ANALISIS PENGARUH CO

37
Penggunaan perubahan fasa untukpemisahan kimia, metode-metode destilasi, berbagai metode ekstraksi (termasukekstraksi fluida superkritis), teori dasar kromatografi, klasifikasi metodekromatografi, kromatografi gas, kromatografi cair (adsorpsi, partisi,pertukaran ion, saringan molekuler, afinitas, dan fluida superkritis) Pustaka 1. Pecsok, R.I. and Shield, L.D. (1985) Modern Mathods of ChemicalAnalysis, John Willey & Sons. 2. Hawthorne, S.B., (1990) Analytical Scale Supercritical FluidExtarction. Analytical chemistry,vol. 2 no. 11, June I. 632- 642A. 3. Laitinen, H.A. dan Harris W.E. (1975) Chemical Analysis, 2nd ed.McGraw-Hill Kogakusha, LTD., Tokyo. 4. Skoog D.A. (1996). Fundamental of Analytical Chemistry, 7nd ed.Sauders College Publishing. 5. Fifield, S.W. and Kealey, D.K. (1995) Principles and Practice ofAnalytical Chemistry, 4th ed.Chapman and Hall

description

riccat_sihotang

Transcript of ANALISIS PENGARUH CO

Page 1: ANALISIS PENGARUH CO

Penggunaan perubahan fasa untukpemisahan kimia, metode-metode destilasi, berbagai metode ekstraksi (termasukekstraksi fluida superkritis), teori dasar kromatografi, klasifikasi metodekromatografi, kromatografi gas, kromatografi cair (adsorpsi, partisi,pertukaran ion, saringan molekuler, afinitas, dan fluida superkritis)

Pustaka1. Pecsok, R.I. and Shield, L.D. (1985) Modern Mathods of ChemicalAnalysis, John Willey & Sons.2. Hawthorne, S.B., (1990) Analytical Scale Supercritical FluidExtarction. Analytical chemistry,vol. 2 no. 11, June I. 632-642A.3. Laitinen, H.A. dan Harris W.E. (1975) Chemical Analysis, 2nd ed.McGraw-Hill Kogakusha, LTD., Tokyo.4. Skoog D.A. (1996). Fundamental of Analytical Chemistry, 7nd ed.Sauders College Publishing.5. Fifield, S.W. and Kealey, D.K. (1995) Principles and Practice ofAnalytical Chemistry, 4th ed.Chapman and Hall

Page 2: ANALISIS PENGARUH CO

ANALISIS PENGARUH CO-SOLVENT TERHADAP EKSTRAKSI BUNGA CENGKEH DENGAN SOLVEN C02 SUPERKRITIS

Created by Ali Altway ; Sugeng Winardi ; Syafsir Akhlus

Subject:  cengkehKeyword:  solven

ekstraksi

[ Description ]

Proses pemisahan komponen-komponen dalam bunga cengkeh (Clove Bud) dengan menggunakan fluida C02 superkritis pada prinsipnya adalah peristiwa perpindahan massa yang didasarkan pada solubilitas (kelarutan) dari komponen terlarut (solute) eugenol dan pelarutnya (solvent). Bila kandungan solute dalam bahan padat lebih besar bila dibandingkan terhadap kelarutannya dalam solvent, proses ekstraksi adalah sama dengan desorpsi irreversible. Sementara itu daya solubilitas solvent dapat ditingkatkan dengan meningkatkan polaritasnya dengan penambahan co-solvent. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan menganalisa pengaruh co-solvent terhadap proses ekstraksi bunga cengkeh dengan fluida CO2 superkritis. Pendekatan eksperimen dan teoritis dilaksanakan secara simultan. Eksperimen dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat ekstraksi superkritis (Supercritical Fluid Extraction Unit) buatan Thermo Separation Product Model X-10. Eksperimen dilakukan untuk mencari kondisi proses ekstraksi bunga cengkeh (Colve Bud) yang dapat memberikan ekstrak dengan kandungan eugenol tinggi. Pendekatan teoritis dilaksanakan dengan menggunakan model Progressive yang dikembangkan sendiri dan model Shrinking core model yang dikembangkan oleh Goto dkk (1996) dan digunakan untuk memodelkan fenomena transfer massa didalam proses ekstraksi fluida superkritis ini.Analisis teoritis berdasarkan transfer massa dan solubility eugenol-C02 superkritis dibandingkan dengan data eksperimen. Penelitian eksperimen menganalisa pengaruh tekanan, suhu, waktu ekstraksi dan penambahan co-solven terhadap yield minyak cengkeh dan kadar eugenol dalam minyak cengkeh. Kenaikan tekanan sampai dengan 22 Mpa dapat meningkatkan yield minyak cengkeh dan kadar eugenol dalam minyak cengkeh yang dihasilkan. Peningkatan waktu ekstraksi sampai dengan 75 menit menyebabkan yield minyak cengkeh dan kadar eugenol yang dihasilkan meningkat. Kenaikan temperatur ekstraksi dar 40°C sampai 50°C menyebabkan kenaikan yield minyak cengkeh dan penurunan kadar eugenol dalam minyak cengkeh. Penambahan co-solven 0.5 dan 1% menyebabkan yield minyak cengkeh dan kadar eugenol dalam minyak cengkeh menjadi meningkat. Yield minyak cengkeh dan konsentrasi eugenol tertinggi pada penelitian ini berturut-turut adalah 20.84% dan 93.56% dan ini terjadipada tekanan ekstraktor 22 MPa, suhu 50°C, dan konsentrasi cosolven 1%. Pendekatan teoritis menunjukkan bahwa model Progressive cukup akurat untuk memprediksi yield minyak cengkeh untuk tekanan yang tak terlalu tinggi (14 MPa) dan waktu yang tak terlalu lama yaitu kondisi dimana minyak cengkeh didalam bubuk bunga cengkeh masih cukup banyak. Namun untuk tekanan yang tinggi (22 MPa) yang mana sebagian besar minyak cengkeh sudah terekstraksi model ini tidak dapat mendiskripsikan proses ekstraksi ini dengan baik. Pada kondisi ini model Shrinking Core adalah yang lebih tepat. Pada penelitian ini telah diestimasi parameter-parameter model seperti koefisien

Page 3: ANALISIS PENGARUH CO

diffusi efektif, koefisien perpindahan massa internal dan eksternal dan kelarutan minyak cengkeh didalam karbon dioksida superkritis dengan fitting model teoritis dengan data eksperimen.

Date Create : 03/08/2007 Type : TextFormat : pdf ; 55 pagesLanguage : IndonesianIdentifier : ITS-Research-ITS 660.294 82 Alt aCollection ID : 31000069436Call Number : ITS 660.294 82 Alt a

Coverage : ITS community only

Rights : Copyright @2005 by ITS Library. This publication is protected by copyright and permission should be obtained from the ITS Library prior to any prohibited reproduction, storage in a retrievel system, or transmission in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording, or likewise. For information regarding permission(s), write to ITS Library

Page 4: ANALISIS PENGARUH CO

Minyak Atsiri, Zat Utama Aromaterapi

 

Minyak atsiri, atau yang dikenal juga sebagai volatile oil, atau essential

oil, adalah cairan pekat yang tidak larut air, mengandung senyawa-

senyawa beraroma yang berasal dari berbagai tanaman. Minyak atsiri

ini umumnya diperoleh dengan cara destilasi, juga dapat diperoleh

melalui proses ekspresi, dan ekstraksi pelarut.

Minyak atsiri digunakan secara luas pada parfum, kosmetik, perasa

makanan dan minuman, dan juga pada produk pembersih rumah tangga. Beberapa

minyak atsiri telah lama digunakan secara medis untuk berbagai klaim, dari perawatan

kulit hingga pengobatan kanker. Namun penggunaan minyak atsiri yang paling utama

saat ini adalah guna keperluan aromaterapi, yakni salah satu jenis pengobatan alternatif

yang menyatakan bahwa aroma tertentu yang berasal dari tanaman memiliki efek

penyembuhan.

