Universitas Indonesia
1
PERANAN PHOTOGENIC SPACE TERHADAP CITRA DIRI DALAM MEDIA SOSIAL INSTAGRAM
Luthfina Fadliya Surjaatmadja, Mohammad Nanda Widyarta, M.Arch B.Arch
Departemen Arsitektur, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
[email protected], [email protected]
Abstrak
Ruangan yang sangat menarik yang dilihat melalui sebuah foto atau istilah yang biasa
disebut sebagai Photogenic Space ini muncul dan menjadi marak akibat penggunaan
media sosial yang sudah melekat pada keseharian masyarakat. Media sosial ini sendiri
sebagai konsumsi dari masyarakat sehari-hari memiliki dampak yang signifikan pada
cara pandang, pola pikir, dan bahkan citra diri. Kasus yang akan diangkat pada
penulisan skripsi ini adalah penggunaan media sosial Instagram yang berbasis foto.
Melalui hasil analisis saya didapatkan bahwa indikator-indikator arsitektural yang
membentuk Photogenic Space memiliki peranan pada pembangunan citra diri melalui
media sosial Instagram.
Kata Kunci: Ruang, Foto, Media Sosial, Citra Diri
THE ROLE OF PHOTOGENIC SPACE TOWARDS SELF-IMAGE IN SOCIAL MEDIA INSTAGRAM
Abstract
Photogenic space or a space that looks appealing from a photo has become popular
because of the high usage of social media. Social media itself has become a part of
society’s daily life, which affected the society’s perspective, mindset, and also self-
image. The case is analyzed further is one of the most popular picture based social
media, Instagram. Indicators of photogenic space from architectural perspective were
found throughout the analysis and have a part in the self-image development as a
result of the Instagram usage.
Keyword: Space, Photo, Social Media, Self-Image
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
2
Pendahuluan
Munculnya media sosial, akibat perkembangan teknologi dapat mempermudah
seseorang dalam proses mencari informasi. Sehingga rasa ingin tahu yang merupakan
sifat alami bagi manusia ini ‘terfasilitasi’ dengan baik. Media sosial merupakan salah
satu pemanfaatan teknologi untuk membantu manusia berinteraksi secara virtual.
Informasi yang mungkin didapatkan di media sosial ini tidak terbatas, hampir semua
informasi dapat ditemukan di media sosial. Salah satu kasusnya yang sering terjadi
ketika munculnya sosial media adalah rasa ingin tahu terhadap orang lain, yang mana
berbagai macam media sosial, beberapa diantaranya dirancang untuk menunjukkan
profil para pengguna.
Di era digital ini, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan, terutama di
kalangan remaja. Media sosial Instagram merupakan salah satu media sosial yang
populer. Sesuai dengan hasil riset yang dilakukan oleh salah satu agen penelitia
terbesar di dunia, TNS, media sosial Instagram memiliki pengguna sebanyak kurang
lebih 400 juta dan jumlah pengguna media sosial Instagram di Indonesia menduduki
peringkat ke-3 setelah negara Jepang dan Brazil (www.tnsglobal.com, 25 Maret 2016)
Cara kerja media sosial Instagram adalah para pengguna memiliki halaman untuk diri
sendiri yang dapat diisi dengan foto-foto. Para pengguna media sosial Instagram
memiliki kebebasan untuk mengunggah foto-foto yang menurut mereka bagus dengan
tujuan mendapatkan like sebanyak mungkin, serta mampu merepresentasikan diri
mereka melalui foto-foto tersebut. Setiap orang memiliki standar masing-masing
dalam memilih foto yang akan diunggah di media sosial Instagram.
Dewasa ini, muncul istilah baru yaitu ‘insta-worthy’ yang berarti foto-foto yang patut
untuk diunggah. Menurut urbandictionary.com istilah ini biasa digunakan oleh para
pengguna ketika sebuah foto sudah cukup bagus untuk diunggah ke media sosial
Instagram. Secara tidak sadar, munculnya istilah ini menciptakan sebuah standar foto
yang akhirnya akan diapresiasi oleh orang-orang dalam bentuk jumlah like yang
didapat oleh foto tersebut.
