57Koreki KEmukus _MOT_ 07
Transcript of 57Koreki KEmukus _MOT_ 07
5/14/2018 57Koreki KEmukus _MOT_ 07 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/57koreki-kemukus-mot-07 1/8
UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOLIK TERSTANDARD BUAH
KEMUKUS ( Piper cubeba Lf)
THE ACUTE TOXICITY TEST OF STANDARDIZED ETHANOLIC EXTRACT
FROM KEMUKUS ( Piper cubeba L.f) FRUITS
Wahyono 1), Subagus Wahyuono 1), Lukman Hakim 2), Nurlaila 2), Dhoni Abdulah 1)
1) Bagian Biologi Farmasi ,Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada2) Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik , Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
ABSTRAK
Tanaman Piper cubeba L.f. dikenal di Jawa sebagai tanaman kemukus dan banyak digunakan
masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengatasi sesak nafas, penghangat badan dan penghilang bau
mulut, tetapi belum ada kajian ilmiah mengenai toksisitas tanaman tersebut. Untuk dapat memenuhi
persyaratan dalam sistem pelayanan kesehatan formal maka obat tradisional harus memenuhi persyaratan
kualitas, aman, dan berkhasiat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji toksisitas akut ekstrak etanolik
terstandard buah kemukus.
Rancangan penelitian ini mengikuti rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian dilakukan
menggunakan mencit jantan galur Balb/c berjumlah 25 ekor, yang dibagi dalam 5 kelompok dosis. Dosis
yang digunakan pada uji toksisitas akut ekstrak etanol buah kemukus ini adalah 1,2558; 2,4582; 4,8117;
9,4185 g/kg BB dan satu kelompok kontrol negatif (CMC-Na 0,5%), dan diberikan peroral. Masa
pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan frekuensi pengamatan intensif pada 3 jam pertama.
Pengamatan yang dilakukan berupa gejala-gejala toksik yang terjadi, jumlah mencit yang mati, dan
ditambah pengamatan histopatologi pada organ-organ vital yaitu lambung, usus, paru, jantung, hati dan
ginjal. Perhitungan LD50 dilakukan dengan menggunakan metode Thompson-Weil.
Hasil penelitian didapatkan LD50 ekstrak etanolik terstandard buah kemukus peroral pada mencit
sebesar 3,9338 g/kg BB, termasuk kategori sedikit toksik. Gejala toksik yang teramati pada mencit selama
uji toksisitas akut antara lain jalan tak terkontrol, loncat tinggi, gelisah, kepasifan gerak, tidak ada
kereaktifan terhadap rangsang, ataksia, dan mati. Senyawa uji ternyata menimbulkan efek toksik pada
organ ginjal yang berupa kongesti, pada organ usus yang berupa radang, dan organ hati yang berupa
nekrosis, kongesti dan radang.
Kata kunci : toksisitas akut, Piper cubeba L.f., ekstrak etanolik terstandard
ABSTRACT
Piper cubeba L.f., known as kemukus in Java, was used traditionally to cure respiratory disorders,
warm the body and refresh the breath; but there was no scientific evidence on the toxicity. Therefore, to
fulfill the requirements in formal health service system, traditional medicine should be safe and effective.
The goal of the research is to assess the acute toxicity of standardized ethanolic extract from kemukus
fruits.
The research used completely randomized design using Balb/c male mice as the animal test.
Twenty-five mice were divided into 5 groups. One group was given 0,5% CMC-Na as negative control
group and four groups were given the ethanolic extract 1,2558, 2,4582, 4,8117 and 9,4185 g/kg orally.
