Analisis jurnal
“Evaluation of Nasopharyngeal Oxygen, Nasal Prongs and Facemask Oxygen
Therapy Devices in Adult Patients: A RandomisednCrossover Trial”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebutuhan Oksigenasi II
Koordinator : Ns. Reni Sulung Utami., S.Kep., M.Sc
Oleh:
Rahayu Rahmawati
22020110120054
A10.2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital
dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup
udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh
ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan
hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam
proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat
mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan
kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera
untuk mengatasi masalah. Pemberian terapi O2 dalam pengobatan,
memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru
dalam proses respirasi.
Ada beberapa alat yang dapat dipergunakan dalam pemberian terapi O2,
seperti nasal kanul, masker, nasofaring tube dan lain sebagainya. Sebagai
tenaga medis yang berkompeten seharusnya kita dapat mengetahui bagaimana
cara mengoperasikannya dan seberapa besar aliran yang harus diberikan
kepada pasien agar tidak terjadi komplikasi dalam pemberian terapi oksigen
tersebut.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat keefektifan pemberian oksigen dengan
menggunakan nasofaring tube, nasal kanul dan masker.
2. Untuk mengetahui tingkat kenyamanan pasien dalam menggunakan
nasofaring tube, nasal kanul dan masker.
3. Untuk menambah wawasan tentang penggunaan alat nasofaring tube,
nasal kanul dan masker.
BAB II
ISI
A. Summary
Terapi oksigen nasofaring (NPO) dapat mengatasi beberapa kesulitan
yang berhubungan dengan alat pemberian oksigen nasal prongs dan masker.
Dalam menanggapi kurangnya penelitian yang diterbitkan dari terapi NPO
pada orang dewasa, peneliti melakukan uji coba crossover acak yang
propektif untuk membandingkan efektivitas dari NPO, nasal prongs (NP) dan
masker (FM) apabila digunakan pada orang dewasa (n=37) dari unit
perawatan intensive (ICU) dan bangsal rumah sakit umum. Peneliti mengukur
saturasi oksigen (SpO2) menggunakan oksimetri pulse, aliran oksigen (liter
per menit), respirasi rate (per menit) dan kenyamanan dengan menggunakan
alat ukur horizontal visual analogue scale. Ketiga alat tersebut diefektifkan
mempertahan kan saturasi oksigen lebih dari 95% (NP 97.0±1.9, NPO
97.7±1.7, FM 98.8±1.3%). Terapi NPO dikonsumsi lebih sedikit oksigen
dibandingkan NP dan FM (NP 2.6±1.0, NPO 2.2 ± 0.9, FM 6.1±0.4 l/menit,
P <0,001). Tidak ada perbedaan yang signifikan dari RR pasien (NP
19.9±3.2, NPO 19.9±3.0, FM 19.8±3.1 per menit, P = 0,491). Dalam hal
kenyamanan, pasien menilai NP paling nyaman dibandingkan dengan NPO
dan FM menggunakan horizontal visual analogue scale (100mm=paling
nyaman) (NP 65.5±14.3, NPO 62.8±19.4, FM 49.4±21.4 mm, P <0,001).
Peneliti menyimpulkan bahwa untuk pasien dewasa, terapi NP dan NPO
memberikan lebih sedikit oksigen dan kenyamanan lebih besar daripada
masker dengan tetap mempertahankan SpO2 ≥ 95%.
B. Introduction
Alat terapi oksigen aliran rendah seperti NP dan FM biasanya digunakan
dlam praktek klinis. Terapi nasofaring oksigen, mengirimkan tambahan
oksigen langsung ke nasofaring melalui kateter oksigen, mungkin dapat
mengatasi beberapa kesulitan yang berhubungan dengan alat pemberian
oksigen nasal prongs dan masker. Ada beberapa penelitian dari penggunaan
terapi NPO pada pasien dewasa. Untuk memahami apakah peningkatan
penggunaan dari terapi NPO pada pasien dewasa adalah alternatif yang layak
untuk NP dan FM, peneliti melakukan penelitian dengan uji coba crossover
secara acak. Hasil primer diukur dari: 1) saturasi oksigen menggunakan
oksimetri pulse, 2) aliran oksigen (liter per menit), 3) laju respirasi (per
menit) dan 4) kenyamanan menggunakan skala analog visual yang horisontal
(HVAS).