Fenomena keinginan masyarakat untuk diapresiasi dalam bentuk like dalam media
sosial dapat dipahami melalui karya tulis Guy Debord yang berjudul The Society of
the Spectacle. Dalam buku tersebut, Debord menyinggung sifat alami manusia dalam
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
3
sebuah masyarakat yang mana mereka takut akan ketidaktertarikan masyarakat
terhadap dirinya atau yang disebut dengan ‘the fear of being undesirable’. Dengan
perkembangan teknologi dan munculnya sosial media, seseorang akan sangat lebih
mudah untuk membentuk citra diri yang akan membuat orang-orang tertarik pada
dirinya berdasarkan informasi (dalam hal media sosial Instagram disampaikan melalui
foto) yang diunggah ke media sosial yang mana dapat diakses oleh banyak orang.
Temuan menarik yang didapat dari hasil riset TNS yang merupakan salah satu agen
riset terbesar di dunia ialah salah satu kategori konten foto yang paling banyak
ditemui di media sosial Instagram adalah ‘tempat-tempat yang pernah dikunjungi’
(www.tnsglobal.com, 25 Maret 2016) Kota Jakarta yang mana area komersil sedang
berkembang secara pesat, menjadi sebuah ajang besar bagi para pengguna media
sosial Instagram untuk mengunjungi dan mengunggah foto di tempat-tempat yang
menurut mereka menarik dan unik dari segi visual. Tempat-tempat tersebut biasa
disebut dengan ‘photogenic space’. Unsur visual merupakan salah satu unsur yang
penting dalam ilmu arsitektur.
Dari bidang arsitektur, sangat lah penting untuk mengetahui dan mempelajari faktor-
faktor apa saja yang dapat meningkatkan ketertarikan sebuah ruang untuk difoto.
Untuk dapat menilai suatu daya akan sebuah ruangan, indera pengelihatan menjadi
indera yang pertama kali bekerja. Oleh karena itu, penggunaan indera pengelihatan
yang terkait dengan foto yang berbentuk 2 dimensi menjadi salah satu unsur yang
sangat penting. Faktor-faktor penentu tersebut dapat berupa berbagai hal yang
berkaitan dengan bidang arsitektural seperti komposisi, tata letak, hingga
pencahayaan.
Kaitan antara fenomena pembangunan citra diri melalui media sosial Instagram
dengan ilmu arsitektur menjadi hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Oleh
karena itu, melalui skripsi ini saya akan mengkaji faktor-faktor apa saja yang akhirnya
dapat mempengaruhi daya tarik seseorang secara visual, serta bagaimana pada
akhirnya ketertarikan seseorang pada sebuah ruang dapat membangun citra diri
mereka.
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
4
Landasan Teori
Vitruvius dalam bukunya yang berjudul The Ten Books on Architecture pada bagian
bab I menyebutkan cabang ilmu apa saja yang harus dipelajari untuk menguasai ilmu
arsitektur. Dari semua yang disebutkan, banyak diantaranya yang tidak disangka
memilki hubungan atau kaitan dengan ilmu arsitektur, namun Vitruvius berhasil
menjelaskan contoh-contoh kasus mendetail yang membuktikan bahwa untuk
menguasai ilmu arsitektur dibutuhkan pemahaman akan ilmu-ilmu lainnya.
Eurythmy merupakan kata yang jarang ditemukan dalam keseharian, namun hal ini lah
yang paling mudah disadari oleh banyak kalangan. Prinsip inilah yang akan dibahas
lebih lanjut dan digunakan untuk ‘mengupas’ fenomena yang menjadi topik skripsi
ini.
“Eurythmy is beauty and fitness in the adjustments of the members”
Vitruvius menyatakan bahwa beauty and fitness merupakan salah satu prinsip dalam
arsitektur. Walaupun beauty and fitness bukan merupakan esensi dari ilmu arsitektur,
namun harus diakui bahwa keindahan merupakan salah satu prinsip yang sangat
diutamakan dalam sebuah desain.