Evaluation was done 24 hours after administration and intensively in the first 3 hours. Evaluation included
toxic symptoms, number of deaths and histopathology examination of vital organs, such as gastric,
intestine, lung, heart, liver and kidney. Assessment of LD50 was done according Thompson-Weil method.The research gave the LD50 of standardized ethanolic extract from kemukus fruits in mice orally
was 3,9338 g/kg, and classified as moderately toxic. The toxic symptoms were uncontrollable movement,
high jump, restlessness, and passivity, unreactive to various stimuli, ataxia and die. The extract caused
toxic effects to the organs, including kidney congestion, intestinal inflammation, and congestion,
inflammation and necrosis in liver
Key words: acute toxicity, Piper cubeba L.f., standardized ethanolic extract
5/14/2018 57Koreki KEmukus _MOT_ 07 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/57koreki-kemukus-mot-07 2/8
PENDAHULUAN
Tanaman masih merupakan sumber
utama dalam penemuan obat baru, sementara
alam Indonesia menyediakan sumber alamiah
yang belum dimanfaatkan secara optimal
dalam menemukan obat baru. Oleh karena itu,
penggunaan obat tradisional yang dapat
diperoleh dari alam menjadi alternatif penting
dalam mencapai kualitas kesehatanmasyarakat yang lebih baik.
Salah satu tanaman yang banyak
digunakan untuk obat tradisional mengobati
beberapa penyakit adalah buah kemukus
(Piper cubeba L.f.) yang berkhasiat sebagaidesinfektan saluran kencing, karminativa,
ekspektoran pada bronkitis dan pengobatan
sesak nafas (Heyne, 1950). Pada penelitian
yang lain dilaporkan ekstrak etanolik buah
kemukus mempunyai aktivitas sebagaitrakeospasmolitik (Wahyono dkk., 2003),
antiinflamasi ( Wahyono, 2001). Selain itu
telah dilakukan standardisasi ekstrak etanolik
buah kemukus sehingga memenuhi parameter
baku yang dipersyaratkan oleh Depkes RI
(Wahyono dkk., 2006).
Meskipun obat tradisional sudah
dimanfaatkan sejak lama namun tidak
sepenuhnya aman, karena obat tradisional ini
merupakan senyawa asing bagi tubuh,
sehingga sangatlah penting mengetahuipotensi ketoksikannya melalui nilai LD50 dan
spektrum efek toksiknya. Dengan
diketahuinya potensi ketoksikan akut ekstrak
etanol buah kemukus ini, maka bersama-sama
dengan ED50 dapat digunakan untuk menilai
batas keamanan atau indeks terapi (LD50 /ED50)
sediaan tersebut.
Efek toksik pada makhluk hidup dapat
terlihat dan dapat juga tidak. Bila dosis yang
diserap relatif kecil, kerusakannya dapat
terbatas pada beberapa sel saja. Masih cukup
banyak sel yang sehat untuk tetapmenjalankan fungsi normal organ. Jika sel
banyak yang mengalami kerusakan, maka
organ tersebut tidak dapat lagi berfungsi
normal. Pada saat itu biasanya keracunan
(kerja toksik) menampakkan diri, umumnya
sebagai proses penyakit yang integral pada
individu itu (Koeman, 1987).
Tujuan utama uji ketoksikan akut
suatu obat adalah untuk menetapkan potensi
ketoksikan akut, yakni kisaran dosis letal atau
dosis toksik obat terkait, pada satu hewan uji
atau lebih. Selain itu, uji ini juga ditujukan
untuk menilai berbagai gejala klinis yang
timbul, adanya efek toksik yang khas, dan
mekanisme perantara terjadinya kematianhewan uji. Kriteria awal yang sering
digunakan untuk evaluasi uji ketoksikan
senyawa baru umumnya menggunakan
kematian sebagai indeks untuk
memperkirakan dosis letal yang mungkin
terjadi pada manusia. Harga LD50 adalah
besarnya dosis suatu senyawa yang dapat
menyebabkan kematian 50% jumlah populasi
dalam jangka waktu tertentu (Loomis, 1978).
Evaluasi tidak hanya mengenai LD50,
tetapi juga terhadap kelainan tingkah laku,
stimulasi atau depresi sistem syaraf pusat,aktivitas motorik dan pernapasan hewan uji
untuk mendapat gambaran sebab kematian,
dapat juga dilengkapi dengan pemeriksaan
laboratorium klinik dan pembuatan preparat
histopatologi dari organ yang dianggap
memperlihatkan kelainan (Darmansjah, 1995).
METODOLOGI
1 Bahan
Ekstrak etanolik terstandard buah
kemukus (EET), kadar kubebin 3,69 %.
Formalin teknis 10%, aquades, dan larutanCMC-Na 0,5% (Merck).
