Post on 24-Jan-2016
description
KRITISI JURNAL
Blok Sel dan Hematologi
“Prevalence and Risk Factors for Vitamin D Deficiency
In Children with Iron Deficiency Anemia”
Dosen pembimbing:
Ns. Suryanto, Skep., MN
Disusun Oleh :
Fenti Diah Hariyanti 105070201111002
Adelia Rohmah 115070201111006
Istiqomah 115070201111030
Kelompok 4Psik reguler genap
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kritisi jurnal Sistem Hematologi dan Sel. Kami juga
berterima kasih pada Bapak Suryanto yang telah membimbing dan
mengarahkan kami dalam menyusun tugas kritisi jurnal ini.
Tugas yang berupa kritisi jurnal ini disusun demi memenuhi tugas
mata kuliah SistemHematologi dan Sel. Kritisi jurnal ini berisikan tentang
identifikasi masalah/topik yang dibahas di dalam jurnal, analisis hasil
penelitian dalam jurnal, kritikan terhadap jurnal, dan aplikasi hasil
penelitian pada setting pelayanan kesehatan kesehatan di Indonesia.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula tugas kritisi jurnal ini
yang masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan. Selain itu, kami mengharapkan kritik dan
saran agar tugas kritisi jurnal ini bisa lebih baik lagi. Semoga tugas kritisi
jurnal ini dapat bermanfaat. Kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu menyelasikan tugas kritisi jurnal ini.
Malang, 26 September 2012
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Kekurangan zat besi merupakan kekurangan gizi yang paling umum
di seluruh dunia dan Kekurangan vitamin D merupakan hal yang sangat
penting dalam masalah gizi kerena Vitamin D mempengaruhi penyerapan
kalsium dan metabolisme tulang. Penurunan kadar vitamin D dapat
menyebabkan beberpa penyakit yangf serius diantarantanya yaitu
diabetes mellitus tipe 1 , hipertensi, kanker, serta dapat menurunkan
kekebalan tubuh . Beberapa studi telah melaporkan meningkatnya insiden
VDD dan gizi rakhitis pada anak-anak dan remaja terjadi diberbagai
negara. Ada beberapa faktor risiko untuk VDD pada bayi dan anak-anak,
termasuk paparan sinar matahari yang terbatas karena tinggal di utara
lintang, kulit gelap, penggunaan berlebihan sun block, dan ketergantungan
pada menyusui tanpa supplemen yang memadai.
Anak yang menderita Anemia kekurangan zat besi akan beresiko
mengalami kekurangan vitamin D. Oleh karena itu dengan mengkritisi
jurnal ini diharapkan perawat bisa mengantisipasi pada anak yang
memnderita anemia kekurangan zat besi menderita kekurangan vitamin D
dengan cara memberikan zat besi serta vitamin D pada penderitanya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Identifikasi
Judul : Prevalence and Risk Factors for Vitamin D
Deficiency In Children with Iron Deficiency Anemia
Pengarang : Jung Won Yoon, MD, Sung Woo Kim, MD,
Eun Gyong Yoo, MD, Moon Kyu Kim, MD
Tahun : 2012
Topik :
Dalam jurnal ini membahas resiko kekurangan vitamin D (VDD)
pada anak yang menderita anemia kekurangan zat besi yang semakin
merata. Kekurangan zat besi merupakan kekurangan gizi yang paling
umum di seluruh dunia dan kekurangan vitamin D (VDD) merupakan
masalah penting dalam gizi, Karena Vitamin D mempengaruhi
penyerapan kalsium dan metabolisme tulang.
Tujuan dalam penelitian dala jurnal ini yaitu mengevaluasi
faktor resiko yang menyebabkan anak menderita VDD. Ada beberapa
faktor risiko untuk VDD pada bayi dan anak-anak, termasuk paparan
sinar matahari yang terbatas karena tinggal di utara lintang, kulit
gelap, penggunaan berlebihan sun block, dan ketergantungan pada
menyusui tanpa supplementation5 memadai. Secara khusus,
penelitian sebelumnya melaporkan bahwa pemberian ASI eksklusif
merupakan faktor risiko untuk anemia defisiensi besi (ADB) pada bayi,
bahwa risiko IDA pada 9 bulan lebih tinggi pada bayi ASI eksklusif,
dan bahwa bayi yang diberikan suplemen zat besi memiliki ketajaman
yang lebih baik visual dan lebih tinggi psikomotor dan skor
perkembangan pada 13 bulan dibandingkan bayi tidak diberi besi
supplemen.
Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa VDD
memiliki prevalensi tinggi pada anak-anak Korea yang menderita IDA.
