Analisis Stilistika Dan Nilai Pendidikan Novel Pelangi Itu Indah
description
Transcript of Analisis Stilistika Dan Nilai Pendidikan Novel Pelangi Itu Indah
ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN
NOVEL PELANGI ITU INDAH
KARYA YOYON INDRA JONI
Disusun oleh:
Nama : EKY DYAH PUJI RAHAYU
NIM : 1252 00015
Email : [email protected]
Kelas : 2012 – D
Mata Kuliah : Teori Sastra
Dosen : Indayani, S.S, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2013
ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL PELANGI ITU INDAH
KARYA YOYON INDRA JONI
Abstrak
Analisis novel Pelangi Itu Indah ini bertujuan untuk mendeskripsikan: Identifikasi
beberapa gaya bahasa yang ada dalam novel Pelangi Itu Indah. Mengidentifikasikan
sebagian pemilihan kosakata dalam beragam bahasa yang ada di dalam novel.
Mengidentifikasi nilai-nilai moral pendidikan yang ada dalam novel Pelangi Itu Indah.
Metode yang digunakan adalah metode analisis isi. Sumber data adalah edisi
pertama dari Pelangi Itu Indah karya Yoyon Indra Joni. Temuan penelitian ini adalah:
(1) gaya bahasa di Pelangi Itu Indah melibatkan menggunakan kiasan dan pencitraan.
(2) pemilihan kata dapat dilihat dari penggunaan Bahasa Indonesia, Bahasa
Minangkabau, Inggris dan (3) nilai-nilai pendidikan yang ada di Pelangi Itu Indah
meliputi: agama, moral, dan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai agama dalam novel termasuk
iman, takwa, rasa syukur, ketulusan, dan kejujuran. Nilai-nilai moral yang meliputi
bersemangat tinggi, pengorbanan, berpikir positif, tekad, dan kerja keras. Sementara itu
nilai-nilai sosial meliputi saling membantu, diskusi, tanggung jawab, dan perawatan.
Kata kunci: stilistika, gaya bahasa, bentuk retorika, nilai pendidikan
PENDAHULUAN
Karya sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap berbagai fenomena
kehidupan masyarakat sehingga hasil karya itu tidak hanya dianggap sekadar cerita khayal
pengarang semata, melainkan perwujudan dari kreativitas pengarang dalam menggali
gagasannya. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Sebuah novel diwujudkan atau
dengan bahasa. Bahasa adalah sarana atau media untuk menyampaikan gagasan dan pikiran
pengarang yang akan dituangkan dalam sebuah karya sastra. Bahasa dalam karya sastra
mengandung unsur keindahan.
Salah satu jalan untuk menikmati karya sastra adalah melalui pengkajian stilistika.
Stilistika adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa suatu karya sastra. Semakin pandai
pemanfaatan stilistika, karya sastra yang dihasilkan akan semakin menarik. Menurut
Endraswara (2003: 72) penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa bahasa sastra
mempunyai tugas mulia. Bahasa sastra memiliki pesan keindahan dan sekaligus membawa
makna. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra akan menjadi hambar. Keindahan karya sastra,
hampir sebagian besar dipengaruhi oleh kemampuan pengarang dalam memainkan bahasa.
Gaya dalam konteks kajian retorika berkaitan dengan cara penyampaian gagasan dan efeknya
bagi pembaca. Istilah retorika itu sendiri diartikan sebagai seni dalam menekankan gagasan
dan memberikan efek tertentu bagi penanggapnya.
Selain aspek estetika, karya sastra juga harus menampilkan aspek etika (isi) dengan
mengungkap nilai-nilai moral, nilai pendidikan dan nilai agama. Novel ini berkisah tentang
pergolakan batin para tokohnya dalam menghadapi persoalan yang biasa dihadapi para
pemuda, yakni tentang cinta dan gelegar obsesi hidup sebagai pembelajar yang baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka saya berminat untuk menganalisis novel
Pelangi Itu Indah pada segi stilistika dan nilai-nilai pendidikan. Alasan dipilih dari segi
stilistika karena setelah membaca novel tersebut, saya menemukan banyak pemanfaatan gaya
bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan setiap gagasannya.
