
d
5% 6,92d 6,59
d 6,89
d 6,79
c
10% 5,86c 5,89
c 5,85
c 6,55
bc
15% 5,05b 5,33
b 5,15
b 6,14
b
20% 3,86a 4,62
a 4,49
a 5,36
a
Jenis pegagan
Nilai rata-rata
Warna Aroma Rasa Tekstur
Serbuk pegagan
5,40b 5,30
b 5,36
b 6,08
b
Mikrokapsul 6,11a 6,51
a 6,55
a 6,82
a
Keterangan: huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar tingkat kesukaan panelis terhadap sampel.
Warna. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen pegagan
berada pada kisaran tidak disukai (3,86) untuk konsentrasi 20% hingga disukai
(7,08) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, warna bagelen pada
konsentrasi pegagan 5% tidak berbeda nyata pada p<0,05 dengan warna
bagelen kontrol, sedangkan warna bagelen dengan konsentrasi 10%, 15% dan
20% berbeda nyata dengan warna kontrol dan 5%.
Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa warna bagelen serbuk
pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan bagelen mikrokapsul pegagan.
38
Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen mikrokapsul pegagan lebih
tinggi daripada warna bagelen serbuk pegagan.
Aroma. Data rata-rata hasil uji hedonik untuk parameter aroma bagelen
pegagan berada pada kisaran agak tidak disukai (4,62) untuk bagelen
konsentrasi 20% hingga disukai (7,10) untuk bagelen kontrol. Kesukaan panelis
terhadap aroma bagelen pegagan semakin berkurang setiap kenaikan 5%
konsentrasi pegagan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, aroma bagelen
pegagan setiap konsentrasi berbeda nyata pada p<0,05.
Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya perbedaan nyata pada
p<0,05 antara aroma bagelen serbuk pegagan dengan aroma bagelen
mikrokapsul pegagan. Nilai rata-rata hasil uji hedonik untuk aroma bagelen
mikrokapsul pegagan lebih lebih tinggi yaitu 6,51 (agak suka) dari pada aroma
begelen serbuk pegagan.
Rasa. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk parameter rasa bagelen
pegagan berada pada kisaran agak tidak disukai (4,49) untuk konsentrasi 20%
hingga disukai (7,41) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, rasa
bagelen pegagan setiap konsentrasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada
p<0,05. Kesukaan panelis terhadap rasa bagelen pegagan semakin menurun
setiap peningkatan konsentrasi 5%.
Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa rasa bagelen
mikrokapsul pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan rasa bagelen serbuk
pegagan. Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa lebih tinggi pada bagelen
mikrokapsul pegagan dari pada bagelen serbuk pegagan.
Tekstur. Data nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter tekstur
bagelen pegagan berada pada kisaran nilai 5,36 (suka tidak, tidak suka tidak)
untuk konsentrasi 20% hingga 7,41 (suka) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan
hasil uji lanjut Duncan, tekstur bagelen kontrol berbeda nyata dengan bagelen
yang ditambahkan 20% pegagan, sedangkan tekstur bagelen pegagan kontrol,
bagelen yang ditambahkan 5% pegagan, 10% pegagan, dan 15% pegagan tidak
berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05.
Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa kesukaan panelis
terhadap tekstur bagelen serbuk pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan
tekstur bagelen mikrokapsul pegagan. Tekstur Bagelen mikrokapsul memiliki nilai
rata-rata kesukaan panelis lebih tinggi, yaitu 6,82 dengan kategori agak suka.
39
Hasil Uji Mutu Hedonik
Uji mutu hedonik digunakan untuk mendapat gambaran suatu atribut
sensori tertentu yang bervariasi dari sejumlah sampel (Adawiyah & Waysima).
Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah
kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Skala penilaian yang digunakan
pada uji mutu hedonik adalah skala 1 sampai 9.
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6), perlakuan jenis pegagan,
konsentrasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap parameter
warna, aroma, rasa dan tekstur pada uji mutu hedonik roti bagelen pegagan pada
p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Data rata-rata hasil uji mutu hedonik bagelen pegagan Konsentrasi pegagan
Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan
Warna Aroma Rasa Tekstur
0% (kontrol) 7,45e 7,63
e 7,52
e 7,81
d
5% 6,80d 6,48
d 6,45
d 6,94
c
10% 5,48c 5,51
c 5,76
c 6,46
bc
15% 4,82b 4,94
b 5,21
b 6,08
ab
20% 3,20a 4,28
a 4,65
a 5,56
a
Jenis pegagan
Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan
Warna Aroma Rasa Tekstur
Serbuk pegagan
5,08b 5,15
b 5,39
b 6,27
b
Mikrokapsul 6,02a 6,39
a 6,44
a 6,87
a
Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar skor mutu sampel.
Warna. Nilai rata-rata penilaian mutu warna bagelen pegagan berada
pada kisaran 3,20 (gelap) untuk konsentrasi 20% hingga 7,45 (cerah) untuk
bagelen kontrol. Bagelen dengan konsentrasi 5% memiliki nilai rata-rata penilaian
mutu warna paling tinggi (6,80) bila dibandingkan dengan bagelen konsentrasi
10%, 15%, dan 20%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, mutu warna bagelen
pegagan setiap perlakuan konsentrasi pegagan berbeda nyata satu sama lain
pada p<0,05. Warna bagelen pegagan menjadi semakin gelap setiap konsentrasi
pegagannya dinaikkan 5%. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai
rata-rata penilaian panelis terhadap mutu warna bagelen pegagan.
Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu warna bagelen
mikrokapsul pegagan berbeda secara nyata dengan mutu warna bagelen serbuk
pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata
penilaian mutu warna lebih tinggi dibandingkan bagelen serbuk pegagan. Mutu
warna bagelen mikrokapsul termasuk dalam kategori agak cerah sedangkan
warna bagelen serbuk pegagan termasuk dalam kategori biasa.
40
Aroma. Nilai rata-rata penilaian terhadap mutu aroma bagelen pegagan
berada pada kisaran 4,28 (agak beraroma langu) untuk konsentrasi 20% hingga
7,63 (beraroma harum) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut
Duncan pada p<0,05, mutu aroma bagelen pegagan setiap perlakuan
konsentrasi berbeda secara nyata satu sama lain. Nilai rata-rata penilaian panelis
terhadap mutu aroma bagelen pegagan semakin rendah dengan setiap
penambahan konsentrasi pegagan 5%, menandakan bahwa aroma bagelen
pegagan semakin langu.
Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu aroma bagelen
mikrokapsul pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada
p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata penilaian mutu
aroma yang lebih tinggi (6,39) dengan kategori agak harum dibandingkan dengan
bagelen serbuk pegagan yang termasuk dalam kategori biasa (5,13).
Rasa. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu rasa begelen
pegagan berkisar antara 4,65 (agak pahit) untuk konsentrasi 20% hingga 7,52
(manis) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil rata-rata penilaian mutu,
bagelen konsentrasi pegagan 5% memiliki nilai mutu rasa yang lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi pegagan 10%, 15% dan 20%. Rasa bagelen
menjadi semakin pahit setiap konsentrasi pegagan dinaikkan 5%, hal ini
ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian mutu aroma
bagelen pegagan saat konsentrasi pegagan dinaikkan 5%. Berdasarkan hasil uji
lanjut Duncan, terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen masing-
masing perlakuan pada p<0,05.
Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata antara mutu rasa bagelen mikrokapsul pegagan dengan mutu rasa
bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Berdasarkan nilai rata-rata penilaian mutu
rasa, bagelen mikrokapsul pegagan memiliki mutu rasa yang agak manis
sedangkan bagelen serbuk daun memiliki rasa yang biasa (pahit tidak, manis
tidak).
Tekstur. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu tekstur bagelen
berada pada kisaran 5,56 (biasa) untuk konsentrasi 20% hingga 7,81 (renyah)
untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, bagelen kontrol,
bagelen konsentrasi 5%, 10%, dan 15% tidak berbeda nyata, sedangkan
bagelen dengan konsentrasi 20% berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya.
41
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, mutu tekstur bagelen mikrokapsul
pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen
mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata mutu yang lebih tinggi yaitu 6,87
dengan kategori agak renyah.
Hasil uji hedonik dan mutu hedonik dijadikan pertimbangan untuk
menentukan produk bagelen terpilih. Bagelen terpilih kemudian diuji organoleptik
oleh panelis lansia dan dianalisis secara fisik dan kimia. Produk terpilih adalah
produk dengan kategori tingkat kesukaan dan skor mutu yang tinggi pada
parameter warna, aroma, rasa dan tekstur, tidak termasuk kontrol. Berdasarkan
Tabel 12 dan Tabel 13, bagelen yang memiliki nilai hedonik (kesukaan) dan mutu
hedonik tertinggi pada keempat parameter selain kontrol adalah bagelen dengan
konsentrasi 5% dan jenis mikrokapsul.
Gambar 7 Bagelen Pegagan Mikrokapsul 5%
Hasil Uji Organoleptik Bagelen Pegagan Terpilih
Lansia sebagai tahap akhir perkembangan manusia hampir selalu
mengalami kemunduran atau perubahan fisiologis. Salah satu perubahan terjadi
pada rongga mulut, mulai dari kehilangan kemampuan untuk mengecap,
kesulitan untuk mengunyah hingga menelan. (Arisman 2004).
Bagelen pegagan merupakan alternatif produk pangan fungsional untuk
lansia. Pemilihan bagelen pegagan berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik
sebelumnya bertujuan agar didapatkan pangan yang memiliki sifat fungsional
dan juga dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, peneliti ingin
mengetahui seberapa besar bagelen pegagan terpilih ini disukai oleh lansia.
Warna
Warna adalah penerimaan awal yang dinilai panelis. Penampakan warna
merupakan salah satu atribut sensori yang penting untuk dinilai karena
penerimaan awal dimulai dengan ketertarikan panelis untuk melihat produk yang
diberikan. Hasil uji organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat
kesukaan panelis terhadap warna bagelen (Gambar 8). Gambar tersebut
menunjukkan bahwa panelis yang memilih suka sebanyak 90,9%, sangat suka
42
sebanyak 9,1% dan tidak ada panelis yang memilih kategori sangat tidak suka,
tidak suka dan agak suka terhadap warna bagelen.
