Post on 13-Apr-2018
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
1/18
1
DAKRIOSISTITIS
I. Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,
kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus
inferior.1Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut
dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip
dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas
hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata
diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke
bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke
seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.2
Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase2
]Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan
inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai
penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
2/18
2
dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan
orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara
pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki
panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial
orbita.2
Sistem Sekresi Air Mata
Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal
air mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun
seiring dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh
kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di
atas orbita.Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak didalam
palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator
menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap
lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai
dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior.Sekresi dari
kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata
mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora).Persarafan pada kelenjar
utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh
jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus. Kelenjar lakrimal
tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunya peranan
penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama yang
menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran.Kelenjar-kelenjar
ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel goblet uniseluler
yang tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi substansi
lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut
membentuk film prekorneal 3
Komposis air mata terdiri dari :
Sel goblet pada konjungtiva membentuk lapisan terdalam air mata
dengan mensekresi musin, dimana distribusinya merata pada permukaan
mata.
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
3/18
3
Glandula lakrimalis dan glandula aksesorius membentuk lapisan
intermediate akuos pada air mata.
Kelenjar Meibom memproduksi minyak pada lapisan terluar air mata,
yang mengurangi penguapan lapisan dasar akuos.4
Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis.Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting mulai
di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, danmenyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali
mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga
memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan
sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang
sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan
masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler. 4
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang
mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan,
palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi
sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan
negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus,
yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya
berat dan elastisitas jaringan ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan
mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata
dan udara.Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di
ujung distal duktus nasolakrimalis.Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air
mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli
dan sistem lakrimal inferior.4
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
4/18
4
Gambar 2.Anatomi normal pada sistem ekskresi air mata.4
Penguapan air mata mengurangi jumlah air mata sekitar 10% pada usia
lebih muda dan 20% pada usia lebih tua. Sebagian besar aliran air mata secara
aktif dipompa dari tear lake dengan adanya aktifitas otot orbikularis.beberapa
bentuk teori mekanisme pompa air mata telah dikemukakan. Mekanisme menurut
Rosengren-Doane, kontraksi orbikularis memberikan kekuatan . Kontraksi
tersebut menghasilkan tekanan positif di dalam sakus lakrimalis, mendorong air
mata menuju hidung. Ketika kelopak mata membuka dan menutup rapat, sakus
lakrimalis akan memberikan tekanan negative. Tekanan ini akan memberi tahanan
pada kelopak mata dan juga punktum. Ketika kelopak mata terbuka sempurna,
punktum terbuka dan tekanan negative mendorong air mata menuju kanalikuli,4
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
5/18
5
Gambar 3.Pompa lakrimasi. A,pada saat istirahat.B dengan menutupnya kelopak mata,
terjadi kontraksi orbicularis. Penekanan pada orbikularis pre tarsal dan penutupankanalikuli.Orbikularis preseptal, yang menuju sakus lakrimalis, menarik sakus lakrimalis
hingga terbuka. Membuat adanya tekanan negatif yang menyebabkan air mata masuk ke
sakus lakrimalis.C, dengan terbukanya kelopak mata, relaksasi m.orbikularis, dan
keelastisannya akan membentuk tekanan positif dalam sakus yang mengalirkan air mata
turun ke duktus.4
.
II. Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1
III. Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40
tahun, terutama perempuan dengan puncakinsidensi pada usia 60 hingga 70
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
6/18
6
tahun.3Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.3Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.1
IV. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis , yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.3
b.
Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.3
c.
Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan
selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis
kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang
berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang
indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi
kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan. 3
Gambar 4. Dakriosistitis Akut3 Gambar 5. Dakriosistitis Kongenital3
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
7/18
7
V. Faktor Predisposisi Dan Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus
nasolakrimalis 5:
Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan
kalsium, atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada
sinus maksilaris.
Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.5
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram
negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-
Staphylococcusmerupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga
merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.6
VI. Patomekanisme
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip
hidung.Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukanair mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 6
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 6. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
8/18
8
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.6
VII. Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada
dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora)
yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus
lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke
kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan,
maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.Pada dakriosistitis kronis gejala
klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan terutama bila terkena
angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang disertai
nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus
di daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.1,2
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air
mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak
tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).5
VIII.Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
9/18
9
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.1
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakanprobing testdan
anel test.1,3,5
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.1
Gambar 6. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri7
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresilakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien
diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue
didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.1,4
Jones dye testjuga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test Idan Jones Test II. Pada
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
10/18
10
Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau
berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II,
caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak
didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada
sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas,
maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih
dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang
terganggu. 3,5,
Gambar 7. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II8
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaanlainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.1,5
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
11/18
11
Gambar 8. Anel Test8
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan
diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.3
Gambar 9. Probing Test8
IX. Diagnosis Banding
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita.Selulitis orbita akan memberikan gejala
demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
12/18
12
eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan
menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis
pembuluh vena dengan edema papil.3Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan
lunak orbita yang terletak posterior dari septum orbita. Lebihdari 90% kasus
selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau
kronis.Gambaran klinisnya antara lain demam (lebih dari 75% kasus
disertailekositosis), proptosis, kemosis, hambatan pergerakan bola mata dan nyeri
pergerakan bola mata. Keterlambatan pengobatan akan mengakibatkan
progresifitas dari infeksi dan timbulnya sindroma apeks orbita atau trombosis
sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi antara lain kebutaan,kelumpuhan saraf
kranial, abses otak, dan bahkan dapat terjadi kematian.3
Gambar 10 .Selulitis orbita pada mata kiri dengan tanda eritema, proptosis, dan ptosis.