Sedangkan dari segi nilai-nilai pendidikan, saya menganggap bahwa novel ini
memuat nilai religi, nilai moral, dan nilai sosial yang berguna bagi kawula pemuda dan
pembaca yang bertujuan untuk mendidik manusia agar menjadi pribadi yang berbudi luhur
dan berjuang keras untuk mencapai tujuan.
Rumusan Masalah:
Mengidentifikasi gaya bahasa yang ada dalam novel Pelangi Itu Indah.
Mendiskripsikan pemilihan kata dalam beragam bahasa yang ada di dalam novel.
Mengidentifikasi nilai-nilai moral yang ada dalam novel Pelangi Itu Indah.
Tujuan:
Untuk mengetahui gaya bahasa yang digunakan dalam novel Pelangi Itu Indah.
Mengetahui ragam bahasa yang digunakan penulis di dalam novel Pelangi Itu Indah.
Pemanfaatan dari nilai pendidikan yang disampaikan dari penulis untuk pembaca
Landasan Teori.
Novel merupakan karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia berisi model
kehidupan yang diidealkan dan dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti
peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, Santosa dan Wahyuningtyas (2010: 46) menyatakan bahwa novel dapat
diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek daripada roman,
tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan
suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan seseorang (dari suatu episode
kehidupan seseorang) secara singkat. Novel sebagai karya imajinatif mengungkapkan
aspek-aspek kemanusiaan secara mendalam dan menyajikannya secara halus.
Stilistika adalah bahasa yang telah dicipta dan bahkan direkayasa untuk
mewakili ide sastrawan. Sehubungan dengan hal tersebut, Ratna menyatakan bahwa
stilistika adalah ilmu tentang gaya, sedangkan style secara umum adalah cara-cara
yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu sehingga
tujuan yang dimaksudkan tersebut dapat tercapai dengan baik (2009: 3).
Menurut Aminuddin (1995: 4) style diartikan sebagai teknik serta bentuk gaya
bahasa seseorang dalam memaparkan gagasan sesuai dengan ide dan norma yang
digunakan sebagaimana ciri pribadi pemakainya. Mengkaji gaya bahasa
memungkinkan dapat menilai pribadi, karakter, dan kemampuan pengarang dalam
menggunakan bahasa. Sebelum memiliki stilistika, bahasa dalam karya sastra
memang telah memiliki gaya. Gaya merupakan pilihan kata dalam berbagai
eksistensinya, pilihan citra, dan imajinasi. Stilistika sendiri merupakan ilmu yang
mempelajari tentang style (Sutejo, 2010: 5). Dengan demikian, style dapat bermacam-
macam sifatnya, tergantung konteks dimana dipergunakan, selera pengarang, namun
juga tergantung dari tujuan penuturan itu sendiri. Nurgiyantoro mengemukakan
bahwa gaya dalam konteks kajian retorika merupakan suatu cara penggunaan bahasa
untuk memperoleh efek estetis yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan
bahasa, yaitu bagaimana pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk
mengungkapkan gagasannya (2002: 295). Menurut Keraf (2008: 18) retorika modern
bertolak dari beberapa macam prinsip, di antaranya mengenal dan menguasai
bermacam-macam gaya bahasa, mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk
lebih menarik perhatian pembaca dan lebih memudahkan penyampaian pikiran
pengarang.
Agni (2009: 11) menjelaskan bahwa majas merupakan gaya bahasa dalam
bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk
mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang. Sementara itu, menurut Ratna (2009:
164) majas pada umumnya dibedakan menjadi empat macam, yaitu majas penegasan,
majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas sindiran. Beberapa jenis majas
tersebut dapat dibedakan lagi menjadi subjenis lain sesuai dengan cirinya masing-
masing. Secara tradisional bentuk-bentuk inilah yang disebut dengan gaya bahasa.
