Post on 18-Oct-2021
48Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
BENTUK-BENTUK TA’AWUN SEBAGI PEMBINAAN JAMAAH TABLIGHMELALUI PENGUATAN MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN
MASYARAKAT ISLAM DI KOTA PALU
ThalibDosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islan Negeri (IAIN) Palu
thalib@iainpalu.ac.idAbstract
The da'wah movement that has taken a role in the Islamic communityin Palu is the Jamaah Tabligh. The form of coaching that has beendone is ta'awun (help-help). The coaching is intended to be socialcapital in developing Muslims. Social capital is intended as anadhesive tool for the community, because it often occurs in Islamicinternal conflict communities that will have an impact on externalconflicts (among religious believers). The formation of Muslims bythe followers of Tablighi clearly brought developments to Muslims,especially in the city of Palu, this development was marked by anincrease in the number of halaqah from 2 halaqah (2001) to 12halaqah (2018), and the development has benefited the communitybased. at the mosque.
Key words: Ta'awun, jammah tabligh, social capital, communitydevelopment.
AbstrakGerakan dakwah yang telah mengambil peran pada masyarakat islamkota Palu adalah Jamaah Tabligh. Bentuk pembinaan yang telahdilakukan adalah ta’awun (tolong-menolong). Pembinaan itudimaksudkan untuk menjadi modal sosial (social capital) dalammengembangkan umat Islam. Modal sosial itu dimaksudkan sebagai alatperekat bagi masyarakat, karena sering terjadi dalam masyarakat Islamkonplik internal yang akan berdampak pada konplik eksternal(antarumat beragama). Pembinaan umat Islam oleh jamaah tabligh telahnyata membawa perkembangan terhadap umat Islam terutama di kotaPalu, perkembangan itu ditandai dengan meningkatnya jumlah halaqahdari 2 halaqah ( tahun 2001) menjadi 12 halaqah (tahun 2018), danperkembangan itu telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yangberbasis pada masjid.
48
49Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
Kata kunci: Ta’awun, jamaah tabligh, modal sosial, pengembanganmasyarakat.
Pendahuluan
Islam mengajarkan tentang kerukunan, kebersamaan, persatuan dan umat
manusia adalah umat yang satu atau ummatan wahidah, maka seharusnya umat itu tidak
bercerai berai. Akan tetapi pada kenyataanya, perpecahan dan perbedaan dianggap
sebagai suatu yang wajar, lazim, dan bahkan perbedaan yang nyata-nyata melahirkan
kelemahan dan ketidakberdayaan umat, justru dipandang sebagai sesuatu yang
menguntungkan. Hal yang demikian itu, mungkin saja agama belum dilihat dari aspek
yang lebih mendasar dan subtantif, melainkan hanya dipahami dari salah satu sudut yang
dangkal.
Berangkat dari kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian dan
sekaligus mensosialisasikannya untuk mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam yang
menyejukkan hati umat, seperti: ukhwuwah, tasamuh, syura, dan ta’awun. 1 nilai-nilai islami
inilah yang memungkinkan terwujudnya rasa saling percaya antar anggota masyarakat.
Upaya berikutnya adalah bagaimana agar nilai-nilai tersebut wujud menjadi suatu norma,
jaringan dan tumbuh rasa saling percaya yang membuat anggota masyarakat mampu
bergerak bersama secara kolektif melalui ‘bonding sosial capital dan bridging social capital’ 2.
Dua modal sosial ini dimaksudkan agar mampu merekatkan anggota masyarakat
sehingga mendorong orang untuk saling mendukung, dan memungkinkan terciptanya
hubungan antar berbagai kelompok sosial, sehingga memiliki akses sumber daya satu
sama lain.
Jamaah Tabligh Gerakan Dakwah Berbasis MasjidPengabdian kepada umat khususnya umat Islam diwujudkan dalam bentuk
pengembangan dakwah yang berbasis “Masjid”.3 Mengapa harus berbentuk Posdaya
1Zainal Abidin, Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi Islam Sebagai Salah Satu Basis Modal SosialPengembangan Masyarakat, Makalah Seminar Nasional, IAIN Palu: tanggal, 23 November 2016, h. 4
2Ibid, h. 23Disadur dari Buku Pedoman Kuliah Pengabdian Mayarakat (KPM) Posdaya Berbasis Masjid,
(Ponorogo: Tim P3M STAIN Ponorogo, 2014), h. 5
50Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
berbasis Masjid? Masyarakat jamaah masjid mempunyai media sosial yang diperlukan
sebagai dasar untuk membina jamaahnya. Ini penting untuk mengetahui kebutuhan
(needs) dan potensi jamaah yang sesungguhnya, termasuk kondisi sosial-ekonomi, politik,
dan budaya.4
Jamaah Tabligh adalah gerakan dakwah silaturrahmi, komunikasi, informasi,
edukasi dan sekaligus bisa menjembatani umat Islam bagi pengembangannya melalui
syuro, ta’awaun dan ukhuwah islamiyah.
Berikut argumen tentang mengapa Jamaah Tabligh harus berbasis masjid?
Adalah sebagai berikut:
1. Mesjid merupakan pusat pendidikan seumur hidup bagi jamaah dari usia
anak-anak hingga lansia menggunakan masjid sebagai tempat belajar
bersama tanpa batas usia.
2. Masjid memiliki kekuatan modal sosial yang kuat seperti kaikhlasan,
kejujuran, gotong royong, tenggang rasa, tanggung jawab, disiplin, kasih
sayang, dan sebagainya.
3. Sumber dana masyarakat mudah digali, sebab jamaah memberi
infaq/sadaqah untuk amal jariyah di masid tanpa paksaan, digerakkan oleh
hati yang ikhlas.
4. Mobilisasi umat efektif, sebab masjid mudah menyampaikan informasi
kepada jamaah.
5. Bebas dari aktivitas politik yang dijamin oleh undang-undang, sehinga masjid
merupakan tempat yang hingga kini dan seterusnya harus tetap dijaga dari
afiliasi politik praktis apapun agar umat Islam tidak terpecah belah.
6. Intensitas relasi sosial, melalui waktu shalat memudahkan para jamaah
berkumpul dan saling tukar pengalaman, ilmu, dan musyawarah untuk
memecahkan masalah umat.