Gambar 8 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap warna bagelen pegagan terpilih
Aroma
Penilaian aroma dianggap penting karena pembahan mikrokapsul
pegagan pada bagelen memungkinkan timbulnya aroma khas pada bagelen.
Menurut Adawiyah dan Waysima (2009), kepekaan seseorang dalam mendeteksi
bau sangat tergantung dari keadaan fisiologis dan psikologisnya misalnya kondisi
lapar dan kenyang, mood, konsentrasi, ada tidaknya infeksi respiratori, dan
khusus untuk perempuan adalah siklus menstruasi dan kehamilan.
Data hasil organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat
kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan (Gambar 9). Gambar
tersebut menunjukkan bahwa persentase kesukaan aroma tertinggi kepada
bagelen pegagan terpilih berada pada kategori suka (72,7%). Sebanyak 18,2%
menyatakan sangat suka terhadap aroma bagelen pegagan dan 9,1% panelis
lansia menyatakan tidak suka. Meskipun terdapat panelis yang tidak menyukai
aroma bagelen tetapi jumlah panelis yang menerima aroma bagelen pegagan
lebih banyak.
Gambar 9 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan terpilih
0.020.040.060.080.0
100.0
sangattidaksuka
tidaksuka
agaksuka
suka sangatsuka
0.0 0.0 0.0
90.9
9.1 P
ers
en
tase
(%)
Warna
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
sangattidaksuka
tidaksuka
agaksuka
suka sangatsuka
0.0 9.1
0.0
72.7
18.2
Per
sen
tase
(%)
Aroma
43
Rasa
Rasa juga merupakan salah satu atribut sensori yang penting untuk
diberikan penilaian. Menurut Drummond dan Brefere (2007) rasa adalah salah
satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih makanan. Hasil
organoleptik terhadap rasa bagelen pegagan ditunjukkan oleh diagram
persentase tingkat kesukaan panelis (Gambar 10). Gambar tersebut
menunjukkan bahwa persentase kesukaan rasa bagelen terpilih berada pada
kategori suka (68%) dan sangat suka (32%). Tidak ada panelis yang memilih
kategori sangat tidak suka, tidak suka, dan agak suka sehingga dapat dikatakan
bahwa rasa bagelen pegagan 5% mikrokapsul yang agak manis berdasarkan
Tabel 11 dapat diterima panelis lansia.
Gambar 10 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap rasa bagelen pegagan terpilih
Tekstur
Tektur suatu produk pangan juga memainkan peranan penting di dalam
proses penerimaan. Menurut Adawiyah dan Waysima (2009), tekstur menjadi
salah satu kriteria utama yang digunakan konsumen untuk menilai mutu dan
kesegaran produk pangan. Berkurangnya kemampuan mengunyah pada usia
lanjut menjadikan tekstur menjadi hal yang penting untuk dinilai.
Data hasil uji organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat
kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen pegagan (Gambar 11). Gambar
tersebut menunjukkan bahwa persentase kesukaan panelis lansia terhadap
tekstur bagelen pegagan terpilih berada pada kategori suka (77,3%) dan sangat
suka (22,7%). Tekstur bagelen pegagan yang agak renyah berdasarkan Tabel 13
mampu diterima oleh panelis lansia karena tidak ada panelis yang menyatakan
sangat tidak suka, tidak suka, dan agak tidak suka terhadap bagelen pegagan
terpilih.
0.020.040.060.080.0
sangattidaksuka
tidaksuka
agaksuka
suka sangatsuka
0.0 0.0 0.0
68.2
31.8
Per
sen
tase
(%)
Persentase Kesukaan Rasa
Rasa
44
Gambar 11 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen pegagan terpilih
Analisis Sifat Fisik Dan Kimia Bagelen Pegagan Terpilih
Analisis sifat fisik yang dilakukan terhadap roti bagelen adalah volume
spesifik adonan dan roti, rasio pengembangan, warna, dan tekstur. Analisis sifat
fisik volume spesifik adonan, volume spesifik roti, dan rasio pengembangan
dilakukan kepada roti pada pemanggangan pertama, sedangkan analisis warna
dan tekstur bagelen dilakukan kepada roti setelah pemanggangan kedua.
Gambar roti bagelen pegagan disajikan pada Gambar 12.
.
Gambar 12 Roti bagelen pegagan setelah pemanggangan pertama
Volume spesifik adonan dan roti bagelen
Volume spesifik adonan adalah perbandingan antara volume adonan
dengan berat adonan, sedangkan volume spesifik roti adalah perbandingan
volume roti dengan berat roti tersebut. Volume spesifik adonan pada roti bagelen
dan volume spesifik roti bagelen masing-masing adalah sebesar 2,89ml/g dan
2,29ml/g. Penurunan pengembangan terjadi pada volume spesifik roti bagelen
pegagan. Menurut He dan Hoseney (1991) dalam Hidayanti (2003), volume roti
ditentukan oleh dua faktor yaitu jumlah gas yang diproduksi dan yang ditahan
dalam adonan.
Volume spesifik adonan roti bagelen terpilih lebih tinggi dibandingkan
dengan volume spesifik adonan roti manis dalam penelitian Hidayanti (2003) dan
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
sangattidaksuka
tidaksuka
agaksuka
suka sangatsuka
0.0 0.0 0.0
77.3
22.7
Pe
rse
nta
se(%
)
Persentase Kesukaan Tekstur
Tekstur
45
Maenah (2003). Volume spesifik adonan roti manis substitusi 5% germ gandum
adalah 0,73ml/g, sedangkan volume spesifik adonan roti manis substitusi
kangkung 5% dan katuk 5% keduanya adalah 0,99ml/g. Volume spesifik roti
bagelen terpilih lebih tinggi bila dibandingkan dengan roti manis germ gandum
(Hidayanti 2003) yaitu 2,27ml/g dan lebih rendah daripada roti manis dengan
substitusi kangkung dan katuk (Maenah 2003) yang volume spesifik rotinya
masing-masing sebesar 2,39ml/g dan 2,48ml/g.
Rasio pengembangan
Rasio pengembangan dapat diukur dengan cara membagi volume roti
setelah pemanggangan dengan volume adonan sebelum pengembangan. Hasil
analisis menunjukkan bahwa rasio pengembangan untuk roti bagelen terpilih
adalah 0,73. Rasio pengembangan roti begelen lebih kecil bila dibandingkan
dengan rasio pengembangan roti manis substitusi germ gandum dalam penelitian
Hidayanti (2003) yang berkisar antara 1,78-2,88. Menurut Tanudjaja (1990)
dalam Hidayanti (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan
adonan adalah pencampuran, suhu adonan, fermentasi serta pengembangan
setelah pembentukan dan sebelum masuk oven.
Tekstur
Tekstur roti bagelen dianalisis menggunakan alat Texture Analyzer untuk
mengetahui kerenyahannya. Pada prinsipnya alat ini akan menekan roti bagelen
terpilih dengan probe sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan
profil tekstur bagelen. Soekarto (1985) menyatakan bahwa besarnya gaya yang
dibutuhkan untuk membuat produk mengalami kerusakan menunjukkan nilai
kekerasan suatu produk. Prinsip inilah yang mendasari pengukuran
kekerasan/kerenyahan dimana gaya tekan akan memecahkan produk padat.
Nilai kerenyahan bagelen pegagan ditunjukkan oleh nilai fracturability-
nya. Nilai fracturability roti bagelen adalah sebesar 1.255 gf. Nilai fracturability
atau kerenyahan roti bagelen lebih tinggi dibandingkan crackers cangkang
rajungan yang berkisar antara 556,94 - 637,50 gf (Yanuar 2008). Crackers
dijadikan sebagai pembanding karena belum ada penelitian tentang bagelen.
Selain itu, pemilihan crackers sebagai pembanding juga disebabkan oleh bahan
dan proses pengolahan crackers lebih mirip roti karena menggunakan terigu, air,
garam, gula, lemak dan ragi serta mengalami proses fermentasi dan
pemanggangan.
46
Warna
Warna permukaan roti bagelen dianalisis menggunakan Chromameter
Minolta CR-300. Hasil anallisis warna roti bagelen pegagan menunjukkan bahwa
roti bagelen pegagan memiliki tingkat kecerahan (L) 71,54. Nilai a negatif
menunjukkan intensitas warna hijau pada roti bagelen sebesar -4,93. Nilai b
positif menunjukkan intensitas warna kuning pada roti bagelen pegagan sebesar
28,15. Nilai Hue sebesar 178,60 menunjukkan warna sesungguhnya adalah
kehijauan. Warna kehijauan bagelen pegagan kemungkinan berasal dari
penambahan mikrokapsul pegagan yang juga berwana kehijauan (Tabel 6) .
Kandungan gizi bagelen pegagan terpilih
Analisis kandungan zat gizi yang dilakukan terhadap roti bagelen adalah
analisis kadar air, protein, lemak, karbohidrat, energi, dan asam asiatik.
Kandungan energi bagelen pegagan dihitung berdasarkan estimasi dari masing-
masing zat gizi seperti lemak, protein dan karbohidrat. Data hasil analisis
kandungan gizi bagelen pegagan terpilih dapat dilihat pada Tabel 14. Kandungan
gizi bagelen komersil didapat dari nutrition fact yang tertera pada produk. Dapat
dilihat bahwa bagelen komersil mencantumkan kandungan energi, protein, lemak
dan karbohidrat per 100gram.
