Skenario A Blok 15 Tahun 2013
Mr. Saman, 48 years old, a porter, comes to MH Hospital because he has been having
chest pain since three hours ago while he was working at the train station. The pain was radiated
to his back and lower jaw, and it felt like burning. He also complained shortness of breath,
sweating, and nauseous. About 3 months ago he felt pain on his left chest while he was working,
then he met the doctor. His doctor asked him to have treadmill examination but he refused
because he couldn’t pay for it. He has no history of hypertension. He is a heavy smoker.
Physical Exam:
Dyspnea, height: 170 cm, body weight: 92 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 115 bpm regular.
PR:115 bpm, regular, equal. RR: 24 x/min.
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, basal rales (+), wheezing (-),
liver: not palpable, ankle edema (-).
Laboratory Results:
Hemoglobin: 14 g/dl, WBC: 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR: 20/mm3,
Platelet: 214.000/mm3.
Total cholestherol 345 mg%, triglyceride 180 mg%, LDL 194 mg%, HDL 38 mg%.
Blood glucose 155 mg/dl, urine glucose (-), sediment : normal findings.
CK NAC 373 U/L, CK MB U/L, Troponin I: 0,2 ng/ml.
Additional Exam:
Chest X-ray: cor: CTR < 50%, normal shape. Lungs: bronchovascular pattern is normal.
ECG: sinus rhythm, normal axis, HR: 117 bpm, regular, normal Q wave, ST elevaton in
lead V1-V4, ST depression in lead II, III, aVF.
II. Klarifikasi Istilah
1. Chest pain: Nyeri dada.
1
2. Shortness of breath: Pernapasan yang pendek;sesak napas (frekuensi tinggi, amplitudo
rendah)
3. Pallor: Pucat
4. Diaphoresis: Berkeringat, terutama keringat yang banyak.
5. Muffle Heart Sound: Suara jantung yang terdengar jauh atau redup. Bunyi redaman saat
auskultasi pada jantung, yang disebabkan oleh adanya cairan dilapisan perikardium
6. Basal rales: Suara pernapasan abnormal yang didengar saat auskultasi pada basis paru
dan menunjukkan keadaan patologis.
7. Hypertension: Tekanan darah tinggi
8. Dyspnoe: Pernapasan yang sukar atau sesak.
9. Wheezing: Suara bersuit yang didengar saat bernapas.
10. CK NAC: Enzim yang berkonsentrasi tinggi pada jantung dan otot rangka.
11. CK MB: Creatinin Kinase Muscular Brain (Isoenzim kardiologis yang biasanya
meningkat pada kondisi miokard infark akut)
12. Troponin I: Enzim spesifik pada otot jantung, salah satu cardiac marker adanya
kerusakan pada miokardium. kompleks protein otot yang jika bersenyawa dengan CA2+
mempengaruhi tropomiosin untuk berkontraksi
13. CTR: Cardiothoracic Ratio
14. Bronchovaskular pattern: Gambaran pembuluh darah disekitar bronkus. Dalam keadaan
normal, bronchovascular pattern tidak melebihi setengah dari garis vertikal salah satu
bagian paru-paru (hemithorax). Pada keadaan tertentu, bronchovascular pattern
meningkat melebihi setengah garis vertikal salah satu bagian paru (paru kanan atau paru
kiri)
15. ST Elevasi: Kenaikan segmen ST di atas garis isoelektrik.
16. ST Depression: Penurunan segmen ST di bawah garis isoelektrik.
III. Identifikasi Masalah
1. Tuan Saman, 48 tahun, pengangkat barang, nyeri dada sejak 3 jam yang lalu saat bekerja.
Nyeri menjalar ke punggung dan rahang bawah., dan nyeri seperti rasa terbakar.
2. Keluhan tambahan pernapasan pendek, berkeringat, dan nausea.
3. Tiga bulan yang lalu, dia merasa nyeri di dada kirinya saat bekerja.
2
4. Tidak ada riwayat hipertensi dan ia adalah perokok berat.
5. Pemeriksaan fisik
6. Pemeriksaan laboratorium
7. Pemeriksaan tambahan
IV. Analisis Masalah
1. Tuan Saman, 48 tahun, pengangkat barang, nyeri dada sejak 3 jam yang lalu saat bekerja.
Nyeri menjalar ke punggung dan rahang bawah., dan nyeri seperti rasa terbakar. Tiga
bulan yang lalu, dia merasa nyeri di dada kirinya saat bekerja.
a) Apa etiologi nyeri dada?
Jawaban:
Nyeri dada dapat disebabkan oleh bermacam sebab. Lokasi nyeri dada tergantung derivat
segmental saraf aferen.
Cardiac chest pain Non cardiac chest pain
Ischemic Nonischemic
Angina Pericarditis Gastroesophageal :
Reflux eshophagitis, esophageal spasm,
esophageal perforation, gastritis dan peptic
ulcer disease
Myocardial infarction Aortic dissection Pulmonary :
Pneumothorax, Pulmonary embolism, Pleuritis,
Neoplasm dan Bronchitis.
Aortic stenosis Mitral valve prolapse Musculoskeletal:
Costochondritis, Rib fracture dan Compression
radiculopathy
Hypertrophic
cardiomyopathy
Dermatologic:
Herpes zooster.
Coronary spasm
3
Pada kasus ini tergolong cardiac chest pain yang ischemic (angina)
4
b) Bagaimana mekanisme terbentuknya nyeri dada?
Jawaban:
Nyeri merupakan persepsi rasa yang tidak menyenangkan karena adanya rangsangan
pada saraf nyeri atan saraf nociceptor. Nyeri dapat muncul akibat adanya rangsangan mekanis,
suhu, ataupun kimiawi. Pada otot jantung, rasa sakit akan muncul salah satunya, apaila sel-sel
otot jantung mengalami iskemia. Iskemia terjadi apabila kebutuhan oksigen sel-sel otot jantung
tidak dapat dipenuhi oleh suplai yang tersedia. Ada beberapa penyebab iskemia otot jantung,
namun penyebab tersering adalah adanya obstruksi arteri koronaria karena adanya
atherosklerosis. Dengan adanya obstruksi tersebut, maka akan muncul keadaan iskemik ketika
terjadi peningkatan kebutuhan metabolik sel-sel otot jantung, seperti pada kerja fisik, ketegangan
emosi, kelelahan, dan lain sebagainya. Iskemia ini akan menyebabkan sel-sel otot jantung
membebaskan zat-zat asam, seperti asam laktat, atau produk – produk yang menimbulkan nyri
lainnya, seperti histamin, kinin, atau enzim proteolitik seluler yang tidak cepat dibawa pergi oleh
aliran darah koroner yang bergerak lambat. Konsentrasi yang tinggi dari produk abnormal ini
akan merangsang ujung-ujung saraf nyeri (nociceptor) di otot jantung yang akan mengantarkan
impuls nyeri melalui jaras paleospinotalamikus. Pada jaras saraf nociceptor akan menghantarkan
impuls nyeri melalui serabut saraf aferen sensorik ke kornu dorsalis medula spinalis, di sini
serabut nyeri viseral dapat bersinaps dengan neuron urutan kedua yang berasal dari daerah yang
secara embriologis sama dan dapat menimbulkan rasa nyeri alih. Kemudian, impuls nyeri naik ke
otak melalui jaras anterolateral. Di otak jaras paleospinotalamikus berakhir secara luas di batang
otak. Dari area nyeri di batang otak, banyak neuron berserabut pendek yang memancarkan
impuls nyeri naik ke intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke dalam bagian
tertentu hipotalamus dan daerah basal lain di otak.
c) Bagaimana mekanisme penjalaran nyeri ke punggung dan rahang bawah?
Jawaban:
Rasa nyeri di dada dipengaruhi oleh system saraf otonom (n.simpatis dan parasimpatis).
Pada jantung: Rasa nyeri pada penyakit jantung biasanya dirasakan dari Th1 – 4, yang
dinamakan serabut sensorik atau visceral aferen. Badan sel berada di dalam ganglion akar
5
posterior, serabut saraf akan mengikuti nervus cardiacus (symphaticus), ujung cabang-cabang
parasymphaticus dan nervus vagus membentuk plexus cardiacus.
Rasa nyeri pada Infark Miokard Akut (IMA) terjadi karena rangsangan kimiawi atau
mekanik pada ujung reseptor saraf. Rangsang ini melalui serabut aferen simpatis ke ganglion
simpatis, radiks posterior menuju medulla spinalis Th1 -5. Disini impuls aferen simpatis bertemu
dengan impuls somatic struktur thoraks. Hal ini merupakan dasar terjadinya cardiac referred
pain. Impuls berjalan menuju traktus spinotalamikus ke thalamus, dan menuju korteks serebri
sehingga terdapat sensasi rasa sakit.
Akibat dari gangguan suplai darah ke myocardium, menyebabkan kemampuan
kontraksi otot pun terganggu. Saat suplai oksigen menurun, jantung akan memanfaatkaan
cadangan energy berupa fosfat. Namun hal ini tidak bertahan lama dan memaksa tubuh
untuk mengkompensasi dengan melalui metabolime anaerob. Akibatnya terjadi
penumpukan asam laktat. Asam laktat yang menumpuk ini menyebabkan penekanan pada
ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri pada jantung. Selain itu sejumlah substansi seperti
bradikinin, prostaglandin dan adenosine yang dilepaskan oleh region iskemik di jantung
dapat mensensitasi dan mengeksitasi ujung saraf sensori di jantung.
Nyeri yang terjadi pada daerah jantung termasuk nyeri alih. (Saat ini, penjelasan yang
paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori konvergensi-proyeksi (Fields, Martin, 2001).
Menurut teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan satu dari
struktur otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel – sel proyeksi sensorik yang sama. Karena
itu tidak memiliki cara untuk mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah
“memproyeksikan’ sensasi nyeri ke daerah somatic (dermatom)). Nyeri kardia biasanya beralih
ke aspek dalam lengan kiri, lengan kanan, abdomen, punggung dan leher. Nyeri alih terjadi
karena memiliki dermatom yang sama dengan struktur yang mengalami iritasi. Nyeri tersebut
diperantarai oleh serabut-serabut aferen simpatis yang banyak mempersarafi atrium dan
ventrikel. Serabut ini berjalan melewati ganglion sympatheticus thoracicus superius dan 5 radix
dorsalis thoracicus superior di medulla spinalis. Di medulla spinalis impuls mungkin menyatu
dengan impuls dari struktur lain. Akibat dari saraf spinalis pada jantung memiliki dermatom
sama dengan punggung dan rahang bawah, konvergensi ini menjelaskan terjadinya penjalaran
nyeri ke punggung dan rahang bawah.2
6
Serabut simpatis ini berasal dari 2 sumber yaitu ganglion paravertebrale thoracale 1-5 dan
ganglion cervical.
d) Mengapa nyerinya seperti rasa terbakar?
Jawaban:
Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke
susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) system serat (serabut) antara lain:
(1).Serabut A – delta (Aδ), bermielin atau disebut juga nyeri cepat yang dirasakan dalam waktu
dari satu detik, seperti ditusuk benda tajam.
(2).Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 –1,2 m/detik
disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul,
berdenyut atau terbakar.4
Rasa nyeri yang berasal dari organ visceral berupa rasa nyeri seperti rasa terbakar.3
e) Bagaimana hubungan nyeri dada dengan usia, jenis kelamin, dengan aktivitas?
Jawaban:
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat
diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan
timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap
faktor-faktor aterogenik.
7
a. Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause,
dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya
efek perlindungan estrogen yang menjelaskan adanya imunitas wanita pada usia sebelum
menopause, tetapi kedua jenis kelamin dalam usia 60-70an, frekuensi MI menjadi setara.
b. SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia
yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Usia 40-60 tahun,
insiden MI meningkat lima kali lipat. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan
usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dengan penyakit jantung
koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada
usia muda.2
f) Bagaimana hubungan nyeri dada tiga bulan yang lalu dengan nyeri dada sekarang?
