NILAI HOLISTIK KONSEP PEMBANGUNAN EKONOMI ISLAM
U. Sulia Sukmawati*
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
The system of capitalism and socialism applied without incorporating religious factors
still shows inequality in development. In the history of the Indonesian nation, both systems
have been applied in the economic system, but created various imbalances that are
inconsistent with the goals of the state and the values of Pancasila. Apparently, Islam which
has the concept of economic development has also a close relationship with the values of
Pancasila as the noble value of Indonesian culture. This relationship shows that the concept
of Islam is a holistic development concept and appropriate to be applied in Indonesia.
Keywords: concept of development, Islamic economy, Holistic.
ABSTRAK
Sistem kapitalisme dan sosialisme yang diterapkan tanpa memasukkan faktor-faktor
agama masih menunjukkan ketimpangan dalam pembangunan. Dalam sejarah bangsa
Indonesia, kedua sistem tersebut pernah dianut dalam sistem perekonomian, namun
menimbulkan berbagai ketimpangan yang tidak sesuai dengan tujuan negara dan nilai-nilai
Pancasila. Ternyata, Islam yang juga memiliki konsep pembangunan ekonomi memiliki
keterkaitan yang erat dengan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai luhur budaya bangsa
Indonesia. Keterkaitan ini menunjukkan bahwa konsep Islam merupakan konsep
pembangunan yang holistik dan sesuai untuk diterapkan di Indonesia.
Kata Kunci: konsep pembangunan, ekonomi Islam, Holistik.
* Penulis adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin
Sambas
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 76 -
PENDAHULUAN
Permasalahan pembangunan
ekonomi sejak lama telah menarik
perhatian para ahli sehingga mendorong
lahirnya berbagai konsep pembangunan
ekonomi. Pada tahun 1776, Adam Smith
(1723-1790) mencetuskan sebuah konsep
yang dikenal dengan pembangunan
ekonomi kapitalis. Konsep ini menekankan
bahwa peran pemerintah harus dibatasi.
Perekonomian harus sepenuhnya
diserahkan kepada masyarakat supaya
lebih efektif dan efisien. Smith
menganggap bahwa penggunaan tenaga
kerja penuh (full employment) akan selalu
dicapai dan perekonomian akan selalu
mengalami pertumbuhan tanpa campur
tangan pemerintah (Murtadho, 2014: 2).
Sistem kapitalisme ini sangat berpengaruh
di Eropa dan Amerika Serikat hampir satu
abad, bertahan kurang lebih kwartal
terakhir abad ke-18 dan pertengahan
pertama abad ke-19. Akan tetapi, Amerika
Serikat sering mengalami goncangan
ekonomi seperti krisis finansial tahun
1819-1824, runtuhnya Bursa Efek Vienna
yang mengakibatkan depresi ekonomi
tahun 1873-1896, depresi besar-besaran
tahun 1929-1939, dan lain-lain (Agustiati,
2009: 161).
Selain kapitalisme, dikenal pula
konsep ekonomi sosialisme yang
dicetuskan oleh Kalr Max (1818-1883).
Aliran ini memandang bahwa peran negara
begitu dominan dan peran masyarakat
dibatasi. Hak milik pribadi dihapuskan dan
dialihkan menjadi milik pemerintah
sehingga menimbulkan atmosfer
perekonomian yang tidak efisien.
Konsekuensinya muncullah sistem
perekonomian yang berbiaya tinggi (Beik
& Asyrianti, 2017: 17). Selain itu,
terjadinya pertikaian yang terus-menerus
antara kaum buruh dan kaum borjuis
(pemilik modal) (Raharjo, 2009: 111).
Sumber kekayaan sangat langka, tidak
terciptanya pasar sehingga tidak
terganggunya permintaan dan penawaran
karena negara berhak menyediakan
kebutuhan rakyatnya secara merata. Sistem
ini dianut selama 70 tahun di Uni Soviet
dan mengalami pembubaran sehingga
hanya Korea Utara yang menganut sistem
sosialisme murni. American Uncensored
News Network melaporkan bahwa Korea
Utara merupakan negara dengan
ketimpangan kesejahteraan paling tinggi di
dunia. Bahkan baru-baru ini, tentara Korea
Utara diperintahkan untuk menjarah rumah
penduduk untuk mengambil bahan
makanan (Prastiwi, diakses 6 Maret 2018,
http://global.liputan6.com).
Dalam sejarah bangsa Indonesia,
kedua sistem tersebut pernah dianut dalam
sistem perekonomian, namun
menimbulkan berbagai ketimpangan.
Sistem ekonomi sosialisme yang
berlangsung sekitar tahun 1959-1966,
telah mematikan segala upaya kreasi
masyarakat. Akibat sistem ini, di Indonesia
terjadi hiperinflasi 650% pada tahun 1966
(Mubyarto, 2000: 20) dan harga-harga
meningkat antara 30-50% per bulan
(Hakim, 2012: 166). Selain itu, terjadi pula
pertentangan antara pemerintah dan tuan
tanah yang mengakibatkan kegagalan
redistribusi tanah ke penduduk miskin.
Sedangkan sistem kapitalisme yang
diterapkan tahun dari 1870 hingga 1945,
telah mengakibatkan rakyat Indonesia
menjadi kuli dan hidup miskin. Pada tahun
1966-1998, terjadi pula ketimpangan
ekonomi dan kesenjangan sosial walaupun
pertumbuhan ekonomi tinggi daripada
tahun sebelum 1966 (Mubyarto, 2000: 23).
Ini jelas bertentangan dengan tujuan
negara dan nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila sebagai nilai
luhur budaya bangsa Indonesia perlu
dikembangkan dalam seluruh aspek
kehidupan termasuk di dalam
pembangunan ekonomi. Di sisi lain, Islam
juga memiliki konsep ekonomi
pembangunan yang merupakan buah dari
ajaran al-Quran dan as-Sunnah. Untuk itu,
mencari keterkaitan antara konsep
pembangunan ekonomi Islam dan nilai-
nilai Pancasila menjadi kajian yang
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 77 -
menarik dan perlu dibumikan agar konsep
dan ide Islam mampu menjadi ruh
kehidupan berbangsa dan bernegara, tanpa
harus menunjukkan bahwa konsep Islam
adalah konsep yang paling benar.
Berkaitan dengan nilai strategis
pembangunan ekonomi Islam ini, penulis
merasa tertarik menyajikan tema ini yang
dimulai dengan pemaparan masalah
pembangunan ekonomi dengan fokus
bahasan mengenai permasalahan
pengangguran dan kemiskinan.
Selanjutnya, sebagai respon atas masalah
pembangunan ekonomi ini, dihadirkanlah
konsep pembangunan ekonomi perspektif
Islam. Konsep tersebut diharapkan mampu
menyuguhkan ide dalam menekan
permasalahan pembangunan ekonomi.
Kemudian, dikomparasikan pula
pembangunan ekonomi di tiga negara
dengan sistem ekonomi yang berbeda.
Akhirnya, konsep pembangunan ekonomi
Islam tersebut akan didialogkan dengan
nilai-nilai Pancasila untuk menunjukkan
bahwa konsep Islam ini merupakan konsep
yang bernilai holistik. Kajian singkat ini
diharapkan mempertegas bahwa konsep
pembangunan ekonomi Islam sangat
relevan mengatasi permasalahan
pembangunan ekonomi di Indonesia.
Masalah Pembangunan Ekonomi
Pada tahun 1970-an, pembangunan
ekonomi sudah berfokus pada
pengurangan tingkat kemiskinan (poverty),
dan pengangguran (unemplyment).
Keduanya merupakan ukuran dalam
menilai pembangunan ekonomi suatu
negara. Jika tingkat kemiskinan dan
pengangguran menurun maka tidak
diragukan lagi pembangunan ekonomi
mengalami keberhasilan. Begitu juga
dalam pembangunan ekonomi Islam,
kedua tantangan ini sangat urgen untuk
diatasi.
1. Kemiskinan (Poverty)
Di dalam bahasa Arab, kata miskin
terambil dari kata sakana (سكن) yang
berarti diam atau tenang, sedangkan kata
masakin (مساكين) ialah bentuk jama‟
dari miskin (مسكين) (Gazalba, 1985: 134).