Tenaga kesehatan harus menyadari bahwa anak yang menderita
VDD dengan IDA harus memberinya vitamin D serta besi.
Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini yaitu dengan
mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner, penilaian
medis, dan laboratorium tes, termasuk pengukuran 25-hydroxyvitamin
D (25OHD), hemoglobin, dan radiografi pergelangan tangan pada 79
anak yang didiagnosis dengan IDA.
2. Analisis Data
INTRODUCTION
Penelitian dalam jurnal ini dilakukan pada 79 anak berusia 4
bulan hingga 13 tahun yang didiagnosa Anemia Defisiensi Besi antara
bulan april 2010 hingga Maret 2011. Data mengenai kelahiran,
pemberian makanan, suplemen mikronutrien, status imunisasi, dan
riwayat kesehatan didapatkan dengan metode kuisioner. Pemberian
susu dikelompokkan menjadi tiga kategori dengan memperhatikan
pemberian ASI, susu sapi, dan susu formula. Anemia Defisiensi Besi
adalah suatu keadaan ketika kadar Hb kurang dari 11g/dl dan serum
ferritin kurang dari 12ng/mL baik untuk laki-laki maupun
perempuan.Serum feritin merupakan reaktan fase akut, sehingga
konsentrasinya akan meningkat dengan kondisi inflamasi kronis,
infeksi, penyakit liver, dan pengukuran simultan protein C-reactive
(CRP) sangat diperlukan untuk mengurangi inflamasi.
Dalam penelitian ini jika serum feritin lebih dari 12 ng/mL,
maka gejala klinis dan pengukuran CRP dan diagnose IDA jika volume
rata-rata korpuskuler (MCV) dibawah 70fL, distribusi sel darah merah
meningkat, dan saturasi transferring kurang dari 15%. Dalam penelitian
ini VDD didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana serum 25OHD
kurang dari 20 ng/mL, insuffisiensi Vit.D(VDI) didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana 25OHD antara 20 dan 30 ng/mL, dan Suffisiensi
Vit.D jika 25OHD lebih dari 30 ng/mL. level serum 25 OHD diukur
dengan Radioimmunoassay kit from DiaSorin.
RESULT
Tabel di atas menunjukkan karakteristik dari partisipan
penelitian dalam jurnal ini. Usia rata-rata adalah 21.7±35.4 bulan dan
indeks massa tubuh adalah 17.3±1.8 kg/m2. Seperempat dari
partisipan lahir secara premature, dan 24% memiliki anemia maternal,
tetapi hanya 15 partisipan (19%) yang menerima suplemen vitamin dan
mineral. Lebih dari separuh partisipan terpaksa dirawat di rumah sakit
karena penyekit, sperti pneumonia, bronchiolitis, atau gastroenteritis.
Jurnal ini membandingkan etiologi IDA sesuai dengan usia
klien. Prevalensi pemberian ASI adalah 93% pada anak-anak
dengan usia kurang dari 2 tahun, dan 64% pada anak-anak yang
berusia lebih dari 2 tahun (P <0,05) (Tabel 2). Dua klien yang
berusia lebih dari 2 tahun diberi susu sapi lebih dari 1.000 mL per
hari, dan satu klien dengan perdarahan kronis gastro-intestinal
diidentifikasi memiliki lymphangioma perut. Hasil pengukuran status
vitamin D menunjukkan bahwa 46 subjek (58%) memiliki plasma
25OHD bawah 30 ng / mL, dan 31 dari subjek ini (39%) telah
terserang VDD (25OHD <20 ng / mL). Sebanyak 30 subyek (44%)
berusia kurang dari 2 tahun telah VDD, dan hanya 1 anak yang
berusia lebih dari 2 tahun (9%) yang terserang VDD (P = 0,028).
Dua belas klien (15%) memiliki ALP tinggi dan 5 klien (6%) memiliki
bukti radiologis rakhitis, dan semua klien tersebut berusia kurang
dari 2 tahun (P = 0.159 dan P = 0,392, masing-masing).
DISCUSSION
Berbagai jenis analisa menunjukkan bahwa VDD sangat
berhubungan dengan usia,ASI, fosfor, dan ALP, tetapi tidak dengan
jenis kelamin, berat badan lahir, kelahiran prematur, serum kalsium,
variabel IDA (Hb, MCV,RDW, retikulosit, ferritin, Fe, dan TIBC).
