i
DISERTASI
IKLAN KOMERSIAL PADAMEDIA ELEKTRONIK:
GAYA BAHASA, MAKNA, DAN IDEOLOGI
DESAK PUTU EKA PRATIWI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
DISERTASI
IKLAN KOMERSIAL PADAMEDIA ELEKTRONIK:
GAYA BAHASA, MAKNA, DAN IDEOLOGI
DESAK PUTU EKA PRATIWI
NIM 1090171011
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
IKLAN KOMERSIAL PADA MEDIA ELEKTRONIK:
GAYA BAHASA, MAKNA, DAN IDEOLOGI
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor
Pada Program Doktor, Program Studi Linguistik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
DESAK PUTU EKA PRATIWI
NIM 1090171011
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iv
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :Desak Putu Eka Pratiwi, S.S., M.Hum
NIM :1090171011
Program Studi : Program Doktor (S3) Linguistik, Program
Pascasarjana, Universitas Udayana
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah ini bebas plagiat. Apabila pada
kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No.17, Tahun 2010 dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 4 Mei 2015
Desak Putu Eka Pratiwi
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Om Swastiastu,
Penulis memanjatkan puja dan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah disertasi ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Disertasi yang berjudul “Gaya Bahasa Iklan
Komersial pada Media Elektronik” ini dapat terwujud karena adanya dukungan dari
berbagai pihak.Oleh sebab itu, melalui kesempatan ini penulis ingin menghaturkan
ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya bagi semua pihak yang telah dengan
segenap hati memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan bantuan.
1. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD, atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Doktor
di Universitas Udayana.
2. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S(K),
Asisten Direktur I, Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A. dan Asisten Direktur II, Prof.
Made Sudiana Mahendra, Ph.D., yang telah memberikan segala fasilitas yang
mendukung penyelesaian studi ini. Beserta segenap staf Program Pascasarjana
Universitas Udayana yang sangat membantu kelancaran studi penulis.
3. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua Program Doktor
Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Aron Meko
Mbete, beserta segenap dosen yang selalu menginspirasi penulis, memberi
motivasi, dan mendorong penulis untuk terus berkarya.
4. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati
Beratha, M.A., sebagai Promotor, yang dengan sabar selalu memberikan
motivasi dan bimbingan kepada penulis. Beliau menumbuhkan rasa percaya diri
sehingga penulis selalu memiliki keyakinan dapat menyelesaikan semua proses
dalam menyelesaikan disertasi ini. Di samping itu, beliau tidak henti-hentinya
membantu penulis dalam memahami teori-teori linguistik yang digunakan dalam
penelitian ini. Berbagai ide cemerlang yang beliau berikan sangat membantu
penulis dalam mengembangkan disertasi ini sehingga disertasi ini bisa memiliki
novelty tersendiri.
5. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Kopromotor I, Prof. Dr. I Nengah
Sudipa, M.A. dan Kopromotor II, Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.
yang senantiasa meluangkan waktu untuk memeriksa setiap bab dalam disertasi
dengan cermat dan teliti. Kedua Kopromotor juga selalu membantu penulis
dalam menemukan beberapa referensi penting. Banyak masukan dan ide segar
yang diberikan selama proses bimbingan yang membuka wawasan penulis
sehingga disertasi ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
6. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim penguji, yaitu Prof. Dr. I
Wayan Pastika, M.S., Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum., Prof. Dr. Ida Bagus Putra
vii
Yadnya, M.A., Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., dan Dr. I Made Netra, M.Hum.
yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberi masukan yang
sangat bermanfaat bagi disertasi ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada para penguji akademik, yaitu Dr. Dra. Ni Wayan Sukarini,
M.Hum., Dr. Dra. I. G. AG. Sosiowati, M.A., dan Dr. Ni Luh Nyoman Seri
Malini, S.S., M. Hum.atas bimbingan dan motivasinya.
7. Ucapan terima kasih penulis sampaikankan kepada seluruh staf Program Doktor
Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, khususnya I Nyoman
Sadra, S.S., I Ketut Ebuh, S.Sos., I G A Putu Supadmini, I Komang Triani, S.E.,
I. B. Suanda, dan para pustakawan pada perpustakaan Linguistik dan Kajian
Budaya atas segala bantuan dan pelayanan yang telah diberikan selama masa
studi penulis.
8. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. William Foley, selaku
pembimbing penulis selama mengikuti program Sandwich Like-2013 di
University of Sydney, Australia yang telah memberikan kesempatan yang sangat
berharga bagi penulis untuk mengikuti studi, membimbing penulis dalam
penulisan artikel, serta memberikan akses bagi penulis untuk menggunakan
segala fasilitas ruang penelitian serta perpustakaan.
9. Penulis sangat berutang budi pada I Wayan Arka, M.Phil., Ph.D. yang telah
membantu penulis mendapatkan kesempatan untuk merasakan pengalaman studi
di Australia, memberikan kesempatan untuk mengunjungi Australian National
University, serta memberikan berbagai buku serta jurnal internasional yang
sangat bermanfaat bagi disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan
kepada seluruh keluarga I Wayan Arka M.Phil., Ph.D. di Canberra yang dengan
hangat menerima penulis di rumahnya.
10. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada segenap karya siswa Program
Doktor Linguistik yang telah berhasil menyelesaikan studi terlebih dahulu
ataupun yang tengah berjuang menyelesaikan disertasi: Dr. Maria Magdalena
Ngongo, M.Pd., Dr. I Wayan Budiarta, M.Hum., Dr. Sosiowati, M.A., Dr. Mirsa
Umiyati, M.Hum., Dr. Murdana, M.A., Dr. Hugo Warami, M.Hum., Ketut
Paramarta, Putu Chrisma Dewi, S.S., M.Hum, Dra. Luh Putu Laksminy, M.Hum,
dan lain-lain.
11. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dr. Drs. I Made
Sukamerta, M.Pd. selaku mantan ketua Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA)
Saraswati Denpasar, yang sekarang menjabat sebagai Rektor Universitas
Mahasaraswati Denpasar, yang telah memberikan izin dan kesempatan bagi
penulis untuk melanjutkan studi S3 serta mengikuti program Sandwich Like-
2013.
12. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada yang terhormat I Komang Sulatra,
S.S., M.Hum. dan I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini, S.S., M.Hum. selaku ketua
dan wakil ketua Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA) Saraswati Denpasar
yang selalu memberikan dukungan penuh pada penulis. Terimakasih atas segala
kepercayaan dan pengertiannya selama masa studi penulis karena telah
viii
memberikan waktu bagi penulis untuk terus berkarya di sela-sela padatnya
rutinitas pekerjaan. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada seluruh rekan
dosen di Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA) Saraswati Denpasar: Putu Nur
Ayomi, S.S., M.Hum., I Wayan Suwandana, S.S., M.Hum., I Wayan Juniartha,
S.S., M.Hum., Ni Nyoman Deni Ariyaningsih, S.S., M.Par., Drs. I Wayan Sidha
Karya, M.A., Heru P. Ardi, S.S., I Wayan Meidariani, S.S., M.Hum., beserta
seluruh pegawai yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Motivasi dari rekan-
rekan sejawat memberi warna tersendiri dalam perjalanan studi penulis.
