Responses Of Corn Cobs As Replacement For Elephant Grass On The PerformanceProduction And Carcass Profile Of The Bali Cattle
Sriyani NLP, Wayan Siti, Gede Suarta, I.B Gaga Partama, Nyoman Tirta Ariana, I NSutarpa Sutama
Faculty of Animal Science Udayana University, PB Sudirman Stret Denpasar BaliEmail : [email protected]
Abstract
The purpose of this study was to determine the effect of corn cobs instead of grass in the dietof cattle on the performance and profile of the Bali cattle carcasses. Total of 15% and 30%the use of elephant grass in the diet is replaced with fermented corncob. This study uses acompletely randomized design (Randomized Complete Design), which consists of three (3)treatments, each treatment consisted of four (4) replicates. Thes study used 12 male Balicattle with average body weight of 226 kg. The cattle were allocated randomly into threetreatments cattle received the control treatment R0 ration with 60% of elephant grass + 10%gliricidia + 10% calliandra + 20% polard, treated R1 ration with 45% of elephant grass +15% corn cobs + 10% gliricidia + 10% calliandra+ 20% polard and R2 ration with 30% ofelephant grass + 30% corn cobs + 10% gliricidia + 10% calliandra + 20% polard. The resultsof this study showed that daily weight gain R0 of 0.61 kg, R1 of 0.61 kg and R2 of 0.62 kgwere not statistically significantly different (P> 0.05). Carcass percentage of R0 50,29%, R151.57% and R2 51.70% were not statistically significantly different (P> 0.05). Fleshing indexvalue (FI) R0 1.36, R1 1.33 and R2 1.29 were not statistically significantly different (P>0.05). Size of loin eye R0 64.4 cm2 R1 64 cm2 and R2 64.01 cm2 were not statisticallysignificantly different (P> 0.05). The conclusion of thes study is, substituting grass as basalfeed with fermented corncobs as much as 15% and 30% on the Bali cattle feedlot nosignificant effect on production performance and carcass profiles. Substitution of elephantgrass with corncobs can be done up to 30% on the Bali cattle rations.
Keywords: bali cattle, elephant grass, corn cobs
The purpose of this study was to determine the effect of corn cobs instead of grass in the dietof cattle on the performance and profile of the Bali cattle carcasses. Total of 15% and 30%the use of elephant grass in the diet is replaced with fermented corncob. This study uses acompletely randomized design (Randomized Complete Design), which consists of three (3)treatments, each treatment consisted of four (4) replicates. Thes study used 12 male Balicattle with average body weight of 226 kg. The cattle were allocated randomly into threetreatments cattle received the control treatment R0 ration with 60% of elephant grass + 10%gliricidia + 10% calliandra + 20% polard, treated R1 ration with 45% of elephant grass +15% corn cobs + 10% gliricidia + 10% calliandra+ 20% polard and R2 ration with 30% ofelephant grass + 30% corn cobs + 10% gliricidia + 10% calliandra + 20% polard. The resultsof this study showed that daily weight gain R0 of 0.61 kg, R1 of 0.61 kg and R2 of 0.62 kgwere not statistically significantly different (P> 0.05). Carcass percentage of R0 50,29%, R151.57% and R2 51.70% were not statistically significantly different (P> 0.05). Fleshing indexvalue (FI) R0 1.36, R1 1.33 and R2 1.29 were not statistically significantly different (P>0.05). Size of loin eye R0 64.4 cm2 R1 64 cm2 and R2 64.01 cm2 were not statisticallysignificantly different (P> 0.05). The conclusion of thes study is, substituting grass as basalfeed with fermented corncobs as much as 15% and 30% on the Bali cattle feedlot nosignificant effect on production performance and carcass profiles. Substitution of elephantgrass with corncobs can be done up to 30% on the Bali cattle rations.
Keywords: bali cattle, elephant grass, corn cobs
PENDAHULUAN
Upaya pengembangan sapi bali menjadi sapi potong menuju menuju program
pemerintah untuk pemenuhan pangan nasional harus disertai dengan upaya peningkatan
ketersediaan pakan. Pada umumnya permasalaha yang masih dialamai oleh hampir semua
peternak di pedesaan adalah rendahnya produktivitas ternak yang diakibatkan oleh
kuantitas maupun kualitas pakan yang rendah sehingga ternak tidak mampu memenuhi
standar kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Ketersediaan bahan pakan di daerah
tropik seperti pada umumnya di Indonesia, dan kususnya di pulau Bali sangat berfluaktif
dan sangat tergantung musim. Kondisi musim hujan melimpah namun saat musim
kemarau menjadi terbatas bahkan sampai kekurangan, hal ini berdampak sistemik terhadap
rendahnya peningkatan produksi ternak ruminansia (Wina, 2005). Oleh karena itu perlu
diupayakan strategi dalam pemenuhan kuantitas dan kualitas pakan sepanjang tahun.
