Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 107
STUDY ON THE BEHAVIOR OF BATS (Cynopterus sp.) AND
IDENTIFICATION LEVEL OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND PRACTICE OF
SOCIETY ON THE RISK OF TRANSMISSION OF RABIES DISEASE FROM
BATS
Didik Pramono1, Supratikno2, Ni Luh Putu Ika Mayasari3, Etih
Sudarnika3, Abdul Zahid Ilyas3, Chaerul Basri3, Srihadi Agungpriyono2*,
1 National Zoonosis Center, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor
Agricultural University; 2Departement of Anatomy, Physiology and
Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University; 3Departement of Animal Diseases and Veterinary Public Health, Faculty of
Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University
ABSTRAK
About 75% of contagious diseases in the world were classified as
zoonoses. One of among wild animals suspected to spread the disease is the
fruit bats (Cynopterus sp.). Research in Vietnam showed that 24.5% from 789
samples were positive for antibodies of Lyssavirus (Marini et al. 2014). In
Cambodia, about 14.7% of 1303 bats serum showed positive of antibody of
lyssaviruses (Reynes et al. 2004). Surveillance in Thailand in 2002 and 2003
collected 932 bats and 16 samples had detectable antibodies of Aravan virus,
Khujand virus, Irkut virus, or Australia Bat Lyssavirus (Lumlertdacha et al.,
2005). In the Philippines, 231 bats serum were tested, about 9.5% serums
were positive for antibodies to ABLV (Arguin et al. 2002). In Indonesia, not
many information about possibility rabies virus transmission from bats to
human. The objectives of this research were to study of behavior of fruit bats
(Cynopterus sp.) and to identify level of knowledge, attitudes, and behaviour
of villagers that related to rabies and fruit bats. The study were conducted in
Leuwisancang national conservation area in Garut, West Java, Indonesia.
Behavioral observations were done started from sunrise to sunset and at
nigh thet using two methods: the focal sampling technique and scan sampling
technique. To identify the difference of villagers behaviour in response to the
bats, the data were collected by direct interview techniques to 150
respondents using a structured questionnaire with closed questions model. A
questionnaire consists of four parts, these are the identity of respondents,
questions related to practices (actions), knowledge and attitudes in response
to the bats and its relation with transmition of rabies disease. The results on
the behavioral study showed that sleep was dominant activity of bats
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 108
behavioral in roosting site during the day. Bats also carry out other activities
such as self grooming, moving and flapping wings. The most activity that was
rarely done during this period were mating. The bats activities were mostly
in the roosting site suggest a possibility to transmitting virus among
individuals in their group. Bats generally fly into village throughout the year,
especially during the fruit season. Villagers ever had contact with bats,
suggest a possibility of transmision of diseases such as rabies from bats.
However, there was not much information regarding any direct contact
between bats with other animals in village such as dogs, cattle and other
livestock.
Keywords: Bat, Behaviour, Garut, Rabies, Virus,
PENDAHULUAN
Sebanyak 75% dari penyakit menular tergolong zoonosis. Salah satu
hewan liar yang berperan dalam penyebaran penyakit adalah kelelawar. Di
Vietnam tahun 2011 dari 926 kelelawar dilakukan pengujian 789 sampel
serum menunjukkan 24.5% positif memiliki antibodi terhadap lyssavirus
(Marini et al. 2014). Di Kamboja, dari 1303 kelelawar antibodi terhadap
lyssavirus terdeteksi pada 14.7% dari sampel serum (Reynes et al. 2004). Di
Thailand pada tahun 2002 dan 2003 dari 932 kelelawar, dengan uji
netralisasi virus sebanyak 16 sampel terdeteksi memiliki antibodi terhadap
virus Aravan, virus Khujand, virus Irkut, atau Australia Bat Lyssavirus
(Lumlertdacha et al. 2005). Di Filipina, dari 231 serum kelelawar yang diuji,
9.5% positif mengandung antibodi terhadap ABLV (Arguin et al. 2002).
Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah endemis Rabies di
Jawa Barat. Kasus rabies di Kabupaten Garut sejak tahun 2005 sampai
dengan 2013 sebanyak 60 kasus gigitan anjing pembawa rabies. Fokus
pengendalian rabies yang selama ini dilakukan adalah pengendalian dengan
eliminasi dan vaksinasi anjing. Penelitian terhadap kelelawar sebagai
pembawa lyssavirus penyebab rabies masih sedikit sekali dilakukan di
Indonesia. Kelelawar hampir sepanjang tahun memasuki kawasan
pemukiman manusia terutama saat musim buah untuk mencari makan.