“Pulchrum splendor est vertatis” –Thomas Aquinas
Dikutip dari dalam tulisannya, Wastu Citra, Mangunwijaya menyinggung mengenai
rumusan dari seorang filsuf yang terkenal, Thomas Aquinas. Terjemahan rumusan
tersebut dalam bahasa Indonesia adalah ‘Keindahan adalah pancaran dalam
kebenaran’. Konsep mengenai keindahan ini secara sadar maupun tidak tertanam
kedalam kehidupan sehari-hari bahwa sesuatu yang benar pada hakekatnya indah. Hal
ini terkait dengan image atau citra, segala sesuatu yang terlihat indah merupakan
suatu hal yang terasa benar. Dengan menunjukkan sesuatu yang indah, maka sesuatu
akan dinilai positif.
Konsep mengenai keindahan ini berkaitan dengan penilaian dari masyarakat
berdasarkan teori Guy Debord dalam bukunya yang berjudul the Society of the
Spectacle.
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
5
Sebuah masyarakat yang dimediasi atau diperantarai oleh gambaran-gambaran yang
menurut mereka merupakan bagian dari kehidupan mereka kini berorientasi pada
gambaran-gambaran tersebut.
Karena gambaran-gambaran akan kehidupan memediasi atau menjadi mediator pada
sebuah relasi sosial, maka penampilan merupakan sesuatu yang sangat diperhatikan.
Oleh karena itu dalam tulisannya, Debord memberikan suatu pernyataan mengenai
tampilan.
Pembahasan mengenai human sense of sight ini lah yang akan dijadikan batasan
untuk membahas mengenai kaitan antara photogenic space dan pola pikir ‘the fear of
being undesirable’ yang muncul akibat adanya spectacle dalam sebuah masyarakat.
Bagaimana images yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri yang merupakan
representasi dari kehidupan asli yang akhirnya menjadi social dream dan
menyebabkan seseorang fear of being undesirable.Ffear of being undesirable
berdasarkan teori Guy Debord dapat diaplikasikan dalam fenomena penggunaan
media sosial instagram dimana dalam kasus ini para pengguna media sosial Instagram
tersebut berperan sebagai society
Media sosial Instagram secara tidak langsung dapat memperjelas bagaimana peranan
sebuah individu dalam sebuah masyaraat dilihat dari berapa banyak yang peduli untuk
mengfollow account mereka dan mengapresiasi foto-foto yang diunggah.
Interaksi sosial yang terjadi di media sosial Instagram difasilitasi dengan adanya fitur-
fitur seperti Follow, Like dan Comment. Tiap fitur melakukan pekerjaan yang
berbeda dengan jenis interkasi yang berbeda juga. Fitur follow dalam Instagram
adalah untuk ‘mengikuti’ account lain, yang mana jika kita sudah memilih untuk
follow account tersebut maka kita akan terupdate dengan postingan account tersebut.
Fitur ini dapat dikatakan sebagai langkah awal untuk terjalinnya suatu interaksi/relasi
dalam media sosial Instagram, namun hal tersebut tidak lazim karena media sosial
Instagram tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan fitur like atau comment
kepada account yang belum difollow. Dari fitur ini biasanya para pengguna media
sosial Instagram dapat ‘menilai’ para pengguna lainnya dilihat dari berapa jumlah
account yang mengfollow account tersebut.
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
6
Fitur selanjutnya dari media sosial Instagram yang tidak kalah menarik adalah fitur
like. Cara kerja fitur ini sendiri adalah dari tiap foto yang kita akses, kita diberikan
beberapa pilihan tombol dibawahnya yang salah satunya adalah tombol like, jika kita
memilih untuk menekan tombol like yang terdapat pada foto tersebut berarti
Dari tombol like inilah kita memberikan apresiasi akan foto tersebut dalam media
sosial Instagram. Semakin banyak like yang didapatkan dalam satu foto berarti
semakin banyak yang mengapresiasi foto tersebut.