4Agus Rasidi, Manajemen Masjid dan Masjid Online, 16 September 2014, www.arroyyan.Com
51Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
7. Membebaskan masyarakat dari radikalisme agama dan menebarkan Islam
rahmatan lil alamin, dari masjid untuk bangsa dan Negara. 5
Selain di atas, masjid merupakan instrumen pemberdayaan umat yang memiliki
peranan sangat strategis dalam upaya peningkatan kualitas masyarakat. Namun hal itu
harus didukung oleh manajemen pengelolaan masjid yang baik dan terpadu. Masjid
dilihat dari fungsinya tidak hanya sebagai tempat atau sarana bagi umat muslim untuk
melaksanakan ibadah shalat, namun masjid juga berfungsi sebagai pusat empowering
(pemberdayaan) berbagai aspek kehidupan masyarakat sebagaimana telah dicontohkan
oleh Rasulullah S.A.W dalam kehidupannya. Singkatnya, tugas masjid adalah sebagai
pusat ibadah dan kebudayaan islam, yang tidak boleh dilakukan di dalam masjid adalah
meyangkut kepentingan pribadi dan hal-hal yang dilarang dalam islam.6
Sebagian besar masjid kini bergeser dari peran-peran historis dalam konteks
perubahan sosial kemasyarakatan menuju bentuk penyelenggara kegiatan ibadah murni
berupa shalat lima waktu, maka peran-peran yang bersifat sosial mengecil dan hanya
beberapa masjid tertentu yang mecoba membangun sinergi dengan masyarakat dalam
memberdayakan potensi lokal yang ada. Pada perkembangannya, masjid lebih berfokus
semata-mata sebagai penyelenggara ritual keagamaan. Padahal masjid memiliki posisi
sentral dalam menggerakkan masyarakat dalam isu-isu yang terkait dengan pembagunan
bagsa. Selain konsep peran, kredibilitas masjid hingga saat ini masih memiliki trust
(keparcayaan) sebagai lembaga sentral bagi kehidupan keagamaan masyarakat di
sekitarnya.
Gerakan dakwah kepada masyarakat sebagai upaya untuk menemukan berbagai
alternatif solusi atas persoalan yang telah teridentifikasi terutama berkaitan dengan
terjadinya disharmoni.7 Harmonisasi harus dibangun pertama kali dalam keluarga
dengan komunikasi efektif dan kedekatan kemudian dikembangkan ke luar rumah.
5Disadur dari: An-Nadhr M. Ishaq Shahab. Khuruj fi Sabilillah. (dalam bahasan; Masjid danAmal Maqami: empat usaha Rasulullah Saw atas Masjid, membentuk dan membangun masyarakat Islam).(Bandung: Pustaka Ramdhan, 2011, h. 120-136.
6Gazalba, Sidi, Masjid: Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta, Pustaka antara, 1989), 117-125.7Tim Peneliti Puslitbang kehidupan Keagamaan, Mayarakat Membangun Harmoni: Resolusi Konflik
dan Bina Damai Etnorelijius Di Indonesia, (Jakarta:Kemenang RI, Badan Litbang dan Diklat PuslitbangKehidupan Keagamaan, 2013), h. 8.
52Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
Masjid merupakan sentral aktivitas keagamaan dan sosial kemasyarakatan yang memilki
multifungsi dan sarana mengembangkan modal sosial sebagai bentuk da’wah bil hal.8
Jika elemen-elemen modal sosial berhasil dibangun, secara otomatis membuka
ruang dialog antar dan intern umat beragama. Kemudian dampak sosial seperti ini
harus mendapat respon dan adaptasi oleh masyarakat dan ormas keaagamaan (semisal
NU, Muhammadiyah, MTA, Jamaah Tabligh, Salafi, dan LDII) untuk mempererat
persaudaraan sejati sesama manusia, ketika respon baik dan adaptasinya juga baik, maka
masyarakat dengan sendirinya telah memanfaatkan program dakwah berbasis masjid
untuk memperkuat kerukunan kehidupan beragama.
Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Jamaah MasjidModal sosial merupakan sumberdaya sosial yang dapat dipandang sebagai
investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru dalam masyarakat. Oleh karena itu,
modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan
kebersamaan, keharmonisan, mobilitas ide, saling percaya dan saling menguntungkan
untuk kemajuan bersama. Sehinga modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat
gotong royong, kriminalitas, dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk, keadaan demikian sangat berpotensi munculnya konflik.
Konsep modal sosial (social capital) menjadi salah satu komponen penting untuk
menunjang model pembangunan manusia, karena dalam model ini manusia ditetapkan
sebagai subjek penting yang menentukan arah penyelenggaraan pembangunan.
Parsitisipasi dan kapasitas mengorganisasikan diri menjadi penting agar masyarakat
dapat berperan dalam model pembangunan manusia. Luas jangkauan konsep yang
dikembangkan tentang modal sosial bervariasi antar ahli. Konsep yang paling sempit
dikemukakan oleh Putnam yang memandang modal sosial sebagai seperangkat
hubungan yang horizontal (horizontal associations) antar orang. Menurutnya lagi, modal
sosial adalah kemampuan warga untuk mengatasi masalah publik dalam iklim
demokratis. Perhatian yang mencakup vertikal disampaikan Coleman yang
8LPM UIN Malang, Pedoman Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat Tematik Posdaya BerbasisMasjid, (Malang: PT Citra Kharisma Bunda, 2011), h. 5.
53Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
mendefinisikan modal sosial sebagai a varienty of different entities, with two elemnt in commmon:
they all consist of some aspect of sosial structure, and they facilitate certan action of actor-water personal
or coporate actor- within the structure.9 Dalam konsep ini, Coleman berusaha menjelaskan
bahwa modal sosial adalah kemampuan masyarakat bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama di dalam berbagai kelompok organisasi. Konsep ini memasukkan hubungan-
hubungan horizontal dan vertikal sekaligus, serta perilaku dalam dan antara seluruh
pihak dalam sistem sosial. Meski Coleman lebih tegas mengusung modal sosial tetapi dia
tidak memberikan pengertian modal sosial ditetapkan oleh fungsinya.
Modal sosial bukan merupakan sebuah entitas (entity) tunggal tetapi berbagai
macam entitas yang berbeda dengan elemen bersama: terdiri dari beberapa aspek
struktur sosial, dan menfasilitasi tindakan pelaku-pelaku tertentu dalam struktur itu.
Sebagaimana bentuk modal lain, modal sosial adalah produktif, membuat mungkin
pencapaian tujuan tertentu yang di dalam ketiadaannya akan tidak mungkin.