Jawaban:
Awalnya, telah terjadi pembentukan plak di pembuluh darah koroner akibat faktor-faktor
resiko yang dimiliki Tuan Saman. Plak ini semakin lama akan semakin membesar dan bisa
menyebabkan iskemik jika lumen pembuluh darah koroner tersebut telah berkurang (suplai darah
ke jantung tidak sesuai dengan kebutuhan sel-sel otot jantung). Nyeri akibat iskemik inilah yang
diderita Tuan Saman pada 3 bulan yang lalu. Namun karena Tuan Saman ini menolak untuk
mengikuti saran dokter setelah dia berkonsultasi, maka plak yang telah ada akan terus-menerus
semakin menutupi lumen. Pada saat itu, nyeri masih bisa hilang dengan beristirahat, tetapi plak
yang terbentuk tetap semakin parah. Sampai saatnya terjadi ruptur pada plak tersebut dan
terbentuknya trombosis pada ruptur, akan semakin menutupi lumen pembuluh darah koroner.
Tertutupnya lumen pada pembuluh darah koroner akan menyebabkan nyeri yang tidak bisa
dihilangkan dengan istirahat seperti sebelumnya. Nyeri inilah yang diderita Tn. Saman pada 3
jam yang lalu.
8
2. Keluhan tambahan pernapasan pendek, berkeringat, dan nausea.
a) Pernapasan pendek:
Bagaimana etiologi?
Jawaban:
Berdasarkan etiologi maka dispnea dapat dibagi menjadi 4 bagian, yakni:
Kardiak dispnea, yakni dispnea yang disebabkan oleh karena adanya kelainan pada
jantung.
Pulmunal dispnea, dispnea yang terjadi pada penyakit jantung.
Hematogenous, dispnea yang disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau
anoksia, biasanya dispnea ini berhubungan dengan exertional (latihan).
Neurogenik, dispnea terjadi oleh karena kerusakan pada jaringan otot-otot pernapasan.
Bagaimana mekanisme?
Jawaban:
Arterosklerosis menyebabkan adanya Coronary Artery Disease. Lalu, tejadi iskemia dan
9
infark miokardium, sehingga kontraktilitas ventrikel kiri menurun. End Diastolic Volume
meningkat, Left Ventricle Dyastol Pressure juga meningkat, Left Atrial Pressure juga meningkat
sehinggga peningkatan tekanan kapiler dan vena paru. Kenaikan ini menyebabkan tekanan
hidrostatik > tekanan onkotik dan transudasi cairan ke jaringan interstisial, hal ini menyebabkan
kongesti vaskular paru di jaringan interstisial dan ronki sehingga kelenturan paru menurun. Oleh
karena itu, os dyspnea dan mengalami sesak napas, pernapasan yang pendek.
b) Berkeringat/diaphoresis:
Bagaimana etiologi?
Jawaban:
a. Penyebab fisiologis
Normalnya tubuh akan berkeringat pada saat
Pengurasan tenaga, menopause, demam, makanan pedas, dan suhu lingkungan yang
tinggi. Emosi yang kuat dan mengingat trauma masa lalu juga dapat memicu keringat yang
sangat banyak.
Sebagian besar kelenjar keringat dalam tubuh dipersarafi oleh simpatik "kolinergik"
neuron. Neuron postganglionik simpatik biasanya mengeluarkan norepinefrin dan diberi nama
neuron adrenergik simpatik. Meskipun demikian, ketika neuron postganglionik simpatik
menginervasi kelenjar keringat mereka mengeluarkan asetilkolin dan oleh karena itu disebut
simpatik "kolinergik" neuron. Neuron postganglionik hanya simpatik diakui untuk
mensekresikan asetilkolin sebagai pengganti norepin
b. Penyebab Patologis
Hipertiroid, Syok, Diabetes, Obat-obat tertentu (termasuk kafein, morfin, alcohol, dan
antipsikosis), Pheochromocytoma, Asetilkolinesterase inhibitor, Merkuri, Infantile acrodynia,
Myocardial infarction/Heart attack ( peningkatan tajam dari system daraf simpatis), Infeksi
(malaria, tuberculosis) menyebabkan demam, Pneumothorax, Obesitas, Parkinson’s disease,
Gout.
10
Bagaimana mekanisme?
Jawaban:
Infark miokard pada jantung bagian anterior, yang diperdarahi arteri koronari left anterior
descendens (LAD), akan menyebabkan perangsangan saraf simpatis (Sympatic Excess). Produksi
keringat diatur oleh saraf simpatis, sehingga saat terjadi perangsangan saraf simpatis akan
menyebabkan berkeringat berlebih.
HR ↑ perapatan aliran darah terbentuk konduksi panas oleh darah merangsang
area preoptik (dibagian anterio hipotalamus) ke medulla spinalis melalui jaringan saraf
otonom ke kulit seluruh tubuh melalui jaras simpatis merangsang kelenjar keringat
berkeringat (diaphoresis).
Infark miokard menyebabkan timbulnya tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-
organ. Aliran darah dialihkan dari organ organ nonvital (organ perifer) demi mempertahankan
perfusi ke jantung dan otak. Akibatnya terjadi vasokontriksi pembuluh darah perifer yang
mengakibatkan peningkatan Hb tereduksi di dalam darah maka timbulah pallor (pucat) dan tubuh
terasa dingin.
Infark miokard juga mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Akibatnya terjadi
vasokontriksi kulit. Vasokontriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan panas
sehingga pasien dapat mengalami demam ringan dan keringat berlebihan
c) Nausea:
Bagaimana etiologi?
Jawaban:
Secara garis besar etiologi nausea dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
intraperitoneal, ekstraperitoneal, dan pengaruh obat/kelainan metabolik.
Etiologi nausea yang berasal dari intraperitoneal diantaranya adalah masalah obstruksi
yaitu obstruksi pylorik, obstruksi usus halus, obstruksi kolonik, dan sidrom arteri mesentrik
superior. Selain itu terdapat pula infeksi enterik di antaranya akibat virus atau bakteri. Penyakit
peradangan seperti kolesistisis, pankreatitis, apendisitis, atau hepatitis. Terganggunya fungsi
sensorimotor seperti gastroparesis, pseudoobstruksi intestinal, reflux gastroesophageal, nausea
11
chronic idiopathic, muntah fungsional, sindorm cyclic vomiting. Selain itu dapat pula disebabkan
oleh kolik billiari atau irradiasi abdominal.
Etiologi yang berasal dari ekstraperitoneal diantaranya adalah penyakit
kardiopulmonari, diantaranya cardiomiopati atau infark miokardiak. Penyakit labirint seperti
penyakit terhadap gerakan (mabuk/motion sickness), labirintitis, atau keganasan. Gangguan
intraserebral seperti keganasan, perdarahan, abses, atau hidrocepalus. Penyakit pisikiatrik seperti
anoreksia dan bulemia nervosa, atau depresi. Selain itu dapat pula disebabkan oleh muntah post-
operasi. Penyebab dari pengaruh obat/ kelainan metabolik diantaranya karena obat
seperti kemoterapi kanker, antibiotik, obat anti aritmia jantung, digoxin, oral hipoglikemik,
kontrasepsi oral. Penyakit endokrin atau metabolik, diantaranya kehamilan, uremia, ketoasidosis,
penyakit tiroid atau paratiroid, insufisiensi adrenal. Selain itu dapat pula disebabkan oleh racun
dari gagal liver dan ethanol.
Bagaimana mekanisme?
Jawaban:
Pada kasus ini penyebab nausea adalah adanya infark miokardiak. Pada keadaan ini
terjadi metabolisme anaerob yang akan menyebabkan banyaknya zat-zat sisa seperti histamin,
kinin, atau enzim proteolitik seluler yang akan menimbulkan impuls pada serabut saraf aferen
nervus vagus yang terdapat pada bagian inferior dan bagian posterior jantung. Hal ini diduga
akan menimbulkan efek yang sama dengan perangsangan serabut saraf aferen nervus vagus pada
traktus gastrointestinal, yaitu nausea.
Hiperkolesterolemia LDL LDL teroksidasi cellular respon adhesi monosit
pada tunica intima berdiferensiasi menjadi makrofag mengoksidasi tumpukan LDL sel busa
makrofag bersatu dengan pembuluh darah fatty streak membentuk plak (terjadi di
a.coroner)Atherosklerosis koroner suplai O2 untuk miokardium berkurang infark
miokardium menurunkan kekuatan kontraksi, abnormalitas dinding, mengubah daya kembang
ruang jantung kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri menurun volume
sekuncup turun, volume sisa ventrikel meningkat Cardiac Output menurun aktivasi
simpatis dari system rennin-angiotensin vasokontriksi arteri perifer perfusi darah ke GIT
menurun nausea
12
Karena aktivasi saraf parasimpatis di bagian inferior jantung dan sebagian bagian
diaphragma dimana disitu terdapat nervus vagus sehingga saraf-saraf aferen akan terangsang dan
menimbulkan nausea. Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya
lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa
menyebabkan cegukan.
d) Bagaimana hubungan gejala-gejala dengan keluhan utama?
Jawaban:
Gejala-gejala yang muncul pada kasus ini berhubungan dengan dengan keluhan utama
karena hal-hal ini disebabkan oleh masalah yang sama. Penyebab dari keluhan utama, yaitu nyeri
dada yang menjalar hingga ke punggung dan rahang bawah dan terasa seperti terbakar adalah
karena adanya iskemia pada sel-sel otot jantung yang menyebabkan munculnya zat-zat seperti
asam laktat histamin, kinin, atau enzim proteolitik seluler yang menimbulkan impuls pada
serabut saraf nyeri pada otot jantung sehingga menimbulkan nyeri dada. Selain itu, zat-zat
tersebut juga dapat menimbulkan impuls pada serabut saraf vagus aferen pada bagian inferior
dan posterior jantung yang dapat menimbulkan nausea.
Iskemia atau ketidakseimbangan kebutuhan oksigen dan suplai oksigen juga
menyebabkan melemahnya otot jantung sehingga tidak mampu memompa darah secara
adekuat yang akan menyebabkan berkurangnya cardiac output. Hal ini menyebabkan
oksigenasi jaringan berkurang sehingga akan menimbulkan usaha atau kompensasi tubuh
untuk memenuhi kebutuhan oksigen, yaitu dengan berusaha meningkatkan kecepatan
bernafas sehingga menimbulkan perasaan sulit bernafas. Selain itu, tubuh juga berusaha
meningkatkan perfusi jaringan dengan cara meningkatkan denyut jantung dengan pengaktifan
sistem saraf simpatis yaitu peningkatan tekanan darah dan tekanan nadi. Pengaktifan ini akan
menimbulkan peningkatan aktivitas jaringan yang dipengaruhi saraf simpatis, salah satunya
menimbulkan peningkatan sekresi keringat.
Miokard Infark yang terjadi pada Tn. Saman menyebabkan gangguan kontraksi pada
bagian anterior jantung yang dapat disebabkan karena oklusi pada arteri coronaria sinistra yang
memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri. Akibatnya terjadi gangguan kontraksi pada ventrikel
kiri dan cardiac output menurun. Hal ini berdampak pada peningkatan volume darah di atrium
dan ventrikel kiri hingga akhirnya ke vena pulmonalis dan menuju pulmo. Akibatnya tekanan
13
pulmoner akan meningkat. Banyaknya cairan dan aliran darah yang masuk ke pulmo yang dapat
menganggu fungsi alveolus dan akhirnya terjadilah nafas yang pendek (shortless of breath).
Gangguan kontraksi pada ventrikel kiri juga menyebabkan cardiac output menurun.
Sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke sel tubuh pun berkurang. Untuk mempertahankan
homeostasis tubuh melakukan upaya salah satunya dengan meningkatkan aktivasi saraf simpatis
melalui katekolamin agar jantung dapat memompa dengan lebih kuat. Selain berdampak pada
jantung juga menyebabkan produksi kelenjar keringat berlebihan dan peningkatan produksi asam
lambung yang dapat sebabkan mual.
3. Tidak ada riwayat hipertensi dan ia adalah perokok berat.
a) Bagaimana hubungan penyakit yang dialami Tn. Saman dengan merokok berat?
Jawaban:
Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari, dan bukan pada
lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak rokok sehari menjadi dua kali
lebih rentan terhadap penyakit ateroslerotik koroner daripada mereka yang tidak
merokok. Yang diduga menjadi penyebab adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan
katekolamin oleh system saraf otonom. Namun efek nikotin tidak bersifat kumulatif, mantan
perokok tampaknya berisiko rendah seperti pada bukan perokok.2
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan
oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan
adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung,
serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan
banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya
adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah.