Fitur penting dalam media sosial Instagram yang terakhir adalah Comment. Fitur ini
memberikan kebebasan bagi tiap pengguna untuk memberikan pendapatnya pada
suatu hasil foto dan pendapat tersebut dapat dilihat oleh semua orang. Namun dari
fitur comment ini tidak selalu hal-hal positif saja yang biasa diberikan oleh pengguna
lain, pendapat-pendapat yang mnegatif pun akan sering ditemukan dalam sebuah foto
yang diunggah oleh seseorang.
Berkaitan dengan image yang memediasi sebuah relasi sosial, penggunaan istilah baru
dalam penggunaan media sosial Instagram merupakan sebuah bentuk dari image itu
sendiri yang akhirnya menjadi panutan pengguna media sosial Instagram dalam
mengunggah foto dalam akun pribadinya masing-masing.
Dewasa ini, penggunaan terminologi ‘Insta-Worthy’ banyak digunakan oleh para
pengguna media sosial Instagram. Banyak pertanyaan yang muncul ketika seseorang
telah mengambil sebuah foto dan ingin mengupload foto tersebut ke media sosial
Instagram apakah foto tersebut sudah ‘Insta-worthy’ atau belum. Awalnya hal ini
disebabkan karena adanya keinginan para pengguna media sosial Instagram untuk
mengupload hasil foto terbaiknya yang pantas untuk diupload di media sosial
Instagram. Namun ‘Insta-worthy’ yang awalnya hanya sebuah istilah bagi sebuah foto
kini sudah menjadi sebuah indikator yang ‘sah’.
Penggunaan terminology ‘Insta-worthy’ sebagai indikator dalam penilaian sebuah
foto terbukti dari banyaknya artikel yang muncul di internet maupun dimajalah yang
memberikan tutorial mengenai cara menghasilkan foto yang ‘Insta-worthy’. Dengan
munculnya istilah ini, tanpa disadari perlahan perilaku para pengguna media sosial
Instagram mulai berubah pada saat mereka hendak mengambil foto, terlintas
dikepalanya mengenai cara mengambil sebuah foto agar foto tersebut menjadi sesuai
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
7
dengan standard ‘Insta-worthy’ yang sering mereka temukan di internet, majalah,
maupun media sosial Instagram itu sendiri.
Adanya pengaruh suatu image terhadap human behavior ini dapat dikaitkan dengan
teori Debord dari bukunya yang berjudul Society of the Spectacle yang menyinggung
mengenai ‘social dream’ dan bagaimana dampak tersebut kepada masyarakat yang
akhir menciptakan ‘fear of being undesirable’
Foto-foto yang masuk kedalam kategori ‘Insta-worthy’ ini diantaranya adalah
tempat-tempat yang pernah dikunjungi oleh para pemilik akun media sosial
instagram yang merupakan salah satu konten foto yang paling sering ditemukan
dalam media sosial Instagram. Tempat-tempat tersebut akan dijadikan studi kasus
dalam proses penulisan skripsi ini dan akan dikaitkan dengan pemahaman mengenai
photogenic space dan peranan arsitek dalam ‘pembuatan’ sebuah space. Yang mana
dalam penulisan skripsi ini pemahaman mengenai photogenic space sendiri berasal
dari beberapa sumber yaitu sebuah space as a physical property of dimension yang
dimanipulasi oleh arsitek yang terlihat menarik dalam sebuah foto.
Studi Kasus dan Analisis
Untuk memahami photogenic space lebih lanjut maka yang dilakukan dalam
penulisan skripsi ini adalah memilih tempat yang terletak di Jakarta. Kemudian
supaya tempat-tempat tersebut lebih mudah jangkau, maka tempat-tempat yang dipilih
ini termasuk dari kategori area komersil. Namun kategori area komersil ini masih
terlalu umum untuk akhirnya dapat dipilih beberapa spesifik tempat yang akan
dibahas lebih lajut, oleh karena itu sesuai dengan cepatnya perkembangan bidang
Food and Beverages di Jakarta, maka tempat yang akan dipilih untuk dibahas lebih
lanjut akan merupakan sebuah restoran atau kafe.
