See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/299090430
Penjaminan Keselamatan Pasien sebagai Upaya Manajemen Resiko
Working Paper · March 2016
CITATIONS
0READS
3,315
5 authors, including:
Angga Rahmadani
Universitas Padjadjaran
3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Angga Rahmadani on 20 March 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
Tugas Mata Kuliah : Keselamatan Pasien
Nama : Angga Rahmadani
NPM : 260120150031
Penjaminan Keselamatan Pasien sebagai Upaya Manajemen Resiko
Pendahuluan
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang mengagetkan banyak pihak : ―TO ERR IS HUMAN‖ , Building a
Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di
Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
(Adverse Event) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan
di New York KTD adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka
kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah
33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada
tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai
Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan
rentang 3,2 – 16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera
melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien (DEPKES
RI, 2006).
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near
miss) masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan ―mal
praktek‖, yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif
melaksanakan langkah langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah
sakit dengan mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah
sakit.
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada
‖Hospital Patient Safety Standards‖ yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar
keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Pengertian Patient Safety (Keselamatan Pasien)
Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien bebas dari harm (cedera)
yang termasuk didalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial,
penderitaan, cacat, kematian, dan lain-lain yang seharusnya tidak seharusnya
terjadi atau cedera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS,
2007).
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman (DEPKES RI 2006).
Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DEPKES RI,
2006).
Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) terdiri dari sistem
pelaporan insiden, analisis, belajar dan riset dari insiden yang timbul,
pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan, penetapan
berbagai pedoman, standar, indikator keselamatan pasien berdasarkan
pengetahuan dan riset, keterlibatan dan pemberdayaan pasien, pengembangan
toksonomi: konsep, klasifikasi, norma, istilah dan sebagainya. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanankan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan (DEPKES RI, 2006).
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan
kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya
adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang
lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita
semua.
Resiko dalam Penyelenggaraan Kesehatan
Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis
obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit
yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(medical errors). Menurut Institute of Medicine (Kohn, et al, 1999), medical error
didefinisikan sebagai ―suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan
untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan)‖. Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa
Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum
obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotnya). Adverse Event atau Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera
yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
―underlying disease‖ atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan
atau keterlambatan diagnosa, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas
hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada
prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow
up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian terjadi karena kurang atau
tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Secara umum
risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau
perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Begitupun dalam
,segala kegiatan didalamnya juga mengandung risiko yang harus ditangani agar
tidak menimbulkan kerugian yang fatal. Untuk menangani risiko tersebut bisa
dilakukan dengan manajemen risiko. Ketidakpastian yang menimbulkan
kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity),
sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal
dengan istilah risiko (risk).
Sistem dalam pelayanan kesehatan bisa sangat besar dan jauh
jangkauannya, atau mereka dapat lebih terlokalisasi. Dalam pelayanan kesehatan,
sistem dapat menjadi sistem yang terintegrasi pengiriman, sistem multihospital
dimiliki terpusat, atau sistem virtual terdiri dari banyak mitra yang berbeda di
wilayah geografis yang luas. Namun, ruang operasi atau unit kandungan juga
merupakan sebuah sistem. Selanjutnya, setiap elemen dalam sistem mungkin
miliki beberapa sistem (subsistem). Misalnya, satu ruang operasi merupakan
bagian dari departemen bedah, yang merupakan bagian dari sebuah rumah sakit,
yang merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang lebih besar.
Variabel ukuran, ruang lingkup, dan keanggotaan sistem membuat mereka sulit
untuk menganalisis dan memahami.
Ketika sistem yang besar gagal, itu karena beberapa kesalahan yang
terjadi bersama-sama dalam suatu interaksi yang tak terduga, menciptakan rantai
peristiwa dimana kesalahan tumbuh dan berkembang. Hasil akumulasi kejadian-
kejadian tersebut menjadi suatu kecelakaan. Kecelakaan adalah suatu kejadian
yang melibatkan kerusakan pada sistem didefinisikan yang mengganggu output
yang sedang berlangsung atau masa depan sistem itu (Kohn, et al, 1999).