Selama masuk ke area pemukiman, kelelawar dapat berkontak dengan
masyarakat karena kadang tertangkap atau dikonsumsi. Penelitian ini
bertujuan mempelajari tingkah laku kelelawar pemakan buah (Cynopterus
sp.) pada tempat istirahatnya dan mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat berkaitan dengan rabies dan kelelawar pemakan buah.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 109
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Garut, Jawa Barat pada periode Mei-
Juni 2016.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian yaitu yaitu Teropong,
kamera, stopwatch, counter, lembar data, kuisioner, dan GPS.
Metode Penelitian
Penelitian tingkah laku kelelawar (Cynopterus sp.)
Pengamatan dilakukan pada dua lokasi yaitu di roosting site pada
siang hari dimulai pada pukul 10.00 hingga sore pukul 17.00, serta dilakukan
juga pengamatan pada pukul 03.00 hingga sore pukul 18.00 dan malam hari
di sekitar rumah penduduk. Pengamatan dilakukan secara focal sampling
technique dan scan sampling technique. Focal sampling technique untuk
melacak dan mencatat perilaku satu individu kelelawar pada waktu tertentu.
Satu sesi berlangsung selama 1 jam selanjutnya waktu istirahat selama 30
menit bagi peneliti. Scan sampling technique untuk mendapatkan banyak
data pada waktu yang singkat, selama setiap 15 menit. Pengamatan
dilakukan dengan memilih satu gerombolan kecil agar mudah diamati.
Kelelawar pemakan buah tidak terganggu dengan kehadiran peneliti
sehingga pengamatan dilakukan pada jarak yang sangat dekat (sekitar 4-6 m
dari roosting site).
Penelitian identifikasi Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik
Masyarakat terhadap Keberadaan Codot dan Risiko Penularan Rabies
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal
disekitar area di sekitar tepat istirahat kelelawar (seperti RT, RW, Tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda karang taruna, Kader posyandu,
Orang yang bekerja sebagai petani, peternak, dan nelayan). Responden
diambil dari 3 kategori jarak tempat tinggal yang berbeda, yaitu pada radius
kurang dari 1 km (50 responden), radius 1-5 km (50 responden) dan radius
5-10 km (50 responden). Penentuan batas dari masing-masing area tersebut
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 110
ditentukan dengan menarik garis lurus dari batas terluar area roosting
dengan menggunakan program google earth. Data dikumpulkan dengan
wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan yang
digunakan model pertanyaan tertutup. Kuisioner terdiri atas 4 bagian yaitu
identitas responden, pertanyaan terkait praktik (tindakan), pengetahun dan
sikap respon terhadap kalong dan penyakit terkait rabies yang ditularkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tingkah Laku Kelelawar (Cynopterus sp.)
Pengamatan di Roosting Site
Berdasarkan hasil pengamatan, kelelawar pemakan buah ini memiliki
habitat roosting site pada siang hari di tebing batu di pesisir pantai. Kelelawar
hidup bergerombol. Kelelawar menggantung di tebing batu dengan sangat
dan tidak mudah untuk pengamatan focal sampling. Menurut Kurz (1982);
Murray dan Kurta (2004), kelelawar sering tinggal di gua, bebatuan pohon
atau sering berpindah sesuai dengan kebutuhan. Lokasi yang paling sering
dipilih kelelawar yaitu pohon atau kanopi dengan temperatur yang baik.
Pemilihan roosting site didasarkan pada upaya untuk menghindari predator
atau mendapatkan keadaan temperatur yang sesuai kebutuhan tubuh.
Beberapa fungsi roosting site yang digunakan oleh kelelawar pada siang hari
antara lain, fasilitas interaksi sosial, perlindungan dari predator atau cuaca
buruk, untuk defekasi atau membuang kotoran, dan transfer informasi
tentang tempat makanan (Kurz 1982; Murray dan Kurta 2004). Aktivitas
kelelawar yang diamati sangat beragam, mulai dari tidur, kawin, berkelahi,
mengepakkan sayap hingga tidur.