Sebagaimana modal fisik dan modal manusia, modal sosial sama sekali tidak fungible
tetapi mungkin specific untuk aktivitas tertentu. Tidak seperti bentuk modal lain, modal
sosial melekat dalam struktur hubungan antara para pelaku dan diantara para pelaku.10
Definisi di atas dapat dipahami bahwa modal sosial adalah kumpulan tindakan,
hasil dan hubungan adalah inherently functional, dan modal sosial adalah apa saja yang
memungkinkan orang atau institusi bertindak. Modal sosial, karena itu, bukan
merupakan sebuah mekanisme, sesuatu atau sebuah hasil, tetapi merupakan beberapa
atau semua dari mereka (mekanisme, sesuatu dan hasil) secara simultan.
Modal sosial yang dimaksud tidak di artikan dengan materi, tetapi merupakan
modal sosial yang terdapat pada kehidupan sosial individu. Misalnya pada kelompok
anak jalanan, institusi keluarga, organisasi, dan semua hal yang dapat mengarah pada
kerja sama. Modal sosial adalah salah satu konsep baru yang digunakan untuk mengukur
kualitas hubungan dalam komunitas, organisasi dan masyarakat. Modal sosial adalah
kemapuan masyarakat dalam suatu kelompok untuk bekerjasama membangun suatu
9J. S, Coleman, Fondation of Social Theory, (Cambridge: Harvad Uneversity Press. 1989), h. 42.10Ibid, h. 42
54Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
jaringan guna mencapai suatu tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh satu
pola interelasi yang timbal balik dan saling menguntungkan, dan dibangun diatas
kepercayaan yang di topang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan
kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat
jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip timbal balik, saling menguntungkan dan
dibangun diatas kepercayaan.11
Eva Cox mendifinisikan modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan
antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma dan kepercayaan sosial yang
memungkinkan efesiensi dan efektifitas koordinasi dan memungkinkan keuntungan
bersama. Farancis Fukuyama menekankan pada dimensi yang lebih luas yaitu segala
sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar
kebersamaan, dan di dalamnya diikat nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan
dipatuhi.12
Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya
interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Namun demikian, pengukuran
modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri melainkan,
hasil dari interkasi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya keprcayaan antar
warga masyarakat. Sebuah interakasi dapat terjadi dalam skala individual maupun
institusional. Secara individual, interkasi terjadi manakala relasi intim antara individu
terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan emosional. Secara
institusional interaksi lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan
dengan visi dan tujuan organisasi lainnya, yang juga dapat dikatakan akan memunculkan
nilai-nilai dan norma-norma bersama bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai
bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan (trust).
Dengan demikian modal sosial dalam masyarakat hendaknya dipahami bahwa
dalam suatu komunitas terdapat keragaman (agama, budaya, kepentingan, status sosial,
11Handayani Niken, Modal Sosial dan Keberlangsungan Usaha (Studi Deskriptif Tentang KeterkaitanHubungan Modal Sosial dengan Keberlangsungan Usaha Pengusaha Batik di Kampong Kauman, Kelurahan Kauman,Kecamatan Pasa Kliwon, Surakrta), Surakarta:Fakultas ISIPOL, Universitas Sevelas, Maret, 2007), h. 41.
12M. Mawardi J, Peranan Sosial Capital dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Lampung: IAIN RadenIntan, 2007), h. 6.
55Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
pendidikan, pendapatan, keahlian, gender) dari anggotanya sehingga perlu adanya
pemahaman yang mendalam terhadap keragaman tersebut. Sementara itu pemahaman
nilai-nilai, norma menjadi hal yang penting. Unsur-unsur penting dalam modal sosial
antara lain: rasa memiliki diantara anggota, jaringan kerjasama, rasa kepercayaan dan
jaminan keamanan para anggota, saling memberi satu sama lain, saling berpartisipasi,
dan bersikap proaktif.
Metode Penelitian1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif naturalistik, yaitu
penelitian yang mengarahkan formatnya pada keaslian data, kealamiahan ungkap subyek
(realistik) dan bersifat induktif.13 Dengan tujuan menguraikan dan memberikan
penjelasan (eksplanasi), memberikan pemahaman yang bersifat menyeluruh
(komprehensif) dan mendalam (in-deph) tentang fenomena-fenomena sosial yang
menjadi objek studi.
Penelitian ini dilakukan melalui komunitas objek (community studies), yakni
penelitian yang memfokuskan pada masyarakat desa dan kota pada 12 halaqah, yaitu:
halaqah Ulujadi, Palu Barat 1, Palu Barat 2, Tatanga 1, Tatanga 2, Mantikulore1,
Mantikulore 2, Mantikulore 3, Palu Selatan 1, Palu Selatan 2, Palu Utara, dan Tawaeli.
Oleh karena itu, maka penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-antropologis, yakni
penelitian yang penekanannya pada studi manusia dan masyarakat, interkasi dan fakta-
fakta sosial dari keduanya, sehingga peneliti dapat menginterpretasi dan memahami
pengalaman individu maupun kelompok yang hidup dalam satu jalinan keluarga,
kelompok agama sebagai pelaku sosial. Pengamatan dilakukan melalui fenomena
empirik yaitu dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari masyarakat
mengenai apa yang dilihat, dirasakan, dilakukan, didefinisikan dan dipahami oleh
masyarakat.
13Neong Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin 2000), h. 108.
56Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
Dengan pendekatan ini, peneliti berusaha memahami dan mengungkapkan sikap
perilaku massa keagamaan dalam merelisasikan ide jamaah tabligh melalui pelaksanaan
program syuro, ta’awun dan ukhuwah islamiyah. Pendekatan ini memungkinkan peneliti
mendapat data mengenai hubungan program jamaah tabligh dari setiap halaqah sampai
ke markas (Masjid Awwabin, Jl. Mangga) secara intensif dan mendalam.
2. Data dan sumber Data
Karena community studies, maka semua subyek, lokasi, dokumen, aktivitas dan
peristiwa (musyawarah halaqah dan jord halaqah) yang mempunyai ketertarikan dengan
fokus penelitian ini merupakan sumber data penelitian ini. Sumber data yang dipakai
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data skunder. Data primer
berasal dari data yang langsung diambil melalui kegiatan lapangan penelitian seperti
observasi keadaan lapangan baik melalui musyawarah halaqah, dan jord halaqah, di
setiap halaqah dalam Kota Palu, dan wawancara mendalam (in depth interview). Data
sekunder, dari literatur buku dan dokumentasi-dokumentasi hasil musyawakah dan
jord, tentang hubungan pelaksanaan program jamaah tabligh dalam pembangunan
modal sosial bagi pengembangan masyarakat Islam di Kota Palu.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data penelitian ini, berupa participan observation dan indepth
interview sebagai metode pengumpulan data utama.14 Participan observation subjek dan
objek penilitian, hal ini untuk melihat perilaku masyarakat dalam keadaan alami dan
mencermati dinamika kehidupan secara langsung. Hasilnya berbentuk field note yang
akan dianalisis dan diinterpretasikan. Indept interview (wawancara mendalam), untuk
mengungkap data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, wawancara mendalam
menjadi pilihan utama yang dilakukan kepada penanggung jawab halaqah, penangung
jawab data halaqah, dan paisalat markas kota Palu. Hasil wawancara ini dalam bentuk
interview transkrip.
