Download - The Post Functionalism

Transcript
Page 1: The Post Functionalism

ARSITEKTUR POST-FUNCTIONALISM Teori, Metode,Dan Aplikasi

Tugas Mata Kuliah:

Seminar Topik Khusus

AHMAD IBRAHIM . R 13/351431/PTK/08844 PROGRAM MAGISTER ARSITEKTUR

UNIVERSITAS GADJAHMADA

2013

Page 2: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2

BAB I ............................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 3

1.2. Fungsionalisme Dalam Arsitektur ....................................................................... 4

BAB II .............................................................................................................................. 7

KAJIAN TEORITIS ............................................................................................................. 7

2.1. Post-Functionalism Arsitektur ............................................................................. 7

2.2. Landasan Teori Post-Functionalism .................................................................. 11

BAB III ........................................................................................................................... 13

ANALISIS METODA DAN APLIKASI ................................................................................ 13

3.1. Konsepsi Metoda .............................................................................................. 13

3.2. Aplikasi Metoda ................................................................................................ 16

BAB IV .......................................................................................................................... 20

PENUTUP ...................................................................................................................... 20

4.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 21

Page 3: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan arsitektur tidak bisa dilepaskan dari gejolak

perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang terjadi pada jamannya.

Perkembangan arsitektur di awal abad 19 didahului dengan perubahan

dalam masyarakat oleh revolusi industry di Inggris, Revolusi industri ini

juga menyebabkan terjadinya perubahan pola pikir serta budaya

didalam masyarakat yang tentu saja juga berpengaruh pada kehidupan

sosial dan ekonomi. Perubahan pola pikir dan budaya serta kehidupan

sosial ekonomi juga berpengaruh pada perubahan dalam dunia

arsitektur. Selain tentu saja faktor yang paling utama adalah

kemajuan teknologi dimana elemen-elemen dan material sudah

diproduksi secara massal oleh pabrik.

Dalam periode itu, kemudian terjadi semacam gerakan serempak

yang diikuti oleh para arsitek di negara-negara industri. Ciri umum

dari gaya arsitektur yang melanda pada akhir abad ke-19 atau awal

abad ke-20 adalah asimetris, kubis, atau semua sisi dalam komposisi

dan kesatuan bentuk dan elemen bangunan menyatu dalam

komposisi bangunan. Selain itu dalam bangunan-bangunan

International Style hanya terdapat sedikit atau tanpa ornamen. Ciri-ciri

tersebut jelas terlihat adanya “perlawanan” terhadap arsitektur klasik

dimana ornamen, elemen - elemen bangunan yangn terlihat sebagai

unsur tersendiri satu dengan yang lainnya terlepas, tidak dalam satu

kesatuan.

Viollet le Duc adalah seorang arkeolog,arsitek,ahli kritik dan ahli

teori yang berasal dari Perancis. “apabila suatu bentuk tidak dapat

menjelaskan alasan mengapa demikian maka dia tidak akan

memancarkan keindahan“ Dari pernyatan tersebut terlihat bahwa Le Duc

telah mencetuskan gagasan arsitektur modern dimana peran fungsi

Page 4: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 4

sangat penting dalam hubungannya dengan bentuk yang indah. Le duc

juga mendukung pemamfaatan material baru pada arsitektur.

Penggunaan konsep ekonomis mulai diterapkan. Efisiensi dalam

penggunaan bahan mulai Nampak yaitu terlihat dengan munculnya

bentuk bentuk kubus, terutama pada bangunan bertingkat tinggi antara

(arsitektur “kotak korek” dengan menggunakan struktur beton dan baja).

Konsep “Open Space” Nampak dengan menggunakan jendela kaca yang

lebar dan menerus.