Focal Sampling Technique
Berdasarkan data (Tabel 1) dan analisis dengan Uji Statistika Mann-
Whitney didapat bahwa perilaku yang dilakukan pada siang hari berbeda
nyata (p<0.05). Uji Statistika Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui
perbedaan perilaku antara kelelawar jantan dan betina. Perilaku dominan
kelelawar pada siang hari di roosting site tepian tebing yaitu tidur dengan
rataan waktu 846.8 detik per kelelawar. Hal ini sesuai dengan yang
dilaporkan Kunz (1982); Murray dan Kurta (2004) bahwa kelelawar akan
menghabiskan waktu hingga 10-12 jam per hari untuk beristirahat atau
menggantung di roosting site.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 111
Tabel 1 Hasil analisa mean, standard deviasi data kelelawar focal sampling
technique
No
. Perilaku
Jumla
h
Mean
(detik
)
Std.Deviatio
n
(detik)
Minimu
m
(detik)
Maximu
m
(detik)
1. Berpindah 10 106.3 307.0 5.0 980.0
2. Tidur 32 846.8 861.5 60.0 3300.0
3. Melebarkan
sayap
19 28.5 65.8 2.0 240.0
4. Melihat
sekitar
24 436.3 460.0 3.0 1800.0
5. Waspada 5 43.6 53.5 3.0 120.0
6. Ekskresi 2 33.5 40.3 5.0 62.0
7. Terbang 3 1620.0 468.6 1080.0 1920.0
8. Self-
grooming
32 221.3 322.6 2.0 1440.0
9. Mengepaka
n sayap
24 12.2 35.3 2.0 163.0
10. Mutual-
grooming
5 38.4 51.1 4.0 120.0
11. Bermain 15 32.9 71.0 2.0 274.0
12. Menggigit 11 3.2 2.4 2.0 10.0
13. Mengejar 1 3.0 3.0 3.0
14. Suara yang
agresif
2 2.5 0.7 2.0 3.0
15. Sayap
dikibaskan
agresif
1 3.0 3.0 3.0
16. Memukul 5 4.0 1.4 2.0 5.0
Uji Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan perilaku
antara kelelawar pada setiap kelompok waktu. Kelompok waktu dibedakan
menjadi 4 kelompok yaitu kelompok 1: 05:00 – 06.55, kelompok 2: 07.00 –
11.55, kelompok 3: 12.00 – 14.55 dan kelompok 4: 15.00 – 17.55.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diuji didapat bahwa kelelawar dominan
beraktivitas pada kelompok waktu 4 yaitu pukul 15.00 – 17.55. Perilaku yang
dilakukan pada kelompok waktu 4 yaitu berpindah, tidur, melebarkan sayap,
melihat sekitar bersantai, waspada, self-grooming, mengepakkan sayap dan
menggigit. Kelelawar dominan beraktivitas pada kelompok waktu 4
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 112
dimungkinkan kelelawar mulai mempersiapkan diri untuk aktivitas utama di
malam hari seperti mencari makan yang mengindikasikan kelelawar sebagai
kelompok hewan nokturnal. Pada penelitian ini pengamatan pada kelompok
waktu 1 tidak dapat dilakukan karena kendala cuaca, pasang surut air laut,
lokasi dan lingkungan.
Scan Sampling Technique
Scan sampling technique dilakukan untuk mendapatkan data secara
cepat pada waktu yang ditentukan. Berdasarkan data yang disajikan (Tabel
2) didapat informasi bahwa tidur merupakan aktivitas dominan yang
dilakukan kelelawar, sebanyak 58 kali dan aktivitas yang paling jarang
dilakukan yaitu kawin (1 kali). Data yang didapat menggunakan scan
sampling technique diuji dengan Uji Statistika Kruskal Wallis untuk
mengetahui perbedaan perilaku antara kelelawar pada setiap kelompok
waktu. Data Scan sampling technique dikelompokkan menjadi 4 kelompok
waktu yaitu kelompok 1: 05:00 – 06.55, kelompok 2: 07.00 – 11.55, kelompok
3: 12.00 – 14.55 dan kelompok 4: 15.00 – 17.55. Berdasarkan hasil uji pada
kelompok waktu 2 dominan melakukan aktivitas merawat anak. Pada
kelompok waktu 3, dominan melakukan aktivitas ekskresi, waspada dan
mutual grooming. Pada kelompok waktu 4 adalah kelompok waktu kelelawar
banyak melakukan berbagai aktivitas. Aktivitas dominan yang dilakukan
kelelawar yaitu bermain, agresi, mengepakkan sayap, berpindah, dan
melebarkan sayap.
Tabel 2 Hasil analisa mean, standard deviasi data kelelawar scan sampling
technique
No.
Perilaku Jumlah Mean
(ekor)
Std.