4. Teknik Analisis Data
14Robert C. Bogsan & Sari Knoop Biklen, Quality Research for Education: An Introduction to Theoryand Methods (Boston: Allyn and Bacon, tt), p. 2. Lihat juga Norman K.Dezim Yvonna S.Lincoln,Handbook of Qualitative Resarch (California sage Publication, 1994), 1-7.
57Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
Data analisis dengan metode analisis kualitatif. Sesuai saran dari Miles &
Hubermen,15 yang meliputi tiga tahapan yaitu: pertama reduksi data untuk menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, menyederhanakan, dan mengorganisasikan data, kedua,
penyajian data dan informasi dan diperoleh sebagai dasar pengambilan kesimpulan
berupa (1) teks naratif untuk menggambarkan pandangan informan, (2) tabel/bagan
untuk menggambarkan data-data informan, ketiga penarikan kesimpulan berdasarkan
reduksi dan penyajian data baik dalam bentuk narasi maupun tabulasi, sehingga dapat
memberikan arti penting temuan penelitian.
Hasil Penelitian dan PembahasanBentuk-bentuk Ta’awun dalam Pembinaan Jamaah Tabligh Bagi PenguatanModal Sosial untuk Mengembangkan Masyarakat Islam di Kota Palu.
Modal sosial dalam dakwah jamaah Tabligh tidak hanya dalam bentuk modal
manusia tetapi juga modal yang sifatnya tolong menolong sebagai upaya memberi
perhatian atau saling menutupiatas kekurangan dan kelemahan yang dimiliki sebagian
orang yang ada dalam jamaah. Secara kodrati bahwa tidak semua orang memiliki
kemampuan yang sama, baik kemampuan fisik, mental, finansial/ekonomi maupun
kemampuan lainnya, maka salah satu modal sosial adalah saling membantu untuk saling
menguatkan satu sama lain. Agar tercapai suatu tujuan bersama, maka modal sosial
adalah kemampuan jamaah untuk bekerja sama dalam membangun jaringan dengan pola
interelasi yang timbal balik yang ditopang oleh norma-norma dan nilaia-nilai sosial yang
positif dan kuat. Demikian haalnya usaha dakwah jamaah tabliggh, mereka saling ta’awun
(membantu, menolong) satu sama lain. Bentuk-bentuk ta’awun dalam jamaah tersebut,
diuraikan sebagai berikut:
1. Ta’awun Terhadap Keluarga yang ditinggal Fii Sabilillah
Ta’awun atau menolong/membantu dalam keluarga adalah salah satu bahagian
dari kerja dakwah jamaah tabligh. Ta’awun atau sering juga disebut dengan istilah
nusroh dalam jamaah tabligh. Hal ini dilakukan untuk memberikan bantuan kepada
keluarga yang ditinggalkan oleh suami mereka keluar fii sabilillah. Nusroh ini dilakukan
15Miles, M. B Miles and A.M Hubermen, Analisis Data Kualitatif, terjemahan. Tjetjep & Rohadi,(Jakarta: UI Press, 19992), h. 16-19.
58Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
terhadap keluarga yang kekurangana finansial, sakit, tunggakan listrik, tunggakan cicilan
motor, dan lain-lain.
Pada saat jamaah akan diberangkatkan, makan lazimnya mereka ditafakud
(ditanyakan kesiapannya) baik persiapan yang dibawa keluar fii sabilillah dan demikian
juga persiapan keluarga yang ditinggalkan (keperluan istri dan anak-anak). Namun,
dalam perjalanan suatu hal biasanya tidak terduga terjadi atas keluarga, misalnya: sakit,
tunggalkan listrik, tunggakan motor, dan lain-lain. Jika ada hal-hal yang seperti ini
terjadi, maka pihak keluarga diharapkan menyampaikan kepada tetangga dekat sesama
jamaah, dan masalah yang dialami keluarga yang ditinggalkan terseburt
dimusyawarahkan untuk menyelesaikan masalahnya. Langkah pertama menyelesaikan
ditangani oleh mahalah, dan kalau belum bisa deselesaikan, maka akan
dimusyawarahkan pada musyawarah halaqah.
Pengamatan menunjukkan bahwa jika keluarga yang ditinggalkan berekonomi
lemah, maka biasanya setiap pekan dinusroh dengan memberikan sesuatu dengan
kebutuhan keluarga, dan pada umumnya keluarga yang dinusroh dengan memberikan
uang secukupnya setiap pekan/setiap minggu. Demikian juga keluarga yang meninggali
tunggakan listrik atau motor, akan ditangani sampai tuntas, dan jika tidak dapat
dituntaskan satu kali, maka diselesaikan secara bertahap, sehingga keluarga yang
ditinggalkan tersebut tidak merasa terbebani oleh tunggakan-tunggakan yang ada. Untuk
keluarga di Palu Barat 2 yang biasa nusroh, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel IIDAFTAR KELUARGA YANG BIASA DITA’AWUN/ DINUSROH DI
HALAQAH PALU BARAT 2
NO NAMA KELUARGA JENIS NUSROH JUMLAH (Rp) KET
1 Ah. Afd Tunggakan listrik &finansial
2 bulan/235.000. Suami keluar 4bulan
2 Ah. Rok Finansial 100.000,- Sda
3 Ah. Yun Finansial 100.000,- Sda
59Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
4 Ah. Usm Finansial 100.000,- 40 hari
5 Ah. Anc Finansial 100.000,- Sda
6 Ah. Har Finansial 100.000,- Sda
7 Ah. Firm Finansial 100.000,- Sda
8 Ah. Apr Finansial 100.000,- Sda
9 Ah. Aca Finansial 100.000,- Keluar 4 bln
10 Ah. Dha Finansial 100.000,- Sda
11 Ah. M. Raf Tunggakan motor 2bln & finansial
1.000.000,- Sda
12 Ah. Yus Finansial 100.000,- Sda
Sumber Data: Tim Data Halaqah Palu Barat 2 Tahun 2018
Berdasarkan data di atas, dapat dipahami bahwa dari dua belas keluar yang
ditinggal fii sabillah oleh suami mereka 7 keluarga diantaranya dengan masa 40 hari.