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung
persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan
tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat
aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO
menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga
mempermudah penggumpalan darah. Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap
14
rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah
timbulnya penggumpalan darah.
Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan
bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok
lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam Edward C. Rosenow, dikutip dari MayoClinic
mengatakan bahwa nikotin yang terkandung dalam asap rokok mempunyai efek menekan nafsu
makan dan peristaltic meningkat. Metabolisme makanan terganggu, sehingga tubuh tidak cepat
merasa lapar.
b) Bagaimana factor risiko penyakit?
Jawaban:
TIDAK DAPAT DIUBAH:
Usia (laki-laki ≥45 tahun; perempuan ≥55 tahun atau menopause premature tanpa terapi
penggantian estrogen).
Riwayat CAD pada keluarga (MI pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55 tahun atau
pada ibu atau saudara perempuan sebelum berusia 65 tahun).
DAPAT DIUBAH:
Hiperlipidemia (LDL-C): batas atas, 130-159 mg/dl; tinggi ≥160 mg/dl
HDL-C rendah:< 40 mg/dl
Hipertensi (≥140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi)
Merokok sigaret
Diabetes mellitus
Obesitas, terutama abdominal
Ketidakaktifan fisik
Hiperhomosisteinemia
FAKTOR RISIKO NEGATIVE
HDL-C negatif2
4. Pemeriksaan fisik
15
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik?
Jawaban:
Indikasi Nilai normal Hasil pemeriksaan Interpretasi Keterangan
Pallor − Pallor (the
condition of being
pale)
Abnormal Lack of adequate oxygen
and insufficient metabolite
delivery to the myocardium
diminish the force of
muscular contraction and
decrease systolic wall
motion in the affected
territory. This result in the
reduce of cardiac output. In
respon to this reduce cardiac
output, the pheripheral
blood vessel will constrict to
maintain adequate perfusion
to the vital organ.
Diaphoresi
s
− Diaphoresis Abnormal Baroreseptor unloading (if
hypotension is present) may
trigger sympathetic respons.
Systemic sign of subsequent
catecholamine release
include diaphoresis,
takikardi and cool and
clummy skin caused by
vasoconstriction.
JVP 5 – 2 atau 3
cmH2O
5 – 2 Normal
Muffle
heart
− + Abnormal
16
sounds
basal rales − + Abnormal
Wheezing − − Normal
Ankle
edema
− − Normal
Dypnea − Dypnea Abnormal Elevated pressure in
pulmonary capillary
bed with transudation of
fluid into
interstitial spaces and
alveoli, decreased
compliance (increased
stiffness) of the
lungs, increased work of
breathing
IMT 18.5 - 25.0 92/(1.72) = 31,83 Obesitas II
BP 90-140/60-90 100/70 Normal
sedikit
rendah
HR 60 – 100
x/menit
115 Takikardi Baroreseptor unloading (if
hypotension is present) may
trigger sympathetic respons.
Systemic sign of subsequent
catecholamine release
include diaphoresis,
takikardi and cool and
clummy skin caused by
vasoconstriction.
PR 60 – 100
x/menit
115 Takikardi
RR 12 – 20
x/menit
24x/menit Takipnea If the ischemia affects a
sufficiently large amount of
myocardium, left
17
ventricular (LV)
contractility can be reduce
(systolic dysfunction),
therby decreasing the stroke
volume and pressure within
LV to rise. The increase in
LV pressure, compounded
by the ischemia-induced
stiffness of the chamber
(diastolic dysfunction), is
conveyed to the left atrium
and pulmonary veins. This
resultant pulmonary
congestion decreases lung
compliance and stimulates
juxtacapillary receptors.
These J receptors effect a
reflex that results in rapid,
shallow breathing and
evokes the subjective
feeling of dyspnea.
Transudation fluid into the
alveoli exacerbates this
symptom.
Dyspnea
Interpretasi : abnormal
Mekanisme : Miokard Infark yang terjadi pada Tn. Saman menyebabkan gangguan kontraksi
pada bagian anterior jantung yang dapat disebabkan karena oklusi pada arteri coronaria sinistra
yang memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri. Akibatnya terjadi gangguan kontraksi pada
ventrikel kiri. Hal ini berdampak pada peningkatan volume darah yang akan kembali lagi ke
18
atrium kiri hingga akhirnya ke vena pulmonalis dan menuju pulmo. Akibatnya tekanan pulmoner
akan meningkat. Banyaknya cairan dan aliran darah yang masuk ke pulmo dapat dapat
menganggu fungsi alveolus dan hal ini berkompensasi dengan terjadinya dypsnea (kesulitan
bernapas).
IMT
Nilai : 31.8
Interpretasi : obesitas tingkat 1 menurut WHO eropa atau obesitas tingkat 2 menurut WHO
asia.
Mekanisme : Hal ini dapat dipengaruhi oleh gaya hidup meliputi pola makan yang tidak baik
dan aktivitas fisik seperti olahraga yang jarang. Namun pada kasus dikatakan bahwa Tn. Saman
merupakan perokok berat. Nikotin yang terdapat dirokok dapat menekan nafsu makan sehingga
berat badan bisa menurun. Jadi kemungkinan obesitas pada Tn. Saman bisa karena pengaruh
genetik yang lebih kuat dan olahraga yang jarang.
BP 100/70
Interpretasi : normal
Hal ini mungkin saja terjadi akibat dari CO yang menurun akibat gangguan kontraksi ventrikel
kiri.
Heart Rate, Pulse Rate
Nilai normal : 60-100 bpm
Interpretasi : abnormal
Mekanisme : Gangguan kontraksi pada ventrikel kiri juga menyebabkan cardiac output
menurun. Sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke sel tubuh pun berkurang. Untuk
mempertahankan homeostasis tubuh melakukan upaya salah satunya dengan meningkatkan
aktivasi saraf simpatis melalui peningkatan kadar katekolamin agar jantung dapat memompa
dengan lebih kuat dan frekuensi denyut jantungnya meningkat. Akibatnya heart rate akan
meningkat dan denyut nadi pun ikut meningkat.
Pallor
19
Interpretasi : abnormal
Mekanisme : Akibat dari cardiac output yang menurun menyebabkan aliran darah ke sirkulasi
pun berkurang. Begitu pula dengan aliran darah di daerah perifer. Hal inilah yang
memperlihatkan tanda berupa pucat.
Diaphoresis
Interpretasi : abnormal
Mekanisme : Gangguan kontraksi pada ventrikel kiri juga menyebabkan cardiac output
menurun. Sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke sel tubuh pun berkurang. Untuk
mempertahankan homeostasis tubuh melakukan upaya salah satunya dengan meningkatkan
aktivasi saraf simpatis agar jantung dapat memompa dengan lebih kuat. Selain berdampak pada
jantung juga menyebabkan produksi kelenjar keringat berlebihan (diaphoresis).
Muffle heart sounds
Interpretasi : abnormal
Mekanisme : Peningkatan lemak berlebihan pada cavitas thorax akan menimbulkan muffle
heart sound ini. Ada juga 3-5 hari setelah infark dapat mengakibatkan rupture myocardial.
Adanya rupture ini dapat menyebabkan akumulasi cairan di pericardium. Sehingga terdengar lah
muffle heart sound. Namun mungkin akumulasi cairan di pericardium belum terlau banyak
sehingga pada foto rontgen ratio jantung dan rongga dada masih terlihat normal.
Basal rales
Interpretasi : abnormal
Mekanisme : Rales atau cracles bisa muncul akibat dari adanya akumulasi cairan di rongga
alveolus. Karena penumpukan cairan terjadi di daerah basal akibatnya saat auskultasi akan
terdengar bunyi rales di bagian basal.
5. Pemeriksaan laboratorium
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan laboratorium?
Jawaban:
Pemeriksaan Man Normal Kesimpulan
20
Hb 14 g/dl 13-16 g/dl Normal
WBC 9800/mm3 5000-10000/mm3 Normal
Diff count 0/2/5/65/22/6 Basofil (0-1%)
Eosinofil (1-3%)
N.Batang (2-6%)
N.Segmen (50-70%)
Limfosit (20-40%)
Monosit (2-8%)
Normal
ESR 20 mm3 0-10mm/jam Tinngi karena
hiperkolesterolemia,
merokok dan
pertambahan usia
viskositas darah
meningkat
Platelet 214.000/mm3 200.000-400.000/mm3 Normal
Total Colesterol 345 mg/dl 150-250mg/dl Tinggi
LDL 194 mg/dl <150mg/dl Tinggi
HDL 38 mg/dl >65mg/dl Rendah
Trigliserid 180 mg/dl <150mg/dl Tinggi
BG 155 mg/dl <124mg/dl Tinggi
CK NAC 373 U/L 30-180 U/L Tinggi
CK MB 67 U/L <25 U/L Tinggi
Troponin I 0,2 ng/ml 0-0,1 ng/ml Tinggi
CK MB meningkat
Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot, miokardium dan otak.
Terdapat 3 jenis isoenzim kreatin kinase dan diberi label M (muskulus) dan B (brain).
21
Peningkatan kadar enzim dalam serum menjadi indikator terpercaya adanya kerusakan pada
jantung.
Selama lebih dari 20 tahun, standard emas untuk mendeteksi IMA adalah pengukuran
creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB) dalam serum.7,8 Peningkatan maupun penurunan CK-
MB serial sangat berkaitan dengan IMA.8,9 Tetapi petanda enzim ini tidak kardiospesifik, dapat
meningkat pada trauma otot, tidak cukup sensitif untuk memprediksi IMA pada 0-4 jam setelah
nyeri dada dan tidak mendeteksi jejas pada pasien dengan onset IMA yang lama.7 Di samping itu
CK-MB juga tidak bisa mendeteksi adanya jejas miokard yang kecil, yang berisiko tinggi untuk
IMA dan kematian jantung mendadak.5
Meningkat 3-12 jam setelah infark, menurun pada 12-24 jam dan kembali normal pada 2-
3 hari setelah infark.
Troponin I meningkat
Troponin merupakan serat protein tipis yang memegang peranan dalam kontraksi otot
bersama dengan aktin dan tropomiosin. Ada tiga tipe Troponin yaitu I, T dan C yang terdapat
pada segala jenis otot. Sedangkan untuk otot jantung terdapat Troponin I dan T, dimana
keduanya ini dapat dijadikan sebagai penanda apabila terjadinya kerusakan otot jantung yang
selanjutnya dikenal dengan cTnI dan cTnT. Jika terjadi kerusakan otot jantung, troponin banyak
dilepaskan ke dalam darah dan dapat diukur pada sirkulasi perifer sehingga troponin ini dapat
digunakan sebagai marker.
Troponin I hanya petanda terhadap jejas miokard, tidak ditemukan pada otot skeletal
selama ini, setelah trauma atau regenerasi otot skeletal. Troponin I sangat spesifik terhadap
jaringan miokard, tidak terdeteksi dalam darah orang sehat dan menunjukkan peningkatan yang
tinggi di atas batas atas pada pasien dengan IMA.Troponin I lebih banyak didapatkan pada otot
jantung daripada CKMB dan sangat akurat dalam mendeteksi kerusakan jantung.
Troponin I meningkat pada kondisi-kondisi seperti myokarditis, kontusio kardiak dan
setelah pembedahan jantung. AdanyacTnI dalam serum menunjukkan telah terjadi kerusakan
miokard. Troponin I mulai meningkat 3 sampai 5 jam setelah jejas miokard, mencapai puncak
22
pada 14 sampai 18jam dan tetap meningkat selama 5 sampai 7 hari. Troponin I mempunyai
sensitivitas 100% pada 6 jam setelah IMA. Troponin I adalah petanda biokimia IMA yang ideal
oleh karena sensitivitas dan spesifisitasnya serta mempunyai nilai prognostikpada otot skeletal,
trauma otot skeletal, penyakit ginjal atau pembedahan.3,13 Spesifisitas cTnI terutama sangat
membantu dalam mendiagnosis pasien dengan problem fisik yang kompleks. Kekurangan cTnI
adalah lama dalam serum, sehingga dapat menyulitkan adanya re-infark. Tetapi dari sudut lain
adanya peningkatan yang lama ini, berguna untuk mendeteksi infark miokard jika pasien masuk
rumah sakit beberapa hari setelah onset nyeri dada menggantikan peran isoenzim LDH Penanda
Biokimia Cedera Sel Jantung.