Pemakaian bahan terutama “baja, beton dan kaca” dengan bentuk

polos. Ornamen dianggap sebagai suatu kejahatan. Arsitektur modern

berarti putusnya hubungan dengan sejarah dan daerah. Selalu ingin

universal (karena industri, ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga

bersifat universal) dan juga manusianya. (gaya universal sebagai

international style). Dalam pandangan arsitektur modern (1910-1940-an)

terjadi perubahan dalam pola dan keindahan arsitektur, dimana

keindahan muncul semata mata oleh adanya fungsi dari elemen elemen

bangunan. Oleh karenanya kaum modernist sering menasbihkan diri

sebagai penganut fungsionalisme dalam arsitektur.

1.2. Fungsionalisme Dalam Arsitektur

Arsitektur modern berkembang tidak lepas dari masa kejayaan

paham fungsionalisme yang berkembang dalam kehidupan social

masyarakat eropa saat itu, Fungsionalisme adalah sebuah sudut pandang

luas dalam sosilogi dan antropologi yang berupaya menafsirkan

masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling

berhubungan. Fungsi merupakan kumpulan kegiatan yang ditujukan

kearah pemenuhan kebutuhan sistem. Ada dua tokoh fungsionaisme,

yaitu Emile Durkheim dan Talcott Parsons.

Emile Durkheim (1858-1917), sosiolog Perancis yang pikirannya

sangat dipengaruhi oleh Auguste Comte, merupakan sosiolog yang

sangat mendambakan pendekatan ilmiah dalam memahami fenomena

sosial. Teorinya berawal dari pemahaman bahwa kelompok manusia

Page 5: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 5

(masyarakat) memiliki sifat yang lebih dari atau sama dengan jumlah dari

sifat-sifat individual yang menyusun kelompok tersebut.

Dari situ mulailah berkembang konsep “free plan”, atau “universal

plan” dalam arsitektur, dimana ruang yang ada dapat dipergunakan unt

berbagai macam aktifitas, ruang dapat diatur fleksibel dan dapat

digunakan fungsi apa saja. “Typical Concept” mulai berkembang yaitu

ruang- ruang dibuat standar dan berlaku universal.

Bertolak dari pemahaman bahwa sistem sosial menjadi seimbang

oleh karena adanya nilai-nilai yang dianut bersama oleh individu, seperti

nilai moral dan agama. Nilai-nilai tersebut mengikat individu dalam

kelompok masyarakat. Rusaknya nilai-nilai ini berarti rusaknya

kesetimbangan sosial; melalui ketidaknyamanan pada individu-individu

masyarakatnya, fungsionalis berfikir bahwa masyarakat pada awalnya

disusun oleh individu yang ingin memenuhi kebutuhan biologisnya secara

bersama, namun pada akhirnya berkembang menjadi kebutuhan-

kebutuhan sosial. Kelanggengan kolektif ini membentuk nilai masyarakat,

dan nilai inilah yang membuat masyarakat tetap seimbang

Sosiolog Amerika Serikat, Talcott Parsons (1902-1979), adalah

juga seorang seorang fungsionalis. Teorinya didasarkan pada mekanisme

sosial dalam masyarakat dan prinsip-prinsip organisasi di dalamnya.

Pengembangan ini disebut juga struktural-fungsionalisme. Dalam

pandangan ini, masyarakat tersusun atas bagian-bagian seperti misalnya

rumah sakit, sekolah, pertanian, dan seterusnya yang terbagi

berdasarkan fungsinya. Parsons melihat masyarakat ibarat sebuah

organisme, makhluk hidup yang bisa sehat atau sakit. Ia sehat jika

bagian-bagian dari dirinya (kelompok fungsional, individu) memiliki

kebersamaan satu sama lain. Jika ada bagiannya yang tidak lagi menyatu

secara kolektif, maka kesehatan dari masyarakat tersebut terancam, atau

sakit.

Fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari

beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu

bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan. Dengan demikian,

Page 6: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 6

dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau

kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa

bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal sebagai

imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan.