Juga terdapat kemosis dan hypo-opyhalmia.3
Karena sebagian besar selulitis orbita merupakan manifestasi dari sinusitis,
maka pemeriksaan CT Scan pada sinus paranasal merupakan keharusan.
Dilakukan konsultasi dengan bagian otolaringologi untuk pemeriksaan sinus.
Penyebab dan faktor predisposisi selulitis orbita antara lain sinusitis, trauma okuli,
riwayat operasi,dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita,infeksi gigi
(odontogen), tumor orbita atau intraokuler,serta endoftalmitis.3
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
13/18
13
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak.Pada hordeolum externum nanah
dapat keluar dari pangkal rambut. Hordeolum internum atau radang kelenjar
Meibom memberikan penonjolan terutama kedaerah konjungtival tarsal.
Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar dibandingkan hordeolum
internum.Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya
kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar
preaurikuler biasanya ikut membesar.Sering hordeolum ini membentuk abses dan
pecah dengan sendirinya.Pada nanah dari kantong nanah yang tidak dapat keluar
dilakukan insisi.
1,9,10
X. Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%)7atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari 1.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering 1,7. Dari analisis antibiogram yang di isolasikan telah menemukan golongan
gentamisin, ciprofloxacin dan kloramfenikol merupakan golongan yang sensitif
terhadap bakteri gram positif mahupun gram negative. Untuk mengatasi nyeri dan
radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), dan apabila
perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara
intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 7. Bila terjadi abses dapat
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
14/18
14
dilakukan insisi dan drainase 1. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat
diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus
nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang
lagi. 1
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy(DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal
dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan
prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan
menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.7
Gambar 12. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal3
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya
yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
15/18
15
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada
fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa
membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-
rata hanya 12,5 menit). 3
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut
dan kontraindikasi relatif12. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia
yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau
fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara
lain:3
Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata
-
Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
-
Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopi
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis3
Gambar 13. Teknik Dakriosistorinostomi Internal3
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
16/18
16
XI. Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.11
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas.11
XII. Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam.11
7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
17/18
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas HS, Yulianti SR. Apparatus Lakrimalis, dalam Ilmu Penyakit Mata,
Edisi Keempat, Jakarta : 2013, badan Penerbit FKUI, halaman 105-106.
2. Long GK. Disorder of The Lower Lacrimal System, dalam A Pocket
Textbook Atlas of Ophthalmology, 2ndEdition, New York : 2006, Thieme
Marketing, halaman 57-60.
3. Gilliland GD, Roy H. Dacryocystitis, [serial online],
http://www.emedicine.com/,updated Feb 20, 2014.
4.
Khurana AK. Disease of Lacrimal Apparatus, dalam Comprehensive
Ophthalmology, 4th Edition, New Delhi : 2007, New Age International
Limited, halaman 369-375.
5.
Olver J, Cassidy L.Lacrimal, dalam Ophthalmology at a Glace, Australia :
2005 , Blackwell Science Ltd, halaman 58-59.
6. Barathi MJ, Ramakrishnan R, Maneksha V, Shivakumar et Al.
Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis, [serial
online],http://www.eye.com/,updated June 29, 2007.7. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Eyelids and Adnexa, dalam Review
of Optometry, The Handbook of Occular Disease Management Twelfth
Edition, [serial online], http://www.revoptom.com/, updated April 12,
2010
8. Tratter WB, Kaiser PK, Fredman NJ. Orbit/ Lid/ Adnex.dalam Review of
Ophthalmology, 2nd Edition, Edinburgh : 2012, Elsevier Saunders,
halaman 186.
9. Singh D, Roy H. Fungal Keratitis, [Serial Online],
http://www.emedicine.com/, updated Aug 9, 2013.
10.
Eva PR, Whitcher JP. Lids, Lacrimal Apparatus, & Tears, dalam Vaughan
& Asburys General Ophthalmology, 17th Edition : 2007, McGrawHill,
halaman 21-23.
11.
O'Brien, Terrence P. Dacryocystitis, [serial online],
http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm,updated Sep 29, 2004.
http://www.emedicine.com/http://www.eye.com/http://www.revoptom.com/http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htmhttp://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htmhttp://www.revoptom.com/http://www.eye.com/http://www.emedicine.com/7/26/2019 Dacriocyctitis Kronik
18/18
18
12.
Palay DA, Krachmer JH. Orbital Disease, dalam Primary Care
Ophthalmology, 2nd Edition, Philadelphia : 2005, Mosby, halaman 49,281-
282.
13.
Crick RP, Khaw PT. A Practical Guide to Disorders of The Eyes and
Their Management, dalam A Textbook of Clinical Ophthalmology, 3 rd
Edition, New Jersey : 2003, World Scientific, halaman 212-213.
14.Sehu KW, Lee WR. Eyelid and Lacrimal Sac, dalam Ophthalmic
Pathology : An Illustrated Guide for Clinicians, 1st Edition, Australia :
2005, Blackwell Publishing, halaman 36-37.