C. Bahan dan Metode
Berdasarkan persetujuan dari kelembagaan komite etik, pasien dewasa
direkrut dari ICU dan dari bangsal rumah sakit umum dari dua rumah sakit
metropolitan di Melbourne, Australia. Data dikumpulkan diantara bulan
Februari dan September 2007. Persyaratan pasien adalah 1) usia lebih dari 18
tahun, 2) pernapasan spontan, 3) menerima tambahan oksigen, 4) mampu
memberikan data informasi. Pasien dikeluarkan jika dia membutuhkan
oksigen aliran tinggi, ventilasi non invasive atau mekanik, mempunyai
kontraindikasi terhadap masuknya kateter oksigen atau yang sangat rentan
terhadap perubahan aliran oksigen. Untuk memiliki sampel yang
representative dari ICU dan bangsal rumah sakit umum, tidak ada usaha
untuk merekrut kelompok homogen.
Alat terapi oksigen yang digunakan adalah kateter oksigen 10 FG
(Unomedical, Australi), nasal kanul dewasa cabang lurus dengan 1,8 m tube
(Intersurgical, UK) dan konsentrasi masker oksigen Aerflo dewasa medium
(Unomedical, Australia). Selain itu, oksimeter pulse yang digunakan adalah
8500 oksimeter pulse genggam digital (Nonin, USA) dan sensor SpO2
M1911A Reusable melalui sistem monitoring klinik IntelliVue MP90 (Philips
Healthcare, Australia). Pasien dari ICU telah terpasang oksimetri pulse di
tempat tidur mereka masing-masing, sementara di bangsal umum diuji
menggunakan oksimetri pulse genggam portable. Semua oksimetri pulse
dikalibrasi reguler oleh departemen teknik organisasi biomedical: tidak ada
upaya untuk membuat kalibrasi silang dari oksimetri pulse.
Randomisasi blok dengan mengubah urutan dilakukan dan masing-
masing pasien menerima ketiga alat terapi oksigen. Tiga cara uji coba untuk
penelitian ini adalah cara 1) NP, NPO, FM; 2) NPO, FM, NP dan 3) FM,
NPO,NP. Masing-masing cara uji coba tersebut dikonduksikan oleh GME
yang mempunyai pengalaman dalam mengoperasikan masing-masing
peralatan. Meskipun secara berurutan nomor buram disegel amplop, metode
penyembunyian alokasi digunakan, itu tidak mungkin menyulitkan GME
untuk uji coba sekali cara pengacakan diselesaikan, sebagai perangkat terapi
oksigen jelas berbeda.
Selama masing-masing periode pengobatan, perangkat oksigen dipasang
dengan benar. Untuk menerima terapi NPO sebuah kateter oksigen
dimasukkan melalui lubang hidung dan masuk sampai ke dalam nasofaring
(sama dengan jarak dari pangkal hidung sampai telinga). Posisi kateter
oksigen terpasang dengan menempatkan 3M Tegaderm (6x7 cm) balutan
transparan (3M Health Care, USA) di pipi pasien. Untuk terapi NP, selang
NP dilingkarkan di atas telinga pasien dan dikencangkan di bawah dagu
pasien. Untuk terapi FM, masker ditempatkan di atas hidung dan mulut
pasien dan dikencangkan dengan kuat.
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, semua pasien pasien pada
penelitian ini sudah menerima perangkat oksigen aliran rendah. Perangkat
terapi oksigen aliran rendah biasanya digunakan pasien dengan gangguan
pernapasan minimal dan yang membutuhkan suplai oksigen tingkat rendah.
