Aliran Debris

13
PENANGGULANGAN DAYA R USAK A LI RAN DEBRI S  Joko Cahyon o, e book & free down load 1-1 BAB 1 KLASIFIKASI ALIRAN DEBRIS 1.1 Fenomena Aliran Sedimen Masif Terdapat berbagai fenomena gerakan sedimen masif (volume sedimen sangat besar), baik terjadi di dasar laut maupun di muka bumi. Berbagai klasifikasi mengenai gerakan sedimen masif telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Takahashi. 2001, mengklasifikasikan gerakan sedimen masif yang terdiri dari material granular (partikel padat berukuran mulai dari bubuk sampai dengan bongkahan-bongkahan material hasil erupsi gunungapi) berdasarkan mekanisme penyebab sedimen massif tersebut bergerak, seperti Gambar-1. Gambar-1 ; Kemiripan dan perbedaan mekanisme gerakan sedimen masif Gerakan sedimen masif dapat dibagi menjadi : runtuh, meluncur dan mengalir. Pada umumnya, gerakan sedimen masif sangat berbahaya dan merusak. Dalam Gambar-1 dikemukakan delapan klasifikasi sedimen massif ditinjau dari aspek spesifiknya. Lima klasifikasi yang berada di bagian atas, menunjukan bahwa partikel sedimen massif bergerak secara tersebar dalam suatu bentuk aliran. Tiga klasifikasi berada di bagian bawah, menunjukan bahwa sedimen massif bergerak dalam bentuk aliran campuran sedimen dan air. Apabila aliran yang terbentuk tersebut bersifat kaku dan licin, akan bergerak secara meluncur di permukaan tanah. Apabila luncuran sedimen tersebut menjadi sangat bebas tanpa hambatan dan di bagian dasarnya mengalami proses pencairan (liquifaksi) pada saat meluncur, terjadi gerakan yang cepat (mobilitas tinggi), sehingga dapat disebut sebagai luncuran debris. Apabila seluruh partikelnya basah oleh air disebut sebagai aliran debris.

description

Bab 1 - Klasifikasi Aliran Debris

Transcript of Aliran Debris

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-1

    BAB 1

    KLASIFIKASI ALIRAN DEBRIS

    1.1 Fenomena Aliran Sedimen Masif

    Terdapat berbagai fenomena gerakan sedimen masif (volume sedimen sangat besar), baik

    terjadi di dasar laut maupun di muka bumi. Berbagai klasifikasi mengenai gerakan sedimen

    masif telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Takahashi. 2001, mengklasifikasikan gerakan

    sedimen masif yang terdiri dari material granular (partikel padat berukuran mulai dari bubuk

    sampai dengan bongkahan-bongkahan material hasil erupsi gunungapi) berdasarkan

    mekanisme penyebab sedimen massif tersebut bergerak, seperti Gambar-1.

    Gambar-1 ; Kemiripan dan perbedaan mekanisme gerakan sedimen masif

    Gerakan sedimen masif dapat dibagi menjadi : runtuh, meluncur dan mengalir. Pada

    umumnya, gerakan sedimen masif sangat berbahaya dan merusak. Dalam Gambar-1

    dikemukakan delapan klasifikasi sedimen massif ditinjau dari aspek spesifiknya. Lima

    klasifikasi yang berada di bagian atas, menunjukan bahwa partikel sedimen massif bergerak

    secara tersebar dalam suatu bentuk aliran. Tiga klasifikasi berada di bagian bawah,

    menunjukan bahwa sedimen massif bergerak dalam bentuk aliran campuran sedimen dan air.

    Apabila aliran yang terbentuk tersebut bersifat kaku dan licin, akan bergerak secara

    meluncur di permukaan tanah. Apabila luncuran sedimen tersebut menjadi sangat bebas tanpa

    hambatan dan di bagian dasarnya mengalami proses pencairan (liquifaksi) pada saat

    meluncur, terjadi gerakan yang cepat (mobilitas tinggi), sehingga dapat disebut sebagai

    luncuran debris. Apabila seluruh partikelnya basah oleh air disebut sebagai aliran debris.

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-2

    Dengan demikian arah garis panah dari tanah longsor ke luncuran debris menunjukan proses

    terbentuknya aliran debris. Kandungan air dalam sedimen sangat diperlukan dalam proses

    liquifaksi (pencairan). Sehingga ketika terjadinya luncuran debris skala besar sebagaimana

    bongkah-bongkah timbunan hasil erupsi gunungapi pada saat mulai meluncur harus

    mengandung cukup air, paling tidak di bagian bawah. Apabila tanah longsor volumenya

    kecil, meskipun kandungan airnya sedikit akan berubah menjadi aliran debris karena

    mungkin ada tambahan air dari luar. Empat klasifikasi mengenai aliran granular (butiran)

    kering, aliran priklastik, luncuran salju, dan aliran debris inersia sangat tumpang tindih. Pada

    umumnya, kemiripan mekanisme yang menyebabkan gerakan (ditulis dalam huruf miring) ke

    empat jenis aliran tersebut, seperti; gaya akibat adanya tumbukan elastic antar partikel-

    partikel, gaya akibat adanya olakan (turbulensi) partikel-partikel, dan gaya akibat adanya