Strategi yang bisa dilaksanakan di masyarakat adalah dengan memanfaatkan
limbah pertanian seperti sisa hasil tanaman pangan (jerami padi, jerami jagung, janggel
jagung, kulit dan batang ubi kayu, kulit kopi, kulit kakao dll) untuk bahan pakan ternak
sapi. Potensi sisa hasil tanaman pertanian ini seyogyanya dapat diformulasikan sedemikian
rupa sehingga mampu sebagai sumber bahan pakan yang tersedia secara kontinyu. Salah
satu bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian adalah janggel jagung atau tongkol
jagung. Janggel jagung merupakan sisa hasil tanaman jagung yang cukup strategis
digunakan sebagai pakan basal alternatif untuk sapi potong, mengingat potensinya
melimpah dan masih belum digunakan secara optimal di tingkat petani peternak.
Pada umumnya ditingkat peternak sumber pakan sebagai sumber serat adalah
rumput, baik rumput lapangan maupun rumput unggul seperti rumput gajah dan lain-
lainnya. Namaun ketersediaan rumput di masyarakat peternak jumlahnya terbatas terutama
pada daerah-daerah kritis dan pada musim kemarau. Mengacu dari masalah tersebut diatas
perlu dicari alternatif lain pakan sumber serat contohnya tongkol jagung. Pemanfaatan
tongkol jagung untuk pakan adalah sebagai sumber energi berserat yang berasal dari
korbohidrat struktural. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat respon produksi pada
sapi bali dengan memanfaatkan tongkol jagung sebagai pengganti rumput.
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian yang berupa pemeliharaan ternak sapi, dilaksanakan di kandang peternak
di Desa Pempatan. Pemeliharaan sapi dilaksanakan dalam waktu tiga bulan. Setelah
pemeliharaan berakhir dilanjutkan dengan pemotongan sapi. Pemotongan sapi dilaksanakan
di RPH Mambal di Desa Mambal Kabupaten Badung.
Ternak dan ransum penelitianTernak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua belas ekor sapi bali jantan
umur 2-2,5 tahun (I2) dengan rata-rata berat badan awal 226,67 kg yang dibagi menjadi tiga
perlakuan pakan.
Tabel 1. Susunan ransum dan kandungan protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN)dinyatakan dalam % bahan kering
Bahan Pakan A B C
Rumput gajahTongkol jagungGamalKaliandraPolar
60,00-
10,0010,0020,00
45,00-15,0010,0010,0020,00
30,00-30,0010,0010,0020,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00Kandungan nutrient :BKProtein kasar1)
SKTotal digestible nutrients1)
49,2116,7115,4872,14
57,1714,6916,5168,58
59,1413,4917,2965,9
Fermentasi Janggle JagungJunggle jagung sebelum diberikan kepada ternak sapi, di lakukan fermentasi terlebih
dahulu. Campur junggle jagung dengan polar dengan perbandingan 100 kg junggle dengan
kurang lebih 5 kg polar. Stater atau (MOL) Mikro Organisme Lokal dilarutkan dalam air
kemudian campuran janggle dan polar di siram sedikit demi sedikit dengan larutan MOL
diaduk sampai homogen. Masukkan campuran tersebut kedalam kantong plastik diikat
kemudian diperam selama kurang lebih 7 hari. Setelah fermentasi selesai junggle jagung
dikeluarkan dari plastik untuk diangin anginkan sebelum diberikan kepada ternak sapi.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap , yang terdiri atas 3 perlakuan
ransum dan 4 ulangan sehingga jumlah sapi yang digunakan sebanyak 12 ekor. Ketiga perlakuan
ransum adalah sebagai berikut:
Perlakuan A (kontrol) : Ransum kontrol 60 %rumput gajah + 10%
gamal+ 10% kaliandra + 20 % polar
Perlakuan B : 45 % rumput gajah + 15% junggle + 10%
gamal+ 10% kaliandra + 20% polar
Perlakuan C : 45 % rumput gajah + 15% junggle + 10%
gamal+ 10% kaliandra + 20% polar
Penimbangan sapi
Penimbangan sapi pertama kali dilakukan pada awal penelitian sebelum sapi
dimasukkan ke kandang dan dikelompokkan sesuai kelompok perlakuan. Penimbangan
selanjutnya secara berkala setiap satu bulan sekali selama penelitian untuk mengetahui rata-
rata kenaikan berat badan setiap harinya dan untuk penyesuaian pemberian pakan
selanjutnya.
Pemotongan ternak dan pengambilan sampel daging
Setelah dipelihara selama tiga bulan dengan perlakuan ransum yang berbeda sesuai
kelompoknya, maka dari 4 ekor sapi pada masing-masing kelompok diambil satu ekor untuk
dipotong. Sebelum ternak dipotong dilakukan penimbangan bobot badan untuk memperoleh
bobot potong. Penyembelihan dilakukan pada leher dengan memotong kulit, otot, vena
jugularis, trakhea, esofagus dan arteri karotis. Setelah proses pengulitan selesai dilakukan
penimbangan karkas dan pengambilan sampel daging untuk analisis kualitas fisik dan kimia
daging pada bagian otot Longissimus dorsi di daerah rusuk ke-12 dan ke-13 (Soeparno,
2005). Pemotongan dilaksanakan di RPH Mambal Kabupaten Badung.