Pelambangan digunakan pengarang untuk memperjelas makna dan membuat
suasana dalam karya sastra menjadi lebih jelas sehingga dapat menggugah hati
pembaca. Menurut Ratna (2009: 176) lambang berfungsi untuk menggantikan sesuatu
dengan hal lain. Hal ini dikarenakan pengarang merasa bahwa kata-kata dari
kehidupan sehari-hari belum cukup untuk mengungkapkan makna yang hendak
disampaikan kepada pembaca. Oleh sebab itu, diperlukan penggantian dengan benda
yang lain.
Citraan merupakan penggambaran angan-angan dalam karya sastra.
Penggambaran angan-angan tersebut untuk menimbulkan suasana yang khusus,
membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan serta untuk menarik
perhatian pembaca. Gambaran-gambaran angan tersebut ada bermacam-macam,
dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, maupun
penciuman (Pradopo, 2007: 81).
Unsur karya sastra yang paling esensial adalah kata. Oleh karena itu, dalam
pemilihannya sastrawan harus berusaha agar kata-kata yang digunakan mengandung
kepadatan agar selaras dengan sarana komunikasi puitis lainnya. Al-Ma’ruf (2009:
52) mengemukakan bahwa pemilihan kata berkaitan erat dengan hakikat karya sastra
yang penuh dengan intensitas. Sastrawan dituntut cermat dalam memilih kata-kata
karena kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi dalam
kalimat dan wacana, kedudukan kata tersebut di tengah kata lain, dan kedudukan kata
dalam keseluruhan karya sastra.
Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati, akan tetapi untuk
dipahami dan diambil manfaatnya. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra
yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai kehidupan yang berisi amanat atau
nasihat. Dalam novel tersebut, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini
merupakan hal positif yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia diharapkan
dapat mencapai hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai akal, pikiran,
dan perasaan.
Nilai berarti sifat-sifat atau hal-hal yang penting, berguna bagi kemanusiaan, dan
sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Sumantri
mengatakan bahwa nilai tampak pada ciri individu dan masyarakat yang relatif stabil
karena itu berkaitan dengan sifat kepribadian dan pencirian budaya (2007: 251).
Melalui proses pendidikan maka manusia akan lebih mudah untuk menyadari dan
memahami berbagai nilai-nilai, serta menempatkan secara integral dalam keseluruhan
hidup mereka.
Suhardan & Suharto mengemukakan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai
upaya terorganisasi, terencana, dan sistematis untuk mentransmisikan kebudayaan
dalam arti luas (ilmu pengetahuan, sikap moral, nilai-nilai hidup dan kehidupan, serta
keterampilan) dari suatu generasi ke generasi lain (2009: 9). Sehubungan dengan hal
tersebut, Sumantri (2007: 238) menyatakan bahwa pendidikan merupakan perbuatan
yang menyentuh akar-akar kehidupan sehingga mengubah dan menentukan hidup
manusia.
PEMBAHASAN
Mengidentifikasi gaya bahasa yang ada dalam novel Pelangi Itu Indah.
Sebuah karya sastra terutama novel pasti banyak ditemukan penggunaan gaya
bahasa. Hal itu tidak terlepas dari fungsi gaya bahasa itu sendiri yaitu sebagai sarana
retorika yang mampu menghidupkan lukisan dan pengungkapan. Jelasnya dengan gaya
bahasa pengungkapan maksud menjadi lebih mengesankan, lebih hidup, lebih jelas, dan
lebih menarik. Gaya bahasa dalam penelitian stilistika karya sastra dapat mencakup
majas dan lambang.