Artinya, masa panjang 4 karena mereka itu sudah pernah keluar masa 40 hari, dan masa
40 hari sebelumnya baru tiga-tiga hari, atau keluarnya mereka karena nisab tahunan.
Oleh karena adanya ta’awun dalam bentuk nusroh lagi keluarga yang ditinggal fii
sabilillah, maka tanggapan negatif dari pihak keluarga yang ditinggalkan dan masyarakat
sekitar menjadi berkurang, dan bahkan tidak ada lagi tanggapan negatif tersebut.
Bagi halaqah Palu Barat 2 ada sekitar 12 (duabelas) keluarga yang sering di beri
ta’awun, hal ini disebabkan suami mereka sering menyambut takaza terutama menjadi
amir jamaah karena sudah cukup pengalaman membawa jamaah apalagi jamaah baru
dan banyak orang muda, jamaah seperti ini memerlukan penanganan khusus dan sesuai
dengan keinginan jamaah. Selain alasan tersebut, alasan kedua karena kondisi ekonomi
yang kurang mapan, alasan ketiga karena adanya rasa tanggungjawab terhadap sesama
60Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
muslim dan ini salah satu bahagian dari takaza markas (nusroh atas keluarga yang
ditinggal fii sabilillah). Dari jumlah 12 keluarga tersebut, berarti hanya sekitar 30% -
40% saja dari anggota keluarga jamaah yang ada di halaqah Palu Barat 2.
Pengamatan menunjukkan bahwa sifat ta’awun dalam usaha dakwah jamaah
tabligh telah tertanam secara istiqamah dalam hati setiap pekerja dakwah, hal ini dapat
diketahui dari rasa persaudaraan mereka pada saat ada keluarga yang membutuhkan
bantuan, mereka (suami-istri) turunan tangan atau turut memberikan kepedulian yang
dibuktikan dengan adanya nusroh suami istri kepada keluarga yang membutuhkan
bantuan, baik bantuan berupa moril maupun materil, dan hal ini berlanjut terus menerus
setiap tahun (sepanjang usaha dakwah masih eksis).
Hal ini dapat diketahui dari jumlah kepala keluarga yang ada di halaqah Palu
Barat 2 (sudah ikut usaha masturat), sebagaimana data tersebut di bawah ini:
Tabel IIIDAFTAR KELUARGA HALAQAH PALU BARAT 2 TAHUN 2018
NO NAMAMASA KELUAR MASTURAT
3 HARI 15 HARI 40 HARI 2 BULANIP
1 Ah. H. Abd. Kadir
2 Ah. Herto
3 Ah. Afdal
4 Ah. Thalib
5 Ah. Rizal Pakamundi
6 Ah. Ust. Shalihin
7 Ah. Ust. Sadik Sukur
8 Ah. Hi. Amir
9 Ah. Junaidi
10 Ah. Chuplis
11 Ah. Yunus
12 Ah. Usman
61Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
13 Ah. Anca
14 Ah. Haris
15 Ah. Ridwan
16 Ah. Andang
17 Ah. Firman
18 Ah. Acang
19 Ah. Dhani
20 Ah. Moh. Rafiq
21 Ah. Fathi Zubaidi
22 Ah. Agus
23 Ah. Hi. Laode
24 Ah. Yusuf
25 Ah. Andi Yusnar
26 Ah. Faizin
27 Ah. Wawan
28 Ah. Arif
29 Ah. Iwan Pakamundi
30 Ah. M. RidwanPakamundi
31 Ah. Roki
32 Ah. April
33 Ah. Hamka
Jumlah 24 psg 8 psg 1 psg
Sumber data: Tim Data Masturat Markas Kodya Palu Tahun 2017/2018
Dari data di atas diketahui bahwa jumlah keluarga yang telah aktif dalam usaha
dakwah jamaah tabligh baru sekitar 33 kepalakeluarga, akan tetapi karena istiqomah dan
mau berkorban sehingga usaha dakwah dan sifat ta’awun dapat berjalan baik dengan
sesama jamaah, sehingga walaupun jumlahnya sedikit tetapi istiqamah, maka tetap
62Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
berjalan baik dan lancar dan tidak mengenal waktu kerisis ekonomi usaha istila diri dan
dakwah berjalan terus-menerus.
Pengamatan menunjukkan bahwa sifat ta’awun ini telah tertanam di hati para
jamaah masturat ini, sehingga walaupun keluarga mereka kekurangan tetapi sifat rela
berkorban selalu menghiasi kehidupan mereka. Oleh karena itu, adanya sifat ta’awun di
dalam keluarga, sehingga keluarga yang lain dapat ditanggulangi keperluannya, berupa
dana, dan kebutuhan lainnya. Hal ini yang dapat mendukung adalah adanya sifat rela
berkorban harta dan waktu untuk sesama pekerja dakwah khususnya dan masyarakat
muslim pada umumnya. Oleh karena itu, melatih diri keluar fii sabilillah sebagai langkah
untuk membentuk sifat rela berkorban untuk saudara sesama muslim. Hal ini juga dapat
di lihat pada halaqah lain, termasuk halaqah Palu Barat 1 juga kurang lebih ada sepuluh
keluarga yang biasa dibantu, seperti: ah. Muh, ah. Ac, ah. Akb, ah. Ard, ah. Ilh, ah. Sah,
ah. Yus, ah. Ull, ah. Yak, ah.Ifl, ah. Tau, ah. Abi, ah. Mah.
Pengamatan terhadap keluarga yang dinusroh (dibantu) tersebut pada umumnya
keluarga yang mampu secara finansial, dan juga bantuan saat salah satu dari anggota
keluarga tersebut mengalami sakit, dan juga yang mengalami tunggakan listrik dan air
pam (PDAM), bantuah tersebut diberikan setelah melalui proses musyawarah halaqah.