Analisis data
Data yang diambil meliputi kenaikan berat badan, konsumsi pakan, konversi pakan,
persentase karkas, kualitas fisik dan kimia daging. Data yang diperoleh dianalisis variansi
menggunakan rancangan acak lengkap (completely randomized design) pola searah, dan beda
nyata antar perlakuan diuji dengan jarak ganda Duncan (Duncan's multiple range test)
(Astuti, 1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penampilan Produksi TernakKonsumsi bahan kering BK ketiga perlakua adalah A (kontrol) 6,36 kg, perlakuan B
6,18 kg dan perrlakuan C 6,41 kg. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang tidak nyata pada ketiga perlakuan pakan untuk konsumsi bahan kering
kg/ekor/hari (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa penggantian rumput gajah sebesar 15%
dan 30% tidak berpengaruh terhadap selera makan sapi. Kebutuhan bahan kering
pakan/ekor/hari menurut Kearl (1982) antara 2,8 sampai 3% dari BB (W) atau 0,105 x W0,75
kg. Jumlah konsumsi dalam persentase BB akan memiliki hubungan erat dengan kapasitas,
saluran pencernaan terutama rumen. Pond et al. (1995) menyatakan bahwa keterbatasan
konsumsi pakan biasanya dipengaruhi oleh keadaan normal saluran pencernaan dan beberapa
jaringan dalam organ yang terkait dengannya.
Tabel 2Pengaruh Penggunaan Janggel Jagung Sebagai Pakan Basal Pada Penggemukan Sapi Potong
Variabel Ransum PerlakuanA B
Konsumsi BK (kg/h)
PBBH (kg/h)
Feed Convertion Ratio
6,36a
0,61 a
10,43 a
6,18 a
0,61 a
10,13 a
6,41 a
0,62 a
10,13 a
Keterangan:A = Ransum kontrol (60 %rumput gajah + 10% gamal+ 10% kaliandra + 20% polar)B = Ransum kontrol (45 %rumput gajah + 15% janggle + 10% gamal+ 10% kaliandra
+ 20 % polar)C = Ransum kontrol (30 %rumput gajah + 30% janggle + 10% gamal+ 10% kaliandra
+ 20% polar)
Pertambahan berat badan harian (PBBH) atau lebih dikenal dengan average daily
gain (ADG) adalah salah satu faktor yang diharapkan dalam usaha penggemukan sapi yang
sering dijadikan sebagai tolok ukur yang erat hubungannya dengan pendapatan (Utomo,
2001). Kenaikan berat badan (BB) dapat diketahui dengan jalan menimbang ternak secara
berulang-ulang dalam waktu tertentu sehingga dapat disajikan kenaikan BB harian atau
mingguan (Tillman et al., 1998). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggantian
rumput dengan janggle jagung sebanyak 15% dan 30% tidak berpengaruh secara nyata
terhadap produksi sapi yang ditunjukkan oleh variabel pertambahan berat badan harian. Hal
ini disebabkan karena walaupun rumput sebagai pakan basal di ganti dengan junggle
sebanyak 15% dan 30% menghasilkan konsumsi pakan dalam bentuk bahan kering BK yang
tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Pertambahan berat badan harian merupakan
manifestasi dari kualitas pakan yang diberikan. Hasil penelitian ini meghasilkan pertambahan
berat badan yang lebih tinggi daripada pemeliharaan sapi dengan sistem peternakan rakyat
yang hanya memberikan rumput saja yaitu sebesar 0,3 kg/hari. Penelitian Musrifah (2011)
penggantian rumput gajah dengan junggle jagung sebesar 35% pada pakan complete feed
pada sapi PO menghasilkan pertambahan berat badan sebesar 0,74 kg/hari.
Berdasarkan rata-rata kenaikan berat badan per ekor per hari dan rata-rata pakan yang
dikonsumsi per ekor per hari, maka dapat dihitung konversi pakannya Nilai konversi pakan
atau feed conversion ratio (FCR) merupakan cerminan terhadap jumlah pakan yang
dibutuhkan ternak untuk mencapai ADG 1,0 kg, yaitu merupakan perbandingan antara pakan
yang dikonsumsi (BK) dengan ADG yang dihasilkan. Angka konversi pakan yang tinggi,
merupakan indikasi kurang efisiennya penggunaan pakan oleh sapi, sebaliknya angka
konversi pakan yang rendah menunjukkan penggunaan pakan yang efisien. Hasil analisis
statistik angka konversi pakan yang di dapat dalam penelitian ini tidak berbeda nyata.
Konsumsi pakan dinyatakan efisien bila menghasilkan produk pertambahan berat badan
dengan nilai konversi pakan serendah mungkin (Anonimus, 1998).