13. Rasa terima kasih yang tiada terhingga penulis tujukan kepada seluruh keluarga
yang selalu memacu semangat penulis dalam menyelesaikan studi, khususnya
kedua orang tua penulis, Dr. Drs. Dewa Nyoman Oka, M.Pd. dan I Gusti Ayu
Putu Supartini, S.Pd. serta adik-adik penulis dr. Desak Nyoman Trisepti Utami,
S.Ked., Desak Ketut Tristiana Sukmadewi, dan Desak Putu Kunti Wedayanti.
Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada suami penulis, Anak
Agung Ngurah Putra Suanjaya, S.E. dan putri kecil penulis, Anak Agung Istri
Vindhya Jnanadhara, serta ayah dan ibu mertua, Anak Agung Made Kaler dan
Anak Agung Sagung Putri Kencana, yang selalu memberikan dukungan penuh.
14. Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Direktorat Jendral Pendididkan Tinggi di Jakarta yang telah memberikan
beasiswa BPPS, beasiswa Sandwich-Like 2013 di University of Sydney Australia,
serta hibah disertasi Doktor. Tanpa bantuan finansial tersebut penulis tidak
dapat mewujudkan cita-citanya meraih gelar akademik tertinggi, yaitu gelar
Doktor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini masih jauh dari kata
sempurna.Segala kelemahan dan kekurangan dalam disertasi ini merupakan tanggung
jawab penulis sebagai peneliti.Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca untuk penyempurnaan disertasi ini.Semoga disertasi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca atau peneliti berikutnya dan semoga Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.
Om shanti shanti shanti Om.
Denpasar, Mei 2015
Penulis
ix
ABSTRAK
IKLAN KOMERSIAL PADA MEDIA ELEKTRONIK:
GAYA BAHASA, MAKNA, DAN IDEOLOGI
Bahasa iklan merupakan bahasa yang sangat kaya, baik gaya maupun pilihan
katanya. Tujuan utama dari bahasa iklan ialah untuk menarik perhatian dan minat
pembeli.Pembuat iklan senang bermain dengan kata-kata dan memanipulasi atau
mengubah makna yang sebenarnya. Bahkan mereka tidak mengindahkan peraturan
bakudengan tujuan untuk mendapatkan efek tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk:
(a) menjelaskan gaya bahasa iklan komersial pada media elektronik; (b) mengungkap
makna yang terkandung dalam iklan komersial pada media elektronik; dan (c)
menjelaskan ideologi di balik iklan komersial pada media elektronik.
Ada 20 jenis iklan komersial yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 10
iklan makanan dan 10 iklan minuman.Seluruh data diambil dari beberapa stasiun TV
swasta.Metode observasi dan dokumentasi diterapkan dalam pengumpulan data.Data
penelitian dianalisis denganmetode kualitatif menggunakan teori-teori linguistik.
Pertama, jenis-jenis gaya bahasa dianalisis dengan teori gaya bahasa yang
dikembangkan oleh Keraf (1991). Kedua, analisis maknayang dimulai dengan
menelaah jenis tindak tutur dengan menggunakan teori pragmatik yang
dikembangkan oleh Yule (1996).Penelitian dilanjutkan dengan menelaah makna
tanda verbal dan nonverbal dengan menggunakan teori semantik yang dikembangkan
oleh Palmer (2001) dan teori semiotik dari Barthes (1998).Telaah makna diikuti
dengan telaah maksim untuk melihat adanya pelanggaran maksim percakapan pada
iklan TV dengan menggunakan teori tentang maksim percakapan yang dikembangkan
oleh Grice (1975).Ketiga, analisis ideologi menggunakanteori ideologi dari Storey
(2003).
Hasil penelitian menunjukkan, berdasarkan pilihan kata, iklan makanan dan
minumanpada umumnya menggunakan gaya bahasa percakapan. Berdasarkan nada,
iklan tersebut menggunakan gaya bahasa sederhana danberdasarkan struktur kalimat,
iklan tersebutmenggunakan gaya bahasa klimaks. Sementara itu, berdasarkan
ketidaklangsungan makna iklan tersebut menggunakan gayabahasa kias. Ditelaah
dari tindak tutur, hanya empat jenis tindak tutur yang digunakan pada iklan tersebut,
yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, dan komisif.Dikaji dari maksim
percakapan, sebagian besar iklan itumelakukan pelanggaran maksim, yaitu maksim
kualitas, cara berbicara, relevansi,dan kuantitas. Ditelaah dari sudut pandang makna,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik tanda verbal maupun nonverbal pada
iklan TV mengandung makna konotatif.Sementara itu, dikaji dari ideologi iklan
komersialdilatarbelakangi oleh ideologi kapitalisme.
Kata kunci: iklan, gaya bahasa, makna, ideologi
x
ABSTRACT
THE ADVERTISEMENTS ON ELECTRONIC MEDIA:
STYLES, MEANING, AND IDEOLOGY
Language of advertisement is very rich, both in style and word choice. Its
main purpose is attracting audiences‟ attention and interest. The advertisers use to
play with words, manipulate words, or even change the meaning of the words. They
often break the language rule in order to get particular effects. This exploitation of
language makes the analysis of language of advertisement an interesting subject to
analyze. This research aims at identifying the speech styles of TV advertisements,
analyzing the meaning of verbal and nonverbal signs of TVadvertisements, and
finding out the ideology behind them.
There are 20 advertisements used as the data source, divided into two
categories, food and beverage. The data were taken from several TV channels.
Documentation and observation method were applied to obtain the qualitative data.
The collected data were analyzed by using theory of linguistics. First, types of
speech styles were analyzed by theory of speech style developed by Keraf (1991).
Second, the analysis of meaning was started by the analysis of speech act using
theory of pragmatic developed by Yule (1996). It was continued by the analysis of
verbal and nonverbal signs using theory of semantic developed by Palmer (2001) and
theory of semiotic developed by Barthes (1998). It was followed by the analysis of
conversational maxim using theory of maxim developed by Grice (1975). Third, it is
the analysis of ideology using theory of ideology developed by Storey (2003).
The result shows that based on the word choice, most of food and beverage
advertisements used conversational style. Based on the tone, they used casual style.
Based on the sentence structure, they used climax style and based on the implicit
meaning, they used metaphorical style. In term of speech act, there are four kinds of
speech act used in those advertisements, such as representatives, directives,
expressives, and comissives. In term of conversational maxim, most of them break
the maxims, such as maxim of quality, maxim of manner, maxim of relevance, and
maxim of quantity. From meaning point of view, both verbal and nonverbal signs
carried connotative meaning. Generally, the ideology of those advertisements is
capitalism.
Keywords: advertisement, speech style, meaning, ideology
xi
RINGKASAN
IKLAN KOMERSIAL PADAMEDIA ELEKTRONIK:
GAYA BAHASA, MAKNA, DAN IDEOLOGI
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya
berupa urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya
nonempiris. Bahasa iklan merupakan bahasa yang sangat kaya, baik gaya maupun
pilihan katanya. Tujuan utama dari bahasa iklan adalah untuk menarik
perhatian.Pengiklan menggunakan bahasa secara khusus karena ada beberapa
keuntungan tertentu dengan membuat pernyataan yang aneh dan kontroversial
dibandingkan dengan menggunakan bahasa yang sederhana.Penulis iklan terkenal
senang bermain dengan kata-kata dan memanipulasi atau mengubah makna yang
sebenarnya.Bahkan melanggar peraturan tata bahasa untuk mendapatkan efek
tertentu, menggunakan kata-kata yang di luar konteks, dan bahkan menciptakan kata-
kata baru.