Tabel 14 Kandungan zat gizi dan energi per 100g bagelen
Energi dan zat gizi Kandungan
Bagelen pegagan Bagelen komersil *)
Energi (Kal) 549 550
Protein (g) 8,28 7,8
Lemak (g) 33,01 31,4
Karbohidrat (g) 54,69 58,9
Asam asiatik (g) 0,008 -
Air (g) 2,60 -
Keterangan: *)Berdasarkan nutrition fact pada kemasan
Bagelen pegagan memiliki kandungan protein dan lemak lebih tinggi
dibandingkan bagelen komersil sedangkan bagelen komersil unggul dengan
kandungan energi dan karbohidratnya. Selain itu, bagelen pegagan juga memiliki
kelebihan karena mengandung asam asiatik sebesar 79,67 ppm atau setara
dengan 0,008g/100g.
Bagelen pegagan memiliki kadar air dibawah kondisi optimum, menurut
Winarno (2004) yang menyatakan bahwa kadar air 3-7% mencapai kestabilan
optimum serta dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang
47
merusak seperti hidrolisis dan oksidasi lemak. Bagelen komersil tidak
mencantumkan kandungan air dalam nutrition fact-nya.
Kontribusi Zat Gizi Bagelen Pegagan Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) atau Recommended
Dietary Allowance (RDA) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang
dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu
Negara (Almatsier 2004). AKG di Indonesia dibuat berdasarkan golongan umur,
jenis kelamin, ukuran tubuh serta aktivitas untuk mencegah terjadinya
kekurangan ataupun kelebihan zat gizi. Menurut WNPG (2004) angka kecukupan
energi dan protein untuk laki-laki berusia 50-64 tahun masing-masing adalah
2350 Kal dan 60gram sedangkan untuk perempuan angka kecukupan energi dan
protein masing-masing adalah 1750 Kal dan 50gram. Secara umum Hardinsyah
dan Tambunan dalam WNPG (2004) menjelaskan bahwa pola pangan yang baik
adalah bila komposisi energi dari karbohidrat, protein, dan lemak masing-masing
50-65%, 10-20% dan 20-30% tergantung umur, berat badan dan keadaan
fisiologis.
Bagelen pegagan merupakan salah satu pangan fungsional yang dapat
dijadikan sebagai alternatif makanan kudapan atau snack untuk lansia. Makanan
kudapan atau snack adalah makanan ringan yang dimakan di antara waktu
makan regular (Lusas & Rooney 2001). Kontribusi yang diberikan oleh makanan
kudapan berkisar antara 20% hingga 30% dari total kebutuhan dalam sehari.
Pemberian makanan kudapan dapat dilakukan di antara waktu makan pagi
dengan siang dan atau waktu makan siang dengan malam.
Sifat fungsional bagelen pegagan didapat dari penambahan pegagan
pada proses pembuatannya. Annisa (2006) telah menguji manfaat pegagan
terhadap peningkatan fungsi kognitif kepada tikus dengan memberikan esktrak
pegagan dengan dosis 100mg/kg BB hingga 300mg/kg BB. Selain itu, Omar Dev
(2009) telah meneliti manfaat pegagan yang dapat meningkatkan fungsi kognitif
pada pria dan wanita usia dewasa dengan dosis sehari sekali antara 3g sampai
4g selama 2 bulan. Berdasarkan penelitian tersebut dilakukan perhitungan
kebutuhan asam asiatik dari pegagan yang diberikan. Kadar asam asiatik ekstrak
pegagan adalah 13,42%, dosis ekstrak yang dianjurkan adalah 300mg/kgBB,
sedangkan berat badan laki-laki dan perempuan berdasarkan WNPG 2004
masing-masing adalah 62kg dan 55kg maka dalam sehari kadar asam asiatik
48
yang dibutuhkan untuk laki-laki dan wanita masing-masing adalah 2,49gram dan
2,21gram.
Berdasarkan jumlah kandungan zat gizi dan energi bagelen pegagan
(Tabel 16) dapat diperhitungkan kontribusi bagelen pegagan terhadap Angka
Kecukupan Zat Gizi (AKG) untuk lansia baik laki-laki maupun perempuan.
Takaran saji (serving size) yang diberikan setiap kali makan dengan
memperhitungkan 10% kontribusi energi dari total kecukupan energi sehari
adalah 50 gram bagelen (setara dengan 6 keping bagelen pegagan). Hasil
perhitungan kontribusi zat gizi bagelen pegagan terhadap AKG lansia dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Kontribusi zat gizi bagelen pegagan per serving size
Kandungan gizi Kandungan zat gizi per serving
size (50g)
Kontribusi zat gizi (%AKG)
Laki-laki Perempuan
Energi (Kal) 275 11,70 15,71
Protein (g) 4,14 6,90 8,28
Lemak (g) 16,51 6,32 8,49 Karbohidrat (g) 27,34 4,65 6,25 Asam asiatik (g) 0,004 - -
Satu takaran saji bagelen pegagan terpilih dapat menyumbang kalori,
protein, lemak, karbohidrat selama sehari lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan. Hal ini disebabkan oleh Angka Kecukupan Gizi perempuan lebih
rendah dibandingkan laki-laki.
Kadar asam asiatik bagelen pegagan per takaran saji adalah 39,83ppm
atau setara dengan 0,004g. Bagelen pegagan memiliki kontribusi asam asiatik
sehari sebesar 0,16% per takaran saji pada laki-laki untuk memenuhi fungsinya
sebagai peningkat kognitif sedangkan untuk wanita berkontribusi sebesar 0,18%.
Dibutuhkan sekitar 621,5 takaran saji untuk memenuhi 2,49gram asam asiatik.
Hal ini tidak memungkinkan apabila dalam sehari mengonsumsi bagelen
pegagan sebanyak 622,5 takaran saji karena bagelen pegagan hanya dianjurkan
untuk dikonsumsi sebagai makanan kudapan yang dapat dimakan maksimal dua
kali dalam sehari.
Analisis Biaya per Kandungan Gizi Bagelen Pegagan
Biaya merupakan faktor penting dalam produksi suatu produk.
Perhitungan biaya juga berfungsi untuk menentukan harga jual dan laba yang
ingin diperoleh dari produksi produk pangan. Analisis biaya pembuatan dilakukan
berdasarkan harga masing-masing komponen penyusun, peralatan yang
digunakan, biaya perawatan, pekerja dan kapasitas produksi. Laba diperoleh
karena produk dijual dengan harga tertentu (Anggi 2011) .
49
Perhitungan biaya dilakukan berdasarkan skala industri yang
mempertimbangkan biaya variable, biaya investasi, biaya pemeliharaan, biaya
tenaga kerja, biaya kemasan, dan biaya transportasi. Laba yang ditetapkan
adalah 30% dengan kapasitas produksi dalam sehari adalah 102kg. Bahan-
bahan yang dibutuhkan untuk membuat bagelen pegagan antara lain tepung
terigu, ragi, gula pasir, air es, susu skim, susu cair, kuning telur, butter, bread
improver, garam dan mikrokapsul pegagan. Peralatan yang dibutuhkan adalah
homogenizer, mixer roti, oven listrik, proofer, loyang, mixer kue, dan kuas kue.
Perhitungan biaya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Harga per kilogram produk bagelen pegagan adalah Rp 84.054,32
sedangkan harga per serving size bagelen adalah Rp 4.202,71. Satu serving size
bagelen pegagan dengan berat 50 gram berisi 6 keping bagelen. Harga per gram
bagelen pegagan adalah Rp 84,05. Harga bagelen pegagan per takaran saji
dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Harga Bagelen pegagan dan komersil per takaran saji (50g)
Produk Takaran saji Harga bagelen
per 50gram (Rp)
Harga
bagelen per
gram (Rp)
Bagelen pegagan terpilih
skala industri 6 keping (50g) 4.202,71 84,05
Bagelen komersil - 4.600,00 92,00
Tabel di atas menunjukkan bahwa harga per 50 gram bagelen pegagan lebih
murah bila dibandingkan dengan harga 50 gram bagelen pegagan komersil.
Harga kandungan energi dan asam asiatik bagelen pegagan dapat dilihat pada
Tabel 17.
Tabel 17 Harga kandungan energi dan asam asiatik bagelen pegagan dan komersil
Produk
Kandungan gizi 100g bagelen Harga
bagelen per 100
gram (Rp)
Harga kandungan energi tiap
Kal
Harga kandungan
asam asiatik tiap gram
Energi (kal)
Asam asiatik
(g)
Bagelen pegagan skala industri
549 0,008 8.405 15,31 10.506,25
Bagelen komersial 550 - 9.200 16,73 -
Harga kandungan gizi paling mahal pada bagelen pegagan adalah harga
kandungan asam asiatik yaitu Rp 10.506,25. Harga kandungan energi bagelen
50
pegagan (Rp 15,31) lebih rendah bila dibandingkan dengan harga kandungan
energi bagelen komersil (Rp 16,73). Harga kandungan asam asiatik yang tinggi
pada bagelen pegagan dapat disebabkan oleh mahalnya harga pengolahan
pegagan mulai dari pengeringan, pengekstrakan hingga pembuatan mikrokapsul.
51
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kandungan zat gizi yang terdapat pada daun pegagan segar dalam basis
kering adalah sebagai berikut 79,63% air; 22,5% protein; 6,3% lemak; 1,0% abu;
59,2% karbohidrat; 3,2% asam asiatik; 388,5mg/100g vitamin C; 435,7ppm β-
karoten; 212,4mg/100g zat besi; 9.790,3mg/100g kalsium; dan 22,3mcg/100g
selenium. Pegagan segar dikeringkan menggunakan oven blower dan
dikeringkan di rumah kaca. Kandungan zat gizi serbuk pegagan dalam basis
kering menjadi 7,31% air; 21,70% protein; 4,74% lemak; 15,37% abu; 58,19%
karbohidrat; 6,03% asam asiatik; 264,61mg/100g vitamin C; 342,60 ppm β-
karoten; 40,99mg/100g zat besi; 2.363,80mg/100g kalsium; dan 36,06mcg/100g
selenium sedangkan pengeringan dengan cara dikeringkan di rumah kaca
menghasilkan pegagan kering dengan kandungan gizi dalam basis kering yaitu
6,39% air; 28,59% protein; 1,03% lemak; 17,89% abu; 52,49% karbohidrat;
1,10% asam asiatik; 69,59mg/100g vitamin C; 469,32ppm β-karoten;
40,03mg/100g zat besi; 2.882,16mg/100g kalsium; dan 31,03mcg/100g selenium.