Analisis yang variatif tersebut tersebut menunjukkan bahwa
konsumsi ASI adalah salah satu faktor risiko untuk VDD. Studi
sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa konsumsi ASI tanpa
suplementasi merupakan vaktor risiko untuk VDD. ASI manusia
memiliki vitamin D yang rendah, maka American Academy of
Pediatrics merekomendasikan bahwa semua bayi yang
mengonsumsi ASI, terlepas dari apakah mereka diberi suplemen
susu formula, harus diberikan 400 IU vitamin D per hari. Namun
dalam analisis logistik, tidak ditemukan bahwa konsumsi ASI
merupakan faktor risiko independen untuk VDD pada anak dengan
IDA.
Dalam studi ini, 58% dari anak-anak IDA memiliki kadar
vitamin D di bawah normal dan 39% telah VDD. Sebanyak 89% dari
anak-anak saat ini atau baru disusui, dan 97% dari subyek yang
VDD telah disusui. Namun, subjek dengan VDD atau VDI tidak
memiliki serum Hb lebih rendah, ferritin, atau besi dibandingkan
dengan tingkat kecukupan 25OHD. Anak-anak dengan VDD rata-
rata berusia kurang dari 2 tahun, telah disusui.
Keterbatasan penelitian jurnal ini adalah terbatasnya
populasi klien anak-anak dengan IDA, dan hanya sejumlah kecil
anak-anak berusia lebih dari 2 tahun. Selain itu, jurnal ini tidak
memeriksa kelompok kontrol anak-anak yang sehat, sehingga hasil
prevalensi VDD di IDA tidak dapat digeneralisasi untuk populasi
lain. Sebagai kesimpulan, penelitian dalam jurnal ini anak-anak
dengan IDA menunjukkan bahwa tidak ada korelasi dalam
keparahan anemia dengan VDD. Namun, hasil jurnal ini juga
menunjukkan bahwa jika seorang anak didiagnosis dengan IDA,
sedang atau telah ASI, berusia kurang dari 24 bulan, maka dokter
utama harus mempertimbangkan diagnosis VDD. Dengan
demikian, dokter harus mengukur kadar vitamin D pada klien
tersebut, prosedur yang saat ini tidak menjadi bagian dari
perawatan rutin, dan suplemen vitamin D bila diperlukan.
3. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal
1. Kelebihan
a. Komposisi yang ditulis penulis dalam jurnal ini sudah cukup
lengkap. Yaitu mengandung pendahuluan, bahan dan metode
yang digunakan, hasil dan diskusinya , kesimpulan, dan referensi.
b. Penulis sudah memberikan masukan/saran tenaga kesehatan baik
dokter maupun perawat untuk menyadari kemungkinan VDD pada
anak yang menderita IDA dan harus melengkapi vitamin D serta
zat besi.
c. Antara judul dengan isi (metode, hasil, diskusi, kesimpulan) sudah
sesuai dan selaras, sehingga tidak melenceng dari topik yang
dibahas.
d. Referensi mendukung artikel
e. Dalam jurnal ini penulis menjelaskan pentingnya vitamin D dan zat
besi bagi tubuh.
f. Metode pengumpulan data yang digunakan bermacam-macam
tidak hanya satu macam yaitu kuesioner, penilaian medis, dan
laboratorium tes, termasuk pengukuran 25-hydroxyvitamin D
(25OHD), hemoglobin, dan radiografi pergelangan tangan.
2. Kekurangan
a. Kesimpulan dalam jurnal ini tidak dijelaskan secara lengkap,
hanya dijelaskan secara sederhana di awal saja.
b. Jumlah anak yang disurvei dalam penelitian hanya 79 orang. Akan
lebih baik jika lebih banyak lagi anak yang disurvei dalam
penelitian ini.
c. Jurnal ini tidak memeriksa kelompok kontrol anak-anak yang
sehat, sehingga hasil prevalensi VDD di IDA tidak dapat
digeneralisasi untuk populasi lain.
4. Aplikasi Hasil Penelitian menurut Jurnal pada Setting Pelayanan
Kesehatan di Indonesia
Kekurangan zat besi dan vitamin D (VDD) merupakan salah
satu penyabab terjadinya malnutrisi yang paling umum di seluruh
dunia. Seperti yang kita ketahui bahwa vitamin D berperan dalam
penyerapan kalsium dan metabolisme tulang. Sehingga apabila terjadi
kekurangan vitamin D dapat menimbulkan penyakit, diantaranya
adalah anemia devisiensi besi (IDA) diabetes mellitus tipe 1,
hipertensi, kanker, dan rakhitis. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di korea sekitar 58% anak mengalami VDD (25OHD <30 ng
/ mL). Dari hasil penelitian, didapatkan data beberapa faktor risiko
terjadinya VDD pada bayi dan anak-anak, yaitu paparan sinar
matahari yang berlebihan, kulit gelap, penggunaan berlebihan sun
block, dan mengkonsumsi ASI tanpa adanya suplemen.