Imperatif-imperatif tersebut adalah Adaptation, Goal attainment,

Integration, Latency

Adaptasi, merupakan fungsi yang sangat penting, karena dalam

hal ini sistem harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi

situasi eksternal yang urgent dan sistem juga harus bisa menyesuaikan

diri dengan lingkungan. Goal attainment atau pencapaian tujuan juga

sangat penting, dimana sistem harus bisa mendefinisikan dan mencapai

tujuan utamanya. Integrasi, artinya sistem harus mampu mengatur dan

menjaga antara hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya,

selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi lainnya (adaptasi, goal

attainment dan latensi). Sedangkan latensi, berarti bahwa sistem harus

mampu berfungsi sebagai pemelihara pola.

Page 7: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 7

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1. Post-Functionalism Arsitektur

Penyokong arsitektur modern sangat mempercayai slogan form

follow function yang merupakan kesimpulan atas keyakinan bahwa

arsitektur – dalam pengertian bentuk – hanya semata-mata merupakan

perwujudan fungsi yang ditanggungnya. Misalnya wujud kolom terlihat

solid sebagai representasi fungsinya sebagai elemen struktural yang apa

adanya. Paham fungsionalisme pun akhirnya menjalar pada proses

gubahan bentuk dan akhirnya menjelma menjadi menjadi sebuah style

arsitektur. Lebih lanjut kaum modernist penyokong arsitektur modern

diangap gagal menafsirkan pemahaman fungsionalisme itu sendiri.

Dengan bentuk mengikuti fungsi, arsitektur modern mencoba

menempatkan diri sebagai style yang terbebas dari intrepetasi dari

representasi arsitektur lainnya. Melepaskan diri dari atribut klasik dan

menempatkan fungsi sebagai reduksi estetika yang sesungguhnya.

Namun kemudian kaum modernist terjebak dalam realitas arsitektur yang

simplistic dan efisien yang mereka ciptakan tetap saja merupakan

representasi makna bentuk geometris yang telah ada sebelumnya.

Memisahkan representasi dan realitas dalam satu karya arsitektur

memang tidak mudah. Sejak dahulu representasi arsitektur selalu hadir

lewat pengalaman bentuk dan ruang berupa simulasi makna yang bersifat

relatif. Dalam Essainya yang berjudul “The End of the Classical: The End

of the Beginning, the End of the End” (1984). Eisenman Menyebutkan

bahwa arsitektur adalah fiksi yang menyampaikan gagasannya seperti

sebuah tulisan pada bentuk geometrik yang nyata, bukan deretan image

yang mewakili objek, nilai, atau elemen tertentu.

Page 8: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 8

Sebagai sebuah fiksi, Arsitektur dipandang sebagai suatu wacana

yang independen yang merupakan hasil irisan dari unsur kebebasan nilai,

sifat arbiter yang “semau adanya” dan tidak terikat sistem tertentu serta

sifat tak terbatas waktu. Intinya dalam tulisan ini Eisenman merefleksikan

form dan function sebagai realitas arsitektur yang independen dan tidak

berdialog pada hubungan kasualistik yang linear.

Gambar 1. Representasi Realitas Arsitektur Post-Modern

Jauh sebelumnya Aldo Rossi dalam buku “The Architecture of the

City” (1966) menyampaikan kritiknya dengan istilah “naïve functionalism”

bahwa arsitektur modern cenderung tergeneralisasi dalam tipe artefak

yang hanya mengakomodasi fungsi sebagai tujuan utama sehingga

membuatnya kehilangan makna. Kelanggengan kolektif dalam

fungsionalime menjadi tidak tercapai karena nilai-nilai sosial menjadi tidak

dipertimbangkan.

“Function alone is insufficient to explain the continuity of

urban artifacts, In reality, we frequently continue to appreciate

elements whose function has been lost over time; the value of

these artifacts often resides solely in their form”

Setahun sebelum Eisenman dalam “Manhattan Transcripts”(1983)

Bernard Tschumi mencoba meluruskan kembali hubungan fungsi dan

bentuk dalam struktur yang tak terpisahkan sebagaimana fungsionalis

melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang

saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami

terpisah dari keseluruhan.