Pada aromaterapi, minyak atsiri dilarutkan dengan minyak pembawa (minyak zaitun,

hazelnut, atau almond) dan digunakan untuk pemijatan, disebar ke udara menggunakan

nebulizer atau lilin aromaterapi.

Destilasi minyak atsiri dilakukan dengan cara menampung bahan baku yang berasal

dari tanaman, seperti daun, kulit kayu, biji, dan akar, ke alat destilasi di atas air. Ketika

air dipanaskan, uap air akan melewati bahan baku tersebut dan ikut menguapkan

minyak atsiri. Uap minyak atsiri akan mengalami kondensasi kembali menjadi cairan

dan ditampung di alat penampung. Cairan ini dinamakan hidrosol atau hidrolat. Contoh

hidrosol yang terkenal adalah rose water dan lavender water.

 

Page 5: ANALISIS PENGARUH CO

Metode ekstraksi pelarut (solvent extraction) digunakan untuk memperoleh minyak atsiri

yang terlalu sedikit untuk diperas atau terlalu rentan terhadap panas untuk didestilasi.

Pada metode ini digunakan pelarut seperti heksan atau karbon dioksida superkritis

untuk mengekstraksi minyak atsiri. Ekstrak yang diperoleh dari pelarut heksan atau

pelarut hidrofobik lainnya dinamakan concretes, yang mengandung campuran minyak

atsiri, lilin (wax), resin, dan senyawa larut minyak lainnya dari tanaman.

Pelarut lain, yakni etil alkohol, digunakan untuk memisahkan komponen minyak atsiri

dari concretes. Alkohol dihilangkan melalui proses destilasi tahap kedua, meninggalkan

komponen minyak atsiri yang dinamakan absolute.

Pelarut karbon dioksida superkritis digunakan sebagai pelarut pada proses ekstraksi

cairan superkritis, dimana karbon dioksida superkritis akan mengekstraksi baik lilin

(wax) dan juga minyak atsiri pada concrete. Lilin akan dipisahkan dari minyak atsiri

dengan cara menurunkan termperatur ekstraksi, kemudian setelah ekstraksi selesai,

tekanan diturunkan sehingga karbon dioksida berubah menjadi gas. 

Oleh karena sifatnya yang pekat dan menyebabkan iritasi serta alergi kulit, maka

minyak atsiri jangan digunakan langsung pada kulit tanpa dilarutkan terlebih dahulu.

Selain itu, penggunaannya juga harus dilakukan dengan hati-hati. Efek samping yang

mungkin dapat terjadi meliputi ginekomastia (khususnya pada tea tree oil dan minyak

lavender), risiko aborsi (bila digunakan secara internal dengan dosis 0,5-10 mL), selain

itu asap yang ditimbulkan dari pembakaran minyak atsiri dapat bersifat karsinogen

(menimbulkan kanker) oleh karena mengandung senyawa PAHs (polycyclic aromatic

hydrocarbons).

Page 6: ANALISIS PENGARUH CO

Karbon Dioksida, Misteri Sebuah SenyawaKata Kunci: CO2, dry ice, efek rumah kaca, green house effect, karbon dioksida, larutan superkritis, supercritical fluidsDitulis oleh Jelliarko Palgunadi pada 15-05-2009

Fakta tentang karbon dioksida

Karbon dioksida atau CO2, semua orang mengenal senyawa ini sebagai gas, tak berbau, tak berwarna, tak beracun dan berasal dari setiap mekanisme pembakaran maupun metabolisme. Gas Karbon dioksida pertama kali diamati keberadaannya oleh Van Helmont, tahun 1577. Secara statistik alamiah, gas ini tidak melimpah di muka bumi dan konstan persentasenya. Sejak lama orang tidak memberi perhatian terhadap sifat-sifat gas tersebut. Pemanfaatan gas CO2 salah satunya adalah dapat diubah fasenya menjadi padat dan disebut “dry ice“, digunakan dalam industri pengawetan hingga industri film maupun sinetron (memberi efek kabut di film serem atau sinetron misteri).

Cerita dibalik si misterius CO2

Lalu mengapa sekarang orang-orang terutama ilmuwan meributkan gas tak bersalah ini ??! Sebenarnya gas CO2 memang tak bersalah, tapi kitalah yang membuat kesalahan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sering kali tidak sejalan dengan kehendak alam. Sejak dimulainya revolusi industri di Inggris hingga revolusi telekomunikasi jaman sekarang telah terjadi peningkatan persentase CO2 di muka bumi akibat aktivitas produksi dan konsumsi. Mulailah dikenal istilah “Green House Effect“, yaitu meningkatnya kadar CO2 di atmosfer menjadikan bumi tambah panas, memberikan efek “Global Warming” dan selanjutnya “Global Climate Change“. Lha, apa hubungan CO2 dengan panas ?, Begini, Karena kebetulan sifat CO2 yang menyerap energi panas dari radiasi sinar infra merah yang dipancarkan matahari, akibatnya makin terakumulasilah energi panas tersebut dimuka bumi bahkan bisa mencairkan es kutub lho ! Ditambah lagi penggunaan senyawa CFC (Chloro Fluoro Carbon) sebagai pelarut, material gas pendingin dalam refrigerator dan foaming agent dalam industri polimer ternyata malah “memakan” ozone yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultra violet matahari yang berenergi tinggi. Ironisnya fakta lain tentang CFC menjadikan orang tetap menggunakan CFC, yaitu dia

Page 7: ANALISIS PENGARUH CO

ternyata gas yang tidak terlalu berbahaya terhadap mahluk hidup, tidak mudah terbakar, dan punya sifat-sifat unik karena variasi kandungan atom klor dan fluornya. Tapi bumi sudah panas ditambah lagi bumi semakin terbuka terhadap pancaran energi tinggi UV yang mematikan, menjadikan kalangan terutama para ilmuwan kalang kabut mencari solusi agar bumi ini tetap menjadi tempat yang nyaman dihuni paling tidak sampai menjelang kiamat.

Sejelek-jeleknya CO2, masih lebih jelek orang yang tidak perduli lingkungan dan hanya mengeruk keuntungan dengan menyiksa alam serta korupsi gila-gilaan. Yang paling menderita dari dampak di atas adalah penduduk bumi awam yang tidak mengerti apa-apa, padahal kita punya hak hidup yang sama. Nah, patutlah kita cukup berterima kasih kepada beberapa ilmuwan yang mencurahkan hidupnya bagi penyelamatan bumi ini. Akhirnya ditemukan fakta-fakta lain dari CO2 yang kemungkinan bisa dimanfaatkan demi kebaikan.

Apa to kebaikan CO2 ituh ?

Akhir-akhir ini mulai luas dikenal istilah “Green Chemistry” atau lebih menarik lagi “Green, Benign and Sustainable Chemistry“. Istilah itu sebenarnya adalah gerakan pembaharuan dalam dunia riset dipelopori oleh para ilmuwan setengah gila yang melawan arus aliran trend riset, karena pada awalnya riset lebih banyak berkutat pada eksploitasi sumber daya bumi daripada menyelamatkannya. Seiring dengan semakin ditekannya penggunaan material CFC sebagai pelarut, maka dicarilah alternatif pengganti yang memiliki sitaf-sifat serupa tapi lebih ramah terhadap lingkungan. Mulailah ilmuwan melirik manfaat lain dari CO2 dari sekedar gas tak berdosa menjadi gas yang tak berdosa sekaligus bermanfaat yaitu sebagai pelarut superkritis. CO2 sebagai fluida superkritis ??? Wah, buat kita-kita yang awam mungkin sulit membayangkan, nah akan diulas sedikit tentang sifat-sifatnya. CO2 sebagai fluida superkritis sebenarnya adalah gas yang dinaikkan temperaturnya mencapai temperatur kritis (temperatur tertinggi yang dapat mengubah fase gas menjadi fase cair dengan cara menaikkan tekanan), dan memiliki tekanan kritis (tekanan tertinggi yang dapat mengubah fase cair menjadi fase gas dengan cara menaikkan temperatur) sehingga sifat-sifatnya berada di antara sifat gas dan cairan. Nah, bingung bukan ??! Biar lebih jelas silahkan lihat diagram supercritical fluids (SCF) ini.

