ANALISIS PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL …

20
ANALISIS PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP RISIKO SISTEMATIS (BETA) SAHAM PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2014-2017 Nafi Kurnia Putri Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya JL. MT. Haryono 165 Malang 65145 [email protected] Dosen Pembimbing: Putu Prima Wulandari, SE., MSA., Ak., ABSTRAKSI This study aims to obtain empirical evidence about the influence of the firm's fundamental factors on the systematic risk as reflected by the beta value of shares. The fundamental factors of the company have the proxy of cyclicality, operating leverage, financial leverage, current ratio, and assets growth, with firm size as the controlling variable. The population of this study is state-owned companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in the period from 2014 to 2017. The samples consisted of 13 companies with four years of observation; thus the total samples are 52. Data analysis was performed with the classical assumptions and hypothesis testing using linear regression. The results of this study indicated that only the variable of operating leverage and the controlling variable of firm size affect the stock beta value. Meanwhile, the variables of cyclicality, financial leverage, current ratio, and assets growth do not have a significant impact on the stock beta value. The results of this study are expected to be a consideration for investors in making investment decisions related to stock beta value measurement. Key words: systematic risk, stock beta, cyclicality, operating leverage, financial leverage, current ratio, liquidity, assets growth. 1. PENDAHULUAN Berinvestasi pada instrumen pasar modal menawarkan keuntungan yang sama besar dengan tingkat kerugian yang mungkin akan diperoleh. Tingkat kerugian ini umumnya dinamakan risiko. Risiko didefinisikan sebagai perbedaan antara hasil yang diharapkan (expected return) dan realisasinya (Zubir, 2011, p. 19). Hasil yang diharapkan (expected return) di sini merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang (Hartono, 2017, p. 283). Besar kecilnya risiko antara saham satu dengan yang lainnya pasti berbeda. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan karakteristik perusahaan dan perbedaan tingkat respon harga pasar saham

Transcript of ANALISIS PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL …

ANALISIS PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL PERUSAHAAN

TERHADAP RISIKO SISTEMATIS (BETA) SAHAM PERUSAHAAN

BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

PERIODE 2014-2017

Nafi Kurnia Putri

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

JL. MT. Haryono 165 Malang 65145

[email protected]

Dosen Pembimbing: Putu Prima Wulandari, SE., MSA., Ak.,

ABSTRAKSI

This study aims to obtain empirical evidence about the influence of the firm's fundamental factors on the

systematic risk as reflected by the beta value of shares. The fundamental factors of the company have the proxy

of cyclicality, operating leverage, financial leverage, current ratio, and assets growth, with firm size as the

controlling variable. The population of this study is state-owned companies listed on the Indonesia Stock

Exchange (IDX) in the period from 2014 to 2017. The samples consisted of 13 companies with four years

of observation; thus the total samples are 52. Data analysis was performed with the classical assumptions

and hypothesis testing using linear regression. The results of this study indicated that only the variable of

operating leverage and the controlling variable of firm size affect the stock beta value. Meanwhile, the variables

of cyclicality, financial leverage, current ratio, and assets growth do not have a significant impact on the stock

beta value. The results of this study are expected to be a consideration for investors in making investment

decisions related to stock beta value measurement.

Key words: systematic risk, stock beta, cyclicality, operating leverage, financial

leverage, current ratio, liquidity, assets growth.

1. PENDAHULUAN

Berinvestasi pada instrumen pasar

modal menawarkan keuntungan yang sama

besar dengan tingkat kerugian yang mungkin

akan diperoleh. Tingkat kerugian ini

umumnya dinamakan risiko. Risiko

didefinisikan sebagai perbedaan antara hasil

yang diharapkan (expected return) dan

realisasinya (Zubir, 2011, p. 19). Hasil yang

diharapkan (expected return) di sini merupakan

tingkat pengembalian yang diharapkan akan

diperoleh oleh investor di masa mendatang

(Hartono, 2017, p. 283). Besar kecilnya risiko

antara saham satu dengan yang lainnya pasti

berbeda. Hal ini terjadi karena adanya

perbedaan karakteristik perusahaan dan

perbedaan tingkat respon harga pasar saham

suatu perusahaan terhadap harga pasar

saham secara keseluruhan di pasar modal.

Oleh karena itu, dalam memilih alternatif

investasi saham, unsur risiko merupakan

salah satu aspek penting untuk

dipertimbangkan oleh para investor. Tingkat

risiko yang terkandung pada suatu saham

akan memengaruhi tingkat pendapatan yang

diharapkan dari saham tersebut.

Risiko investasi terdiri dari 2 bagian

yaitu, risiko yang dapat didiversifikasi

atau unique risk dan risiko yang tidak dapat

didiversifikasi atau systematic risk

(Hartono, 2017, p. 356). Risiko yang tidak

dapat didiversifikasi (systematic risk) sering

disebut juga dengan risiko pasar. Risiko jenis

ini memiliki hubungan dengan kondisi pasar

secara umum dan akan memengaruhi semua

perusahaan, karenanya tidak dapat

dihilangkan dengan diversifikasi. Parameter

yang digunakan untuk mengukur risiko

sistematis ini adalah beta. Beta sekuritas

menunjukkan kepekaan tingkat keuntungan

suatu sekuritas terhadap perubahan-

perubahan pasar (Husnan, 2003, p. 163).

Meskipun risiko sistematis merupakan

risiko yang sangat dipengaruhi oleh

karakteristik pasar tetapi risiko ini sangat

sensitif terhadap faktor fundamental

perusahaan (Widyorini, 2003). Hal ini

disebabkan karena data fundamental

perusahaan menjadi acuan bagi investor

dalam mengetahui nilai dari perusahaan.

Data fundamental perusahaan merupakan

cerminan dari kondisi perusahaan, karena

dengan mengetahui aspek fundamental

perusahaan yang meliputi rasio-rasio yang

ada investor dapat menetapkan perusahaan

mana yang akan menjadi tempat berinvestasi.

Beberapa riset terdahulu menyimpulkan

bahwa variabel cyclicality, operating leverage,

financial leverage, pertumbuhan asset (asset

growth), dan likuiditas berpengaruh terhadap

risiko sistematis. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Fransiska dan Maulidia

(2013) yang meneliti variabel cyclicality

terhadap risiko sistematis pada perusahaan

manufaktur dengan hasil yang menunjukkan

bahwa variabel cyclicality berpengaruh positif

terhadap risiko sistematis. Namun penelitian

ini berlawanan dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Widyorini

(2003) yang menyatakan tidak ada hubungan

antara variabel cyclicality dengan beta saham.

Penelitian lain yang dilakukan oleh

Gumilar (2016) menyimpulkan bahwa

terdapat pengaruh yang positif dari variabel

operating leverage dan firm size terhadap beta

saham, sedangkan untuk variabel lain yang

diteliti (cyclicality dan financial leverage) tidak

terdapat pengaruh terhadap beta saham. Hal

yang sama diungkapkan pada penelitian Aji

& Prasetiono (2015), yang juga

menyimpulkan pengaruh positif dari variabel

operating leverage terhadap beta saham. Namun

sedikit berbeda dengan Gumilar (2016), Aji

& Prasetiono (2015) menyatakan variabel

financial leverage berpengaruh positif terhadap

beta saham.