Nilainya akan meningkat 2-8 jam setelah serangan infark , menurun setelah 12-96 jam
dan kembali normal dalam waktu 14 hari setelah infark.
CK-NAC (N-acetyl-cysteine stabilized) 200 U/L
Creatine kinase pada perempuan : 96 – 140 U/L; laki-laki : 38 -174 U/L
Interpretasi : Peningkatan
Mengalami peningkatan pada
- Heart attack
- skeletal muscle injury, multiple trauma, muscle cramps, arterial embolism, muscular
dystrophy, inflammatory muscle diseases, hypothyroidism.
- Other diseases:
Liver, pancreas, stomach, colon diseases, malignant diseases
Creatine kinase dilepaskan saat terjadi cedera otot, memiliki tiga fraksi isoenzim yaitu
CK-MM (dalam otot skeletal), CK-MB (paling banyak terdapat dalam miokardium), CK-BB
(dalam jaringan otak biasanya tidak ada dalam serum).
6. Pemeriksaan tambahan
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan tambahan?
Jawaban:
Indikasi Nilai normal Hasil pemeriksaan Interpretasi Keterangan
Chest X-ray: The heart size CTR < 50% Normal An increased cardiac
23
cor: CTR <
50%
The cardiothoracic
ratio (CTR) is the
ratio of the
transverse diameter
of the heart to the
internal diameter of
the chest at its
widest point just
above the dome of
the diaphragm as
measured on a PA
chest film.
is considered
too large
when the
CTR is >
50% on a PA
chest x-ray.
silhouette is almost
always the result of
cardiomegaly, but
occasionally it is due to
pericardial effusion or
even fat deposition.
Tidak terjadi
kardiomegaly
Lungs:
bronchovascular
Normal Normal
ECG:
sinus rhythm Normal
normal axis Normal
HR: 117 bpm 60-100 bpm 117 Takikardi Baroreseptor unloading
(if hypotension is
present) may trigger
sympathetic respons.
Systemic sign of
subsequent
catecholamine release
include diaphoresis,
takikardi and cool and
clummy skin caused by
vasoconstriction.
Regular Normal
Normal Q wave Normal
ST elevaton in ST elevasi Abnormal ST segment elevation
24
lead V1-V4 signifies myocardial
injury. Injury probably
reflects a degree of
cellular damage beyond
that of mere ischemia,
but it, too, is potentially
reversible, and in some
cases, the ST segments
may rapidly return to
normal. In most
instances, however, ST
segment elevation is a
reliable sign that true
infarction has occurred
and that the complete
electrocardiographic
picture of infarction will
evolve unless there is
immediate and
aggressive therapeutic
intervention.
ST depression
in lead II, III,
Avf
ST depresi Abnormal
Chest X-ray
Cor: CTR < 50 %, normal shape Normal, CTR < 50% menunjukkan tidak terjadi
Kardiomegali (pembesaran jantung) dan normal shape menunjukkan tidak terjadi
pembesaran/pengecilan dari bagian-bagian jantung.
25
Lungs: bronchovascular pattern normal Normal, bronchovascular pattern merupakan
gambaran pembuluh darah di sekitar bronkus
EKG
Sinus rhythm Normal, masih terdapat kompleks QRS pada EKG.
Normal axis Normal, tidak terjadi deviasi. Axis jantung masih dalam rentang -30O –
105O.
HR : 117 bpm, regular Sinus Takikardi, jarak antar R-R memendek dan teratur. Sinus
Takikardi terjadi karena proses kompensasi menurunnya Cardiac Output akibat infark miokard
ini.
Normal Q wave Normal, jika memanjang artinya terjadi infark miokard yang lama.
Pada kasus STEMI, normal Q wave dengan ST elevasi terjadi jika infark baru berjalan 1-8 jam.
ST elevation in lead V1-V4 telah terjadi infark miokard pada jantung bagian anterior
yang diperdarahi oleh arteri koronari left anterior descendens (LAD).
ST depression in lead II, III, aVF baru terjadi iskemik pada jantung bagian inferior
yang diperdarahi oleh arteri koronari dextra.
7. a. Penegakan diagnosis
Jawaban:
Diagnosis IMA dengan ST elevasi ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST≥2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis.
1. Anamnesis
Pasien dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri
dada nya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dadanya berasal dari
jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis
pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat jantung koroner pada
keluarga.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien infark miokard akut. Sifat
nyeri dada angina sebagai berikut:
26
1. Lokasi = substernal, retrosternal, dan prekordial
2. Sifat nyeri = rasa sakit, seperti ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas,
dipelintir.
3. Penjalaran = biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung,
perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
5. Faktor pencetus = latihan fisik, stres, udara dingin, dan sesudah makan.
6. Gejala yang menyertai = mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemas.
Diagnosis banding nyeri dada STEMI: perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut,
kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal.
2. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa beristirahat / gelisah. Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior
menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan hipotensi). Tanda fisik lain pada
disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan
split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik
apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38oC dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
3. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus segera dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang diduga STEMI dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan
EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi psien yang bermanfaat untuk
dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi
pasien simtomatik dan terdapat kecurigaan STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST.
4. Laboratorium
27
Peemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
kan diikuti peningkatan CK MB.
Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung
(infark miokard)
- CK MB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
- cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain:
- mioglobin: dapat dideteksi 1 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
- Creatin kinase: meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase( LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
b. Differential Diagnosis
Jawaban:
DD Infark
Miokard
Akut
Angina
Pektoris
Stabil
Angina
Pektori
s non
stabil
Diseksi
Aorta
Perikarditis
akut
Prolaps
Katup
Mitral
Emboli
pulmonal
>45 tahun,
Laki laki
+ + + + - - +
Nyeri dada
berat
menyebar
+ + + - - - -
Akut + - + + + - +
Merokok + - + + - - +
28
Pucat + + +/- - - + +
Kulit
dingin dan
berkeringat
+ + +/- - - + +
Nadi
Lemah
+ +/- +/- + - + +
c. WD
Jawaban: Acute Coronary Syndrome.
d. Etiologi
Jawaban:
Etiologi Sindrom Koroner Akut antara lain:
Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak
aterosklerosis.
Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner
epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau
akibat disfungsi endotel.
Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus, terjadi pada sejumlah
pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner
perkutan (PCI).
Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya
makrofag, dan limfosit T meningkatkan sekresi metalloproteinase, sehingga terjadi penipisan dan
ruptur plak
Keadaan/factor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia
29
e. Patofisiologi
Jawaban:
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura, ruptur
atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis
dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus merah kaya
fibrin, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap terapi
trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin, epinefrin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan Tromboksan
A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan
konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesi yang larut (integrin)
seperti vWF dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat
2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner oleh
emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.
30
f. Tatalaksana
Jawaban:
Tatalaksana awal
1. Tatalaksana pra rumah sakit
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis, segera memanggil tim
medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi, transportasi pasien ke rumah sakit
yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih,
melakukan terapi reperfusi.
2. Tatalaksana di ruang emergensi
Mengurangi.menghilangkan nyeri dada
Tatalaksan umum
1. Oksigen
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
2. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4mg dan dapat diberikan
sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga menurunkan
kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral.
Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan
untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi ini dihindari pada pasien dengan
tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan,
nitrat juga dihindari pada pasien yang menggunakan posfodiesterase 5 inhibitor sildenafil dalam
24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
3. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana
nyeri dada pada STEMI. Efek samping pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar
melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi
tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan
31
efek vagotonik yang menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya diatasi dengan atropin 0,5mg IV.
4. Aspirin
Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai
dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi, dilanjutkan oral
dengan dosis 75-162mg.
5. Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada. Metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total
3 dosis dengan syarat frekuensi jantung >60menit tekanan darah sistolik>100mmHg interval PR
<0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma.
6. Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan
dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien dengan STEMI berkembang menjadi
pump failure atau takiaritmia ventrikuler yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai
dalam 90 menit.
7. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat agregasi
platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara
menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan
kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal
infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia
berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent
koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin
dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh
hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan
menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati
efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi
purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada
minggu II – III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan
Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
32
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko
perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang
membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan
mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60%
inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of
Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada
ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis
(Product Monograph New Plavix).
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan biasanya angioplasti atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut
PCI primer. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang
tersumbat. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik.
Reperfusi Farmakologis
Fibrinolisis
Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (Tpa),
streptokinase, tenekteplase, dan reteplase. Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Idealmya diberikan
dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time)
Tatalaksana di Rumah Sakit
ICCU
Aktivitas = pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.
Diet = karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau
hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama.
Bowels
Sedasi = pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode
inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, diberikan 3 atau 4 kali sehari.
Terapi Farmakologis
1. Anti trombotik
2. Beta blocker
3. Ace inhibitor
33
B. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam
pengawasan ketat di ICU
a. Trombolitik
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat trombolitik bermanfaat.
Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-
PA) telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark, menurunkan mortalitas dan
memperbaiki fungsi ventrikel kiri.
Indikasi :
- Umur < 70 tahun
- Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat.
- Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu streptokinase, urokinase, aktivator
plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolated plasminogen activator
complex (ASPAC). Yang terdapat di Indonesia hanya streptokinase dan r-TPA. R-TPA ini
bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek.
Kontraindikasi :
- Perdarahan aktif organ dalam
- Perkiraan diseksi aorta
- Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik
- Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial
- Diabetic hemorrhage retinopathy
- Kehamilan
- TD > 200/120 mmHg
34
- Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan
b. Antikoagulan dan antiplatelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan resiko untuk terjadi
tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah. Heparin dan Aspirin
referfusion trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan segera setelah trombolitik
dapat mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan dengan infark.
Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000 unit dilarutkan dalam 1
liter larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat efek,
dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung sebelumnya. Kecepatan infus berdasarkan
pada nilai APTT (Activated Partial Thromboplastin Time). Komplikasi perdarahan umumnya
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian secara intermiten.
g. Epidemiologi
Jawaban:
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan menunjukkan,
penyakit jantung memberikan kontribusi sebesar 19,8 % dari seluruh penyebab kematian pada
tahun 1993.Angka tersebut meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998
Hasil SKRT tahun 2001, PJK telah menempati urutan pertama dalam deretan penyebab
utama kematian di Indonesia. Angka kejadian CAD (Coronary Artery Disease) lebih banyak di
beberapa negara barat. Di negara berkembang, kecenderungan kejadian meningkat. Di Indonesia,
CAD adalah penyakit tersering ketiga setelah penyakit infeksi dan TBC. Di indonesia CAD
menyerang paling banyak populasi mulai dari kelas bawah, menengah hingga atas, dan relatif
lebih muda di bawah 40 tahun. Tidak ada pengecualian pada wanita.
h. Manifestasi Klinis
Jawaban:
Ialah nyeri dada seperti diremas, ditekan, ditusuk, panas(terbakar) atau ditindih barang
berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya lengan kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke
35
punggung dan epigastrium. Nyeri dapat disertai perasaan mual-muntah, sesak, pusing, keringat
dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pada pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat, takikardi,
dan bunyi jantung III (jika disertai gagal jantung kongestif). Distensi vena jugularis umumnya
terdapat pada infark ventrikel kanan.
i. Komplikasi
Jawaban:
1. Disfungsi ventrikular
2. Gangguan hemodinamik
3. Syok kardiogenik
4. Infark ventrikel kanan
5. Aritmia pasca STEMI
• Angina pektoris tidak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
• Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur
korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan
pembentukkan rangsang, perikarditis, sindrom Dresler, emboli paru.
j. Prognosis
Jawaban:
Ada beberapa Faktor penting yang menentukan indeks prognosis selain usia,TD sistolik,
denyut jantung, yaitu potensi terjadinya aritmia yang gawat, potensi serangan iskemia lebih
jauh, motalitas lokasi infark dan potensi pemburukan gangguan hemodinamik.