2. Subjek uji
Pada penelitian ini digunakan satu
jenis hewan uji roden yaitu mencit putih jantan
( Mus musculus) , galur Balb/c, usia 2-3 bulan,
dengan bobot badan berkisar antara 20 sampai
30 gram. yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Indonesia.
3. Alat
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain adalah spuit injeksi
dan jarum oral no.14, neraca analitis,
timbangan mencit, mortir dan stamper,
kompor, seperangkat alat gelas, dan
seperangkat alat bedah.
5/14/2018 57Koreki KEmukus _MOT_ 07 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/57koreki-kemukus-mot-07 3/8
4. Jalannya Penelitian
a. Penyiapan sediaan uji
Suspensi EET ini dibuat dengan
menggunakan pelarut CMC-Na 0,5% (CMC-
Na 0,5% dibuat dengan melarutkan 0,5 gram
CMC-Na ke dalam aquadest sampai 100 ml
dan diaduk dengan magnetik stirer.
b.Pengelompokan hewan uji
Pengelompokan hewan uji dilakukan
secara acak (random). Hewan uji dibagi
menjadi 1 kelompok kontrol ditambah 4
kelompok untuk empat peringkat dosis. Tiap
kelompok terdiri dari 5 ekor mencit, dengan
pembagian kelompok sebagai berikut.
Kelompok I: kelompok dosis terendah yaitu
dosis tertinggi yang tidak menimbulkan
kematian hewan uji.Kelompok II & III: dosis antara, dosis yang
diberikan kepada kelompok II dan kelompok
III dengan kelipatan tetap yang diperoleh dari
hasil orientasi
Kelompok IV: kelompok dosis tertinggi yaitu
dosis terendah yang dapat menimbulkan
kematian 100% hewan uji.
Kelompok V: kelompok kontrol negatif yang
diberi larutan CMC-Na 0,5%.
c. Pemberian sediaan uji dan pengamatan
gejala toksik
Sediaan uji diberikan pada hewan uji
peroral, dengan kekerapan pemberian sekali
selama masa uji. Sebelum dilakukan perlakuan
hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama
8-12 jam dengan tetap diberi minum
secukupnya.
Pengamatan fisik terhadap gejala-gejala
toksik dilakukan selama 24 jam dan pada 3
jam pertama dilakukan secara intensif
terhadap semua kelompok mencit.
Pengamatan fisik terhadap gejala-gejala toksik
pada kulit dan bulu, mata dan membran
mukosa, sistem pernafasan, sistem peredaran
darah, sistem otonom dan syaraf pusat, sistem
saluran cerna, sistem genitourinaria, pola
perilaku serta aktivitas somatomotor.
Hewan uji yang mati setelah pemberian
suspensi sediaan uji sesegera mungkin dibedah
pada bagian perut secara melintang.
Selanjutnya diambil organ ginjal, paru-paru,
jantung, hati, usus dan lambung. Sedangkan
sisa hewan uji yang masih hidup saat akhir
masa 24 jam setelah pemberian suspensi
sediaan uji, dikorbankan secara fisik dengan
dislokasi leher, selanjutnya dibedah dan
diambil organnya. Organ-organ tersebut dicucidengan aquadest, kemudian ditimbang dan
dimasukkan ke dalam pot berisi formalin 10%
untuk kemudian diamati histopatologinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, hewan uji
dipejankan dengan sediaan uji dalam dosis
tunggal secara oral. Denganmempertimbangkan kemudahan dalam hal
pemberian sediaan, serta disesuaikan dengan
jalur pemejanan yang dipilih (oral), maka
sediaan uji diberikan dalam bentuk suspensi.
Dari hasil orientasi, setelah diketahui dosisterendah dan tertinggi, diperoleh faktor
kelipatan 1,9574X untuk selanjutnya dapat
diperhitungkan 4 peringkat dosis yang akan
digunakan dalam pengujian yaitu :
Kelompok kontrol = dosis 0 g/kg BB = CMC-
Na 0,5% (kontrol pelarut)
Kelompok I = dosis 1,2558 g/kg BB (dosis
terendah)
Kelompok II = dosis 2,4582 g/kg BB
Kelompok III = dosis 4,8117 g/kg BB
Kelompok IV = dosis 9,4185 g/kg BB (dosistertinggi)
Keterangan : dosis diatas dihitung untuk
mencit dengan berat 20 gram.