Gaya bahasa yang unik dan cukup dominan dalam novel Pelangi Itu Indah
adalah pemajasan. Penggunaan majas dalam sebuah karya sastra dapat menciptakan
efek keindahan bahasa. Majas dalam novel Pelangi Itu Indah memberi daya hidup,
memperindah, dan mengefektifkan pengungkapan gagasan.
Penggunaan majas dalam novel Pelangi Itu Indah didominasi oleh beberapa
majas. Sebagai ilustrasi berikut ini akan dipaparkan contoh penggunaan majas dalam
novel Pelangi Itu Indah.
Bab pertama, pada kutipan:
“Di atasnya, beberapa batang pohon kelapa daunnya melambai-lambai diterpa memilir
angin, tampak makin uzur dan seakan malu-malu untuk berbuah lagi.” (hal 21)
Data di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena Pengungkapan
dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan
manusia. Atau yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup.
Bab kedua, pada kutipan:
“Berkali-kali, aku mengatakan bahwa cinta berani mengorbankan apa saja. Bisa hati,
harta, bahkan sampai pada keluarga.” (hal 42)
Data di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena Pengungkapan yang
melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
Bab ketiga, pada kutipan:
“Awal yang tak ubahnya kelakuan ABG, Anak Baru Gadang, baru mengenal kata
cinta.” (hal 63).
Data di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa Sinisme, karena ungkapan yang bersifat
mencemooh pikiran atau ide seseorang.
Bab keempat, pada kutipan:
“ Dengan terkenalnya mereka, pundi-pundi uang pun segera mengalir. Aku lihat
mereka begitu cepatnya menjadi beruang untuk ukuran anak kos.” (hal 83)
Data di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa Hiperbola, karena Pengungkapan yang
melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
Bab ke sepuluh, pada kutipan:
“ Hidup ini bagai air yang mengalir, akan selalu bergerak sehingga menemukan
muara yang tenang.” (183)
Data di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa Simile, karena Pengungkapan dengan
perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung,
seperti layaknya, bagaikan, ” umpama”, “ibarat”,”bak”, bagai”.
Mendiskripsikan pemilihan kata dalam beragam bahasa yang ada di
dalam novel.
Novel Pelangi Itu Indah karya Yoyon Indra Joni menonjolkan keunikan pemilihan
dan pemakaian kosakata. Pemanfaatan kosakata bahasa daerah Minangkabua dalam novel
Pelangi Itu Indah membuat pelukisan deskripsi cerita menjadi semakin menarik dan
memiliki nilai estetik tersendiri. Keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata bahasa
Minangkabau dalam kalimat dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut ini.
Bisa membuat wajah merah babak belur disertai dengan ucapan-ucapan pedas dan kritis
yang hanya dapat diterima oleh mereka yang maskulin.(hal 19).
Arti kata maskulin yakni, orang jantan yang mempunyai bulu tebal didadanya.
Rangkiang bagi rumah gadang. (hal 47)Arti kata Rangkiang, yakni:bangunan bertiang empat, biasanya berbentuk gonjong, berada di depan rumah gadang, tempat menyimpan padi.
Uda, Rul ? (hal 51)Arti kata Uda, yakni: Uda adalah sebutan lain untuk kakak laki-laki. Kata ini berasal dari bahasa Minang.
Pemanfaatan beberapa kosakata bahasa Inggris dalam novel Pelangi Itu Indah
memperlihatkan intelektualitas pengarang tentang pengetahuan yang luas mengenai
kosakata dalam bahasa Inggris. Keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata bahasa
Inggris dalam kalimat dapat dilihat pada kata di bawah ini.
“Slow”
Grup band bernama Excellent (hal 48)
Si gentleman itu langsung duduk mengambil tempat (51)
Mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel
Pelangi Itu Indah.