Kemudian penelitian lain yang

dilakukan oleh Dwiarti (2009) serta Aji &

Prasetiono (2015) menyimpulkan hubungan

yang positif antara asset growth dengan beta

saham. Lain halnya dengan penelitian

(Prakosa & Haryanto, 2012) yang

menyimpulkan variabel asset growth tidak

berpengaruh terhadap beta saham. Lalu

terdapat penelitian yang dilakukan oleh

Zhang (2013) yang menyatakan terdapat

hubungan yang negative antara current ratio

terhadap beta saham. Hal ini tidak sejalan

dengan penelitian Dwiarti (2009) yang

menyimpulkan terdapat pengaruh positif

antara current ratio terhadap beta saham.

Risiko sistematis memang tidak bisa

dihindari, namun besarnya dampak yang

dihasilkan pada tiap perusahaan akan

berbeda-beda. Risiko sistematis (beta) yang

menghubungkan perusahaan dengan pasar

modal merupakan sebuah isu yang menarik

untuk diteliti, terutama hubungan antara

faktor keuangan perusahaan dengan risiko

sistematis (beta). Dasar dari hubungan ini

adalah perubahan informasi keuangan

perusahaan yang dipublikasikan dalam

laporan keuangan yang juga akan

memengaruhi perubahan harga saham.

Sehingga penting untuk memeriksa faktor-

faktor penentu risiko sistematis karena

faktor-faktor ini akan memberikan informasi

mengenai risiko yang terkait dengan

investasi, dan memberikan wawasan

mengenai hubungan risiko dan tingkat

pengembalian (return) saham (Zhang, 2013).

Saham perusahaan BUMN dewasa ini

memiliki daya tarik tinggi di mata investor,

bukan hanya investor lokal tetapi juga

investor asing. Hal ini dikarenakan saham

BUMN memiliki performa yang baik.

Ditunjukkan dengan nilai kapitalisasi pasar

beberapa perusahaan BUMN dalam tiga

tahun terakhir yang cukup tinggi mencapai

Rp 1.644 triliun hingga Oktober 2017.

Dengan reputasinya yang terhitung baik

maka sejatinya perusahaan BUMN

diasumsikan memiliki tingkat risiko yang

rendah. Sehingga bisa dibilang berinvestasi di

saham-saham perusahaan BUMN memiliki

jaringan keamanan yang lebih tinggi

dibandingkan perusahaan biasa. Namun dari

total 20 perusahaan BUMN public, 6

perusahaan diantaranya mengalami

penurunan kapitalisasi pasar. Dimana

dengan menurunnya tingkat kapitalisasi

pasar ini juga akan meningkatkan risiko

investasi pada perusahaan BUMN publik.

Sehingga dengan asumsi tingkat risiko

yang rendah tidak begitu saja menjamin

perusahaan BUMN menjadi perusahaan

yang aman sebagai tujuan investasi. Terlihat

dari kapitalisasi pasar beberapa perusahaan

BUMN Publik pada gambar 1.1 yang

performanya tidak terlihat baik, maka

sejatinya tidak semua perusahaan BUMN

Publik memiliki risiko yang rendah. Tetap

akan ada risiko sistematis dari perusahaan

yang tidak bisa dihindari, sehingga penting

untuk mengetahui faktor-faktor yang

memengaruhi risiko sistematis perusahaan

BUMN sebagai pertimbangan untuk

melakukan investasi.

Gambar 1.1

Kapitalisasi Pasar Perusahaan BUMN Publik

Sumber: www.idx.co.id

Berdasarkan fenomena yang terjadi,

peneliti ingin mengetahui pengaruh dari

variabel cyclicality, operating leverage, financial

leverage, pertumbuhan asset (asset growth), dan

likuiditas terhadap risiko sistematis (beta)

saham pada perusahaan BUMN Publik.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

lainnya ada pada variasi variabel yang

digunakan serta populasi perusahaan yang

diteliti, yaitu perusahaan BUMN Publik.

Oleh karena itu, penelitian ini berjudul:

“ANALISIS PENGARUH FAKTOR

FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP

RISIKO SISTEMATIS (BETA) SAHAM

PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI

BEI PERIODE 2014-2017”

2. LANDASAN TEORI

Teori Sinyal (Signaling Theory)

Teori signaling menyatakan bahwa

perusahaan yang berkualitas baik dengan

sengaja akan memberikan sinyal pada pasar,

dengan demikian pasar diharapkan akan

dapat membedakan perusahaan yang

berkualitas baik dan dipersepsikan baik, serta

tidak mudah ditiru oleh perusahaan yang

berkualitas buruk (Suwardjono, 2015).

Teori signaling berkaitan dengan

pentingnya informasi yang disajikan

perusahaan kepada pihak eksternal

perusahaan. Salah satu jenis informasi yang

dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat

menjadi sinyal bagi pihak di luar perusahaan,

terutama bagi pihak investor adalah laporan

tahunan. Dalam laporan tahunan akan

terdapat informasi-informasi keuangan yang

bisa digunakan oleh investor untuk

mengukur risiko investasi serta faktor-faktor

yang mungkin memengaruhi risiko pada

perusahaan-perusahaan yang akan dijadikan

tempat investasi. Dengan mengetahui

informasi tertentu dalam laporan tahunan

yang sekiranya memengaruhi tingkat risiko

perusahaan, maka investor bisa menafsirkan

informasi tersebut sebagai sinyal baik (good

news) atau sinyal buruk (bad news) tergantung

dari perubahan tingkat risiko yang terjadi.

Sehingga dengan begitu investor bisa

mengambil keputusan investasi sebijak

mungkin.

-200000 -100000 0 100000 200000

TLKM

SMBR

KAEF

KRAS

PTBA

Perubahan Kapitalisasi Pasar 20 BUMN di Bursa Efek Indonesia (Rp miliar)*

Dalam hal ini, dengan mengetahui

faktor-faktor yang memengaruhi perubahan

beta saham perusahaan BUMN, seorang

investor dapat menentukan risiko sistematik

yang terkandung pada saham perusahaan

BUMN berdasarkan perubahan faktor-

faktor yang memengaruhi perubahan beta

saham tersebut. Jika suatu faktor yang

berpengaruh bagi beta saham berubah

hingga menyebabkan beta saham bernilai

tinggi, maka saham tersebut bisa dinilai

sangat berisiko sehingga akan memberikan

sinyal buruk (bad news) bagi investor yang

berniat membeli saham tersebut.

Decision Usefulness Approach

Decision usefulness approach ini

memungkinkan kita untuk menghargai

konsep informasi, yang memungkinkan

pembuat keputusan untuk memperbarui

keyakinan subyektif mereka tentang imbalan

masa depan dari keputusan mereka. Dalam

teori ini, kebergunaan informasi bukan

dilihat dari kelengkapannya dalam

menyajikan informasi tentang perusahaan.

Informasi dianggap berguna jika ia mampu

membantu pengguna dalam mengambil

keputusan (Scott, 2015). Teori ini juga akan

membuat kita memahami konsep risiko

investasi, dan bagaimana risiko dapat

dikendalikan sebagian melalui strategi

diversifikasi portofolio.