Menurut al-Fairuz Abadi dalam Al-
Qamus, miskin adalah orang yang tidak
punya apa-apa atau orang-orang yang
sangat butuh pertolongan (Ash-
Shiddieqie, 2006: 166). Dalam arti luas,
kemiskinan bukan saja berkaitan dengan
ketidakmilikan harta, tetapi berhubungan
pula dengan miskin pengetahuan, miskin
kekuasaan, dan miskin kasih sayang.
Menurut Yusuf Qardhawi,
kemiskinan adalah kondisi kekurangan
yang berkaitan dengan harta (Wargadinata,
2011: 50). Adapun menurut UNDP,
kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk
memperluas pilihan-pilihan hidup, dengan
memasukkan penilaian tidak adanya
partisipasi dalam pengambilan kebijakan
publik sebagai salah satu indikator
kemiskinan (Parwata dkk, 2016: 5).
Sedangkan BPS (Badan Pusat Statistik)
mengartikan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi standar
minimum kebutuhan dasar yang meliputi
kebutuhan makanan maupun non-makanan
(BPS, diakses 12 Januari 2018.
https://www.bps.go.id). Pengertian dari
BPS ini bertujuan untuk mengetahui
jumlah penduduk dan rumah tangga
miskin yang biasanya digunakan untuk
perencanaan yang lebih makro, termasuk
penghitungan dana perimbangan pusat-
daerah.
Menurut Ginanjar Kartasamita,
kemiskinan dibedakan menjadi kemiskinan
absolut (obsolute poverty) dan kemiskinan
relatif (relative poverty). Dikatakan
kemiskinan absolut apabila tingkat
pendapatan berada di bawah garis
kemiskinan, atau pendapatannya tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum. Kebutuhan hidup minimum
tersebut dapat diukur dengan kurang
pangan, kurang sandang, kurang
perumahan, dan kurang kebutuhan lainnya
seperti kesehatan dan pendidikan.
Sedangkan kemiskinan relatif merupakan
keadaan perbandingan antara kelompok
masyarakat dengan tingkat pendapatan
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 78 -
sudah di atas garis kemiskinan sehingga
sebenarnya sudah tidak termasuk miskin,
tetapi masih lebih miskin dibandingkan
dengan kelompok masyarakat lain. Dengan
ukuran pendapatan, keadaan ini dikenal
dengan ketimpangan dalam distribusi
pendapatan antargolongan penduduk,
antarsektor kegiatan ekonomi maupun
ketimpangan antardaerah, dan lebih
parahnya lagi antarnegara dunia (Muhdar
HM, 2015: 48).
Berdasarkan penyebabnya,
kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu kemiskinan natural (alamiah),
kemiskinan struktural, dan kemiskinan
kultural. Kemiskinan natural adalah
keadaan miskin dikarenakan tidak
memiliki sumber daya yang memadai, baik
sumber daya alam, sumber daya manusia
maupun sumber daya lainnya sehingga
mereka tidak dapat ikut serta dalam
pembangunan, melainkan hanya
mendapatkan imbalan pendapatan yang
rendah. Selanjutnya, kemiskinan struktural
adalah kemiskinan yang disebabkan oleh
hasil pembangunan yang belum seimbang
seperti kemiskinan absolut dan kemiskinan
relatif. Sedangkan kemiskinan kultural
adalah kemiskinan yang disebabkan oleh
gaya hidup, kebiasaan hidup, dan budaya,
dimana mereka sudah merasa kecukupan
dan tidak merasa kekurangan (Muhdar
HM, 2015: 48).
Memahami kemiskinan perlu
dilakukan dengan menggunakan tolok
ukur. Tolok ukur yang biasa digunakan
adalah tingkat pendapatan per waktu kerja.
Misalnya Amerika Serikat menggunakan
setahun sebagai waktu kerja. Sedangkan
Indonesia menggunakan sebulan sebagai
waktu kerja (Wargadinata, 2011: 16).
Dengan adanya tolok ukur tingkat
kemiskinan, akan menjadi mudah
diketahui siapa saja yang miskin supaya
dapat dijadikan sasaran yang diperangi
kemiskinannya.
Di Indonesia pengukuran kemiskinan
menggunakan kriteria dari BPS karena
pengukurannya lebih akurat, fleksibel, dan
memiliki kaidah-kaidah statistik yang
harus dijalankan dalam survei dan
pengolahan data. BPS menentukan kriteria
kemiskinan menggunakan pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach).
Pendekatan tersebut mengikuti konsep
kemiskinan absolut yang didasarkan pada
ketidakmampuan individu untuk
memenuhi kebutuhan dasar minimal hidup
layak. Konsep ini dikembangkan di
Indonesia dan dinyatakan sebagai
“inability of the individual to meet basic
needs” dan sejalan dengan konsep Sen
yang menyatakan bahwa kemiskinan
adalah “the failure to have certain
minimum capabilities” (Ningrum, 2017:
88). Dengan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari
sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Jadi,
penduduk miskin adalah penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah garis kemiskinan
(https://www.bps.go.id.diakses 12 Januari
2018).
2. Pengangguran (Unemployment)
Dalam memenuhi kebutuhan
manusia, Islam sangat menganjurkan
umatnya untuk bekerja sebagaimana
firman Allah surat at-Taubah ayat 105:
dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka
Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) yang mengetahui akan yang ghaib
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan.
Ayat di atas mencerminkan bahwa
manusia dituntut untuk bekerja dalam
upaya memenuhi segala kebutuhan
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 79 -
hidupnya dengan cara yang baik.
Bermalas-malasan atau menganggur akan
mendatangkan efek negatif bagi pelaku
dan juga akan berdampak pada
perekonomian karena pengangguran dapat
mengakibatkan ketidakoptimalan dalam
memanfaatkan potensi yang merupakan
faktor produksi. Dalam hal ini,
menganggur akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi dan
menggantungkan hidupnya pada orang-
orang yang produktif sehingga menjadikan
angka ketergantungan meningkat dan
merosotnya pendapatan per kapita.
Pengangguran menurut ekonomi
konvensional dibatasi hanya pada pencari
kerja yang tidak mendapatkan pekerjaan.
Berbeda menurut Islam. Islam memandang
istilah kerja yakni menyangkut berbagai
aktifitas kegiatan manusia baik yang
bersifat badaniah maupun rohaniah untuk
mewujudkan atau menambah suatu
manfaat yang dibolehkan secara syar‟i.
Ketika seseorang tidak mau
mempergunakan potensinya maka itulah
pengangguran yang sangat berbahaya baik
dirinya maupun masyarakatnya karena
orang yang demikian merupakan
penganggur yang memikul dosa. Akan
tetapi, jika sesorang yang terus
mengfungsikan potensinya baik modal,
tenaga maupun pikirannya maka orang
tersebut tidak termasuk kategori
menganggur walaupun dirinya belum
bekerja yang menghasilkan upah
(Murtadho, 2008: 180-181).
Umumnya pengangguran terjadi
karena lapangan pekerjaan yang tidak
mampu menyerap pencari kerja yang
selalu bertambah. Selain itu, pengangguran
juga menjadi tolok ukur baik buruknya
perekonomian suatu negara. Menurut
Sukirno, pengangguran adalah seseorang
yang tergolong dalam angkatan kerja yang
secara aktif sedang mencari pekerjaan
pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi
tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
diinginkan. Sejalan dengan pendapat di
atas, Murni mengatakan bahwa
pengangguran adalah orang-orang yang
usianya berada dalam usia angkatan kerja
dan sedang mencari pekerjaan (Parwata
dkk, 2016: 4). Menurut BPS,
pengangguran yaitu orang yang mencari
pekerjaan, menyiapkan usaha, tidak
mencari pekerjaan karena tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan, dan yang
mempunyai pekerjaan tapi belum memulai
bekerja (https://www.bps.go.id. diakses 19
Maret 2018).