    dorong-mendorong rangkaian partikel-partikel yang bergerak beriringan (quasi-static

    skeleton), Namum demikian gaya yang dominan yang mempengaruh setiap jenis aliran tidak

    sama. Terminologi yang ditulis dengan huruf miring di setiap klasifikasi menunjukan kondisi

    material dan media yang ada dalam setiap jenis aliran. Selain gaya-gaya tersebut, perlu

    diketahui bahwa aliran piroklastik tipe G.Merapi berasal dari luncuran bongkahan-bongkahan

    kubah lava, terjadinya lapisan fluidisasi (cairan) dalam aliran piroklastik tersebut disebabkan

    oleh keluarnya gas yang berasal dari dalam bongkahan-bongkahan kubah lava itu sendiri saat

    terjadi pemecahan akibat saling berbenturan. Dalam kasus luncuran salju, effek kohesif

    (kelekatan) partikel-partikel salju menyebabkan terbentuknya bola salju yang menggelinding

    di permukaan licin hamparan salju sangat mempengaruhi mobilitas luncuran salju tersebut

    (Takahashi and Tsujimoto 1999; Takahashi 2001). Dalam kasus, aliran debris inersia, effek

    melayang dan kemungkinan effek loncatan partikel-partikel dalam cairan interstisial

    (campuran air dan lumpur halus) dan effek tumbukan antar partikel-partikel yang sedikit

    lebih besar serta effek-efek lainnya menyebabkan percepatan aliran debris inersia. Apabila

    aliran debris mengadung lebih banyak partikel-partikel halus, seperti lempung dan lendut

    maka membentuk cairan interstial yang kental (campuran lempung, lendut dan air) dalam

    jumlah yang sangat besar. Hal ini menyebabkan sukar terjadi turbulensi dan effek tumbukan

    antar partikel-partikel sangat kecil, sehingga aliran debris mengalir secara laminar atau

    perlahan-lahan (Phillips et al. 1992). Dengan demikian, secara umum yang membedakan

    antara aliran debris kental dengan aliran debris inersia hanyalah jumlah partikel-partikel yang

    bergerak secara melayang. Aliran debris kental, pada umumnya mudah dibedakan dengan

    luncuran debris, aliran piroklastik dan luncuran salju sebagaimana ditunjukan Gambar-1.

    1.2 Definisi Aliran Debris

    Fenomena aliran debris telah dibahas sebagaimana item (1) tersebut di atas. Aliran debris

    kurang lebih adalah aliran sedimen bercampur air yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan

    akan menpunyai mobilitas besar seiring dengan membesarnya pori-pori sedimen yang

    dipenuhi oleh air (Takahashi, 2007). Kekuatan mobilitas aliran debris dapat dibuktikan

    dengan membandingkan koefisien kekasaran bebagai aliran massa sedimen lainnya seperti

    dikemukakan dalam Gambar-2.

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-3

    Gambar-2 ; Koefisien kekasaran ekuivalen aliran debris, tanah longsor/luncuran

    debris dan aliran piroklastik. Data aliran debris di Jepang (Chigira, 2001), aliran

    debris lainnya (Inverson, 1997), tanah longsor lainnya (Hsu, 1975), aliran

    piroklastik (Kaneko dan Kamata, 1992)

    Meskipun konsep koefisien kekasaran ekuivalen hanya terdiri dari sedikit parameter

    (Campbell et al. 1995, Takahashi, 2006), namun konsep ini banyak digunakan untuk

    menjelaskan mobilitas sedimen massif. Sebagaimana ditunjukan dalam Gambar-2, koefisien

    kekasaran ekuivalen didifinisikan sebagai tangent sudut kemiringan mulai dari elevasi

    deposisi sedimen sampai dengan posisi bongkah tanah yang longsor. Dalam keseluruhan

    proses mulai dari saat bongkah tanah longsor sampai terdeposisi, tenaga potensial bongkah

    tanah yang longsor berubah menjadi tenaga kinetic dan dipakai sebagai tenaga untuk

    melawan pergeseran antara bongkah tanah longsor dengan permukaan tanah dengan

    melakukan penghancuran (deformasi) secara internal. Dengan demikian, sudut elevasi

    lintasan harus diukur dari pusat deposisi sedimen sampai ke pusat bongkah tanah sebelum

    longsor. Oleh karena hal ini sulit dilakukan, maka dipakai jarak antara lokasi tanah longsor ke

    lokasi pengendapan (deposisi) tanah longsor tersebut.