Manajemen risiko adalah teknik yang digunakan oleh organisasi dan
badan-badan publik untuk meningkatkan keamanan dan kehandalan, dan
meminimalkan kerugian. Proses ini melibatkan identifikasi, evaluasi, dan
pengendalian risiko. identifikasi risiko dapat dicapai dengan menggunakan
sejumlah teknik. Evaluasi risiko meliputi pengukuran dan penilaian risiko.
Implisit dalam proses ini adalah kebutuhan untuk keputusan suara membuat pada
sifat potensi sistem sosio teknis dan kehandalan mereka diprediksi.
Keputusan tentang penerimaan risiko tergantung pada sejumlah faktor,
termasuk kepedulian sosial, ekonomi, politik, dan legislatif. Tahap akhir dalam
pengelolaan risiko adalah pengendalian risiko. strategi pengendalian risiko dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kategori: penghindaran risiko, retensi, transfer,
dan pengurangan (Cox, S., 1991)
Penghindaran risiko melibatkan keputusan sadar pada bagian dari
organisasi untuk menghindari risiko tertentu dengan menghentikan operasi
yang memproduksi risiko.
Retensi risiko dapat terjadi dengan pengetahuan (keputusan yang disengaja
untuk mempertahankan risiko, misalnya, self financing) atau tanpa
pengetahuan (terjadi ketika risiko belum teridentifikasi).
Transfer risiko adalah transfer sadar risiko, yaitu, ke organisasi lain
melalui asuransi.
Pengurangan risiko adalah pengelolaan sistem untuk mengurangi risiko.
Sejumlah teknik, konsep, dan strategi dalam kaitannya dengan teknologi,
sistem manajemen, dan faktor manusia.
Ada beberapa panduan mengenai keselamatan pasien di rumah sakit.
Berikut beberapa sumber yang dapat digunakan sebagai panduan:
a) Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial
b) Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS sebagai panduan bagi staf
Rumah Sakit (DEPKES RI, 2006):
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan
dan budaya yang terbuka dan adil.
2) Pimpin dan dukung staf RS, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan
jelas tentang keselamatan pasien di RS.
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal yang
potensial bermasalah.
4) Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf dapat dengan mudah
melaporkan kejadian/insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-
RS.
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/ masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan.
Perangkat dalam Keselamatan Pasien (Patient Safety Tools)
Sebuah penilaian budaya keselamatan menyediakan sebuah organisasi
dengan pemahaman dasar tentang persepsi yang berkaitan dengan keselamatan
dan sikap manajer dan staf. Tindakan budaya keselamatan dapat digunakan
sebagai alat diagnostik untuk mengidentifikasi area untuk perbaikan. Karena ada
banyak potensi awal poin untuk upaya perbaikan, penilaian budaya keselamatan
dapat membantu organisasi untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang dianggap
lebih bermasalah daripada yang lain. Masalah budaya yang diidentifikasi sebagai
bermasalah dapat menyediakan bahan untuk lebih lanjut analisis yang mendasari ''
akar penyebab '' dan untuk menghasilkan ide-ide perbaikan dari staf terlibat
langsung dalam masalah.
Perangkat Pengumpul Data
1. Survey Keselamatan Pasien (Safety Surveys)
Alat penilaian budaya keselamatan digunakan untuk mengembangkan dan
mengevaluasi perbaikan keselamatan Intervensi dalam organisasi
perawatan kesehatan dan memberikan metrik dimana pemahaman bersama
implisit tentang harapan bagaimana hal tersebut dilakukan dibuat tersedia.
2. Laporan Kesalahan (Error Reporting)
Pelaporan kesalahan atau kejadian negatif yang tak terduga menyediakan
sumber data penting. Setiap kesalahan yang diakui dan diperiksa
memberikan kesempatan untuk belajar bagaimana Sistem dapat
menghindari pengulangan itu. Klasifikasi peristiwa ke dalam berbagai
kategori bisa organisasi bantuan melacak peristiwa dan menentukan jenis
rencana aksi adalah sesuai. Efek samping dicegah adalah tindakan
kelalaian atau komisi yang mengakibatkan membahayakan pasien. Tutup
panggilan atau nyaris celaka adalah peristiwa atau situasi yang bisa
memiliki mengakibatkan efek samping tapi tidak. Peristiwa sentinel adalah
kejadian tak terduga melibatkan kematian, luka fisik atau psikologis yang
serius, atau risiko daripadanya, dan dapat dianggap sebagai bagian dari
efek samping yang mengandung kejadian yang paling serius.