Sebagai pelarut superkritis, CO2, telah cukup banyak dimanfaatkan dibidang penelitian dan industri. Keuntungan lain adalah kita tidak perlu membuat CO2 melainkan cukup menyaringnya dari udara sekitar kita. Walaupun teknologinya masih mahal, bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan secara nyata. Dibidang isolasi dan pengolahan bahan alam, CO2 superkritis dimanfaatkan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi maupun de-ekstraksi senyawa-senyawa aktif dari tumbuhan untuk pengobatan, atau senyawa-senyawa penting untuk industri makanan, misalnya ekstraksi minyak atsiri lemon, jahe, beta-carotene dari tumbuh-tumbuhan atau de-ekstraksi caffein pada kopi. Namun pengembangan lebih lanjut rupanya masih terhambat oleh miskinnya pengetahuan tentang sifat-sifat maupun fasa-fasa campuran CO2 superkritis dengan bahan terlarut dan perilaku senyawa terlarut di dalamnya.

Dibidang pertambangan minyak bumi, bahkan penggunaan CO2 yang dicairkan sangat besar. Fluida ini dialirkan ke dalam sumber-sumber minyak yang mulai menipis cadangannya untuk mengangkat cadangan minyak tersisa. Masalah utamanya adalah fluida ini kekentalannya rendah sehingga tidak mampu mengangkat minyak secara maksimum. Pengembangan aditif yang

Page 8: ANALISIS PENGARUH CO

mampu meningkatkan kekentalan (viscosity) fluida CO2 belum mampu bekerja optimum karena kelarutan aditif-aditif tersebut yang sulit diperkirakan.

Suatu perkembangan lebih menggembirakan dalam industri polimer kembali mengangkat kepopuleran CO2. Dupont, sebuah perusahan terkemuka dalam inovasi industri kimia telah mampu memproduksi semacam busa atau dikenal ‘foamed thermoplastic’ yang populer disebut ‘fluoropolimer’ berkat ditemukannya polimer ‘perfluoroalkil akrilat’ oleh Desimone dan rekan tahun 1992. Fluoropolimer ini benar-benar larut dalam CO2 setelah sebelumnya digunakan pelarut dan surfaktan berbasis fluor. Permasalahannya adalah pengembangan ‘foamed polymer’ yang benar-benar menggunakan CO2 sebagai agen pembuih tidak terlalu berhasil. Walaupun Dow, suatu perusahaan terkemuka juga dibidang industri polimer, telah memproduksi polistiren berbasis keseluruhan CO2 sebagai agen pengembang, namun muncul kesulitan teknis lain dalam polimer berbasis keseluruhan CO2, misalnya pecahnya gelembung akibat cepatnya difusi CO2 di dalam larutan polimer atau soal bagaimana membuat polimer yang memiliki daya hantar panas rendah.

Sesungguhnya masih banyak kegunaan yang bisa digali dari gas CO2 sebagai material ramah lingkungan. Misalnya dalam industri pelapisan material menggunakan polimer yang dapat larut dalam CO atau pembuatan partikel koloid dalam industri farmasi menggunakan pelarut CO2. Kenyataan bahwa gas CO, O2 dan H2 benar-benar dapat bercampur dan larut dalam CO2 sebenarnya memberikan kemungkinan untuk melakukan reaksi karbonilasi, oksidasi maupun hidrogenasi dalam pelarut CO2. Namun kendala dalam aplikasi teknologi-teknologi tersebut secara massal membuat kaum industriawan masih enggan untuk benar-benar beralih menggunakan CO2.

Page 9: ANALISIS PENGARUH CO

Karbon dioksidaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari

Karbon dioksida

Nama Sistematis Karbon dioksida

Nama lain

Gas asam karbonat; karbonat anhidrida; es kering (bentuk padat); zat asam arang

Identifikasi

Nomor CAS [124-38-9]

PubChem 280

Nomor EINECS 204-696-9

Nomor RTECS FF6400000

SMILES C(=O)=O

InChI 1/CO2/c2-1-3

Sifat

Rumus molekul CO2

Massa molar 44,0095(14) g/mol

Penampilan gas tidak berwarna

Densitas 1.600 g/L (padat)

Page 10: ANALISIS PENGARUH CO

1,98 g/L (gas)

Titik leleh −57 °C (216 K)(di bawah tekanan)

Titik didih −78 °C (195 K)(menyublim)

Kelarutan dalam air 1,45 g/L

Keasaman (pKa) 6,35 dan 10,33

Viskositas 0,07 cP pada −78 °C

Momen dipol nol

Struktur

Bentuk molekul linear

Senyawa terkait

oksida terkait

karbon monoksida; karbon suboksida; dikarbon monoksida; karbon trioksida

Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku

pada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)

Sangkalan dan referensi

Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume [1] walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang inframerah dengan kuat.

Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorganik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas.

Page 11: ANALISIS PENGARUH CO

Karbon dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm namun langsung menjadi padat pada temperatur di bawah -78 °C. Dalam bentuk padat, karbon dioksida umumnya disebut sebagai es kering.

CO2 adalah oksida asam. Larutan CO2 mengubah warna litmus dari biru menjadi merah muda.

Daftar isi[sembunyikan]

1 Sifat-sifat kimia dan fisika 2 Sejarah pemahaman manusia 3 Isolasi

o 3.1 Produksi dalam skala industri 4 Di atomosfer bumi 5 Di samudera 6 Peranan biologis

o 6.1 Peranan pada fotosintesis o 6.2 Toksisitas o 6.3 Fisiologi manusia

7 Lihat pula 8 Referensi 9 Lihat pula

[sunting] Sifat-sifat kimia dan fisikaLihat pula: Karbon dioksida superkritis dan es kering

Diagram fase tekanan-temperatur karbon dioksida yang memperlihatkan titik tripel karbon dioksida

Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan. Efek ini disebabkan oleh pelarutan gas di

Page 12: ANALISIS PENGARUH CO

membran mukosa dan saliva, membentuk larutan asam karbonat yang lemah. Sensasi ini juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah meminum air berkarbonat (misalnya Coca Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan hewan.[2]

Pada keadaan STP, rapatan karbon dioksida berkisar sekitar 1,98 kg/m³, kira kira 1,5 kali lebih berat dari udara. Molekul karbon dioksida (O=C=O) mengandung dua ikatan rangkap yang berbentuk linear. Ia tidak bersifat dipol. Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak mudah terbakar, namun bisa membantu pembakaran logam seperti magnesium.

Pelet kecil dari es kering yang menyublim di udara.

Struktur kristal es kering

Pada suhu −78,51° C, karbon dioksida langsung menyublim menjadi padat melalui proses deposisi. Bentuk padat karbon dioksida biasa disebut sebagai "es kering". Fenomena ini pertama kali dipantau oleh seorang kimiawan Perancis, Charles Thilorier, pada tahun 1825. Es kering biasanya digunakan sebagai zat pendingin yang relatif murah. Sifat-sifat yang menyebabkannya sangat praktis adalah karbon dioksida langsung menyublim menjadi gas dan tidak meninggalkan cairan. Penggunaan lain dari es kering adalah untuk pembersihan sembur.