Semua pasien yang terdaftar dalam penelitian ini memiliki SpO2 normal sejak
mulai pengumpulan data. Untuk setiap periode pengobatan, aliran oksigen
non-humidifier digunakan dan laju oksigen ditingkatkan untuk mencapai
target SpO2 ≥ 95%. Setelah jangka waktu 10 menit dan pencapain SpO2 telah
stabil, SpO2, laju respirasi dan laju aliran oksigen dicatat. Penelitian
sebelumnya telah menunjukan bahwa 10 menit adalah interval yang memadai
untuk mengukur perubahan FiO2. Untuk meminimalkan gangguan
pengiriman oksigen, perangkat terapi oksigen aliran rendah segera dirubah
diantara periode pengobatan. Berdsarkan perubahan setiap perangkat , laju
aliran oksigen meningkat untuk mencapi target SpO2 ≥ 95%. Setelah periode
pengobatan ketiga, setiap pasien dinilai tingkat kenyamanannya dengan
menggunakan 100 mm HVAS (0 mm= paling tidak nyaman sampai 100 mm=
paling nyaman). Durasi 10 menit pada setiap periode pengobatan bertindak
sebagai periode hasil selama uji coba.
Ukuran sample dihitung dengan menggunakan modul ANOVA dalam
paket perangkat lunak (LULUS, 2004, Utah, USA). Perkiraan efek ukuran
dari data percontohan adalah 0,5. Berdasarkan efek ukur ini, sebuah ukuran
sampel dari 39 pasien yang akan mencapai kekuatan 0,8 pada level signifikan
0,05. Tingkat kenyamanan untuk setiap perangkat dikalkulasikan sebagai
jarak dari sisi kiri (0 mm= paling tidak nyaman) dari HVAS yang ditandai
oleh pasien. Deskripsi statistik dan pengukuran ANOVA pengulangan satu
arah dilakukan dengan menggunakan paket statistik SPSS V.14 untuk
Windows (2005) untuk analisa data.
D. Hasil
Dari 73 pasien yang memenuhi syarat, 37 pasien setuju untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini (51%). Alasan penurunan peserta adalah
tidak ingin berpartisipasi (21), tidak menyukai pemasangan kateter oksigen
melalui hidung (7), pasien tidak merasa cukup baik untuk berpartisipasi (5),
dan penolkan perawat atas nama pasien (3). Dari 37 peserta yang memenuhi
persyaratan, 24 adalah laki-laki dan 13 peserta adalah pqrempuan. Usia rata-
rata mereka adalah 68 tahun (SD 10). 17 pasien mengalami kardiotoraks dan
20 pasien adalah pasien bedah.
Semua perangkat adalah efektif untuk memepertahankan SpO2 pasien
diatas 97% dan laju respirasi pasien tidak berpengaruh oleh perubahan alat.
Meskipun ada perbedaan signifikan secara statistik antara SpO2 masing-
masing perangkat, perbedaan tersebut bukan signifikan klinis. NPO
diperlukan secara signifikan dengan laju oksigen aliran rendah dibandingkan
dengan NP dan FM untuk mencapai SpO2 yang setara. Seperti yang
diharapkan, FM memerlukan laju oksigen lebih banyak. Ada perbedaan yang
signifikan berdasarkan tingkat kenyamanan untuk ketiga peralatan tersebut,
dengan penilaian FM dinilai paling tidak nyama oleh pasien. Hasil uji coba
solak acak ditunjukan pada tabel dibawah ini:
E. Diskusi
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga perankat terapi
oksigen tersebut mempertahankan SpO2 diatas 97%, sehingga memenuhi
target penelitian yaitu SpO2 ≥ 95%. Ini penemuan penting karena semua
perangkat menunjukan keefektifannya dalam mencegah hipoksemia dan
mempertahankan kenormalan SpO2 (≥ 95%). Tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam laju pernapasan antara tiga perangkat yang di uji,
menunjukan bahwa pasien tidak mengubah laju respirasi mereka untuk
mengkompensasi perubahan suplai oksigen.
Tidak ada indikasi disfungsi pernapasan ( hipoksemia, takipnea, dan
bradipnea) untuk setiap perangkat yang di uji menunjukan bahwa perangkat
aman dan efektif untuk memberikan suplai oksigen aliran rendah selama
periode pengkajian. Penelitian lain membandingkan NP, FM dan binasal
kateter telah menunjukan keseimbangan dalam mempertahankan SpO2 bila
diposisikan dengan benar.