Mikroenkapsulasi menggunakan metode spray drying dengan bahan
penyalut adalah maltodekstrin dan natrium kaseinat dengan perbandingan 80:20.
Mikrokapsul terpilih adalah mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 15% yang
memiliki bentuk mikrostruktur yang bulat utuh, memiliki kadar air 4,84%,
kelarutan dalam air sebesar 98,34% dan kandungan asam asiatik sebesar
0,08%.
Formula roti bagelen terpilih adalah campuran dari tepung terigu 500
gram, ragi 11 gram, 70 gram gula, bread improver 2 gram, susu bubuk 14 gram,
susu cair 100 gram, kuning telur 57 gram, mentega 70 gram, air es 150 gram,
dan penambahan pegagan 5%.
Berdasarkan hasil uji organoleptik, roti bagelen terpilih adalah roti bagelen
5% mikrokapsul pegagan karena memiliki skor hedonik dan mutu hedonik
tertinggi. Bagelen pegagan terpilih mampu diterima oleh panelis lansia.
Roti bagelen pegagan terpilih memiliki karakteristik volume spesifik
adonan sebesar 2,89 ml/g, volume spesifik roti sebesar 2,29 ml/g, rasio
pengembangan sebesar 0,73, dan kerenyahan 1.255 gf. Selain itu, roti bagelen
pegagan memiliki kandungan gizi sebagai berikut 2,60% air, 8,28% protein,
33,01% lemak, 54,69% karbohidrat, 549 kilo kalori, dan 79,67 ppm asam asiatik.
Roti bagelen dapat dijadikan alternatif kudapan untuk lansia dengan takaran saji
52
50g atau setara dengan 6 keping bagelen pegagan. Bagelen pegagan setiap
takaran saji memberikan kontribusi asam asiatik sebesar 0,16% terhadap
kebutuhan asam asiatik sehari untuk meningkatkan fungsi kognitif pada laki-laki,
sedangkan untuk perempuan memiliki kontribusi sebesar 0,18%. Selain itu,
bagelen pegagan terpilih juga memiliki kontribusi energi sebesar 11,70% hingga
15,71% terhadap AKG, serta kontribusi protein, lemak dan karbohidrat kurang
dari 10% terhadap AKG setiap kali makan.
Saran
Perlu dilakukan pengujian terhadap daya simpan bagelen pegagan dan
mengkaji efektivitas bagelen pegagan ini terhadap sifat fungsionalnya sebagai
peningkat daya ingat. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan mengenai teknologi
pengolahannya agar penambahan konsentrasi 10% dapat diterima oleh panelis.
53
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah DR, Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Produk Pangan Ed. 1. Bogor:
Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Aini N. 2011. Pilih Sourdough atau Straight Dough?. Jakarta: Kulinologi
Indonesia. Vol III (05) American Dietetics Association. 1999. Functional Food-Position. J. Am Diet Asoc.
99: 1278-1285. Anggi CL. 2011. Pengembangan produk bubur instran berbasis pati singkong
(Manihot esculenta Cranzt) termodifikasi. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Annisa RF. 2006. Pengaruh pemberian ekstrak air daun pegagan (Centella
asiatica) terhadap kemampuan kognitif dan kadar neurotransmitter monoamin pada hypokamus tikus (Rattus norvegicus L.) galur wistar
jantan dewasa. [skrispsi]. Bandung: Program Studi Biologi, ITB. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of Association of Offical Analytical
Chemistry, Washington DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedamawati, Budiyanto S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.
Arisman. 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG. Ayanwale BA, Ocheme OB, Oloyede OO. 2007. The Effect of Sun-Drying and
Oven Drying on The Nutritive Value of The Meat Pieces in Hot Humid Environment. Pakistan Journal of Nutrition 6 (4): 370-374.
Ayodele SM, Emmanuel FP, Agianaku OF. 2011. Comparative studies on the
effect of sun, smoke and oven drying methods on the nutrient contents of four wild edible mushrooms in Nigeria. J. Nat. Prod. Plant Resour 1
(1): 70-74. Bumside LM, Ebersole P, Monea HE. 1979. Psychososial Caring Throughout The
Life Span. New York.
Chan LA. 2008. Panduan Wirausaha Roti Modern. Jakarta: Agro Media.
Charley H. 1982. Food Science Ed. 2nd. New York: John Wiley and Sons.
Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus
Agrisarana. Depkes. 2000. Prosedur Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut.
Dinkes Jabar Sub Dinas Bina Kesehatan Keluarga. Bandung: Seksi Kesehatan Lansia.
54
Desmawarni. 2007. Pengaruh komposisi bahan penyalut dan kondisi spray drying terhadap karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe. [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertania, IPB.
Drummond KE, Brefere LM. 2007. Nutrition for Foodservice and Culinary
Professionals. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Dziezak JD. 1988. Microencapsulation and Encapsulated Ingeridients. Food
Technology (April): 135-151. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Gabas AL, Telis VRN, Sobral PJA, Telis-Romero J. 2007. Effect of maltodextrin
and gum arabic in water vapor sorption thermodynamic properties of vacuum dried pineapple pulp powder. Journal of Food and Engineering
82: 246-252. Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi
dan Mikrobiologi Ed. 2nd . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Gregory III JF. 1996. Vitamins. Di dalam: Fenema, Owen R. Food Chemistry 3rd
Ed. New York: Marcek Deker Inc. Groof JL, Gropper. 1999. Advanced Nutrition and Human Metabolism 3rd. USA:
Wadsworth. Hallberg L. 1988. Besi Di dalam: Olson RE et al. Pengetahuan Gizi Mutakhir:
Mineral. Jakarta: Gramedia. Hartoyo A. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. Hashim et al. 2011. Triterpene Composition and Bioactivities of Centella asiatica.
Journal of molecules (MDPI). 16: 1310-1322.
Herawati H. 2001. Pengaruh penambahan tepung bayam (Amaranthus tricolor,
melongena L.) dan margarin kaya asam lemak tidak jenuh terhadap
mutu roti tawar. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Herniawan. 2010. Pengaruh metode pengeringan terhadap mutu dan sifat fisiko-
kimia tepung cassava fermentasi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance, 2nd ed. Gaithersburg: Aspen
pub. Hidayanti L. 2003. Memperlajari pemanfaatan tepung germ gandum dalam
pembuatan roti manis. [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.
Hidayati F. 2009. Pengaruh pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman pegagan (Cantella asiatica (l.) Urban) di dataran tinggi. [skripsi]. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.
55
Jackson LS, Lee K. 1991. Microencapsulation and The Food Industry. Lebensm_Wis_Technol (24): 289-297.
Kamaruddin AT, Thamrin, Wenur F, Dyah W. 1994. Optimasi dalam perencanaan
alat pengering hasil pertanian dengan energi surya. Laporan akhir hibah bersaing. Bogor: Dirjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, IPB.
Kenyon MM, Anderson RJ. 1988. Maltodekstrin dan low-dextrose-equivalence
corn syrup solids. Di dalam: Risch SJ dan Reineccius (Eds). Flavour Encapsulation. American Shemical Society, Washington, D,C. 7-10.
King AH. 1995. Evaluation of The Mechanism Associated with The Release of
Encapsulated Flavor Material from Maltodextrin Matrices. Di dalam: Risch SJ, Reneccius GA, eds. Encapsulation and controlled release of food ingredients. Washington DC: Am. Chem Soc : 143-160.
Koswara S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Lasmadiwati E, Herminati MM, Indriyani YH. 2004. Pegagan, Meningkatkan Daya
Ingat, Membuat Awet Muda, Menurunkan Gejala Stress, Meningkatkan Stamina. Jakarta: Penebar Swadaya.
Liu XD, Atarashi D, Furuta T, Yoshii H, Aishima S, Ohkawara M. 2001.
Microencapsulation of emulsified hydrophobic flavor by spray drying. Drying Technology (19): 1361-1374.
Madene A, Jacqout M, Scher J, Desorby S. 2006. Flavour encapsulation and
controlled release – a review. Internasional J of Food Engineering 65:
391-396. Mahendra, Rachmawati E. 2007. Atasi Stoke dengan Tanaman Obat. Jakarta:
Penebar Swadaya. Muchtadi TR. 1992. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. Bogor: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Nasrullah F. 2010. Pengaruh komposisi bahan pengkapsul terhadap kualitas
mikrokapsul oleoresin lada hitam (Piper nigrum L.). [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Nasoetion A, Briawan D. 1993. Makanan Bergizi Kelompok Usia Lanjut. Bogor:
IPB Press. Nielsen SS. 2003. Food analysis 3rd edition. New York: Kluwer Academic/
Plenum Publisher. Nugroho W. 1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta: Encourage Creativity.
Paran S. 2009. 100+ Tip Anti Gagal Bikin Roti, Cake, Pastry, dan Kue Kering.
Jakarta: Kawan Pustaka
56
Pomeranz Y, Shellenberger JA. 1971. Bread Science and Technology.
Connecticut: Avi Publishing Co. Pramono S. 1992. Profil Kromatogram Ekstrak Herba Pegagan yang Berefek
Antihipertensi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia I (2): 37-39.
Purnamasari T. 2009. Fortifikasi mikrokapsul besi pada permen coklat untuk
mengatasi defisiensi besi pada remaja puteri. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, IPB.
Rao MKG, Rao SM, Rao SG. 2007. Enhancement of amygdaloid neural dendritic
arborization by fresh leaf juice of Cantella asiatica (Linn) during growth spurt period in rats. eCAM Advance Access published August 13.
Reineccius GA. 1988. Spray-Drying of Food Flavors, Flavor Encapsulation.