Berdasarkan ketenagakerjaan dan
struktur pasar, pengangguran dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis
diantaranya (Murtadho, 2008: 27-30):
a. Pengangguran friksional (frictional
unemployment)
Pengangguran friksional terjadi
ketika seseorang meninggalkan
pekerjaannya karena suatu alasan seperti
jarak lapangan pekerjaan, gaji yang tidak
sesuai, atau karena tidak sesuai dengan
keinginan. Sebagian besar pengangguran
friksional termasuk pengangguran jangka
pendek. Pengangguran friksional terdapat
pada perekonomian yang mencapai tingkat
penggunaan tenaga kerja penuh (full
employment). Perekonomian dianggap
mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja
penuh apabila menganggur tidak melebihi
4%.
b. Pengangguran struktural (structural
unemployment)
Pengangguran struktural terjadi
karena tidak sinkronnya struktur angkatan
kerja berdasarkan keterampilan atau jenis
pekerjaan sehingga menimbulkan
ketidakcocokan antara penawaran dan
permintaan tenaga kerja. Hal ini
disebabkan oleh perubahan struktur pasar
barang yang pada awalnya barang laku
keras dan tiba-tiba tidak laku dijual,
sehingga berimbas pada permintaan tenaga
kerja barang tersebut. Selain itu, penyebab
pengangguran struktural di negara
berkembang antara lain ketidakmampuan
dalam menciptakan lapangan kerja untuk
seluruh angkatan kerja.
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 80 -
c. Pengangguran siklikal (cyclical
unemployment).
Pengangguran siklikal adalah
pengangguran akibat imbas naik turun
siklus ekonomi sehingga permintaan
tenaga kerja lebih rendah daripada
penawaran kerja. Pengangguran ini banyak
terjadi pada masa resesi. Hal ini
mengakibatkan produsen mengurangi
produksi. Pengurangan produksi berarti
juga mengurangi input yang salah satunya
adalah tenaga kerja. Pengangguran siklikal
ini disebut juga pengangguran
makroekonomi karena efek pengangguran
ini tidak hanya menimpa beberapa industri
saja tetapi berdampak pada keseluruhan
ekonomi secara makro.
Berdasarkan ciri-ciri pengangguran
yang berlaku, maka pengangguran dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Sukirno,
2006: 330):
a. Pengangguran terbuka (open
unemployment), adalah akibat dari
lowongan pekerjaan yang lebih kecil
dibandingkan dengan pertambahan
tenaga keja. Pengangguran ini juga
dapat diakibatkan oleh kegiatan
ekonomi yang menurun atau sebagai
akibat dari kemunduran perkembangan
suatu industri.
b. Setengah pengangguran (under
unemployment), adalah para tenaga
kerja yang bekerja satu hingga dua hari
dalam seminggu atau satu atau empat
jam dalam sehari.
c. Pengangguran tersembunyi, yaitu
terjadi karena keadaan di mana suatu
jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh
tenaga kerja yang jumlahnya melebihi
dari yang diperlukan.
d. Pengangguran bermusim banyak
terjadi di sektor pertanian dan
perikanan, yaitu pengangguran di mana
keadaan pengangguran hanya pada
masa-masa tertentu dalam suatu
tahunan.
Mengukur jumlah pengangguran
merupakan tugas badan statistik negara
yang menghimpun dan mendata
pengangguran dan aspek-aspek pasar
tenaga kerja lain seperti jenis pekerjaan,
jam kerja rata-rata, dan durasi
pengangguran. Badan statistik negara
mengelompokkan orang dewasa ke dalam
beberapa kategori diantaranya sebagai
berikut (https://www.bps.go.id,
diakses 1
Januari 2018):
a. Bekerja yaitu kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh seseorang dengan
maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau
keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak
terputus) dalam seminggu yang lalu.
Kegiatan tersebut termasuk pola
kegiatan pekerja tak dibayar yang
membantu dalam suatu usaha/kegiatan
ekonomi.
b. Pengangguran, seseorang yang
berhenti bekerja sementara atau sedang
mencari pekerjaan.
c. Bukan angkatan kerja adalah penduduk
usia kerja (15 tahun dan lebih) yang
masih sekolah, mengurus rumah
tangga atau melaksanakan kegiatan
lainnya selain kegiatan pribadi.
Konsep Pembangunan Ekonomi
Perspektif Islam Pembangunan adalah proses
perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Sedangkan istilah
pembangunan ekonomi (economic
development) biasanya dikaitkan dengan
perkembangan ekonomi di negara-negara
berkembang. Sebagian ahli ekonomi
mengartikan istilah ini sebagai berikut,
”economic development is growth plus
change” (Pembangunan ekonomi adalah
pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh
perubahan-perubahan dalam struktur dan
corak kegiatan ekonomi). Dengan kata
lain, dalam mengartikan istilah
pembangunan ekonomi, ekonom bukan
saja tertarik kepada masalah
perkembangan pendapatan nasional riil,
tetapi juga kepada modernisasi kegiatan
ekonomi, misalnya kepada usaha
perombakan sektor pertanian yang
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 81 -
tradisional, mempercepat pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan pendapatan
(Almizan, 2016: 4).
Pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi merupakan istilah yang sama-
sama menjelaskan tentang perkembangan
perekonomian, akan tetapi memiliki
sedikit perbedaan. Pembangunan ekonomi
merupakan pertumbuhan ekonomi yang
diikuti dengan perubahan struktur dan
corak kegiatan ekonomi. Dalam hal ini
pembangunan ekonomi tidak hanya
berkaitan degan pendapatan nasional riil,
akan tetapi kepada modernisasi kegiatan
ekonomi, misalnya merobak sektor
pertanian tradisional ke yang lebih modern
dalam meningkatkan hasil pertanian.
Dalam hal ini berarti pembangunan
ekonomi ditunjukkan oleh
peningkatanperkapita yang terus menerus
sedangkan pertumbuhan ekonomi belum
tentu diikuti oleh keaikan pendapatan
perkapita (Sukirno, 2006: 423).
Menurut Beik ekonomi
pembangunan Islam merupakan konsep
yang mempelajari dan menganalisis proses
pembangunan dan faktor-faktor
pembangunan, kemudian mengidentifikasi
dan merekomendasi kebijakan
pembangunan berdasarkan al-Quan dan
Sunnah Rasulullah. Dorongan
dilaksanakannya pembangunan dalam
pemikiran Islam diisyaratkan di dalam al-
Quran surat Hu>d: 61:
Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara
mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya karena
itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian
bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Kalimat isti’mara berasal yang dari
kata “amara‟ bermakna permintaan atau
perintah Allah yang bersifat mutlak agar
manusia menciptakan kemakmuran di
muka bumi melalui usaha pembangunan.
Sebagaimana dijelaskan Al-Qurţubî dalam
kitab tafsirnya, bahwa ayat tersebut
mengandung arti “perintah‟ bersifat
mutlak dan hukumnya adalah wajib agar
manusia memakmurkan kehidupan dengan
melakukan pembangunan (Fitria, 2016:
30).
Ekonomi pembangunan Islam
merupakan konsep yang mempelajari dan
menganalisis proses pembangunan dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya serta
mengidentifikasi dan merekomendasikan
kebijakan pembangunan berdasarkan Al-
Qur‟an dan Sunnah Rasulullah (Beik &
Asyrianti, 2017: 13). Sedangkan menurut
Abdel-Rahman Yousri Ahmed
pembangunan adalah perubahan struktural
dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang
berlangsung secara bersamaan dengan
adopsi hukum Islam dan berpegang pada
nilai-nilai etika, sehingga memicu
produktifitas manusia kapasitas maksimal
dan sebaik mungkin pemanfaatan sumber
daya yang tersedia, dalam keseimbangan
antara target material dan spiritual
(Ahmed, www.irti.org).
Menurut Beik konsep dasar dalam
pembangunan ekonomi Islam yaitu
Tauhid, Tazkiah an-Nafs, Sumber daya
manusia, dan peran pemerintah (Beik &
Asyrianti, 2017: 13-16).