Dalam hal kenyamanan, pasien lebih memilih nasal kanul dibandingkan
dengan FM. Kenyamanan adalah pertimbangan penting, karena kenyamanan
merupakan kunci dalam pemenuhan terapi oksigen. Penelitian lain juga telah
menunjukan bahwa peragkat hidung (NP dan binasal kateter) lebih nyaman
dibandingkan FM.
FM digunakan secara signifikan untuk aliran oksigen tinggi
dibandingkan dengan NPO dan NP untuk mencapai kesetaraan konsentrasi
SpO2. Temuan ini tidak mengejutkan karena mengingat laju aliran minimum
yang diberikan pada FM adalah 6 liter per menit. Biaya dan kemudahan akses
oksigen juga penting (terutama di daerah terpencil atau di negara-negara
berkembang) tetapi penelitian ini lebih berfokus pada manfaat dari ketiga
perangkat terapi oksigen tersebut.
Keterbatasan dari penelitian ini dan uji coba acak randomised adalah
adanya kemungkinan dari efek ketertiban dan kelalaian. Biasanya periode
kegagalan mengurangi dampak dari efek kelalaian, namun dalam hal ini
gangguan pengiriman oksegen ke pasien akan menjadi ancaman bagi
keamanan pasien. Sebagai pengganti dari meriode kegagalan, periode 10
menit antara pemberian oksigen dan pengukuran hasil untuk masing-masing
perangkat dimasukan sebagai study protokol. Untuk meminimalkan efek
tersebut, tiga cara uji coba digunakan. Sedangkan potensi dari efek kelalaian
diakui sebagai sebuah prioritas, percobaan paralel akan menggandakan
jumlah peserta, memperpanjang durasi penelitian dan pencegahan pasien dari
uji coba ketiga peralatan.
Sebagai kesimpulannya, temuan penelitian ini menunjukan bahwa pasien
dewasa dengan persyaratan suplemen oksigen aliran rendah, lebih
memungkinkan untuk menggunakan perangkat nasal dan tingkat
kenyamanannya lebih besar dibandingkan dengan menggunakan masker
dengan tetap mempertahankan SpO2 ≥ 95%. NP lebih sering digunakan pada
praktek masa kini, meskipun demikian penggunaan NPO dapat digunakan
sebagai alternatif terapi pemberian oksigen.
F. Lampiran Tabel
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa jurnal di atas kita dapat mengetahui tentang
macam-macam alat terapi oksigen, seperti nasal kanul yang berbentuk seperti
selang yang terdapat dua lubang pipa yang dimasukkan ke dalam hidung,
kemudian nasofaring tube yang berupa pipa yang dimasukkan ke dalam hidung
dan alat terapi oksigen masker yang dipasang menutupi hidung dan mulut.
Pada pasien-pasien yang memerlukan aliran oksigen yang cukup tinggi dapat
menggunakan masker sebagai alat bantu terapi oksigen, karena aliran minimal
masker adalah 6 liter per menit sedangkan pada pasien-pasien yang membutuhkan
aliran oksigen yang rendah dapat menggunakan nasal kanul dan nasofaring tube.
Dilihat dari tingkat kenyamanan pasien dalam menggunakan alat terapi
oksigen, nasal kanul paling diminati oleh pasien dibandingkan dengan masker,
karena pada klien yag dipasang masker mereka akan merasa kesulitan berbicara
dan sedikit pengap. Hal itu disebabkan karena pada masker bagian hidung dan
mulut klien harus ditutup sehingga hal itu membuat pasien sulit untuk berbicara.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi O2 merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan
oksigen pada klien. Pengetahuan tenaga kesehatan yang memadai terhadap
proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O2 merupakan bekal
bagi tenaga kesehatan agar terapi yang diberikan tepat guna dengan resiko
seminimal mungkin.
B. Saran
Sebagai seorang perawat yang profesional seharusnya kita dapat lebih
memahami apa saja alat-alat terapi oksigen dan bagaimana cara
mengguanakannya. Selain itu, kita juga harus lebih memperhatikan tingkat
kenyamanan pasien dalam menggunakan alat terapi oksigen yang kita
berikan.
Top Related