Page 9: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 9

“By going beyond the conventional definition of “function”

the [Manhattan] Transcripts use their combined levels of

investigation to address the notion of the program. . . To discuss

the idea of program today by no means implies a return to notions

of function versus form, to cause and effect relationships between

program and type or some new version of utopian positivism.

Richard Hill dalam tulisannya “Purpose, Function, Use.” (1999)

menyebutkan bahwa hubungan antara ketepatgunaan fungsi dan estetika

bentuk menjadi penting dalam proses pengalaman arsitektur. Dalam hal

ini proses integrasi fungsi dan bentuk menjadikan arsitektur mampu

mengatur dan menjaga antara hubungan bagian-bagian yang menjadi

komponennya.

“Distracted experience is important but it is unlikely that, in

itself, it exhausts the aesthetic experience of architecture by users

of buildings. Indeed, it can create its opposite and suddenly deliver

moments of concentrated aesthetic attention of a quite

conventional kind.”

Pada periode tahun 1970-an istilah post-modern diperkenalkan,

istilah ini digunakan untuk menyebut gaya eklektik yang memilih unsur-

unsur lama dari berbagai periode, terutama unsur klasik, yang

dikombinasikan dengan bentuk-bentuk yang kelihatan aneh.

Kemungkinan besar Post-Modern berkembang oleh karena kejenuhan

terhadap konsep fungsionalisme yang terlalu mengacu kapada fungsi.

Pemakaian elemen-elemen geometris sederhana terlihat sebagai

suatu bentuk yang tidak fungsional tetapi lebih ditonjolkan sebagai

unsur penambah keselarasan dalam komposisi ataupun sebagai

dekor.

Post-Modern merombak konsep modernisme yang berusaha

memutus hubungan dengan masa seni dan arsitektur klasik. Kadang-

kadang Post-Modern digambarkan seperti menganjurkan untuk

memperbaiki kembali arti arsitektur dengan kembali mengetengahkan

elemen-elemen arsitektur konvensional dan menjadi lebih pluralistik

dengan memperluas perbendaharaan gaya dan bentuk. Dapat

dikatakan bahwa Historicism yang mengambil unsur-unsur lama baik

yang klasik maupun modern adalah awal dari pemikiran dan konsep

Page 10: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 10

dari Post-Modern. Berdasarkan referensi historis dan kemampuan

untuk mengadaptasi terjadi pemulihan atau perbaikan dan

kesinambungan, Post-Modern berusaha membangun lingkungan dan

kembali memperkuat cita rasa tempat-tempat khas tertentu

Gambar 1. Post-Functionalism Dalam Konteks Teori Arsitektur

Pada periode yang sama, Dalam tulisannya yang berjudul “Post-

Functionalism” (1976) Peter Eisenman kemudian menperkenalkan

proposisi baru sesuai judul tulisannya. Post-Functionalism juga

memposisikan diri sebagai kritik arsitektur yang menyatakan era baru

setelah era modern. Namun berbeda dengan post modernism yang

cenderung berusaha menampilkan bentuk geometris dasar yang

dikombinasi dengan elemen dekoratif dari style arsitektur lain yang

cenderung tidak fungsional, Eisenman menempatkan post-fungsionalism

sebagai basis teoriris yang menempatkan geometri dan ruang funsional

sebagai dua unsur yang tidak merepresentasikan satu sama lain,

Pendekatannya dengan menempatkan dialetika antara logika positif

dalam proses programatik fungsi dalam ruang dan estetika ideal dalam

proses artikulasi bentuk arsitektural.

“In contrast, what is being called post-functionalism begins

as an attitude which recognizes modernism as a new and distinct

sensibility. It can best be understood in architecture in terms of a

theoretical base that is concerned with what might be called a

modernist dialectic, as opposed to the old humanist (i.e.,

functionalist) opposition of form and function”

Page 11: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 11

Pada tulisannya ini Peter Eisenman beberapa kali menyebutkan

dialetika sebagai pendekatan yang sebaiknya digunakan dalam

memahami hubungan antara bentuk dan ruang dalam desain arsitektur.