Beta

Risiko sistematis tercermin pada nilai

koefsien beta. Beta merupakan suatu

pengukur volatilitas return sekuritas atau

return portfolio terhadap return pasar

(Hartono, 2017, p. 463). Beta saham

merupakan cerminan fundamental dari

perusahaan itu sendiri yang mana ditentukan

dan dipengaruhi oleh pergerakan harian dari

saham tersebut (Prakosa & Haryanto, 2012).

Beta suatu sekuritas dapat diukur

dengan analisis estimasi menggunakan data

historis. Data historis yang digunakan untuk

perhitungan beta saham diantaranya adalah

data pasar (return sekuritas dengan return

pasar), data akuntansi (laba perusahaan

dengan laba indeks pasar), dan data

fundamental (menggunakan variabel-

variabel fundamental). Beta saham dapat

dilihat dari koefisien beta yang diukur dari

slope yang diperoleh dari meregresikan

kelebihan keuntungan suatu saham dengan

kelebihan tingkat keuntungan portofolio

pasar.

Faktor - faktor yang Memengaruhi

Risiko (Beta) Saham

Dalam analisis sekuritas, untuk menilai

potensi keuntungan terdapat dua aliran, yaitu

analisis fundamental dan analisis teknikal.

Analisis fundamental memiliki asumsi bahwa

tiap investor adalah makhluk sosial. Oleh

karena itu, seorang fundamentalis akan

memelajari hubungan antara harga saham

dengan kondisi perusahaan. Argumentasi

dasarnya adalah bahwa nilai saham mewakili

perusahaan, tidak hanya nilai intrinsik tapi

juga harapan akan kemampuan perusahaan

dalam meningkatkan nilai dikemudian hari.

Menurut Sugiyanto (2002) dalam Aji &

Prasetiono (2015), analisis fundamental

menitikberatkan pada analisis rasio

keuangan.

Analisis rasio keuangan bermanfaat bagi

manajemen sebagai pertimbangan dalam hal

perencanaan serta pengevaluasian prestasi

atau kinerja perusahaan bila dibandingkan

dengan rata-rata industri. Bagi para kreditor,

analisis rasio digunakan untuk

memperkirkan potensi risiko yang akan

dihadapi untuk meyakinkan adanya jaminan

keberlangsungan pembayaran bunga dan

pengembalian pokok pinjaman. Analisis

rasio juga bermanfaat bagi para investor

untuk mengevaluasi nilai saham serta bentuk

jaminan atas keamanan dana yang akan

ditanamkan pada perusahaan (Munawir

(2002) dalam Aji & Prasetiono (2015)).

Dalam hubungannya dengan proses

pengambilan keputusan investasi maka

analisis rasio memiliki tujuan untuk menilai

efektivitas dari keputusan yang diambil

perusahaan dalam rangka menjalankan

aktivitas usahanya. Secara umum, penelitian

terdahulu yang telah dilakukan oleh

Parmono (2001), Widyorini (2003), Dwiarti

(2009), Maulidia (2013), Prakosa & Haryanto

(2012), Aji & Prasetiono (2015), dan Gumilar

(2016) menyebutkan faktor-faktor yang

memengaruhi beta saham perusahaan

diantaranya adalah cyclicality, operating leverage,

financial leverage, likuiditas, dan asset growth.

Pengembangan Hipotesis

Teori signaling berkaitan dengan

pentingnya informasi yang disajikan

perusahaan kepada pihak eksternal

perusahaan (calon investor potensial,

pemberi pinjaman, dan kreditur lainnya).

Informasi yang disajikan haruslah informasi

yang bermanfaat bagi pihak eksternal yang

berkepentingan sesuai dengan decision

usefulness approach, karena informasi tersebut

akan digunakan sebagai pertimbangan dalam

pengambilan keputusan dalam kapasitas

mereka sebagai penyedia modal.

Pengaruh Cyclicality terhadap Beta

Saham

Penelitian yang dilakukan oleh Lita

(2006) menyatakan bahwa variabel cyclicality

berpengaruh positif terhadap beta saham.

Hal ini mencerminkan dalam keadaaan

perekenomian tertentu (membaik atau

memburuk), kemampuan perusahaan dalam

meningkatkan penjualan cukup fluktuatif,

sehingga tingkat kepastian perolehan laba

juga menjadi tidak pasti yang menyebabkan

naiknya tingkat risiko yang tercermin pada

nilai beta. Hal ini akan dianggap sinyal yang

buruk (bad news) bagi jenis investor risk averse,

sehingga investor jenis ini akan cenderung

menghindari berinvestasi pada saham

perusahaan. Penelitian tersebut didukung

oleh penelitian yang dilakukan oleh Maulidia

(2013) dan Fransiska (2012) yang juga

menyatakan bahwa variabel cyclicality

memiliki pengaruh positif pada beta saham.

Dari uraian di atas maka hipotesis pertama

dapat dirumuskan sebagai berikut:

H1: Cyclicality berpengaruh positif

terhadap beta saham perusahaan BUMN

publik yang tercatat di BEI.

Pengaruh Operating leverage terhadap

Beta Saham

Operating leverage mencerminkan

proporsi biaya perusahaan yang merupakan

biaya tetap. Perusahaan dengan biaya tetap

yang relatif tinggi dari biaya totalnya memiliki

tingkat operating leverage yang tinggi. Pada

tingkat DOL yang tinggi, EBIT atau operating

income akan lebih sensitif terhadap perubahan

penjualan. Tingginya sensitifitas operating

income terhadap penjualan akan mengarah

pada beta yang lebih tinggi. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Chiou & Su

(2007), variabel operating leverage berpengaruh

positif terhadap beta saham. Penelitian ini

didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Maulidia (2013), Aji & Prasetiono

(2015), dan Gumilar (2016) yang juga

menyatakan hubungan yang positif antara

operating leverage dengan beta saham. Dari

uraian di atas maka hipotesis kedua dapat

dirumuskan sebagai berikut:

H2: Operating leverage berpengaruh

positif terhadap beta saham perusahaan

BUMN publik yang tercatat di BEI.

Pengaruh Financial leverage terhadap

Beta Saham

Rasio leverage merupakan ukuran yang

digunakan untuk mengukur sejauh apa aktiva

perusahaan dibiayai menggunakan hutang

(Kasmir, 2012). Semakin banyak hutang

perusahaan maka akan semakin besar pula

beban bunga serta angsuran pokok pinjaman

yang harus dibayarkan. Jika perusahaan

kemudian mendapatkan keuntungan yang

lebih rendah dibandingkan dengan biaya

tetapnya, maka akan berdampak pada

semakin kecilnya dividen yang akan diterima

oleh pemegang saham (Parmono, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad,

Ali, Arshad, & Shah (2011) dan Prakosa &

Haryanto (2012) menyatakan bahwa financial

leverage berpengaruh positif terhadap beta

saham sesuai dengan teori. Penelitian

tersebut didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Soeroso (2013), Zhang

(2013), Chen (2014), dan Aji & Prasetiono

(2015) yang juga menyatakan hubungan yang

positif antara financial leverage dan beta saham.