Washington: Am. Chem. Soc. 55-66 Rosenberg M, Kopelman IJ, Talmon Y. 1990. Factors Affecting Retention in
Spray-Drying Microencapsulation of Volatile Materials. J. Agric. Food Chem. (38): 1288-1294.
Sa’adah S. 2007. Mengenal tanaman yang berkhasiat obat. Jakarta: Azka Mulia
Media. Santa, Prajogo B. 1992. Studi Taksonomi Centella asiatica. Warta Tumbuhan
Obat Indonesia. Vol.1(2). Sandjaja. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Sopian A. 2005. Pengaruh pengeringan dengan far infra red dryer, oven vakum,
dan freeze dryer terhadap warna, kadar total karoten, beta karoten, dan vitamin c pada daun bayam (Amaranthus tricolor L.). [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Subarna. 1992. Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip Teknologi
Pangan bagi Food Inspector. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, IPB. Sulistianing R. 1995. Pembuatan dan optimasi formula roti tawar dan roti manis
skala kecil. [skripsi]. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
Sutardi. 2008. Kajian waktu panen dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan
dan produksi asiatikosida tanaman pegagan (Centella asiatica L. urban)
di Dataran tinggi. [Tesis]. Bogor: Sekolah pascasarjana, IPB. Tapan E. 2005. Kesehatan Keluarga Penyakit Degeneratif. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
57
Thies C. 1996. A Survey of Microencapsulation Process. Di dalam: Benita, S. Microencapsulation methods and Industrial Application. Newyork: Marcel deker, 1-19.
Utami HP. 2007. Mengenal Cahaya dan Optik. Jakarta: Ganeca Exact.
Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London: The
Macmillan Press. Wawensyah JA. 2006. Mikroenkapsulasi minyak atsiri jahe merah dengan
penyalut kitosan. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, IPB. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di
Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Winarto WP, Surbakti M. 2005. Khasiat & Manfaat Pegagan: Tanaman Penambah Daya Ingat. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Wirakusumah ES. 2002. Tetap Bugar di Usia Lanjut. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Yani M. 2010. Kepikunan. http://www.rumahsakitmitrakemayoran.com/kepikunan-
demensia/. [16 Maret 2011]. Yanuar V. 2008. Pemanfaatan cangkang rajungan (Portonus pelagicus) sebagai
sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan produk crackers. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.
Young SL, Sarda X, dan Rosenberg M. 1993. Microencapsulation properties of
whey protein with carbohidrat. J. Dairy Sci. 76: 2678-2885.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Pusat
Standarisasi Industri Departemen Perindustrian, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Indonesia.
__________________________. 1991. Penentuan logam berat. Metoda
pengujian produk perikanan. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Prosedur Analisis
1. Analisis Proksimat
1.1. Analisis Kadar Abu (AOAC 1995)
Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit. Sample ditimbang kurang lebih 5 gram
dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik
sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur.
Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pada suhu sekitar
450 ºC dan tahap kedua dilakukan pada ushu 550 ºC, pengabuan
dilakukan sekitar 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam dsikator,
setelah dingin kemudian cawan ditimbang. Persentase dari kadar abu
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%)
1.2. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode
ekstraksi Soxhlet. Labu lemak yag akan digunakan dikeringkan dalam
oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.
Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dalam kertas
saring, kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan ke
dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama 5
jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna
jernih.
Pelarut dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali.
Kemudian labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
pada suhu 150ºC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian
didinginkan dalam desikator 20-30 menit. Selanjutnya labu berserta lemak
di dalamnya ditmbang dan berat lemak dapat diketahui. Persentase kadar
lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar lemak (%)
1.3. Analisis kadar protein metode semi mikro Kjeldahl (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam tabung mikro
Kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan H2SO4 (2,5 ml) dan tabelt Kjeldahl.
Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai jernih kemudian didinginkan.
Isi labu dituangkan ke dalam alat destilasi. Labu dibilas 5-6 kali dengan
60
aquades 20 ml. air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan
ditambahkan larutan NaOH 4% sebanyak 20 ml.
Cairan dalam ujung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125
ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indicator (cairan metil merah dan
metilen blue) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga
diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator
dalam Erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap
blanko.
Persentase kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
N (%)
Protein
1.4. Penentuan Kadar Karbohidarat (by difference)
Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan
perhitungan Carbohidrat by Difference. Perhitungan ini bukan
berdasarkan analisis tetapi berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
1.5. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)
Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 100-
120ºC sekitar 15 menit, didinginkan dalam desikator (untuk cawan
alumunium 10 menit dan cawan porseli 30 menit), kemudian ditimbang.
Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan dalam cawan, kemudian
dimasukkan dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 10 jam. Cawan
berisi contoh diangkat kembali kemudian didinginkan dengan
menggunakan desikator sebelum ditimbang kembali. Persentase kadar air
(berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air (%)
B = Berat sampel (gram)
B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan (gram)
B2 = Berat (sampel + cawan) sesudah dikeringkan (gram)
61
2. Analisis Mineral
2.1. Analisis Kadar Ca Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS)
(Apriyantono, Fardiaz, Puspitsari, Sedamawati, & Budiyanto 1989)
Preparasi sampel untuk kadar Ca dilakukan dengan
menggunakan pengabuan basah. Sampel yang mengandung 5-10 gram
padatan ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjedahl. Lalu
ditambahkan larutan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3 serta beberapa batu
didih. Larutan kemudian dipanaskan sampai tidak berwarna gelap dan
ditambahkan 10 ml akuades sampai larutan tidak berwarna atau berwarna
kuning, lalu panaskan kembali sampai berasap. Larutan dibiarkan sampai
dingin kembali dan tambahkan 5 ml akuades, didihkan sampai berasap.
Larutan didinginkan dan diencerkan sampai volume tertentu (100 ml).
Larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 kemudian dibaca
dengan menggunakan AAS.
Keterangan:
a = konsentrasi larutan blanko (mg/ml)
b = konsentrasi larutan sampel (mg/ml)
V = volume ekstrak
W = berat sampel (g)
2.2. Analisis Kadar Fe Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS)
(Apriyantono, Fardiaz, Puspitsari, Sedamawati, & Budiyanto 1989)
Preparasi sampel untuk penetapan kadar zat besi dilakukan
dengan pengabuan basah. Sampel ditambahkan sebanyak ± 0,2 g dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4
dan 10 ml HNO3, dipanaskan pelahan-lahan sampai larutan tidak
berwarna gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi) larutan
ditambahkan akuades sehingga menjadi tidak berwarna atau menjadi
kuniing dan didihkan sampai berasap. Setelah itu didinginkan kemudian
diencerkan dalam labu takar 100 ml sampai tanda tera, blanko
dipersiapkan seperti proses di atas dan juga larutan standar zat besi.
Sampel dan blanko diukur dan dibuat kurva.
62
2.3. Analisis Kadar Se Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS)
Sampel sebanyak 8 gram ditempatkan dalam labu Erlenmeyer.
Pengabuan diawali dengan penambahan ± 40ml HNO3 dan dibiarkan
selama ± 1 jam. Sampel kemudian dipanaskan (800C) ± 4 jam pada hot
plate. Setelah pemanasan selesai, sampel didiamkan selama semalam.
Asam sulfat (H2SO4) pekat sebanyak 3,2 ml ditambahkan, kemudian
dipanaskan kembali selama ± 1 jam. Larutan campuran asam nitrat dan
perklorat (1:2) ditambahkan sebanyak 5 – 6 tetes pada saat terjadi
perubahan warna dari coklat – coklat muda – kuning – kuning muda,
larutan dipanaskan kembali selama 15 menit. Selanjutnya akuades
sebanyak 16 ml dan 4,8ml HCl pekat ditambahkan. Pemanasan dilakukan
kembali sampai semua bahan larut. Kemudian suhu diturunkan dan
sanpel didinginkan. Larutan ditransfer kedalam labu takar 25ml.
Pengukuran kadar Se dilakukan dengan menggunakan atomic absorbtion
spectrophotometer (AAS) (SNI 1991).
Perhitungan:
Ppm Element = (µg/ml) x F/g sampel
Dimana F = (ml contoh yang diencerkan)
50ml
%elemen = ppm x 10-4
3. Analisis Vitamin menggunakan HPLC
3.1. Analisis β karoten (Journal of Chromatography 1992)
Penyiapan larutan standar
Timbang ± 0,01 g β karoten ke dalam erlenmeyer bertutup asah.
Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok menggunakan
stirer hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH
60%, kocok kembali dengan menggunakan stirer selama 1 jam.
Tambahkan 60 ml petroleum eter : dietil eter (1:1). Kocok menggunakan
stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml.
Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah sempurna. Pindahkan lapisan
bagian atas ke dalam labu kocok lainnya. Tambahkan 25 ml petroleum
eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit. Masukkan larutan ke dalam
labu pemisah, kocok dan biarkan memisah, kemudian gabungkan lapisan
bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali perlakuan ini satu kali.
Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas basa. Pindahkan
63
larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan dengan
menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan
propanol. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian himpitkan
hingga tanda tera dengan propanol. Buat larutan deret standar
(disesuaikan dengan konsentrasi contoh). Saring larutan dengan Sep pak
Catridge C-18. Larutan siap diinjek ke dalam HPLC.
Penyiapan contoh
Timbang 10 g contoh, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer
250 ml bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades,
kocok menggunakan stirer homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml
larutan KOH 60%, kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam. .
Tambahkan 60 ml petroleum eter : dietil eter (1:1). Kocok menggunakan
stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml.
Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah sempurna. Pindahkan lapisan
bagian atas ke dalam labu kocok lainnya. Tambahkan 25 ml petroleum
eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit. Masukkan larutan ke dalam
labu pemisah, kocok dan biarkan memisah, kemudian gabungkan lapisan
bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali perlakuan ini satu kali.
Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas basa. Pindahkan
larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan dengan
menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan
propanol. Saring larutan dengan Sep pak Catridge C-18, injeksikkan
larutan ke dalam HPLC. Kadar β karoten dalam contoh dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
Csp = konsentrasi contoh (mg/kg)
Ast = luas area standar
Asp = luas area contoh
Fp = faktor pengenceran
Wsp = berat contoh (gram)
64
3.2 Analisis Vitamin C metode titrasi
Sampel kurang lebih 10 gram ditimbang dalam labu ukur 250 ml,
kemudian ditera sampai batas tera. Sebanyak 2 gram asam oksalat
ditimbang dalam labu ukur 50 ml. Sampel yang sudah ditera dalam labu
ukur 250 ml dimasukkan dalam labu ukur 50 ml yang sudah berisi asam
oksalat tadi sampai tanda tera, kemudian dikocok. Larutan tersebut
disaring dengan menggunakan kertas saring whatman. Hasil saringan
tadi, sebanyak 10 ml dititrasi dengan larutan dye.
4. Analisis Sifat Fisik Mikrokapsul Ekstrak Pegagan
4.1. Analisis Kelarutan Dalam Air
Bahan sebanyak 1 – 2 gram dimasukkan ke dalam 100 ml air dan
diaduk hingga laru, kemudian disaring menggunakan kertas saring yang
telah diketahui bobotnya. Kertas saring berisi residu dikeringkan dalam
oven bersuhu 105ºC selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan dalam
desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot akhir yang konstan.
Kelarutan (%) = 100 – bagian yang tidak larut
Keterangan: W = bobot sampel (gram)
W1 = bobot kertas saring + residu tidak larut air (gram)
W2 = bobot kertas saring
4.2. Analisis Struktur Mikrokapsul dengan SEM (Nasrullah 2010)
Analisis scanning electron microscope (SEM) dilakukan dengan
alat JEOL JSM-5310LV. Beberapa butir mikrokapsul yang ingin diuji
diletakkan pada plat tembaga berbentuk silinder. Selanjutnya mikrokapsul
disalut (coating) dengan lapisan ion emas murni (Au) setebal 1-2 µm
selama 15 menit. Selanjutnya butir mikrokapsul diletakkan di dalam alat
SEM. Perbesaran obyek dilakukan 1000 sampai 2000 kali.
Prinsip kerja dari SEM adalah pancaran cahaya elektron dengan
fokus sangat tajam disapukan pada sampel sehingga elektron sekunder.
Elektron yang terpental kembali lalu menyebar dan memancarkan sinar X.
sinyal-sinyal ini dideteksi terus-menerus selama pancaran cahaya
elektron menyapu permukaan elektron yang terpental kembali lalu
menyebar menghasilkan distribusi komposisi dan karakter dari sinar X
sehingga menghasilkan distribusi elemen yang terdapat pada obyek.
65
5. Analisis Sifat Fisik Roti Bagelen Pegagan
5.1. Analisis Volume Pengembangan (Sulistianing 1995)
Rasio pengembangan roti dapat diperoleh dengan mengukur
volume adonan roti sebelum pengembangan dan volume roti setelah
pemanggangan. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
5.2. Analisis Kehilangan Berat (Volume spesifik adonan dan roti)
(Herawati 2001)
Pengukuran volume spesifik adonan dilakukan dengan cara
menimbang berat adonan sebelum dimasukkan loyang dan kemudian
mengukur volume adonan dengan cara mengukur volume loyang,
sedangkan untuk pengukuran volume spesifik roti dilakukan dengan cara
mengukur volume roti yang dihasilkan dan kemudian membandingkannya
dengan berat roti yang dihasilkan.
Volume roti diukur dengan menggunakan wadah yang di isi
dengan tepung terigu. Volume tepung untuk wadah kosong diukur.
Kemudian roti dimasukkan ke dalam wadah dan tepung terigu dituang
diatasnya sampai rata. Volume sisa tepung terigu diukur. Dengan
demikian, volume roti dapat diketahui dengan rumus:
Volume roti = a – b
Keterangan: a = volume tepung terigu wadah kosong
b = volume sisa tepung terigu
adapun rumus pengukuran volume spesifik adonan dan roti secara
lengkap dapat dilihat sebagai berikut:
(
)
5.3. Analisis Kekerasan
Analisis kekerasan atau tekstur pada roti bagelan pegagan
menggunakan alat Penetrometer Controller. Pada prinsipnya pengukuran
ini mengukur panjang jarum yang dapat menembus roti bagelen selama
beberapa waktu tertentu. Semakin panjang pengukuran menunjukkan
semakin mudah permukaan untuk ditembus jarum yang berarti semakin
lunak permukaan roti. Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu waktu yaitu
66
10 detik. Kemudian beban 100g diletakkan pada alat penembak. Lalu roti
bagelen pegagan diletakkan pada precision untuk diukur, posisi jarum
diatur agar turun tepat pada tombol run ditekan untuk mengukur sampai
10 detik. Lalu kunci (clutch) ddibuka untuk melepaskan roti bagelen
pegagan, kemudian dikunnci lagi dengan menekan clutch lagi.
Selanjutnya hasil dapat dibaca pada monitor. Roti bagelen yang sudah
diukur diambil, dan roti bagelen pegagan lain yang akan diukur diletakkan.
5.4 Rendemen
Rendemen adalah persentase bahan baku yang menjadi produk
akhir atau perbandingan produk akhir dengan bahan baku utama, dapat
dinyatakan dalam desimal atau persen.
Rendemen = berat bahan baku awal x 100%
Berat produk akhir
6. Analisa Warna Metode Hunter (Hutching 1999)
Pengukuran dilakukan dengan chromameter Minolta CR-300 dan Minolta
Data Processor DP-301, Japan. Sampel dimasukkan ke dalam wadah plastik
bening. Sebelum dilakukan pengukuran terhadap sampel, dilakukan kalibrasi
terlebih dahulu terhadap wadah plastik dengan menggunakan calibration plate.
Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter
kecerahan (warna akromatis, 0 (gelap/hitam) sampai dengan 100 (putih/cerah).
Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 untuk
warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru
kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70 untuk warna kuning, b- = 0-(-70) untuk
warna biru). Nilai 0Hue dikelompokkan sebagai berikut:
Red : 0Hue 18-54
Yellow red : 0Hue 54-90
Yellow : 0Hue 90-126
Yellow green : 0Hue 126-162
Green : 0Hue 162-198
Blue green : 0Hue 198-234
Blue : 0Hue 234-270
Blue purple : 0Hue 270-306
Purple : 0Hue 306-342
Red purple : 0Hue 342-378
67
Lampiran 2 Form Organoleptik
Formulir Uji Organoleptik Roti Bagelen Pegagan (Centella asiatica)
Nama : Tanggal :
Jenis Kelamin : L/P
Dihadapan Anda disajikan sampel bagelen pegagan dengan kode tertentu. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
Beri tanda garis vertikal ( | ) pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Anda.
Silakan berkumur atau minum terlebih dahulu dengan air mineral sebelum Anda menilai sampel berikutnya.
Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian.
HEDONIK
Nomor produk:
Warna
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aroma
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tekstur
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan :
Nilai Warna/aroma/rasa/tekstur
1 Amat sangat tidak suka
2 Sangat tidak suka
3 Tidak suka
4 Agak tidak suka
5 Netral
6 Agak suka
7 Suka
8 Sangat suka
9 Amat sangat suka
Komentar:...............................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.........................................................
68
Formulir Uji Organoleptik Roti Bagelen Pegagan (Centella asiatica)
Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : L/P
Dihadapan Anda disajikan sampel bagelen pegagan dengan kode tertentu. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
Beri tanda garis vertikal ( | ) pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Anda.
Silakan berkumur atau minum terlebih dahulu dengan air mineral sebelum Anda menilai sampel berikutnya.
Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian. MUTU HEDONIK
Nomor produk:
Warna
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amat gelap tidak, amat
sangat gelap cerah tidak sangat cerah
Aroma
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amat sangat langu tidak, amat Beraroma langu harum tidak sangat harum Rasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amat sangat pahit tidak, amat Pahit manis tidak sangat manis Tekstur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amat sangat keras tidak, amat Keras renyah tidak sangat renyah Komentar:...............................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
......................................................................................................
