ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal)...

25
ANALISIS PENGARUH KEBEBASAN EKONOMI DAN VARIABEL MONETER TERHADAP HARGA SAHAM DI LIMA NEGARA ASEAN DWI WULANDARI (Universitas Negeri Malang) MUNAWAR ISMAIL GHOZALI MASKIE DAVID KALUGE (Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya) ABSTRACT The purpose of this research was to test whether economic freedom (business freedom, trade freedom, fiscal freedom, government size, monetary freedom, investment freedom, financial f reedom, property rights, freedom from corrupt ion and monetary variables (interest rate, inflation, exchange rate, money supply) had impact to stock prices in five ASEAN countries namely Singapore, Malaysia, Philippine, and Indonesia. We used a quantitative approach by applying principal component analysis and multiple regression with pooling data in the period of 1995-2010. The result showed that there were nine variables influenced stock prices in ASEAN, five variables with positive impact, they were government size, fiscal freedom, financial freedom, monetary f reedom, trade freedom and four variables with negative impact. They were business freedom, property rights, interest rate and inflation. While freedom from corruption, investment freedom, exchange rate and money supply had no impact on stock prices.The result of this research showed that there was a relationship between the institutional aspect of a country and the stock price in the country. This has been shown by the relationship between economic freedom and stock prices in five ASEAN countries. Monetary phenomenon can not be separated from the development of stock price where higher interest rate and inflation will reduce the stock price Keywords: stock price, economic freedom, inflation, interest rate, exchange rate, money supply

Transcript of ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal)...

Page 1: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

ANALISIS PENGARUH KEBEBASAN EKONOMI DAN VARIABEL MONETERTERHADAP HARGA SAHAM DI LIMA NEGARA ASEAN

DWI WULANDARI(Universitas Negeri Malang)

MUNAWAR ISMAILGHOZALI MASKIE

DAVID KALUGE(Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya)

ABSTRACT

The purpose of this research was to test whether economic freedom (business freedom, trade freedom, fiscal freedom, government size, monetary freedom, investment freedom, financial f reedom, property rights, freedom from corrupt ion and monetary variables (interest rate, inflation, exchange rate, money supply) had impact to stock prices in five ASEAN countries namely Singapore, Malaysia, Philippine, and Indonesia. We used a quantitative approach by applying principal component analysis and multiple regression with pooling data in the period of 1995-2010. The result showed that there were nine variables influenced stock prices in ASEAN, five variables with positive impact, they were government size, fiscal freedom, financial freedom, monetary f reedom, trade freedom and four variables with negative impact. They were business freedom, property rights, interest rate and inflation. While freedom from corruption, investment freedom, exchange rate and money supply had no impact on stock prices.The result of this research showed that there was a relationship between the institutional aspect of a country and the stock price in the country. This has been shown by the relationship between economic freedom and stock prices in five ASEAN countries. Monetary phenomenon can not be separated from the development of stock price where higher interest rate and inflation will reduce the stock price

Keywords: stock price, economic freedom, inflation, interest rate, exchange rate, money supply

Page 2: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menguji adakah pengaruh dari kebebasan ekonomi (kebebasan berbisnis, kebebasan perdagangan,kebebasan fiskal,ukuran pemerintah, kebebasan moneter, kebebasan investasi, kebebasan finansial, hak milik ( property rights), kebebasan dari korupsi) dan variabel moneter (suku bunga, inflasi,nilai tukar dan jumlah uang beredar terhadap harga saham di lima negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode Principal Component Analysis dan analisis regresi linier berganda dengan metode pooling data dengan periode penelitian antara tahun 19952010. Hasil penelitian menunjukkan ada sembilan variabel yang memiliki pengaruh terhadap harga saham di ASEAN, lima variabel berpengaruh positif yaitu ukuran pemerintah, kebebasan fiskal , kebebasan finansial, kebebasan moneter dan kebebasan perdagangan, empat variabel berpengaruh negatif yaitu kebebasan bisnis, hak kepemilikan, suku bunga dan inflasi. Sedangkan kebebasan dari korupsi,kebebasan investasi, nilai tukar dan jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara aspek institusional suatu negara dengan harga saham di negara tersebut. Ini ditunjukkan oleh keterkaitan antara kebebasan ekonomi dengan harga saham di lima negara ASEAN. Fenomena moneter juga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan harga saham dimana suku bunga dan inflasi yang tinggi akan menyebabkan penurunan dalam harga saham. Keywords: harga saham, kebebasan ekonomi, inflasi, suku bunga, nilai tukar, jumlah uang

beredar

Page 3: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

PENDAHULUAN Penelitian tentang faktor-faktor

apakah yang mempengaruhi harga saham di ASEAN sampai saat ini belum banyak dilakukan, kecuali pada saat periode krisis moneter tahun 1997. Hasil penelitian terdahulu pun sangat bervariasi dan belum dapat menjelaskan sebenarnya faktor-faktor apakah yang mempengaruhi harga saham di pasar modal yang ada di ASEAN.

Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pergerakan harga saham sangat penting bagi seorang investor.

Liberalisasi pasar keuangan di lima negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapore dan Thailand) pada tahun 1980an menghasilkan aliran modal masuk yang cukup besar di negara-negara tersebut. Terjadilah ekspansi pasar keuangan dan pasar modal. Tetapi liberalisasi ini tidak didukung dengan regulasi dan pengawasan sistem keuangan yang kuat sehingga justru memicu krisis moneter pada tahun 1997. Krisis yang terjadi ini tidak hanya menyerang pasar keuangan dan pasar saham di ASEAN tetapi juga menyerang fundamental ekonomi makro negara-negara tersebut yang ditandai dengan inflasi dan suku bunga yang tinggi, nilai tukar yang terdepresiasi dan pasar saham berada dalam kondisi resesi (Atmadja, 2004).

Pada 2008, sekali lagi terjadi krisis global yang dimulai di Amerika Serikat dan menyebar ke seluruh dunia termasuk ke negara-negara ASEAN, meskipun secara kasat mata, dampaknya tidak seluas krisis moneter 1997. Pada setiap krisis yang terjadi, setiap kali terjadi pelemahan di pasar keuangan dan pasar modal, maka terjadi pula pelemahan pada variabelvariabel ekonomi makro di negaranegara tersebut. Ini mengindikasikan adanya hubungan antara pasar saham dan variabel-variabel ekonomi makro negara-negara ASEAN.