Pelaporan peristiwa tersebut, baik melalui sistem pelaporan wajib atau
sukarela, memberikan data penting yang diperlukan untuk memahami
risiko dan memotivasi tindakan efektif untuk mengurangi resiko.
3. Sistem pelaporan mandiri (Self-Reporting Systems)
Sistem pelaporan mandiri, bagian dari pelaporan insiden, sering kali unik
untuk suatu organisasi atau sistem organisasi. Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan data agregat yang dapat digunakan untuk membuat
peringatan keamanan dan tips, untuk mengidentifikasi dan menampilkan
praktik terbaik.
4. Rekam ulasan (Record Review)
Rekam ulasan telah lama digunakan sebagai alat utama untuk
mengidentifikasi faktor penyebab, yang menunjukkan daerah untuk
perbaikan dan pencegahan. Mengumpulkan informasi membantu untuk
mengembangkan gambaran kolektif dari praktik yang dapat
mengidentifikasi outlier atau peristiwa yang tidak biasa selama prosedur /
proses tertentu. Ulasan rekaman ditargetkan untuk kejadian-kejadian yang
rentan, insiden tinggi tingkat, atau peristiwa pemicu lainnya menghasilkan
informasi epidemiologi penting.
Proses Manajemen Resiko (ISO 31000, 2009)
1. Identifikasi Risiko
Hal yang pertama dilakukan untuk mengelola risiko adalah
mengidentifikasinya, dengan mengidentifikasi, kita dapat mengetahui cara
menanggulanginya. Identifikasi risiko dibagi menjadi dua yaitu:
a) Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
dengan proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit
mencapai tujuan yg diinginkan. Disebut mencari risiko karena risikonya
belum muncul dan bermanifestasi nyata. Metode yang dapat dilakukan
diantaranya: audit, brainstorming pendapat ahli, belajar dari pengalaman
rumah sakit lain, FMEA, analisa SWOT, survey, dan lain-lain.
b) Identifikasi resiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan.
Metode yang dipakai biasanya melalui pelaporan insiden.
2. Analisis Risiko
Analisis risiko adalah proses untuk memahami sifat dari risiko dan
menemukan peringkat risiko (ISO 31000:2009). Setelah teridentifikasi, risiko
lalu dianalisis. Analisis resiko yang muncul dilakukan dengan cara menilai
seberapa sering peluang risiko muncul, dan berat/ringannya dampak yang
timbul dari risiko tersebut. Analisis peluang dan dampak ini paling mudah
dilakukan jika dilakukan secara kuantitatif. Caranya dengan memberi skor 1
sampai 5 masing-masing pada peluang dan dampak. Semakin besar angka,
maka semakin sering peluang dan semakin besar dampak. Setelah diberi skor,
maka harsil kali dari skor peluang dan skor dampak akan diberi peringkat.
Peringkat ini dilakukan untuk menandai prioritas risiko mana yang harus
dicegah/diatasi terlebih dahulu.
3. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisis resiko
dengan kriteria risiko untuk menemukan apakah risiko dan/atau besarnya
dapat diterima atau ditoleransi(ISO 31000:2009). Sedangkan kriteria risiko
adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnya risiko dievaluasi (ISO
31000:2009). Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko dikelola oleh orang
yang bertanggungjawab sesuai dengan peringkatnya. Dengan demikian tidak
ada risiko yang terlewatkan, dan terjadi pembagian tugas yang tidak sesuai
dengan berat-ringannya risiko.
4. Penanganan Risiko
Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko (ISO
31000:2009). Bentuk dari penanganan risiko diantaranya:
a) Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau
melanjutkan aktivitas yang menimbulkan risiko
b) Mengambil dan meningkatkan risiko untuk mendapatkan peluang yang
menguntungkan dan lebih baik.
c) Menghilangkan sumber risiko
d) Mengubah kemungkinan
e) Mengubah konsekuensi
f) Berbagi risiko dengan pihak lain (asuransi dampak risiko)
g) Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan
5. Pengawasan dan Tinjauan
Pengawasan dan tinjauan dari risiko merupakan kegiatan yang umum
dilakukan diorganisasi manapun bahkan setiap individu melakukannya.