Dimana ruang dan bentuk ditempatkan pada dua tendensi yang tidak

saling menguatkan dan atau melemahkan satu sama lainnya.

“The dialectic can best be described as the potential co-

existence within any form of two non-corroborating and non-

sequential tendencies. One tendency is to presume architectural

form to be a recognizable transformation from some pre-existent

geometric or platonic solid… second tendency that sees

architectural form in an atemporal, decompositional mode, as

something simplified from some pre-existent set of non-specific

spatial entities."

2.2. Landasan Teori Post-Functionalism

Landasan teoritis arsitektur Post-functionalism dibangun dari

proposisi tentang keseimbangan bentuk dan fungsi dalam hubungan yang

tidak harus berurutan dan tidak harus saling membenarkan satu sama

lain. Dimana bentuk dipahami sebagai fragmen independen, yang ada

bukan untuk mewakili makna, fungsi, syarat dan nilai apapun yang

dibebankan padanya. Dan fungsi menjadi fragmen lain yang akan muncul

dalam satu kesatuan yang utuh secara bersamaan.

Dari abstraksi beberapa kutipan ahli dan pemikir arsitektur post-

functionalism tersebut diatas, diperoleh beberapa frase kunci yang

mengarahkan pada basis teoritisnya, yakni dialog antara beberapa

gagasan dalam pembentukan pendekatan baru yang utuh dan

menyeluruh, serta pengakuan dua elemen yang berbeda yang

membentuk sebuah kontradiksi, sehingga dari dua kata kunci unity dan

contradiction inilah diabstraksikan sebuah teori ini yakni dialetika.

Post-functionalism akhirnya menempatkan dialetika sebagai basis

teoritis dengan bentuk dan fungsi sebagai variable realita yang setara

yang tidak saling memaknai satu sama lain. Tujuannya agar realitas

arsitektur terlihat utuh tanpa ada abstraksi dibaliknya sehingga

Page 12: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 12

menghasilkan ekspresi arsitektur yang memberikan pengalaman imajinasi

yang beragam disetiap orang yang melihatnya.

Gambar 2. Abstraksi Teori

Page 13: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 13

BAB III

ANALISIS METODA DAN APLIKASI

3.1. Konsepsi Metoda

Dari prinsip perancangan bentuk yang tidak merepresentasikan

fungsi yang selalu sama, dimana fungsi dan bentuk diposisikan setara

sebagai realitas untuk membentuk realitas baru secara utuh,

dikonsepsikan metode contradiction of complexity yang meletakkan dua

realitas dalam satu kompleksitas yang berlainan atau mungkin

berlawanan.

Selain itu, prinsip post-functionalism yang menolak universalitas

dan duplikasi bentuk dan prinsip fungsi yang tidak menentukan kualitas

estetika ruang, dikonsepsikan dalam metoda perancangan bentuk yang

berbeda dan meletakkan fungsi ruang secara spontan dalam satu

kesatuan metoda yang disebut consumption the space dan destructive

mutation.

Page 14: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 14

Gambar 3. Konsepsi Metoda

Metode contradiction of complexity Menampilkan dua realitas yang

berbeda atau bahkan bertentangan yang digabungkan dalam satu

kompleksitas yang rumit cenderung tidak beraturan. Sehingga

memunculkan dominasi realitas yang tidak menetap dalam karya-karya

arsitektur. Kompleksitas kontradiksi ini bisa muncul dari beberapa aspek

yang berlainan, dapat muncul sebagai hubungan dialektik antara fungsi

dan bentuk, antara bentuk dan bentuk, atau antara fungsi dan fungsi.

Dalam aplikasinya metoda ini muncul pada penampilan warna, tekstur,

dan karakteristik elemen-elemen ruang maupun fasad bangunan yang

sangat kontras.