Pasar modal ASEAN telah

mengalami berbagai perkembangan misalnya dengan paket-paket deregulasi untuk mempermudah transaksi saham dan membuka pintu investasi untuk investor asing dan kemudahan investasi untuk negara-negara ASEAN sendiri. Sehingga, saat ini pasar modal di ASEAN telah mengalami perkembangan cukup pesat di satu sisi tetapi juga sangat rentan terhadap pengaruh berbagai perubahan kondisi ekonomi makro, sosial maupun politik di dalam maupun luar negeri. Pasarpasar ini memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu banyaknya spekulasi asing yang masuk ke pasar-pasar ini. Financial Times menyebutkan, hot money yang masuk ke pasar di kawasan Asia pada 2009, mencapai US$ 26 milliar. Besarnya hot money, akan membuat pergerakan indeks harga saham akan dipengaruhi oleh investor asing. Investor asing bisa dengan mudah menarik dan memasukkan dananya ke suatu negara. Capital outflow dan inflow akan sangat mempengaruhi pergerakan harga saham. Arus modal asing yang masuk ke negara-negara ASEAN turut mewarnai bursa saham di negara-negara ini. Masuknya modal asing, salah satunya dipengaruhi oleh semakin terbukanya pasar modal di kawasan ASEAN. Keterbukaan suatu negara bisa terwakili salah satunya adalah dengan melihat indeks kebebasan ekonomi di suatu negara. Indeks ini disusun oleh James Gwartney, Robert A. Lawson dan Walter E. Block dari Heritage Foundation dan Wall Street Journal. Keterbukaan dan kebebasan ekonomi memang menjadi isu yang banyak diperbincangkan dewasa ini. Menurut Gwartney dan Lawson (1996), semakin tinggi tingkat kebebasan ekonomi di suatu negara, semakin tinggi pula kemakmuran negara tersebut. Dalam lingkungan dimana tingkat kebebasan ekonomi di tiap negara sangat bervariasi, maka investor akan mengidentifikasi peluang investasi yang paling menarik dan menguntungkan.

Page 4: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

TINJAUAN PUSTAKA Konsep bahwa nilai intrinsik

saham adalah present value dari semua deviden di masa depan pertama kali muncul pada pertengahan abad ke 19. Aplikasi dari DCF untuk menilai harga saham di Amerika Serikat pertama kali ada pada masa perang dunia kedua. Preinreich (1932) membangun model dimana pendapatan diharapkan untuk terus tumbuh dalam periode tertentu dan berargumentasi bahwa DCF dapat menilai perusahaan-perusahaan yang tumbuh ini dengan baik. Pendekatan DCF dalam ekonomi keuangan mendeskripsikan metode menilai suatu asset menggunakan konsep nilai waktu dari uang. Semua aliran kas di masa depan diestimasi dan didiskon untuk menentukan nilainya saat ini. Discount rate yang digunakan merefleksi kan resiko dari arus kas. Pada tahun 1938, John Burr Williams adalah orang pertama yang menggunakan metode DCF pada karyanya yang berjudul “The Theory of Investment Value”.

Inflasi, j uml ah uang beredar, suku bunga dan nilai tukar telah menunjukkan landasan teoritis dan empiris dalam mempengaruhi harga saham (Rahman dan Najand, 1996). Pada tingkat agregat, nilai saham perusahaan bergantung pada kesehatan perekonomian suatu negara. Tetapi tidak ada satu pun teori yang menyatakan bahwa hubungan ini seluruhnya searah (Chen, 1986). Fama (1981) menemukan bahwa pergerakan variabel ekonomi makro dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan harga saham. Tiap peneliti menggunakan variabel-variabel ekonomi makro yang berbeda-beda karena memang belum ada konsensus variabel ekonomi makro mana yang berpengaruh terhadap harga saham. Di negara-negara berkembang yang campur tangan pemerintahnya besar, pasar modalnya baru berkembang, volume perdagangannya rendah dan informasi tentang perusahaan sering

tidak cepat didapat dan berkualitas rendah, pasar modalnya akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan e konomi pemerintah. Maka kebijakan e konomi makro pemerintah akan sangat berpengaruh terhadap harga sahamnya (Bekaert dan Harvey, 1998, Muradoglu dan Metin, 1998)

Salah satu variabel ekonomi makro yang sering digunakan adalah inflasi. Beberapa penelitian me nemukan hubungan signifikan a ntarainflasi dengan harga saham. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fama (1981), Schwert (1981), Solnik (1983), Gultekin (1983), Geske dan Roll (1983), Mukherjee dan Naka (1995), Adrangi (2000), Udegbunam (2001), Wongbangpo dan Sharma (2002), Gunasekarage (2004), Maysami (2004), Islam (2004), Chakravarty (2005), Haruman (2005), Nishat dan Shaheen (2005), Erbaykal (2006), Patra dan Poshakwale (2006), Humpe dan Macmillan (2007), Horobet dan Dumitrescu (2008), dan Chiang (2009). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rapach (2001) di enam belas negara industri tidak menemukan hubungan yang signifikan ant ara inflasi dan har ga saham. Hubungan yang tidak stabil ditemukan oleh Graham (2006) yang meneliti di Amerika Serikat pada periode 1953-1990. Hubungan bersifat negatif sebelum 1976 dan setelah 1982, tetapi bersifat positif antara kedua tahun tersebut. Instabilitas ini mungkin disebabkan karena pergeseran dari kebijakan mo neter counter cyclical ke pro cyclical pada 1976 dan kembali ke counter cyclical pada 1982. Laopodis (2006) menemukan hubungan negatif lemah antara inflasi dan harga saham di AS pada periode 1970-1980.

Page 5: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

Variabel lain yang sering digunakan adalah suku bunga. Rahman dan Najand (1996) menemukan hubungan negatif antara harga saham dan suku bunga. Mereka menyatakan bahwa volatilitas suku bunga berdampak pada operasional usaha yang lalu ditransmisikan pada harga saham. Benning (1993) meneliti peran suku bunga pada crash pasar modal Oktober 1987 dan menemukan korelasi negatif antara suku bunga dan volatilitas pasar saham dan juga peningkatan volatilitas jumlah uang beredar akan meningkatkan volatilitas suku bunga dan harga saham. Ini artinya meningkatkan resiko memegang asset keuangan yang akan berakibat negatif terhadap risk averse investor. Menurut Schwert (1989), perubahan ketidakpastian dalam kondisi ekonomi makro di masa depan akan menyebabkan perubahan volatilitas return saham. Beberapa penelitian yang juga menemukan signifikansi a nt ara suku bunga dan harga saham antara lain Maysami dan Koh (1998), Wongbangpo dan Sharma (2002), Lantara (2004, Maysami (2004), Islam. (2004), Gunasekarage (2004), Crowder (2006), Liow (2006), Humpe dan Mc Millan (2007), Haryanto (2007), Adam (2008), Ahmed (2008), Kandir (2008), Chiang (2009). Honda dan Kuroki (2006) menemukan adanya hubungan antara kebijakan suku bunga di Jepang dengan harga saham. Secara rata-rata penurunan suku bunga sebesar 1% akan memicu kenaikan harga saham sebesar 3%. Sedangkan Bernanke (2003) yang meneliti dampak kebijakan suku bunga di AS menemukan bahwa perubahan suku bunga yang tidak diantisipasi sebesar 1% akan berpengaruh negatif terhadap harga saham sebesar 4%. Beberapa peneliti juga menemukan arah hubungan positif antara suku bunga dan harga saham. Ini cukup bertentangan dengan teori awal sehingga masih dimungkinkan penelitian lebih lanjut pada variabel ini. Peneliti-peneliti