Deviation
(ekor)
Minimum
(ekor)
Maximum
(ekor)
1. Tidur 58 18 9 3 36
2. Self-Grooming 55 10 6 1 35
3. Melebarkan
sayap
34 4 3 1 15
4. Berpindah 55 10 7 1 27
5. Mengepakkan
sayap
51 7 4 1 18
6. Ekskresi 15 2 1 1 5
7. Waspada 5 3 2 1 5
8. Relaks 34 8 7 1 24
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 113
9. Agresi 25 3 1 1 6
10. Courtship 2 4 3 2 6
11. Kawin 1 1 1 1
12. Merawat anak 4 2 1 1 4
13. Bermain 27 4 2 1 11
14. Mutual
grooming
11 4 1 3 6
Pengamatan di Sekitar Rumah Penduduk
Berdasarkan hasil pengamatan didapat informasi bahwa kelelawar
yang terlihat ada yang sedang menggantung di ranting pohon, ada yang
terbang di antara pohon dan ada juga yang sedang makan buah kapuk yang
masih muda. Menurut masyarakat, pada musim buah akan banyak kelelawar
yang berdatangan di sekitar rumah. Jumlah kelelawar yang sedikit pada saat
pengamatan ini mungkin disebabkan pada waktu itu bukan merupakan
musim buah. Buah pada pohon belum matang dan masih dalam fase bunga.
Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktek Masyarakat terhadap
Keberadaan Kelelawar dan Risiko Penularan Rabies
Survei yang dilakukan pada penelitian ini telah melakukan wawancara
dengan menggunakan kuesioner terhadap masyarakat yang tinggal dengan
jarak < 1 km, 1-5 km dan 5-10 km dari area yang merupakan tempat tinggal
kelelawar.
Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Tingkat pengetahuan masyarakat sekitar mengenai keberadaan
kelelawar dan risikonya dalam menularkan penyakit rabies disajikan pada
Tabel 3. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar (56%) masyarakat
memiliki tingkat pengetahuan yang buruk, sedangkan 35.3% memiliki
tingkat pengetahuan berkategori sedang dan hanyak 8.7% yang memiliki
pengetahuan berkategori baik.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 114
Tabel 3 Tingkat pengetahuan (knowledge) masyarakat mengenai kelelawar
dan rabies
Tingkat Pengetahuan Jumlah Persen
Buruk 84 56
Sedang 53 35.3
Baik 13 8.7
Tingkat Sikap
Tingkat sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap
keberadaan kelelawar dan risikonya dalam menyebarkan penyakit rabies
dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil survei menunjukkan hanya 10% dari
masyarkat yang memiliki sikap positif terhadap keberadaan kelelawar dan
risikonya terhadap penularan penyakit rabies. Sebagain besar masyarakat
(50.7%) memiliki sikap yang negatif dan 39.3% lainnya memiliki sikap yang
netral terhadap hal tersebut.
Tabel 4 Tingkat Sikap (attitude) Masyarakat mengenai Kelelawar dan Rabies
Tingkat sikap Jumlah Persen
Negatif 76 50.7
Netral 59 39.3
Positif 15 10.0
Hubungan kelelawar dengan komunitas
Hasil yang didapatkan (Tabel 5) menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat memiliki pohon buah disekitar pemukimannya dan biasa melihat
kelelawar di sekitar pohon buah yang dimilikinya. Kelelawar biasanya masuk
ke pemukiman sepanjang tahun dan terutama pada musim buah-buahan
pada pada pohon yang ada di dalam pemukiman tersebut. Jumlah kelelawar
yang masuk ke dalam pemukiman setiap malam saat musim buah dapat
mencapai lebih dari 10 ekor. Sebagian besar masyarakat membiarkan saja
kelelawar masuk dan mengonsumsi buah-buahan yang dimilikinya. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa ada sebagian (67%) masyarakat yang
mengaku sering berkontak dengan kelelawar. Kontak yang umumnya terjadi
adalah memegang dan mengkonsumsi. Masyarakat yang sering kontak
dengan kelelawar mayoritas tidak pernah menggunakan alat pelindung diri
yang dapat mencegah tertular penyakit (rabies) dari kelelawar.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 115
Tabel 5 Tingkat hubungan kelelawar dengan komunitas di wilayah
Kabupaten Garut
Variabel Jumlah Persentase
Memiliki pohon buah di sekitar tempat tinggal
Ya 148 98.7
Tidak 2 1.3
Melihat kelelawar menggantung atau makan di pohon buah-
buahan tersebut
Ya 145 96.7
Tidak 5 3.3
Musim kelelawar masuk ke sekitar tempat tinggal
Musim panas 0 0
Musim hujan 0 0
Sepanjang tahun 103 71.0
Tidak tentu, mengikuti musim
buah
42 29.0
Jumlah kelelawar yang sering berkeliaran setiap malam
Sedikit (< 10 ekor) 11 7.6
Banyak (> 10 ekor) 134 92.7
Perlakuan terhadap kelelawar yang berkeliaran di pemukiman
Dibiarkan 136 93.8
Diusir 27 18.6
ditangkap 1 0.7
dibunuh 1 0.7
Kontak antara kelelawar dengan hewan lain
Data di atas menunjukkan bahwa kelelawar yang masuk ke dalam
pemukiman sangat sedikit yang berkontak dengan hewan lain yang ada.