5.2 Profil Karkas Sapi Bali
Tabel 3. Pengaruh Penggunaan Janggel Jagung Sebagai Pakan Basal Pada Penggemukan SapiPotong terhadap Karakteristik Karkas Sapi Bali Jantan
VariabelRansum Perlakuan
A B C
Berat potong (kg)
Berat karkas segar (kg)
Persetase karkas (%)
Panjang karkas (cm)
Fleshing Index, (FI) kg/cm
Luas UDMR (cm2)
Tebal lemak punggung
(mm)
338a
170 a
50,29 a
125 a
1,36 a
64,0 a
2,6 a
318a
164 a
51,57 a
127 a
1,29 a
64,4 a
2,5 a
325a
168 a
51,70 a
126 a
1,33 a
64,01 a
2,5 a
Keterangan:
A = Ransum kontrol (60 %rumput gajah + 10% gamal+ 10% kaliandra + 20 % polar)B = Ransum kontrol (45 %rumput gajah + 15% janggle + 10% gamal+ 10% kaliandra
+ 20% polar)C = Ransum kontrol (30 %rumput gajah + 30% janggle + 10% gamal+ 10% kaliandra
+ 20% polar)
Persentase karkas perlakuan A (kontrol) 50,29 % perlakuan B 51,57% dan perlakuan
C 51,70 %. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi rumput dengan 15% dan 30% junggle
jagung bisa meningkatkan persentase karkas. Hal ini diduga junggle jagung yang
difermentasi memberikan kecernaan pakan yang lebih baik pada rumen. Namun hal ini
memerlukan kajian lebih lanjut terutama pada variabel kecernan pakan dari junggle jagung
baik secara in vitro maupun in vivo. Pakan yang dicerna oleh seekor ternak akan dikonversi
menjadi zat-zat pembentuk glikogen yang tersimpan di dalam hati dan otot. Glikogen
merupakan bentuk simpanan karbohidrat yang utama dalam tubuh ternak. Persentase karkas
pada penelitian ini lebih kecil daripada hasil yang didapatkan pada penelitian dengan
menggunakan pakan 60% rumput gajah ditambah 40% konsentrat yang medapatkan
persentase karkas sebesar 53,54% (Sriyani,2013). Pada umur dan berat potong sekitar 400 kg
persentase karkas sapi bali bisa mencapai kisaran 55 - 58%.
Nilai Flasing Indeks karkas dari ketiga perlakuan Kontrol A 1,36 perlakuan B 1,29
dan perlakuan C 1,33.Iindek perototan ( Fleshing index, FI) yang masih amat rendah. Ini
berarti tingkat perototan (muscling) karkas sapi-sapi Bali jantan yang dipotong dalam
penelitian ini masih amat rendah. Sapi daging dengan perototan berat (heavy muscling) yang
dicapai oleh sapi-sapi breed Eropa (Bos taurus) karena telah mengalami seleksi yang amat
intensif ke arah produksi daging yang tinggi dapat mencapai FI l,81-2,05 kg tiap cm panjang
karkas (bentuk karkas bundar) sampai lebih daripada 2,05 kg tiap cm panjang karkas (bentuk
karkas amat bundar). Karkas dengan FI yang rendah mempunyai bentuk yang tampak tipis,
menyerupai kerangka; karena karkas demikian ringan di daerah-daerah yang potensial
mempunyai perototan yang berat (seperti potongan karkas round, loin, prime rib, dan chuck)
dan cenderung panjang dan tipis di leher, kaki-kaki depan dan belakang serta mempunyai
dada yang dalam, pipih (Yeates et al. 1975). Panjang karkas lebih dipengaruhi oleh
tumbuhnya ruas ruas tulang belakang (columna vertebralis) yang berada antara batas depan
tulang rusuk pertama dan (os coxae) belakang. Jaringan ini tumbuh dan berkembang dini
sehingga ukuran liniernya lebih sulit dipengaruhi oleh suatu perlakuan pakan atau lainnya
selama pertumbuhan.
Luas urat daging mata rusuk pada penelitian ini perlakuan A (kontrol) 64,03 cm2
perlakuan B 64,4 cm2 dan perlakuan C 64,01 cm2. Hasil-hasil penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan hasil-hasil penelitian Saka (1992), sapi bali jantan yang dipotong di Rumah
Potong Umum Pesanggaran memiliki luas urat daging mata rusuk 62,2 cm2. Besarnya
proporsi urat daging pada karkas dapat diprediksi dari luasnya urat daging mata rusuk yaitu
semakin luas urat daging mata rusuk maka menghasilkan proporsi urat daging karkas yang
semakin besar (Romans, et al., 1994). Luas daging mata rusuk yang di dapat dalam penelitian
ini tidak jauh berbeda dengan UDMR pada penelitian pemberian pakan dengan 60% rumput
gajah dan 40% konsentrat yang mendapatkan angka 60,03 cm2 (Sriyani,2013)
TLP merupakan indikator untuk menentukan deposisi lemak tubuh atau karkas.
Makin tebal lemak punggung berarti makin besar proporsi lemak karkas. Soeparno (1992),
menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur dan konsumsi energi, desposisi lemak akan
terjadi di antara otot (lemak intermuskuler), lapisan bawah kulit (lemak subkutan) dan
terakhir di antara ikatan serabut otot (lemak intramuskuler) atau marbling. Priyanto et al.,
(1999) menyatakan, daging berlemak mempunyai palatabilitas yang disukai, terutama
tenderness dan juiciness karena ada peningkatan marbling dalam daging. Tebal lemak
punggung berfungsi untuk mencegah penguapan karkas pada saat pelayuan (aeging).