tersebut diantaranya adalah Fama (1981), Wongbangpo dan Sharma (2002), Islam (2004), Horobet dan Dumitrescu (2008). Beberapa peneliti menemukan juga signifikansi a ntara n ilai t ukar dengan harga saham. Diantaranya adalah Geske dan Roll (1983), Jones dan Kaul (1996), Maysami dan Koh (1998), Adrangi (2000), Ibrahim (2001), Wongbangpo dan Sharma (2002), Maysami (2004), Pribadi dan Hartono (2004), Islam (2004), Harjito dan Mc Gowan (2004), Haruman (2005), Haryanto dan Riyanto (2007), Horobet dan Dumitrescu (2008), Kandir (2008), Untoro (2008), Shew (2008), Aydemir (2009) dan Chiang (2009). Muradoglu dan Metin (1998) menemukan bahwa nilai tukar mata uang asing sangat berpengaruh terhadap harga saham ketika pasar semakin berkembang. Sedangkan Geske dan Roll (1983) menemukan pengaruh nilai tukar terhadap harga saham melalui efek perdagangan. Depresiasi mata uang domestik akan meningkatkan volume ekspor. Apabila permintaan barang ekspor bersifat elastis akan menyebabkan aliran kas lebih banyak untuk perusahaan domestik dan menyebabkan kenaikan harga saham.

Laopodis (2006) menyatakan bahwa perubahan jumlah uang beredar akan mempengaruhi suku bunga yang akan membuat investor mengevaluasi saham yang dimilikinya dan ini akan berpengaruh pada harga saham. Sedangkan Sellin (2001) menyatakan bahwa salah satu alat transmisi kebijakan mo neter a dalah m e lalui saluran pasar modal. Perubahan jumlah uang beredar akan membuat investor menilai kembali pasar modal. Karena nilai saham adalah gabungan dari discounted future dividends, maka kebijakan mo neter ketat/longgar dapat mempengaruhi harga saham melalui expected future earnings. Ibrahim (2003) menyatakan bahwa jumlah uang beredar sangat dominan mempengaruhi harga saham di Malaysia. Diskusi lebih lanjut tentang peranan jumlah uang beredar bisa dilihat pada tulisan Hardouvelis (1987), Urich dan Wachtel (1981), Rogalski dan Vinso (1977), Chauduri dan Smiles (2004), Gunasekarage (2004), Maysami (2004), Patra dan Poshakwale ( 2006), Pearce dan Roley (1985), Perales dan Robins (2005), Rahman dan Mustafa (2008), Chiang dan Lee (2009), Ibrahim (2001). Tidak signifikannya pengaruh j uml ah uang beredar terhadap harga saham juga bisa

Page 6: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Chakravarty (2005) dan Humpe dan Macmillan (2007). Arah hubungan jumlah uang beredar dan harga saham juga bisa positif ataupun negatif. Hubungan positif ditemukan pada penelitian Fama (1981), Ibrahim (2001) dalam jangka pendek, Chiang dan Lee (2009). Sedangkan dalam jangka panjang, Ibrahim (2001) menemukan hubungan negatif antara jumlah uang beredar dengan harga saham.

Chang dan Ha (1997) menyatakan bahwa variabel suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi dan nilai tukar dapat merubah discount rate dari periode ke periode. Lebih jauh, variabel-variabel yang merepresentasikan output ekonomi agregat, lingkungan internasional, kemajuan tehnologi, dan harga faktor memainkan peranan penting dalam penilaian saham karena membentuk potensi pertumbuhan perusahaan. Hubungan ini juga diinterpretasikan dalam efficient mar ket theory . Chen (1986) menyatakan bahwa harga saham dipercaya bereaksi sensitif terhadap berita ekonomi. Dalam efficient ma r ket theory, harga saham harus merefleksi kan semua informasi yang relevan termasuk juga berita ekonomi. Dari perspektif efficient mar ket theory bersama dengan asset pricing theory, harga saham seharusnya bergantung pada tekanan variabel-variabel yang mendeskripsikan ekonomi. Ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hardouvelis (1987) dan Pierce dan Roley (1985). Haung dan Kracaw (1984) berfokus pada informasi yang direfleksikan oleh harga saham. Mereka percaya bahwa volatilitas harga saham mungkin adalah sinyal perubahan informasi yang relevan terhadap keputusan output perusahaan. Mereka menggunakan analisis kausalitas Granger untuk mengukur adanya informasi baru dengan varians harga saham, hasilnya menunjukkan bahwa perubahan aktivitas riil disebabkan oleh variasi harga saham.

Ada pula penelitian-penelitian yang tidak menemukan hubungan signifikan a ntara a ntara v ariabelvariabel ekonomi makro dengan harga saham diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tursoy (2008), Gay (2008), Atmadja (2004). Poon dan Taylor (1991), Martinez dan Rubio (1989), Gjerde dan Sae em ( 1999) t idak menemukan hubungan signifikan ant ara return saham dan variabel ekonomi makro. Maka penelitian tentang hubungan variabel ekonomi makro terutama variabel makro moneter dengan harga saham masih sangat diperlukan untuk mengisi kekosongan penelitian terutama di kawasan ASEAN.