Di Indonesia sendiri, kekurangan zat gizi terutama zat besi
merupakan kejadian yang sering terjadi pada anak-anak. Mengingat
kondisi ekonomi dan pemerintahan Indonesia yang masih merupakan
negara berkembang membuat angka kekurangan zat besi pada anak-
anak terus meningkat. Padahal pemerintah sudah mengupayakan
segala cara untuk megatasinya. Akan tetapi, kondisi ini tidak membaik
dari sebelumnya. Penggunaan ASI yang disarankan untuk memenuhi
kebutuhan bayi-pun ternyata dapat menjadi salah satu factor resiko
dari kekurangan zat besi. Hal ini dikarenakan ASI memiliki tingkat
kandungan vitamin D dalam ASI yang rendah. Kenyataan tersebut
juga dibuktikan berdasarkan analisis univariat pada penelitian dalam
jurnal yang mendapatkan hasil bahwa menyusui tanpa mengkonsumsi
suplemen vitamin D dapat menjadi salah satu faktor risiko untuk VDD
dan menyebabkan keurangan zat besi. Oleh karenaya, American
Academy of Pediatrics menyarankan pemberian 400 IU vitamin D per
33 hari untuk anak-anak yang mengkonsumsi ASI maupun susu
formula.
Dalam hal ini peran perawat sangat dibutuhkan sebagai
edukator bagi keluarga yang memiliki anak balita terutama untuk ibu-
ibu yang sedang menyusui. Di sini perawat menjelaskan pentingnya
mengkonsumsi susu untuk pertumbuhan anak-anak di masa
mendatang, baik itu ASI maupun susu formula. Akan tetapi,
penggunaan ASI dan susu formula harus diiringi dengan penggunaan
suplemen vitamin D. Perawat sebagai edukator menjelaskan bahwa
penggunaan suplemen ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
malnutrisi vitamin D pada anak-anak. Pemberian suplemen ini dapat
dilakukan secara langsung atau melalui ASI ibu.
Dalam mengaplikasikan inovasi ini di Indonesia, pihak
pemerintah dan dinas kesehatan juga harus turur bekerjasama untuk
membantu mengsosialisasikan informasi tersebut. Dari jurnal tersebut,
dapat disimpulkah bahwa hal yang penting yang harus diperhatikan
adalah kemampuan perawat untuk memainkan peran sebagai
edukator untuk ibu-ibu yang memiliki anak-anak. Penggunaan strategi
penyampaian yang tepat dalam berkomunikasi pada kelompok ibu-ibu
tersebut sehingga apa yang disampaikan oleh perawat dapat
dilakukan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam jurnal ini membahas resiko kekurangan vitamin D (VDD)
pada anak yang menderita anemia kekurangan zat besi yang semakin
merata. Kekurangan zat besi merupakan kekurangan gizi yang paling
umum di seluruh dunia dan kekurangan vitamin D (VDD) merupakan
masalah penting dalam gizi, Karena Vitamin D mempengaruhi penyerapan
kalsium dan metabolisme tulang. Kesimpulan penelitian dalam jurnal ini
anak-anak dengan IDA menunjukkan bahwa tidak ada korelasi dalam
keparahan anemia dengan VDD. Namun, hasil jurnal ini juga
menunjukkan bahwa jika seorang anak didiagnosis dengan IDA, sedang
atau telah ASI, berusia kurang dari 24 bulan, maka dokter utama harus
mempertimbangkan diagnosis VDD. Dengan demikian, dokter harus
mengukur kadar vitamin D pada klien tersebut, prosedur yang saat ini
tidak menjadi bagian dari perawatan rutin, dan suplemen vitamin D bila
diperlukan.
Di Indonesia sendiri, kekurangan zat gizi terutama zat besi
merupakan kejadian yang sering terjadi pada anak-anak. Mengingat
kondisi ekonomi dan pemerintahan Indonesia yang masih merupakan
negara berkembang membuat angka kekurangan zat besi pada anak-
anak terus meningkat. Dalam mengaplikasikan inovasi ini di Indonesia,
pihak pemerintah dan dinas kesehatan juga harus turur bekerjasama
untuk membantu mengsosialisasikan informasi tersebut. Dari jurnal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa hal yang penting yang harus
diperhatikan adalah kemampuan perawat untuk memainkan peran
sebagai edukator untuk ibu-ibu yang memiliki anak-anak. Penggunaan
strategi penyampaian yang tepat dalam berkomunikasi pada kelompok
ibu-ibu tersebut sehingga apa yang disampaikan oleh perawat dapat
dilakukan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.