Novel Pelangi Itu Indah mengandung nilai Religius yang dapat diteladani oleh
pembaca. Nilai tersebut dapat menjadi dasar bagi pembaca dalam bersikap dan
berperilaku sehingga dapat membentuk watak dan kepribadian yang berbudi luhur.
Sebagai ilustrasi, berikut akan dipaparkan contoh kutipan nilai Religius yang tergambar
dalam novel Pelangi Itu Indah.
“Selanjutnya, jika kita sabar dalam hidup, ada hal lain yang dihadiahkan oleh Yang
Maha Kuasa sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada kita, hamba-Nya.”(hal 381)
“Kalau kau masih terlalu beratuntuk memahami semua pelajaran yang disampaikan
dosenmu itu, maka perbanyaklah sujud. Mohon di dalam sujud itu, semoga kau
diberi kecerdasan yang lebih oleh Allah.” (hal 31)
Kutipan pada data di atas mengajarkan kepada kita agar senantiasa bersabar
menjalani ujian yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, agar kita selalu
mendekatkan diri dan akhirnya mendapatkan kasih sayang Tuhan yang Maha Esa
sebagai bentuk hadiah untuk hamba-Nya.
Unsur Instrinsik dalam novel “Pelangi Itu Indah”
Tema
Menceritakan tentang kisah cinta sejak masa SMA diantara Asrul dengan Laura
yang penuh dengan ketidakpastian. Asrul dengan setianya kepada Laura dan berjuang
keras untuk mencapai cita-citanya. Lama dengan ketidakpastian, cinta mereka kandas
ditengah jalan. Hingga akhirnya datang cinta yang lain yang mirip dengan masa lalunya,
seorang wanita yang mencintainya itu dicintai Awal. Dian namanya yang menaruh hati
pada Asrul, tetapi Asrul jatuh hati kepada teman Dyan yang bernama Wulan. Asrul tidak
memilih Dian, karena tidak ingin menyakiti sahabatnya yang bernama Awal. Wanita
yang manis bernama Wulan yang bisa membuat Asrul merasakan cinta seperti dimasa
lalunya.
Alur atau Plot
Di dalam novel ini menggunakan alur campuran, seperti di bawah ini: Alur maju
(Progresif), pada kutipan:
Aku lagi bahagia karena bulan depan aku juga akan segera menjadi seorang Ayah.
(hal 262).
Alur mundur (Flashback), pada kutipan:
Sesekali, kelebat bayangan masa lalu muncul dan bergerak cepat. Di pondok inilah
kami sering dulu, ketika SD, menenangkan pikiran. Mencari jalan keluar permasalahan
yang sedang kami hadapi. (hal 20).
• Bagian-Bagian Alur
Pengenalan (Eksposisi), dalam kutipan:
Dian yang melihat Awal berdiri di sampingnya tersenyum. Sejenak, aku lihat
ia memang cantik. Dengan raut wajah oval, tinggi semampai, dilengkapi jilbab biru
muda, ia memiliki pesona tersendiri sebagai perempuan berkarisma. (hal 51).
Konflik (Komplikasi), dalam kutipan:
Masalah ini berawal sejak dies natalies ketika bertemu Dyan, kemudian makan
bakso, kemudian di perpustakaan pusat. Semua itu terjadi secara kebetulan. (hal 73)
Klimaks, dalam kutipan:
“Heh !” telunjuknya tepat di kening kami. Ia tersengal-sengal. “Benar-benar tak
kusangka. Ternyata kalian sudah jadian. Dan kau Rul. Menohok kawan seiring,
menggunting dalam lipatan!” umpatnya, membuat petugas piket referensi terpana. (hal
64)
Anti Klimaks (Resolusi), dalam kutipan:
Tiba-tiba, Awal menatapku tajam. “Rul. Sepertinya Tuhan benar-benar sudah
menyiapkan sebuah skenario bahwa menurut pengetahuanku selama ini dia adalah pintu
jodoh bagimu. Tidak usah kau marah lagi padaku, karena aku melihat dia ada hati
kepadamu. (hal 280)
Penyelesaian (Denoument), dalam kutipan:
Di sampingku, seorang perempuan manis terlelap sambil menggendong seorang
anak perempuan berumur dua tahun yang ikut terlelap di pamgkuannya, buah cinta kami
yang tulus. Itulah dia Wulan, seseorang yang menjadi sebab aku menempuh kerasnya
tanah perantauan: Manna. (hal 377).