    Beberapa hasil plot data tanah longsor/luncuran debris skala besar menunjuka koefisien

    kekasaran ekuivalen berkurang seiring dengan bertambahnya volume material. Untuk volume

    sedimen kurang dari satu juta meter kubik, koefisien kekasaran ekuivalennya sebesar 0,6,

    seperti halnya benda yang keras meluncur di lantai yang keras. Apabila volumenya membesar

    sampai dengan seratus juta meter kubik atau lebih, pergerakannya menjadi sangat pendek

    dan lambat, terutama di permukaan yang datar. Plot data yang sangat tersebar disebabkan

    terutama oleh perbedaan mobilitas yang tergantung oleh banyak sedikitnya kandungan air

    dalam material. Plot data aliran piroklastik dalam Gambar-2 diperoleh dari penelitian ketika

    terjadi keruntuhan kubah lava G. Unzen (Jepang), data lainnya diperoleh dari runtuhnya

    timbunan material hasil letusan didaerah puncak gunung akibat hempasan lateral ketika

    gunungapi tersebut erupsi. Dalam kasus kubah lava runtuh, maka garis sudut kemiringan

    diukur dari puncak kubah lava sebelum runtuh, Sedang dalam kasus endapan hasil erupsi

    yang runtuh, maka garis sudut kemiringan diukur dari elevasi tertinggi dari endapan material

    hasil letusan tersebut. Setiap terjadi aliran piroklastik, aliran ini mempunyai mobilitas yang

    besar mekipun volume materialnya sedikit. Sebagaimana dikemukakan dalam Gambar-2,

    aliran debris mempunyai mobilitas yang jauh lebih besar dari aliran piroklastik maupun tanah

    longsor. Hal ini menunjukan, bahwa kandungan air dalam material menyebakan mobilitas

    yang sangat besar untuk semua jenis aliran massa sedimen.

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-4

    1.3 Klasifikasi Berdasarkan Fenomena Aliran Debris

    1.3.1 Aliran debris batu

    Berdasarkan fenomena kejadian aliran debris, Takahashi, 2007 mengklasifikasika menjadi

    aliran debris batu, aliran debris lumpur dan aliran debris kental. Meskipun proses terjadinya

    aliran debris batu skala besar belum pernah diamati, namum aliran debris batu skala kecil

    telah dapat diamati secara teliti di daerah aliran sungai Kamikamihorizawa (Okuda et al.

    1978). Foto yang menggambarkan karakteristik aliran debris batu yang terjadi di daerah

    aliran sungai tersebut di atas dikemukakan dalam Foto-1.

    Foto-1 ; Aliran debris batu yang terjadi di sungai

    Kamikamihorizawa 3 Agustus 1976, Okuda et al. 1977

    (Takahashi, 2007)

    Beberapa saat setelah terjadi hujan sangat lebat, terjadi aliran sungai berwarna keruh dan

    dipenuhi sedimen dengan partikel-partikel mulai dari kurang dari sepuluh centimeter sampai

    dengan 1 meter. Aliran ini merupakan aliran kuasi-tetap tampa gelombang dan ternasuk

    dalam kategori aliran debris. Aliran mulai terbentuk di pertemuan sungai dan mengalir

    dengan kecepatan kurang-lebih 5 m/dt dalam waktu 5-10 detik.

    Dari laporan tersebut diperoleh informasi bahwa aliran debris terjadi karena aliran permukaan

    akibat turunnya hujan deras, bukan disebabkan oleh tanah longsor yang berubah menjadi

    aliran sedimen.

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-5

    Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh informasi mengenai karakteristik aliran debris batu

    sebagai berikut;

    1) Bagian depan aliran debris terdiri dari batu-batu berukuran besar dengan kandungan sedikit air, mengalir menyerupai mesin pengebor serta ketebalan alirannya meningkat

    sangat cepat.

    2) Bagian depan aliran debris tersebut hanya berlangsung beberapa detik, kemudian diikuti aliran lumpur yang lama kelamaan mengecil seiring dengan turunnya debit aliran.

    3) Kecepatan terbesar terjadi di bagian tengah aliran.

    Beberapa kawat sensor aliran debris yang dipasang di sepanjang sungai Kamikamihorizawa

    dan waktu saat bagian depan aliran debris memutuskan kawat sensor tersebut direkam, agar

    kecepatan dan waktu perjalanan aliran debris dapat diketahui. Data hasil pengamatan 14

    aliran debris dikemukakan dalam Gambar-3 ; (A) data mengenai perubahan kecepatan

    lintasan (translasi) aliran debris sepanjang sungai, (B) perubahan elevasi dasar sungai selama

    15 tahun (Oktober 1962 Oktober 1977), dimana positif berarti terjadi agradasi dan negatif berarti terjadi degradasi, (C) slope memanjang sungai Oktober 1977. Titik 0 berada disekitar

    ujung hilir daerah pengendapan (deposisi) aliran debris.

    Gambar-3 ; Perubahan kecepatan lintasan aliran debris sepanjang sungai

    Pengalaman yang penulis peroleh pada saat terjadi aliran lahar (anggap aliran ini dapat

    dikategorikan sebagai aliran debris batu) setelah terjadi erupsi G. Merapi bulan Oktober

    2010, sebagai berikut; Setelah aliran debris lumpur terjadi aliran debris batu. Aliran debris

    yang mengalir di K. Putih di lereng G. Merapi selama bulan Januari s/d Februari 2011

    (kurang lebih tiga bulan setelah erupsi di bulan Oktober 2010 tersebut di atas) sebagian besar

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-6

    materialnya berupa batu-batu berdiameter mulai dari ukuran kecil sampai dengan lebih dari 4

    m. Aliran debris semacam menyerupai aliran batu-batu dan sangat merusak. Aliran debris

    tersebut, melimpas dan menimbun jembatan jalan nasional route Magelang-Yogyakarta di