Page 13: ANALISIS PENGARUH CO

Cairan kabon dioksida terbentuk hanya pada tekanan di atas 5,1 atm; titik tripel karbon dioksida kira-kira 518 kPa pada −56,6 °C (Silakan lihat diagram fase di atas). Titik kritis karbon dioksida adalah 7,38 MPa pada 31,1 °C.[3]

Terdapat pula bentuk amorf karbon dioksida yang seperti kaca, namun ia tidak terbentuk pada tekanan atmosfer.[4] Bentuk kaca ini, disebut sebagai karbonia, dihasilkan dari pelewatbekuan CO2 yang terlebih dahulu dipanaskan pada tekanan ekstrem (40-48 GPa atau kira-kira 400.000 atm) di landasan intan. Penemuan ini mengkonfirmasikan teori yang menyatakan bahwa karbon dioksida bisa berbentuk kaca seperti senyawa lainnya yang sekelompok dengan karbon, misalnya silikon dan germanium. Tidak seperti kaca silikon dan germanium, kaca karbonia tidak stabil pada tekanan normal dan akan kembali menjadi gas ketika tekanannya dilepas.

[sunting] Sejarah pemahaman manusia

Pada abad ke-17, seorang kimiawan Fleming, Jan Baptist van Helmont, menemukan bahwa arang yang dibakar pada bejana tertutup akan menghasilkan abu yang massanya lebih kecil dari massa arang semula. Dia berkesimpulan bahwa sebagian arang tersebut telah ditransmutasikan menjadi zat yang tak terlihat, ia menamakan zat tersebut sebagai "gas" atau spiritus sylvestre (Bahasa Indonesia: arwah liar).

Sifat-sifat karbon dioksida dipelajari lebih lanjut pada tahun 1750 oleh fisikawan Skotlandia Joseph Black. Dia menemukan bahwa batu kapur (kalsium karbonat) dapat dibakar atau diberikan asam dan menghasilkan gas yang dia namakan sebagai "fixed air". Dia juga menemukan bahwa gas ini lebih berat daripada udara dan ketika digelembungkan dalam larutan kapur (kalsium hidroksida) akan mengendapkan kalsium karbonat. Dia menggunakan fenomena ini untuk mengilustrasikan bahwa karbon dioksida dihasilkan dari pernapasan hewan dan fermentasi mikrob. Pada tahun 1772, seorang kimiawan Inggris Joseph Priestley mempublikasikan sebuah jurnal yang berjudul Impregnating Water with Fixed Air. Dalam jurnal tersebut, dia menjelaskan proses penetesan asam sulfat (atau minyak vitriol seperti yang Priestley sebut) ke kapur untuk menghasilkan karbon dioksida dan memaksa gas itu untuk larut dengan menggoncangkan semangkuk air yang berkontak dengan gas.[5]

Karbon dioksida pertama kali dicairkan (pada tekanan tinggi) pada tahun 1823 oleh Humphry Davy dan Michael Faraday.[6] Deskripsi pertama mengenai karbon dioksida padat dilaporkan oleh Charles Thilorier ketika pada tahun 1834 dia membuka kontainer karbon dioksida cair yang diberikan tekanan dan menemukan pendinginan tersebut menghasilkan penguapan yang menghasilkan "salju" CO2 padat.[7]

[sunting] Isolasi

Karbon dioksida bisa kita dapatkan dengan distilasi udara. Namun cara ini hanya menghasilkan CO2 yang sedikit. Berbagai jenis reaksi kimia dapat menghasilkan karbon dioksida, seperti reaksi pada kebanyakan asam dengan karbonat logam. Reaksi antara asam sulfat dengan kalsium karbonat adalah:

H2SO4 + CaCO3 → CaSO4 + H2CO3

Page 14: ANALISIS PENGARUH CO

H2CO3 kemudian terurai menjadi air dan CO2. Reaksi ini diikuti dengan pembusaan atau penggelembungan.

Pembakaran dari semua bahan bakar yang mengandung karbon, seperti metana (gas alam), distilat minyak bumi (bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu akan menghasilkan karbon dioksida. Sebagai contohnya reaksi antara metana dan oksigen:

CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O

Besi direduksi dari oksida besi dengan kokas pada tungku sembur, menghasilkan pig iron dan karbon dioksida:

2 Fe2O3 + 3 C → 4 Fe + 3 CO2

Khamir mencerna gula dan menghasilkan karbon dioksida beserta etanol pada proses pembuatan anggur, bir, dan spiritus lainnya:

C6H12O6 → 2 CO2 + 2 C2H5OH

Semua organisme aerob menghasilkan CO2 dalam proses pembakaran karbohidrat, asam lemak, dan protein pada mitokondria di dalam sel. Reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses pembakaran ini sangatlah rumit dan tidak bisa dijelaskan dengan mudah. (Lihat pula: respirasi sel, respirasi anaerob, dan fotosintesis).

Karbon dioksida larut dalam air dan secara spontan membentuk H2CO3 (asam karbonat) dalam kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi relatif antara CO2, H2CO3, dan HCO3

− (bikarbonat) dan CO3

2−(karbonat) bergantung pada kondisi pH larutan. Dalam air yang bersifat netral atau sedikit basa (pH > 6,5), bentuk bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam air yang bersifat basa kuat (pH > 10,4), bentuk karbonat mendominasi. Bentuk karbonat dan bikarbonat memiliki kelarutan yang sangat baik. Dalam air laut (dengan pH = 8,2 - 8,5), terdapat 120 mg bikarbonat per liter.

[sunting] Produksi dalam skala industri

Karbon dioksida secara garis besar dihasilkan dari enam proses:[8]

1. Sebagai hasil samping dari pengilangan ammonia dan hidrogen, di mana metana dikonversikan menjadi CO2.

2. Dari pembakaran kayu dan bahan bakar fosil;3. Sebagai hasil samping dari fermentasi gula pada proses peragian bir, wiski, dan minuman

beralkohol lainnya;4. Dari proses penguraian termal batu kapur, CaCO3;5. Sebagai produk samping dari pembuatan natrium fosfat;6. Secara langsung di ambil dari mata air yang karbon dioksidanya dihasilkan dari pengasaman air

pada batu kapur atau dolomit.

Page 15: ANALISIS PENGARUH CO

[sunting] Di atomosfer bumi

Konsentrasi CO2 yang diukur di observatorium Mauna Loa.

Informasi lebih lanjut: Karbon dioksida di atmosfer bumi

Karbon dioksida di atmosfer bumi dianggap sebagai gas kelumit dengan konsentrasi sekitar 385 ppm berdasarkan volume dan 582 ppm berdasarkan massa. Massa atmosfer bumi adalah 5,14×1018 kg [9], sehingga massa total karbon dioksida atmosfer adalah 3,0×1015 kg (3.000 gigaton). Konsentrasi karbon dioksida bervariasi secara musiman (lihat grafik di samping). Di wilayah perkotaan, konsentrasi karbon dioksida secara umum lebih tinggi, sedangkan di ruangan tertutup, ia dapat mencapai 10 kali lebih besar dari konsentrasi di atmosfer terbuka.

Karbon dioksida adalah gas rumah kaca. Lihat Efek rumah kaca untuk informasi lebih lanjut.