69
PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP ROTI BAGELEN PEGAGAN
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Cara Pengisian :
Beri tanda silang pada kolom jawaban yang sesuai dengan pilihan Anda
Warna:
Sangat tidak
suka
Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka
Aroma:
Sangat tidak
suka
Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka
Rasa
Sangat tidak
suka
Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka
Tekstur
Sangat tidak
suka
Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka
KOMENTAR Bila produk tersedia di pasaran, apakah anda akan membelinya? a. pasti ya b. mungkin ya c. mungkin tidak d. pasti tidak
Terimakasih Atas Kerjasama dan Bantuannya Atas Penelitian dang Pengembangan Produk ini
Selamat Menilai
70
Lampiran 3 Kandungan gizi daun pegagan segar
Tabel 1 Kandungan Gizi Daun Pegagan Segar dalam 100g Bahan Basah
Kandungan Gizi Ulangan 1
(%b/b) Ulangan 2
(%b/b) Rata-rata
(%b/b) Rata-rata
(%b/k)
Kadar air 78,95 80,31 79,63
Kadar protein 4,59 4,57 4,58 22,5
Kadar Lemak 1,29 1,29 1,29 6,3
Kadar abu 2,45 2,46 2,45 12,0
Kadar Karbohidrat (g) 12,72 11,37 12,05 59,2
Vitamin C (mg) 79,10 79,18 79,14 388,5
β-Karoten (ppm) 88,45 89,07 88,76 435,7
Kalsium (mg) 1994,15 1994,41 1994,28 9.790,3
Fe (mg) 43,25 43,27 43,26 212,4
Selenium (mcg) 4,78 4,32 4,55 22,3
Asam asiatik (%) 0,78 0,54 0,66 3,2
Lampiran 4 Kandungan gizi daun pegagan kering oven blower 550C
Tabel 2 Kandungan gizi daun pegagan kering oven blower 550C
Kandungan Gizi Ulangan 1
(%b/b) Ulangan 2
(%b/b) Rata-rata
(%b/b) Rata-rata
(%b/k)
Kadar air 7,25 7,37 7,31
Kadar protein 20,01 20,21 20,11 21,70
Kadar Lemak 4,36 4,41 4,39 4,74
Kadar abu 14,29 14,22 14,25 15,37
Karbohidrat 54,09 53,79 53,94 58,19
Vitamin C (mg) 231,32 259,22 245,27 264,61
β-Karoten (ppm) 325,65 309,47 317,56 342,60
Kalsium (mg) 2191,12 2190,90 2191,01 2.363,80
Fe (mg) 37,36 38,62 37,99 40,99
Selenium (mcg) 33,25 33,59 33,42 36,06
Asam asiatik (%) 5,73 5,45 5,59 6,03
Lampiran 5 Hasil analisis kimia dan fisik mikrokapsul 5.1 Kadar air
Tabel 3 Kadar air mikrokapsul pegagan
Mikrokapsul (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata (%)
10 3.82 3.75 3.79
15 4.82 4.87 4.84
20 4.49 4.38 4.44
25 4.72 4.76 4.74
30 3.78 3.89 3.84
71
5.2 Hasil analisis chromameter mikrokapsul pegagan
Tabel 4 Warna mikrokapsul pegagan
Bahan L a b C b/a Hue
Mikrokapsul 10% 89.90 -3.72 13.12
89.62 -3.72 13.33
98.57 -3.63 12.73
98.77 -3.57 12.50
98.29 -3.70 13.13
Rata-rata 95.03 -3.67 12.96 13.47 -3.53 178.70
Mikrokapsul 15% 89.37 -3.76 14.41
98.31 -3.01 14.14
88.93 -3.01 14.22
89.33 -3.94 14.54
89.54 -3.77 14.56
Rata-rata 91.10 -3.50 14.37 14.79 -4.11 178.67
Mikrokapsul 20% 88.14 -3.59 14.69
88.04 -3.57 14.59
85.70 -3.51 15.01
87.47 -3.63 15.01
88.07 -3.53 14.40
Rata-rata 87.48 -3.57 14.74 15.17 -4.13 178.67
Mikrokapsul 25% 86.80 -4.27 17.01
87.14 -4.33 17.00
83.39 -4.46 18.27
85.82 -4.27 17.05
85.43 -4.36 17.99
Rata-rata 85.72 -4.34 17.46 17.99 -4.03 178.67
Mikrokapsul 30% 83.87 -3.53 16.41
84.41 -3.51 15.99
84.43 -3.61 16.24
84.23 -3.64 16.39
84.56 -3.59 16.27
Rata-rata 84.30 -3.58 16.26 16.65 -4.55 178.65
72
5.3. Kelarutan dalam air
Tabel 5 Kelarutan dalam air mikrokapsul pegagan
Mikrokapsul (%)
Ulangan Kertas
saring (W2) Berat sampel
(W) Kertas saring+residu
(W1) Bagian tidak
larut (%) Kelarutan
(%)
10 1 0.999 1 1.0125 1.35 98.65
2 1 1 1.0333 3.33 96.67
Rata – Rata Kelarutan 97.66
15 1 1.0146 1 1.0318 1.72 98.28
2 1.0174 1 1.0334 1.6 98.4
Rata – Rata Kelarutan 98.34
20 1 0.9978 1 1.0236 2.58 97.42
2 1.0102 1 1.0291 1.89 98.11
Rata – Rata Kelarutan 97.765
25 1 1.0402 1 1.0656 2.54 97.46
2 1.0117 1 1.0267 1.5 98.5
Rata – Rata Kelarutan 97.98
30 1 1.0189 1 1.0334 1.45 98.55
2 1.0208 1 1.0308 1 99
Rata – Rata Kelarutan 98.77
Lampiran 6 Hasil Analisis Anova
6.1. Sidik ragam uji hedonik
Tabel 6 Hasil sidik ragam warna
Sumber Variasi Jumlah
Kuadrat
df Kuadrat
Tengah
F hitung Sig.
Perlakuan 10605.315 1 10605.315 5.738E3 .000
JenisPegagan 460.377 4 115.094 62.277 .000
Konsentrasi 40.898 1 40.898 22.130 .000
JenisPegagan * Konsentrasi 55.179 4 13.795 7.464 .000
Galat 572.911 310 1.848
Total 11734.680 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
Tabel 7 Hasil sidik ragam aroma
Sumber Variasi Jumlah
Kuadrat
df Kuadrat
Tengah
F hitung Sig.
Perlakuan 11161.631 1 11161.631 6.647E3 .000
JenisPegagan 248.650 4 62.162 37.021 .000
Konsentrasi 118.463 1 118.463 70.551 .000
JenisPegagan * Konsentrasi 63.461 4 15.865 9.449 .000
Galat 520.525 310 1.679
Total 12112.730 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
73
Tabel 8 Hasil sidik ragam rasa
Sumber Variasi Jumlah
Kuadrat
df Kuadrat
Tengah
F hitung Sig.
Perlakuan 11354.995 1 11354.995 7.773E3 .000
JenisPegagan 372.276 4 93.069 63.706 .000
Konsentrasi 114.481 1 114.481 78.363 .000
JenisPegagan * Konsentrasi
50.125 4 12.531 8.578 .000
Galat 452.882 310 1.461
Total 12344.760 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
Tabel 9 Hasil sidik ragam tekstur
Sumber Variasi Jumlah
Kuadrat
df Kuadrat
Tengah
F hitung Sig.
Perlakuan 13320.541 1 13320.541 7.147E3 .000
JenisPegagan 148.644 4 37.161 19.939 .000
Konsentrasi 43.660 1 43.660 23.426 .000
JenisPegagan * Konsentrasi
24.626 4 6.156 3.303 .011
Galat 577.769 310 1.864
Total 14115.240 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
6.2. Hasil sidik ragam uji mutu hedonik
Tabel 10 Hasil sidik ragam warna
Sumber Variasi Jumlah
Kuadrat
df Kuadrat
Tengah
F hitung Sig.
Perlakuan 9856.800 1 9856.800 7.059E3 .000
JenisPegagan 70.500 1 70.500 50.491 .000
Konsentrasi 720.048 4 180.012 128.921 .000
JenisPegagan * Konsentrasi
148.841 4 37.210 26.649 .000
Galat 432.851 310 1.396
Total 11229.040 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
74
Tabel 11 Hasil sidik ragam aroma
Sumber Variasi Jumlah
Kuadrat
df Kuadrat
Tengah
F hitung Sig.
Perlakuan 10649.113 1 10649.113 5.016E3 .000
JenisPegagan 122.513 1 122.513 57.708 .000
Konsentrasi 444.150 4 111.037 52.303 .000
JenisPegagan * Konsentrasi
84.207 4 21.052 9.916 .000
Galat 658.119 310 2.123
Total 11958.100 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
Tabel 12 Hasil sidik ragam rasa
Sumber Variasi Jumlah
Kuadrat
df Kuadrat
Tengah
F hitung Sig.
Perlakuan 11203.011 1 11203.011 5.468E3 .000
JenisPegagan 88.200 1 88.200 43.046 .000
Konsentrasi 318.218 4 79.554 38.827 .000
JenisPegagan * Konsentrasi
59.771 4 14.943 7.293 .000
Galat 635.181 310 2.049
Total 12304.380 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
Tabel 13 Hasil sidik ragam tekstur
Sumber Variasi Jumlah
Kuadrat
df Kuadrat
Tengah
F hitung Sig.