    Desa Jumoyo dan sekitarnya serta menimbulkan kerusakan yang hebat, sebagaimana

    ditunjukan Foto-2. Pada saat mengalir, batu-batu besar terkumpul di bagian depan. Batu-batu

    besar bergerak menggelinding di permukaan aliran lahar. Apabila permukaan tanah menjadi

    data atau kemiringannya kecil, satu per satu batu-batu besar berhenti menggelinding dan

    segera tertimbun sementara oleh material yang lebih kecil. Semakin kecil ukuran material

    semakin jauh mengalir, sehingga batu-batu besar tersebut muncul kembali, namun sudah

    tidak bergerak lagi. Di daerah pengendapan aliran lahar, semakin ke hulu ukuran batu yang

    berhenti semamkin besar. G. Yakedake erupsi Juni 1972, sesaat setelah erupsi sering terjadi

    aliran debris, tetapi frekuensi semakin lama semakin jarang terjadi, Di wilayah G. Merapi,

    dua bulan setelah G. Merapi erupsi bulan Oktober 2010, terjadi 20 kali banjir lahar di K.

    Putih. Aliran lahar ini melewati dan menimbun jalan raya nasional route Magelang-

    Yogyakarta di Desa Jumoyo dengan ketinggian lebih dari 3 m, sehingga sangat merugikan

    kelancaran transportasi. Suasana banjir lahar di jalan tersebut dikemukakan dalam Foto-2.

    Foto-2 ; Endapan aliran debris batu di sekitar jembatan jalan raya

    Magelang-Yogyakarta di Desa Jumoyo (Foto dari Kantor PPK

    Penanggulangan Banjir Lahar G. Merapi)

    1.3.2 Aliran debris lumpur turbulen

    Timbunan abu volkanik disebabkan oleh erupsi gunungapi. Timbunan ini sangat mudah

    tererosi oleh aliran permukaan akibat curah hujan, meskipun curah hujannya kecil. Hasil erosi

    abu volkanik oleh aliran permukaan menyebabkan terjadinya aliran debris lumpur. Meskipun

    aliran debris lumpur mengandung partikel-parrtikel yang lebih besar seperti pasir, kerikil dan

    batu berbagai ukuran, namum partikel yang dominan adalah material abu volkanik dan

    karakternya berbeda dengan aliran debris batu. Aliran debris lumpur yang terjadi kurang

    lebih tiga bulan setelah erupsi G. Merapi dikemukakan dalam Foto-3. Menurut Takahashi,

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-7

    2007, aliran semacam ini sangat turbulen (berolak) mulai dari bagian depan sampai di ujung

    hilir aliran, sehingga diklasifikasikan sebagai aliran debris lumpur turbulen.

    Foto-3 ; Aliran debris lumpur yang terjadi dua bulan setelah erupsi G.

    Merapi October 2010 di K. Boyong dan K. Pabelan. Mengacu ke pendapat

    Takahashi, 2007, aliran semacam ini diklasifikasikan sebaai aliran debit

    lumpur turbulen (Foto dari Kantor PPK Penanggulangan Banjir Lahar G.

    Merapi, Kementerian PU.)

    Berdasarkan penelitian di Jepang, contoh sedimen lumpur yang diambil di sungai Nojiri

    bagian hilir diperoleh informasi; konsentrasi partikel padat berkisar antara 35-72% dan

    diameter butiran berkisar antara 0,3-1,0 mm, dimana 10-30% berdiameter kurang dari 0,1

    mm. Oleh karena aliran berlangsung sangat berolak (turbulen), maka rumus Manning dapat

    diterapkan untuk menentukan koefisien kekasar alirannya, U = (1/nm)Ha2/3

    I1/2

    dimana U

    adalah kecepatan rata-rata aliran (m/dt), Ha adalah kedalaman aliran (m) dan I adalah

    kemiringan dasar sungai. Di sungai Nojiri, I = 1/18 dan diperoleh koefisien kekasaran aliran,

    nm pada saat sebelum debit puncak, debit puncak, setelah debit puncak dan saat aliran terkecil

    sama dengan 0,030; 0,022; 0,027 dan 0.020. Hal ini hampir sama dengan koefisien kekasaran

    aliran air (Ohsumi Work Office 1988). Sebagaimana diketahui, koefisien kecepatan aliran, = U/u* dimana u* = (gHaI )

    1/2 adalah kecepatan geser dan g adalah percepatan akibat gaya

    gravitasi, di sungai Nojiri, = 10-20.