Pengamatan potensi ketoksikan akut
dilakukan dengan melihat adanya gejala klinis
ketoksikan maupun ada tidaknya kematian
hewan uji dari masing-masing kelompok
perlakuan (data kuantitatif). Pengamatan
dilakukan selama 24 jam setelah pemberian
sediaan uji. Pada tabel I menunjukkan bahwa
setelah pemejanan sediaan uji dari dosis
kelompok II sampai kelompok IV terdapathewan uji yang mati. Sedangkan kelompok
kontrol dan kelompok I tidak ada satupun
hewan uji yang mati. Hewan uji yang mati
langsung dibedah dan diambil organ-organ
vitalnya, sedangkan sisanya yang belum matidikorbankan, dibedah, dan diambil organ-
organ vitalnya pada jam ke-24 setelah
pemberian sediaan uji.
5/14/2018 57Koreki KEmukus _MOT_ 07 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/57koreki-kemukus-mot-07 4/8
Tabel I. Jumlah mencit jantan yang mati setelah pemberian ekstrak etanol buah kemukus pada pengamatan 24
jam
Kelompok NJumlah mencit
yang matiRespon (%)
LD50
(g/kg BB)
Kontrol 5 0 0
3,9338Kelompok I 5 0 0Kelompok II 5 2 40
Kelompok III 5 2 40
Kelompok IV 5 5 100
Keterangan : Kontrol : CMC-Na 0,5%
Kelompok I : sediaan uji dosis 1,2558 g/kg BB
Kelompok II : sediaan uji dosis 2,4582 g/kg BB
Kelompok III : sediaan uji dosis 4,8117 g/kg BB
Kelompok IV : sediaan uji dosis 9,4185 g/kg BB
Tabel II. Gejala toksik yang muncul pada hewan uji setelah pemejanan ekstrak
etanol buah kemukus pada pengamatan 24 jam
Kelompok Gejala toksikKontrol -
Kelompok I -
Kelompok II jalan tak terkontrol, kepasifan gerak, tidak ada kereaktifan terhadap rangsang,
ataksia, mati
Kelompok III jalan tak terkontrol, loncat tinggi, gelisah, kepasifan gerak, tidak ada
kereaktifan terhadap rangsang, ataksia, mati
Kelompok IV jalan tak terkontrol, loncat tinggi, gelisah, kepasifan gerak, tidak ada
kereaktifan terhadap rangsang, ataksia, mati
Kesimpulan yang bisa diambil dari data hasil
pengamatan adalah pemberian dosis tunggalsediaan uji EET dapat menyebabkan kematian
pada beberapa peringkat dosis. Harga LD50
yang didapat menurut metode Thompson-Weil
adalah 3,9338 g/kg BB. Harga LD50 ini
termasuk dalam kategori sedikit toksik
(Loomis,1978).
Hasil pengamatan kualitatif gejala-
gejala toksik pada mencit jantan selama 24
jam setelah pemberian oral sediaan suspensi
EET memperlihatkan adanya gejala-gejala
toksik yang cukup jelas untuk diamati. Gejala-
gejala toksik tersebut hanya terjadi padakelompok II, III, dan IV. Sedangkan pada
kelompok I dan kontrol tidak ada perilaku
mencit yang menggambarkan gejala toksik
(Tabel II).
Untuk melihat spektrum efek toksik
yang timbul setelah pemberian sediaan uji
pada organ-organ vital (jantung, paru, ginjal,
lambung, hati, dan usus) dilakukan
pemeriksaan histopatologi pada organ-organ
tersebut. Sebelum difiksasi ke dalam larutanformalin 10% untuk dibuat preparat
histopatologi, terlebih dahulu organ-organ
tersebut diamati secara makroskopis untuk
melihat kelainan yang terjadi pada organ.
Dari hasil pengamatan makroskopis organ-
organ vital dari mencit jantan terlihat
beberapa organ ada yang mengalami
kelainan dibandingkan dengan kontrol.
Kelainan tersebut terjadi pada beberapa
hewan uji kelompok II dan kelompok III.