Hubungan antara indeks kebebasan ekonomi dengan harga saham juga pernah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya. Indeks ini disusun oleh Gwartney, Lawson dan Block. Mereka mengukur tingkat kebebasan ekonomi dari 189 negara. Indeks ini meliputi sepuluh komponen yaitu kebebasan berbisnis, kebebasan perdagangan, kebebasan fiskal , ukur an pemerintah, kebebasan moneter, kebebasan investasi, kebebasan finansial, hak mi lik ( property rights), kebebasan dari korupsi, dan kebebasan tenaga kerja. Indeks ini sangat erat kaitannya dengan aspek institusional di suatu negara. Beberapa penelitian terdahulu misalnya oleh Li (2002) menemukan bahwa negara-negara berkembang yang memiliki kebebasan ekonomi lebih tinggi dan perlindungan yang lebih kuat terhadap pemegang saham, memiliki kapitalisasi pasar saham yang lebih tinggi. Keterbukaan terhadap perdagangan juga berpengaruh kondusif terhadap pertumbuhan pasar saham. La Porta (1997) menemukan bahwa negara yang memiliki perlindungan hukum yang kuat terhadap investor (salah satu komponen dalam indeks kebebasan ekonomi), memiliki pasar saham yang lebih besar dan kuat. Levine dan Zervos (1998), menyimpulkan bahwa kapitalisasi pasar modal menjadi semakin besar seiring dengan liberalisasi pasar modal di suatu negara. Peroidan van O ijenme n emuk an bahwa privatisasi di negara berkembang mengurangi resiko politis dan meningkatkan return saham. Sedangkan Stocker (2005) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat kebebasan ekonomi di suatu negara, akan semakin tinggi pula return saham di negara tersebut. Li dan Ng (2004) menemukan hubungan empiris antara korupsi dengan harga saham. Alasannya adalah korupsi akan mempengaruhi corporate

Page 7: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

governance. Ketika korupsi meningkat, pengawasan melemah dan corporate governance memburuk sehingga menurunkan penilaian saham. Pasar Keuangan akan berkembang lebih baik pada negara yang memiliki legal framework yang kuat (La Porta, 1998, Becks, 2003). Pasar Keuangan yang berkembang membuat perusahaan lebih mudah menarik dana investasi (Demirguc-Kunt dan Maksimovic, 1998), Rajan dan Zingales (1998).

KERANGKA PENELITIAN Komponen-komponen dalam

kebebasan ekonomi seperti kebebasan berbisnis, kebebasan perdagangan, kebebasan fiskal, ukuran peme rintah, kebebasan moneter, kebebasan investasi, kebebasan finansial,hak mi lik (property rights), kebebasan dari korupsi diyakini akan mempengaruhi harga saham dikarenakan pengaruhnya pada expected cash flow atau discount rate. Kebebasan bisnis merupakan ukuran kuantitatif terhadap kemampuan untuk memulai, mengoperasikan dan menutup bisnis/usaha yang menunjukkan aturan dan efisi ens i pemerintah dalam proses regulasinya. Kebebasan bisnis yang meningkat akan mengurangi biaya transaksi yang akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham. Kebebasan finansial yang meliputiseberapa besar aturan pemerintah dalam jasa-jasa keuangan, seberapa besar intervensi pemerintah terhadap bank dan jasa-jasa keuangan lainnya, tingkat kesulitan membuka dan mengoperasikan perusahaan jasa-jasa keuangan (baik individu domestik dan asing) dan pengaruh pemerintah terhadap alokasi kredit. Kebebasan finansial y ang meningkat akan mengurangi biaya transaksi yang akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham. Kebebasan fiskal y ang diukur berdasar tiga faktor yaitu tarif pajak tertinggi pada pendapatan individu, tarif pajak tertinggi pada pendapatan perusahaan dan pendapatan pajak total

sebagai prosentase dari GDP. Semakin menurun beban fiskal , me nunj ukkan kebebasan yang meningkat akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham. Kebebasan Perdagangan memungkinkan perusahaan meraih pasar internasional. Hal ini akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham. Ukuran pemerintah yang lebih kecil dalam hal konsumsi dan investasi menyebabkan perusahaan mrnghadapi persaingan yang menurun dengan pemerintah dalam hal investasi modal dan pangsa pasar. Ini akan mengurangi biaya modal dan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan perusahaan. Hal ini akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham. Perlindungan terhadap hak kepemilikan akan melindungi pemegang saham dari penipuan. Hal ini akan mengurangi ketidakpastian yang lalu akan mengurangi discount rate dan meningkatkan harga saham. Kebebasan dari korupsi akan mempengaruhi corporate governance. Ketika korupsi menurun, pengawasan menguat dan corporate governance membaik. Hal ini akan mengurangi ketidakpastian yang lalu akan mengurangi discount rate dan meningkatkan harga saham. Kebebasan investasi akan memudahkan perusahaan mendapatkan akses keuangan yang lalu akan memicu inflasi yang lebih stabil, mengurangi ketidakpastian yang lalu akan mengurangi discount rate dan meningkatkan harga saham. Kebebasan moneter mengimplikasikan inflasi yang lebih stabil dan mekanisme harga yang berjalan dengan baik. Hal ini akan mengurangi ketidakpastian yang lalu akan mengurangi discount rate dan meningkatkan harga saham. Secara keseluruhan kebebasan ekonomi yang lebih tinggi akan meningkatkan harga saham. Perubahan suku bunga secara langsung merubah discount rate dan mempengaruhi arus kas perusahaan saat ini dan masa depan. Suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Inflasi y ang tidak diantisipasi berpengaruh negatif terhadap harga saham melalui perubahan tingkat harga yang tidak diantisipasi. Ketidakpastian inflasi j uga mempengaruhi discount rate yang akan mengurangi present value dari aliran kas perusahaan. Depresiasi mata uang menyebabkan penurunan harga saham yang didorong adanya ekspektasi inflasi. Investor tidak

Page 8: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)
Page 9: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

METODE PENELITIAN Analisis Regresi Berganda

Formula yang digunakan untuk menguji persamaan regresi antara variabel bebas kebebasan berbisnis (X1), kebebasan perdagangan (X2), kebebasan fiskal (X 3), ukuran pemerintah (X4), kebebasan moneter (X5) , kebebasan investasi (X6), kebebasan finansial (X 7), hak milik (property rights) (X8) , kebebasan dari korupsi (X9) , suku bunga (X10) , nilai tukar (X11), jumlah uang beredar (X12) dan inflasi(X 13), dengan variabel harga saham (Y), adalah rumus persamaan regresi ganda dengan tiga belas variabel bebas dan satu variabel terikat, yakni:

Y=a+ b1X1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 +

b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11 + b12X12 + b13X13 + e

Keterangan: Y = nilai variabel Y x = nama variabel b = koefisien variabel X a = bilangan konstanta

Principal Component Analysis

Principal Component Analysis adalah tehnik untuk membentuk variabel baru yang merupakan gabungan linier

dari variabel asli. Jumlah maksimum variabel baru yang bisa dibentuk, sama dengan jumlah variabel asli dan variabel baru tidak berkorelasi satu sama lain. Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan menyusutkan (mereduksi) dimensinya (Sharma, 1996). Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan Principal Component. Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinieritas diperoleh, maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis data panel.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada hasil analisis regresi nampak bahwa dijump ai a danya multikolinieritas yang tinggi diantara variabel bebas yang ada. Indikasi yang nampak adalah dengan nilai R2 = 80,8%, ternyata dari hasil uji-t hanya menghasilkan empat variabel yang signifikan, sedangkan tiga belas lainnya tidak signifikan. Selain terjadi pelanggaran asumsi tidak terjadi multikolinier, juga terjadi pelanggaran terhadap asumsi tidak terjadi autokorelasi.