1. Konsep Tauhid
Konsep tauhid dibagi dalam tiga
kategori yaitu tauhid uluhiyah, Rububiyah
dan Asma’. Tauhid Uluhiyah yaitu
memercayai bahwa Allah itu tunggal dan
semuanya itu hanya miliki-Nya. Semua
aturan dan ketentuan-Nya dalam berbagai
bidang kehidupan. Dalam konteks
pembangunan manusia harus sadar bahwa
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 82 -
segala sumber daya alam yang tersedia
sepenuhya milik sang Pencipta dan bukan
untuk kepentingannya saja (Aidit Ghazali,
1990: 22), dan bermanfaat utuk manusia
lain. Desain pembangunan ekonomi
berdasarkan konsep tauhid ini misalnya
tidak melakukan riba dengan menerapkan
loss and profit sharing, tidak melakukan
gharar saat bertransaksi, tidak bersifat
excessive (maysir) untuk menghindari
kesenjangan antara sektor riil dan sektor
keuangan dan tidak adanya korupsi karena
dapat mencegah pelaksanaan
pembangunan ekonomi.
Tauhid Rububiyah yaitu mengesakan
Allah melalui segala hal yang telah
diciptakan. Allahlah yang mangatur alam
semesta. Dalam konsep perekonomian
bahwa manusia harus mampu
memanfaatkan apa yang ada dimuka bumi
dengan sebaik-baiknya, sehingga
membawa kemaslahatan. Dalam
memenuhi kebutuhannya dan mengelola
sumber daya alam ini maka manusia
melakukan kewajibannya untuk bekerja
(Fauzia & Riyadi, 2015: 9). Setiap
manusia dan negara (secara kolektif)
berusaha membangun diri dengan baik,
terencana dan tidak pesimis terhadap masa
depan ekonominya.
Dalam rangka penghayatan terhadap
tauhid uluhiyyah dan tauhid Rububiyah,
terbentuklah kepercayaan dalam segala hal
yang datang dari Allah dan Rasulullah
mengenai sifat-sifat Allah yang terangkum
dalam Tauhid Asma’. Tauhid Asma’ inilah
yang menyadarakan bahwa manusia hanya
menjalankan amanah Allah untuk
mengelola alam agar bisa sejahtera.
2. Konsep Tazkiyah an-nafs
Pencapaian pembangunan tidak
hanya dilihat dari aspek pem bangunan
secara materiil saja tapi juga secara moral
dan spiritual juga. Sebagaimana firman
Allah QS. As-Syams ayat 7-10:
Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya, sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu, dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya.
Kata “nafs” dalam ayat tersebut
berbentuk nakirah (tanpa alif lam takrif)
yang menunjukkan nama jenis jiwa secara
keseluruhan manusia (Nurul Huda dkk,
2015: 21).
Kerangka tazkiyah ada tiga prinsip
utama yaitu keadilan, keseimbangan, dan
ketundukan penuh terhadap aturan Allah.
Dalam Pembangunan ekonomi, hal ini
mendorong manusia untuk tidak
melakukan penimbunan atau menumpuk
kekayaan untuk pribadi saja, akan tetapi
mendorong untuk mendistribusikan
kelebihan hartanya kepada yang
membutuhkan baik itu dengan zakat, infaq,
shodaqoh, maupun wakaf. Semua itu
merupakan instrumen penting dalam
pembangunan ekonomi Islam untuk
membangkitkan perekonomian dan
mengurangi ketimpangan. Pembangunan
akan berjalan dengan baik jika dilakukan
dalam kerangka tazkiyyah.
3. Manusia merupakan fokus utama
Manusia merupakan agen perubahan
dan pembangunan. Oleh sebab itu,
orientasi yang benar ketika perubahan dan
pembangunan semakin tumbuh atas hasil
upaya dirinya adalah disebabkan
partisipasi dan bantuan orang lain bukan
atas jasanya sendiri. Fokus utama bagi
upaya pembangunan bahkan ruh
pembangunan itu sendiri adalah manusia
(Aidit Ghazali, 1990: 23). Sebagaimana
dalam surat Hûd: 61 bahwa tugas manusia
sebagai khalifah Hal ini dikarenakan
manusia sebagai khalifah di muka bumi
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 83 -
bertugas memakmurkannnya sesuai
dengan syariat Islam (Capra, 2008: 7),
sebagaimana isyarat di dalam Q.S. Hud:
61.
Menurut Abdillah memakmurkan
bumi (al-ardl) sama halnya manusia harus
memakmurkan/mengelola lingkungan
secara baik dan benar agar tidak rusak dan
bisa berkelanjutan (Abdillah, 2001: 46).
Pengeloalaan lingkungan yang lazim
diidentikkan dengan pembangunan.
Manusia merupakan hal yang utama
dikarenakan manusia sebagai subjek
sekaligus sebagai objek dalam
pembangunan ekonomi suatu negara. Oleh
karena itu, manusia harus mendapat
perhatian khusus demi kemajuan suatu
bangsa dengan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan menanamkan
sikap Tauhid dan tazkiyyah an-nafs dalam
dirinya.
Sumber daya manusia merupakan
aset pembangunan yang mampu
menggerakkan sektor riil dalam
perekonomian dan menciptakan
kemandirian negara. Sumber daya manusia
yang tidak berkualitas maka akan
menghasilkan produktivitas rendah,
kemudian pendapatan masyarakat akan
menjadi rendah. Pendapatan yang rendah
maka masyarakat tidak dapat menikamti
pendidikan yang lebih tinggi dan
kesehatan yang lebih baik, sehingga tidak
berdaya dalam membangun dirinya
sendiri. Hal inilah yang dikenal dengan
lingkaran kemiskinan.
Dalam meningkatkan kualitas
manusia haruslah dipenuhi kebutuhannya
diantaranya umur panjang dan hidup sehat
(a long and healthy life), Pengetahuan
(knowledge), dan standard hidup layak
(decent standard of living). Tiga dimensi
tersebut membentuk Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) (www.bps.go.id, diakses 3
Januari 2018) atau Human development
Index (HDI), yang merupakan salah satu
indikator dalam mengukur kemajuan
pembangunan ekonomi suatu wilayah
bahkan antar negara. Dalam Islam
ditambah harus memiliki moral yang
mengacu pada Tauhid dan Tazkiyyah an-
Nafs yang membangun manusia tersebut.
4. Peran negara (role of the state)
Islam mengajarkan bagaimana
pemerintah dan swasta bisa berbagi peran
secara adil dan proporsional, sehingga
perekonomian bisa berkembang dalam
kerangka yang kostruktif dan positif. Salah
satunya pemerintah malakukan
pemantauan aktivitas pasar untuk
menjamin persaingan secara adil, dan
cepat menangani setiap pelanggaran
didalam sistem, tanpa mengurangi atau
membatasi kreatif masyarakat.
Dalam pembangunan ekonomi peran
negara atau pemerintah ada tiga
diantaranya:
a. Peran Ideologi (Ideological role) peran
ini sangat terkait dengan mazhab atau
ideologi ekonomi yang dianut oleh
suatu negara yang memengaruhi pola
dan bentuk kebijakan yang diambil
oleh suatu negara. Ideologi ini akan
memengaruhi struktur regulasi, konsep
pemilikan aset, dan intervensi dalam
perekonomian. Pemerintahlah yang
menentukan apakah pembangunan
ekonomi berdieologi sosialis, kapitalis
atau Islam.
b. Peran pembangunan ( developmental
role) peran ini pemerintah
melaksanakan di segala bidang mulai
dari pembangunan SDM (sumber daya
manusia), pembangnuan infrastruktur,
dan lain-lain. Dengan kata lain
pemerintah disebut “Eksekutor
Pembangunan” yang mentransformasi
kondisi masyarakat ke arah yang lebih
baik dan produktif.
c. Peran kesejahteraan.dalam peran ini,
pemerintah berusaha semaksimal
mungkin untuk meminimalisir angka
kemiskinan, baik secara materiil,
kemiskinan spiritual, dan kemiskinan
absolut. Dalam peran ini setidaknya
terdapat tiga fungsi peran pemerintah
dalam pembangunan di antaranya
fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 84 -
fungsi stabilisasi dan perlindungan.