Iklan adalah sekumpulan tanda yang bebas ditafsiri.Pada dasarnya, tanda-
tanda yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu verbal dan
nonverbal.Tanda verbal adalah bahasa yang kita kenal, sedangkan tanda nonverbal
adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan, yang tidak secara khusus
meniru rupa atas bentuk realitas (Sobur, 2009: 116).Peranan tanda nonverbal (visual)
tidak kalah pentingnya dengan peranan tanda verbal (peranan bahasa) dalam sebuah
iklan.Strategi kreatif penciptaan iklan harus memperhatikan tanda-tanda (signs) dan
makna (meaning) yang bisa dipahami oleh khalayak setempat karena berkaitan
dengan latar belakang khalayak yang bersangkutan. Semua tanda yang muncul dalam
teks iklan mewakili realitas sosial yang ada dalam masyarakat sehingga iklan
berkaitan erat dengan pemaknaan khalayak. Konteks budaya menjadi satu acuan
yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam kaitannya dengan keberhasilan
komunikasi suatu iklan.
Iklan dapat dipersepsi dan dimaknai dari berbagai sudut pandang.Pembuatnya
bisa saja mengatakan bahwa iklannya tidak mengumbar sensualitas, namun khalayak
menafsir sebagai pornografi, dan sebagian lainnya mungkin menafsir sebagai hal
yang mengandung nilai estetika tinggi, dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh
manusia yang memiliki kapasitas luar biasa dalam melihat sesuatu dengan berbagai
cara. Rangsangan fisik, jasa, atau produk yang sama pun dapat dilihat dengan
berbagai cara (Sutherland, 2005:34).
Ketika ”membaca” iklan televisi, keterhubungan iklan dan semiotik menjadi
satu diskusi yang menarik. Sebagian tayangan iklan seringkali bukan menawarkan
produk semata, melainkan juga melekatkan sistem keyakinan dan nilai tertentu.
xii
Dalam catatan Graeme Burton (2007: 40), barang-barang yang diiklankan di televisi
akan memperoleh nilai kultural. Iklan yang pada dasarnya sekadar kegiatan
promosional atas produk menjadi kegiatan pemasaran seperangkat nilai dan
keyakinan. Iklan televisi telah menjadi satu bagian kebudayaan populer yang
memproduksi dan merepresentasikan nilai, keyakinan, dan bahkan ideologi.
Menariknya, iklan televisi kemudian tidak luput dari perannya sebagai arena
komodifikasi karena pesan iklan bukan lagi sekadar menawarkan barang dan jasa,
melainkan juga menjadi semacam alat untuk menanamkan makna simbolik.
Implikasi kehadiran iklan dalam ruang kehidupan memang sangat
luas.Selain memberi kontribusi ekonomis bagi pemilik modal, melalui tanda-tanda
yang dimunculkan dalam pesan-pesan dan tampilan visualnya, iklan juga memberi
pengaruh pada suatu perubahan sosial.Jadi, tidaklah mengherankan jika banyak
kalangan menilai iklan adalah suatu objek yang menarik untuk dikaji, terutama dalam
ranah komunikasi dan semiotik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas akan dibahas tiga masalah terkait dengan
iklan komersial sebagai sebuah wacana iklan. Ketiga masalah tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimanakah gaya bahasa iklan komersial pada media elektronik?
2) Makna apakah yang terkandung dalam iklan komersial pada media
elektronik?
3) Ideologi apakah yang melatarbelakangi iklan komersial pada media
elektronik?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, penelitian ini
memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang
bagaimana cara pembuat iklan komersial menyusun serta menyampaikan
iklannya sehingga bernilai komersial.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. menjelaskan gaya bahasa iklan komersial pada media elektronik;
2. mengungkap makna yang terkandung dalam iklan komersial pada media
elektronik;
3. menjelaskan ideologi yang terkandung dalam iklan komersial pada media
elektronik
1.4 Manfaat Penelitian
xiii
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat yang
dapat dinikmati, baik secara teoretis (manfaat akademik) maupun praktis (manfaat
non akademik) sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yaitu manfaat penelitian dalam mengaplikasikan teori,
mengembangkan teori, dan menyumbang ilmu pengetahuan baru.Secara
teoretis, penelitian ini diharapkan dapat:
1) memperkaya fakta dan informasi tentang makna dan bahasa visual iklan
televisi melalui analisis semiotika;
2) memberikan gambaran tentang proses penggunaan tanda (verbal dan non
verbal) dalam menciptakan sebuah bentuk komunikasi publik berupa
iklan;
3) memberikan model kajian menuurut Barthes dalam menganalisis makna
tingkat 1 dan tingkat 2;
4) menjadi acuan penelitian tentang kajian semiotik periklanan dan
memberikan data serta sumber informasi yang bermanfaat.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis yaitu manfaat penelitian dalam memecahkan masalah
kehidupan sehari-hari.Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi:
1) pembaca agar lebih kritis dalam memaknai pesan yang disampaikan oleh
media terutama pesan yang disampaikan oleh pengiklan di televisi;
2) masyarakat konsumen akan memperoleh manfaat tentang bagaimana
mereka harus menanggapi dan menyikapi keberadaan sebuah iklan
komersial agar nantinya tidak salah pilih produk barang atau jasa yang
diinginkannya;
3) masyarakat produsen (pencipta iklan) akan lebih mampu menciptakan
iklan yang lebih komunikatif dan persuasif.
2. Kajian Pustaka, Konsep, Landasan Teori, dan Model Penelitian
2.1 Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini dikaji hasil-hasil penelitian baik berupa tesis, disertasi,
maupun artikel yang dikategorikan dalam penelitian dengan objek yang sama,
penelitian dengan teori sejenis, dan penelitian yang terkait dengan rumusan masalah
untuk mengetahui keterkaitannya maupun perbedaannya dengan penelitian ini.
Beberapa tesis yang dikaji antara lain: (1) The Discourse of Advertising: A
Comparison of Indonesian and English-Language Print Advertisement oleh Wandia
(1997); (2) Wacana Iklan Komersial oleh Welaga (2000); (3) Wacana Iklan
Komersial Media Cetak: Kajian Hipersemiotika oleh Mulyawan (2005); (4) Teks
Iklan Layanan Kesehatan Masyarakat: Kajian Semiotik oleh Mahayani (2011); dan
(5) Rule-Breaking in the Language of Advertising oleh Charles (2001).
xiv
Disamping itu, ada beberapa disertasi yang dikaji antara lain: (1) Analisis
Bahasa Iklan Rusia: Iklan Sebagai Fenomena Baru Informasi Massa Dalam
Masyarakat Rusia oleh Hardjatno (1998); (2) Teks Iklan Layanan Masyarakat:
Kajian Semiotik oleh Sukarini (2012); dan (3) Tanda Verbal dan Tanda Visual Iklan
Layanan Masyarakat (Sebuah Kajian Semiotika pada Iklan Layanan Masyarakat
yang Dimuat di Harian Kompas Periode 1994–2006) oleh Tinarbuko (2006).
Sementara itu, beberapa artikel juga dikaji dalam penelitian ini antara lain: (1)
Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal: Kasus pada Iklan Cetak Obat-Obatan dan
Kosmetik oleh Sufanti dan Sabardila (2007); (2) Analisis Pemakaian Gaya Bahasa
pada Iklan Produk Kecantikan Perawatan Kulit Wajah di Televisi oleh Kusumawati
(2010); (3) Truthfulness as a Factor in the Language of Advertising oleh Kehinde
(2005); (4) Hidden Language of Advertising: A Semiotic Approach oleh Najafian dan
Dabaghi (2011); (5) The Language of Advertising: Who Controls Quality?oleh
Wyckham and Banting (1984); dan (6) Analisis Gender pada Iklan Televisi dengan
Metode Semiotika oleh Faturochman (2004).