Metode pemilihan restoran atau kafe ini berangkat dari media sosial Instagram ini
sendiri. Sampai akhirnya penulis memilih 9 tempat yang akan dibahas, penulis
melakukan dua cara. Cara yang pertama adalah dengan cara membuka akun dari para
‘artis’ Instagram atau para Food and Lifestyle blogger yang selalu mengupdate feed
Instagramnya. Dari foto-foto yang diupload, muncul nama-nama restoran yang pernah
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
8
mereka kunjungi dan berhubung mengupdate tempat-tempat baru yang akan naik
daun merupakan salah satu pekerjaan Food and Lifestyle blogger maka memilih
restoran atau kafe dari akun instagramnya merupakan salah satu hal yang sangat
lazim.
Cara yang kedua adalah dengan memasukan nama-nama restoran, yang sedang naik
daun dan sering terdengar namanya terutama di majalah dan blog yang berbasis
lifestyle, kedalam fitur mesin pencari dalam Instagram. Dari situ akan muncul foto-
foto dari akun yang pernah mengambil foto disitu dan menandainya. Kemudian dapat
dilihat semua fotonya dan dapat diperkirakan jumlahnya. Metode tersebut dijadikan
cara untuk membandingkan restoran atau kafe mana kan yang dapat dijadikan kasus
dalam penulisan skripsi ini.
Berdasarkan foto dari 9 tempat yang telah dideskripsikan satu persatu, terdapat
benang merah yang membuat suatu space menjadi photogenic. Poin pertama adalah
keberadaan elemen arsitektural yang unik pada ruangan tersebut. Yang dimaksud dari
elemen arsitektural itu sendiri merupakan bagian-bagian dari ruangan yang
‘dirancang’ oleh arsitek dengan maksud dan tujuan tertentu berdasarkan kebutuhan
ruangan itu sendiri dan kebutuhan para pengguna ruangan. Dari 9 tempat tersebut,
elemen arsitektural yang banyak ditemukan yang dianggap unik sebagian besar terdiri
dari tangga, diikuti dengan bukaan seperti jendela, pintu, dan skylight. Beberapa
elemen arsitektural tersebut berperan menjadi semacam point of interest yang
akhirnya dapat membuat suatu space menjadi photogenic ketika difoto karena mereka
memiliki desain yang unik. Pengkategorian unik ini didasarkan oleh keseharian para
pengguna, yang mana suatu elemen arsitektural menjadi unik karena jarang
ditemukan di tempat yang dikunjungi sehari-hari. Keberadaan elemen arsitektural
yang unik ini juga didukung dengan pengambilan angle foto sehingga hasil foto akan
lebih menarik.
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
9
Tidak kalah dengan keberadaan elemen aristektural, pengaplikasian dekorasi pada
ruang tertentu juga mampu membuat suatu space menarik untuk difoto. Dekorasi
yang banyak ditemukan pada foto di 9 tempat tersebut adalah lampu, baik dalam
bentuk pendant lamp, standing lamp, maupun wall lamp. Selain itu bentuk dekorasi
lainnya seperti lukisan dan vas dengan tanaman hias juga mampu menjadi hal yang
‘mengundang’ untuk difoto. Walapun tidak bersifat masif, keberadaan dekorasi ini
dapat membuat komposisi suatu foto secara visual lebih enak untuk dilihat.
Bentuk Tangga yang Unik Olahan Pribadi berdasarkan www.anakjajan.files.wordpress.com
Chandelier Sebagai Dekorasi Olahan pribadi berdasarkan www.anakjajan.files.wordpress.com
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
10
Display atau pajangan menjadi kategori yang berbeda dengan dekorasi karena display
ini memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda dalam kasus ini yaitu sebagai storage
atau tempat penyimpanan. Keberadaan display ini memang tidak selalu menarik,
namun dalam beberapa kasus dari foto yang diambil dari 9 tempat tersebut justru
menjadi hal yang unik dan menjadi ciri khas dari tempat tersebut yang akhirnya
membuat suatu foto menjadi sangat appealing. Salah satu contoh kasus yang paling
terlihat adalah di Lewis and Carrol. Restoran spesialis teh tersebut jelas memiliki
banyak stok peralatan untuk minum teh, sebagian dari stok tersebut tidak disimpan di
area penyimpanan melainkan sengaja ditampilkan untuk dilihat para pengunjung.