Dari uraian di atas maka hipotesis ketiga

dapat dirumuskan sebagai berikut:

H3: Financial leverage berpengaruh positif

terhadap beta saham perusahaan BUMN

publik yang tercatat di BEI.

Pengaruh Likuiditas terhadap Beta

Saham

Likuiditas dapat diartikan sebagai

kemampuan perusahaan untuk membayar

hutang yang segera harus dipenuhi dengan

aktiva lancar. Jadi, semakin mampu

perusahaan itu untuk membayar hutangnya

dengan segera, maka semakin kecil risikonya

untuk menghadapi kebangkrutan. Terkait

dengan pengertian bahwa beta saham

merupakan ukuran risiko, maka semakin

tinggi tingkat likuiditas perusahaan maka

semakin kecil risiko yang akan ditanggung

oleh investor. Berdasarkan uraian diatas,

Current ratio diprediksi akan memiliki

hubungan negatif dengan beta saham.

Dalam penelitiannya, Zhang (2013), Aji

& Prasetiono (2015), dan Sarumaha (2017)

menyatakan bahwa current ratio memiliki

hubungan yang negatif dengan beta saham.

Dari uraian di atas maka hipotesis keempat

dapat dirumuskan sebagai berikut:

H4: Current Ratio berpengaruh negatif

terhadap beta saham perusahaan BUMN

publik yang tercatat di BEI.

Pengaruh Asset Growth terhadap Beta

Saham

Variabel asset growth didefinisikan

sebagai perubahan atau tingkat perubahan

tahunan dari aktiva total. Tingkat

pertumbuhan aktiva dihitung dengan

proporsi perubahan aktiva dari suatu periode

tahunan ke periode tahunan berikutnya

(Beaver, Kettler, & Scholes, 1970). Menurut

Parmono (2001) tingkat pertumbuhan aset

yang cepat menunjukkan bahwa perusahaan

sedang melakukan ekspansi. Apabila

ekspansi ini mengalami kegagalan maka akan

meningkatkan beban perusahaan untuk

menutup pengembalian biaya ekspansi yang

pada akhirnya akan menyebabkan nilai

perusahaan itu menjadi kurang prospektif.

Apabila perusahaan terlihat kurang

prospektif maka para investor risk averse akan

menganggap hal ini sebagai sinyal yang buruk

(Bad signal) sehingga mereka akan

memutuskan untuk menjual sahamnya. Hal

ini menyebabkan perubahan return saham

yang besar yang berakibat pada beta saham

perusahaan yang besar. Asset Growth

diprediksi akan mempunyai hubungan yang

positif dengan beta saham.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwiarti

(2009) dan Parmono (2001) menyatakan

hubungan yang positif antara asset growth

dengan beta saham. Penelitian tersebut

selaras dengan penelitian Chandra &

Herawati (2013) dan Chen (2014) yang juga

menyatakan hubungan positif antara asset

growth dengan beta saham. Dari uraian di atas

maka hipotesis kelima dapat dirumuskan

sebagai berikut:

H5: Asset growth berpengaruh positif

terhadap beta saham perusahaan BUMN

publik yang tercatat di BEI.

3. METODE PENELITIAN

Jenis dan sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data sekunder berupa laporan

tahunan perusahaan BUMN Publik yang

listing (terdaftar) di Bursa Efek Indonesia

(BEI), serta data historis saham perusahaan

BUMN Publik yang diperoleh dari situs

www.investing.com.

Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah

perusahaan BUMN Publik yang terdaftar di

BEI pada tahun 2014 sampai 2017.

Penentuan sampel dilakukan secara

nonrandom (nonprobability sampling) dengan

menggunakan metode purposive sampling, yaitu

pemilihan sampel yang tidak acak yang

mempunyai kriteria-kriteria tertentu sesuai

yang dikehendaki peneliti (Sekaran, 2006, p.

136). Kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk

memilih perusahaan adalah sebagai berikut:

1) Perusahaan BUMN Publik yang

mempublikasikan laporan tahunan (annual

report) dan/atau laporan keuangan auditan

secara konsisten di website BEI dari tahun

2014 sampai 2017. 2) Perusahaan menyajikan

seluruh informasi dengan data yang

diperlukan dalam pengukuran variabel yang

digunakan pada laporan tahunan. 3)

Perusahaan yang menggunakan mata uang

rupiah. 4) Perusahaan menerbitkan laporan

keuangan untuk periode yang berakhir pada

31 Desember.

Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh

sampel sebanyak 13 perusahaan selama

empat tahun, sehingga jumlah total sampel

dalam penelitian ini adalah 52 perusahaan.

Variabel Penelitian

Variabel Dependen

Variabel terikat yang digunakan dalam

penelitian ini, adalah beta saham. Beta saham

dihitung dengan menggunakan Model indeks

tunggal (Single Index Model) yang kemudian

dikoreksi dengan menggunakan metode

Fowler-Rorke. Perhitungan beta saham

dengan model indeks tunggal bisa dilakukan

dengan menggunakan persamaan regresi

yang digunakan untuk mendapatkan

koefisien regresi return saham terhadap

return pasar (Hartono, 2017). Rumus untuk

menghitung beta menggunakan pendekatan

model indeks tunggal adalah sebagai berikut:

𝑅𝑖 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 ∙ 𝑅𝑚 + 𝑒𝑖

Keterangan:

𝑅𝑖: rate of return saham i

𝛼𝑖: rate of return saham i yang independen

terhadap return pasar

𝛽𝑖: beta, merupakan koefisien yang

mengukur perubahan 𝑅𝑖 akibat dari

perubahan 𝑅𝑚

𝑅𝑚: rate of return dari indeks pasar,

merupakan variabel acak

𝑒𝑖: kesalahan residu, merupakan variabel

acak dengan nilai ekspektasi sama dengan

nol atau E(𝑒𝑖)=0.

Setelah menghitung beta dengan model

indeks tunggal, maka perlu dilakukan koreksi

atas hasil perhitungan beta tersebut dengan

menggunakan metode Fowler-Rorke.

Koreksi penting untuk dilakukan mengingat

bentuk pasar modal di Indonesia merupakan

pasar modal berkembang, dimana masih

sering terjadi perdagangan yang tidak

sinkron. Langkah yang dilakukan untuk

koreksi beta menggunakan metode Fowler-

Rorke untuk satu peridoe mundur (lag) dan

satu periode maju (lead), adalah sebagai

berikut (Hartono, 2017, p. 518):

1. Operasikan persamaan regresi berganda

seperti yang dilakukan pada metode

Dimson sebagai berikut ini:

𝑅𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖−1 ∙ 𝑅𝑚𝑡−1 + 𝛽𝑖0 ∙ 𝑅𝑚𝑡

+ 𝛽𝑖+1 ∙ 𝑅𝑚𝑡+1 + 𝑒𝑖𝑡

2. Operasikan persamaan regresi untuk

mendapatkan korelasi serial return

indeks pasar dengan return indeks pasar

periode sebelumnya sebagai berikut:

𝑅𝑚𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝜌1 ∙ 𝑅𝑚𝑡−1 + 𝑒𝑡

3. Hitung bobot yang digunakan sebesar:

𝑊1 =1 − 𝜌1

1 + 2 ∙ 𝜌1

4. Hitung Beta koreksian sekuritas ke-i

yang merupakan penjumlahan koefisien

regresi berganda dengan bobot.