    1.3.3 Aliran debris Kental

    Team Takahashi bekerjasama dengan Institut Lingkungan Hidup dan Penanggulan Bencana

    Daerah Pengununan, Akademi Ilmu Pengetahuan Cina dan Kementerian Konservasi Cina

    selama 8 tahun sejak 1991 untuk meneliti mekanisme aliran debris kental. Penelitian

    dilakukan di Stasiun Penelitian dan Pengamatan Aliran Debris Dongchuan yang merupakan

    salah satu pusat penelitian milik institute tersebut di atas. Daerah aliran sungai yang menjadi

    pusat penelitan dan pengamatan aliran debris adalah salah satu anak sungai Xiaojiang (salah

    satu dari klas satu anak sungai Jinsha) yaitu sungai Jiangjia. Daerah aliran sungai Jiangjia

    mempunyai luas 46,8 km2 dengan panjang sungai utama 13,9 km terbagi menjadi 3.269 m

    yang merupakan daerah hulu dengan elevasi yang tinggi, 1.024 m merupakan daerah hilir

    dengan elevasi rendah dan bermuara di sungai Xiaojiang. Topografi daerah aliran sungai

    Jiangjia mempunyai kemiringan yang tinggi. Hampir 60% daerah aliran sungai tersebut

    merupakan daerah tanah longsor dan terdapat lebih dari satu milyar meter kubik endapan

    debris yang siap mengalir apabila turun curah hujan (Wu et al. 1990). Aliran debris skala

    sangat besar terjadi lebih dari 10 kali dalam setahun. Pengamatan dan pengambilan contoh

    sedimen aliran debris dilakukan di ruas sungai yang lurus sepanjang 200 m, lebar 20 m s/d 40

    m, kedalaman 5-6 m dan kemiringan dasar sungai 6%.

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-8

    Aliran debris di sungai Jiangjia sangat terkenal karena mempunyai tipe aliran debris sangat

    kental dan berlangsung berulang dalam satu kejadian, seperti dikemukakan dalam Foto-4.

    Aliran debris sangat kental hanya ada di sungai tersebut. Dalam satu peristiwa, terjadi aliran

    debris berulang-ulang sebanyak sepuluh sampai 100 kali dengan interval kurang dari 10 detik

    sampai dengan kurang dari satu menit seperti gelombang air laut di pantai. Secara garis besar,

    proses aliran debris kental diawali dengan turunya hujan lebat, sesaat kemudian terjadi aliran

    debris turbulen yang mengandung sedimen dengan kerapatan 1,0-1,5 t/m3, selanjutnya terjadi

    lagi aliran debris dengan kerapatan sedimen 1,8 t/m3. Aliran debris yang pertama mengalir

    sepanjang puluhan meter sampai dengan dua ratusan meter, kemudian berhenti dan

    mengendap. Sebelum terjadi aliran debris, permukaan palung sungai sangat kasar dan tidak

    beraturan. Setelah aliran debris pertama mengendap, permukaan palung sungai menjadi halus

    dan teratur. Aliran debris berikutnya mengalir lebih jauh dari aliran debris yang pertama,

    karena tertolong oleh pernukaan palung sungai yang telah halus, seperti mengalir tampa

    hambata, Aliran ini kemudian mengendap di hilir endapan aliran pertama. Kejadian ini

    berlangsung berulang ulang, sehingga permukaan palung sungai semakin naik dan semakin

    halus. Ketebalan endapan mencapai 1m, tergantung pada kerapatan sedimennya. Kerapatan

    sedimen sampai pada tahap ini berkisar antara 1,8-2,3 t/m3. Kemungkinan hal ini terjadi

    karena suplai sedimen dari daerah hulu sangat banyak. Apabila terjadi hujan lagi, maka

    terjadi aliran banjir dengan kosentrasi sedimen yang luar biasa besar (hiper konsentrasi),

    karena banjir yang terjadi mengerosi endapan debris sebelumnya sampai dasar palung sungai

    kembali kasar dan tidak beraturan seperti semula. Tetapi elevasi dan profil memanjang dasar

    palung serta lebar palung berubah tidak seperti semula.

    Statistik data menunjukan bahwa sekali peristiwa aliran debris berlinsung berlangsung selama

    puluhan menit sampai puluhan jam, namun yang paling sering terjadi berlansung selama dua

    jam. Selain itu, semakin tinggi kedalaman aliran debris, semakin cepat bagian depan aliran

    debris mengalir, dan gelombang aliran yang besar cenderung memakan aliran gelombang

    yang kecil. Disamping itu pula, semakin tinggi kerapatan sedimen (semakin kental), semaikin

    panjang lintasan aliran debris semakin pendek. Panjang lintasan aliran-aliran debris kecil

    berkisar antara 30-100 m dan lintasan yang terpanjang berkisar antara 200-500 m.

    1.4 Klasifikasi Berdasarkan Mekanika Aliran Debris

    Analisa mekanika aliran debris memerlukan perhitungan gaya-gaya yang bekerja dalam

    aliran debris. Oleh karena aliran debris terdiri dari partikel kasar dengan konsentrasi yang

    tinggi bercampur air atau lumpur halus, maka gaya-gaya yang bekerja dalam aliran

    disebabkan oleh, antara lain;

    1) tumbukan antar partikel-partikel kasar; 2) olakan partikel kasarl bercampur lumpur halus; 3) kelekatan antar partikel-partikel karena konsentrasi partikel-partikel kasar lebih tinggi

    dibandingkan partikel-partikel yang lebih disekitarnya;

    4) perubahan cairan interstisial (air campur lumpur halus yang sangat kental) menjadi partikel-partikel padat dan air;

    5) gerakan partikel-partikel padat dalam cairan.