Peningkatan tahunan CO2 atmosfer: Rata-rata peningkatan tahunan pada tahun 1960-an adalah 37% dari rata-rata peningkatan tahunan tahun 2000-2007.[10]

Oleh karena aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah meningkat sekitar 35% sejak dimulainya revolusi industri.[11] Pada tahun 1999, 2.244.804.000 ton CO2 dihasilkan di Amerika Serikat dari pembangkitan energi listrik. Laju pengeluaran ini setara dengan 0,6083 kg per kWh.[12]

Page 16: ANALISIS PENGARUH CO

Lima ratus juta tahun yang lalu, keberadaan karbon dioksida 20 kali lipat lebih besar dari yang sekarang dan menurun 4-5 kali lipat semasa periode Jura dan secara lambat menurun sampai dengan revolusi industri.[13][14]

Sampai dengan 40% dari gas yang dimuntahkan oleh gunung berapi semasa ledakan subaerial adalah karbon dioksida. [15] Menurut perkiraan paling canggih, gunung berapi melepaskan sekitar 130-230 juta ton CO2 ke atmosfer setiap tahun. Karbon dioksida juga dihasilkan oleh mata air panas, seperti yang terdapat di situs Bossoleto dekat Terme Rapolano di Toscana, Italia. Di sini, di depresi yang berbentuk mangkuk dengan diameter kira-kira 100 m, konsentrasi CO2 setempat meningkat sampai dengan lebih dari 75% dalam semalam, cukup untuk membunuh serangga-serangga dan hewan yang kecil, namun menghangat dengan cepat ketika cahaya matahari memancar dan berbaur secara konveksi semasa pagi hari.[16] Konsentrasi setempat CO2 yang tinggi yang dihasilkan oleh gangguan air danau dalam yang jenuh dengan CO2 diduga merupakan akibat dari terjadinya 37 kematian di Danau Moboun, Kamerun pada 1984 dan 1700 kematian di Danau Nyos, Kamerun.[17] Namun, emisi CO2 yang diakibatkan oleh aktivitas manusia sekarang adalah 130 kali lipat lebih besar dari kuantitas yang dikeluarkan gunung berapi, yaitu sekitar 27 milyar ton setiap tahun.[18]

[sunting] Di samudera

Terdapat sekitar 50 kali lebih banyak karbon yang terlarut di dalam samudera dalam bentuk CO2 dan hidrasi CO2 daripada yang terdapat di atmosfer. Samudera berperan sebagai buangan karbon raksasa dan telah menyerap sekitar sepertiga dari emisi CO2 yang dihasilkan manusia."[19] Secara umum, kelarutan akan berkurang ketika temperatur air bertambah. Oleh karena itu, karbon dioksida akan dilepaskan dari air samudera ke atmosfer ketika temperatur samudera meningkat.

Kebanyakan CO2 yang berada di samudera berbentuk asam karbonat. Sebagian dikonsumsi oleh organisme air sewaktu fotosintesis dan sebagain kecil lainnya tenggelam dan meninggalkan siklus karbon. Terdapat kekhawatiran meningkatnya konsentrasi CO2 di udara akan meningkatkan keasaman air laut, sehiggga akan menimbulkan efek-efek yang merugikan terhadap organisme-organisme yang hidup di air.

[sunting] Peranan biologis

Karbon dioksida adalah hasil akhir dari organisme yang mendapatkan energi dari penguraian gula, lemak, dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme dalam proses yang dikenal sebagai respirasi sel. Hal ini meliputi semua tumbuhan, hewan, kebanyakan jamur, dan beberapa bakteri. Pada hewan tingkat tinggi, karbon dioksida mengalir di darah dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk dikeluarkan. Pada tumbuh-tumbuhan, karbon dioksida diserap dari atmosfer sewaktu fotosintesis.

[sunting] Peranan pada fotosintesis

Tumbuh-tumbuhan mengurangi kadar karbon dioksida di atomosfer dengan melakukan fotosintesis, disebut juga sebagai asimilasi karbon, yang menggunakan energi cahaya untuk memproduksi materi organik dengan mengkombinasi karbon dioksida dengan air. Oksigen bebas

Page 17: ANALISIS PENGARUH CO

dilepaskan sebagai gas dari penguraian molekul air, sedangkan hidrogen dipisahkan menjadi proton dan elektron, dan digunakan untuk menghasilkan energi kimia via fotofosforilasi. Energi ini diperlukan untuk fiksasi karbon dioksida pada siklus Kalvin untuk membentuk gula. Gula ini kemudian digunakan untuk pertumbuhan tumbuhan melalui repirasi

Walaupun terdapat lubang angin, karbon dioksida haruslah dimasukkan ke dalam rumah kaca untuk menjaga pertumbuhan tanaman oleh karena konsentrasi karbon dioksida dapat menurun selama siang hari ke level 200 ppm. Tumbuhan memiliki potensi tumbuh 50 persen lebih cepat pada konsentrasi CO2 sebesar 1.000 ppm.[20]

Tumbuh-tumbuhan juga mengeluarkan CO2 selama pernapasan, sehingga tumbuhan yang berada pada tahap pertumbuhan sajalah yang merupakan penyerap bersih CO2. Sebagai contoh, hutan tumbuh akan menyerap berton-ton CO2 setiap tahunnya, namun hutan matang akan menghasilkan CO2 dari pernapasan dan dekomposisi sel-sel mati sebanyak yang dia gunakan untuk biosintesis tumbuhan.[21] Walaupun demikian, hutan matang jugalah penting sebagai buangan karbon, membantu menjaga keseimbangan atmosfer bumi. Selain itu, fitoplankton juga menyerap CO2 yang larut di air laut, sehingga mempromosikan penyerapan CO2 dari atmosfer.[22]

[sunting] Toksisitas

Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% (300ppm) sampai dengan 0,06% (600 ppm) bergantung pada lokasi.

Menurut Otoritas Keselamatan Maritim Australia, "Paparan berkepanjangan terhadap konsentrasi karbon dioksida yang sedang dapat menyebabkan asidosis dan efek-efek merugikan pada metabolisme kalsium fosforus yang menyebabkan peningkatan endapan kalsium pada jaringan lunak. Karbon dioksida beracun kepada jantung dan menyebabkan menurunnya gaya kontraktil. Pada konsentrasi tiga persen berdasarkan volume di udara, ia bersifat narkotik ringan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan menyebabkan penurunan daya dengar. Pada konsentrasi sekitar lima persen berdasarkan volume, ia menyebabkan stimulasi pusat pernapasan, pusing-pusing, kebingungan, dan kesulitan pernapasan yang diikuti sakit kepala dan sesak napas. Pada konsentrasi delapan persen, ia menyebabkan sakit kepala, keringatan, penglihatan buram, tremor, dan kehilangan kesadaran setelah paparan selama lima sampai sepuluh menit."[23]

Oleh karena bahaya kesehatan yang diasosiasikan dengan paparan karbon dioksida, Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Amerika Serikat menyatakan bahwa paparan rata-rata untuk orang dewasa yang sehat selama waktu kerja 8 jam sehari tidak boleh melebihi 5.000 ppm (0,5%). Batas aman maksimum untuk balita, anak-anak, orang tua, dan individu dengan masalah kesehatan kardiopulmonari (jatung dan paru-paru) secara signifikan lebih kecil. Untuk paparan dalam jangka waktu pendek (di bawah 10 menit), batasan dari Institut Nasional untuk Kesehatan dan Keamanan Kerja Amerika Serikat (NIOSH) adalah 30.000 ppm (3%). NIOSH juga menyatakan bahwa konsentrasi karbon dioksida yang melebihi 4% adalah langsung berbahaya bagi keselamatan jiwa dan kesehatan.[24]

Page 18: ANALISIS PENGARUH CO

Adaptasi terhadap peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada manusia. Inhalasi CO2 yang berkelanjutan dapat ditoleransi pada konsentrasi inspirasi tiga persen paling sedikit selama satu bulan dan empat persen konsentrasi insiparsi selama lebih dari satu minggu. Diajukan juga bahwa konsentrasi insipirasi sebesar 2,0 persen dapat digunakan untuk ruangan tertutup (seperti kapal selam) oleh karena adaptasi ini bersifat fisiologis dan reversibel. Penurunan kinerja atau pada aktivitas fisik yang normal tidak terjadi pada tingkat konsentrasi ini.[25][26]

Gambaran-gambaran ini berlaku untuk karbon dioksida murni. Dalam ruangan tertutup yang dipenuhi orang, konsentrasi karbondioksida akan mencapai tingkat yang lebih tinggi daripada konsentrasi di udara bebas. Konsentrasi yang lebih besar dari 1.000 ppm akan menyebabkan ketidaknyamanan terhadap 20% penghuni dan ketidaknyamanan ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CO2. Ketidaknyamanan ini diakibatkan oleh gas-gas yang dikeluarkan sewaktu pernapasan dan keringatan manusia, bukan oleh CO2. Pada konsentrasi 2.000 ppm, mayoritas penghuni akan merasakan ketidaknyamanan yang signifikan dan banyak yang akan mual-mual dan sakit kepala. Konsentrasi CO2 antara 300 ppm sampai dengan 2.500 ppm digunakan sebagai indikator kualitas udara dalam ruangan.