𝛽𝑖 = 𝑊1 ∙ 𝛽𝑖−1 + 𝛽𝑖0 + 𝑊1 ∙ 𝛽𝑖+1

Pada penelitian ini koreksi beta

dilakukan dengan metode Fowler-Rorke

dengan penambahan satu periode lag dan lead

untuk mendapatkan perhitungan dengan

hasil yang paling mendekati beta pasar, yaitu

beta = 1.

Variabel Independen

Variabel bebas yang digunakan dalam

penelitian ini, adalah cyclicality, operating

leverage, financial leverage, likuiditas, dan asset

growth. Cyclicality dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut (Husnan (1998) dalam

Widyorini (2003)):

𝐶𝑦𝑐𝑙𝑖𝑐𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 =𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐸𝐵𝐼𝑇 %

𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐺𝐷𝑃 %

Perhitungan operating leverage atau degree

of operating leverage (DOL) dapat dihitung

dengan rumus berikut (Horne &

Wachowicz, 2008):

𝐷𝑂𝐿 =𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐸𝐵𝐼𝑇 %

𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 %

Financial leverage diproksikan dengan

menggunakan debt to equity ratio (DER) yang

diukur menggunakan rumus (Ross,

Westerfield, & Jordan, 2009):

𝐷𝐸𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

Likuiditas dihitung dengan

menggunakan rasio lancar (current ratio)

dengan rumus sebagai berikut (Ross,

Westerfield, & Jordan, 2009):

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

Untuk pengukuran variabel asset

growth rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut:

𝐴𝐺 =𝐴𝑡 − 𝐴𝑡−1

𝐴𝑡−1 × 100%

Keterangan:

AG = Pertumbuhan Asset

𝐴𝑡 = total asset periode t

𝐴𝑡−1 = total asset periode t – 1

Variabel Kontrol

Variabel kontrol yang digunakan dalam

penelitian ini, adalah firm size. Ukuran

perusahaan (firm size) dproksikan dengan

total aktiva yang diubah dalam bentuk

logaritma natural (Ln).

4. HASIL & PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif

Dari uji statistik deskriptif terhadap

semua variabel penelitian, diperoleh data

sebagai berikut:

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif

Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa

dari total 52 sampel beta perusahaan BUMN

Publik memiliki rata-rata beta sebesar

1,82757 menunjukkan bahwa perhitungan

beta koreksi kurang lebih sudah mendekati

beta pasar, yaitu beta = 1, sehingga bias yang

dihasilkan kurang lebih telah berkurang.

Namun, hasil ini berbeda dengan asumsi

bahwa perusahaan BUMN memiliki tingkat

risiko yang rendah. Tercermin dari nilai rata-

rata beta yang lebih dari 1 yang berarti bahwa

rata-rata saham perusahaan termasuk saham

yang agresif, artinya tingkat kepekaan saham

tersebut lebih besar dari tingkat risiko rata-

rata pasar (Hartono, 2017).

Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian regresi

berganda, dalam penelitian ini terlebih

dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang

terdiri dari uji multikolonieritas, uji

heteroskedastisitas, uji normalitas, dan uji

autokorelasi.

Tabel 4.2

Uji Asumsi Klasik

Variabel Multikolinieritas

Heteroskedastisitas

Tolerance VIF

CYC 0,712 1,405 0,488

DOL 0,824 1,214 0,794

DER 0,555 1,803 0,418

CR 0,489 2,045 0,715

AG 0,61 1,639 0,78

LNTA 0,724 1,381 0,767

Uji Autokorelasi Durbin Watson 2,058

Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Z

0,078

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,2

Dalam pengujian normalitas dengan

total sampel 52 perusahaan diperoleh hasil

data yang tidak normal sehingga dilakukan

penghilangan data outlier. Setelah dilakukan

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

BETA1LL 52 -1,106 15,055 1,82757 2,62783

CYC 52 -30,567 46,155 2,61056 9,93709

DOL 52 -77,31 119,811 1,26247 27,9774

DER 52 0,091 5,374 1,54836 1,22594

CR 52 0,494 12,995 1,88872 1,90163

AG 52 -0,099 1,417 0,25552 0,26628

LNTA 52 27,854 32,922 30,5034 1,2643

Valid N (listwise)

52

penghilangan data outlier diperoleh total

sampel sebesar 42 perusahaan. Tabel 4.2

diatas merupakan hasil uji asumsi klasik

dengan total sampel 42 perusahaan.

Uji Multikolonieritas

Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai

tolerance dan variance inflation factor

(VIF). Jika tolerance ≤ 0,10 atau sama

dengan nilai VIF ≥ 10 maka terdapat

multikolonieritas yang tidak dapat di

toleransi dan variabel tersebut harus

dikeluarkan dari model regresi agar hasil

yang diperoleh tidak bias. Berdasarkan tabel

4.2 menunjukkan tidak ada variabel yang

memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10

begitu pula dengan VIF tidak ada yang

diatas 10. Jadi dapat disimpulkan variabel

independen dan variabel kontrol yang

digunkan dalam model regresi dalam

penelitian ini terbebas dari multikolinieritas.

Uji Heteroskesdastisitas

Pengujian heteroskesdastisitas

dilakukan dengan menggunakan Uji Glejser.

Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan

nilai mutlak residual dengan variabel

10 variabel bebasnya. Dasar pengambilan

keputusan jika variabel-variabel independen

memiliki nilai probabilitas atau signifikansi >

0,05. Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa

semua variabel independen maupun variabel

kontrol (CYC, DOL, DER, CR, AG, &

LNTA) memiliki tingkat kepercayaan diatas

5%. Dapat disimpulkan dalam model regresi

tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dilakukan

dengan menggunakan Uji Durbin Watson.

Jika nilai Durbin Watson berada di atas nilai

tabel 4-dU atau lebih kecil dari dU

menunjukkan adanya gejala autokorelasi

dalam model regresi. Nilai sebesar 2,058

akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan

menggunakan derajat kepercayaan 5%,

jumlah sampel 42 dan jumlah variabel

independen dan variabel kontrol adalah 6.

Diketahui nilai batas bawah (du) sebesar

1,8451 dan nilai 4 – du adalah 2,1549. Maka

bila dimasukkan kedalam rumus akan

menjadi 1,8451 < 2,058 < 2,1549

dimana nilai du lebih kecil dari nilai dw, dan

nilai dw lebih kecil dari nilai 4 – du. Sehingga

berdasarkan uji Durbin Watson ini bisa

disimpulkan tidak ada autokorelasi positif

maupun negatif atau dapat disimpulkan tidak

terdapat autokorelasi.