Untuk lebih jelasnya tentang nusroh (bantuan) tersebut dapat di lihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel IVDAFTAR KELUARGA YANG BIASA DINUSROH DI HALAQAH PALU
BARAT 1NO NAMA
KELUARGAJENIS
NUSROHJUMLAH
(Rp) KETERANGAN
1 Ah. Muh Tunggakan listrik &
finansial
2 bln/ 235.000,- Suami keluar 4
bulan
2 Ah. Ac Finansial 100.000,- Sda
3 Ah. Ak Finansial 100.000,- Sda
4 Ah. Ard Finansial 100.000,- Keluar 4 bln
5 Ah. Asw Finansial 100.000,- Sda
63Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
6 Ah. Ill Finansial 100.000,- Sda
7 Ah. Sah Finansial 100.000,- Keluar 40 hari
8 Ah. Yus Finansial 100.000,- Sda
9 Ah. Ull Finansial 100.000,- Keluar 4 bln
10 Ah. Yak Finansial 100.000,- Sda
11 Ah. Ifl Tunggakan motor 2bln & finansial
1.000.000,- Sda
12 Ah. Tau Finansial 100.000,- Sda
13 Ah. Abi PDAM 150.000,- Sda
14 Ah. Mah Keluarga sakit Dibawa ke RS
Anuta Pura Palu
Sda
Sumber Data: Tim Data Halaqah Palu Barat 1 Tahun 2018
Diatas menunjukkan bahwa masalah keluarga yang keluar (khuruj fii sabilillah)
oleh suami mereka, dapat ditanggulangi oleh halaqah mereka masing-masing. Beginilah
keadaan yang dikehendaki didalam Islam, dan tidak terjadi sebaiknya memperlihatkan
rasa tidak simpati kepada keluarga yang ditinggalkan atau terkadang memberikan cacian,
tetapi juga tidak memberikan bantuan ini berarti berbuat dua kesalahan (tidak simpati
dan juga tidak membantu), ajaran Islam menghendaki adanya sikap saling peduli
terhadap sesama, ma adanya sedekah, infak, zakat dan sebagainya sehingga umat ini
menjadi daman, tenang, dan tentram. Apalagi membantu keluarga yang suaminya
menolong agama Alah (khuruj fii sabilillah) sangat wajar dan perlu untuk dibantu.
Dari data tersebut di atas juga di pahami bahwa di halaqah Palu Barat I, hanya
20% keluarga yang sering diberi bantuan. Artinya, bahwa di halaqah tersebut pada
umumnya adalah keluarga berkemampuan secara ekonomis. Hal ini dapat di ketahui dari
data masturat halaqah Palu Barat I, sebagaimana terlampir dalam penelitian ini.
Nusroh keluarga yang di tiggal sudah merupakan ladang amal dalam usaha
dakwah Jamaah tabligh, karena semua halaqah telah mengamalkan amalan tersebut. Hal
ini juga dapat di lihat pada halaqah Ulu Jadi, beberapa keuarga yang biasa dinusroh,
yaitu: ah.Sur, ah. Ib, ah. Sa, ah. Um, ah. Saf, ah. Hem, ah. Ab, ah. Nu, ah, Am, ah. Pi,
64Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
ah.Ru, dan ah. Kum. Data dalam bentuk tabel dapat di lihat pada lampiran dalam
penelitian ini.
Berdasarkan data-data dari setiap halaqah, dapat diketahui bahwa keluarga yang
biasa dinusroh pada setiap halaqah berkisar antara 20% - 40% dari keluarga yang
ditinggal khuruj fii sabilillah. Data-data tersebut dapat di lihat pada tabel terlampir dalam
penelitian ini.
2. Ta’awun Terhadap Jamaah Gerak
Sifat ta’awun terhadap sesama jamaah dalam suatu halaqah merupakan dasar
bagi terbentuknya sifat ta’awun terhadap jamaah gerak. Jamaah gerak ini adalah jamaah
yang datang dari daerah lain, seperti dari Parigi, Poso, Makassar, India, pakistan, dan
lain-lain, bergerak di dalam halaqah Palu Barat 2 (umpamanya) atau di halaqah lain,
maka jamaah dalam halaqah tersebut memberikan bantuan sesuai kebutuhan jamaah
gerak. Bantuan itu dapat berbentuk moril dan juga materil, bantuan yang sifatnya moril
berupa menemani jamaah dalam jaulah, dua setengah jam, usuli, khususi. Sedangkan
dalam benruk bantuan materil, yaitu: makanan, minuman dan tempat tinggal untuk
menginap (di masjid), oleh karena itu tugas orang tempatan atau orang mahalah ialah
menemani dan atau memberikan makan-minum. Oleh karena itu, bagi orang tempatan
merupakan suatu kewajiban untuk bersifat ta’awun terhadap tamu atau jamaah selama
tiga hari di mahalahnya dan ini dilakukan secara berjamaah. Artinya, memberikan
bantuan (ta’awun) melalui musyawarah mufakat agar secara bergantian menemani dan
memberikan bantuan berupa makan-minum kepada jamaah gerak tersebut. Hal ini
berdasarkan informasi dari informan halaqah Ulu Jadi beliau mengemukakan:
”Jamaah gerak adalah yang sedang khuruj fii sabilillah dari daerah lain ataunegara lain datang di daerah atau mahalah kita, maka kewajiban kita sebagaiorang tempatan berkhidmat kepada mereka selama tiga hari di mahalahsebagaimana layaknya tamu, apa lagi orang keluar di jalan Allah ini tamu Allah,maka kita harus memperhatikan mereka (memberikan tempat tinggal, menemanidan menjamu mereka).”16
16Ust. Ujang. Amir halaqah Ulu Jadi, wawancara, Masjid Raudhatul Jannah (masjid mahalah),tanggal, 10 Juni 2018.
65Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
Berdasarkan informasi tersebut dan juga pengamatn menunjukkan bahwa di
mahalah Raudhatul Jannah (mahalah Ustadz Ujang) hampir setiap bulan ada jamaah
gerak, bahkan biasa dua kali dalam sebulan jamaah datang di mahalah tersebut, dan dan
perhidmatan selama tiga hari ditangani oleh orang mahalah atau istilahnya jamaah
gantung belanga selama tiga hari.
Pengamatan menunjukkan bahwa di halaqah lain juga terjadi seperti di halaqah
Ulu Jadi atau mahalah Ustadz Ujang. Hal ini terjadi di halaqah lain seperti di halaqah
Palu Barat 1, bagaimana di informasikan oleh amir halaqah Palu Barat 1, beliau
mengemukakan bahwa;
”di halaqah Palu Barat 1 sering dimasuki jamaah lokal dan juga jamaah luarnegeri (terutama dari India dan Pakistan). Jika jamaah dari luar negeri yangdatang, maka khidmat halaqah itu ful time (sepenuh waktu) atau satu kali 24jam, baik dalam hal khidmat spiritual walaupun makan-minum. Khidmatspiritual maksudnya menemani jamaah (itikaf bersama), menjadi dalil (dalamjaulah dan khususi), dua setengah ja, dan lain-lain. Satu hal lagi, jika ada masturatyang bergerak di satu halaqah, misalnya di halaqah Palu Barat 1, maka itumerupakan tamu halaqah. Tamu halaqah ini maksudnya, halaqah yangmenanggung khidmatnya (makan-minum) selama tiga hari tiga mala, darihalaqah bermusyawarah untuk membicarakan tamu halaqah tersebut danbiasanya di sepakati khidmatnya secara bergiliran dan atau kumpul uang sesuaikebutuhan jamaah selama tiga hari tiga malam (kedua cara ini biasa di lakukan dihalaqah) tergantung kesepakatan musyawarah”.17
Berdasarkan informasi dan pengamatan dapat di simpulkan bahwa ta’awun
dalam hal jamaah gerak telah nampak pada setiap halaqah. Artinya, wujud sifat ta’awun
(saling tolong-menolong/bantu membantu) untuk kepentingan agama dan umat
(khususnya umat Islam).
