LAPORAN FIELD LAB
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
DEMAM BERDARAH DENGUE
Disusun oleh :
Aprila Citra Dara (1313010003)
Syarah Mutia Dewi (1313010012)
Zaky Rabbani Musaad (1313010016)
Afra Bryges Tamia (1313010020)
Fadhila Putri Palupi (1313010029)
Bayu Aji Wicaksono (1313010033)
Abel Oktano Bimantara (1313010035)
Fachri Mubarak (1313010037)
Nuan Syafrina (1313010043)
Faradilla Nur Muliana (1313010047)
Preceptor lapangan :
Dr. Hendro Harjito
Dr. Cahyanita Sayekti
Preceptor Fakultas :
Dr. Lita Hati Dwi Purnami Effendi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Demam Berdaarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti,
yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda
perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan
kesadaran menurun atau renjatan.
a. Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk
dalam grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok
flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe,
yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing – masing saling
berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada
manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah
di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering
ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN
1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling
dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit
yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak
yang meninggal.
b. Penularan dan masa inkubasi
Vektor DBD
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui
gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor
epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti
Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan Ae. niveus juga
dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti
semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-
sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host
yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka
merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding
Ae.aegypti. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Siklus penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue
pada saat dia menghisap darah dari seseorang yang sedang
dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari sebelum
panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk
menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah
penderita yang sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik)
dan tetap infektif selama hidupnya. Setelah melalui periode
inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk
bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan
ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan
ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah
masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 - 4 hari (rata-rata
selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara
mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri
otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala
lainnya.
Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala
awal penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih
lima hari. Saat-saat tersebut penderita dalam masa sangat
infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam siklus
penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap
kemungkinan digigit nyamuk. Hal tersebut merupakan
bukti pola penularan virus secara vertikal dari nyamuk-
nyamuk betina yang terinfeksi ke generasi berikutnya.
Masa inkubasi
Infeksi Dengue mempunyai masa inkubasi antara 2 sampai
14 hari, biasanya 4-7 hari.
Host
Virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies
dari primate rendah. Tubuh manusia adalah reservoir utama
bagi virus tersebut, meskipun studi yang dilakukan di
Malaysia dan Afrika menunjukkan bahwa monyet dapat
terinfeksi oleh virus dengue sehingga dapat berfungsi
sebagai host reservoir. Semua orang rentan terhadap
penyakit ini, pada anak-anak biasanya menunjukkan gejala
lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa. Penderita
yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan
memberikan imunitas homolog seumur hidup tetapi tidak
memberikan perlindungan terhadap terhadap
infeksi serotipe lain dan dapat terjadi infeksi lagi oleh
serotipe lainnya.
2. Epidemiologi DBD
Epidemiologi berasal dari kata Epi, demos dan logos. Epi berarti atas,
demos berarti masyarakat, logos berarti ilmu, sehingga epidemiologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejadian di masyarakat.
Epidemiologi penyakit Dengue adalah ilmu yang mempelajari tentang
kejadian dan distribusi dan frekuensi penyakit Dengue (DD/DBD/SSD)
menurut variabel epidemiologi (orang, tempat dan waktu) dan berupaya
menentukan faktor resiko terjadinya kejadian itu di kelompok populasi.
Distribusi yan dimaksud diatas adalah distribusi orang, tempat dan waktu;
sedangkan frekwensi dalam hal ini adalah Insidens, CFR, dll. Determinan
faktor risiko berarti faktor yang mempengaruhi atau faktor yang memberi
risiko atas terjadinya penyakit DD/DBD/SSD.
Fogging dan Usaha Pencegahan Pemberantasan DBD.
Usaha pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan pemerintah, antara lain
dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi. Pelaksanaan pengabutan dengan aplikasi
ultra low volume (ULV) masih merupakan metode yang paling diandalkan dalam
pengendalian vector. Namun metode aplikasi penggunaan bahan kimia jika tidak terkontrol
dapat berakibat pada terjadinya pencemaran lingkungan, serta berpotensi pada terjadinya
resistensi vector.
Sementara secara teknis, beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas pengkabutan antara
lain:
1. Faktor alamiah seperti cuaca yang meliputi faktor angin, suhu, kelembaban, hujan.
2. Faktor sosial seperti masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam melakukan
pemberantasan sarang nyamuk.
3. Faktor teknis seperti peralatan yang digunakan dan pengetahuan petugas dalam
melaksanakan pengendalian vektor DBD.
Metode pengasapan menurut WHO (2000), merupakan metode utama pemberantasan demam
berdarah dengue yang telah dilakukan hampir selama 25 tahun di banyak Negara.