Uji Normalitas

Uji normalitas data dapat ditentukan

dengan melihat distribusi residual dari model

regresi. Pengujian normalitas dilakukan

dengan uji Kolmogorov Smirnov. Data yang

normal diperoleh apabila nilai signifikasi

pengujian berada di atas 0,05. Dari tabel 4.2

besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah

0,078 dengan tingkat signifikansi diatas 0,05

yaitu 0,200. Dengan kata lain bahwa KS tidak

signifikan, berarti residual terdistribusi secara

normal, berarti uji KS konsisten dengan

grafik histogram dan grafik normal

probability plot.

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis pada penelitian ini

menggunakan model regresi berganda

(multiple regressions).

Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) pada intinya

mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Berdasarkan tabel dibawah ini

bisa dilihat bahwa besarnya pengaruh

variabel independen terhadap variabel

dependen yang dapat diterangkan oleh

model persamaan ini adalah sebesar 0,260

atau 26% dan sisanya sebesar 74%

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang

tidak termasuk dalam model regresi dalam

penelitian ini.

Tabel 4.3

Hasil Pengujian Hipotesis

Variabel Koefisien Regresi Statistik t Sig.

Konstanta 28,334 3,293 0,002

CYC 0,013 0,236 0,814

DOL -0,127 -2,208 0,034

DER 0,021 0,073 0,942

CR -0,382 -0,623 0,538

AG 0,697 0,461 0,648

LNTA -0,856 -3,298 0,002

R 0,607

R2 0,368

Adjusted R2 0,26

F 3,404

Sig 0,009

Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)

Penelitian ini menggunakan tabel

ANOVA atau F test, dari tabel 4.3 diperoleh

nilai F hitung sebesar 3,404 dengan

probabilitas 0,009. Oleh karena probabilitas

lebih kecil daripada 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa koefisien regresi untuk

variabel CYC, DOL, DER, CR, AG, &

LNTA tidak sama dengan nol, atau keenam

variabel independen secara simultan

berpengaruh terhadap beta saham

perusahaan BUMN Publik.

Uji Signifikan Parsial (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukan

seberapa jauh pengaruh satu variabel

penjelas atau independen secara individual

dalam menerangkan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2011). Pengujian

dilakukan dengan menggunakan significance

level 0,05 (α = 5%). Hipotesis diterima

apabila nilai probabilitas lebih kecil dari 5%.

Berikut penjelasan atas hasil uji statistik t

dalam penelitian ini:

Dari Tabel 4.3 dapat ditulis persamaan

regresi linear sebagai berikut:

𝑌 = 28,334 − 0,127𝑋2 − 0,856𝑋6 + 𝑒

Keterangan:

Y = Beta saham BUMN Publik

X2 = Operating leverage (DOL)

X6 = Firm Size (LNTA)

Nilai konstanta dari persamaan regresi

ini adalah positif. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel dependen Y bernilai konstan

jika variabel lainnya, Xi bernilai nol.

Sedangkan nilai konstanta sebesar 28,334,

menunjukkan bahwa apabila variabel

independen diabaikan atau tidak ada, maka

beta saham akan bernilai sebesar 28,334.

Pengaruh Cyclicality terhadap Beta

Saham

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,

hipotesis pertama yang menyatakan bahwa

cyclicality berpengaruh positif terhadap beta

saham perusahaan BUMN Publik adalah

ditolak. Hasil penelitian ini tidak konsisten

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Fransiska (2012) dan Maulidia (2013) yang

menunjukkan bahwa variabel cyclicality

menunjukkan hubungan positif terhadap

beta saham. Sedangkan penelitian ini

konsisten dengan penelitian yang dilakukan

oleh Widyorini (2003) dan Gumilar (2016)

yang menyatakan bahwa cyclicality tidak

berpengaruh terhadap nilai beta saham.

Tidak adanya hubungan antara variabel

cyclicality dengan beta saham perusahaan

BUMN Publik mengandung arti bahwa

kondisi perekonomian suatu negara tidak

terlalu berpengaruh pada tingkat penjualan

dari perusahaan. Mayoritas perusahaan

BUMN Publik tetap bisa menstabilkan

tingkat penjualan dan menghasilkan

keuntungan baik dalam kondisi

perekonomian yang membaik ataupun

menurun. Hal ini mencerminkan stabilitas

pada perusahaan yang kemudian bisa

menjadi sinyal baik (good news) bagi calon

investor, sehingga investor akan berminat

untuk berinvestasi pada perusahaan.

Pengaruh Operating Leverage terhadap

Beta Saham

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,

hipotesis pertama yang menyatakan bahwa

operating leverage berpengaruh positif terhadap

beta saham perusahaan BUMN Publik

adalah ditolak. Hasil penelitian ini tidak

konsisten dengan penelitian yang dilakukan

oleh Gumilar (2016), Chiou & Su (2007), dan

Aji & Prasetiono (2015) yang menyatakan

bahwa operating leverage berpengaruh positif

terhadap nilai beta saham. Sedangkan

penelitian ini konsisten dengan penelitian

yang dilakukan oleh Prakosa & Haryanto

(2012) yang menunjukkan bahwa variabel

operating leverage menunjukkan hubungan

negatif terhadap beta saham.

Dari hasil pengujian hipotesis

ditemukan hubungan yang negatif antara

DOL dengan beta saham. Dimana semakin

tinggi DOL justru menyebabkan semakin

kecil nilai beta saham yang dimiliki oleh

perusahaan BUMN Publik. Hal ini

menunjukkan bahwa pengelolaan

manajemen mayoritas perusahaan BUMN

Publik terhadap beban tetapnya telah cukup

baik, dimana tingginya nilai DOL pada

perusahaan BUMN Publik juga diikuti oleh

peningkatan EBIT, sehingga tingginya nilai

DOL tidak dianggap sinyal buruk (bad news)

bagi investor dan menurunkan risiko

sistematis dari perusahaan. Dengan naiknya

tingkat DOL disertai dengan EBIT

perusahaan, menjadikan investor tetap

berminat untuk berinvestasi pada

perusahaan BUMN Publik.

Pengaruh Financial Leverage terhadap

Beta Saham

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,

hipotesis pertama yang menyatakan bahwa

financial leverage berpengaruh positif terhadap

beta saham perusahaan BUMN Publik

adalah ditolak. Hasil penelitian ini tidak

konsisten dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ahmad, Ali, Arshad, & Shah (2011),

Prakosa & Haryanto (2012) Soeroso (2013),

Zhang (2013), Chen (2014), dan Aji &

Prasetiono (2015) yang menyatakan bahwa

financial leverage berpengaruh positif terhadap

nilai beta saham. Sedangkan penelitian ini

konsisten dengan penelitian yang dilakukan

oleh Gumilar (2016) yang menunjukkan

bahwa variabel financial leverage tidak

berpengaruh terhadap beta saham.

Tidak adanya pengaruh variabel financial

leverage terhadap beta saham menunjukkan

bahwa besar kecilnya aktiva yang dibiayai

melalui hutang oleh perusahaan tidak

menghalangi investor untuk tetap

berinvestasi pada perusahaan BUMN Publik.

Kemungkinan investor melihat kenaikan

jumlah aktiva yang diiringi dengan hutang

mengisyaratkan peusahaan sedang

berkembang dan akan tetap beroperasi

dalam waktu yang lama sehingga investor

menganggapnya prospek yang baik (good

news). Proses bisnis akan terus berjalan

karena pemerintah akan terus menjalankan

pembangunan infrastruktur yang pastinya

akan melibatkan peusahaan BUMN.