3. Ta’awun Malam Ijtima’i
Malam ijtima’i adalah malam sabgusari setiap malam jum’at yang bertempat di
markas Masjid Al-Awwabin (di jalan Mangga). Malam tersebut adalah malam
berkumpulnya umat Islam khususnya jamaah yang telah keluar fii sabilillah minimal tiga
hari. Malam tersebut, diisi dengan takrir mulai jam 17:00 sampai 17:45 menit. Tujuan
17Jufri. Amir halaqah Palu Barat 1, wawancara, di Masjid Muhajirin Pasar Manonda, tanggal 08Mei 2018.
66Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
dari takrir ini selain untuk mengumpulkan orang sudah datang lebih awal, tetapi juga
mengarahkan pikiran orang kedalam pikir agama dan umat tentang kebesaran Allah Swt,
dan agar umat mendapatkan hidayah sehingga dapat mengamalkan agama dan
terselamat dari azab Allah Swt,. Selain maksud tersebut, diharapkan juga agar jamaah
ada isti’dad (kesiapan) untuk menyambut takaza (permintaan/pengorbanan)agama pada
saat bayan setelah shalat magrib nanti. Menyambut takaza (4 bulan rijal, 40 hari rijal,
masturat 2 bulan IP, 40 hari dan 15/10 hari) ini juga dimaksudkan sebagai langkah awal
atau cikal bakal terbentuknya sifat ta’awun.
Sifat ta’awun dalam jamaah tabligh ini benar telah wujud sehingga setiap
kegiatan yang dilaksanakan tidak mengalami kendala yang berarti, dan kegiatan-kegiatan
tersebut berjalan secara berkesinambungan, seperti halnya malam ijtima’i. Setiap malam
ijtima’i (di Masjid Al-Awwabin, jl. Mangga) dihadiri kurang lebih 800 sampai 1.200
orang. Jamaah yang datang tersebut, setelah bayan dan pembaca kisah sahabt, maka
semua jamaah di jamu makan malam. Pertanyaannya kemudian, siapa yang menanggung
biaya makan setiap malam jum’at tersebut? Jawabannya adalah semua halaqah bergiliran
setiap malam jum’at. Inilah yang dimaksud khidmat (makan-minum) malam jum’at, dan
setiap halaqah menanggung biaya Rp. 4-5 juta. Hal ini di ketahui berdasarkan informasi
dari salah seorang informan mengemukakan bahwa “malam ijtima’i semua jamaah di
beri khidmat (makan-minum), dana yang digunakan dikumpul oleh orang-orang
halaqah. Artinya, semua mahalah dalam satu halaqah diberikan tanggung jawab
(mengumpul dana) sesuai kesanggupan mahalah tersebut”.18
Pengamatan menunjukkan bahwa setiap malam jum’at di markas Masjid Al-
Awwabin sampai ribuan orang makan malam bersama, makanan tersebut dimasak di
markas ba’da ashar untuk mengikuti bayan hidayah, dan setelah itu mereka mulai
bekerja mempersiapkan khidmat sesuai dengan tugas mereka masing-masing yang
dipimpin oleh seorang amir khidmat.
18Husni. Amir halaqah Palu Selatan 1, wawancara, di Masjid An-Nur (sentral halaqah Palu Selatan1), tanggal, 25 Mei 2018.
67Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
4. Ta’awun dalam Halaqah
Tolong-menolong (ta’awun) dalam halaqah sudah merupakan program rutin.
Hal ini dilakukan ketika ada teman jamaah satu halaqah memerlukan bantuan, saat
malam musyawarah mingguan halaqah, saat ada jamaah gerak, saat ada teman mau
walimah atau hujatan.
Ta’awun dalam halaqah ini fokus utamanya adalah membantu keluarga yang
ditinggal fii sabilillah oleh suami mereka atau anak-anak mereka yang ditinggal fii
sabilillah oleh bapak dan ibu mereka (keluar masturat). Oleh karena itu, keluarga (bapak-
ibu) tidak perlu terlalu cemas saat meninggalkan keluarga (istri dan anak) atau anak-
anaknya. Karena mereka akan dihendel (ditangani) oleh orang-orang halaqah
Musyawarah pekanan halaqah adalah musyawarah yang dilakukan setiap hari
selasa malam setelah shalat magrib sampai isya, dan kalau agenda yang dibahas cukup
banyak, maka biasanya musyawarah dilanjutkan setelah shalat isya. Dalam musyawarah
halaqah ini biasanya disediakan makan malam (berupa makanan ringan), makanan ini
biasanya disiapkan dengan patungan dananya yang dibicarakan melalui musyawarah
harian mahalah. Hal ini diketahui berdasarkan informasi dari salah satu seorang
informan beliau mengemukakan bahwa “setiap malam musyawarah halaqah selalu
diusahakan ada khidmat (makan-malam), karena peserta musyawarah (pulang setelah
isya), maka sebaiknya makan dulu baru pulang ke rumah masing-masing, dan penyedia
khidmat ini secara bergantian atau patungan”.19
Pengamatan menunjukkan bahwa benar hampir semua halaqah menyediakan
khidmat saat musyawarah pekanan, hanya saja jenis khidmatnya yang berbeda-beda (ada
makanan ringan/snack, dan ada yang makan nasi), dan musyawarah ini diadakan setiap
hari selasa malam (malam rabu). Selanjutnya, ada tamu halaqah, seperti pada saat ada
jamaah masturat. Jamaah masturat ini merupakan tamu halaqah sehingga perlu
dikhidmati selama tiga hari.