2.2 Konsep Konsep adalah pemahaman yang lebih luas tentang suatu hal. Dalam paparan
konsep berikut dijelaskan beberapa konsep utama yang harus dipahami dalam
rancangan penelitian ini, yaitu konsep gaya bahasa, iklan, tanda, dan ideologi. Uraian
lebih jelas disajikan seperti di bawah ini:
2.2.1 Konsep Gaya Bahasa
Sudjiman (1990: 33) menyatakan bahwa yang disebut gaya bahasa adalah cara
menyampaikan pikiran dan perasaan dengan kata-kata dalam bentuk tulisan maupun
lisan. Gaya bahasa mempunyai cakupan yang sangat luas. Menurut penjelasan
Kridalaksana (1982), gaya bahasa (style) mempunyai tiga pengertian, yaitu (1)
pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2)
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3) keseluruhan ciri-
ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Sementara itu, Keraf (1991: 113) menyatakan
bahwa gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau penutur.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
adalah bahasa indah yang digunakan untuk mengungkapkan pikiran sehingga dapat
menimbulkan efek tertentu.
2.2.2 Konsep Iklan
Cook (1992: 9) mendefinisikan iklan sebagai “promosi penjualan benda
dan layanan melalui media yang tidak bersifat pribadi”. Sementara itu, Dyer
(1982: 2) mengemukakan bahwa kata advertising berarti „mengarahkan perhatian
seseorang pada sesuatu hal‟.Hal ini menunjukkan bahwa satu bentuk atau jenis
pengumuman atau representasi dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan
komoditas atau layanan tertentu.Iklan dapat disampaikan dengan ucapan atau kata-
xv
kata dari mulut ke mulut. Hal ini merupakan cara yang paling tradisional yang
bersifat tidak formal, dan dalam skala lokal, tanpa perlu mengeluarkan biaya.
Namun, jika ingin menginformasikan sesuatu kepada khalayak yang lebih luas maka
diperlukan media, baik media cetak (seperti poster, koran, majalah, dan lain-lain)
maupun media elektronik (seperti radio, televisi, internet, dan lain-lain).
2.2.3 Konsep Tanda
Menurut de Saussure, seperti yang dikutip oleh Pradopo (1991: 54), tanda
sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya
selembar kertas. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda
(berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indera kita
yang disebut dengan penanda (signifier) dan aspek lainnya yang disebut petanda
(signified). Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi, petanda
merupakan konsep atau apa yg dipresentasikan oleh aspek pertama. Lebih lanjut
dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression)
dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata,
gambar, warna, objek, dan sebagainya. Petanda terletak pada tingkatan isi atau
gagasan (level of content) dari apa yang diungkapkan melalui tingkat ungkapan.
Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna.
2.2.4 Konsep Ideologi
Secara etimologis ideo berarti gagasan-gagasan, sementara logos adalah
ilmu.Jadi, ideologi berarti ilmu tentang gagasan-gagasan atau ilmu yang mempelajari
asal-usul ide.Thompson (2003: 17) mendefinisikan istilah ideologi sebagai sistem
berpikir, sistem kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan
tindakan sosial dan politik. Ideologi secara mendasar berhubungan dengan proses
pembenaran hubungan kekuasaan yang tidak simetris, berhubungan dengan proses
pembenaran dominasi. Ideologi bukanlah bayangan tertentu dari dunia sosial tetapi
merupakan bagian dari dunia itu sendiri, merupakan elemen yang kreatif dan
konstitutif dalam kehidupan sosial.Kajian ideologi membicarakan hubungan bahasa
dengan masyarakat dan kebudayaan karena adanya pengaruh tuntutan sosial
politik.Pengaruh kekuasaan terhadap sejarah, politik, sistem masyarakat, nilai sastra
dan budaya membentuk pandangan masyarakat sehingga meyakini suatu konsep
sebagai kebenaran yang wajar, inilah yang dinamakan ideologi (Sinar, 2007: 2).
2.3 Landasan Teori
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjawab dan memecahkan
permasalahan dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut antara lain: teori tentang gaya
bahasa yang dikembangkan oleh Keraf (1991), teori pragmatik yang dikembangkan
oleh Yule (1996), teori maksim dari Grice (1975), teori semantik yang dikembangkan
oleh Palmer (2001), teori semiotik dari Barthes (1998), teori tentang ideologi yang
dikembangkan oleh Storey (2004), serta beberapa teori pendukung lainnya.
xvi
Pertama, teori mengenai diksi dan gaya bahasa dari Keraf (1991) digunakan
dalam menganalisis jenis-jenis gaya bahasa pada iklan makanan dan minuman.
Menurut Keraf (1991) gaya bahasa dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: (1)
berdasarkan pilihan kata (terdiri dari gaya bahasa resmi, tak resmi, percakapan); (2)
berdasarkan nada (terdiri dari gaya bahasa sederhana, mulia dan bertenaga,
menengah), (3) berdasarkan struktur kalimat (terdiri dari klimaks, antiklimaks,
paralelisme, antithesis, repetisi), dan (4) berdasarkan langsung tidaknya makna
(terdiri dari gaya bahas retoris, gaya bahasa kiasan).
Kedua, teori pragmatik yang dikembangkan oleh Yule (1996), teori maksim
dari Grice (1975), teori semantik yang dikembangkan oleh Palmer (2001), dan teori
semiotik dari Barthes (1998) digunakan untuk menganalisis makna tanda verbal dan
non-verbal pada iklan makanan dan minuman. Sebelum menelaah makna, terlebih
dahulu dilakukan telaah terhadap jenis-jenis tindak tutur yang digunakan pada iklan
makanan dan minuman. Yule (1996: 92) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi
lima jenis. Kelima jenis tindak tutur itu adalah: (1) Representatif, yaitu tindak tutur
yang menyatakan apa yang diyakini oleh penutur; (2) Direktif, yaitu tindak tutur yang
dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu; (3) Ekspresif,
yaitu tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur; (4) Komisif,
yaitu tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap
tindakan-tindakan di masa yang akan datang; dan (5) Deklarasi, yaitu tindak tutur
yang mengubah dunia melalui tuturan.
Kemudian, untuk menelaah makna digunakan teori semantik dan
semiotik.Semantik merupakan sebuah istilah yang mengacu pada ilmu yang
mempelajari tentang makna (Palmer, 2001: 1).Kata semantik kemudian disepakati
sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan
antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Hal ini sesuai dengan
pandangan Saussure (1966) yang mengemukakan bahwa tanda linguistik terdiri atas
(1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2)
komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua
komponen ini adalah tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau
dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, yang lazim disebut referen
atau hal yang ditunjuk.Bahasa adalah alat komunikasi dalam masyarakat yang
menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara konvensional oleh
anggota masyarakat bahasa yang bersangkutan. Menurut pandangan de Saussure
(1916) tanda merupakan kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan
petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau
“coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa
yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah
gambaran mental, pikiran, atau konsep.Jadi petanda adalah aspek mental dari
bahasa.Barthes (1998) meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi
antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara
konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh
penggunanya.Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup
xvii
denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir
dari pengalaman kultural dan personal).Denotasi merupakan makna yang objektif dan
tetap; sedangkan konotasi diberikan oleh pemakai tanda sebagai makna yang
subjektif dan bervariasi.Meskipun berbeda, kedua makna tersebut ditentukan oleh
konteks.