Sehingga akan selalu ada pemasukan bagi

perusahaan BUMN untuk membayarkan

hutang atas aktiva yang dibiayainya.

Pengaruh Likuiditas terhadap Beta

Saham

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,

hipotesis pertama yang menyatakan bahwa

likuiditas (current ratio) berpengaruh negatif

terhadap beta saham perusahaan BUMN

Publik adalah ditolak. Hasil penelitian ini

tidak konsisten dengan penelitian yang

dilakukan oleh Zhang (2013), Aji &

Prasetiono (2015), dan Sarumaha (2017)

yang menyatakan hubungan negatif antara

current ratio dengan beta saham. Sedangkan

penelitian ini konsisten dengan penelitian

yang dilakukan oleh Yuliusman (2014) dan

Fransiska (2012) yang menunjukkan bahwa

variabel current ratio tidak berpengaruh

terhadap beta saham.

Tidak adanya pengaruh variabel current

ratio terhadap beta saham menunjukkan

bahwa seberapa cepat perusahaan

mencairkan assetnya tidak menjadi masalah

investor untuk tetap berinvestasi pada

perusahaan BUMN Publik. Hal ini bisa jadi

disebabkan oleh stigma yang dimiliki oleh

perusahaan BUMN itu sendiri dimana

kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa

perusahaan BUMN tidak akan bangkrut

karena memiliki penyokong yang kuat yaitu

pemerintah. Sehingga serendah apapun rasio

likuiditas perusahaan, kemungkinan

masyarakat tetap berasumsi bahwa akan

selalu ada pemasukan bagi perusahaan

BUMN untuk mendukung keberlangsungan

hidupnya dari proyek-proyek infrastruktur

yang dicanangkan oleh pemerintah.

Pengaruh Asset Growth terhadap Beta

Saham

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,

hipotesis pertama yang menyatakan bahwa

asset growth berpengaruh positif terhadap beta

saham perusahaan BUMN Publik adalah

ditolak. Hasil penelitian ini tidak konsisten

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Dwiarti (2009), Parmono (2001), Chandra &

Herawati (2013) dan Chen (2014) yang

menyatakan hubungan positif antara asset

growth dengan beta saham. Sedangkan

penelitian ini konsisten dengan penelitian

yang dilakukan oleh Prakosa & Haryanto

(2012) yang menyatakan tidak ada pengaruh

antara asset growth dengan beta saham.

Tidak adanya hubungan antara Variabel

asset growth terhadap beta saham

mencerminkan bahwa tinggi rendahnya

presentase perubahan perkembangan aset

dari suatu periode ke periode berikutnya

tidak terlau dihiraukan oleh investor dalam

menentukan keputusan berinvestasi.

Sehingga kemungkinan bila terjadi

pertumbuhan asset yang naik pesat maka

akan dianggap sinyal yang baik (good news)

oleh investor sebagai jaminan bahwa

perusahaan masih akan beroperasi dalam

jangka waktu yang panjang. Sehingga

investor tidak ragu-ragu untuk berinvestasi.

Pengaruh Firm Size terhadap Beta

Saham

Variabel firm size merupakan variabel

yang cukup konsisten hasilnya. Berdasarkan

hasil analisis regresi firm size mempunya

pengaruh positif terhadap beta saham. Hasil

ini tidak konsisten dengan penelitian Prakosa

& Haryanto (2012) dan Andayani, Moeljadi,

& Susanto (2010) yang masing-masing

menyatakan firm size berpengaruh negative

dan tidak berpengaruh terhadap beta saham.

Sedangkan penelitian ini konsisten dengan

penelitian Al-Qaisi (2011) dengan hasil firm

size berpengaruh positif terhadap beta

saham.

Perusahaan besar pada umumnya

menjadi sorotan banyak pihak, baik dari

masyarakat secara umum maupun

pemerintah, perusahaan dengan ukuran

relative besar lebih diawasi oleh lembaga-

lembaga pemerintah, sehingga mereka

berupaya menjadi lebih baik untuk

meminimalisir tekanan-tekanan dari berbagai

pihak. Perusahaan yang lebih besar

cenderung memiliki sumber permodalan

yang lebih terdiversifikasi sehingga semakin

kecil kemungkinan untuk bangkrut dan lebih

mampu memenuhi kewajibannya, sehingga

perusahaan besar cenderung mempunyai

hutang yang lebih besar daripada perusahaan

kecil. Namun pada tingkatan tertentu,

hutang yang besar juga bisa jadi merupakan

sinyal yang buruk (bad news) bagi investor,

karena dianggap menaikkan risiko gagal

bayar. Terutama bila kenaikan hutang tidak

diimbangi dengan kenaikan tingkat

keuntungan perusahaan.

5. KESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang sudah

dilakukan dalam bab sebelumnya maka, hasil

yang didapatkan adalah sebagai berikut:

1) Rata-rata beta saham pada perusahaan

sampel di Indonesia cukup tinggi yaitu

sebesar 1,82757, hal ini menunjukkan

bahwa perusahaan sampel dalam

penelitian ini memiliki tingkat risiko

sistematis yang cukup tinggi.

2) Terdapat dua variabel, yaitu DOL dan

LNTA yang berpengaruh terhadap

variabel dependen yaitu beta saham

perusahaan BUMN Publik dengan nilai

probabilitas masing-masing sebesar

0,034 dan 0,002. Sedangkan variabel

CYC, DER, CR, dan AG tidak memiliki

pengaruh terhadap beta saham

perusahaan BUMN publik. Hal ini

dibuktikan dengan tingkat signifikansi

untuk variabel independen lainnya yang

nilainya melebihi 0,05.

Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil analisis yang sudah

dilakukan dalam bab sebelumnya maka,

keterbatasan yang dialami oleh peneliti

adalah sebagai berikut:

1) Jumlah sampel yang relative terbatas

yaitu total 52 sampel pada tahun 2014

hingga 2017 dari 20 perusahaan BUMN

Publik yang terdaftar di BEI, karena

terdapat beberapa kesulitan dalam

pengambilan data laporan tahunan yang

diterbitkan.

2) Nilai R2 yang cukup kecil (0.260), hal ini

berarti hanya 26% kemampuan variabel

independen dalam menjelaskan variabel

dependen. Untuk penelitian selanjutnya

disarankan untuk mengambil atau

menambah variabel lain untuk dapat

meningkatkan nilai R2.

Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah

dilakukan dan keterbatasan di atas maka

saran yang dapat disampaikan oleh peneliti

adalah:

1. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya

menambahkan variabel fundamental

maupun variabel makro yang lain seperti

variabel net profit margin dan

pengumuman kebijakan pemerintah

agar bisa menemukan variabel yang

berpengaruh terhadap risiko sistematis.

Sebaiknya peneliti selanjutnya juga

harus memperhatikan periode

penelitian yang dikhawatirkan dapat

memengaruhi hasil penelitian serta

situasi ekstrim seperti krisis ekonomi

yang melanda Indonesia.