Semakin tipis TLP maka potensi penguapan akan lebih besar, TLP yang dapat diukur dalam
penelitian ini dapat digolongkan menjadi amat tipis, yakni rata-rata umum 3,2 mm.
Fenomena ini umum terjadi pada sapi-sapi tropis sebagai pengaruh iklim dan lingkungan
hidupnya. Keadaan ini sebenarnya kurang menguntungkan ditinjau dari mutu daging jika
karkas dengan ketebalan lemak subkutan yang tipis ini mengalami pelayuan (ageing) pada
suhu lebih rendah daripada 50C. Lemak sebkutan ini berfungsi sebagai isolator terhadap suhu
dingin sehingga laju penurunan suhu karkas tidak berlangsung terlalu cepat oleh pengaruh
suhu rendah di dalam ruang pelayuan (40C). Karkas-karkas yang lemaknya tipis, akan
berakibat terjadinya fenomena cold constructure atau pemendekan serabut otot sehingga
daging akan menjadi lebih alot. Tebal lemak karkas yang optimal adalah 7,6-10,2 mm
(Kempster et al.,1982).
KESIMPULANKesimpulan dari riset ini adalah rumput gajah bisa diganti oleh janggel jagung sampai taraf
30% untuk pakan sapi bali.
UCAPAN TERIMAKASIHUcapan terima kasih disampaikan kepada staf RPH Mambal dan Laboratorium Teknologi
Hasil Ternak dan Mikrobiologi, Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama
pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Kempster, T., A. Cuthbertson and G. Harrington. 1982. Carcass Evaluation in LivestockBreeding, Production and Marketing. 1st Publication. Granada Publishing Ltd., Grt.Brit.
Priyanto, R., E.R. Johnson & D.G. Taylor. 1999. The importance of genotype in steers fedpasture or lucerne hay and prepared for the Australian and Japanese beef markets. NewZealand J. of Agric. Res. 42:393-404.
Romans, J.R., W.J. Costello, C.W. Carlson, M.L. Greaser dan K.W. Jones. 1994. The MeatWe Eat . Interstate Publishers, Inc. Danville, Illinois.
Sriyani, 2013. Respons Produksi dan Kandungan Omega-3 Daging pada Sapi Bali yangDiberikan Pakan Konsentrat-Molamix Berminyak Ikan. Desetasi Pasca SarjanaUniversitas Udayana
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Principles and Procedurs of Statistics. Graw -Hill BookCo. Inc. Pub. Ltd. London. Prinsip dan Prosedur Statistika . Edisi Kedua.Diterjemahkan oleh: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S.Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
Utomo, R. 2001. Penggunaan Jerami Padi Sebagai Pakan Basal : Suplementasi SumberEnergi dan Protein Terhadap Transit Pakan,Sintesis Protein Mikroba,Kecernaan,danKinerja Sapi Potong. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
PENELITIAN PENGGUNAAN JANGGEL JAGUNG SEBAGAIPAKAN BASAL PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG
KERJASAMA ANTARA
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNANDAERAH KABUPATEN KARANGASEM
DENGAN
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA
LATAR BELAKANG
• Upaya pengembangan sapi potong menuju SwasembadaDaging Nasional harus disertai dengan upaya peningkatanketersediaan pakan.
• Ketersediaan bahan pakan di daerah tropik seperti padaumumnya di Indonesia, dan kususnya di Bali sangatberfluaktif dan tergantung musim.
• Kondisi musim hujan melimpah namun saat musim kemaraumenjadi terbatas bahkan sampai kekurangan, hal iniberdampak sistemik terhadap rendahnya peningkatan produksiternak ruminansia (sapi bali).
• Upaya pengembangan sapi potong menuju SwasembadaDaging Nasional harus disertai dengan upaya peningkatanketersediaan pakan.
• Ketersediaan bahan pakan di daerah tropik seperti padaumumnya di Indonesia, dan kususnya di Bali sangatberfluaktif dan tergantung musim.
• Kondisi musim hujan melimpah namun saat musim kemaraumenjadi terbatas bahkan sampai kekurangan, hal iniberdampak sistemik terhadap rendahnya peningkatan produksiternak ruminansia (sapi bali).
• Hal ini bisa diatasi dengan pemanfaatan limbah pertanian seperti sisa hasiltanaman pangan (jerami padi, jerami jagung, janggel jagung, kulit danbatang ubi kayu, kulit kopi, kulit kakao dll).
• Potensi sisa hasil tanaman pertanian ini seyogyanya dapat diformulasikansedemikian rupa sehingga mampu sebagai sumber bahan pakan yangtersedia secara kontinyu di suatu kawasan contohnya kabupatenKarangasem.
• Kabupaten Karangasem kaya akan tanaman palawija contohnya jagung.Janggel jagung (dalam bahasa setempat disebut dengan bontang jagung)merupakan sisa hasil tanaman jagung yang cukup strategis digunakansebagai pakan basal alternatif untuk sapi potong, mengingat potensinyamelimpah dan masih belum digunakan secara optimal di tingkat petanipeternak.