    Sudah dipostulasikan bahwa karakteristik aliran tergantung laju geser du/dz, diameter partikel

    yang mewakili dp, kedalaman aliran h, kerapatan partikel , kerapatan aliran interstisial (air campur lumpur halus) , percepatan akibat gaya gravitasi g, kekentalan cairan interstisial , konsentrasi volume partikel kasar dalam aliran C, koefisien pemisahan partikel e, dan

    koefisien kekasaran antar partikel-partikel tan . Dalam hal ini u adalah kecepatan aliran pada ketinggian z diukur tegak lurus dari dasar sungai. Gaya-gaya dalam aliran debris adalah gaya

    geser dan tekanan, dan gaya-gaya mempunyai demensi ML-1

    T-2

    yang mana L adalah panjang,

    T adalah waktu, dan M dimensi massa.

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-9

    Pertukaran momentum dalam peristiwa tumbukan antar partikel menyebabkan gaya

    tumbukan semakin besar. Sehingga besarnya gaya-gaya tersebut sangat tergantung banyak

    sedikitnya (frekuensi) tumbukan yang terjadi antara dua lapisan aliran partikel yang berbeda.

    Hal ini sudah dipostulasikan bahwa gaya-gaya tersebut merupakan fungsi dari laju pergeseran

    dan konsentrasi partikel dalam aliran debris. Berdasarkan pertimbangan kondisi tersebut dan

    analisa demensi, maka gaya geser yang disebabkan oleh tumbukan antar partikel-partikel Tc

    dirumuskan sebagai berikut;

    (1)

    dalam hal ini, (C,e) adalah fungsi dari C dan e. Fungsi ini semakin besar seiring membesarnya nilai C dan e.

    Gaya yang disebabkan oleh turbulensi Tt sesuai dengan mekanika fluida dirumuskan sebagai

    berikut;

    (1.2)

    dalam hal ini, m adalah kerapatan cairan interstisial, l adalah panjang campuran. Jika kandungan partikelnya besar dan konsentrasinya juga besar, maka jarak antar dua partikel

    sebagaimana dipostulasikan oleh Inverson (1997) sebesar l ~ dp dan m sama dengan kerapatan cairan interstisial . Tetapi dalam kasus aliran debris lumpur tubulen, jika seluruh alirannya turbulen, maka jarak antar dua partikel sama dengan l ~ h dan m adalah kerapatan campuran di seluruh bagian aliran.

    Statis-kuasi kekasaran Coulomb di ketinggian z disebabkan oleh kontak terus-menerus antar

    partikel-partikel Tsq disebabkan oleh berat total partikel yang tenggelam di atas ketinggian z

    dirumuskan sebagai berikut;

    (1.3)

    Gaya geser yang disebabkan oleh perubahan aliran untuk cairan menurut Newton;

    (1.4)

    Iverson (1997) mencatat bahwa gaya interaksi antara partikel padat dan air dipengaruhi oleh

    permiabilitas ruang pori antar partikel. Gaya ini terjadi karena efek ikatan antar partikel-

    partikel. Gaya efek ikatan ini tidak diperhitungkan (diabaikan), karena pemisahan partikel-

    partikel dalam cairan yang kental dapat dilakukan, sebagaimana rumus (1.4).

    Rasio antara gaya inersia butiran Tc dan gaya geser kekentalan Tfq yang dirumuskan sebagai

    berikut;

    (1.5)

    Rasio tersebut di atas dikenal sebagai bilangan Bagnold. Dalam aliran debris inersia bilangan

    Bagnold sangat besar.

    Rasio antara gaya turbulen campuran Tt dan gaya inersia butiran Tc tidak mempengaruhi

    aliran debris , jika l ~ dp, tetapi jika l sama dengan h (dalam kasus campuran skala besar),

    rasion tersebut menjadi ;

    (1.6)

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-10

    dalam hal ini, kedalaman relative h/dp merupakan index yang menentukan apakah suatu

    aliran debris merupakan aliran debris batu atau aliran debisr lumpur.

    Jika l sama dengan h, rasion antara Tt dan Tfg dirumuskan sebagai berikut;

    (1.7)

    Dimana U adalah kecepatan rata-rata di suatu penampang melintang aliran yang tidak lain

    merupakan bilangan Renold. Bilangan Renold merupakan indek untuk mengklasifikasikan

    apakah suatu aliran bersifat turbulen atau laminar.

    Rasio antara Tc dan Tsq mengindikasikan hubungan antara gaya inersia tumbukan butiran dan

    gaya geser statis kuasi Coulomb. Agar gaya geser statis kuasi Coulomb tetap berlangsung,

    maka partikel harus selalu menempel (kontak), meskipun posisinya terus berubah-ubah.

    Kondisi seperti ini memerlukan persyaratan konsentrasi partikel padat harus lebih besar dari

    suatu batas konsentrasi C3. Menurut Bagnold (1966), hal ini akan terjadi jika C lebih besar

    dari 0,51 untuk pasir pantai, tetapi sebenarnya hal ini tergantung komposisi ukuran partikel.

    Untuk partikel yang tersebar merata, batas konsentrasi menjadi lebih besar, karena partikel

    kecil akan menduduki ruang pori antar partikel yang lebih besar. Dalam kondisi konsentrasi

    partikel yang rapat, gaya-gaya lainnya menjadi kecil, kecuali Tsq dan aliran bersifat statis

    kuasi. Menurut Iverson (1997) rasio antara Tc dan Tsq dirumuskan sebagai berukut;

    (1.8)

    dimana N adalah jumlah partikel diatas ketinggian z. Gaya tumbukan butiran jauh lebih kecil

    dari gaya geser Coulomb, jka NSav (bilangan Savage) lebih kecil 0,1. Hal ini karena banyak

    aliran debris mempunyai NSav lebih kecil dari 0,1.