Fungsi alokasi pemerintah menjamin
sumber daya alam teralokasi dengan
baik dan dapat diakses semua lapisan
masyarakat, dapat diaplikasikan lewat
kebijakan penganggaran APBN
(anggaran pendapatan dan belanja
negara). Fungsi distribusi diterapkan
yakni negara menjamin pendapatan
dan kekayaan dapat dinikmati oleh
lapisan masyarakat seperti program
zakat, pemerintah Indonesia telah
mengamandemen undang-undang
pengelolaan zakat yaitu UU No. 23
Tahun 2011 (Syafiiq, 2014: 149).
Sedangkan Fungsi stabilitas dan
keamanan dijalankan melalui peran
pemerintah dalam menciptakan
stabilitas ekonomi dan memberikan
perlindungan serta jaminan terhadap
berbagai ancaman baik dalam negeri
maupun luar negeri.
Menurut Abdillah, pembangunan
harus memiliki 3 pilar dalam penyangga
antara lain (Abdillah, 2001: 74):
a. Pembangunan adalah keniscayaan,
dalam hal ini manusia harus memiliki
kehidupan yag berkualitas, yang
indikatornya dapat dilihat dari
keamanan suatu tempat/negara dimana
manusia itu tinggal, kesejaheraan, dan
memiliki kemajuan industri
berwawasan lingkungan.
b. Manusia makhluk pembangunan yaitu
manusia merupakan makhluk rasional
yang memiliki naluri untuk selalu
berkembang dan mengembangkan diri
secara dinamik. Kegelisahan rasional
yang dimilikinya jika dikelola dengan
baik maka akan tercermin dalam
kegiatan yang disebut dengan
pembangunan.
c. Hakikat pembangunan yaitu
pembangunan yang utuh dan
menyeluruh. Dalam hal ini
pembangunan haruslah
berkesinambungan dan berkelanjutan.
Pembangunan berksinambungan
merupakan serangkaian upaya
sistematis guna mewujudkan optimasi
daya dukung lingkungan bagi
kehidupan.dalam hal ini pembangunan
harus didasrkan dua pertimbangan
yaitu ekonomi dan ekologis.
Tujuan Pembangunan Ekonomi Islam
Tujuan pembangunan ekonomi
konvensional memiliki dua tujuan dari
pembangunan ekonomi yaitu
meningkatkan pendapatan riil dan
menegakkan keadilah distribusi
pendapatan. Akan tetapi, fakta dilapangan
khusus di negara berkembang masih
rendahnya pendapatan masyarakat dan
masih tingginya kesenjangan antara si
kaya dan si miskin. Hal ini berarti
perekonomian hanya digerakkan oleh
segelintir orang dan tentunya dinikmati
oleh segelintir orang saja.
Di dalam Islam, pembangunan yang
dilakukan oleh manusia memiliki satu
tujuan utama, yaitu: kesejahteraan baik di
dunia maupun diakhirat kelak atau biasa
disebut sebagai falâh. Dalam konteks falâh
ini, Sadeq memperkenalkan konsep a two
stage permanent life of human beings.
Kehidupan manusia terdiri dari dua
tahapan berurutan, yakni kehidupan di
dunia yang bersifat temporer dan
kehidupan akhirat yang bersifat permanen
dan abadi. Islam mengharapkan
kesejahteraan (falâh) di kedua tahapan
kehidupan manusia itu (Sadeq, 1987: 36).
Beik menyimpulkan bahwa indikator
kesejahteraan dalam Islam dapat dilihat
dari 4 indikator di antaranya:
1. Sistem nilai islami
Basis kesejahteraan adalah ketika
nilai ajaran Islam menjadi panglima dalam
perekonomian suatu bangsa. Kesejahteraan
sejati tidak akan pernah diraih jika
menentang secara diametral aturan Allah.
Penentangan terhadap aturan Allah akan
menjadi penyebab hilangnya kesejahteraan
dan keberkahan hidup (QS. Thaha: 124).
Perlunya nilai islami ditanamkan dalam
dalam masyarakat.
2. Kekuatan ekonomi di sektor riil (sektor
penghasil barang)
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 85 -
Dalam sektor riil kekuatan ekonomi
dilihat dari peningkatan perdagangan dan
industri suatu negara. Sektor riil dapat
membuat banyak lapangan pekerjaan dan
menjadi inti dari ekonomi Islam. Bahkan
sektor keuangan didesain untuk
memperkuat kinerja sektor riil karena akad
dan seluruh transaaksi berbasis pada sektor
riil. Sektor keuangan tanpa
diseimbangkankan dengan sekor riil (uang
berdear terlalu tinggi tanpa disertai
kegiatan produksi yang seimbang) maka
akan ditandai dengan meningkatnya harga-
harga pada seluruh barang dalam
perekonomian yang dikenal dengan istilah
inflasi
3. Pemenuhan kebutuhan dasar dan
sistem distribusi
Ketersediaan makanan, pakaian,
tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan
kebutuhan dasar lainnya untuk
mendapatkan kenyaman dalam menjalani
hidup. Hal ini tidak dilarang dalam Islam
bahkan dianjurkan selama tidak tenggelam
dalam buaian hawa nafsu yang membuat
lupa kepada Allah. Pertumbuhan ekonomi
dan pendapatan yang tinggi tidaklah cukup
untuk menyediakan kebutuhan dasar dan
kenyamanan hidup terhadap semua
populasi manusia, jika tidak terdistribusi
secara merata dan adil, di mana
sekelompok tertentu saja yang menikmati
petumbuhan dan perkembangan
pendapatan tersebut, sementara yang lain
mengalami yang sebaliknya, mengalami
kekurangan dan kemiskinan. Kondisi
tersebut tidak diinginkan oleh Islam. Justru
Islam menganjurkan pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi dan di saat
bersamaaan menghendaki terjadinya
distribusi pendapatan dan kekayaan yang
adil, agar tidak terjadi kemiskinan dan
kesenjangan antar masyarakat, maupun
wilayah (QS. Al-Hijr: 7).
4. Keamanan dan ketertiban sosial
Masyarakat akan sejahtera apabila
friksi dan konflik destruktif antarkelompok
dan golongan dalam masyarakat dapat
dikurangi, sehingga akan selalu merasa
aman dan tidak adanya rasa takut.
Keamanan suatu negara maka akan
memberikan keluasan masyarakat untuk
bergerak, berkarya dalam mengembangkan
segala potensinya sehingga membentuk
kehidupan yang damai, dan bahagia.
Pembangunan ekonomi akan menjadi lebih
adil, beradab, persaingan sehat, dan akan
terwujudnya pemerataan. Keamanan ini
akan terbentuk apabila dalam masyarakat
menjalankan nilai-nilai Islam dalam segala
aspek kehidupan.
Instrumentasi Pembangunan Islam
Salah satu hal yang penting dalam
melaksanakan penerapan kebijakan
pembangunan ekonomi sesuai prinsip
Islam yaitu terletak pada instrumen-
instrumen yang dijadikan sebagai sumber
pendanaan perekonomian negara.
Instrumen-instrumen tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua. Pertama,
instrumen prioritas yang merupakan
instrumen yang keberadaannya bersifat
mutlak untuk memberikan manfaat bagi
pembangunan negara. Instrumen ini terdiri
dari atas zakat, pajak, wakaf, dan surat
berharga lainnya seperti sukuk. Kedua,
instrumen koplementer yaitu instrumen
yang keberadaannya diakomodasi jika
perlu. Sifatnya merupakan alternatif
terakhir ketika opsi lain sudah
dioptimalkan namun belum mampu
mengatasi persoalan defisit anggaran
pembangunan (Beik & Asyrianti, 2017:
181).
1. Zakat
Zakat merupakan kebijakan fiskal
Islami yang sangat luar bisa potensinya
jika digarap dengan baik sehingga menjadi
pendanaan yang sangat besar sebagai
pendorong perekonomian umat dan
pemerataan pendapatan. Potensi zakat di
seluruh negara-negara Islam menurut
Monzer Kahf (1989), berkisar antara 1,8-
4,34% dari total PDB masing masing.
Sedangkan di Indonesia berdasarkan hasil
riset BAZNAS dan IPB, potensi zakat
secara nasional ditaksir mencapai Rp 217
triliun setiap tahun atau setara dengan 3,4
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 86 -
% dari PDB Indonesia tahun 2010. Angka
itu dilihat berdasarkan produk domestik
bruto (PDB). Ketika PDB naik, secara
otomatis potensi zakat juga bergerak (Beik
& Asyrianti: 186).