• Pemanfaatan janggel jagung untuk pakan adalah sebagai sumber energiberserat yang berasal dari korbohidrat struktural.
• Hal ini bisa diatasi dengan pemanfaatan limbah pertanian seperti sisa hasiltanaman pangan (jerami padi, jerami jagung, janggel jagung, kulit danbatang ubi kayu, kulit kopi, kulit kakao dll).
• Potensi sisa hasil tanaman pertanian ini seyogyanya dapat diformulasikansedemikian rupa sehingga mampu sebagai sumber bahan pakan yangtersedia secara kontinyu di suatu kawasan contohnya kabupatenKarangasem.
• Kabupaten Karangasem kaya akan tanaman palawija contohnya jagung.Janggel jagung (dalam bahasa setempat disebut dengan bontang jagung)merupakan sisa hasil tanaman jagung yang cukup strategis digunakansebagai pakan basal alternatif untuk sapi potong, mengingat potensinyamelimpah dan masih belum digunakan secara optimal di tingkat petanipeternak.
• Pemanfaatan janggel jagung untuk pakan adalah sebagai sumber energiberserat yang berasal dari korbohidrat struktural.
PENGEMBANGAN SAPI POTONGMENUJU PROGRAM
PEMENUHUNAN KEBUTUHANPANGAN NASIONAL
KABUPATEN KARANGASEM KAYADENGAN PALAWIJA CONTOHNYA
JAGUNG
KONDISI PAKAN YANGFLUKTUATIF BISA DIATASI
DENGAN PEMANFAATAN LIMBAHPERTANIAN
DIPERLUKAN UPAYAKETERSEDIAN PAKAN TERNAK
LATAR BELAKANG
KABUPATEN KARANGASEM KAYADENGAN PALAWIJA CONTOHNYA
JAGUNG
KONDISI PAKAN YANGFLUKTUATIF BISA DIATASI
DENGAN PEMANFAATAN LIMBAHPERTANIAN
JUNGGLE JAGUNG POTENSIALUNTUK PAKAN TERNAK SELAMA
INI BELUM DIMANFAATKAN
Pemanfaatan janggel jagunguntuk pakan adalah sebagaisumber energi berserat yang
berasal dari korbohidratstruktural.
Pohon jagung
Biji 38%
Daun 13%
kulit 12%
Junggle 7 %
Kandungan Nutrisi junggleBK = 90%
PK = 2,1 %SK = 36,5 % (karbohidrat
struktural sebagai sumberenergi)
Batang 30%
kulit 12% Kandungan Nutrisi junggleBK = 90%
PK = 2,1 %SK = 36,5 % (karbohidrat
struktural sebagai sumberenergi)
TUJUANTujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mengevaluasi sejauh mana pengaruh janggeljagung sebagai pakan basal pada sapi potong, terhadap produktivitasternak yang meliputi pertambahan berat badan, karakteristik karkasdan kualitas daging.
2. Menghasilkan suatu informasi atau formulasi pakan yang praktisdengan menggunakan janggel jagung sehingga bisa digunakan acuanoleh peternak di pedesaan dalam menggemukkan sapinya.
3. Menghasilkan laporan hasil penelitian untuk pengembanganpeternakan sapi potong di Kabupaten Karangasem , dan bahan ajardari hasil penelitian yang berguna untuk Dinas terkait/pemerintahmaupun kalangan akademisi.
TUJUANTujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mengevaluasi sejauh mana pengaruh janggeljagung sebagai pakan basal pada sapi potong, terhadap produktivitasternak yang meliputi pertambahan berat badan, karakteristik karkasdan kualitas daging.
2. Menghasilkan suatu informasi atau formulasi pakan yang praktisdengan menggunakan janggel jagung sehingga bisa digunakan acuanoleh peternak di pedesaan dalam menggemukkan sapinya.
3. Menghasilkan laporan hasil penelitian untuk pengembanganpeternakan sapi potong di Kabupaten Karangasem , dan bahan ajardari hasil penelitian yang berguna untuk Dinas terkait/pemerintahmaupun kalangan akademisi.
SasaranAdapun sasaran dalam kegiatan penelitian penggunan janggel
jagung sebagai pakan basal dalam penggemukan sapi potong diKabupaten Karangasem adalah sebagai berikut:
1. Peternak dapat mengetahui pengaruh pemberian janggel jagungsebagai pakan basal terhadap produktivitas penggemukan sapipotong.
2. Peternak mendapatkan informasi formulasi janggel jagungsebagai pakan basal pada penggemukan sapi potong sebagaialternatif pakan pengganti rumput di musim kemarau.
3. Data ilmiah bagi pemerintahan Kabupaten Karangasem untukpengembangan peternakan sapi potong dalam mewujudkanswasembada daaging nasional.
SasaranAdapun sasaran dalam kegiatan penelitian penggunan janggel
jagung sebagai pakan basal dalam penggemukan sapi potong diKabupaten Karangasem adalah sebagai berikut:
1. Peternak dapat mengetahui pengaruh pemberian janggel jagungsebagai pakan basal terhadap produktivitas penggemukan sapipotong.