Asrul tidak memilih Dyan karena tidak ingin menyakiti sahabatnya yang bernama
Awal, Asrul akhirnya memilih Wulan sahabat Dyan, yang bisa membuat Asrul
merasakan cinta yang persis dengan masa lalunya.
Penokohan
Protagonis: Asrul Kampai sudah memasukitahun keempat kuliah. Selama empat
tahun, ia tidak mengacuhkan kedatangan cinta. Namun, ia juga tidak memberi
ketegasan kepada cinta di masa lalunya, Laura.
Antagonis: sahabat sekaligus teman sekamar kos Asrul, bernama Awal yang tirus
dengan rambut yang dimodel rambut kuda sedang berlari kencang itu diusapnya
berkali-kali. Salah satu bentuk efek langsung dari kuliah di fakultas MIPA. Tubuh
menjadi kurus, berat badan jauh dari ideal, kulit pucat, mata agak cekung, dan
kening menjadi mengkilat ketika ditimpa cahaya lampu. Awal yang masih
memiliki sikap ABG dalam memandang masalah, sehingga menuduh Asrul
merebut seorang wanita yang dia cintai, yang bernama Dyan.
Tritagonis: Sosok wanita yang cantik, tinggi semampai dengan raut wajah oval
dan berkarisma, bernama Dyan. Yang rela melepaskan cintanya kepada Asrul
demi kebahagian Asrul, Dyan rela melepaskan untuk sahabatnya Wulandari
seorang wanita yang dicintai Asrul.
Amanat
Novel ini mengajarkan kita arti perjuangan hidup pemuda yang jauh dari orang tua,
hidup mandiri, bertuajuan untuk menggapai kesuksesan. Selain itu di dalam novel ini
mengajarkan kepada pemuda sekarang untuk menjaga cinta yang tulus dan suci jangan
sampai ternodai hingga ke jenjang pernikahan.
Latar
• Latar Suasana
Menegangkan, kutipan: “Sampai berjalan kaki menyebrangi kereta api. Kadang, ia
pulang menempuh deras hujan badai.” (hal. 39)
Galau, kutipan: “Wajahnya gundah gulana, tak ubahnya wajah seorang pemuda
diputus cinta oleh pemudi pujaan hati.” (hal. 59)
• Latar Waktu
Malam hari, kutipan: “Malam begitu perkasa menundukkan siang dan selalu
membawa diri kita untuk segera tidur.” (hal. 28)
Siang hari, kutipan: “Siang berada dipuncaknya. Gerah. Pemandangan sedikit sejuk
oleh pepohonan rindang.” (hal. 85)
Pagi hari, kutipan: “Kini, berganti mandi dalam bentuklain, yaitu mandi dengan
bermandikan sinar sang mentari pagi.” (hal 276)
• Latar Tempat
Kota Padang: Latar belakang cerita berada di Padang, seperti dalam kutipan:
“Gempa susulan masih sering terjadi, walau dalam skala yang lebih kecil. Berita-
berita tentang gempa masih hilir-mudik di mulut masyarakat. Dari sebagian berita yang
beredar, gempa itu sudah meluluh-lantakkan Padang Panjang.” (hal 342)
Kota Manna: Latar belakang cerita berada di kota Manna, seperti dalam kutipan:
“Itulah dia, Wulan, seorang yang menjadi sebab aku menempuh kerasnya tanah
perantauan: Manna.” (hal 377)
Unsur Ekstrinsik dalam novel Pelangi Itu Indah
Biografi penulis
Yoyon Indra Joni merupakan seorang penulis kelahiran Koto Taratak, Sumatera
Barat, pada tanggal 6 Februari 1981. Pemuda ini biasanya dipanggil Yoyon ini memiliki
hobi membaca, menulis, dan bercerita. Sekarang, penulis menetap di Bengkulu.