Lokasi infark :
Infark inferior terbatas memiliki tingkat mortalitas 30 hari dan 12 bulan masing – masing
sebesar 4,5% dan 6,7% Sementara infark anterior dengan elevasi segmen ST luas dan blok
cabang serabut memiliki mortalitas masing – masing 19,6 % dan 25,6%.
Gangguan Hemodinamik (Kilip) :
Kilip 1 : patient free of rales or S3, mayoritas pasien (85%) tidak memiliki bukti gagal jantung.
Proporsi pasien 40-50%, mortalitas 6.
Kilip II : rales <50%, S3 dan ronki bibasal, 10%. Proporsi pasien: 30-40%, mortalitas 17.
Kilip III : rales >50%, edema paru jelas.Proporsi 10-15%, mortalitas 30-40.
36
Kilip IV : Cardiogenic shock. Proporsi 5-10%, mortalitas 60-80.
Jadi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Tn ini
mengalami STEMI anterior kilip II, tingkat kehidupan atau kesembuhannya cukup besar
tergantung penanganan dan tatalaksana
Sebagian besar penderita yang bertahan hidup selama beberapa hari setelah serangan
jantung dapat mengalami kesembuhan total; tetapi sekitar 10% meninggal dalam waktu 1 tahun.
Kematian terjadi dalam waktu 3-4 bulan pertama, terutama pada penderita yang kembali
mengalami angina, aritmia ventrikuler dan gagal jantung.
k. Pencegahan
Jawaban:
Pencegahan dapat di bagi menjadi pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
Pencegahan primer adalah pencegahan pada individu yang belum pernah mengalami STEMI
atau penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan sindrom koroner akut, sedangkan
pencegahan sekunder adalah pencegahan pada individu yang sudah pernah mengalami STEMI
atau penyakit lain yang berhubungan dengan sindrom koroner akut bertujuan untuk mencegah
terjadinya pengulangan penyakit.
Pencegahan primer adalah dengan mengurangi semua faktor resiko (dapat diubah) yang
dapat menyebabkan okulsi pada arteti koroner. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan
memperbaiki gaya hidup seperti memakan makanan yang sehat jantung, rendah lemak, tinggi
serat dengan kalori yang cukup dan tidak berlebihan. Memperbanyak olah raga, olah raga yang
dianjurkan adalah sekitar 30-60 menit sehari dan dilakukan sebanyak 4-5 kali dalam seminggu.
Selain itu apabila individu menderita hipertensi, dislipidemia, atau diabetes, sebaiknya individu
tersebut segera melakukan pengobatan dan menjalankan pengobatannya secara baik dan benar.
Pada individu dengan obesitas sebaiknya dilakukan penurunan berat badan hingga mencaapi
berat badan yang ideal dengan cara bertahap, dengan penurunan berat badan sekitar 0,5 -1 kg
setiap minggu nya. Selain itu, apabila memugkinkan, sebaiknya dilakukan medical Check-up
secara rutin.
Pencegahan sekunder dilakukan pada individu yang sudah pernah mengalami STEMI
atau penyakit lain yang berhubungan dengan sindrom koroner akut. Pencegahan ini dilakukan
diantaranya dengan mengkonsumsi obat anti-platelets jangka panjang, ACE inhibitor, ARB, β-
blocker, atau warfarin.
37
l. KDU
Jawaban:
Tingkat Kemampuan 3B
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang
relevan (kasus gawat darurat)
V. Hipotesis
Tn. Saman, 48 tahun, mengalami STEMI anterior dan NSTEMI inferior et causa sumbatan
arteriae coronaria dan killif II.
VI. Keterkaitan AntarMasalah
Faktor Risiko
Sumbatan Arteri Koronaria
Arteri Koronaria dekstra Arteri Desendens Anterior Sinistra
NSTEMI Inferior STEMI anterior
Gejala-gejala
VII. Learning Issues
1. Miokard Infark
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh
obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2002).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi.
Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis.
Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena
trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat
disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
38
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa
gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri
koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang menjadi
arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan
pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada
sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan
berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah (Oemar, 1996). Anatomi pembuluh
darah jantung dapat dilihat pada gambar.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
1. . Infark miokard tipe 1: Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura,
atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan
oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2: Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme
arteri menurunkan aliran darah miokard.
39
3. Infark miokard tipe 3: Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak
ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita
meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. Infark miokard tipe 4a: Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard
(contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan
percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
5. Infark miokard tipe 4b: Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
6. Infark miokard tipe 5: Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal.
Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia,
jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain
masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik (Santoso,
2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok,
diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik
(Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun
lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari
berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda.
Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi
sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso,
2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal.
The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai
faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
40
vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,
sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia
(Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang
perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian
karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail
(2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di
daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit
jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh
(IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya
keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida,
penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes
melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko
terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang
rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol
satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard.
Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki
peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004).
PATOLOGI
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke
distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
41
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi
endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide,
yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi
endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian
ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak
lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price,
2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh
terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn,
2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun
dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.
Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.
Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner
berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur
sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air.
Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah
42
menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel.
Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh
monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk
pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat
cepat (Antman, 2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan
oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001).
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis
dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard
dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda (Selwyn, 2005).
GEJALA KLINIS
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan
berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin
(Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan rasa sakit pada
dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral
atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung.
Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan
terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan
oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat (Hanafiah,
1996).
43
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien
terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi
yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat,
serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005).
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat
(Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa
jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat
nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah
menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan
darah kembali normal (Irmalita, 1996).
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya
juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang
disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4),
penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda
disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub
perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).
DIAGNOSIS
Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3
kriteria, yaitu
1. Adanya nyeri dada: Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan
pemberian nitrat biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG): Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama
fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST
akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang
non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi
segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke
dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).
3. Peningkatan petanda biokimia.: Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk
dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan
44
aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari
pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut
antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain
(MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar
serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).
EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel
berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi
bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif
abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q.
Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q
abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar.
Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk
gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam (Chou, 1996).
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika
elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area
injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury
oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi (Chou, 1996).
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif
dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah
iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T
negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses
repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
45
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi
(Chou, 1996).
Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark
dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran
EKG dapat dilihat di Tabel
1.Septal ---> ST segmen elevasi di lead V1 dan V2,
46
2.Anterior ---> ST segmen elevasi di lead V1 sampai V4, reciprocal dengan di tandai ST
segment depresi di lead II,III, aVF.
3.Anterolateral (ektensif) ---> ST segmen elevasi di lead V1 s/d V6, lead I dan aVL, reciprocal
dengan ditandai ST segmen depresi di lead II, III, aVF
.4.Lateral ---> ST segmen elevasi di lead V5 & V6, lead I & aVL.
47
5. Inferior ---> ST segmen di lead II, III, aVF, reciprocal dengan ditandai ST segmen depresi di
lateral.
Posterior ---> ST segmen di lead V8 & V9
48
Ventrikel kanan ---> ST segmen elevasi di lead V1, V2R, V3R, V4R, reciprocal dengan ditandai
ST depresi di lead inferior.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard
yang terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di
V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi
terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).
49
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi
segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau
tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai
depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga
dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari
elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin
memperkuat dugaan Non STEMI (Tedjasukmana, 2010).
Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard
Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus
kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26
kDa), dan troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000). Troponin C berikatan dengan ion Ca2+ dan
berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot jantung. Berat
molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang berikatan dengan aktin, berperan
menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang
berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot.
Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan
pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal dalam hal komposisi
imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identik (Tarigan,
2003).
50
Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi pada
sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang merupakan prekursor tempat
pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin dalam bentuk bebas. Sisanya
(94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi
dalam darah (Rottbauer, 1996). Keberadaan cTnT dalam darah diawali dengan keluarnya cTnT
bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak. Selanjutnya cTnT yang
berikatan dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutukan waktu lebih lama (Antman,
2002).
Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar cTnT pada infark
miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas
dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang terikat pada miofibril. Oleh sebab
itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya
lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya (Tarigan, 2003).
Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversible atau
irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat energi
tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP
dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan hilangnya integritas
membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai
bebas dalam sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel ke
dalam interstisium yang mungkin disebabkan rusaknya seluruh membran sel. Peningkatan kadar
laktat intrasel disebabkan proses glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian diikuti oleh
pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan aktifasi enzim
51
proteolitik menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi protein terikat.
Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari sitoplasma
dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaaan ini berlangsung terus menerus selama 30 jam sampai
persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami
asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke
dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan kadarnya
turun (Tarigan, 2003).
Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT mencapai
puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari
(Ramrakha, 2006). cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB. cTnT
membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard
ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar ≥0.03 μg/L, dengan atau tanpa
disertai gambaran iskemi atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada (McCann, 2009).
2. Acute Coronary Syndrome
Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA)
Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan
kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium
dan aliran darah (Kumar, 2007).
Epidemiologi
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk
Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang
diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering
pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita
setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama
(20%) penduduk Amerika.
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk
umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan
kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya
semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data
52
yang dikumpulkan oleh Alkatiri7 diempat rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989),
ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar
antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit
jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.7
Faktor resiko Sindroma koroner akut
Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko
konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis
(Braunwald, 2007).
Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan
mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan
Lipoprotein(a) (Santoso, 2005).
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat
diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya
penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor
aterogenik (Valenti, 2007).
Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause,
dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek
perlindungan estrogen (Verheugt, 2008).
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat
proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi,
merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori .
SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia
yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang
telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dengan
penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang
rendah pada usia muda (Wiliam, 2007).
Penyakit Yang Termasuk Dalam SKA
53
Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil, miokard infark
akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI) (Bassand, 2007).
PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias
Virchow.Antara lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah
terganggu. Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi,
terjadi ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh
darah.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan
elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus
mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah
trombus komplet/oklusif.
Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST
segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark
jantung akut tanpa elevasi segmen ST.
Angina Pektoris Tak Stabil
Definisi Angina Pektoris Tak Stabil
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium
yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama angina pektoris: angina
pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil. Pada
pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada angina pektoris tidak stabil (Kumar, 2007).
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya meningkat.
Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan
berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal
iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut
angina pra infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak
di sertai trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan
morfologik pada jantung adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).
54
Epidemiologi Angina Pektoris Tak Stabil
Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena angina pek
toris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang
tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di tegak kan (Trisnohadi, 2006).
Patogenesis Penyakit
1. Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil,
sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelunya
mempunyai penyempitan yang mininal.
Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan
50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan
kurang dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak
mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak
yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-
kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease
yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan
aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark
dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Trisnohadi, 2006).
2. Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di sebabkan karena interaksi yang
terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor
jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang
menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2006).
55
3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di
perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan
dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang
terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme
sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus
(Trisnohadi, 2006).
4. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi
dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi
karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat
dan keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006).
Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin
timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai
keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada
pemeriksaan fisik sering kali tidak ada yang khas.
Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat
iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal
tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara
maju (Kumar, 2007).
Epidemiologi STEMI
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi
sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan
dengan STEMI (Bassand, 2007).
56
Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur
atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis
dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin
rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap
terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2
(vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap
sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang
jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).
Diagnosis Dan Pemeriksaan
57
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang di
alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor
resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung
koroner di keluarga (Alwi, 2006).
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI
bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada
pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali
ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan
banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah
S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara
(Alwi, 2006).
Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang
lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm
pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat,
memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).
Penatalaksanaan STEMI
Tatalaksana di rumah sakit
ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko muntah dan
aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut
dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol
<300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium.
Bowels, istirahat di tempat tidur. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek
konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin.
Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode
inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006).
Terapi farmakologis
• Fibrinolitik
• Antitrombotik
58
• Inhibitor ACE
• Beta-Blocker
Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)
Epidemiologi NSTEMI
Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala
yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta
kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan
merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka
kunjungan untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI
menurun (Sjaharuddin, 2006).