Tindakan untuk memperbaiki hasil estimasi persamaan regresi ditempuh dengan principal component regression untuk pelanggaran multikolinier.

Page 10: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

Ringkasan Hasil Analisis Regresi dengan PCA

Keterangan : ns = tidak signifikan,

** =signifikan pada tingkat 1%,

* = signifikan pada tingkat 5%

Sumber: Data diolah

Secara ringkas dapat dijel askan sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama yang menyatakan

bahwa kebebasan ekonomi berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN yang dibagi menjadi sub hipotesis sebagai berikut • Hipotesis yang menyatakan bahwa

kebebasan berbisnis berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara

ASEAN ditolak. Meskipun berpengaruh secara signifikan, t etapi k ebebasan berbisnis memiliki pengaruh yang negatif terhadap harga saham.

• Hipotesis yang menyatakan bahwa kebebasan finans i al berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN diterima • Hipotesis yang menyatakan bahwa kebebasan fiskal berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN diterima • Hipotesis yang menyatakan bahwa kebebasan perdagangan berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN diterima • Hipotesis yang menyatakan bahwa ukuran pemerintah berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN diterima • Hipotesis yang menyatakan bahwa hak kepemilikan (property rights) berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN ditolak. Meskipun berpengaruh secara signifikan, tetapi hak kepemi likan memiliki pengaruh yang negatif terhadap harga saham. • Hipotesis yang menyatakan bahwa kebebasan dari korupsi berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN ditolak. Meskipun memiliki koefisi en yang positif, kebebasan dari korupsi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham • Hipotesis yang menyatakan bahwa kebebasan investasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN ditolak. Meskipun memiliki koefisi en yang positif, kebebasan investasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham

Variabel bebas Koefisi en Sing 280.995* Mal -322.762* Tha -696.166* Fil 837.813* Suku Bunga -16.956* Nilai Tukar -0.008 ns JUB -0.00003 ns Inflasi -8. 050** Kebebasan Korupsi 0.319 ns Hak Kepemilikan -4.002* Ukuran Pemerintah 14.917* Kebebasan Finansial 3.428* Kebebasan Fiskal 25.404* Kebebasan Investasi 0.590 ns Kebebasan Moneter 6.388* Kebebasan Bisnis -4.011* Kebebasan Perdagangan 15.104*

Page 11: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

• Hipotesis yang menyatakan bahwa kebebasan moneter berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN diterima

2. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa Suku Bunga berpengaruh negatif secara signifikan t erhadap harga saham di lima negara ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia) diterima.

3. Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa Inflasi berpengaruh negatif secara signifikan t erhadap h arga saham di lima negara ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia) diterima.

4. Hipotesis keempat yang menyatakan bahwa Nilai Tukar berpengaruh negatif secara signifikan t erhadap harga saham di lima negara ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia) ditolak. Meskipun memiliki koefisien yang negatif, nilai tukar tidak berpengaruh signifikan t erhadap harga saham

5. Hipotesis kelima yang menyatakan bahwa Jumlah Uang Beredar berpengaruh negatif secara signifikan terhadap harga saham di lima negara ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia) ditolak. Meskipun memiliki koefisien yang negatif, jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham

6. Variabel negara berpengaruh signifikan t erhadap h arga s aham. Artinya, terdapat perpisahan yang jelas antara kategori negara dalam harga saham. Ini ditunjukkan oleh intersep yang berbeda di masingmasing negara. Singapura memiliki intersep sebesar -2790.825, Malaysia memiliki intersep sebesar -3394.582,

Thailand memiliki intersep sebesar -3767.986, Filipina memiliki intersep sebesar-2234.007 dan Indonesia memiliki intersep sebesar -3071.82. Artinya apabila seluruh variabel bebas dianggap konstan maka Filipina akan memiliki indeks harga saham tertinggi disusul oleh Singapura,

Malaysia, Indonesia dan Thailand. Perbedaan intersep ini selain disebabkan oleh kondisi pasar modal di masing-masing negara,kondisi sosial, politik, struktur ekonomi, kondisi perdagangan internasional dan juga dimungkinkan disebabkan oleh cara perhitungan indeks harga saham yang berbeda di masing-masing negara. Untuk Filipina dan Singapura yang memiliki intersep tertinggi diantara kelima negara, indeks harga sahamnya dihitung dari nilai tertimbang dari tiga puluh perusahaan representatif di masingmasing negara. Sedangkan untuk negara-negara lainnya, indeks sahamnya dihitung dari nilai tertimbang semua saham yang terdaftar di pasar modal.

Kebebasan bisnis berpengaruh negatif terhadap harga saham. Kebebasan berbisnis yang tidak didukung oleh fundamental politik dan sosial yang kuat justru akan memacu persaingan yang tidak sehat yang akhirnya justru akan memicu ketidakpastian dan menurunkan harga saham. Baumol (1990) menyatakan apabila entrepreneur didefini si kan sebagai orang yang banyak akal dan kreatif dalam menambah kesejahteraan, kekuatan dan prestise mereka maka bagaimana mereka mengimplementasikan kreativitas mereka adalah tergantung dari insentif yang disediakan oleh perekonomian. Apabila sistem memberikan insentif untuk aktivitas produktif, maka mereka akan menciptakan bisnis baru. Ketika kekerasan atau korupsi menawarkan kesempatan terbesar, mereka akan “memangsa” anggota masyarakat yang lainnya. Jadi kebebasan berbisnis yang tidak didukung oleh fundamental politik dan sosial yang kuat, justru akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat. McCardle (2011) dalam artikelnya “When freedom is bad for business” menyatakan bahwa kebebasan berbisnis tanpa dukungan fundamental sosial dan politik yang kuat hanya akan memicu “entrepreneurial corruption”. Hal ini akan semakin memicu persaingan yang tidak sehat dan meningkatkan ketidakpastian sehingga justru akan berpengaruh negatif terhadap