2. Peternak mendapatkan informasi formulasi janggel jagungsebagai pakan basal pada penggemukan sapi potong sebagaialternatif pakan pengganti rumput di musim kemarau.
3. Data ilmiah bagi pemerintahan Kabupaten Karangasem untukpengembangan peternakan sapi potong dalam mewujudkanswasembada daaging nasional.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Pemeliharaan = Desa PempatanaTempat pemotongan = RPH Mambal di Desa Mambal Kabupaten Badung.Lokasi Uji Kualitas Daging = Lab THT Fakultas Petrernakan UNUDWaktu pelaksanaan kurang lebih selama 4 bulan
Ternak dan ransum penelitian
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua belas ekor sapibali jantan berumur antara 1,5 sampai 2 tahun dengan rerata berat badanawal 226,67 kg yang dibagi menjadi tiga perlakuan pakan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Pemeliharaan = Desa PempatanaTempat pemotongan = RPH Mambal di Desa Mambal Kabupaten Badung.Lokasi Uji Kualitas Daging = Lab THT Fakultas Petrernakan UNUDWaktu pelaksanaan kurang lebih selama 4 bulan
Ternak dan ransum penelitian
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua belas ekor sapibali jantan berumur antara 1,5 sampai 2 tahun dengan rerata berat badanawal 226,67 kg yang dibagi menjadi tiga perlakuan pakan.
Bahan Pakan A B C
Rumput gajah
Tongkol jagung
Gamal
Kaliandra
Polar
60,00
-
10,00
10,00
20,00
45,00-
15,00
10,00
10,00
20,00
30,00-
30,00
10,00
10,00
20,00
. Tabel 1 Susunan ransum dan kandungan protein kasar(PK) dan total digestible nutrients (TDN) dinyatakan dalam %
bahan kering
Rumput gajah
Tongkol jagung
Gamal
Kaliandra
Polar
60,00
-
10,00
10,00
20,00
45,00-
15,00
10,00
10,00
20,00
30,00-
30,00
10,00
10,00
20,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Kandungan nutrient :
BK
Protein kasar1)
SK
Total digestible nutrients1)
38,97
16,81
15,48
72,14
42,80
15,78
16,51
68,58
46,67
14,75
17,29
65,9
Variabel yang diamati
Konsumsi pakan. Konsumsi pakan diperoleh dengan menghitungjumlah pakan yang dikonsumsi (kg/hari) dengan cara mengurangi pakanyang diberikan dengan pakan yang tersisa, kemudian dikalikan denganBK,
Pertambahan bobot badan harian. Pertambahan bobot badanharian (PBBH) diperoleh dengan cara mengurangi bobot badan akhir(kg) dengan bobot badan awal (kg) dibagi lama pemeliharaan (hari).
Konversi pakan. Nilai konversi pakan merupakan rasio antarakonsumsi pakan (BK) harian dengan PBBH.
Variabel yang diamati
Konsumsi pakan. Konsumsi pakan diperoleh dengan menghitungjumlah pakan yang dikonsumsi (kg/hari) dengan cara mengurangi pakanyang diberikan dengan pakan yang tersisa, kemudian dikalikan denganBK,
Pertambahan bobot badan harian. Pertambahan bobot badanharian (PBBH) diperoleh dengan cara mengurangi bobot badan akhir(kg) dengan bobot badan awal (kg) dibagi lama pemeliharaan (hari).
Konversi pakan. Nilai konversi pakan merupakan rasio antarakonsumsi pakan (BK) harian dengan PBBH.
Persentase karkas. Dihitung berdasarkan perbandingan antarabobot badan karkas segar hasil pemotongan ternak dengan bobot potongdikalikan 100 persen.
Kualitas fisik daging. Kualitas fisik daging meliputi pH (pH meter),keempukan dengan metode shear press menurut Bouton et al. (1971),daya ikat air (DIA) menurut Hamm (1964) yang disitasi oleh Swatland(1984) dan susut masak dengan modifikasi Bouton et al. (1971).
Kualitas kimia daging. Kualitas kimia daging meliputi kadar air,protein, dan lemak menggunakan analisis proksimat metode Weende(Harris, 1970).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel Ransum Perlakuan Signifikan
A B C
Konsumsi BK (kg/h)PBBH (kg/h)Feed Convertion Ratio
6,360,6110,43
6,180,6110,13
6,410,6210,13
nsnsns
Variabel
Ransum Perlakuan s
i
g
A B C
KARAKTERISTIK KARKAS SAPI BALI JANTAN
Berat potong (kg)
Berat karkas segar (kg)
Persetase karkas (%)
Panjang karkas (cm)
Fleshing Index, (FI) kg/cm
Luas UDMR (cm2)
Tebal lemak punggung (mm)
338
170
50,29
125
1,36
64,0
2,6
318
164
51,57
127
1,29
64,4
2,5
325
168
51,70
126
1,33
64,01
2,5
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
VariabelRansum Perlakuan Signifikan
A B C
pHu daging
Skor warna daging
Daya ikat air %
Susut masak %
5,40
5,10
28,71
38,45
5,44
5,20
28,68
39,30
5,46
5,30
27,33
40,13
ns
ns
ns
ns
Kualitas Fisik Daging Sapi Bali
pHu daging
Skor warna daging
Daya ikat air %
Susut masak %
5,40
5,10
28,71
38,45
5,44
5,20
28,68
39,30
5,46
5,30
27,33
40,13
ns
ns
ns
ns
Variabel Perlakuan sig
A B C
Kadar air (%)
Kadar protein (%)
Kadar lemak (%)
75,84
22,20
1,40
75,20
22,69
1,42
75,88
22,08
1,45
ns
ns
ns
Kualitas kimia daging sapi Bali
VI SIMPULAN DAN REKOMENDASI6.1. Simpulan1. Subsitusi rumput sebagai pakan basal dengan janggel jagung yang di
fermentasi sampai 30% pada penggemukan sapi bali tidak memberikanpengaruh nyata atau memberikan pertambahan berat badan harian yangrelatif sama.