Penyemprotan sebaiknya tidak dipergunakan, kecuali keadaan genting selama terjadi KLB
atau wabah. Penyemprotan di masyarakat akan menimbulkan rasa aman semu, walaupun
erdasarkan aspek politis metode ini lebih disukai karena terlihat lebih nyata dan pemerintah
terkesan sudah melakukan usaha pencegahan dan pemberantasan DBD.
Klasifikasi Kasus Dan Berat Penyakit
Sekarang ini disepakati bahwa dengue adalah suatu penyakit yang memiliki presentasi klinis
bervariasi dengan perjalanan penyakit dan luaran (outcome) yang tidak dapat diramalkan.
Diterbitkannya panduan World Health Organization (WHO) terbaru di tahun 2009 lalu,
merupakan penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu panduan WHO 1997. Klasifikasi
kasus yang disepakati sekarang adalah:
a. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
b. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
c. Dengue berat (severe Dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Dengue probable :
1. Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
2. Demam disertai 2 dari hal berikut :
a. Mual, muntah
b. Ruam
c. Sakit dan nyeri
d. Uji torniket positif
e. Lekopenia
f. Adanya tanda bahaya
3. Tanda bahaya adalah :
a. Nyeri perut atau kelembutannya
b. Muntah berkepanjangan
c. Terdapat akumulasi cairan
d. Perdarahan mukosa
e. Letargi, lemah
f. Pembesaran hati > 2 cm
g. Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas)
Kriteria dengue berat :
a. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi
cairan dengan distress pernafasan.
b. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
c. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran,
gangguan jantung dan organ lain)
Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi
sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan
spesifisitasnya mencapai 82 %.
Gambaran Klinis DBD
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3
sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat
sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk)
berlangsung sekitar 8-10 hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam,
demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7
hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah
trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.
Tiga tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai demam, beracun dan pemulihan.
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu :
a. Derajat I : Dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket +
(positif)
b. Derajat II : Yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan
lain
c. Derajat III : Ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80
mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak
gelisah
d. Derajat IV : Ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat
diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Diagnosis DBD
Diagnosis klinis :
a. Ditandai demam akut
b. Trombositopenia
c. Perdarahan ringan-berat,
d. Kebocoran plasma hemokonsentrasi
e. Efusi pleura
f. Hipoalbuminemia.
Diagnosis Laboratorium :
a. Pemeriksaan Hematologi Rutin.
b. Uji virology
c. Uji serologi
Terdapat lima uji serologi dasar yang umum digunakan untuk mendiagnosis infeksi
Dengue secara rutin yaitu :
a. Uji hambatan hemaglutinasi (Hemaglutinasi inhibition = HI)
b. Uji Fiksasi komplemen (Complemen fixation = CF)
c. Uji Netralisasi (Neutralization test = NT)
d. IgM Capture enzymelinked immunosorbent assay (MAC ELISA)
e. Indirect lgG ELISA
Pencegahan DBD
Usaha pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan pemerintah, antara
lain dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi. Penyemprotan sebaiknya tidak
dipergunakan, kecuali keadaan genting selama terjadi KLB atau wabah.Upaya yang paling
tepat untuk mencegah demam berdarah adalahmembasmi jentik-jentiknya ini dengan cara
sebagai berikut :
a. Bersihkan ( kuras )tempat penyimpanan air (seperti bak mandi/WC, drum dll)
seminggusekali.
b. Tutuplah kembali tempayan rapat-rapat setelah mengambil airnya, agar nyamuk
Demam berdarah tidak dapat masuk dan bertelur disitu.
c. Gantilah air di vas bunga dan pot tanaman air setiap hari
d. Kubur atau buanglah sampah pada tempatnya, plastik dan barang-barang bekas
yang bisa digenangi air hujan
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk
Abateke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini
setiap 2-3 bulan sekali atau peliharalah ikan ditempat itu.
Takaran penggunaan bubuk Abate adalah sebagai berikut : untuk 10 liter air cukup dengan 1
gram bubuk Abate atau 10 gram untuk 100 liter dan seterusnya. Bila tidak ada alat
untukmenakar, gunakan sendok makan. Satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya)
berisi 10 gram Abate. Anda tinggal membaginya atau menambahnya sesuai dengan
banyaknya air yang akan diabatisasi.Takaran tak perlu tepat betul. (Abate dapat dibeli di
apotik-apotik).