Page 15: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 15

Gambar 4. Contoh Aplikasi Contradiction Complexity

Metode concumption the space Proses pemanfaatan ruang yang

cenderung mengkonsumsi ruang hasil rekayasa bentukan luar . Bukan

memproduksi ruang dengan programatik ruang yang jelas, melainkan

memanfaatkan ruang yang tersedia kegiatan-kegiatan yang berbeda

bahkan terkesan tidak biasa . dengan metoda konsumsi ruang ini post-

functionalism meletakkan kembali posisi fungsi yang setara dengan

bentuk, dimana dalam bentuk ruang apapun dapat dikonsumsi fungsi

ruang apapun juga. Hal ini menyebabkan mengapa dalam karya-karya

Post-functionalism memiliki kesan yang berbeda di dalam (interior)

dengan di luar (eksterior).

Gambar 5. Contoh Aplikasi concumtion the Space

Page 16: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 16

Metode Destructive mutation, Bahwa proses transformasi bentuk

yang berubah-ubah dari satu ekspresi ke ekspresi lain untuk

menampilkan bentuk yang bebas dari representasi apapun, sehingga

memberikan pengalaman arsitektur yang beragam disetiap orang yang

melihatnya. Dekstruksi dimaksudkan untuk membentuk rongga-rongga

fungsional yang dapat dimanfaatkan untuk aktifitas dalam ruang,

metodanya dengan mengurangi atau menghilangkan beberapa volume

dari tipikal bentuk yang ditampilakan dalam studi geometri.

Gambar 6. Contoh Aplikasi Destructive mutation

3.2. Aplikasi Metoda

Dengan mengacu pada konsepsi metode perancangan yang telah

dirumuskan diatas, maka dapat kita analisis beberapa karakteristik

arsitektur post functionalism yang dapat ditemukan pada berberapa

contoh aplikasi desain bangunan. Untuk kajian ini dipilih tiga contoh

bangunan dari beberapa arsitek yakni:

Casa de Musica, Rem Koolhas

City of Culture Galicia, Peter Eisenman

Giant Headquarters, Morphosis Architect

Page 17: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 17

Page 18: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 18

Page 19: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 19

Gambar 3. Analisis Teori-Metoda-Aplikasi

Page 20: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 20

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Post-Functionalism merupakan basis teoritis arsitektur setelah era

modernisme dimana dalam style arsitektur terwujud dalam style neo-

modernism dan dekonstruksi

Post-Functionalism menghadirkaan Bentuk/Geometri tidak

sebagai merepresentasikan fungsi yang sehingga menempatkan fungsi

diposisikan setara dengan bentuk sebagai realitas, dan membentuk

Dialektika realitas baru yang utuh

Dialektika Post-Functionalism meletakkan dua realitas dalam satu

kompleksitas yang berlainan atau mungkin berlawanan dan memproduksi

bentuk yang berbeda dan meletakkan fungsi ruang secara spontan dalam

satu kesatuan dengan metode :

Contradiction Of Complexcity

Destructive Mutation

Consumption The Space

Page 21: The Post Functionalism

AHMAD IBRAHIM . R

13/351431/PTK/08844

Arsitektur Post Functionalism | 21

DAFTAR PUSTAKA

Eisenman, Peter. “Post-Functionalism,”Oppositions6 (Fall, 1976)

Rossi Aldo. Translate by Ghirardo Diane and Ockman Joan. “The

Architecture of the City”, (Cambridge: MIT Press, 1982), First

published in 1966

Tschumi, Bernard. “Architecture and Disjunction, Manhattan

Transcripts” (Cambridge: MIT Press, 1994)

Hill, Richard. “Purpose, Function, Use,” in Designs and Their

Consequences: Architecture and Aesthetics (New Haven: Yale

University Press, 1999)

Forty, Adrian. “Context” and “Function,” in Words and Buildings: A

Vocabulary of Modern Architecture (London: Thames & Hudson,

2000),