2. Subsitusi rumput sebagai pakan basal dengan janggel jagung yangdifermentasi sampai 30% pada penggemukan sapi bali menghasilkanprofil karkas sapi yang tidak memberikan perbedaan yang bermaknadengan kontrol.
3. Subsitusi rumput sebagai pakan basal dengan janggel jagung yangdifermentasi sampai 30% pada penggemukan sapi bali menghasilkankualitas fisik daging sapi yang tidak memberikan perbedaan yangbermakna dengan kontrol.
4. Subsitusi rumput sebagai pakan basal dengan janggel jagung yangdifermentasi sampai 30% pada penggemukan sapi bali menghasilkankualitas kimia daging sapi yang tidak memberikan perbedaan yangbermakna dengan kontrol.
VI SIMPULAN DAN REKOMENDASI6.1. Simpulan1. Subsitusi rumput sebagai pakan basal dengan janggel jagung yang di
fermentasi sampai 30% pada penggemukan sapi bali tidak memberikanpengaruh nyata atau memberikan pertambahan berat badan harian yangrelatif sama.
2. Subsitusi rumput sebagai pakan basal dengan janggel jagung yangdifermentasi sampai 30% pada penggemukan sapi bali menghasilkanprofil karkas sapi yang tidak memberikan perbedaan yang bermaknadengan kontrol.
3. Subsitusi rumput sebagai pakan basal dengan janggel jagung yangdifermentasi sampai 30% pada penggemukan sapi bali menghasilkankualitas fisik daging sapi yang tidak memberikan perbedaan yangbermakna dengan kontrol.
4. Subsitusi rumput sebagai pakan basal dengan janggel jagung yangdifermentasi sampai 30% pada penggemukan sapi bali menghasilkankualitas kimia daging sapi yang tidak memberikan perbedaan yangbermakna dengan kontrol.
6.2. Rekomendasi
1. Substitusi atau penggantian rumput sebagai pakan dalampenggemukan sapi bali bisa menggunakan alternatif janggel jagungyang difermentasi terutama pada musim kemarau pada saat rumputsulit dicari terutama pada daerah di Kabupaten Karangasem yangkritis mislnya daerah Kubu, Seraya dan lain-lainya.
2. Penggunaan janggel jagung sebagai pengganti rumput disarankandilakukan fermentasi terlebih dahulu untuk meningkatkanaseptabilitas atau keterterimaan pakan dan meningkatkan kualitaspakan.
3. Menyarankan kepada Pemerintah Daerah Karangasem melaluiinstansi terkait untuk mensosialisaikan penggunaan janggel jagungsebagai pakan pengganti rumput serta melaksanakan upaya-upayapeningkatan keterampilan peternak terutama keterampilan dalammelakasanakan teknologi fermentasi janggle jagung.
4. Penanaman tanaman palawija jenis jagung pada lahan-lahan yangkurang produktif untuk meningkatkan ketersedian pangan untukmasyarakat sekaligus limbahnya bisa dijadikan pakan alternatifeuntuk pakan ternak.
6.2. Rekomendasi
1. Substitusi atau penggantian rumput sebagai pakan dalampenggemukan sapi bali bisa menggunakan alternatif janggel jagungyang difermentasi terutama pada musim kemarau pada saat rumputsulit dicari terutama pada daerah di Kabupaten Karangasem yangkritis mislnya daerah Kubu, Seraya dan lain-lainya.
2. Penggunaan janggel jagung sebagai pengganti rumput disarankandilakukan fermentasi terlebih dahulu untuk meningkatkanaseptabilitas atau keterterimaan pakan dan meningkatkan kualitaspakan.
3. Menyarankan kepada Pemerintah Daerah Karangasem melaluiinstansi terkait untuk mensosialisaikan penggunaan janggel jagungsebagai pakan pengganti rumput serta melaksanakan upaya-upayapeningkatan keterampilan peternak terutama keterampilan dalammelakasanakan teknologi fermentasi janggle jagung.
4. Penanaman tanaman palawija jenis jagung pada lahan-lahan yangkurang produktif untuk meningkatkan ketersedian pangan untukmasyarakat sekaligus limbahnya bisa dijadikan pakan alternatifeuntuk pakan ternak.
Top Related