Selanjutnya, untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran terhadap maksim
percakapan digunakan teori maksim yang dikembangkan oleh Grice (1975). Maksim
adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik
secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses
komunikasi. Grice (1975) mengungkapkan bahwa di dalam prinsip kerja sama,
seorang pembicara harus mematuhi empat maksim. Empat maksim percakapan
tersebut antara lain: (1) maksim kualitas (dalam percakapan, berusahalah menyatakan
sesuatu yang benar); (2) maksim kuantitas (berilah keterangan secukupnya dan
jangan mengatakan sesuatu yang tidak diperlukan); (3) maksim relevansi (katakanlah
hanya apa yang berguna atau relevan); dan (4) maksim cara berbicara (jangan
mengatakan sesuatu yang tidak jelas, jangan mengatakan sesuatu yang ambigu,
berbicaralah dengan singkat dan secara khusus).
Terakhir, yaitu analisis ideologi iklan yang merupakan analisis iklan secara
satu kesatuan.Untuk menelaah idelogi yang melatarbelakangi iklan digunakan teori
idelogi yang dikembangkan oleh Storey (2004).Ada empat konsep dasar mengenai
ideologi yang dikemukakan oleh Storey (2004).Pertama, ideologi menunjuk pada
kesadaran (keyakinan) atau pendirian tentang pemikiran atau pandangan tertentu.
Kedua, ideologi menyangkut ide-ide, gagasan, pedoman atau petunjuk-petunjuk
produksi tentang makna. Ketiga, ideologi menentukan cara memandang, orientasi
memandang atau menyikapi tentang segala sesuatu. Keempat, ideologi
mempengaruhi pikiran, selera, perasaan, dan menuntut tindakan kebudayaan serta
tindakan sosial seseorang atau kelompok.Prinsip-prinsip dasar itulah yang digunakan
untuk menelaah ideologi yang tersebunyi di balik iklan-iklan komersial pada media
TV.
xviii
2.4 Model Penelitian
Gaya Bahasa Iklan Komersial
pada Media Elektronik
Bentuk Ideologi Makna
Berdasarkan:
- Pilihan kata
- Nada
- Struktur kalimat
- Ketidaklangsungan
makna
- Jenis Tindak Tutur
- Makna Denotasi
&Konotasi
- Pelanggaran Maksim
Percakapan
- Mitos
- Ideologi di balik
iklan komersial
pada TV
Teori
Gaya Bahasa
Teori
Semantik
TEMUAN
Teori
Pragmatik
Teori
Semiotik
Teori
Ideologi
xix
3. Metode Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini adalah iklan TV. Iklan tersebut diambil dari
beberapa sumber yang berbeda, antara lain: SCTV, RCTI, Gobal TV, Trans 7, Trans
TV, dan Indosiar.Ada 20 jenis iklan komersial yang digunakan dalam penelitian ini
yang terdiri dari 10 iklan komersial produk makanan dan 10 iklan komersial produk
minuman. Iklan produk makanan yang digunakan antara lain: Mie Sedaap Cup,
Wafer Tango, Fitbar, Energen Sereal, Sambal ABC, Mie Sedaap Ayam Spesial, Sasa,
Magic Lezat, Jacob‟s Crackers, dan Kecap Bango. Sementara itu, iklan produk
minuman yang digunakan antara lain: Teh Botol Sosro, Kopi Kapal Api, Fruitea,
Vitamin Water, Ades, Nu Greentea, Freshtea, Nutrisari, Kopi Good Day, dan Teh
Sariwangi.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu
metode observasi.Sementara itu, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik rekam serta teknik simak dan catat.Metode analisis yang
digunakan adalah metode kualitatif.langkah-langkah analisis data kualitatif secara
garis besar, antara lain deskripsi, klasifikasi, dan analisis. Yang ingin dicapai dalam
analisis data kualitatif yaitu menganalisis makna yang ada di balik informasi, data,
dan proses suatu fenomena sosial. Hasil analisis data disajikan dengan perpaduan
metode formal dan informal.Penerapan metode informal dalam penyajian hasil
analisis data diwujudkan dengan menggunakan untaian kata, kalimat, serta istilah
teknis untuk merumuskan dan menerangkan setiap permasalahan
penelitian.Sedangkan penerapan metode formal bertujuan untuk menyajikan hasil
analisis dengan menggunakan lambang-lambang, diagram, tabel, gambar, dan juga
tanda.Penerapan metode formal dan informal dalam penyajian hasil analisis data
dilakukan untuk membuat seluruh uraian dalam penelitian ini lebih mudah dipahami.
4. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis data yang merujuk pada tiga permasalahan yang
dirumuskan, hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1) Analisis Gaya Bahasa pada Iklan TV
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa percakapan mendominasi iklan
makanan dan minuman pada TV. Pilihan kata pada gaya bahasa percakapan
yaitu kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan.
Termasuk dalam kategori ini adalah ungkapan-ungkapan umum dan kebiasaan
menggunakan bentuk-bentuk gramatikal tertentu.Berdasarkan nada, sebagian
besar iklan menggunakan gaya bahasa sederhana. Ciri utama gaya ini adalah
bersifat kesederhanaan, yang berdasarkan tujuan untuk menyampaikan
maklumat, bahasa untuk menyentuh perasaan atau menghasilkan suasana
tertentu. Berdasarkan struktur kalimat, sebagian besar iklan menggunakan
gaya bahasa klimaks. Gaya ini bersifat periodik yaitu mengandung urutan-
xx
urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari
gagasan-gagasan sebelumnya.Berdasarkan langsung tidaknya makna,
sebagian besar iklan menggunakan gaya bahasa kias, yaitu personifikasi.
Berikut ini adalah contoh analisis iklan berdasarkan gaya bahasa yang paling
banyak dipakai pada iklan makanan dan minuman, yang kiranya dapat
merepresentasikan keseluruhan data pada penelitian ini.
(1) Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata: Gaya Bahasa Percakapan
Menurut Keraf (1991) pada dasarnya gaya bahasa percakapan
merupakan gaya bahasa yang pilihan katanya berupa kata-kata populer
dan kata-kata percakapan. Karakteristik dari gaya bahasa ini yaitu segi-
segi sintaktis dan morfologis tidak terlalu diperhatikan. Contohnya adalah
sebagai berikut.
Data A1: “(1) Dulu hidup gue basi banget. (2) Kalo kata kucing gue „kudate-kudate‟.
(3) Tapi sekarang gue cup date. (4) Makan Mie Sedaap Cup baru. (5)
Pertama kali ni, mie cup dengan rasa yang up to date. (6) Cup date itu mie
cup yang isinya banyak. (7) Ada bal-balnya. (8) Hmmm pingin gue pacarin.
(9) Rasanya sensasinya up to date. (10) Pecah enaknya. (11) Ini baru mie
cup berkualitas, rasanya berkelas. (12) So update rasa lu. (13) Cuma Mie
Sedaap Cup baru.”