Penataan peralatan minum teh tersbut mampu memaksimalkan desain dari peralatan
tersebut yang berpengaruh terhadap kualitas foto dari ruangan. Dalam kasus Lewis
and Carrol, area display terhitung luas sehingga sangat menentukan ‘penampilan’ dari
ruang tersebut sehingga ketika difoto, display tersebut akan terlihat menarik sebagai
center of attention maupun sebagai latar karena tidak mencolok.
Storage yang digunakan sebagai Display Olahan Pribadi berdasarkan www.manual.co.id
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
11
Karena pembahasan kasus 9 tempat ini dalam konteks foto, maka indera pengilahatan
lah yang paling berperan dalam menilai ruangan tersebut. Secara visual, dalam sebuah
foto maupun gambar, warna merupakan salah satu poin yang paling menentukan,
sehingga pemilihan skema warna dapat menentukan apakah foto dari sebuah space
dapat dikatakan photogenic atau tidak. Skema warna juga dapat menentukan karakter
sebuah ruang baik secara langsung ataukan berdasarkan foto. Dalam 9 kasus yang
telah dibahas pada bab sebelumnya, pemilihan skema warna nya berbeda-beda,
namun ruangan tersebut dapat menjadi menarik ketika dilihat dari foto dikarenakan
pemilihan skema warna karena adanya keselarasan dalam bentuk dan fungsinya.
Pemilihan warna biru pada Sophie’s Authentic Bakery menjadi salah satu hal yang
secara sengaja ingin ditangkap oleh kamera. Selain perpaduan warna biru tersebut
yang cocok dengan furniture dan penggunaan material sekitarnya, warna biru ini
menjadi sebuah statement yang menjadi ciri khas tempat tersebut dan salah satu
tempat yang mampu menampilkan warna tersebut dalam foto suatu space.
Mirip perihalnya dengan pemilihan warna, pemilihan material juga memberikan
statement yang kuat pada sebuah ruangan baik secara langsung maupun dari via foto.
Namun yang biasanya menjadi hal yang menarik dalam sebuah foto adalah komposisi
perpaduan antar material. Dalam 9 kasus tersebut, semakin beda karakter pada tiap
Color Blocking pada Sophie’s Authentic Olahan Pribadi Berdasarkan www.manual.co.id
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
12
material yang dipadukan, akan semakin menarik foto yang dihasilkan, oleh karena itu
beberapa spot foto yang memiliki perpaduan material yang pas menjadi sangat unggul
dibanding dengan tempat-tempat yang menggunakan material yang lebih monoton.
Bahasan terakhir mengenai hal apa saja yang menjadi benang merah dalam
menentukan apakah sebuah space itu photogenic berdasarkan 9 kasus sebelumnya
adalah pencahayaan alami. Delapan dari 9 contoh kasus yang dibahas sebelumnya
selaluu bergantung dengan adanya pencahayaan alami. Dalam sebuah foto, cahaya
alami mampu memaksimalkan karakter dan mempercantik sebuah space. Dari segi
arsitektural, pencahayaan alami merupakan salah satu pertimbangan utama dalam
merancang sebuah ruang berkaitan dengan aktivitas pengguna dalam ruangan
tersebut. kegiatan mengambil foto terhitung sebagai salah satu aktivitas pengguna
ruang, walaupun bukan sebagai aktivitas utama. Namun seusia dengan perkembangan
zaman, dimana teknologi semakin canggih dan penyebaran informasi semakin cepat,
dalam kasus ini melalui foto, maka penataan bukaan sebagai sumber cahaya alami
menjadi semakin penting.