Kegiatannya adalah mengajar matematika di SMAN 3 Bengkulu Selatan.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dalam pembahasan terhadap novel Pelangi Itu Indah karya
Yoyon Indra Joni dapat ditarik simpulan bahwa pemanfaatan bentuk-bentuk gaya bahasa
dalam novel Pelangi Itu Indah membuat pengungkapan maksud menjadi lebih menarik, lebih
hidup, dan lebih mengesankan. Selain itu, keunikan atau kekhasan pemakaian kosakata ragam
bahasa pada novel Pelangi Itu Indah juga membuat deskripsi cerita tersebut menjadi semakin
menarik dan memiliki nilai estetik tersendiri.
Novel Pelangi Itu Indah dapat dikatakan sebagai novel yang bergenre religi. Pengarang
menggunakan kemampuannya dalam mengolah bahasa untuk mengungkapkan nilai religius
pada pembaca yang bertujuan untuk mendidik manusia agar menjadi pribadi yang berbudi
luhur.
DAFTAR PUSTAKA
Joni, Yoyon Indra . 2013. Novel Pelangi Itu Indah, Jogjakarta:Diva Press.
Al-Ma’ruf, A.I. (2009). Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Surakarta: Cakrabooks. Aminuddin. (1995). Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Keraf, G. (2008). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sinopsis
Seorang lelaki bernama Asrul Kampai yang berasal dari Pesisir Selatan, kecamatan
Surantih, kampung Koto Taratak. Asrul sudah memasuki tahun keempat kuliah. Asrul
mempunyai teman bernama Awal yang menuduh Asrul merebut wanita idamannya
bernama Dyan, Ikal yang membuat ide, mengajak, dan membuat lapangan kerja untuk
bersama, dengan membentuk tempat les. Modal untuk membuat tempat les berasal dari
uang beasiswa yang dikumpulkan Ikal ketika masih kuliah. Rizal yang begitu menyukai
burung perkututnya yang diberi nama Kiti dan Preti.
Selama empat tahun, Asrul tidak mengacuhkan kedatangan cinta dari seorang wanita
yang dicintai Awal bernama Dyan. Akan tetapi Asrul tidak ingin menyakiti hati Awal,
dan Asrul jatuh hati pada sahabat Dyan yang bernama Wulan. Namun, di sisi lain Asrul
tidak memberi ketegasan kepada cinta masa lalunya bersama Laura. Akhirnya Laura
tidak ingin menunggu lama dengan ketidakpastian Asrul dan Laura memutusakan
menikah dengan seorang laki-laki yang diajaknya ke London untuk melanjutkan
pendidikan S2.
Tempat les yang didirikan bersama-sama penuh dengan pengorbanan dan perjuangan
keras, seketika hancur tak bersisa bentuk akibat goncangan Gempa di Padang. Lima
tahun kemudian Asrul sudah menikah dengan seorang wanita yang bernama Wulan
mempunyai buah cinta seorang anak perempuan. Asrul menjadi seorang guru di salah
satu sekolah SMA, Asrul mengajar mata pelajaran Matematika tepatnya di Pagalaaram.
Dyan sudah menikah terlebih dahulu setelah Dyan tau bahwa sebenarnya Asrul
mencintai Wulan. Teman Asrul bernama Awal juga sudah mempunyai momongan,
bertempat tinggal di Solok dan menjadi seorang pengajar di salah satu sekolah SMP di
Solok. Rizal masih di kota padang bersama Santia juga sudah punya momongan dan ia
menjadi seorang guru SMP pula di Painan