(Sumber: Trans 7, Oktober 2013)
Seperti yang dikemukakan oleh Simpson (2004), penggunaan gaya
bahasa dapat dilihat dari tataran leksikon (kosakata). Secara umum, iklan
di atas menggunakan gaya bahasa percakapan. Hal ini dapat dilihat pada
penggunaan pronomina persona gue dan lu yang merupakan bentuk
informal dari saya dan kamu. Di samping itu, terdapat penggunaan
kosakata yang sering digunakan dalam percakapan, seperti pacarin,
pingin, banget, kalo, ni, dan cuma. Iklan di atas juga menggunakan
campur kode. Hal ini dapat dilihat pada tuturan 3, “Tapi sekarang gue cup
date”; tuturan 4, “Makan Mie Sedaap Cup baru”; tuturan 5, “Pertama kali
ni, mie cup dengan rasa yang up to date”; tuturan 6, “Cup date itu mie
cup yang isinya banyak”; tuturan 7, “Ada bal-balnya”; tuturan 9,
“Rasanya sensasinya up to date”; dan tuturan 12, “So update rasa lu”.
Campur kode merupakan kreativitas pengiklan dalam penggunaan bahasa
sehingga produk yang diiklankan menjadi terkenal dan mudah
diingat.Bahkan tidak jarang kata-kata yang digunakan pada iklan
berkembang menjadi bahasa pergaulan yang biasa digunakan dalam
percakapan sehari-hari.
(2) Gaya Bahasa Berdasarkan Nada: Gaya Bahasa Sederhana
xxi
Gaya bahasa sederhana adalah gaya bahasa yang cocok digunakan
untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Data B1: “(1) Dulu saya berpikir betapa tidak pentingnya pekerjaan saya ini. (2)
Bandingkan saja dengan mereka yang berperan dengan tintanya. (3) Atau
mereka yang berperan dengan pengabdiannya. (4) Tapi kini saya yakin
bahwa tidak ada peran yang kecil selama kita memberikan yang terbaik. (5)
Dengan tenaga atau pikiran. (6) Apapun enaknya minum teh botol Sosro.
(7) Sosro ahlinya teh.”
(Sumber: Trans 7, Oktober 2013)
Pada iklan di atas, penutur adalah seorang kuli yang dulu selalu
menganggap pekerjaannya tidak penting dan selalu membanding-
bandingkan pekerjaannya dengan pekerjaan orang lain yang lebih
bergengsi seperti pengusaha. Namun akhirnya ia menyadari bahwa tidak
ada pekerjaan yang kecil selama semua dilakukan dengan sepenuh hati.
Hal ini tentu saja dapat menyentuh hati siapapun yang menontonnya sebab
penonton bisa melihat bagaimana pandangan seorang kuli terhadap sebuah
pekerjaan. Sehingga orang-orang yang menonton iklan ini bisa lebih
mensyukuri apa yang telah dimilikinya sebab di luar sana masih ada
banyak orang yang kurang beruntung. Dengan demikian gaya bahasa
sederhana adalah pilihan yang paling tepat untuk menyentuh hati
penonton.
(3) Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat: Gaya Bahasa Klimaks
Gaya bahasa klimaks yaitu gaya bahasa berupa ekspresi dan
pernyataan dalam rincian yang secara periodik makin lama makin
meningkat, baik kuantitas, kualitas, intensitas, nilainya. Contohnya adalah
sebagai berikut.
Data B3: P1 : (1) “Eh dimarahin lagi gue ma Pak Selamet”
P2 : (2) “Selamet lu ladenin”
P1 : (3) “Serunya Fruitea dulu ni”
: (4) “Eh tapi kita harus utamain Pak Selamet lo”
Semua : (5) “Maksud lo?”
P1 : (6) “Noooo…..”
P3 : (7) “Eh Selamet kan marahnya nyeruduk lo”
Semua : (8) “Nyeruduk?”
P3 : (9) “Selamat-kan badak Jawa”
P1 : (10) “Yahhh… habis. Selamat apa lagi ya?”
P4 : (11) “Selamatkan diri kalian!”
xxii
P1 : (12) “Mampus gue”
(Sumber: Trans TV, Oktober 2013)
Iklan di atas dibuka dengan keluhan seorang murid yang baru saja
dimarahi oleh pak Selamet (tuturan 1). Kemudian temannya menyarankan
agar ia tidak menghiraukan pak Selamet (tuturan 2). Pada bagian isi,
sekelompok murid-murid bandel tersebut mulai minum Fruitea untuk
menghibur diri (tuturan 3).Setelah minum Fritea muncul lah ide-ide jail di
kepala mereka.Apa pun yang mereka lihat di jalan selalu dijadikan bahan
untuk mengolok-olok Pak Selamet (tuturan 4-10). Pada bagian penutup
semuanya menjadi runyam karena tiba-tiba pak Selamet sudah berdiri di
hadapan mereka dan berkata “Selamatkan diri kalian!”.Ini merupakan
klimaks dari iklan di atas, mereka ketahuan tengah mengolok-olok Pak
Selamet.Murid-murid nakal itu pun akhirnya lari tunggang langgang
menyelamatkan diri dari Pak Selamet.
(4) Gaya Bahasa Berdasarkan Ketidaklangsungan Makna: Gaya Bahasa
Kias (Personifikasi)
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Contohnya adalah
sebagai berikut.
Data A2: “(1) Tango disukai selera lokal dan internasional. (2) Tango juga kenalkan
bebek dan Blackberry. (3) Astronot dan asongan pun akrab karenanya. (4)
Tango satukan shuffling dan siskamling. (5) Nikmatnya tango satukan
semua perbedaan. (6) Tango… (7) Berapa lapis? (8) Ratusan…”
(Sumber: Trans 7, Oktober 2013)
Pengiklan dengan sangat kreatif menghadirkan gaya personifikasi pada
iklan di atas untuk menarik perhatian serta mengundang tanda tanya. Ini
dapat dilihat pada tuturan 2-4, “Tango juga kenalkan bebek dan
Blackberry.Astronot dan asongan pun akrab karenanya.Tango satukan
shuffling dan siskamling.”Penutur memberikan sifat manusia pada produk
yang diiklankan. Penutur pada iklan di atas mengatakan bahwa Tango
dapat “memperkenalkan” bebek dan Blackberry, dapat “mengkrabkan”
Astronot dan asongan, serta dapat “menyatukan” semua perbedaan.
Tindakan-tindakan tersebut sesungguhnya hanya dapat dilakukan oleh
manusia. Namum pada konteks di atas, semua tindakan tersebut
dilakukan oleh wafer Tango yang merupakan benda mati. Gaya
personifikasi membuat iklan di atas menjadi unik dan menarik sehingga
dapat meningkatkan daya saing dan daya jualnya di pasaran.
xxiii
2) Analisis Makna Tanda Verbal dan Non-verbal pada Iklan TV
Analisis makna dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis makna tanda
verbal dan makna tanda non-verbal.Yang dimaksud dengan makna tanda
verbal yaitu makna dari kata-kata atau kalimat yang digunakan pada
iklan.Sedangkan makna tanda non-verbal yaitu makna dari tanda-tanda visual
yang digunakan pada iklan.Berikut ini dapat dilihat contoh analisis makna
tanda verbal dan non-verbal pada iklan TV.