Patofisiologi
NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali
dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor
jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol
dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel
makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. selanjutnya IL-6 kan merangsang
pengeluaran hsCRP di hati (Sjaharuddin, 2006).
Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri
seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada penderita NSTEMI. Gejala tidak
khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau
leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65
tahun.
59
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang
menentukan resiko pada pasien.
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih di sukai,
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Pada pasien
dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan
dapat menetap sampai 2 minggu (Sjaharuddin, 2006).
Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi
segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap
pasien NSTEMI yaitu:
• Terapi antiiskemia
• Terapi anti platelet/antikoagulan
• Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)
• Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.
Komplikasi Sindroma Koroner Akut
1. Syok Kardiogenik
2. Aritmia Malignant
3. Gagal Jantung
4. Mechanical ruptur, MR akut, VSD
5. Gangguan Hantaran
3. Elektrokardiogram (Pada umumnya dan khusus ACS)
Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf,
yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Namanya terdiri atas sejumlah
bagian yang berbeda: elektro, karena berkaitan dengan elektronika, kardio, kata Yunani untuk
jantung, gram, sebuah akar Yunani yang berarti "menulis". Analisis sejumlah gelombang dan
vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik yang penting.
Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung
60
EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot
jantung akut
EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia dan hipokalemia)
EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang berkas kanan dan
kiri)[
EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres jantung
EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung (mis. emboli
paru atau hipotermia)
Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung. Namun, EKG
dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya suatu kontraktilitas.[6]
Kertas perekam EKG
Kertas perekam EKG
Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan kecepatan 25 mm/s,
meskipun kecepatan yang di atas daripada itu sering digunakan. Setiap kotak kecil kertas EKG
berukuran 1 mm². Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s (40
ms). 5 kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms). Karena itu, ada 5
kotak besar per detik. 12 sadapan EKG berkualitas diagnostik dikalibrasikan sebesar 10 mm/mV,
jadi 1 mm sama dengan 0,1 mV. Sinyal "kalibrasi" harus dimasukkan dalam tiap rekaman.
Sinyal standar 1 mV harus menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal, yakni 2 kotak besar di
kertas EKG.
Seleksi saring
61
Monitor EKG modern memiliki banyak penyaring untuk pemrosesan sinyal. Yang paling
umum adalah mode monitor dan mode diagnostik. Dalam mode monitor, penyaring
berfrekuensi rendah (juga disebut penyaring bernilai tinggi karena sinyal di atas ambang batas
bisa lewat) diatur baik pada 0,5 Hz maupun 1 Hz dan penyaring berfrekuensi tinggi (juga
disebut penyaring bernilai rendahkarena sinyal di bawah ambang batas bisa lewat) diatur pada
40 Hz. Hal ini membatasi EKG untuk pemonitoran irama jantung rutin. Penyaring bernilai tinggi
membantu mengurangi garis dasar yang menyimpang dan penyaring bernilai rendah membantu
mengurangi bising saluran listrik 50 atau 60 Hz (frekuensi jaringan saluran listrik berbeda antara
50 dan 60 Hz di sejumlah negara). Dalam mode diagnostik, penyaring bernilai tinggi dipasang
pada 0,05 Hz, yang memungkinkan segmen ST yang akurat direkam. Penyaring bernilai rendah
diatur pada 40, 100, atau 150 Hz. Sebagai akibatnya, tampilan EKG mode monitor banyak
tersaring daripada mode diagnostik, karena bandpassnya lebih sempit.[13]
Sadapan
Grafik yang menunjukkan hubungan antara elektrode positif, muka gelombang
depolarisasi (atau rerata vektor listrik), dan kompleks yang ditampilkan di EKG.
Kata sadapan memiliki 2 arti pada elektrokardiografi: bisa merujuk ke kabel yang
menghubungkan sebuah elektrode ke elektrokardiograf, atau (yang lebih umum) ke gabungan
elektrode yang membentuk garis khayalan pada badan di mana sinyal listrik diukur. Lalu,
istilah benda sadap longgar menggunakan arti lama, sedangkan istilah 12 sadapan
EKG menggunakan arti yang baru. Nyatanya, sebuah elektrokardiograf 12 sadapan biasanya
hanya menggunakan 10 kabel/elektrode. Definisi terakhir sadapan inilah yang digunakan di sini.
Sebuah elektrokardiogram diperoleh dengan menggunakan potensial listrik antara
sejumlah titik tubuh menggunakan penguat instrumentasi biomedis. Sebuah sadapan mencatat
62
sinyal listrik jantung dari gabungan khusus elektrode rekam yang itempatkan di titik-titik tertentu
tubuh pasien.
Saat bergerak ke arah elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor
listrik) menciptakan defleksi positif di EKG di sadapan yang berhubungan.
Saat bergerak dari elektrode positif, muka gelombang depolarisasi menciptakan
defleksi negatif pada EKG di sadapan yang berhubungan.
Saat bergerak tegak lurus ke elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata
vektor listrik) menciptakan kompleksequifasik (atau isoelektrik) di EKG, yang akan bernilai
positif saat muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) mendekati (A), dan
kemudian menjadi negatif saat melintas dekat (B).
Ada 2 jenis sadapan—unipolar dan bipolar. EKG lama memiliki elektrode tak berbeda di
tengah segitiga Einthoven (yang bisa diserupakan dengan ‘netral’ stop kontak dinding) di
potensial nol. Arah sadapan-sadapan ini berasal dari “tengah” jantung yang mengarah ke luar
secara radial dan termasuk sadapan (dada) prekordial dan sadapan ekstremitas—VL, VR, & VF.
Sebaliknya, EKG baru memiliki kedua elektrode itu di beberapa potensial dan arah elektrode
yang berhubungan berasal dari elektrode di potensial yang lebih rendah ke tinggi, mis., di
sadapan ekstremitas I, arahnya dari kiri ke kanan, yang termasuk sadapan ekstremitas --I, II, dan
III.
Catat bahwa skema warna untuk sadapan berbeda antarnegara.
Sadapan ekstremitas
Sadapan I
Sadapan II
Sadapan I, II dan III disebut sadapan ekstremitas karena pernah pokoq elektrokardiogafi
benar-benar harus menempatkan tangan dan kaki mereka di ember air asin untuk mendapatkan
63
sinyal dari galvanometer senarEinthoven. EKG seperti itu membentuk dasar yang kini dikenal
sebagai segitiga Einthoven.[2] Akhirnya, elektrode ditemukan sehingga dapat ditempatkan
secara langsung di kulit pasien. Meskipun ember air asin sebentar saja diperlukannya, elektrode-
elektrode itu masih ditempatkan di lengan dan kaki pasien untuk mengira-ngirakan sinyal yang
diperoleh dari ember air asin itu. Elektrode-elektrode itu masih menjadi 3 sadapan pertama EKG
12 sadapan modern.
Sadapan I adalah dipol dengan elektrode negatif (putih) di lengan kanan dan elektrode positif
(hitam) di lengan kiri.
Sadapan II adalah dipol dengan elektrode negatif (putih) di lengan kanan dan elektrode
positif (merah) di kaki kiri.
Sadapan III adalah dipol dengan elektrode negatif (hitam) di lengan kiri dan elektrode positif
(merah) di kaki kiri.
Sadapan ekstremitas tambahan
Sadapan aVR, aVL, dan aVF merupakan sadapan ekstremitas tambahan, yang
diperoleh dari elektrode yang sama sebagai sadapan I, II, dan III. Namun, ketiga sadapan itu
memandang jantung dari sudut (atau vektor) yang berbeda karena elektrode negatif untuk
sadapan itu merupakan modifikasi terminal sentral Wilson, yang diperoleh dengan
menambahkan sadapan I, II, dan III bersama dan memasangnya ke terminal negatif mesin EKG.
Hal ini membidik elektrode negatif dan memungkinkan elektrode positif untuk menjadi
"elektrode penjelajah" atau sadapan unipolar. Hal ini mungkin karena Hukum
Einthoven menyatakan bahwa I + (-II) + III = 0. Persamaan itu juga bisa ditulis I + III = II.
Ditulis dengan cara ini (daripada I + II + III = 0) karena Einthoven membalik polaritas sadapan II
di segitiga Einthoven, mungkin karena ia suka melihat kompleks QRS tegak lurus. Terminal
sentral Wilson meratakan jalan untuk perkembangan sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL,
aVF dan sadapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.
Sadapan aVR atau "vektor tambahan kanan" memiliki elektrode positif (putih) di lengan
kanan. Elektrode negatif merupakan gabungan elektrode lengan kiri (hitam) dan elektrode
kaki kiri (merah), yang "menambah" kekuatan sinyal elektrode positif di lengan kanan.
64
Sadapan aVL atau "vektor tambahan kiri" mempunyai elektrode positif (hitam) di lengan
kiri. Elektrode negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan (putih) dan elektrode kaki
kiri (merah), yang "menambah" kekuatan sinyal elektrode positif di lengan kiri.
Sadapan aVF atau "vektor tambahan kaki" mempunyai elektrode positif (merah) di kaki kiri.
Elektrode negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan (putih) dan elektrode lengan kiri
(hitam), yang "menambah" sinyal elektrode positif di kaki kiri.
Sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, dan aVF diperkuat dengan cara ini karena
sinyal itu terlalu kecil untuk berguna karena elektrode negatifnya adalah terminal sentral Wilson.
Bersama dengan sadapan I, II, dan III, sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, dan aVF
membentuk dasar sistem rujukan heksaksial, yang digunakan untuk menghitung sumbu
kelistrikan jantung dibidang frontal.
Sadapan prekordial
Penempatan sadapan prekordial yang benar.
Sadapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 ditempatkan secara langsung di dada.
Karena terletak dekat jantung, 6 sadapan itu tak memerlukan augmentasi. Terminal sentral
Wilson digunakan untuk elektrode negatif, dan sadapan-sadapan tersebut dianggapunipolar.
Sadapan prekordial memandang aktivitas jantung di bidang horizontal. Sumbu kelistrikan
jantung di bidang horizontal disebut sebagai sumbu Z.
Sadapan V1, V2, dan V3 disebut sebagai sadapan prekordial kanan sedangkan V4, V5,
dan V6 disebut sebagai sadapan prekordial kiri.
65
Kompleks QRS negatif di sadapan V1 dan positif di sadapan V6. Kompleks QRS harus
menunjukkan peralihan bertahap dari negatif ke positif antara sadapan V2 dan V4. Sadapan
ekuifasik itu disebut sebagai sadapan transisi. Saat terjadi lebih awal daripada sadapan V3,
peralihan ini disebut sebagai peralihan awal. Saat terjadi setelah sadapan V3, peralihan ini
disebut sebagai peralihan akhir. Harus ada pertambahan bertahap pada amplitudo gelombang R
antara sadapan V1 dan V4. Ini dikenal sebagai progresi gelombang R. Progresi gelombang R
yang kecil bukanlah penemuan yang spesifik, karena dapat disebabkan oleh sejumlah
abnormalitas konduksi, infark otot jantung, kardiomiopati, dan keadaan patologis lainnya.
Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.
Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks berpindah).
Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior.
Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea midaxillaris.
Sadapan dasar
Sebuah elektrode tambahan (biasanya hijau) terdapat di EKG 4 dan 12 sadapan modern,
yang disebut sebagai sadapan dasar yang menurut kesepakatan ditempatkan di kaki kiri, meski
secara teoretis dapat ditempatkan di manapun pada tubuh. Dengan EKG 3 sadapan, saat 1 dipol
dipandang, sisanya menjadi sadapan dasar bila tiada.
Gelombang dan interval
Gambaran skematik EKG normal
66
Sebuah EKG yang khas melacak detak jantung normal (atau siklus jantung) terdiri atas 1
gelombang P, 1 kompleks QRS dan 1 gelombang T. Sebuah gelombang U kecil normalnya
terlihat pada 50-75% di EKG. Voltase garis dasar elektrokardiogram dikenal sebagaigaris
isoelektrik. Khasnya, garis isoelektrik diukur sebagai porsi pelacakan menyusul gelombang T
dan mendahului gelombang P berikutnya.
Analisis irama
Ada beberapa aturan dasar yang dapat diikuti untuk mengenali irama jantung pasien.