2. Untuk peneliti selanjutnya pengambilan

sampel diharapkan dapat lebih banyak,

sehingga didapatkan hasil dimana semua

variabel yang terkait dapat perpengaruh

terhadap beta saham perusahaan.

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa

menjadi pertimbangan bagi investor dalam

pengambilan keputusan investasinya terkait

pengukuran beta saham.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F., Ali, M., Arshad, M. U., & Shah, S. Z.

(2011). Corporate tax rate as a

determinant of systematic risk:

Evidence from Pakistani Cement

Sector. African Journal of Business

Management, 5(33), 12762-12767.

Aji, R. S., & Prasetiono. (2015). Analisis Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Risiko

Sistematis (Beta) Saham pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode

2009-2014. Diponegoro Journal of

Management, 1-15.

Al-Qaisi, K. M. (2011). The Economic

Determinants of Systematic Risk in the

Jordanian Capital Market. International

Journal of Business and Social Science, 85-95.

Andayani, N. S., Moeljadi, P. S., & Susanto, M.

H. (2010). Pengaruh Variabel Internal

dan Eksternal Perusahaan Terhadap

Risiko Sistematis Saham Pada Kondisi

Pasar yang Berbeda (Studi pada saham-

saham ILQ 45 di Bursa Efek Jakarta).

Wacana, 13(2), 244-259. doi:ISSN. 1411-

0199

Beaver, W., Kettler, P., & Scholes, M. (1970).

The Association between Market

Determined and Accounting

Determined Risk Measures. The

Accounting Review, 654-682.

Chandra, Y. A., & Herawati, J. (2013). Analisis

Variabel yang Mempengaruhi Beta

Saham (Studi Pada Perusahaan Yang

Terdaftar Di Jakarta Islamic Index

Bursa Efek Indonesia). Jurnal Ilmiah

Mahasiswa (JIM) FEB UB, 1(2).

Chen, M. (2014). ANALISIS PENGARUH

PEREKONOMIAN MAKRO DAN

MIKRO YANG BERPENGARUH

PADA RISIKO SISTEMATIS

SAHAM. Jurnal Nominal, 3(2), 75-100.

Chiou, C. C., & Su, R. K. (2007). On the relation

of systematic risk and accounting

variables. Managerial Finance, 33 (8), 517-

533. doi:

https://doi.org/10.1108/03074350710

760278

Dwiarti, R. (2009). Analisa Faktor-Faktor

Keuangan Terhadap Risiko Sistematis

Di Bursa Efek Jakarta. Ekobis, 10, 354-

364.

Fransiska, U. W. (2012). Analisis Pengaruh

Karakteristik Perusahaan Terhadap

Return dan Beta Saham Syariah (Studi

pada Perusahaan yang Terdaftar di

Jakarta Islamic Index Tahun 2006-

2010). Skripsi. Malang, Indonesia:

Universitas Brawijaya.

Gumilar, D. (2016). Beta: Tinjauan atas

Operating Leverage, Financial Leverage,

Firm Size, dan Cyclicality (Studi Kasus

pada Perusahaan yang Go Publik di

Bursa Efek Indonesia). Jurnal Indonesia

Membangun.

Hardiyan, Y. (2017, 10 23). 3 TAHUN JOKOWI-

JK: Kapitalisasi Pasar 20 BUMN

Meningkat Rp330 Triliun. Diambil

kembali dari Market:

http://market.bisnis.com/read/201710

23/192/702037/3-tahun-jokowi-jk-

kapitalisasi-pasar-20-bumn-meningkat-

rp330-triliun

Hartono, J. (2017). Teori Portofolio dan Analisis

Investasi (11 ed.). Yogyakarta: BPFE

Yogyakarta.

Horne, J. C., & Wachowicz, J. M. (2008).

Fundamentals of Financial Management (13

ed.). New York: Prentice Hall.

Husnan, S. (2001). Dasar-dasar Teori Portofolio &

Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPP

AMP YKPN.

Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Lita, E. (2006). Pengaruh Leverage dan

Cyclicality Terhadap Beta Saham LQ-

45. Skripsi. Yogyakarta: Universitas

Islam Indonesia.

Maulidia, A. S. (2013). Pengaruh Operating

Leverage, Financial Leverage, dan

Cyclicality Terhadap Beta Saham pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar

di BEI Tahun 2010 dan 2011. Skripsi.

Jakarta, Indonesia: Universitas Bina

Nusantara.

Parmono, A. (2001). Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Risiko Sistematis (Beta)

Saham Perusahaan Industri Manufaktur

Periode 1994-2000 di Bursa Efek

Jakarta. Thesis. Semarang, Indonesia:

Universitas Diponegoro.

Prakosa, A. B., & Haryanto, M. (2012). Analisis

Faktor-Faktor yang Berpengaruh

Terhadap Beta Saham Perusahaan

(Studi Empiris pada Perusahaan yang

Tercatat dalam Indeks Kompas100 di

Bursa Efek Indonesia 2007-2010).

Diponegoro Journal of Management.

Ross, S. A., Westerfield, R. W., & Jordan, B. D.

(2009). Pengantar Keuangan Perusahaan

(Corporate Finance Fundamentals). Jakarta:

SALEMBA EMPAT.

Sarumaha, A. (2017). Analisis Pengaruh Makro

Ekonomi dan Faktor Fundamental

Perusahaan terhadap Beta Saham pada

Industri Pertambangan yang Terdaftar

di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah

WIDYA Ekonomika, 1(2), 104-110.

Scott, W. R. (2015). Financial Accounting Theory (7

ed.). Toronto, Ontario, Canada: Pearson

Canada Inc.

Sekaran, U. (2006). Research Methods For Business;

Metodologi Penelitian untuk Bisnis (4 ed.,

Vol. 2). Jakarta: Salemba Empat.

Soeroso, A. (2013). Faktor Fundamental

(Current Ratio, Total Debt to Equity

Ratio, Total Asset Turnover, Return on

Investment) Terhadap Risiko Sistematis

Pada Industri Food and Beverage di

Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBA,

1(4), 1687-1696. doi:ISSN 2303-1174

Suwardjono. (2015). Teori Akuntansi: Perekayasaan

Pelaporan Keuangan (3 ed.). Yogyakarta:

BPFE.

Widyorini, S. (2003). Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Resiko Sistematik

Saham (Studi Kasus Pada Perusahaan

Manufaktur Go Public di BEJ). Thesis.

Semarang, Indonesia: Universitas

Diponegoro.

Yuliusman. (2014). Pengaruh Tingkat Suku

Bunga dan rasio Likuiditas terhadap

Beta Saham (Survei terhadap Industri

Otomotif dan Komponennya yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Periode 2006-2010). Jurnal Cakrawala

Akuntansi, 6(2), 174-193. doi:ISSN

1979-4851

Zhang, M. (2013). The Relationship between

Financial Factors and Systematic Risk:

Case Study of Companies Listed in

Shenzhen Stock Exchange in China

During the Periode 2009 to 2011. Thesis.

Thailand: Assumption University of

Thailand.

Zubir, Z. (2011). Manajemen Portofolio:

Penerapannya dalam Investasi Saham.

Jakarta: Salemba Empat.