Indikator-indikator dari photogenic space tersebut secara tidak langsung tertanam
pada masyarakat terutama bagi para pengguna media sosial yang memang memiliki
tujuan utama yaitu menyebarkan hasil-hasil foto. Sebagai masyarakat yang mana
Skylight Sebagai Sumber Cahaya Alami Olahan Pribadi Berdasarkan www.manual.co.id
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
13
gambaran-gambaran dari internet maupun media sosial sudah terlekat dengan
kesehariannya maka baik sadar maupun tidak sadar sudah memiliki semacam panduan
untuk menilai apakah suatu ruangan akan terlihat menarik atau tidak untuk difoto.
Pencahayaan alami memberikan efek lebih terang dan natural pada sebuah ruang yang
direpresentasikan oleh foto. Begitu juga indikator-indikator lain yang memberikan
efek tertentu pada ruangan yang direpresentasikan oleh foto sesuai dengan
pembahasan sebelumnya.
Indikator-indikator ini merupakan suatu hal yang menjadi penentu sebuah foto yang
akhirnya menjadi mediator dalam sebuah relasi sosial atau spectacle. Cara kerja
mediator ini sendiri adalah dengan menjadi konsumsi sehari-hari dari para masyarakat
pengguna Instagram.
Gambar di bawah merupakan diagram alur berpikir dan hubungan antara kajian
literatur dengan studi kasus. Indikator dari photogenic space tersebut memiliki peran
terhadap citra diri setelah dikaitkan dengan teori Debord dan didukung oleh teori
Beoudieu dan Darbel yang memiliki basis mengenai ilmu sosial ini.
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
14
Berdasarkan teori Debord, photogenic space inilah yang akhirnya menjadi sebuah
‘gambaran’ yang memediasi sebuah relasi sosial yang terdapat di media sosial yang
mana dalam kasus ini adalah Instagram. Dengan cara pandang dan pola pikir yang
sama mengenai seperti apa photogenic space itu, maka photogenic space dapat
dikatan sebagai mediator dalam sebuah spectacle.
Perananan mediator ini sendiri dalam sebuah spectacle adalah sebagai sebuah mediasi
atau perantara yang menyamakan pola pikir dan cara pandang. Oleh sebab itu dengan
adanya indikator-indikator tersebut yang berperan sebagai mediator maka hal tersebut
akan mementukan cara pandang masyarakat akan sebuah penilaian.
Keberadaan photogenic space sebagai mediator ini memunculkan apa yang dibahas
oleh Debord dalam teorinya yaitu ‘social dream’. Foto-foto ini lah yang dihebatkan
dan diinginkan oleh para masyarakat yaitu dalam kasus ini adalah para pengguna
media sosial Instagram. Dengan adanya social dream ini secara tidak langsung
membangunkan kesadaran para masyarakat akan the fear of being undesirable.
Rasa ketakutan tersebut secara tidak sadar mempengaruhi perilaku masyarakat untuk
bagaimana aksi yang seharusnya mereka lakukan di dalam relasi sosial ini.
Berdasarkan hasil kuesioner yang diisi oleh 86 orang dengan jarak umur 19-25 tahun
yang mana 96% merupakan pengguna media sosial Instagram, 70% diantara mengaku
pernah mengambil foto baik di salah satu maupun lebih dari 9 tempat yang telah
dibahas di bab sebelumnya. 45% dari para responden pernah mengupload foto yang
diambil dari tempat-tempat tersebut dengan alasan yang paling banyak ditemui adalah
karena spot foto tersebut bagus dan unik.
Berdasarkan tulisan Boudieu yang berjudul ‘The Love of Art’, kegiatan meng-upload
foto tersebut merupakan bagian dari sebuah usaha untuk mengolah diri supaya
‘terlihat’ desirable. Dalam kasus ini, yang dianggap diserable adalah orang-orang
yang memiliki good taste dalam pemilihan dan pengambilan foto yang bagus
sehingga menghasilkan photogenic space.
Usaha para individu dalam masyarakat untuk menampilkan yang terbaik dalam
sebuah relasi sosial merupakan salah satu kegiatan dan pembentukan citra diri.
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
15
Kesimpulan
Sesuai dengan kajian literatur, studi kasus, dan analisis yang dilakukan dalam
penulisan skripsi ini, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai photogenic
space. Yang didapatkan dari penulisan skripsi ini mengenai photogenic space adalah
indikator penentu photogenic space itu sendiri dan juga pernanannya dalam sebuah
spectacle yang mana fenomena yang diangkat adalah media sosial Instagram.