Page 12: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

harga saham. Kebebasan finansial b erhubungan positif dengan harga saham. Kebebasan finansial y ang m e ni ngkat a kan mengurangi biaya transaksi yang akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham. Kebebasan Finansial adalah ukuran kepemilikan saham perbankan dan juga mengukur independensi dari kontrol pemerintah. Secara teoritis, kepemilikan negara terhadap bank dan institusi keuangan lainnya akan menimbulkan inefisi ens i yang akan mengurangi persaingan dan menurunkan tingkat service yang tersedia. Dalam penelitian ini, kebebasan finansial berpengaruh positif terhadap harga saham. Artinya semakin rendah kepemilikan saham perbankan oleh pemerintah dan semakin independen perbankan dan jasa-jasa keuangan dari kontrol pemerintah, harga saham semakin meningkat. Kebebasan fiskal berhubungan positif dengan harga saham. Semakin menurun beban fiskal , me nunj ukkan kebebasan yang meningkat akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham. Kebebasan fiskal adalah ukuran dari beban pemerintah dari sisi penerimaan. Diukur berdasar tiga faktor yaitu tarif pajak tertinggi pada pendapatan individu, tarif pajak tertinggi pada pendapatan perusahaan dan pendapatan pajak total sebagai prosentase dari GDP. Kebebasan fiskal adalah ukuran kuantitatif dari bebanbeban ini dan pajak yang lebih rendah membuat tingkat kebebasan fiskal lebi h tinggi. Tingkat pajak marginal yang diterapkan pada individu akan berdampak pada harga yang dibayar untuk menyediakan entrepreneurial venture. Yang tersisa setelah dikurangi pajak adalah reward terhadap usaha itu. Semakin tinggi harga atau usaha entrepreneurship, maka semakin rendah rewardnya dan semakin sedikit usahausaha ini dilakukan. Tingkat pajak yang semakin tinggi akan mempengaruhi kemampuan individu untuk mengejar tujuan mereka di pasar. Kebebasan perdagangan berpengaruh positif terhadap harga saham. Kebebasan Perdagangan

memungkinkan perusahaan meraih pasar internasional. Hal ini akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham. Kebebasan perdagangan adalah ukuran dari tidak adanya hambatan tarif dan non tarif (NTB) yang mempengaruhi impor dan ekspor barang dan jasa yang dihitung dari tingkat tarif rata-rata tertimbang dan hambatan non tarif. Ukuran pemerintah berpengaruh positif terhadap harga saham. Ukuran pemerintah yang lebih kecil dalam hal konsumsi dan investasi menyebabkan perusahaan menghadapi persaingan yang menurun dengan pemerintah dalam hal investasi modal dan pangsa pasar. Ini akan mengurangi biaya modal dan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan perusahaan. Hal ini akan meningkatkan expected cash flow dan meningkatkan harga saham dan hal ini terbukti pada pasar modal di ASEAN. Keputusan investor untuk berinvestasi ternyata dipengaruhi secara positif oleh ukuran pemerintah. Hak kepemilikan berpengaruh negatif terhadap harga saham. Semakin rendah hak kepemilikan, harga saham akan semakin tinggi. Ini mungkin disebabkan karena perlindungan hak kepemilikan lebih mengimplikasikan perlindungan di sektor riil. Pada negara-negara dengan hak kepemilikan rendah, investor akan lebih suka berinvestasi di pasar keuangan dengan membeli saham dibandingkan dengan berinvestasi di sektor riil karena rendahnya perlindungan hak kepemilikan di sektor riil. Sedangkan di sektor keuangan, investor bisa lebih mudah mendapat keuntungan jangka pendek, sehingga tidak perlu khawatir terhadap resiko hak kepemilikan. Ini akan meningkatkan permintaan akan saham dan meningkatkan harga saham. Selain itu Hale, Razin dan Tong (2006) menyatakan perlindungan dan jaminan pemerintah yang tinggi terhadap hak kepemilikan bisa memicu timbulnya moral hazard. Terutama apabila tidak didukung oleh fundamental politik dan sosial yang kuat . Ini disebabkan karena hak kepemilikan (property rights) adalah penilaian kemampuan individu untuk

Page 13: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

mengakumulasi kepemilikan pribadi, yang dijamin oleh hukum yang jelas yang didukung oleh negara. Pada negara dengan pemerintahan yang korup yang tidak didukung oleh fundamental politik dan sosial yang kuat, akan terjadi persaingan pengakumulasian kepemilikan pribadi yang tidak sehat. Hal ini justru akan menimbulkan ketidakpastian dan akibatnya menurunkan harga saham. Kebebasan dari korupsi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Pada penelitian ini kebebasan dari korupsi nampaknya tidak menjadi pertimbangan bagi investor untuk menjual atau membeli saham. Hal ini mungkin disebabkan oleh karakteristik investor di pasar modal ASEAN yang lebih mementingkan keuntungan jangka pendek (capital gain) dan melakukan aktivitas jual beli saham secara singkat sehingga unsur fundamental seperti bebas tidaknya negara tersebut dari korupsi tidak menjadi pertimbangan karena investor tidak berniat untuk melakukan investasi saham dalam jangka panjang. Dalam penelitian ini, kebebasan investasi tidak berpengaruh signifikan t erhadap harga saham. Ha l ini mungkin disebabkan oleh komponen perhitungan untuk kebebasan investasi yang lebih terkait dengan investasi di sektor riil yaitu melihat bagaimana birokrasi dan batasan investasi di suatu negara, kepemilikan properti,investasi sektoral, pengambil alihan dan kontrol modal oleh pemerintah. Komponenkomponen dalam perhitungan kebebasan dari investasi tidak terkait secara langsung dengan sektor keuangan dan tidak berpengaruh secara langsung terhadap harga saham . Kebebasan moneter berpengaruh positif terhadap harga saham. Kebebasan moneter mengimplikasikan inflasi yang lebih stabil dan mekanisme harga yang berjalan dengan baik. Hal ini akan mengurangi ketidakpastian yang lalu akan mengurangi discount rate dan meningkatkan harga saham. Kebebasan Moneter mengkombinasikan ukuran stabilitas harga dengan pengukuran kontrol harga. Baik inflasi ma upun kontrol harga akan mendistorsi aktivitas pasar. Penilaiannya berdasar pada dua faktor yaitu tingkat inflasi r ata-rata tertimbang dan kontrol harga. Data diambil dari International