Keracunan karbon dioksida akut dikenal sebagai lembap hitam. Para penambang biasanya akan membawa sesangkar burung kenari ketika mereka sedang bekerja untuk memperingati mereka ketika kadar karbon dioksida mencapat tingkat yang berbahaya. Burung kenari akan terlebih dahulu mati sebelum kadar CO2 mencapai tingkat yang berbahaya untuk manusia. Karbon dioksida menyebabkan kematian yang luas di Danau Nyos di Kamerun pada tahun 1996.[27] Karbon dioksida yang lebih berat yang dikeluarkan mendorong oksigen keluar, menyebabkan kematian hampir 2000 orang.

[sunting] Fisiologi manusiaLihat pula: Gas darah arteri

CO2 diangkut di darah dengan tiga cara yang berbeda:

Kebanyakan (sekitar 70% – 80%) dikonversikan menjadi ion bikarbonat HCO3− oleh enzim

karbonat anhidrase di sel-sel darah merah,[28] dengan reaksi

CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3−.

5% – 10% larut di plasma [28]

5% – 10% diikat oleh hemoglobin sebagai senyawa karbamino [28]

Hemoglobin, molekul pengangkut oksigen yang utama pada sel darah merah, mengangkut baik oksigen maupun karbon dioksida. Namun CO2 yang diangkut hemoglobin tidak terikat pada tempat yang sama dengan oksigen. Ia bergabung dengan gugus terminal-N pada empat rantai globin. Namun, karena efek alosterik pada molekul hemoglobin, pengikatan CO2 mengurangi jumlah oksigen yang dapat diikat. Penurunan pengikatan karbon dioksida oleh karena peningkatan kadar oksigen dikenal sebagai efek Haldane dan penting dalam traspor karbon

Page 19: ANALISIS PENGARUH CO

dioksida dari jaringan ke paru-paru. Sebaliknya, peningkatan tekanan parsial CO2 atau penurunan pH akan menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobin, dikenal sebagai efek Bohr

Karbon dioksida adalah salah satu mediator autoregulasi setempat suplai darah. Apabila kadar karbon dioksidanya tinggi, kapiler akan mengembang untuk mengijinkan arus darah yang lebih besar ke jaringan yang dituju.

Ion bikarbonat sangatlah penting dalam meregulasi pH darah. Laju pernapasan seseorang dipengaruhi oleh kadar CO2 dalam darahnya. Pernapasan yang terlalu lambat akan menyebabkan asidosis pernapasan, sedangkan pernapasan yang terlalu cepat akan menimbulkan hiperventilasi yang bisa menyebabkan alkalosis pernapasan.

Walaupun tubuh memerlukan oksigen untuk metabolisme, kadar oksigen yang rendah tidak akan menstimulasi pernapasan. Sebaliknya pernapasan distimulasi oleh kadar karbon dioksida yang tinggi. Akibatnya, bernapas pada udara bertekanan rendah atau campuran gas tanpa oksigen (seperti nitrogen murni) dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Hal ini sangatlah berbahaya bagi pilot tempur. Ini juga adalah alasan mengapa penumpang pesawat diinstruksikan untuk memakai masker oksigen ke dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum membantu orang lain ketika tekanan kabin berkurang, jika tidak maka terjadi risiko tidak sadarkan diri.[28]

Menurut salah satu kajian dari Departemen Pertanian Amerika Serikat, pernapasan orang pada umumnya menghasilkan kira-kira 450 liter (sekitar 900 gram) karbon dioksida perhari. [29]

Page 20: ANALISIS PENGARUH CO

Fluida superkritisMinyak dapat larut dan garam akan membeku serta mengendap dalam air yang dipanaskan melebihi titik didih. metode superkritis ini berguna dalam memasak makanan, mengekstrak zat kimia, dll. (tlk)PERNAHKAH Anda membayangkan minyak larut di dalam air, garam membeku dan mengendap? Kedengarannya agak tidak masuk akal, terutama bagi mereka yang pengetahuan fisikanya terbatas. Namun, semua itu dapat terjadi bila air dalam keadaan superkritis - fase ketika air dipanaskan melebihi titik didihnya di bawah tekanan tinggi.

Dalam keadaan superkritis, beberapa fluida, seperti air atau dioksida karbon, dapat bersifat sedikit aneh. Misalnya, melarutkan zat lain yang biasanya tidak terlarutkan. Pengetahuan dan penguasaan teknologi superkritis ternyata sangat bermanfaat, terutama dalam kimia teknik. Antara lain dalam memproses makanan, mengekstrakkan zat kimia, atau meningkatkan mutu kilang.

Mengapa hal itu tiba-tiba menjadi penting, padahal keadaan superkritis telah lama dipahami para ilmuwan? Sebelum 1973, memang tidak ada yang memperhatikan fase superkritis karena tersedianya energi, terutama minyak mentah, dengan harga dasar sangat rendah. Kini pengetahuan dan teknologi superkritis dikembangkan di berbagai bidang.

Perusahaan Kerr McGee di Oklahoma, AS, menemukan ROSE (Residium Oil Supercritical Extraction) - proses mengekstrakkan minyak residu melalui fase superkritis. Dengan cara ini bisa di-up-grade bahan sisa pada dasar kilang yang tertinggal setelah terjadi fase-fase pertama penyulingan minyak. Bahan sisa tersebut mengandung asphaltenes dan lilin, yang biasanya tidak terpakai.

Di bidang pemrosesan bahan makanan, pada umumnya ditempuh prosedur ekstraksi kimia. Biasanya, ekstraksi dilakukan dengan zat pelarut organik, dalam hal ini hexane. Persenyawaan tersebut, sebetulnya, berbahaya. Karena itu, ia harus dihilangkan secara sempurna bila hasil ekstrak dan residunya akan dijadikan bahan makanan.

Hexane juga sangat reaktif, sehingga sering terjadi ledakan di pabrik yang "menggauli" bahan ini. Tetapi, hal itu bisa dielakkan dengan menggunakan karbon-dioksida (CO2) superkritis. Selain harganya rendah, zat ini tidak terbakar, dan tidak beracun. CO2 juga bersifat selektif. Ia tidak mengekstrakkan air, kebanyakan minyak, serta persenyawaan polar seperti gula atau asam amino. Ia malah dengan mudah melarutkan minyak-minyak nonpolar.

Dalam mengekstrakkan zat-zat kimia, Lembaga Sumber-Sumber Botani di California, AS, mengembangkan proses yang menggunakan CO2 superkritis untuk memungut kembali pyrethrin, sejenis insektisida yang terdapat dalam kembang chrysantemum. Menurut Marc Sims, presiden lembaga itu, hasil uji coba yang mereka lakukan tahun lalu membuktikan kelayakan ekonomis untuk menanam jenis chrysantemum tadi, dan menerapkan proses ekstraksi berdasarkan fase superkritis. Keuntungan lain, proses ini tidak memungut klorofil bersama pyrethrin yang diambil.

Page 21: ANALISIS PENGARUH CO

Klorofil harus dipisahkan karena ia akan merusakkan warna. CO2 superkritis tidak mengikutsertakan klorofil di dalamnya.

Fase superkritis juga sangat berguna dalam pemanfaatan sisa. Pada pertengahan 1970-an, Crltical Pluid System mengembangkan proses untuk menghidupkan kembali (regenerate) activated-carlon alsorents, yang digunakan untuk membersihkan air atau udara yang tercemar. Setelah itu, Critical Fluid System mengembangkan lagi metode untuk membersihkan lumpur yang digunakan pada pengeboran minyak. Perusahaan tersebut juga mengembangkan cara membersihkan dan menyingkirkan minyak dan bijih besi sisa pada pabrik baja.