Negara Islam yang memiliki
peraturan khusus tentang zakat sampai
akhir tahun 2015 sekitar 11 negara. Dalam
draft dokumen Zakat Core Principles, 11
negara tersebut adalah Indonesia, Arab
Saudi, Yordania, Sudan, Pakistan,
Bangladesh, Libya, dan Bahrian. Di antara
11 negara tersebut, ada yang mewajbkan
zakat secara hukum positif seperti
Malaysia dan Arab Saudi, dan ada juga
tanpa menjadikan zakat sebagai kewajiban
secara hukum positif contohnya Indonesia
(Beik & Asyrianti: 186).
Zakat yang diberikan dapat berupa
zakat konsumtif dan zakat produktif.
Bantuan konsumtif yang diberikan kepada
mustahik akan meningkatkan daya beli
mustahik tersebut atas suatu barang yang
menjadi kebutuhannya. Peningkatan daya
beli atas suatu barang ini akan berimbas
pada peningkatan produksi suatu
perusahaan. Kemudian, peningkatan
produksi akan menambah kapasitas
produksi. Dalam hal ini, perusahaan akan
menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Perusahaan meningkat, maka akan
meningkatkan pajak yang merupakan
penerimaan negara, dalam hal ini
pembangunan juga akan meningkat.
Gambar 1. Efek pengganda zakat dalam
perekonomian (Al Arif, 2010: 7)
Berdasarkan mekanisme gambar di
atas, terlihat bahwa pengelolaan zakat
yang tepat, professional, dan akuntabel
akan mampu mendayagunakan zakat serta
akan memberikan efek pengganda yang
cukup signifikan dalam perekonomian
terutama dalam membantu pemerintah
untuk mengentaskan kemiskinan melalui
program-program pemberdayaan
masyarakat. Dalam mekanisme tersebut,
zakat dalam bentuk bantuan konsumtif saja
telah memiliki pengaruh cukup signifikan,
apalagi jika zakat dalam bentuk bantuan
produktif maka efek pengganda zakat akan
berpengaruh lebih besar dalam
perekonomian. Hal ini akan mampu
memberikan pengaruh signifikan dalam
mengentaskan kemiskinan di suatu negara.
2. Wakaf
Menurut UU No 4 tahun 2004 Wakaf
didefenisikan sebagai “perbuatan hukum
wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.”
Wakaf merupakan instrumen Islami
yang belum diberdayakan secara optimal
di Indonesia. Dimana Luas tanah wakaf
Indonesia yang terdata (4100 km2) hampir
enam kali luas Singapura (700 km2). Nilai
aset wakaf di Indonesia mencapai 590
Trilliun rupiah dan pada tahun 2016 luas
lahan wakaf kurang lebih 4359 km2
(https://bwi.or.id, diakses 18 Maret 2018).
Akan tetapi sebagian besar aset wakaf ini
merupakan idle asset (aset menganggur).
Wakaf terbagi menjadi 2 yaitu wakaf
aset/barang dan wakaf uang. Wakaf uang
selama berabad-abad menjadi mesin
pertumbuhan ekonomi di Turki. Adapun
Skema wakaf tunai d Turki sebagai berikut
(Beik & Asyrianti: 199).
Gambar 2. Wakaf uang di Turki Usmani
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 87 -
3. Pajak
Pajak merupakan penerimaan utama
sebagian besar negara. Kadar dan objek
pajak diatur oleh negara. Adapun menurut
Ibnu Taimiyah, negara boleh menarik
pajak apabila keadaan kas negara tidak
mampu membiayai belanja negara.
Instrumen pajak mubah dilakukan, ini
didasarkan pada kebutuhan dan
kepentingan negara. Fokus pajak haruslah
pada harta yang tidak bertentangan dengan
syariah. Walaupun menarik pajak dari
harta yang haram, hasil pajak tersebut
diorientasikan untuk pembangunan
fasilitas umum yang digunakan untuk
masyarakat. Kadar pajak tidaklah
memberatkan dan menzalimi masyarakat.
Selain itu, pengelolaan pajak harus
transparan, bebas korupsi, dan bermanfaat
bagi masyarakat maupun negara.
Qatar merupakan salah satu negara,
dimana pajak bukan pemasukan utama
dalam negara. Otoritas negara berencana
untuk meningkatkan pajak pada makanan
siap saji dan barang mewah. Pajak ini akan
diimplementasikan pada barang yang
membahayakan tubuh seperti makanan
siap saji, rokok, dan minuman ringan.
Awal mula rencana kebijakan ini
diperkirakan akibat jatuhnya harga minyak
dan menyebabkan negara ini defisit tahun
2016. Selain itu, jumlah pemotongan kerja
juga meningkat dari p erusahaan minyak
dan sektor lembaga negara lainnya
(https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Qatar,
diakses17 Maret 2018).
4. Sukuk
Menurut UU No 19 Tahun 2008,
sukuk adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah,
sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap Aset SBSN, baik dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing.
Perbedaan sukuk dan obligasi
konvensional yaitu pada akadnya yang
mana sukuk menggunakan akad-akad
syariah seperti ijarah, mudharabah dan
lainnya. Selain itu, produk sukuk untuk
sektor riil karena harus ada aset yang di
lakukannya setiap transakasi. Jenis akad
yang banyak digunakan yaitu murabahah
dan ijarah karena sifat kedua akad tersebut
bersifat fixed return modes of transaction
(Beik & Asyrianti: 208-209. Secara umum
peran sukuk negara diantaranya sebagai
penambah defisit APBN (anggaran
Pendapatan dan belanja negara) agar
optimal maka fokus penerbitan sukuk
untuk pembangunan infrastruktur dan
sektor-sektor ekonomi strategis. Sukuk
negara sudah membiayai berbagai
infrastruktur di antaranya pembangunan
Jalur Kereta Double Track Cirebon Kroya,
dibiayai dari Sukuk Negara T.A 2013-
2014, Pembangunan Asrama Haji Medan,
dibiayai dari Sukuk Negara tahun 2014,
pembangunan Underpass Simpang Mandai
Makassar, dibiayai dari Sukuk Negara T.A
2015-2017, Jembatan Petuk terbentang
megah di Kupang, Nusa Tenggara Timur
(NTT), dan Jalan Bebas Hambatan (Tol)
ruas Solo-Kertosono yang saat ini sedang
dibangun pemerintah dan akan rampung
pada 2018 (https://www.kemenkeu.go.id,
diakses 19 Maret 2018) . Selain itu suku juga
berfungsi sebagai stimulus pertumbuhan
sektor riil.
5. Utang
Utang merupakan unstrumen
komplementer dalam membeiayai
pembangunan apbila diperlukan. Adapun
secara Islam ada beberapa aturan yang
ketat dalam prinsip utang negara
diantaranya:
a. Utang merupakan alternatif terakhir,
jika semua instrumen sudah
dioptimalkan untuk mengatasi
permasalahan di negara.
b. Harus sesuai kemampuan negara,
sehingga perlu dibatasi atas proporsi
terhadap PDB (produk domestik
bruto). Di Indonesia utang negara
semakin membesar akan tetapi rasio
antara utang dan PDB nya lebih kecil
dibandingkan dengan negara maju
yaitu sekitar 28,2%
(www.Anggaran.Depkeu.Go.Id, diakses 16
Maret 2018).
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 88 -
c. Instrumen utang tidak mengandung
riba. Karena jika utang yang
mengandung riba maka akan
berdampak kepada krisis moneter.
Dalam melakukan utang haruslah
menggunakan sistem bagi hasil.
Nilai Holistik Konsep Pembangunan
Ekonomi Islam
Holistik diartikan sebagai cara
pendekatan terhadap suatu masalah atau
gejala dengan memandang masalah atau
gejala itu sebagai suatu kesatuan yang utuh
(https://kbbi.web.id/holisme). Menurut
Abdillah (2013), pemahaman Islam
holistik mampu membentuk intelektual
proporsional dan dapat menempatkan
persoalan sesuai proporsinya (Abdillah,
2013: 8). Mengacu pada konsep
pembangunan ekonomi Islam yang terdiri
atas empat konsep dasar (tauhid, tazkiyah,
manusia, dan pemerintah), sesungguhnya
konsep ini merupakan konsep yang utuh
menyeluruh. Dikatakan demikian karena
keempat konsep ini dimulai dari bagian
terkecil dari potensi individu, peran dan
hubungan antar individu, dan peran
negara.