(1) Analisis Makna Tanda Verbal pada Iklan TV
Penelitian ini merupakan kajian pragmatik-sematik. Dengan
demikian untuk membedah makna tanda verbal akan dimulai dari telaah
tindak tutur dan dilanjutkan dengan telaah makna, yaitu makna denotasi
dan konotasi. Kemudian diikuti dengan telaah maksim untuk melihat
adanya pelanggaran maksim percakapan dalam tuturan-tuturan yang
digunakan pada iklan makanan dan minuman di TV.
a. Analisis Tindak Tutur
Yule (1996: 92) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi lima
jenis, yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan
deklarasi. Pada penelitian ini, hanya tiga jenis tindak tutur yang
ditemukan penggunaannya pada iklan makanan dan minuman di TV,
yaitu tindak tutur representatif, ekspresif, dan direktif.Masing-masing
contohnya dapat dilihat pada analisis data di bawah ini.
a) Tindak Tutur Representatif
Tindak tutur representatif yaitu bentuk tuturan yang mengikat
penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya
menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh, dan
mengklaim.Contohnya adalah sebagai berikut.
Data B2: “(1) Ini adalah kisah suatu bangsa. (2) Negeri yang lahir dari
semangat. (3) Semangat untuk selaras dengan alam. (4) Semangat
untuk menjaga budaya lestari. (5) Semangat menjadikan bangsa yang
lebih percaya diri. (6) Memukau ketakjuban dunia. (7) Kapal Api,
secangkir semangat untuk Indonesia.”
(Sumber: Trans 7, Oktober 2013)
Semua tuturan pada iklan di atas merupakan tindak tutur
representatif.Tuturan 1-2 menyatakan bahwa ini adalah kisah suatu
xxiv
bangsa yaitu sebuah negeri yang lahir dari semangat.Tuturan 3-5
menggambarkan bahwa semangat yang dimaksud adalah semangat
menjaga keselarasan alam, semangat melestarikan budaya warisan
leluhur, dan semangat mengukir prestasi untuk menjadikan bangsa
lebih percaya diri. Tuturan 6 menunjukkan bahwa jika semua
semangat itu terus dipupuk maka Indonesia akan menjadi Negara
yang besar dan akan membuat dunia terpukau. Tuturan 7
menyebutkan bahwa Kapal Api memberikan secangkir semagat
untuk Indonesia.
Di antara semua tuturan tersebut ada dua tuturan yang
mengandung makna konotasi.Pertama, tuturan 2, “Negeri yang
lahir dari semangat”.Secara denotatif, kata “lahir” berarti „keluar
dari kandungan‟. Sementara itu, pada konteks di atas kata “lahir”
tidak berarti “lahir”dalam arti yang sebenarnya sebab tidak
mungkin sebuah negeri „muncul atau keluar dari dalam
kandungan‟ layaknya manusia. Dalam hal ini, yang dimaksud
dengan “Negeri yang lahir dari semangat” yaitu „bangsa yang
dibangun atas dasar semangat juang yang tinggi‟.Dengan adanya
semangat yang kuat untuk membangun negeri maka bangsa yang
kecil dapat berkembang menjadi bangsa yang besar.
Kedua, tuturan 7 “Kapal Api, secangkir semangat untuk
Indonesia” juga mengandung makna konotasi.Secara denotatif,
kata “semangat” pada tuturan tersebut berarti „nafsu (kemauan,
gairah) untuk bekerja, berjuang, dan sebagainya‟.Dengan
demikian, “semangat” adalah sebuah konsep yang bersifat abstrak,
tidak dapat dilihat ataupun disentuh, hanya dapat dirasakan
sehingga tidak dan dapat menempati ruang seperti cangkir atau
sejenisnya.Oleh sebab itu kata “semangat” pada tuturan 7 tidak
digunakan dalam arti yang sebenarnya.Yang dimaksud dengan
“semangat” pada tuturan di atas adalah “energi”. Dengan kata
lain, tuturan 7 memiliki makna „Kopi Kapal Api dapat memberi
energi dan membangkitkan semangat untuk berkarya‟. Bagi
sebagian orang, kopi dapat menghilangkan kantuk dan dapat
memberi energi baru sehingga setelah minum kopi orang-orang
jadi lebih bersemangat memulai ataupun melanjutkan aktifitasnya.
b) Tindak Ekspresif
Tindak tutur ekspresifadalah bentuk tuturan yang berfungsi
untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur
terhadap suatu keadaan, misalnya berterima kasih, memberi
selamat, meminta maaf, menyalahkan, memuji, dan
berbelasungkawa.Contohnya adalah sebagai berikut.
xxv
Data A8: P1: “(1) Bang… Cakue…!!! Bang… Siomay…!!!”
P2: “(2) Masakan ibu nggak kalah enak.”
N: “(3) Saatnya beraksi. (4) Magic Lezat lebih komplit. (5)
Ayam, bawang, dan bumbu-bumbu semua ada disini. (6) Nggak
perlu nambahin mecin. (7) Kaldu gurihnya terasa banget. (8)
Masakan biasa jadi luar biasa.”
P3: (9) “Nasi goreng…”
P1: (10) “Wahhhh…”
P4: (11) “Siomay….”
P1: (12) “Huhhh…”
P2: (13) “Enak masakan ibu kan?”
P1: (14) “Masakan ibu magic!”
N: (15) “Magic Lezat, lezatnya manggil…”
(Sumber: Trans 7, Oktober 2013)
Pada iklan di atas, tindak tutur ekspresif dapat dilihat pada
tuturan 13 dan 14, “Enak masakan ibu kan? Masakan ibu
magic!”.Pada tuturan 13 penutur memuji masakannya sendiri.
Dengan percara diri ia mengatakan pada anaknya bahwa
masakannya lebih enak daripada masakan yang dijual di jalanan.
Kemudian, pada tuturan 14 anaknya juga memuji masakan
ibunya.Ia mengekspresikan rasa senangnya dengan mengatakan
bahwa masakan ibunya benar-benar “magic”.
Ditelaah dari segi makna, tuturan 14 mengandung makna
konotasi khususnya kata “magic”. Secara denotatif, kata “magic”
berasal dari bahasa Inggris yang memiliki makna „kekuatan khusus
yang dapat membuat sesuatu yang mustahil dapat terjadi‟. Dalam
bahasa Indonesia “magic” juga dapat berarti „ajaib‟. Sementara
itu, pada tuturan tersebut kata “magic” memiliki makna tersirat.
Berdasarkan konteks iklan di atas kata “masakan ibu magic”
memiliki makna „masakan ibu luar biasa enaknya‟.Saking enaknya
hingga tidak ada kata-kata yang cukup untuk
mengungkapkannya.Oleh sebab itu, digunakanlah kata magic
„ajaib‟.Masakannya yang dulunya tidak enak menjadi enak setelah
menggunakan Magic Lezat sehingga dikatan magic „ajaib‟.
c) Tindak Tutur Direktif
Tindak tutur direktif yaitu tindak tutur yang dipakai oleh
penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu, misalnya:
memaksa, mengajak, menagih, mendesak, memerintah, menyuruh,
memohon, meminta, menuntut, menantang, menyarankan.
Contohnya adalah sebagai berikut.
xxvi
Data B5: “(1) Pilih. (2) Minum. (3) Remukkan. (4) Ades, langkah kecil
memberikan perubahan.”