Bagaimana denyutannya? Teratur atau tidak? Adakah gelombang P? Adakah kompleks QRS?
Adakah perbandingan 1:1 antara gelombang P dan kompleks QRS? Konstankah interval PR?
Gelombang P
Selama depolarisasi atrium normal, vektor listrik utama diarahkan dari nodus SA ke
nodus AV, dan menyebar dari atrium kanan ke atriumkiri. Vektor ini berubah ke gelombang P di
EKG, yang tegak pada sadapan II, III, dan aVF (karena aktivitas kelistrikan umum sedang
menuju elektrode positif di sadapan-sadapan itu), dan membalik di sadapan aVR (karena vektor
ini sedang berlalu dari elektrode positif untuk sadapan itu). Sebuah gelombang P harus tegak di
sadapan II dan aVF dan terbalik di sadapan aVR untuk menandakan irama jantung
sebagai Irama Sinus.
Hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS membantu membedakan sejumlah aritmia
jantung.
Bentuk dan durasi gelombang P dapat menandakan pembesaran atrium.
Interval PR
Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS, yang biasanya
panjangnya 120-200 ms. Pada pencatatan EKG, ini berhubungan dengan 3-5 kotak kecil.
Interval PR lebih dari 200 ms dapat menandakan blok jantung tingkat pertama.
Interval PR yang pendek dapat menandakan sindrom pra-eksitasi melalui jalur
tambahan yang menimbulkan pengaktifan awal ventrikel, seperti yang terlihat di Sindrom
Wolff-Parkinson-White.
Interval PR yang bervariasi dapat menandakan jenis lain blok jantung.
67
Depresi segmen PR dapat menandakan lesi atrium atau perikarditis.
Morfologi gelombang P yang bervariasi pada sadapan EKG tunggal dapat menandakan
irama pacemaker ektopik seperti pacemaker yang menyimpang maupun takikardi atrium
multifokus
Kompleks QRS
Sejumlah kompleks QRS beserta tatanamanya.
Lihat juga: Sistem konduksi listrik jantung
Kompleks QRS adalah struktur EKG yang berhubungan dengan depolarisasi ventrikel.
Karena ventrikel mengandung lebih banyak massa otot daripada atrium, kompleks QRS lebih
besar daripada gelombang P. Di samping itu, karena sistem His/Purkinjemengkoordinasikan
depolarisasi ventrikel, kompleks QRS cenderung memandang "tegak" daripada membundar
karena pertambahan kecepatan konduksi. Kompleks QRS yang normal berdurasi 0,06-0.10 s (60-
100 ms) yang ditunjukkan dengan 3 kotak kecil atau kurang, namun setiap ketidaknormalan
konduksi bisa lebih panjang, dan menyebabkan perluasan kompleks QRS.
Tak setiap kompleks QRS memuat gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S.
Menurut aturan, setiap kombinasi gelombang-gelombang itu dapat disebut sebagai kompleks
QRS. Namun, penafsiran sesungguhnya pada EKG yang sulit memerlukan penamaan yang pasti
pada sejumlah gelombang. Beberapa penulis menggunakan huruf kecil dan besar, bergantung
pada ukuran relatif setiap gelombang. Sebagai contoh, sebuah kompleks Rs akan menunjukkan
defleksi positif, sedangkan kompleks rS akan menunjukkan defleksi negatif. Jika kedua
68
kompleks itu dinamai RS, takkan mungkin untuk menilai perbedaan ini tanpa melihat EKG yang
sesungguhnya.
Durasi, amplitudo, dan morfologi kompleks QRS berguna untuk mendiagnosis aritmia
jantung, abnormalitas konduksi, hipertrofi ventrikel, infark otot jantung, gangguan elektrolit, dan
keadaan sakit lainnya.
Gelombang Q bisa normal (fisiologis) atau patologis. Bila ada, gelombang Q yang
normal menggambarkan depolarisasi septum interventriculare. Atas alasan ini, ini dapat disebut
sebagai gelombang Q septum dan dapat dinilai di sadapan lateral I, aVL, V5 dan V6.
Gelombang Q lebih besar daripada 1/3 tinggi gelombang R, berdurasi lebih besar
daripada 0,04 s (40 ms), atau di sadapan prekordial kanan dianggap tidak normal, dan mungkin
menggambarkan infark miokardium.
Segmen ST
Segmen ST menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T serta berdurasi 0,08-0,12 s
(80-120 ms). Segmen ini bermula di titik J(persimpangan antara kompleks QRS dan segmen ST)
dan berakhir di awal gelombang T. Namun, karena biasanya sulit menentukan dengan pasti di
mana segmen ST berakhir dan gelombang T berawal, hubungan antara segmen ST dan
gelombang T harus ditentukan bersama. Durasi segmen ST yang khas biasanya sekitar 0,08 s (80
ms), yang pada dasarnya setara dengan tingkatan segmen PR dan TP.
Segmen ST normal sedikit cekung ke atas.
Segmen ST yang datar, sedikit landai, atau menurun dapat menandakan iskemia koroner.
Elevasi segmen ST bisa menandakan infark otot jantung. Elevasi lebih dari 1 mm dan
lebih panjang dari 80 ms menyusul titik J. Tingkat ukuran ini bisa positif palsu sekitar 15-20%
(yang sedikit lebih tinggi pada wanita daripada pria) dan negatif palsu sebesar 20-30%.[14]
Gelombang T
Gelombang T menggambarkan repolarisasi (atau kembalinya) ventrikel. Interval dari
awal kompleks QRS ke puncak gelombang T disebut sebagai periode refraksi absolut. Separuh
terakhir gelombang T disebut sebagai periode refraksi relatif (atau peride vulnerabel).
69
Pada sebagian besar sadapan, gelombang T positif. Namun, gelombang T negatif normal
di sadapan aVR. Sadapan V1 bisa memiliki gelombang T yang positif, negatif, atau bifase. Di
samping itu, tidak umum untuk mendapatkan gelombang T negatif terisolasi di sadapan III, aVL,
atau aVF.
Gelombang T terbalik (atau negatif) bisa menjadi iskemia koroner, sindrom
Wellens, hipertrofi ventrikel kiri, atau gangguan SSP.
Gelombang T yang tinggi atau "bertenda" bisa menandakan hiperkalemia. Gelombang T
yang datar dapat menandakan iskemia koroner atau hipokalemia.
Penemuan elektrokardiografi awal atas infark otot jantung akut kadang-
kadang gelombang T hiperakut, yang dapat dibedakan dari hiperkalemia oleh dasar yang luas
dan sedikit asimetri.
Saat terjadi abnormalitas konduksi (mis., blok cabang berkas, irama bolak-balik),
gelombang T harus didefleksikan berlawanan dengan defleksi terminal kompleks QRS, yang
dikenal sebagaikejanggalan gelombang T yang tepat.
Interval QT
Interval QT diukur dari awal kompleks QRS ke akhir gelombang T. Interval QT yang
normal biasanya sekitar 0,40 s. Interval QT di samping yang terkoreksi penting dalam
diagnosis sindrom QT panjang dan sindrom QT pendek. Interval QT beragam berdasarkan pada
denyut jantung, dan sejumlah faktor koreksi telah dikembangkan untuk mengoreksi interval QT
untuk denyut jantung.
Cara yang paling umum digunakan untuk mengoreksi interval QT untuk denyut pernah
dirumuskan oleh Bazett dan diterbitkan pada tahun 1920.[15] Rumus
Bazett adalah , di mana QTc merupakan interval QT yang dikoreksi untuk
denyut, dan RR adalah interval dari bermulanya satu kompleks QRS ke bermulanya kompleks
QRS berikutnya, diukur dalam detik. Namun, rumus ini cenderung tidak akurat, dan terjadi
kelebihan koreksi di denyut jantung tinggi dan kurang dari koreksi di denyut jantung rendah.
Gelombang U
70
Gelombang U tak selalu terlihat. Gelombang ini khasnya kecil, dan menurut definisi,
mengikuti gelombang T. Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi otot
papillaris atau serabut Purkinje. Gelombang U yang menonjol sering terlihat di hipokalemia,
namun bisa ada di hiperkalsemia, tirotoksikosis, atau pemajanan terhadap digitalis, epinefrin,
dan antiaritmia Kelas 1A dan 3, begitupun di sindrom QT panjang bawaan dan di keadaan
pendarahan intrakranial. Sebuah gelombang U yang terbalik dapat menggambarkan iskemia otot
jantung atau kelebihan muatan volume di ventrikel kiri.[16]
Kumpulan sadapan klinis
Diagram yang menunjukkan sadapan-sadapan yang berdampingan dengan warna yang sama
Jumlah sadapan EKG ada 12, masing-masing merekam aktivitas kelistrikan jantung dari
sudut yang berbeda, yang juga berkaitan dengan area-area anatomis yang berbeda dengan tujuan
mengidentifikasi iskemia korner akut atau lesi. 2 sadapan yang melihat ke area anatomis yang
sama di jantung dikatakan bersebelahan (lihat tabel berkode warna).
Sadapan inferior (sadapan II, III dan aVF) memandang aktivitas listrik dari tempat yang
menguntungkan di dinding inferior (atau diafragmatik) ventrikel kiri.
Sadapan lateral (I, aVL, V5 dan V6) melihat aktivitas kelistrikan dari titik yang
menguntungkan di dinding lateral ventrikel kiri. Karena elektrode positif untuk sadapan I dan
aVL terletak di bahu kiri, sadapan I dan aVL kadang-kadang disebut sebagai sadapan lateral atas.
Karena ada di dada pasien, elektode positif untuk sadapan V5 dan V6 disebut sebagai sadapan
lateral bawah.
71
Sadapan septum, V1 and V2 memandang aktivitas kelistrikan dari titik yang
menguntungkan di dinding septum anatomi kiri, yang sering dikelmpkkan bersama dengan
sadapan anterior.
Sadapan anterior, V3 dan V4 melihat aktivitas kelistrikan dari tempat yang
menguntungkan di anterior ventrikel kiri.
Di samping itu, setiap 2 sadapan prekordial yang berdampingan satu sama lain dianggap
bersebelahan. Sebagai contoh, meski V4 itu sadapan anterior dan V5 lateral, 2 sadapan itu
bersebelahan karena berdekatan satu sama lain.
Sadapan aVR tak menampakkan pandangan khusus atas ventrikel kiri. Sebagai gantinya,
sadapan ini melihat bagian dalam dinding endokardium dari sudut pandangnya di bahu kanan.
Sumbu
Diagram yang menunjukkan bagaimana polaritas kompleks QRS di sadapan I, II, dan III
dapat digunakan untuk memperkirakan sumbu listrik jantung dalam bidang frontal.
Sumbu kelistrikan jantung merujuk ke arah umum muka gelombang depolarisasi
jantung (atau rerata vektor listrik) di bidang frontal. Biasanya berorientasi di arah bahu kanan
ke kaki kiri, yang berhubungan dengan kuadran inferior kiri sistem rujukan heksaksial, meski -
30o hingga +90o dianggap normal.
Deviasi sumbu kiri (-30o hingga -90o) dapat menandakan blok fasciculus anterior kiri
atau gelombang Q dari infark otot jantunginferior.
Deviasi sumbu kanan (+90o hingga +180o) dapat menandakan blok fasciculus posterior
kiri, gelombang Q dari infark otot jantung lateral atas, atau pola nada ventrikel kanan.
Dalam keadaan blok cabang berkas kanan, deviasi kanan atau kiri dapat
menandakan blok bifasciculus.
72
4. Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler yang dibentuk oleh organ-
organ muscular (apex dan basis cordis) terdiri atas atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan
dan kiri.
Ukuran jantung : panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm.
Berat jantung : 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram
Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung
memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Posisi jantung :
Terletak di rongga mediastinum diantara kedua paru dan berada ditengah tengah dada,
bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus.
Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm
dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa
VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum.
Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi
lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea
medioclavicularis.
73
Terdapat 2 lapisan selaput yang mengitari jantung (perikardium), yaitu:
- Perikardium parietalis : lapisan luar melekat pada tulang dada dan paru
- Perikardium viseralis : lapisan permukaan jantung/ epikardium
Diantara kedua lapisan ini terdapat cairan perikardium.