Penyelidikan Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue
Sesuai rekomendasi Depkes RI, setiap kasus DBD harus segera ditindaklanjuti dengan
penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan lainnya untuk mencegah penyebarluasan atau
mencegah terjadinya KLB. Penyelidikan epidemiologi demam berdarah dengue merupakan
kegiatan pencarian penderita atau tersangka lainnya, serta pemeriksaan jentik nyamuk
penular DBD dirumah penderita atau tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius
sekurang¬kurangnya 100 meter. Juga pada tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber
penularan penyakit. Tujuannya utama kegiatan ini untuk mengetahui ada tidaknya kasus
DBD tambahan serta terjadinya potensi meluasnya penyebaran penyakit padad wilayah
tersebut
Sedangkan pengertian pengamatan penyakit DBD merupakan kegiatan pencatatan jumlah
kasus DBD dan kasus tersangka DBD menurut waktu dan tempat kejadian, yang
dilaksanakan secara teratur dan menyebarkan informasinya sesuai kebutuhan program
pemberantasan penyakit DBD. Laporan kewaspadaan DBD merupakan laporan secepatnya
kasus DBD agar dapat segera dilakukan tindakan atau langkah¬langkah untuk membatasi
penularan penyakit DBD.
Komponen kegiatan diatas antara lain dengan melakukan pengamatan jentik. Pengamatan ini
dilakukan dengan menggunakan indikator ukuran kepadatan jentik yaitu: angka bebas jentik
(ABJ), house index (HI), container index (CI) dan bruteau index (BI). HI lebih
menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah tertentu (Depkes, 1990). Apabila HI
kurang dari 5% menunjukkan kecepatan penularan DBD cukup, sedangkan bila lebih 5%
berarti potensial terjadi penularan DBD.
Hasil penyelidikan epidemiologi akan menentukan langkah selanjutnya dalam pemberantasan
penyakit DBD. Dinas Kesehatan akan melakukan tindakan seperti fogging atau tidak fogging,
dan pokja DBD serta masyarakat melakukan PSN-DBD dengan gerakan 3 M. Tindakan
penanggulangan KLB dilakukan bersama kegiatan penyelidikan epidemiologi, penggerakan
PSN DBD dengan abatisasi, fogging focus dan fogging massal.
TUJUAN PEMBELAJARAN
a. Mampu menegakkan diagnosis DBD
b. Mampu melakukan penyelidikan epidemiologi
c. Mampu menentukan adanya kejadian KLB dari hasil penyelidikan
epidemiologi
d. Mampu melakukan pelaporan kasus DBD
e. Menjelaskan berbagai cara penanggulangan DBD di Indonesia
f. Mampu menentukan tindakan penanggulangan yang harus diambil dari
hasil penyelidikan epidemiologi
g. Mampu menjelaskan cara evaluasi penanggulangan KLB-DBD
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
RESPONDEN 1
a. PELAKSANAAN
Hari / tanggal : Selasa, 13 Januari 2015
Waktu : 08.00 – 12.30 wib
Tempat : Puskesmas Purwokerto Selatan
b. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Usia : 15 tahun
Alamat : Karang klesem
c. CARA KERJA
1. Praktikan datang ke Puskesmas Purwokerto Selatan pukul 08.00 WIB.
2. Praktikan dikumpulkan di aula lantai 2 bersama dengan petugas Puskesmas lainnya.
3. Praktikan menyimak presentasi singkat dari Bp. Dono Nusito mengenai teknik
pelaporan di lapangan.
4. Kemudian presentasi dilanjutkan oleh dr. Nita yaitu cara mendiagnosa Demam
Berdarah Dengue.
5. Praktikan diperkenalkan oleh petugas – petugas dari masing – masing ruangan di
Puskesmas.
6. Praktikan dibagi menjadi 2 kelompok dimana tiap kelompok terdiri dari 5 anggota.
7. Praktikan menunggu pasien yang dicurigai Demam Berdarah Dengue diruang Balai
Pengobatan.
8. Praktikan mengucapkan salam, perkenalan diri, kemudian meminta izin untuk
melakukan wawancara dan kemudian melakukan test rumple leed.
9. Melakukan pengukuran tekanan darah dahulu pada lengan kiri pasien dan
didapatkan hasil 120/80 mmHg.
10. Kemudian melakukan test rumple leed pada tekanan 100 mmHg.
11. Kemudian ditahan selama kurang lebih 5 menit.
12. Sambil menunggu, kemudian pasien ditanya keluhannnya dan diajak mengobrol
dengan aktif supaya pasien tidak merasa jenuh dan terasa kesemutan pada
lengannya.
13. Setelah 5 menit selesai, tensimeter dilepas kemudian dilihat hasilnya dengan
bantuan penerangan (senter). Umumnya pada pasien normal tidak timbul petekie.
14. Mencatat hasil pemeriksaan ke kertas sementara setelah itu mengucapkan terima
kasih pada pasien.
15. Praktikan kembali ke ruangan semula untuk melaporkan ulang hasil observasi yang
sudah dilakukan.