Process Manajemen Resiko (ISO 31000, 2009)
CONTOH KASUS MANAJEMEN RESIKO
Proses Manajemen Resiko:
1. Identifikasi Risiko
Risiko yang dapat timbul dari penggunaan obat dapat muncul apabila terjadi
penggunaan obat yang tidak rasional. Penggunaan obat yang rasional
meliputi:
Tepat Diagnosis
Tepat Indikasi Penyakit
Tepat Pemilihan Obat
Tepat Dosis
Tepat Cara Pemberian
Tepat Interval Waktu Pemberian
Tepat lama pemberian
Waspada terhadap efek samping
Tepat penilaian kondisi pasien
Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu
Tepat informasi
Tepat tindak lanjut (follow-up)
Tepat penyerahan obat (dispensing)
Kejadian pada contoh kasus merupakan kejadian yang salah satu
penyebabnya adalah tidak ada pengawasan apoteker secara langsung terhadap
distribusi obat, terutama terhadap pasien. Kejadian diatas diakibatkan karena
dispensing obat dilakukan selain oleh apoteker. Jumlah kejadian : 63,4 %
(Koh, et al. 2005)
Dampak kejadian :
kejadian meninggal dunia
Pemberitaan nasional
Tuntutan hukum
Frekuensi diperkirakan sering = (4).
2. Analisis Risiko
Tabel 1. Dampak risiko pada pasien
Tabel 2. Kemungkinan Kejadian Risiko
Kejadian berdampak katastropik pada pasien (meninggal) = (5).
Derajat risiko = Kemungkinan (4) x Konsekuensi (5) = 20
3. Evaluasi Risiko
Tabel 3. Pengelolaan Risiko Berdasarkan Kategori
Kejadian seperti pada contoh kasus memiliki risiko ekstrim sehingga harus
mendapat pengawasan langsung oleh direktur eksekutif rumah sakit serta
dilakukan peninjauan rutin dengan frekuensi bulanan. Perselisihan dapat
dilanjutkan ke meja hukum serta dapat merusak kepercayaan masyarakat dan
citra rumah sakit.
4. Penanganan Risiko
Kejadian-kejadian yang baru dipaparkan dapat dihindari dengan cara :
Memaksimalkan peran apoteker dalam terapi pemberian obat
Memberikan informasi obat baik bagi Pasien, Dokter, dan Nakes lainnya
Memberikan pengawasan ekstra bagi obat dengan adverse effect yang
fatal dan obat dengan indeks terapi sempit
Membentuk Tim Kendali Mutu untuk mengawasi proses pelayanan
kesehatan terutama di Rumah Sakit
Analisa beban kerja NAKES
5. Pengawasan dan Tinjauan
Pengawasan langsung oleh direktur eksekutif rumah sakit serta dilakukan
peninjauan rutin dengan frekuensi bulanan. Pemanfaatan tim Kendali Mutu
Rumah Sakit dapat digunakan untuk menekan angka kejadian.
DAFTAR PUSTAKA
Cox, S., 1991. Reliability, Safety, and Risk Management. John Wiley & Sons,
Ltd.
Departemen Kesehatan R.I, 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (Patient Safety). Jakarta: Depkes RI.
http://daerah.sindonews.com/read/1078025/21/diduga-salah-diberi-obat-tubuh-
kakek-miswar-melepuh-1453107037 (diakses 10 maret 2016)
ISO 31000, 2009. Risk management — Principles and guidelines.
KKP-RS. 2006. Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP). Jakarta.
Kohn, L.T., Corrigan, J.M. and Donaldson, M.S. eds., 2000. To err is human::
building a Safer Health System (Vol. 6). National Academies Press.
Koh, Y., Kutty, F.B. and Li, S.C., 2005. Drug-related problems in hospitalized
patients on polypharmacy: the influence of age and gender. Ther Clin
Risk Manag, 1(1), pp.39-48.
Modul Kurikulum Penggunaan Obat Rasional tahun 2011
Nieva, V.F. and Sorra, J., 2003. Safety culture assessment: a tool for improving
patient safety in healthcare organizations. Quality and Safety in Health
Care, 12(suppl 2), pp.ii17-ii23.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
Varkey, P., 2010. Medical quality management: Theory and practice. Jones &
Bartlett Learning.
View publication statsView publication stats
Top Related