Pada kelompok II terdapat satu hewan uji
yang ususnya menggelembung terisi olehudara, dan pada kelompok III terdapat satu
hewan uji yang lambung dan ususnya
menggelembung terisi oleh udara.
Menggelembungnya usus tersebut mungkin
disebabkan oleh efek dari khasiat kemukus
sebagai karminativa. Pada kelompok III juga
terlihat satu hewan uji ususnya berwarna
kuning yang mirip dengan warna sediaan
5/14/2018 57Koreki KEmukus _MOT_ 07 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/57koreki-kemukus-mot-07 5/8
uji, diperkirakan usus berwarna kuning ini
disebabkan oleh sediaan uji yang mengalami
proses pencernaan dan keberadaannya banyak
di saluran usus tersebut.
Dari hasil pengamatan makroskopis ini masih
belum bisa disimpulkan pengaruh sediaan uji
terhadap hewan uji karena perlu melihat hasilpemeriksaan histopatologinya.
Hasil interpretasi preparat histopatologi
mencit yang dibedah setelah mengalami
kematian dan setelah 24 jam waktu pemberian
sediaan uji didapatkan terjadi kerusakan pada
organ beberapa hewan uji. Organ yang
mengalami kerusakan adalah ginjal, paru,
usus, dan hati. Organ ginjal hewan uji yang
mengalami kongesti yaitu pada (kelompok III)
dan kelompok IV. Kongesti adalah
peningkatan cairan pada suatu tempat yang
terjadi karena proses pasif yang disebabkankegagalan aliran cairan keluar dari jaringan,
misalnya pada kerusakan vena. Jika dilihat
secara visual maka daerah jaringan atau organ
yang mengalami kongesti akan berwarna lebih
merah (ungu) dan secara mikroskopi kapiler-
kapiler dalam jaringan melebar penuh berisi
darah. Terdapat dua mekanisme timbulnya
kongesti, yaitu kenaikan jumlah darah yang
mengalir ke daerah tersebut dan penurunan
jumlah darah yang mengalir dari daerah
tersebut. Kongesti dapat terjadi pada daerah
yang mengalami peradangan (Greaves, 2000).Berdasarkan data histopatologi tersebut,
disimpulkan bahwa kongesti ginjal hewan uji
disebabkan perlakuan dengan sediaan uji
(Gambar1. B). Hal ini dibuktikan dengan tidak
adanya hewan uji pada kelompok kontrol yang
mengalami kongesti pada organ ginjal
(Gambar 1 A).
Kongesti terjadi pada kelompok III dan
IV saja, sedangkan pada kelompok I dan II
tidak terjadi kongesti. Dengan demikian
adanya kenaikan peringkat dosis sediaan uji
kemungkinan akan memperkuat terjadinyakongesti.
Pemeriksaan histopatologi terhadap organ
paru tidak menunjukkan adanya kongesti.
Histopatologi organ usus memperlihatkan
adanya radang pada hewan uji kelompok
kontrol kelompok I dan kelompok IV.
Pada penelitian ini, masih belum dapat
disimpulkan apakah radang pada usus
disebabkan pengaruh pemberiaan sediaan uji
karena pada kelompok kontrol juga
mengalami hal tersebut. Namun pada
kelompok dosis kelompok IV hampir semua
hewan uji mengalami kerusakan organ usus
ini, sehingga kemungkinan kenaikan
peringkat dosis sediaan uji akanmemperkuat terjadinya radang.
Pengamatan histopatologi terhadap
organ lambung dan jantung menunjukkan
bahwa pada semua hewan uji tidak terjadi
perubahan patologi yang spesifik.
Organ hati setelah melalui pemeriksaan
histopatologi memperlihatkan kerusakan
berupa nekrosis, kongesti dan radang
(Gambar 2B dan Gambar3) Nekrosis
merupakan kematian sel atau jaringan pada
organisme hidup (Underwood, 1999).
Peristiwa ini ditandai dengan inti sel yangmengkerut dan menjadi gelap sampai tidak
ada lagi eukromatin (piknosis), kemudian
terfragmentasi (karioreksis), kemudian
menghilang (kariolisis) (Anonim, 2000).