Pemilihan fenomena penggunaan media sosial Instagram ini disesuaikan dengan
keseharian dan lifestyle zaman sekarang yang sudah dipengaruhi oleh teknologi.
Munculnya Instagram yang merupakan media sosial yang berbasis foto akhirnya
memunculkan pola pikir dan cara pandang yang baru terhadap sebuah space yang
dilihat dari foto. Oleh Karena itu muncul lah istilah photogenic space yang
maksudnya adalah sebuah ruang yang terlihat menarik jika dilihat dari sebuah foto,
dalam masyarakat pengguna Instagram.
Mengangkat teori Debord mengenai Spectacle of the Society dan juga diperkuat oleh
tulisan Bourdieu yang berjudul ‘The Love of Art’ dalam kasus ini memiliki maksud
menjabarkan bagaimana peranan indikator pada photogenic space ini terhadap citra
diri yang dibangun melalui media sosial Instagram.
Indikator dari photogenic space memberikan dampak pada sebuah foto yang mana
menjadi salah satu cara untuk membangun citra diri. Kaitannya dengan membangun
citra diri ini sendiri karena foto yang kita upload dalam akun media sosial Instagram
merepresentasikan diri kita dan foto yang kita hasilkan merepresentasikan selera dan
cara pandang kita terhadap suatu space. Oleh karena itu dengan mengupload
photogenic space dalam akun media sosial dapat memberikan dampak dalam cara
orang menilai kita dan citra diri kita sendiri untuk menjadi lebih desirable.
Photogenic Space dapat mempengaruhi citra diri seseorang dalam media sosial dalam
bentuk sebuah ‘image’ yang berperan sebagai mediator dalam suatu society. Pada
kasus ini, konsep society dijelaskan dalam teori Debord adalah para pengguna
Instagram. Orang-orang berusaha untuk menampilkan image tersebut dalam akun
pribadi Instagram mereka agar mereka dapat diterima oleh masyarajat dan menjadi
lebih desirable
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Universitas Indonesia
16
Kritik dan Saran Skripsi ini belum mencakup bahasan mengenai teori persepsi visual yang terkait
dengan indera pengelihatan dan psikologi manusia. Selain itu, analisis pernanan dan
cara kerja ruling system sebagaimana dijelaskan dalam teori Debors juga belum
dibahas pada fenomena penggunaan Instagram yang lebih mendalam.
Daftar Referensi
Buku:
Debord, Guy. "Seperation Prefected." Society of the Spectacle. Detroit: Black and Red, 1977. N. pag. Print.
Debord, Guy. "The Commodity as Spectacle." Society of the Spectacle. Detroit: Black and Red, 1977. N. pag. Print.
Debord, Guy. "Unity and Division Within Appearances." Society of the Spectacle. Detroit: Black and Red, 1977. N. pag. Print.
Forty, Adrian. "Space." Words and Buildings: A Vocabulary of Modern Architecture. New York: Thames & Hudson, 2000. N. pag. Print.
Bourdieu, Pierre, Alain Darbel, and Dominique Schnapper. The Love of Art: European Art Museums and Their Public. Stanford, CA: Stanford UP, 1991. Print.
Pollio, Vitruvius, and M. H. Morgan. "Book I." Vitruvius: The Ten Books on Architecture. New York: Dover Publications, 1960. N. pag. Print.
Website:
Edwin, Yoseph. "Instagram Beberkan Fakta-fakta Pengguna Di Indonesia." Https://beritagar.id/. N.p., 14 Jan. 2016. Web. 26 May 2016.
Wijaya, Ketut Krisna. "Indonesia Ternyata Pengguna Instagram Terbanyak Ketiga Di Dunia." Techinasia. N.p., 15 Jan. 2016. Web. 26 May 2016.
Peranan photogenic ..., Luthfina Fadliya Surjaatmadja, FT UI, 2016
Top Related