RESPONDEN 2
a. PELAKSANAAN
a. Hari / tanggal : Selasa, 13 Januari 2015
b. Waktu : 08.00 – 12.30 WIB
c. Tempat : Puskesmas Purwokerto Selatan
b. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. S
b. Usia : 65 tahun
c. Alamat : Karangpucung
c. CARA KERJA
1. Praktikan datang ke Puskesmas Purwokerto Selatan pukul 08.00 WIB.
2. Praktikan diberikan pengarahan mengenai prosedur pelaksanaan oleh Kepala
Puskesmas Purwokerto Selatan.
3. Praktikan diberikan penjelasan mengenai alur pencatatan KLB ( Kejadian Luar
Biasa ) DBD oleh Bapak Dono Nursito.
4. Praktikan diberikan penjelasan mengenai PE ( Penyelidikan Epidemiologi ) oleh
Bapak Dono Nursito.
5. Praktikan diberikan penjelasan mengenai DBD ( Demam Berdarah Dengue ) oleh
Dr. Cahyanita Sayekti di Puskesmas Purwokerto Selatan.
6. Praktikan melakukan Anamnesis dan tes rumple leed di ruang periksa atas perintah
dokter di Puskesmas Purwokerto Selatan.
7. Praktikan memberikan salam, memperkenalkan diri kemudian meminta ijin untuk
wawancara.
8. Praktikan melakukan tes rumple leed dengan cara mengukur tekanan darah terlebih
dahulu pada lengan kiri hasilnya 140 /90 mmHg.
9. Kemudian praktikan melakukan tes rumple leed pada tekanan 115 mmHg ditahan
selama 5 menit.
10. Sambil menunggu 5 menit pasien diberikan pertanyaan mengenai keluhannya.
Setelah 5 menit, tensimeter dilepas dan dilihat dengan menggunakan senter,
dan hasilya tidak didapatkan petenchie.
RESPONDEN 3
a. PELAKSANAAN
a. Hari, tanggal : Selasa, 13 Januari 2015
b. Waktu : 08.00 – 12.30 WIB
c. Tempat : Puskesmas Purwokerto Selatan
b. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Bapak SD
b. Usia : 71 tahun
c. Alamat: Ganda Suli, Rt.01/01, Karang Pucung, Purwokerto
c. CARA KERJA
1. Praktikan menunggu pasien yang memiliki demam dan akan dilakukan
pemeriksaan.
2. Meminta ijin terlebih dahulu kepada pasien untuk melakukan tes Rumpleed
dan tensi.
3. Melakukan tensi pada lengan kiri dengan hasil 140/80 mmHg.
4. Kemudian tetap memompa manset pada tekanan 140+80/2= 110 mmHg.
5. Ditunggu selama 5 menit, sambil mengajak pasien bercerita tentang
keadaannya agar pasien merasa nyaman.
6. Setelah 5 menit, lepaskan manset dan lihat apakah timbul bercak-bercak
merah pada lengan pasien atau petechie (agar lebih jelas menggunakan senter).
7. Ternyata pasien terdapat lebih dari 10 petechie, maka di sangka Demam
Berdarah.
8. Selanjutnya dari pihak pasien memberikan surat rujukan ke rumah sakit agar
dilakukan pemeriksaan darah untuk memastikan diagnosis Demam Berdarah.
RESPONDEN 4
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Hambatan
Dari hasil field lab yang sudah dilaksakan oleh praktikan di puskesmas Purwokerto
Selatan, ditemukan beberapa hambatan, seperti :
1. Penyelidikan epidemiologi tidak dilakukan/ dipraktekkan langsung sehingga
praktikan masih belum begitu paham mengenai penyelidikan epidemiologi.
2. Tidak ditemukan pasien suspct DBD karena saat praktikan berada BP waktunya
sangat sedikit sehingga puskesmas pun susah untuk mencarikan pasien dengan
suspect DBD.
3. Topik field lab yang tidak sesuai dengan blok yang sedang dilalui oleh praktikan.
Hal ini membuat praktikan kurang memahami materi karena persiapan dan
penjelasan materi tentang field lab yang kurang.
B. Saran
1. Waktu dilakukannya field lab lebih diperpanjang atau mungkin dibuat lebih dari satu
hari agar lebih bisa menemukan pasien yang memiliki kasus-kasus yang bervariasi.
2. Sebaiknya topik yang diberikan sesuai dengan kelangsungan berjalannya blok saat ini,
karena bila diluar dari materi yang diberikan maka pemahaman dari praktikan juga
kurang efektif terhadap jalannya field lab.
DAFTAR PUSTAKA
CDC. 2003. Dengue Fever. Division of Vector-Borne Infectious Diseases
Depkes RI 1992. Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue.
Suroso T, dkk,. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Depkes RI
Suroso T., Umar, A.I. 2000. Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit DBD, FK UI.
Jakarta
WHO. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengua dan Demam
Berdarah Dengue,