Pancasila diakui sebagai falsafah
bangsa Indonesia yang memuat seluruh
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila juga menjadi dasar negara
sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai negara yang berdasarkan
Pancasila, dalam tataran kehidupan
bernegara, nilai luhur tertinggi dari bangsa
Indonesia adalah Pancasila. Dengan
demikian, nilai holistik konsep
pembangunan Islam yang disajikan berikut
ini dimaksudkan untuk mengkaji
keterkaitannya dengan nilai-nilai
Pancasila.
Dengan komposisi masyarakat
Indonesia yang plural, konsep tauhid ini
lebih mudah diterjemahkan ke dalam nilai-
nilai Pancasila (Sila pertama). Buah dari
konsep ini adalah individu yang bekerja
sesuai dengan ketentuan Allah.
Pelaksanaan pembangunan ekonomi harus
mendasarkan moral karena Tuhanlah
sesungguhnya yang menjadi pemilik dan
penguasa segala sumber daya yang
tersedia (Dumairy & Nugroho, 2014: 21).
Konsep tauhid ini juga berpengaruh pada
visi murni jauh ke depan bahwa
pekerjaannya dan apa pun peranannya
diorientasikan pada ajaran agama yang
dirumuskan secara kreatif yang bersifat
konstruktif dalam menyikapi permasalahan
actual (Abdillah, 2013: 24).
Dalam pembangunan ekonomi
konsep tauhid salah satunya tidak
melakukan riba. Saat i ni banyak lembaga
keuangan yang menggunakan sistem Islam
sebagai pengganti bunga. Hal ini dapat
dapat dilihat dari berkembangnya produk-
produk syariah dari tahun ke tahun,
diantaranya aset perbankan syariah sebesar
5,33% dari seluruh aset perbankan, sukuk
negara mencapai 14,82% dari total surat
berharga negara yang beredar, lembaga
pembiayaan syariah sebesar 7,24% dari
total pembiayaan, lembaga jasa keuangan
syariah khusus sebesar 9,93%, dan
lembaga keuangan mikro syariah sebesar
22,26%. Nilai aktiva bersih reksa dana
syariah sebesar 4,40% dari total nilai
aktiva bersih reksa dana, dan asuransi
syariah sebesar 3,44%. Selain produk
keuangan di atas, saham emiten dan
perusahaan publik yang memenuhi kriteria
sebagai saham syariah mencapai 55,13%
dari kapitalisasi pasar saham yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia
(http://www.ojk.go.id, diakses 18 Maret 2018).
Selain itu, menurut Deden jumlah nasabah
bank syariah mencapai 20% tahun 2017,
kurang lebih 22 juta jiwa
(http://wartakota.tribunnews.com, diakses 18
Maret 2018). Adapun konsep kedua yaitu tazkiyah
an-Nafs artinya penyucian (tathahhur)
jiwa dari segala penyakit dan cacat,
merealisasikan (tahaqquq) berbagai
maqam padanya, dan menjadikan asma'
dan shifat sebagai akhlaqnya (takhalluq)
(Said Hawwa, 1995: 2). Di dalam konteks
keragaman di Indonesia, konsep tazkiyah
an-Nafs ini diimplementasikan dengan
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 89 -
memperbaiki hubungan antara manusia
dan Tuhan, antarsesama manusia, dan
hubungan terhadap lingkungan (Rama &
Makhalani, 2013: 36). Menurut Abdillah
(2005), kesadaran lingkungan merupakan
sikap batin yang menjiwai dan memotivasi
seseorang, masyarakat, bangsa, atau
negara yang memperhatikan kelestarian
lingkungan di saat mereka mengelola
sumber daya alam dan lingkungan itu
sendiri (Abdillah, 2005: 4). Dalam wujud
yang lebih nyata, impelementasi konsep
tazkiyah annafs lebih luas dibandingkan
konsep tauhid karena tidak hanya
menyentuh sisi individual, melainkan
hubungan dan interaksi sesama manusia
dan lingkungannya.
Di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Tazkiyyah an-Nafs ini
merupakan wujud dari sikap pengamalan
Pancasila (sila pertama, kedua, dan
ketiga). Dalam pembangunan ekonomi,
salah satu implementasinya yaitu zakat.
Zakat merupakan salah satu instrumen
pembangunan ekonomi Islam yang sudah
lama dijalankan di Indonesia. Di Indonesia
jumlah zakat mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun 97,6 milyar rupiah 2016
dan naik menjadi 158,8 milyar rupiah
(http://pid.baznas.go.id, diakses 18 maret
2018). Hal ini menunjukkan kesadaran
ummat Islam untuk menycikan jiwanya
melalui zakat.
Konsep ketiga yang berikutnya
adalah konsep yang menempatkan
manusia sebagai fokus utama. Modal di
dalam diri manusia yang berkaitan dengan
pembangunan ekonomi diantara modal
intelektulitas dan keterampilan yang dapat
dipenuhi melalui pendidikan dan pelatihan.
Melalui pendidikan, manusia diharapkan
mampu meningkatkan dan
mengembangkan seluruh potensi
pemberian Tuhan kepadanya sehingga
menjadi manusia yang lebih baik, lebih
berbudaya, dan lebih manusiawi. Kegiatan
pendidikan dan pelatihan yang
dilaksanakan harus terarah, sehingga
hasilnya berupa pengembangan potensi
manusia, yang nantinya dapat berdaya
guna dan berhasil guna dan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan (Khasinah, 2013:
297). Konsep ini disebut juga konsep
khalifah yang dalam arti yang lebih luas
mencakup aspek sosial dan politik (Rama
& Makhalani, 2013: 36). Konsep ini lebih
luas daripada konsep pertama dan kedua
karena menyentuh hampir seluruh aspek
pendidikan, sosial, politik, maupun budaya
sehingga relevan dengan nilai-nilai
Pancasila terutam sila keempat dan kelima.
Manusia sebagai fokus pembangunan
tentu cakupannya luas. Salah satu ukuran
kuantifikasi dari keberhasilan konsep
pembangunan manusia ini ialah indikator
pembangunan ekonomi itu sendiri seperti
meningkatnya nilai IPM (indeks
pembangunan manusia). Indeks
pembangunan manusia menjadi salah satu
faktor penting dalam pembangunan
ekonomi yang merupakan sebagai
pembanding tingkat pembangunan antar
wilayah bahkan negara. Nilai IPM
Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan 69.55% tahun 2015 dan
70.18% tahun 2016
(https://www.bps.go.id, diakses 18 Maret
2018).
Konsep keempat adalah konsep
negara sebagai ujung tombak
pembangunan ekonomi. Islam
menghormati mekanisme pasar, tetapi juga
memberikan peran kepada negara atau
pemerintah untuk menegakkan keadilan
dan mendorong para pelaku ekonomi agar
berbuat baik dan mencegah mereka dari
berbuat munkar sehingga tidak terjadi
distorsi atau pelanggaran aturan moral di
pasar seperti adanya praktik penipuan,
penimbunan, dan lain-lain (Abbas, 2010:
14).
Menurut Sri Edi Swasono pasal 33
UUD 1945 memuat nilai Islam, dimana
pemerintah harus ada berperan dalam
pasar agar daulat rakyat tidak tergusur.