Batas Jantung
a) Batas kiri : paru kiri
b) Batas kanan : paru kanan
c) Batas bawah : diafragma
d) Batas depan
Sternum, thymus
e) Batas belakang
Tulang belakang
Oesophagus
Aorta descenden
f) Batas atas : arkus aorta, vena cava superior, trakea
Struktur Jantung
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
a) Endokardium (lapisan dalam)
b) Myokardium
c) Epikardium (lapisan luar)
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan 2 berdinding
tebal disebut ventrikel (bilik)
a) Atrium
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh.
Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan melalui katub dan selanjutnya ke paru.
Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena
pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katub dan selanjutnya ke seluruh
tubuh melalui aorta.
Kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.
74
b) Ventrikel
Merupakan alur alur otot yang disebut trabekula. Alur yang menonjol disebut muskulus
papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun katup atrioventrikuler oleh serat yang disebut
korda tendinae.
Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru melalui
arteri pulmonalis.
Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui
aorta.
Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel7.
Katup Katup Jantung
a) Katup atrioventrikuler
Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara atrium kanan dan
ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup disebut katup trikuspid. Sedangkan katup yang
terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup disebut katup
Mitral. Memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase diastole dan mencegah
aliran balik pada fase sistolik.
b) Katup Semilunar
- Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari
ventrikel kanan.
- Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup yang simetris.
Katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri selama sistole
dan mencegah aliran balik pada waktu diastole.
Pembukaan katup terjadi saat ventrikel berkontraksi dan tekanan ventrikel lebih tinggi dari
tekanan didalam pembuluh darah arteri7.
Pembuluh Darah Jantung
a) A. Coronaria dextra
Memperdarahi seluruh ventriculus dextra kecuali sebagian kecil daerah sebelah kanan
sulcus interventricularis.
75
Berasal dari sinus anterior aortae dan berjalan kedepan di antara truncus pulmonalis dan
auricula dekstra, vertikal didalam sulcus atrioventrikulare dextra dan pada inferior jantung,
melanjut posterior di sepanjang sulcus atrioventrikularis posterior.
Cabang-cabang :
1) Ramus coni arteriosi
2) Rami ventriculares anteriores
3) Rami ventriculares posteriores
4) Ramus interventriculares posteriores (descenden)
5) Rami atriales
b) A. Coronaria Sinistra
Memperdarahi hampir seluruh ventriculus sinister dan sebagian kecil ventriculus
dextersebelah kanan sulcus interventricularis.
Biasanya lebih besar dibanding dengan A. Coronaria dextra. Berasal dari posterior kiri
sinus aortae aorta descendens dan berjalan kedepan diantara truncus pulmonalis dan auricula
sinistra.
Kemudian berjalan di sulcus atrioventricularis dan bercabang menjadi 2, yaitu :
1) Ramus interventricularis (descendens) anterior
Berjalan disekitar apex cordis untuk masuk ke sulcus interventricularis posterior dan
beranastomosis dengan cabang-cabang terminal A. Coronaria dextra.
2) Ramus circumflexus
Pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung di dalam sulcus atrioventricularis.
Pembuluh Balik Jantung
Sebagian besar darah mengalir ke dinding jantung mengalir ke atrium kanan melalui
sinus coronarius bagian posterior sulcus atrioventricularis dan merupakan kelanjutan dari vena
cardiaca magna yang bermuara ke atrium dextra sebelah kiri vena cava inferior. Sisanya
dialirkan ke atrium dextra melalui vena ventriculi dextri anterior7.
Persarafan
Jantung dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis melalui plexus cardiacus
yang terletak dibawah arcus aorta. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale
bagian atas truncus simpaticus.persarafan parasimpatis berasal dari n. Vagus.
76
Perangsangan serabut-serabut postganglionik simpatis menghasilkan akselerasi jantung,
meningkatnya kontraktilitas otot jantung dan dilatasi arteriae coronaria. Srabut aferen yang
berjalan bersama saaf simpatis membawa impuls saraf yang tidak disadari. Namun, apabila
suplai darah ke myocardium terganggu, impuls rasa nyeri akan dirasakan pada lintasan itu.
Sedangkan serabut aferen yang berjalan bersama saraf parasimpatis mengambil bagian dalam
refleks kardiovaskular7.
5. Fisiologi Jantung
a. Elektrofisiologi Jantung
Aktivitas listrik dari jantung merupakan akibat dari perubahan pada permiabelitas membran
sel, yang memungkinkan pergerakan ion-ion. Dengan masuknya ion-ion tersebut maka muatan
listrik sepanjang membran itu mengalami perubahan relative. Ada tiga ion yang mempunyai
fungsi penting sekali dalam elektrofisiologi sel, yaitu : kalium, natrium dan kalsium. Adalah
kation intrasel yang dominan sedangkan konsentrasi Na dan Ca tertinggi pada lingkungan
ekstrasel.
Membran sel otot jantung pada keadaan istirahat berada dalam polarisasi, dengan bagian
luar berpotensi positif dibandingkan bagian dalam selisih potensial ini disebut potensial
membrane. Bila membran otot jantung dirangsang, sifat permeabel berubah sehingga ion Na
masuk ke dalam sel, yang menyebabkan potensial membrane. Perubahan potensial membran
karena stimulasi ini disebut depolarisasi. Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial
membran kembali mencapai keadaan semula yaitu proses repolarisasi.
b. Sistem Konduksi Jantung
Jantung manusia berdenyut dimulai saat listrik/ impuls merambat sepanjang jalur konduksi
jantung. hal ini meyebabkan otot jantung berkontraksi sehingga menimbulkan pemompaan darah
oleh jantung.
Sistem konduksi jantung adalah hambatan impuls-impuls memungkinkan pengaturan irama
jantung, sistem ini merupakan modifikasi dari otot jantung yang disertai tenaga ritmik spontan
dan serabut syaraf tertentu. Jantung manusia dewasa normalnya berkontraksi secara berirama
dengan frekuensi sekitar 72 denyutan/menit .
77
Supaya pemompaan jantung efektif maka perlu pengkoordinasian dari jutaan sel otot
jantung. Kontraksi akan terjadi jika potential aksi yang berjalan menuju membran sel otot.
Impuls yang diterima sel tersebut kemudian disalurkan ke sel selanjutnya melalui gap junction
sehinnga jika ada rangsangan pada salah satu bagian saja maka bagian yang lain juga terangsang.
Oleh karena itu, sel otot pada jantung diatur secara spesifik oleh frekuensi eksitasi jantung, jalur
konduksi dan banyaknya eksitasi pada daerah tertentu. Komponen-komponen eksitasi dari
jantung secara urut terdiri dari sino-atrial node(SA node), jaras internodal atrium, atrio-
ventricular node (AV node), bundle His, cabang kiri-kanan bundel dan sistem Purkinje.
Komponen – komponen eksitasi jantung :
1. SA Node ( Sino-Atrial Node )
Simpuls sino-atrial (S-A) merupakan kepingan berbentuk sabit yang mengalami
spesialisasi dengan lebar kira-kira 3mm-1cm ; simpul Ini terletak pada dinding posterior
atrium masing-masing berdiameter 3-5mikro, berbeda dengan serabut atrium sekitarnya
yang berdiameter 15-20mikro. Tetapi serabut S-A berhubungan langsung dengan atrium
sehingga setiap potensial aksi yang mulai pada simpul S-A segera menyebar ke atrium.
Serabut sino-atrial sedikit berbeda dari sebagian terbesar serabut otot jantung
lainnya, yaitu hnya mempunyai potensial membrane istiraha dari -55 milivolt sampai -60
milivolt,dibandingkan dengan -85 sampai -95milivolt pada sebagian terbesar serabut
lainnya. Potensial istirahat yang rendah ini disebabkan oleh sifat membrane yang mudah
ditembus ion natrium. Kebocoran natrium ini menyebabkan eksitasi-sendiri dari serabut
S-A.
2. AV Node (Atrio-Ventricular Node)
Ujung serabut simpul S-A bersatu serabut otot atrium yang ada disekitarnya, dan
pontensial yang berasal dari simpul S-A berjalan ke luar, masuk tersebut. Dengan jalan
ini, pontensial aksi menyebar ke seluruh masa otot dan akhirnya juga ke simpul A-V.
Kecepatan penghataran dalam otot atrium sekitar 0,3 meter per detik. Tetapi, penghatar
dalam otot atrium, sebagian diantaranya sedikit lebih cepat dalam beberapa berkas kecil
serabut otot atrium sebagian diantarnnya berjalan langsung dari simpul S-A ke simpul A-
V dan menghantarkan implus jantung dengan kecepatan sekitar 0,45 sampai 0,6 meter
perdetik.Llintasan ini, yang dinamakan lintasan inernodal.
78
Sel-sel dalam AV Node dapat juga mengeluar¬kan impuls dengan frekuensi lebih
rendah dan pada SA Node yaitu : 40 – 60 kali permenit. Oleh karena AV Node
mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node yang mempunyai
impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka impuls akan dikeluarkan oleh AV Node.
3. Berkas His
Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :
a. Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch)
b. Cabang berkas kanan ( Right Bundle Branch ). Setelah melewati kedua cabang ini,
impuls akan diteruskan lagi ke cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye.
c. Serabut Purkinye
Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari sel-sel
ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel akan
dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker (impuls) yang secara
otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 – 40 kali permenit.
VIII. KERANGKA KONSEP
Faktor Risiko
Aterosklerosis
Ruptur Plak
Trombus
Oklusi sebagian arteri koronaria
Suplai oksigen menurun
Iskemia Miokard Metabolisme anaerob
ST depresi pada II,III,aVF Infark Miokard Nyeri dada
Pelepasan cardiac biomarker ST elevasi pada V1-V4 Kontraktilitas menurun
Killif II Cardiac output menurun
Gejala-gejala
KESIMPULAN
79
Tn. Saman, 48 tahun, seorang pengangkut barang, menderita STEMI anteroseptal disertai killif II
dan NSTEMI inferior.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aaronson PI, Ward JPT. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskular: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Kardiovaskular. 3th ed. Jakarta: EGC.
2. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV:1615.
3. Andra. Sindrom Koroner Akut:Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?. Majalah Farmacia
Edisi Agustus 2006 , Halaman: 54
4. Apple FS. Glycogen phosphorylase BB and other cardiac proteins: challenges to Creatine
Kinase MB as the marker for detecting myocardial injury. Clin Chem 1995;41:963-5.
5. Apple FS. Measurement of cardiac troponin-I serum for the detection of myocardial
infarction. JIFCC 1998;8:148-50.
6. Apple FS, Falahati A, Paulsen PR, Miller EA, Sharkey SW. Improved detection of minor
ischemic myocardial injury with measurement of serum cardiac troponin I. Clin Chem
1997;43:2047- 51.
7. Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition.
United States: McGraw-Hill Companies, Inc.
8. Ganong W.F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa: M. Djauhari
Widjajakusumah. Editor: M. Djauhari Widjajakusumah. Edisi 17. Jakarta: EGC..
9. Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.9. Jakarta: EGC.
10. H.A. WASID. Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut. 2003. SMF Kardiovaskular
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Purwokerto
11. IPD Diagnosis dan Terapi. Prof. Dr. A Halim-Mubin, SpPD, MSc, KPTI
12. Myrtha, Risalina. 2012. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. Jawa Tengah: Cermin Dunia
Kedokteran vol 39 no 4
80
13. Newby LK, Gibler WB, Ohman EM, Christenson RH. Biochemical markers in suspected
acute myocardial infarction: the need for early assessment. Clin Chem. 1995;41:1263-
65.
14. Price, Sylvia Anderson & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Jakarta: EGC.
15. Sherwood L. Human Physiology: The Periferal Nervous System. 7th ed. Canada:
Brooks/Cole; 2010.p. 191-2.
16. Sunarya Soerianata, William Sanjaya. Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut dengan
Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143, 2004.
17. Sugianto, Edi. 1997. Nyeri Dada dan Makna Klinisnya. Rumah Sakit Islam Sunan Kudus,
Kudus: Cermin Dunia Kedokteran No.116.
18. Swartz, Mark. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC.
19. Tortora G.J, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology: Sensory, Motor, and
Integrative System. 12th ed. Asia: Willey; 2009. p. 574-5.
81