Salah satu hambatan yang dirasakan hingga kini ialah, metode fluida superkritis memerlukan biaya sangat tinggi. Soalnya, metode ini selalu membutuhkan reaktor tekanan tinggi, di sampimg juga sangat banyak menggunakan pipa. Namun, tampaknya, metode superkritis akan diterapkan lebih luas dalam tahun-tahun mendatang, terutama di dunia industri.

Page 22: ANALISIS PENGARUH CO

Re: [Teknik-Kimia] (tanya) solvent for essential oil extraction

Sedikit share ttg essential oil....Ekstraksi menggunakan CO2 superkritik memang sedang marak dilakukan dalam skala penelitian akhir2 ini, khususnya utk ekstraksi minyak atsiri menggantikan pelarut2 konvensional seperti heksan, ethanol, petroleum eter, benzen, aceton, naphta, chlorinated hydrocarbon, dll. Seperti juga teknologi terbaru yg lain yg masih diteliti dalam kancah laboratorium, yatu solvent extraction accelerated by microwave energy yg mereduksi waktu distilasi uap (sistem konvensional) dari beberapa jam menjadi hanya beberapa menit. Bisa dibaca di jurnal2 seperti Journal of Essential Oil Record, Parfumer and Flavourist, dan Parfumery and Essential Oil Record. Tetapi dari pengalaman saya berkecimpung dalam produksi minyak atsiri (skala komersial), kedua teknologi itu masih sangat mahal. Bayangkan jika anda ingin membuat vessel berkapasitas besar yang mampu menahan tekanan di atas 100 bar demi membuat si CO2 itu menjadi superkritik, berapa biaya yang harus diinvestasikan. Sementara itu, penyuling2 skala kecil modal investasinya juga pas-pasan. Kalau saya pribadi, lebih baik membuat vessel + boiler + kondensor dari bahan stainless steel utk mendapatkan minyak atsiri dengan teknologi sederhana (penyulingan) tapi bisa kualitasnya baik dan yang penting menguntungkan secara ekonomi. Yang penting juga khan pengaturan kondisi operasinya yg tepat utk menghasilkan rendemen sebanyak mungkin, dengan waktu sesingkat mungkin. Utk microwave extraction, saya sudah membuat seperangkat alat mini dengan memodifikasi microwave yg dijual di pasaran dilengkapi dengan perangkat hidrodistilasi lalu diintegrasikan keduanya. Hasilnya memang seperti yg diceritakan pada artkel2 di jurnal2 tersebut.Namun kembali saya befikir utk aplikasi secara komersial, bagaimana utk membuat microwave sebesar vessel utk memproduksi essential oil serta daya listrik yg dibutuhkan. Mengingat microwave yg ada saat ini utk ukuran rumah tangga dayanya saja sudah 1000 W. Tapi, ini sebuah tantangan kok.....hehehe. Mudah2an suatu saat bisa diwujudkan. Kembali ke pemilihan solvent utk ekstraksi.Mungkin harus dipertimbangkan jenis minyak atsiri akan diekstraksi. Biasanya jika minyak tersebut berasal dari rempah2 seperti kunyit, jahe, lada, pala, bunga cengkeh, kemukus, dll maka jika diekstrak dengan pelarut yg salah maka oleresinnya akan ikut terambil juga dan bercampur dengan minyak atsirinya. Saya tidak bisa merekomendasikan jenis pelarut yg cocok supaya oleoresinnya tidak ikut terekstrak. Secara umum, pelarut seperti ethanol dan heksan sering juga digunakan utk ekstraksi minyak atsiri (yg tidak mengandung oleoresin). But be carefull, heksan sekarang sudah dilarang penggunaannya utk ekstraksi dari produk2 yg digunakan sebagai bahan konsumsi karena bersifat karsinogenik. Jadi supaya pelarut2 tersebut tertinggal seminim mungkin dalam minyak atsiri, recovery-nya harus menggunakan pemvakuman yg cukup kuat sehingga pelarut2 tersebut mudah menguap dan tertinggal hanya dalam ukuran sekian ppm saja. Tapi saya belum menerapkannya utk skala komersial. Baru coba2 skala lab. 

Page 23: ANALISIS PENGARUH CO

Pemurnian Minyak Atsiri Tingkatkan Nilai   Ekonomis Posted on October 5, 2008 by downtreeofrose

LEMBAGA Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berhasil mengembangkan pemurnian minyak atsiri hingga menjadi kristal murni.Tujuannya untuk bisa meningkatkan harga jual minyak atsiri Indonesia.

Minyak atsiri dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), esensial, atau aromatik merupakan minyak nabati yang menjadi bahan dasar kosmetik atau parfum, obatobatan, dan bahan pangan seperti mentol. Indonesia kaya akan sumber daya alam penghasil minyak atsiri, di antaranya minyak cengkih, nilam, akar wangi, kenanga, serai wangi,kayu manis,lada,jahe,kayu putih, cendana, pala, dan gaharu.

Di dalam perdagangan, sulingan minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi. Kepala Divisi Teknologi Proses dan Katalis Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Silvester Tursiloadi memaparkan, spesies tumbuhan penghasil minyak atsiri di Indonesia tercatat sebanyak 40 spesies dari 200 jenis spesies tanaman penghasil minyak atsiri di dunia.

Jumlah spesies di Indonesia diyakini merupakan jumlah tertinggi di dunia. ’’Baru sekitar 12 spesies yang tergali dan ada di pasaran dunia,” tuturnya kepada SINDO. Saat ini, Indonesia baru bisa menjual minyak atsiri dalam bentuk minyak mentah.Hal itu karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang digunakan para petani.

Biasanya, mereka mengekspor minyak atsiri mentah tersebut kepada pengusaha penampung di Singapura. Padahal, ujar Silvester,melihat potensi pasarnya di Eropa,dengan keanekaragaman bahan baku Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam bisnis minyak atsiri.

’’Selama ini, atsiri yang dihasilkan Indonesia dijual ke Singapura. Kami tidak tahu pengguna sesungguhnya atau end user-nya siapa, itulah yang ingin kami sasar.Hal itu agar petani bisa mendapatkan hasil yang lebih layak, sedangkan kita (Indonesia) sangat potensial di hulunya,”paparnya.

Pusat Penelitian Kimia LIPI pun sudah mencoba melakukan penelitian untuk memurnikan minyak atsiri yang berkualitas.Menurut Silvester, teknik pemurnian yang telah dikembangkan LIPI sejak 1997 sudah selesai tahap purifikasi hampir mencapai 100%, misalnya mengembangkan beberapa produk isolat dari minyak atsiri, seperti pemurnian minyak nilam dengan ekstraksi fluida karbondioksida (CO2) superkritis menghasilkan fraksi berat dengan yield patchoulli alcohol total mencapai 88,92%.

Selain itu, pemurnian minyak akar wangi menghasilkan total vetiverol kasar 51,82%.Pemurnian sitronelal dari minyak serai wangi sebesar 96,1% menggunakan distilasi fraksionasi. Pemurnian eugenol dari minyak cengkih sebesar 99% menggunakan distilasi fraksionasi, sedangkan pemurnian patchouli alcohol dari minyak nilam sebesar 92% menggunakan distilasi yang sama.

Page 24: ANALISIS PENGARUH CO

Bahkan, pengembangan menjadi kristal pun sudah mampu dilakukan. Untuk tahap pemurnian ini, teknik pengembangan yang dilakukan LIPI sudah hampir mencapai tahap final atau siap dikembangkan oleh sektor swasta. Namun, kini LIPI telah beralih pada pengembangan penelitian untuk turunan dari minyak atsiri.