Monetary Fund. Kebebasan moneter bagi ekonomi pasar, sama dengan kebebasan berbicara dalam demokrasi. Orang-orang bebas membutuhkan mata uang yang stabil sebagai alat tukar dan penyimpan nilai dan tanpa kebebasan moneter, hal ini sulit dalam jangka panjang. Mata uang suatu negara dikontrol oleh kebijakan moneter pemerintah. Dengan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas, orang dapat bergantung pada harga pasar untuk masa depan. Investasi, tabungan dan rencana-rencana jangka panjang lebih mudah untuk dibuat dan individu menikmati kebebasan ekonomi yang lebih tinggi. Inflasi t idak h anya mengganggu kemakmuran seperti pajak yang tidak nampak tapi juga mendistorsi biaya, meningkatkan biaya bisnis. Karakter dari teori moneter saat ini adalah inflasi yang rendah dan bank sentral yang independen. Ada konsensus kuat antar ekonom bahwa kontrol harga mengganggu efisi ens i pasar dan menghitung inflasi di tengah kontrol harga ini adalah tidak mungkin karena sinyal harga tidak lagi sesuai dengan permintaan dan penawaran. Secara teoritis ada hubungan negatif antara inflasi d engan h arga s aham karena kenaikan inflasi a kan meningkatkan discount rate dan menurunkan harga saham. Dalam penelitian ini Dalam penelitian ini suku bunga berpengaruh negatif terhadap harga saham di lima negara ASEAN. Perubahan suku bunga secara langsung merubah discount rate dan mempengaruhi arus kas perusahaan saat ini dan masa depan. Suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Peningkatan suku bunga mungkin menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada instrumen investasi yang lain. Hal ini terbukti pada pasar modal di lima negara ASEAN. Ada argumentasi– argumentasi tentang hubungan negatif antara suku bunga dengan harga saham. Thorbecke (1997) dan Smal dan de Jager (2001) mengamati bahwa turunnya suku bunga memicu likuiditas pada perekonomian. Likuiditas ekstra ini dapat dialirkan ke pasar saham dan hal ini akan meningkatkan permintaan dan harga saham. Patelis (1997) menyatakan bahwa suku bunga dapat membantu memprediksi harga

Page 14: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

saham dalam jangka panjang. Ada bukti yang dapat menyimpulkan bahwa kebijakan s uku bunga seharusnya juga memiliki target pada pergerakan harga saham. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Maysami dan Koh (1998), Wongbangpo dan Sharma (2002), Maysami (2004), Islam (2004), Gunasekarage (2004), Crowder (2006), Liow (2006), Humpe dan Macmillan (2007), Haryanto (2007), Adam (2008), Ahmed (2008), Kandir (2008), Chiang (2009), Gregoriou (2009), Honda dan Kuroki (2006), Asprem (1989), Maysami dan Koh (1998), Paul dan Mallik (2003) yang menemukan hubungan yang signifikan antara suku bunga dengan harga saham. Dalam penelitian ini inflasi me mi liki p engaruh n egatif terhadap harga saham. Inflasi y ang tidak diantisipasi berpengaruh negatif terhadap harga saham melalui perubahan tingkat harga yang tidak diantisipasi. Ketidakpastian inflasi j uga mempengaruhi discount rate yang akan mengurangi present value dari aliran kas perusahaan. Inflasidigunakan o leh investor sebagai salah satu indikator untuk berinvestasi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fama (1981), Schwert (1981), Solnik (1983), Gultekin (1983), Geske dan Roll (1983), Mukherjee dan Naka (1995), Adrangi (2000), Udegbunam (2001), Wongbangpo dan Sharma (2002), Gunasekarage (2004), Maysami (2004), Islam (2004), Chakravarty (2005), Haruman (2005), Nishat dan Shaheen (2005), Erbaykal (2006), Patra dan Poshakwale (2006), Humpe dan Macmillan (2007), Horobet dan Dumitrescu (2008), Chiang (2009), Domian (1996). Menurut DeFina (1991), kenaikan inflasi me mi liki d ampak negatif terhadap pendapatan perusahaan karena naiknya biaya perusahaan dan lambatnya penyesuaian harga output, mengurangi keuntungan dan lalu menurunkan harga saham. Fama (1981) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham pada periode setelah 1953 (proxy effect h ypothesis ). Nilai tukar tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Investor tidak menggunakan variabel nilai tukar secara langsung untuk menilai harga saham. Depresiasi mata uang menyebabkan

penurunan harga saham yang didorong adanya ekspektasi inflasi. Kenaikan inflasi akan meningkatkan discount rate dan menurunkan harga saham.Tetapi di sisi lain, hal ini dinetralisir oleh depresiasi mata uang yang akan menyebabkan investor beralih dari memegang uang ke membeli saham sehingga permintaan saham akan naik dan harga saham akan naik pula. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Abdalla dan Murinde (1997) dan Solnik (1987) Jumlah uang beredar juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Hal ini sesuai dengan pendapat Mukherjee dan Naka (1995) yang menjelaskan bahwa kenaikan jumlah uang beredar akan memicu inflasi dan me ni ngkatkan discount rate serta menurunkan harga saham. Tetapi dampak negatif ini mungkin dinetralkan oleh stimulus ekonomi yang disebabkan oleh pertumbuhan uang yang dikenal dengan corporate earnings effect yang mungkin meningkatkan cash flow dan harga saham. Penelitian ini mendukung Hardouvelis (1987), Kwon dan Shin (1999), Chauduri dan Smiles (2004), Gunasekarage (2004), Maysami (2004), Patra dan Poshakwale ( 2006), Pearce dan Roley (1985), Perales (2005), Rahman dan Mustafa (2008), Chiang dan Lee (2009), Ibrahim (2001). KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara aspek institusional suatu negara dengan harga saham di negara tersebut. Ini ditunjukkan oleh keterkaitan antara kebebasan ekonomi dengan harga saham di lima negara ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi memang diperlukan tetapi campur tangan yang terlalu besar justru menimbulkan dampak yang kurang baik di pasar modal. Beban fiskal yang rendah, rendahnya hambatan perdagangan, birokrasi yang tidak berbelit-belit, kestabilan inflasi , berkurangnya kontrol harga, campur tangan yang rendah di sektor