Nekrosis hati dapat terjadi secara spontan
pada hewan uji setelah pemberian agen
terapeutik dosis tinggi. Hal ini disebabkan
mekanisme tidak langsung seperti anoksia
pada jaringan yang disebabkan kesalahan
pada sirkulasi dan biliary stasis. Nekrosis
berdasarkan tempat terjadinya ada dua
macam, yaitu zonal (pada daerah tertentu,misalnya sentrolobular, mid-zonal atau
periportal, konfluen,masif) dan pada
hepatosit tunggal (nekrosis pada satu sel
atau satu jenis sel).
Hasil pengamatan menunjukkan
nekrosis organ hati yang terjadi adalah
nekrosis sentrolobular. Nekrosis
sentrolobular dapat disebabkan oleh
gangguan peredaran darah hepatik yang
ditandai dengan hepatosit yang
menunjukkan eosinofilia, diikuti dengan
kongesti dan inflamasi (Greaves, 2000).Menurut Ressang (1984) nekrosis pada hati
bisa juga disebabkan oleh pengaruh
langsung agen yang bersifat toksik seperti
zat kimia maupun toksin kuman (nekrosis
toksopatik), atau karena kekurangan faktor-
faktor yang sangat diperlukan sel seperti
oksigen dan zat-zat makanan (nekrosis
trofoatik).
5/14/2018 57Koreki KEmukus _MOT_ 07 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/57koreki-kemukus-mot-07 6/8
Gambar A. Gambar B.
Gambar 1. Irisan melintang organ ginjal normal mencit jantan kelompok kontrol (CMC-Na 0,5%) dengan
perbesaran 200x dan pewarnaan hematoksilin-eosin (gb. A). Irisan melintang organ ginjal kongestimencit jantan kelompok perlakuan IV (dosis 9,4185 g/kg BB) dengan perbesaran 200x dan pewarnaan
hematoksilin-eosin (gb. B)
Keterangan :
a. glomerulus
b. capsula Bowman
c. tubulus
d. kongesti
Gambar A. Gambar B.
Gambar 2 Irisan melintang organ hati normal mencit jantan kelompok kontrol (CMC-Na 0,5%) dengan perbesaran
200x dan pewarnaan hematoksilin-eosin (gb.A). Irisan melintang organ hati nekrosis dan radang mencit jantan kelompok IV (dosis 9,4185 g/kg BB) dengan perbesaran 200x dan pewarnaan hematoksilin-eosin
(gb.B)
Keterangan : a. vena sentralis c. inti sel
b. hepatosit d. sinusoid f.radang
aa
b
c
c
f
c
5/14/2018 57Koreki KEmukus _MOT_ 07 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/57koreki-kemukus-mot-07 7/8
Gambar 3. Irisan melintang organ hati nekrosis dan kongesti mencit jantan kelompok IV
(dosis 9,4185 g/kg BB) dengan perbesaran 400x dan pewarnaan hematoksilin-
eosin
Keterangan : a. vena sentralis d. sinusoid
b. hepatosit e. nekrosisc. inti sel f.. kongesti
Hewan uji yang mengalami nekrosis hati
adalah kelompok kontrol (1 hewan uji), dan
kelompok IV (hampir semua hewan uji). Pada
penelitian ini, masih belum dapat disimpulkan
apakah nekrosis hati disebabkan pengaruh
pemberian sediaan uji karena terjadi juga pada
kelompok kontrol. Namun pada kelompok kelompok IV hampir semua hewan uji
mengalami nekrosis hati (Gambar 3), sehingga
besar kemungkinan adanya kenaikan peringkat
dosis sediaan uji akan memperkuat terjadinya
nekrosis. Akan tetapi, hal ini perlu dibuktikandengan penelitian lebih lanjut seperti misalnya
dengan uji ketoksikan subkronis.
Hewan uji yang mengalami kongesti
pada organ hati adalah kelompok II (1 hewan
uji), Kelompok III (1 hewan uji) dankelompok IV (4 hewan uji). Berdasarkan data
tersebut, sediaan uji disimpulkan dapat
menimbulkan kongesti pada hewan uji karena
pada kelompok kontrol tidak terjadi kongesti.