Perlakuan 13814.082 1 13814.082 5.741E3 .000
JenisPegagan 28.860 1 28.860 11.993 .001
Konsentrasi 189.325 4 47.331 19.669 .000
JenisPegagan * Konsentrasi
60.394 4 15.098 6.274 .000
Galat 745.989 310 2.406
Total 14838.650 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
75
6.3. Hasil uji lanjut Duncan hedonik
6.3.1 Warna
Tabel 14 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk)
Jenis Pegagan Nilai rata-rata Kehomogenan
Serbuk Pegagan 5.40 B
Mikrokapsul 6.11 A
Tabel 15 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi)
Konsentrasi Nilai rata-rata Kehomogenan
0% 7.08 D
5% 6.92 D
10% 5.86 C
15% 5.05 B
20% 3.86 A
6.3.2. Aroma
Tabel 16 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk)
Jenis Pegagan Nilai rata-rata Kehomogenan
Serbuk Pegagan 5.30 B
Mikrokapsul 6.51 A
Tabel 17 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi)
Konsentrasi Nilai rata-rata Kehomogenan
0% 7.10 E
5% 6.59 D
10% 5.89 C
15% 5.33 B
20% 4.62 A
76
6.3.3. Rasa
Tabel 18 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk)
Jenis Pegagan Nilai rata-rata Kehomogenan
Serbuk Pegagan 5.36 B
Mikrokapsul 6.55 A
Tabel 19 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi)
Konsentrasi Nilai rata-rata Kehomogenan
0% 7.41 E
5% 6.89 D
10% 5.85 C
15% 5.15 B
20% 4.49 A
6.3.4. Tekstur
Tabel 20 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk)
Jenis Pegagan Nilai rata-rata Kehomogenan
Serbuk Pegagan 6.08 B
Mikrokapsul 6.82 A
Tabel 21 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi)
Konsentrasi Nilai rata-rata Kehomogenan
0% 7.41 D
5% 6.79 C
10% 6.55 BC
15% 6.14 B
20% 5.36 A
6.4. Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik
6.4.1. Warna
Tabel 22 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk)
Jenis Pegagan Nilai rata-rata Kehomogenan
Serbuk Pegagan 5.08 B
Mikrokapsul 6.02 A
77
Tabel 23 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi)
Konsentrasi Nilai rata-rata Kehomogenan
0% 7.45 E
5% 6.80 D
10% 5.48 C
15% 4.82 B
20% 3.20 A
6.4.2. Aroma
Tabel 24 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk)
Jenis Pegagan Nilai rata-rata Kehomogenan
Serbuk Pegagan 5.15 B
Mikrokapsul 6.39 A
Tabel 25 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi)
Konsentrasi Nilai rata-rata Kehomogenan
0% 7.63 E
5% 6.48 D
10% 5.51 C
15% 4.94 B
20% 4.28 A
6.4.3 Rasa
Tabel 26 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk)
Jenis Pegagan Nilai rata-rata Kehomogenan
Serbuk Pegagan 5.39 B
Mikrokapsul 6.44 A
Tabel 27 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi)
Konsentrasi Nilai rata-rata Kehomogenan
0% 7.52 E
5% 6.45 D
10% 5.76 C
15% 5.21 B
20% 4.65 A
78
6.4.4. Tekstur
Tabel 28 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk)
Jenis Pegagan Nilai rata-rata Kehomogenan
Serbuk Pegagan 6.27 B
Mikrokapsul 6.87 A
Tabel 29 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi)
Konsentrasi Nilai rata-rata Kehomogenan
0% 7.81 D
5% 6.94 C
10% 6.46 BC
15% 6.08 BA
20% 5.56 A
Lampiran 7 Hasil uji fisik bagelen pegagan terpilih
7.1. Hasil Chromameter bagelen pegagan terpilih
Tabel 30 Warna bagelen hasil uji chromameter
Bagelen Mikrokapsul 5%
L a b C b/a Hue
Ulangan 1 69.54 -4.43 24.94 25.33 -5.63 178.60
Ulangan 2 73.54 -5.42 31.36 31.82 -5.79 178.60
Rata-rata 71.54 -4.93 28.15 11.43 -5.72 178.60
7.2. Hasil analisis rasio pengembangan, volume spesifik adonan dan volume spesifik roti bagelen
Tabel 31 Rasio pengembangan, volume spesifik adonan dan roti bagelen
Volume spesifik adonan (ml/g)
Volume spesifik roti (ml/g)
Rasio
pengembangan
Ulangan 1 2.86 2.23 0.73
Ulangan 2 2.93 2.35 0.74
Rata-rata 2.89 2.29 0.73
79
7.3. Hasil analisis tektur bagelen pegagan terpilih
Tabel 33 Tekstur bagelen
Fracturability (gf)
ulangan 1 1210
ulangan 2 1300
Rata-rata 1255
Lampiran 8 Hasil analisis kandungan gizi bagelen pegagan
Tabel 33 Kandungan gizi bagelen
Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
Air (g/100g) 2,66 2,54 2,60
Abu (g/100g) 1,46 1,41 1,44
Protein (g/100g) 8,04 8,51 8,28
Lemak (g/100g) 35,44 30,57 33,01
Karbohidrat (g/100g) 52,40 56,97 54,69
Energi (Kal) 561,00 537,00 549,00
Asam asiatik (ppm) 71,42 87,92 79,67
Lampiran 9 Analisis Kontribusi Zat Gizi
Kandungan gizi
Kandungan zat gizi per serving size
(50g)
AKG Kontribusi zat gizi (%AKG)
Pria Wanita Pria Wanita
Energi (Kal) 275 2350 1750 11.70 15.71
Protein (g) 4.14 60 50 6.90 8.28
Lemak (g) 16.51
6.3 8.49
Karbohidrat (g)
27.34
4.65 6.25
Asiatic acid (ppm)
0.04
- -
80
Lampiran 10 Analisis biaya pembuatan bagelen pegagan
Biaya variabel
Biaya variabel adalah biaya yang dibebankan pada satu unti produksi.
Jumlah biaya ini berubah sesuai dengan bertambahnya jumlah produk yang
dihasilkan.
Bahan
Jumlah
bahan per
hari (kg)
Harga
bahan/kg (Rp)
Biaya var per
hari (Rp)
Biaya var per
tahun (Rp)
Tepung Terigu 75 10,000.00 750,000.00 273,750,000.00
Ragi 1.65 10,000.00 16,500.00 6,022,500.00
Gula Pasir 10.5 50,000.00 525,000.00 191,625,000.00
Susu skim bubuk 2.1 60,000.00 126,000.00 45,990,000.00
Susu cair 15 13,000.00 195,000.00 71,175,000.00
Garam 0.9 6,000.00 5,400.00 1,971,000.00
Kuning telur 17.1 15,000.00 256,500.00 93,622,500.00
Air es 22.5 3,000.00 67,500.00 24,637,500.00
Bread improver 0.3 25,000.00 7,500.00 2,737,500.00
Butter 48 31,000.00 1,488,000.00 543,120,000.00
Pegagan segar 35.0 5,000.00 174,837.55 63,815,707.19
Alkohol 96% 38.6 30,000.00 1,156,550.42 422,140,903.09
Aquades 14.3 2,500.00 35,797.99 13,066,266.05
Maltodekstrin 6.0 15,000.00 90,091.97 32,883,570.23
Natrium kaseinat 1.5 50,000.00 75,076.64 27,402,975.20
Gula halus 19.5 12,000.00 234,000.00 85,410,000.00
Mentega 25.5 20,000.00 510,000.00 186,150,000.00
Total 5,713,754.58 2,085,520,421.77
Biaya variable per hari = jumlah bahan/hari x harga bahan/kg
Biaya variable per tahun = biaya variable per hari x 365
Biaya investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal usaha. Rincian
biaya investasi pada industri bagelen pegagan dapat dilihat pada tabel berikut:
Alat Harga (Rp) Jumlah Total
Hammermil 11,000,000.00 1 11,000,000.00
Homogenizer 50,000,000.00 1 50,000,000.00
Spray dryer 150,000,000.00 1 150,000,000.00
81
Mixer roti 60,000,000.00 3 180,000,000.00
Proofer 16,110,000.00 3 48,330,000.00
Oven roti 44,100,000.00 5 220,500,000.00
Slicer 26,100,000.00 2 52,200,000.00
Timbangan 2,000,000.00 5 10,000,000.00
Loyang 25,000.00 100 2,500,000.00
Baskom 5,000.00 10 50,000.00
Total 724,580,000.00
Biaya susut alat
Alat Harga (Rp) Umur
(thn) Jumlah
Biaya susut
alat/tahun
Biaya susut
alat/hari
Hammermil 11,000,000.00 20 1 550,000.00 1,506.85
Homogenizer 50,000,000.00 20 1 2,500,000.00 6,849.32
Spray dryer 150,000,000.00 25 1 6,000,000.00 16,438.36
Mixer roti 60,000,000.00 25 3 7,200,000.00 19,726.03
Proofer 16,110,000.00 25 3 1,933,200.00 5,296.44
Oven roti 44,100,000.00 25 5 8,820,000.00 24,164.38
Slicer 26,100,000.00 25 2 2,088,000.00 5,720.55
Timbangan 2,000,000.00 10 5 1,000,000.00 2,739.73
Loyang 25,000.00 5 100 500,000.00 1,369.86
Baskom 5,000.00 1 10 50,000.00 136.99
Total 83,948.49
Biaya susut alat/tahun = (harga x jumlah)/umur
Biaya susutalat/hari = biaya susut alat per tahun/365
Biaya pemeliharaan
Alat Harga (Rp) Umur
Biaya
perawatan per 3
tahun (Rp)
Biaya
pemeliharaan
per hari (Rp)
Hammermil 11,000,000.00 20 1,100,000.00 1,004.57
Homogenizer 50,000,000.00 20 5,000,000.00 4,566.21
Spray dryer 150,000,000.00 25 15,000,000.00 13,698.63
Mixer roti 60,000,000.00 25 6,000,000.00 5,479.45
Proofer 16,110,000.00 25 1,611,000.00 1,471.23
Oven roti 44,100,000.00 25 4,410,000.00 4,027.40
Slicer 26,100,000.00 25 2,610,000.00 2,383.56
Timbangan 2,000,000.00 10 200,000.00 182.65
82
Loyang 25,000.00 5 2,500.00 2.28
Baskom 5,000.00 1 500.00 0.46
Total 32,816.44
Biaya perawatan per 3 tahun = 10% x harga
Biaya pemeliharaan per hari = (biaya perawatan per 3 tahun)/(365 x 3)
Biaya tenaga kerja
UMR/bulan Hari
kerja UMR/hari
Jumlah
TK
Biaya
TK/hari Biaya TK/tahun
987.000 22 44.863,64 10 448.636,36 118.440.000,00
Hari kerja dalam sebulan = 22 hari
UMR/hari = (UMR/bulan)/hari kerja
Biaya tenaga kerja/hari = UMR/hari x jumlah TK
Biaya tenaga kerja/tahun = Biaya TK/hari x Hari kerja x 12 bulan
Biaya kemasan
Berat bagelen pegagan yang dihasilkan 102 kg
Berat @ bagelen pegagan 8 g
Jumlah bagelen pegagan yang dihasilkan 12762 keping
Jumlah bagelen pegagan per bungkus 12 keping
Jumlah bungkus bagelen pegagan yang dihasilkan 1064 bungkus
Harga kemasan per bungkus Rp 250
Total biaya kemasan Rp 265,875.10
Jumlah bagelen yang dihasilkan =
Jumlah bungkus yang dihasilkan =
Total biaya kemasan = ∑ bungkus bagelen yang dihasilkan x harga kemasan
Biaya transportasi
Jenis Biaya per hari (Rp)
transportasi 10.000
BBM 40.000
50.000
83
Biaya jual
Total biaya produksi
= biaya variable/hari + biaya susut alat/hari + biaya pemeliharaan alat/hari
+ biaya tenaga kerja/hari + biaya kemasan/hari + transportasi/hari
= Rp 6.595.030,97
Margin = 30% dari biaya produksi
= Rp 1.978.509,29
Harga produk per kg = (total biaya produksi + margin)/ kapasitas produksi
= Rp 84.0543,32
Harga produk per g = harga produk per kg/1000
= Rp 84.05
Harga produk per kemasan (100 gram) = 100 x harga produk per g
= Rp 8.405,43