Sebagian masyarakat (32.9%) menyatakan pernah melihat kelelawar
berkontak dengan kelelawar besar (kalong) terutama dalam hal berbagi
makanan yang sama dan bertengger sementara di pohon yang sama, ada
yang pernah melihat kontak dengan anjing, dapat berupa anjing
mengkonsumsi kelelawar yang mati atau jatuh. Masyarakat belum pernah
melihat adanya kontak antara kelelawar dengan hewan ternak seperti sapi,
kambing, domba dan ayam.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 116
Tabel 6 Kontak antara kelelawar dengan manusia
Variabel Jumlah Persentase
Sering berkontak dengan kelelawar
Ya 67 44.7
Tidak 83 55.3
Jenis kontak yang biasa dilakukan
mengusir 16 22.2
memegang 69 95.8
memotong 20 27.8
memasak 20 27.8
mengonsumsi 25 34.7
menjual 5 6.9
Penggunaan alat pelindung diri saat kontak
Ya 3 3.7
Tidak 79 96.3
Tabel 7 Kontak kelelawar dengan hewan lain yang ada di pemukiman
Variabel Jumlah Persentas
e
kelelawar kontak dengan kalong (flying foxes)
ya 47 32.4
tidak 98 67.6
Tipe kontak antara kelelawar dengan kalong
berkelahi 7 14.9
berbagi makanan 38 80.9
berbagi tempat bertengger 38 80.9
Kelelawar kontak dengan anjing
Ya 6 4.0
Tidak 144 96.0
Tipe kontak kelelawar dengan anjing
Berkelahi 0 0
Diburu 2 33.3
dikonsunsi 4 66.7
Anjing diserang kelelawar
Ya 0 0
Tidak 150 100
Melihat atau ada laporan sapi diserang kelelawar
Ya 0 0
Tidak 150 100
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 117
Melihat atau ada laporan hewan lain seperti
kambing, domba atau ayam diserang kelelawar
Ya 0 0
tidak 150 100
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengamatan tingkah laku kelelawar selama siang hari di roosting site
menunjukkan bahwa tidur merupakan aktivitas dominan. Aktivitas antar
individu yang dilakukan di roosting site berisiko saling menularkan penyakit
antar individu dalam kelompok.
Pada malam hari, kelelawar sering memasuki area pemukiman
masyarakat terutama pada saat musim buah. Beberapa orang pernah
berkontak dengan kelelawar yang memasuki pemukimannya. Sejauh ini,
tidak banyak informasi terkait adanya kontak langsung antara kelelawar
dengan hewan lain yang ada di pemukiman seperti anjing, sapi dan hewan
ternak lainnya.
Saran
Perlu peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat di
sekitar tempat istirahat kelelawar terhadap keberadaan kelelawar untuk
menurunkan bahaya risiko tertularnya penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Arguin, PM. Lillibridge KM, Miranda MEG, Smith JS, Calaor AB, Rupprecht CE.
2002. Serologic Evidence of Lyssavirus Infections among Bats, the
Philippines. Emer Infect Dis. 8(3):258–262.
Kunz TH. 1982. Ecology of bats. New York (US): Plenum Press
Lumlertdacha B. Boongird K, Wanghongsa S, Wacharapluesadee S, Chanhome
L, Khawplod P, Hemachudha T, Kuzmin I, Rupprecht CE. 2005. Survei
for Bat Lyssaviruses, Thailand. Emer Infect Dis. 11(2): 232-234.
Marini, RP. Cassiday PK, Venezia J, Shen Z, Buckley EM, Peters Y, Taylor N,
Dewhirst FE, Tondella ML, Fox JG. 2014. Bat Lyssaviruses Nothern
Vietnam. Emer Infect Dis. 20(1): 161-163.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 118
Murray SW dan Kurta A. 2004. Nocturnal activity of the endangered Indiana
bat (Myotis sodalis). J Zool Lond 262: 197-206.
Reynes J, Molia S, Hout S, Ngin S, Walston J, Bourhy H. 2004. Serologic
Evidence of Lyssavirus Infection in Bats, Cambodia. Emer Infect Dis.
10(12): 2231–2234.
Top Related