Pasal 33 UUD 1945 mencerminkan adanya
demokrasi ekonomi dan demokrasi
Indonesia berdasar pada paham
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 90 -
kebersamaan dan asas kekeluargaan
(mutualism and brotherhood
atauberjamaah dan berukhuwah) dan
bukan berdasar asas individulistik
sebagaimana demokrat Barat. Dalam
konteks persaudaraan ini sesuai al-Hujarat
: 10
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya
bersaudara. Sebab itu, damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Dalam implementasinya di
Indonesia, pemerintah begitu berperan
dalam kesejahteraan masyarakatnya
diantaranya: zakat sudah dibuat aturan
oleh pemerintah yaitu UU No. 23/2011,
alokasi APBN untuk rakyat miskin
dengan berbagai macam program G to P
transfer mengalami peningkatan ari tahun
ketahun 212,2 triliun rupiah tahun 2016
dan 282,2 triliun rupiah (www.data-
apbn.kemenkeu.go.id, diakses 18 Maret
2018). Dalam hal ini pemerintah sudah
berusaha untuk mengurangi ketimpangan
dan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang dipaparkan di
atas, dapat disimpulkan bahwa masalah
utama pembangunan ekonomi di suatu
negara termasuk Indonesia adalah
pengangguran dan kemiskinan. Terhadap
kedua masalah tersebut, Islam memiliki
sebuah konsep yang dinamakan ekonomi
pembangunan Islam yang merupakan
konsep yang mempelajari dan
menganalisis proses pembangunan dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya serta
mengidentifikasi dan merekomendasikan
kebijakan pembangunan berdasarkan Al-
Qur‟an dan Sunnah Rasulullah. Adapun
konsep dasar dalam ekonomi
pembangunan Islam diantaranya konsep
tauhid, konsep tazkiyah annafs, manusia
sebagai fokus utama, dan peran negara.
Tujuan pembangunan ekonomi Islam
adalah agar mendapatkan kesejahteraan
dunia dan akhirat yang disebut dengan
falah. Indikator kesejahteraan tersebut
dapat dilihat dari seberapa besar sistem
Islami yang berjalan dalam negara
tersebut, ekonomi sektor riil berkembang,
pemenuhan dasar tepenuhi dan
pendistribusian hasil ekonomi yang adil
dan merata sehingga tidak terjadi
ketimpangan yang tajam antarindividu
maupun wilayah.
Konsep ekonomi pembangunan Islam
ini merupakan konsep holistik karena
menyentuh seluruh komponen kehidupan
bernegara, mulai dari komponen terkecil
sampai yang paling besar. Berdasarkan hal
ini, dapat dilihat bahwa terdapat keserasian
dan hubungan dialogis antara konsep
pembangunan ekonomi Islam dan nilai-
nilai Pancasila. Poin penting sebagai
natijah dari keseluruhan pembahasan ini
adalah bahwa konsep pembangunan
ekonomi Islam sangat relevan untuk
diterapkan di Indonesia karena sesuai
dengan nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia.
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 91 -
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Anwar. Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maqâshid al-
Syari’ah. Jakarta: Kompas, 2010.
Abdillah, Mujiono. Fikih Lingkungan Panduan Spiritual Hidup Berwawasan
Lingkungan. (Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005).
_______________. Islam Dialektik Varitas Islam Terkini. Semarang: CV. Putra Al-
Hikmah Mandiri. 2013.
_______________. Agama Ramah Lingkungan: Perspektif Alquran. Jakarta :
Paramadina, 2001.
Almizan. “Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal Kajian
Ekonomi Islam. 1.2 (2016).
Arif, Nur Rianto. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Solo: Era Adicitra Intermedia. 2011.
Ash-Shiddieqie, Teungku Hasby. Pedoman Zakat. Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra. 2006.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat,
https://www.bps.go.id/subjek/view/id/6.
__________________.https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-
ketimpangan.html.
________________ Provinsi Kalbar. IPM Tahun 2015. No. 39/ 06/ 61/ Th XIX. 1 Juli
2016.
________________. Indeks Pembangunan Manusia Metode Baru.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas, Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Sambas
2015
Beik, Irfan syauqi & Asyrianti, Laily Dwi. Ekonomi Pembangunan Syariah. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2017.
Businessstartupqatar. “44,000 millionaires in Qatar, says Zakat Fund official”. Diakses
22 Maret 2018, http://www.businessstartupqatar. com
Cahya, Bayu Tri. “Kemiskinan Ditinjau Dari Perpekstif Al-Quran Dan Hadis”. Jurnal
Penelitian, 9 (2015).
Capra, Umar. The Islamic Vision of Development in the Light of Maqashid Al Shariah,
(Jeddah: Islamic Research and Training Institute, 2008).
Dumairy & Tarli Nigroho, Ekonomi Pancasila: Warisan Pemikiran Mubyarto.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014.
Fitria, Tira Nur. “Kontribusi Ekonomi Islam dalam Pembangunan Ekonomi Nasional”.
Issn : 2477-6157. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam Vol. 02. No. 03. November 2016.
Gazalba, Sidi. Ilmu Islam: Asas Agama Islam. Cetakan ke- 2. Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1985.
Ghazali, Aidit. Development: An Islamic Perspective. Petaling Jaya: Pelanduk
Publications, 1990.
Hawwa, Said. “Mensucikan Jiwa Konsep Tazkiyatunnafs Terpadu Intisari Ihya’
Ulumuddin. Bandung: Rabbani Press, 1995.
Herwanti. “Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal
Ekonomi dan Keuangan, Vol 17, No 2, Juni 2013.
Hoesein, Zainal Arifin. “Peran Negara dalam Pengembangan Sistem Ekonomi
Kerakyatan Menurut UUD 1945”. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 3
VOL. 23 JULI 2016.
Huda, Nurul dkk. Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta: Kencana, 2015.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/holisme
IAIS Sambas Vol IV No. 7 Januari–Juni 2018
Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 92 -
Katsir, Ibnu, Tafsir Alquran al-Adzhim. juz 4. Maktabah Sya>milah, 1999.
Khasinah, Siti. “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat”. Jurnal Ilmiah
Didaktika Vol. XIII, No. 2. Februari 2013.
McFerrin , Hunter. “Why the North Korea Poverty Rate is a Self-Inflicted Wound”.
Diakses 21 Maret 2018, http://www.borgenmagazine.com
Mankiw, Gregory dkk. Pengangtar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat. 2008.
Muhdar Hm. “Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, Dankemiskinandi Indonesia:
Masalah Dan Solusi”. Al-Buhuts ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X 11 (2015),
48, diakses 22 Juni 2017,
https://scholar.google.com/scholar?cluster=9413547267817533898&hl=en&oi=sc
holarr#
Murtadho, Ali. “Solusi Problem Pengangguran Dalam Perspektif Ekonomi Islam”.
Jurnal Ilmu Dakwah, 28 (2008),
https://independent.academia.edu/mohammedniam.
____________, Formulasi Konsep Islam tentag Pembangunan Ekonomi Padat
Penduduk., Semarang: DIPA IAIN Walisongo, 2014.
Nisaburi, Muslim Ibn Hajjaj Abulhasan Al-qusyairi. Shahih Muslim Juz 5. Maktabah
Syamilah, 261 H.
Ningrum, Ririn Tri Puspita. “Analisa Metode Penetapan Kriteria Kemiskinan dan
Implikasinya Terhadap Standarisasi Mustahiq di Indonesia”.ENGAGEMENT
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. CC BY SA ISSN :
2579-8375. 1.2017.
Parwata, Made, dkk. “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb) Dan Tingkat
Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat Kemiskinan”. E-Journal Bisma
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen. 4 (2016).
Raharjo, Dawam. “Ekonmi Islam antara Kapitalisme dan Sosialisme”. Media
Akademika Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Islam. 2009.
Rama, Ali & Makhlani, “Pembangunan Ekonomi dalam Tinjauan Ekonomi Syariah”,
Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan. Balitbang Kemenag: Dialog, Vol.1,
No.1, Juni 2013.
Sadeq, “Economic Development in Islam”, Jurnal of Islamic Economics, Vol. I. No. 1
1987.
Sahîb „Abdul Jabbâr, Al-Jami’ushshahih Lissunan Wal Masanid Juz 6, Maktabah
Syamilah, 2014.
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2006. 330.
Statista.” Inequality”. Diakses 21 Maret 2018, https://www.statista.
Supriyanto. “Memahami Cara Bekerja Sistem Perekonomian”. Jurnal Ekonomi &
Pendidikan. 6.2. 2009
Wargadinata, Wildana. Islam & Pengentasan Kemiskina. Malang: UIN Maliki Press,
2011.
Top Related