    Pembahasan tersebut di atas menjelaskan adanya dua jenis aliran debris, yaitu; aliran debris

    statis-kuasi (butiran menempel terus menerus meskipun posisinya berubah-ubah) dimana

    gaya geser Coulomb dominan dan aliran debris dinamis. Aliran debris flow dinamis

    dibedakan menjadi tiga jenis. Jika gaya tumbukan antar partikel dominan, maka aliran debris

    merupakan aliran batu-batu. Jika gaya turbulen campuran dominan, maka aliran denbrisnya

    merupakan aliran lumpur. Jika gaya kekentalan dominan, maka aliran debrisnya merpakan

    aliran debris kental. Jika konsentrasi patikel melebihi batas konsentrasi C2, maka

    kemungkinan aliran debrisnya merupakan aliran debris dinamis mupun aliran debris statis

    kuasi dan tidak terjadi perubahan posisi partikel, sehingga material menjadi kaku (rigid).

    Sebagaimana dikemukakan oleh Bagnold (1966); batas konsentrasi untuk pasir pantai sama

    dengan 0,56.

    Jika aliran debris terbentuk secara penuh, partikel-partikel akan tersebar merata di seluruh

    kedalaman aliran, maka konsentrasi partikel akan melebihi batas. Nilai batas ini tiadak dapat

    ditemtukan secara statis geometri alami, sebagaimana halnya dengan seperti C2 dan C3, tetapi

    dapat ditentukan secara dnamis. Apabila konsentrasi pertikel lebih kecil dari nilai batas

    tersebut, partikel tidak tersebar merata di seluruh penampang sungai, tetapi terkumpul di

    lapisan bawah dari aliran debris flow. Aliran debris semacam ini disebut sebagai aliran debris

    belum matang menurut Takahashi (1982). Klasifikasi aliran debris berdasarkan mekanika

    aliran sebagaimana permbahasan tersebut di atas dikemukakan dalam Gambar-4.

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-11

    Gambar-4 ; Kriteria berbagai aliran zat padat campur air

    Sumbu tegak adalah skala rata-rata konsentrasi partikel kasar dalam aliran. Skala terbawah

    ditempati aliran yang tidak mengandung partikel, maka aliran berupa air saja atau lumpur

    halus. Dalam suatu aliran, gaya geser berasal dari gaya tubule Renold dan gaya kekentalan

    cairan, diman semakin besar derajat kekentalan, semakin besar peranan gaya kekentalannya.

    Sehingga, aliran berubah dari laminar (perlahan-lahan) menjadi turbulen (berolak) atau

    sebaliknya sepanjang sumbu mendatar. Skala rasio terakhir dari sumbu horizontal adalah

    Tfq/Tt yang merupakan bilangan Reynold. Sehingga bilangan Reynold berubah sepanjang

    sumbu horizontal. Notasi T adalah total gaya-gaya yang berada di dalam aliran. Jika

    konsentrasi partikel padat semakin besar, tetapi masih lebih kecil dari 0,02 (Takahashi ,

    1991) aliran mengandung angkutan material dasar sungai atau material suspensi tergantung

    pada turbulensi atau kekentalan cairannya, meskipun terdapat juga partikel partikel yang bertumbukan, tapi jumlahnya sangat kecil. Jika konsentrasi partikel semakin besar, tetapi

    lebih kecil dari 0.02, aliran menjadi aliran debris belum matang, tumbukan antar partikel

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-12

    lebih dominan tapi hanya berada di lapisan bagian bawah (dekat dengan dasar sungai), Jika

    konsentrasi partikel kasar semakin besar, tetapi lebih kecil C3, aliran menjadi aliran debris

    dinamis. Dalam keadaan seperti ini, gaya-gaya yang dominan mungkin gaya tumbukan antar

    partikel kasar, gaya tubulensi campuran atau gaya kekentalan. Dalam kondisi yang

    sedemikian ini, gaya statis-kuasi yaitu gaya yang timbul akibat geseran partikel-partikel yang

    menempel terus-menerus meskipun posisinya berubah-ubah tidak mungkin dominan. Dengan

    demikian, sub klasifikasi aliran debris dapat dilakukan berdasarkan diagram seperti Gambar-