Kemungkinan adanya kenaikan peringkat
dosis sediaan uji akan memperkuat terjadinya
kongesti ini.
Dari hasil pengamatan histopatologi
tersebut, terlihat bahwa organ hati mengalami
kerusakan yang paling parah dibandingkan
organ yang lain. Sekitar 10% reaksi obat yang
merugikan melibatkan hepar. Hal dikarenakan
hepar mempunyai peran sentral dalam
metabolisme dan konjugasi serta eliminasi
bahan-bahan toksik dari tubuh (Underwood,
1999).
Berdasarkan pengamatan histopatologi
dapat disimpulkan bahwa senyawa uji yaitu
ekstrak etanolik buah kemukus ini
menimbulkan efek toksik pada organ ginjal
yang berupa kongesti, pada organ usus yang
berupa radang, dan hati yang berupa nekrosis,
kongesti dan radang. Sedangkan pada organ-
organ lain tidak menimbulkan efek toksik yang berarti.
KESIMPULAN
Pemberian dosis tunggal sediaan uji
ekstrak etanolik terstandard dari buahkemukus (Piper cubeba L.f) pada hewan uji
mencit jantan galur Balb/c memberikan harga
LD50 peroral sebesar 3,9338 g/kg BB termasuk
dalam kategori sedikit toksik.
Gejala toksik yang timbul berupa gangguan
sistem syaraf pusat dan somatomator. Efek
toksik terjadi pada organ ginjal yang berupa
kongesti, pada organ usus yang berupa radang,
dan hati yang berupa nekrosis, kongesti dan
radang. Sedangkan pada organ-organ lain
tidak menimbulkan efek toksik yang berarti.
c
b
de
f
5/14/2018 57Koreki KEmukus _MOT_ 07 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/57koreki-kemukus-mot-07 8/8
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, Ed's Pathology Meltdown, Part I --
General Pathology, http://www.
pathguy.com/meltdown.txt, diakses Maret
2006.
Darmansjah, I., 1995, Dasar Toksikologi dalamGaniswara, S.G., (Ed.), Farmakologi dan
Terapi, 762-766, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Greaves, P., 2000, Histopathology of Preclinical
Toxicity Studies Interpretation and
Relevance in Drug Safety Evaluation,
Second Edition, 372-380, Elsevier,
Amsterdam.
Heyne, K., 1950, De Nuttige Planten van
Indonesia, en twee delen, N.V. Uitgeverij
W, van Hoeve-s-Grovenhage, Bandung.
Koeman, J.H., 1987, Pengantar Umum
Toksikologi, diterjemahkan oleh Yudono,R.H., 60, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Edisi
terjemahan, Alih Bahasa Donatus, I.A.,
Edisi III, 22, 225-226, 228. 233, IKIP
Press, Semarang.
Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar : Asas, Organ,
Sasaran, dan Penilaian Risiko,
diterjemahkan oleh Nugroho, E., Bustami,
Z.S., dan Darmansjah, I., Edisi II, 86-
89,93, UI Press, Jakarta.
Ressang, A.A., 1984, Buku Pelajaran Patologis
Khusus Veteriner , Edisi II, 53, 54 240,246, Bali Cattle Disease Investigation
Unit, Denpasar.
Wahyono, 2001, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa
Aktif Antiinflamasi Dalam Buah
Kemukus (Piper cubeba L.f), Laporan
Penelitian, Lembaga Penelitian ,UGM
Wahyono, Hakim L, Wahyuono, S, Mursyidi A.,
Verpoorte R., Timmerman H, 2003,
Isolation of Tracheospasmolytic
Compounds From Piper cubeba Fruits,
Ind. J. of Pharm., 14 (3), 119-23
Wahyono, Wahyuono S., Hakim L., dan Arwanda
I., 2006, Penentuan Parameter Spesifik Ekstrak Buah Kemukus (Piper cubeba
L.f) Secara KLT-Densitometri
menggunakan Kubebin Sebagai
Parameter, Seminar Nasional Kontribusi
Herbal Medicine Dan Akupunktur
Dalam Dunia Kedokteran, Bagian
Farmasi Kedokteran UGM dan
PEFARDI, Yogyakarta 5 Agustus 2006.