Kesimpulan
19 Ust. Ujang. Amir halaqah Ulu Jadi, wawancara, di Masjid Raudhatul Jannah, tanggal, 08 Mei 2018.
68Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
Penguatan modal sosial Jamaah Tabligh melalui ta’awun/nusroh, merupakan
suatu kekuatan sosial yang telah terbangun diantara mereka. Sifat ta’awun ini sering juga
disebut dengan kata nosroh artinya membantu. Bentuk bantuan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan; kebutuhan psikologis, dan kebutuhan finansial. Kebutuhan
psikologis dalam bentuk pemberian semangat agar tidak larut dalam kerinduan karena
ditinggal khuruj fii sabilillah oleh suami mereka, dan anjurannya agar memperbanyak
amal infiradi. Nusroh keluarga yang ditinggalkan merupakan kerja utama halaqah dan
terutama mahala tempat keluarga berdomisili. Hal ini dimaksudkan agar keluarga yang
ditinggalkan tetap dalam ketenteraman dan kedamaian walaupun ditinggalkan oleh
suaminya.
Ta’awun dalam bentuk lain adalah jamaah gerak di halaqah. Artinya ada jamaah
yang dari luar daerah bergerak di halaqah, bentuk ta’awunnya adalah menemani mereka
karena kondisi wilayah atau masyarakat yang belum diketahuinya. Demikian juga dengan
ta’awun dengan malam ijtima’i. Artinya, setiap halaqah memberikan partisipasi berupa
kebutuhan malam ijtima’i (malam jum’at) markas Masjid Awwabin untuk memberikan
pelayanan (makan minum) bagi jamaah yang datang malam jum’at (1000 org /1.500 org)
setiap malam jum’at. Demikian juga ta’awun musyawarah kodya Palu yang dilaksanakan
2 bulan sekali (biasanya dihadiri 500 org) dari 12 halaqah kota Palu. Demikian juga,
musyawarah sulteng yang dihadiri dari perwakilan setiap kabupaten yang dilaksanakan
setiap 4 bulan sekali sebagai musyawarah evaluasi kerja kabupaten setiap periode.
Daftar PustakaAgus Rasidi. 2014. Manajemen Masjid dan Masjid Online: www.arroyyan.Com
Bayu Falianto. 1999. Dinamika Terbentuknya Trust (Suatu Studi pada Nasabah BCA CabangDepok. Skripsi Sarjana Strata 1 FISIP-UI
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Solo: PT. Tiga Serangkai Mandiri,2008
Fransis Fukuyama. Trust: The social Virtues and the Creation of Prosperty. New York: TheFree Press
69Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
Franz Magis Suseno. 2001. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan HidupJawa. Jakarta: PT. Gramedia Utama
Gazalba, Sidi. 1989. Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara
Haidlor Ali Ahmad. 2011. Antara Harmoni dan Konflik Umat Beragama di Kabupaten Kediri.
Dalam Harmoni
Hari Poerwanto. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antroplogi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Hans Kung. 1998. Sebuah Model dialog kristen-Islam” dalam jurnal Paramadina. Jakarta:Paramadina
Handayani Niken. 2007. Modal Sosial dan Keberlangsungan Usaha (Studi Deskriptif TentangKeterkaitan Hubungan Modal Sosial dengan Keberlangsungan Usaha Pengusaha Batik diKampong kauma, Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasa Kliwon, Surakrta). Surakarta:Fakultas ISIPOL, Universitas Sevelas Maret
Imam Suprayogo. 2015 Memahami Realitas Sosial Keagamaan, Jakarta: Kementerian AgamaRI, Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan.
J. S, Coleman, Fondation. 1989. of Social Theory. Cambridge: Harvad Uneversity Press
Latifatul Azizah el Mahdi. 2009. Dialog Aksi Antar Umat Bergama: Strategi MembangunPerdamaian dan Kesejahteraan Bangsa: dalam Harmoni. Volume VIII nomor 30
LPM UIN Malang. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat TematikPosdaya Berbasis Masjid. Malang: PT Citra Kharisma Bunda
M. Ishak Shahab An Naddhar. 2011. Khuruj Fi Sabilillah. Bandung: Pustaka Ramdhan.
Muhammad M. Basyuni. 2007. Kebijakan dan Strategi Kerukunan Umat Beragama, Jakarta:Balitbang dan Diklat Depag RI
Mukti Ali. 1994. Dialong dan Kerjasama Agama dalam Menanggulangi Kemiskinan” dalamWeinata Sairin (ed), Dialong Antar Umat Beragama: Membangun Pilar-pilarKeindonesiaan yang Kukuh. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Malcom Knowles. 1979. Modern Parctice of edult education from Paedagogy to Andragogy.Chicago: Fiolet Publishing Company
70Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1, No. 1, h. 48-70.
Mudjia Raharjo, (ed) Quo Vadis. 2006. Pendidikan Islam, Pembacaan Realitas PendidikanIslam, Sosial, dan Keagaman, Malang: UIN Malang Press
M. Mawardi J. 2007. Peranan sosial Capital dalam Pemberdayaan Masyarakat. Lampung:Fakultas IAIN Raden Intan
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Cetakan XI, Bandung: Mizan, 1995
Neong Muhajir. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Paul Knitter. 1995. One Earth Many Religions, Multifaith dialong & Global Reponsibility, whitPreface by Hans Kung: New York: Maryknoll Orbit Books
Rolf Zimmermann. 1984. Emancipation and Rationality: foundational Problems in the Theories ofMax and Habermas: Dalam Ratio, XXXVI
Robert D Putham. 1995 . Bowling alone. America’s declining Social Capital. Jurnal: ofDemocrary
Robert C. Bogsan & Sari Knoop Biklen. 1994. Quality Research for Education: AnIntroduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon, tt), p. 2. Lihat jugaNorman K.Dezim Yvonna S.Lincoln, Handbook of Qualitative Resarch. California: SagePublication.
Tim Peneliti. 2013. Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Mayarakat Membangun Harmoni:Resolusi Konflik Dan Bina Damai Etnorelijius Di Indonesia. Jakarta: Kemenang RI,Badan Litbang dan Diklat Puslitbag Kehidupan Keagamaan
Wahyu Ilaihi. 2009, Dakwah Sebagai Solusi Perdamaian Global, kumpulan makalahCongress Proceeding Dakwah dan Pembangunan Bangsa, Surabaya: APDI
Yohanes Budiarto, Izzatin Kamala, Aam Slamet Rusydiana, Muktibat, Imade ArsanaDwiputra. 2015. Memahami Realitas Sosial Keagamaan. Jakarta: PuslitbangKehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI
Zainal Abidin. 2016, Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi Islam Sebagai Salah Satu Basis ModalSosial Pengembangan Masyarakat, Makalah Seminar Nasional, Palu: IAIN Palu:tanggal, 23 November 2016