    3. Garis yang membentuk bidang segitiga, masing masing adalah Tc , Tt dan Tfq menempati

    seratus persen total gaya-gaya yang ada dalam aliran debris, T. Salah satu garis segitiga

    tersebut merupakan bilangan Reynold seperti tersebut di atas. Untuk rasio Tt/T dan Tc /T,

    maka Tt / Tc sama dengan f (C,e)(h/dp)2, sedang untuk rasio Tc /T and Tfq /T maka Tc /Tfq sama

    dengan bilangan Reynold. Sehingga, ketiga garis segitiga tersebut masing-masing mewakili

    kedalaman relatif h/dp , bilangan Bagnold dan bilangan Reynold. Jika bilangan Bagnold

    besar, maka kedalaman relatif kecil, maka terjadi aliran debris batu. Jika bilangan Bagnold

    dan bilangan Reynold kecil, maka terjadi aliran debris kental. Jika kedalaman relatif dan

    bilangan Reynold besar, maka terjadi aliran lumpur turbulen. Dengan demikian, area dekat

    dengan ke tiga rasio tersebut diatas, masing-masing merupakan area aliran debris batu, aliran

    debris kental dan aliran debris lumpur dan sisa area yang berada di tengah-tengah segitiga

    merupakan area aliran debris hybrid dari ke tiga aliran debris tersebut. Perubahan area dari

    setiap jenis aliran tersebut tergantung konsentrasi partikel C. Jika konsentrasi semakin besar

    dan melampaui C3, maka gaya-gaya tumbukan, turbulen dan keketalan menjadi kecil,

    sehingga gaya statis kuasi Coulomb mendominasi aliran, maka terjadi aliran statis kuasi. Jika

    konsentrasi menjadi lebih besar dari C2, material menjadi rigid. Oleh karena gaya tumbukan

    partikel dan gaya turbulen campuran disebabkan oleh gerakan inersia, maka aliran-aliran

    debris yang dekat dengan garis kedalanan relatif, yaitu; aliran debris batu, aliran debris

    hybrid dan aliran debris lumpur turbulen dapat disebut sebagai aliran debris inersia. Aliran

    debris inersia mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan aliran debris kental. Aliran-aliran

    yang dekat dengan garis bilangan Reynold mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan

    aliran debris batu, karena alirannya didominasi partikel halus, aliran semacan ini sering

    disebut sebagai aliran dengan konsentrasi partikel yang sangat tinggi atau aliran hiper

    konsentrasi. Salah satu aliran lumpur yang mempunyai bilangan Reynold kecil adalah aliran

    debris yang terjadi di dataran tinggi Ocher (China) dan aliran debris lumpur yang mempunyai

    bilangan Reynold besar adalah aliran banjir sungai Yellow (Cina) yang mengangkut banyak

    sekali sedimen. Sebagai contoh, kerapatan partikel aliran debris batu di sungai

    Kamikamihorizawa (Jepang) sebesar 1,5-1,85 t/m3, setara dengan konsentrasi 35-62 %.

    Aliran debris kental di sungai Jiangjia (Cina) mempunyai kerapatan partikel sebesar 1,7-2,3

    t/m3, setara dengan konsentrasi 45-75 %. Aliran debris lumpur turbulen di sungai Nojiri

    (Jepang) mempunyai konsentrasi 61 %, setara dengan kerapatan partikel sebesar 1,98 t/m3

    (Takahashi, 2007).

    1.5 Klasifikasi berdasarkan sudut pandang lainnya

    Klasifikasi aliran debris berdasarkan sudut pandang lainnya sudah barang tentu

    dimungkinkan. Di Cina, aliran debris diklasifikasika menjadi aliran lumpur berbatu dan aliran

    air berbatu, hal ini tergantung cairan instisialnya, apakah dominan air atau dominan lumpur

    halus. Aliran lumpur berbatu dibedakan lagi berdasarkan kerapatan material; aliran debris

    cair (1,3-1,8 t/m3), aliran debris kuasi kental (2,0-2,3t/m

    3), aliran debris kental ( > 2,3t/m

    3).

    Kerapatan material merupakan hal yang penting dalam mengklasifikasikan alira debris, tapi

    tidak boleh hanya didasarkan kepada kerapatannya saja. Klasifikasi berdasarkan penyebab

    dan proses terjadinya sering digunakan. Faktor-faktor penyebab aliran debris; (1) curah hujan

    lebat, (2) es atau salju yang mencair (3) gempabumi (4) erupsi gunungapi, (5) dinding danau

    yang runtuh.

  • PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

    1-13

    Aliran debris yang terjadi di lereng gunungapi disebabkan tidak hanya oleh aliran permukaan

    akibat turunya hujan lebat, tetapi juga karena meluapnya air danau kawah, seperti yang

    terjadi di G. Galunggung, Tasikmalaya (Mugiono, 1980). Aliran debris yang terjadi di daerah

    gunungapi sering disebut sebagai lahar (istilah asli Indonesia). Apabila termperatur material masih panas disebut lahar panas. Material lahar berasal dari endapan piroklastik dan

    abu volkanik; Lahar panas yang terjadi di kali Gendol pada desember 2007, materialnya

    berasal dari piroklastik erupsi G, Merapi bulan Mei 2006. Meskipun sudah hampir dua tahun,

    materialnya masih panas, seperti yang dikemukakan dalam Foto-4.

    Foto-4 ; Lahar panas K. Gendol,, 20 Desember 2006 (atas) dan Februari 2011 (bawah)

    (Foto dari Kantor PPK Penanggulangan Banjir Lahar G. Merapi, Kementerian PU.)

    Apabila temperatur material sudah dingin disebut sebagai lahar dingin. Aliran debris yang

    sering terjadi di Sumatera Barat disebut galodo dan materialnya berasal dari bahan rombakan patahan besar Bukit Barisan.