Page 15: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

perbankan dan jasa-jasa keuangan memberikan dampak yang baik bagi harga saham. Tetapi kebebasan yang meningkat juga harus didukung oleh fundamental sosial dan politik yang kuat agar tidak menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya persaingan yang tidak sehat yang justru menimbulkan ketidakpastian dan membuat investor enggan untuk berinvestasi. Fenomena moneter juga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan harga saham. Suku bunga dan inflasi yang t inggi akan menyebabkan penurunan dalam harga saham. Perubahan suku bunga secara langsung merubah discount rate dan mempengaruhi arus kas perusahaan saat ini dan masa depan. Suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Inflasi y ang tidak diantisipasi berpengaruh negatif terhadap harga saham melalui perubahan tingkat harga yang tidak diantisipasi. Ketidakpastian inflasi j uga mempengaruhi discount rate yang akan mengurangi present value dari aliran kas perusahaan. Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian ini, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Regulasi untuk investasi dan perdagangan harus dipermudah untuk menjaga persepsi investor baik dalam maupun luar negeri. Selain itu pemerintah harus mengurangi campur tangan yang berlebihan di sektor finansial agar investor lebih mudah berinvestasi

2. Penerapan dan tarif pajak seharusnya ditujukan untuk membuat kondisi yang lebih kondusif bagi perkembangan bisnis karena hal ini akan berpengaruh juga terhadap perkembangan pasar modal. Pemerintah tidak seharusnya menerapkan pajak yang terlalu tinggi yang justru akan membebani masyarakat dan menurunkan keinginan untuk berbisnis dan berusaha.

3. Pemerintah seharusnya tidak terlalu longgar dalam penerapan hak kepemilikan (property rights) dan aturan-aturan bisnis karena kelonggaran ini justru berpengaruh

negatif terhadap persepsi investor4. Pemerintah harus memperkuat

fundamental sosial dan politik agar kebebasan yang meningkat tidak menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya persaingan yang tidak sehat yang justru menimbulkan ketidakpastian dan membuat investor enggan untuk berinvestasi.

5. Pemerintah harus lebih hati-hati dalam menyusun kebijakan moneternya terutama yang berkaitan dengan inflasi s erta independensi, transparansi dan akuntabilitas bank sentral serta megurangi campur tangan dalam mekanisme penetapan harga karena kebebasan moneter juga sesuatu yang sangat diperhatikan oleh investor. Kebijakan y ang t erkai t suku bunga dan inflasi j uga perlu dilakukan dengan hati-hati karena kedua hal ini menjadi pertimbangan investor dalam keputusan investasinya

6. Investor dapat menggunakan komponen kebebasan ekonomi dan beberapa variabel moneter dalam menilai kembali portofolionya untuk mendapatkan keuntungan maksimal di pasar modal

7. Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan pengujian perilaku pasar modal untuk tiap negara dan juga memasukkan pasar tenaga kerja ke dalam penelitian selain pasar uang, barang dan sekuritas dengan menggunakan alat analisa yang berbeda sehingga hasil yang didapat lebih komprehensif

DAFTAR PUSTAKA Adrangi, Bahran. 2000. Inflat ion, Ou t put

and Stock Prices: Evidence from Brazil. The Journal of Applied Business Research

Atmadja, Adwin. 2004. The Granger causality Tests for The Five ASEAN Countries Stock Markets and Macroeconomic Variables During and Post the 1997 Asian Financial Crisis. Jurnal Universitas Petra

Page 16: ANALISIS-PENGARUH-KEBEBASAN-EKONOMI-DAN-VARIABEL-MONETER-TERHADAP-HARGA-SAHAM-DI-LIMA-NEGARA-ASEAN-(jurnal) (1)

Bekaert, G., Harvey, CR, Lundbland C. 1998. Distributional Characteristics of Emerging Market Returns and Asset Allocation. Journal of Portfolio Management

Chen, Naifu. 1986. Economic Forces and the Stock Market. The Journal of Business vol 59

Crowder, W.J. 2006. The Interaction of Monetary Policy and Stock Returns. The Journal of Financial Research vol 29

Fama, E.F. 1981. Stock Returns, Real Activity, Inflation a nd Money. American Economic Review 71

Geske, R., Roll, R. 1983. The Fiscal and Monetary Linkage Between Stock Returns and Inflation. J ournal o f Finance vol 38

Gultekin, N Bullent. 1983. Stock market Returns and Inflat ion: Evi de nc e from other Countries. The Journal of Finance vol 38

Gunasekarege, Abeyratna. 2004. Macroeconomic Influenceon t he Stock Market : Evidence from an Emerging Market in South Asia. Journal of Emerging Market Finance

Gwartney, J., and Lawson, R. 2004. Economic Freedom of the World: 2004 Annual Report. Vancouver, B.C.: Fraser Institute.

Harjito, Agus. 2004. Stock Price and Exchange rate causality: The Case of Four ASEAN Countries. Southwestern Economic Review

Humpe, Andreas. 2007. Can Macroeconomic Variables Explain Long Term Stock Market Movements? A Comparison Of The US And Japan. Centre for Dynamic Macroeconomic Analysis Working paper Series

Islam I. 2004. A Time Series Analysis and Modelling of The Thai Stock Market. International Business Management Conference

Jones, C.M. Kaul. G. 1996. Oil and The Stock Markets. Journal of Finance

Liow, K.H., Huang, Q. 2006. Interest Rate Risk and Time Varying Excess Returns for Asian Property Stocks. Journal of

Property, Investment and Finance vol 24 Maysami, Ramin C. 2004. Relationship

Between Macroeconomic Variables And Stock Market Indices: Cointegration Evidence From Stock Exchange Of Singapore’s All-S Sector Indices. Jurnal Pengurusan

Maysami, R.C., Koh, T.S. 1998. A Vector Error Correction Model of the Singapore Stock Market. International Review of Economics and Finance vol 9

Mukherjee, Tarun K and Naka, Atsuyuki. 1995. Dynamic Relations between Macroeconomic Variables and the Japanesse Stock market: An Application of a VECM. The Journal of Financial Research vol 18

Muradoglu T, Metin, M. 1998. Are There Trends Toward Efficiency For Emerging Markets? Cointegration Between Stock Prices And Monetary Variables At Istanbul Stock Exchange. Applied Financial Economics

Rahman, Hamid. Najand, Mohammad. 1996. Macroeconomic Variables and Volatility of Life’s Insurance Stock Returns. Working paper. United States International University

Rapach, D.E. 2001. The Long Run Relationship between Inflation and Real Stock Prices. Journal of Macroeconomics

Schwert, William G. 1981. The Adjustment of Stock Prices to Information about Inflation. T he Journal of Finance vol 36

Udegbunam, R, Eriki, P.O. 2001. Inflation and Stock Price Behaviour: Evidence From Nigerian Stock Market. Journal of Financial Management and Analysis vol 14

Wongbangpo, P. Sharma, S.C. 2002. Stock Market and Macroeconomic Fundamental Dynamic Interactions: ASEAN Countries. Journal of Asian Economics vol 13