’’Kalau biasanya yang dijual di Singapura patchouli alcohol-nya hanya sekitar 29–30%, sedangkan kita sudah mampu 80%.Memang kenyataannya, berapa pun kadar kemurniannya, Singapura akan tetap membeli dengan harga yang sama. Untuk itu, kita harus bisa menjualnya langsung ke end usernya agar mendapatkan harga yang layak,”ungkapnya.

Bahkan, saat ini pun mulai dikembangkan katalis pengolah minyak atsiri dengan teknologi nanokatalis.Kelebihannya,bentuk nano mempunyai luas permukaan yang besar dan sangat efektif karena efek dari pengolahan fisik katalis itu sangat memengaruhi reaksi kimia minyak atsiri.

’’Di sini, saya akan membuat eugenol dengan menggunakan proses katalistik. Saat ini dengan katalis aerogel diharapkan serat gel, ukuran kristalnya skala nano, dan mempunyai sifat keasaman yang tinggi melebihi asam sulfat yang murni,sampai minus 14–16 derajat. Jadi, tidak bisa terukur dengan PH meter dan dalam bentuk padat. Itu yang akan kami lakukan pada penelitian 2008,”paparnya.

Tentu pengembangan-pengembangan ini memang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama bisnis minyak atsiri. Tidak sebatas dimanfaatkan sebagai kosmetik,juga pengembangan m e n – jadi bahan dasar farmasi seperti kandungan eugenol dalam cengkih yang bermanfaat sebagai antioksidan dan antiseptik.Sementara itu kandungan serai, turunannya bisa menjadi mentol murni yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan.

’’Potensi ini bisa membuat minyak atsiri Indonesia menjadi nomor satu. minyak mentahnya pun sudah nomor satu. Harga minyak mentah nilamantara Rp900.000 per liter. Namun, kalau turun, hanya Rp100.000 bahkan Rp90.000 per liter. Sementara itu.minyak murni dalam bentuk kristal dijual per gram, pasarnya bukan Singapura, tapi ke end user. Hingga saat ini,belum ada survei serius untuk melakukan ini. Departemen Perdagangan pun masih minyak mentah yang dipasarkan,”paparnya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan 2004,minyak atsiri yang diproduksi oleh petani diekspor dengan pangsa pasar nilam 64%, kenanga 67%, akar wangi 26%, serai wangi 12%, pala 72%,cengkih 63%, jahe 0,4%, dan lada 0,9% dari ekspor dunia (Ditjenbun 2004; FAO 2004).Ekspor minyak atsiri Indonesia pada 2005 sebesar USD103.690.000, sedangkan impor minyak atsiri USD197.422.000 (International Trade Centre, 2007).

Sayangnya, harga impor minyak atsiri kebanyakan berupa turunan atau isolat dari minyak atsiri tersebut sangat tinggi dibandingkan dengan bahan dasarnya. ’’Contohnya, ester sitronelal, mentol, eugenol, vanilin, dan lainnya. Sementara itu,ekspor minyak atsiri berupa minyak atsiri mentah (crude) yang belum diproses lebih lanjut lagi sehingga menyebabkan tingginya nilai impor dibandingkan dengan ekspor,”ujarnya.

Page 25: ANALISIS PENGARUH CO

Silvester menambahkan, potensi nilam sangat besar di Aceh dan Bengkulu, cengkih di Pulau Jawa dan Sumatera,sedangkan pala di Manado.Perkembangan teknik ekstraksi minyak atsiri guna peningkatan mutu dapat dilakukan dengan penyulingan hampa udara terfraksi (vacuum fraction distillation), penyulingan ulang (redistillation) sistem kohobasi, dan flokulasi.

Sementara itu, alternatif metode pemisahan dan pemurnian minyak atsiri dapat dilakukan dengan penarikan air, penyaringan, sentrifuse, redistilasi, flokulasi, adsorpsi, kromatografi kolom, membran filtrasi, ekstraksi fluida CO2 superkritis, distilasi fraksionasi, dan distilasi molekuler. (abdul malik)

Page 26: ANALISIS PENGARUH CO

EKSTRAKSI KAKAO (KULIT DAN BIJI) DENGAN FLUIDA KARBON DIOKSIDA SUPERKRITIS

COCOA EXTRACTION (SHELL AND NIB) BY USING CARBON DIOXIDE SUPERCRITICAL FLUID

Created by Krisdiarto, Romanu ;Haidar, Ali

Subject:  Cocoa processingKakao

Keyword:  kakaofluida CO2 superkritisekstraksi superkritis

[ Description ]

Kakao adalah bahan yang banyak digunakan di industri. Komponen – komponen yang terkandung didalamnya perlu dikaji lebih dalam karena dapat memberi added value terhadap nilai jualnya. Di dalam penelitian ini akan dipelajari komposisi komponen- komponen apa sajakah yang terekstrak pada tiap kenaikan tekanan Sistem yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi dengan menggunakan fluida CO2 superkritis. Bahan yang digunakan adalah kakao (biji dan kulit) dimana telah dilakukan proses defatting pada biji kakao unfermented. Ekstraksi dilakukan pada tekanan ekstraktor 10,12,14 MPa dan suhu operasi ekstraktor 60 oC. Hasil ekstraksi menunjukkan yield yang diperoleh pada tekanan ekstraktor meningkat seiring dengan kenaikan variabel tekanan. Pada Tekanan 10 MPa yield ekstrak biji yang didapat 0,2%, pada 12 MPa yield ekstrak yang didapat 0,25%, dan pada 14 MPa yield ekstrak yang didapat adalah 0,4%. Sedangkan untuk ekstrak kulit yang dilakukan pada tekanan 14 MPa dihasilkan yield 0,2%. Hasil ekstraksi kemudian dianalisa menggunakan GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spectrofotometry), yang menunjukkan bertambahnya komposisi hasil ekstrak yang didapatkan pada tiap kenaikan tekanan.. Diharapkan penelitian ini dapat membantu memberikan added value pada komponen kakao, dan membantu penelitianpenelitian lebih lanjut yang bersifat lebih spesifik, untuk dapat melakukan proses ekstraksi yang lebih efektif setelah diketahui komponen-komponen apa saja yang terkandung pada ekstrak tiap variabel tekanan.

Alt. Description

Cocoa is a common commodity used in industry. Further research to give additional value on its component need to be done. This research study composition of extract obtained from various operation pressure. System used in this research is extraction using CO2 supercritical fluid. Material used is cocoa (shell and nib) with unfermented nib has been treated by defatting process. Operation pressure variabel in extractor column is 10, 12 and 14 MPa, and temperature operation is 60 oC. Extraction result shows yield extraction increase as operation pressure

Page 27: ANALISIS PENGARUH CO

increase. Nib that is extracted at operation pressure 10 MPa 0.2% yield obtained, at 12 MPa 0.25% yield obtained, and at 14 MPa 0.4% yield obtained. And extract shell at operation pressure 14 MPa 0.2% yield obtained. Extract then analyzed by using GC-MS (Gas Chromatography- Mass Spectrofotometry), the result shows number of component in extract increase as operation pressure increase. This study hopefully will give additional value for cocoa and support later specific study to achieve more efficient extraction based on knowing extract composition for each operational pressure

Contributor : Prof. Dr. Ir. Sugeng Winardi, M.Eng.Tantular Nurtono, ST., M.Eng.

Date Create : 06/03/2009 Type : TextFormat : pdf.Language : IndonesianIdentifier : ITS-Undergraduate-3100008032707Collection ID : 3100008032707Call Number : RSK 664.3 Kri e

Source : Undergraduate Theses,Chemical Engineering, RSK 664.3 Kri e,2008

Coverage : ITS Community Only

Rights : Copyright @2008 by ITS Library. This publication is protected by copyright and permission should be obtained from the ITS Library prior to any prohibited reproduction, storage in a retrievel system, or transmission in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording, or likewise. For information regarding permission(s), write to ITS Library