(Sumber: Indosiar, Oktober 2013)
Pada iklan di atas terdapat beberapa tuturan yang sangat
singkat, yaitu: tuturan 1-3 “Pilih, Minum, Remukkan”. Ketiga
tuturan tersebut merupakan jenis tindak tutur direktif.Tuturan
tersebut termasuk dalam jenis tindak tutur direktif sebab penutur
menginginkan pendengar untuk melalukan sesuatu seperti yang
terdapat dalam tuturannya.Yang menjadi indikator dalam tuturan
direktif adalah adanya suatu tindakan yang harus dilakukan oleh
petutur setelah mendengar sebuah tuturan.Pengiklan menggunakan
kata “pilih”untuk menyuruh penonton agar memilih air minum
Ades karena Ades adalah air mineral berkualitas. Kata “minum”
juga digunakan untuk menyuruh penonton minum Ades agar dapat
menikmati kesegarannya. Sementara itu, kata “remukkan”
digunakan untuk menyuruh penonton untuk langsung meremukkan
botol Ades setelah meminumnya agar merasakan serunya
meremukkan botol itu. Secara umum, ketiga tuturan tersebut
mengandung perintah agar petutur melakukan suatu tindakan.
Tuturan 4, “Ades, langkah kecil memberikan perubahan”
mengandung makna konotasi yaitu pada kata “langkah kecil” dan
“perubahan”. Secara denotatif, kata “langkah” berarti
„menggerakkan kaki ke depan‟. Namun untuk konteks di atas
maknanya tidak sesederhana itu. Yang dimaksud dengan “langkah
kecil” pada tuturan tersebut adalah „tindakan minum Ades dan
gerakkan meremukkan botol plastik‟ sebab kedua langkah tersebut
dianggap dapat turut menyelamatkan bumi. Kata “perubahan” pada
tuturan tersebut juga mengandung makna konotasi.Secara
denotatif, kata “perubahan” berarti „proses berubah dari bentuk
satu menjadi bentuk yang lain‟.Pada konteks di atas kata
“perubahan” tidak digunakan dalam arti yang sebenarnya.Kata
“perubahan” pada konteks di atas berarti „sesuatu yang positif bagi
lingkungan‟. Dengan demikian ungkapan “langkah kecil
memberikan perubahan” secara eksplisit berarti „Tindakan minum
Ades dan meremukkan botolnya dapat merubah lingkungan
menjadi lebih baik‟. Dengan kata lain, memilih Ades dapat
menyelamatkan bumi karena kemasannya yang ramah lingkungan.
xxvii
d) Tindak Tutur Komisif
Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang mengikat
penutur untuk melaksanakan apa yang telah dituturkan. Tindak
tutur komisif merupakan bentuk tutur yang berfungsi untuk
menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji, bersumpah,
mengancam, menyatakan kesanggupan,dan berkaul.Contohnya
adalah sebagai berikut.
Data B8:
P1: “(1) Es jeruk satu ya! (2) Manis nggak?”
P2: “(3) Ya manis dong.”
P3: “(4) Hei masak kayak gue gini nggak manis?
P4: “(5) Eh enak ni! (6) Hmmm… apaan ni? (7) Kecut
banget! (8) Minum jeruk? (9) Nutrisari aja lah! (10) Jeruk
seger dipanen pas lagi mateng-matengnya. (11) Manisnya
pas. (12) Fikri…”
P2: “(13) Yang manis memang bikin laris.”
P4: “(14) Jeruk kok minum jeruk?” (Sumber: Trans TV, Oktober 2013)
Tindak tutur komisif dapat dilihat pada iklan di atas, yaitu pada
tuturan 13, “Yang manis memang bikin laris”.Tuturan tersebut
menjanjikan bahwa dengan Nutrisari dapat membuat dagangan
menjadi laris.Hal ini secara implisit menawarkan sebuah produk
bagi para pedagang untuk meningkatkan penjualannya. Dengan
kata lain, pengiklan memberikan sebuah penawaran yang saling
menguntungkan. Menjual Nutrisari tidak hanya menguntungkan
pembuat iklan tetapi juga para pedagang yang menjual produk
yang diiklankan.Hal ini tentu sangat menggiurkan bagi para
pedagang.
b. Analisis Maksim Percakapan pada Iklan TV
Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta
pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun
interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses
komunikasi. Keempat maksim percakapan itu adalah: maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara
berbicara.Pengiklan sering kali dengan sengaja melalukan
pelanggaran maksim untuk menciptakan iklan-iklan yang unik dan
kontroversial.Berikut ini adalah contoh pelanggaaran maksim
percakapan pada iklan TV.
xxviii
a) Pelanggaran Maksim Kualitas
Pelanggaran maksim kualitas dapat terjadi ketika seorang
pembicara mencoba untuk memberikan informasi yang cenderung
tidak benar atau bohong mengenai suatu hal kepada lawan
bicara.Contohnya adalah sebagai berikut.
Data A7: “(1) Indonesia negeri seribu satu kuliner tapi hanya Sasa yang
menyatukannya jadi satu kelezatan. (2) Satu nusa satu Sasa,
semua pakai Sasa. (3) Maknyus. (4) Bagaimana dengan anda?”
(Sumber: SCTV, Oktober 2013)
Pelanggaran terhadap maksim kualitas dapat dilihat pada
tuturan 2 “Satu nusa satu Sasa, semua pakai Sasa”. Pada tuturan
tersebut penutur memberikan informasi yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.Penutur mengklaim bahwa
seluruh orang Indonesia memakai Sasa namun informasi tersebut
tidak berdasarkan bukti nyata sehingga tidak teruji kebenarannya.
Pada tayangan iklan di atas sama sekali tidak ditunjukkan bukti-
bukti atau data-data konkret yang menunjukkan bahwa memang
benar seluruh bangsa Indonesia memakai Sasa.
b) Pelanggaran Maksim Cara Berbicara
Pelanggaran maksimcara berbicara dapat terjadi ketika
pembicara memberikan suatu informasi yang tidak beraturan atau
tidak jelas kepada lawan bicara. Contohnya adalah sebagai berikut.
Data B1: “(1) Dulu saya berpikir betapa tidak pentingnya pekerjaan saya ini.
(2) Bandingkan saja dengan mereka yang berperan dengan
tintanya. (3) Atau mereka yang berperan dengan pengabdiannya.
(4) Tapi kini saya yakin bahwa tidak ada peran yang kecil selama
kita memberikan yang terbaik. (5) Dengan tenaga atau pikiran.
(6) Apapun enaknya minum teh botol Sosro. (7) Sosro ahlinya
teh.”
(Sumber: Trans 7, Oktober 2013)
Iklan di atas disebut melanggar maksim cara berbicara
sebab penutur memberikan informasi yang bermakna ganda atau
ambigu. Ini dapat dilihat pada tuturan 2-3, “Bandingkan saja
dengan mereka yang berperan dengan tintanya.Atau mereka yang
berperan dengan pengabdiannya”. Informasi pada tuturan tersebut
xxix
bersifat multi tafsir sehingga tuturan-tuturan tersebut dianggap
melanggar maksim cara berbicara. “Mereka yang berperan dengan
tintanya” dapat mengacu pada semua pekerjaan yang berkaitan
dengan tinta atau tulis menulis, misalnya: penulis, wartawan, guru,
dan sebagainya. Sementara itu, “Mereka yang berperan dengan
pengabdiannya” dapat mengacu pada orang-orang yang bekerja
dengan memberikan jasanya seperti guru, polisi, perawat,
pemadam kebakaran, dan sebagainya.Jika iklan di atas tidak
didukung oleh data visual maka tuturan tersebut dapat
menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda.
c) Pelanggaran Maksim Relevansi
Pelanggaran maksim relevansi dapat terjadi ketika seorang
pembicara memberikan jawaban yang tidak bertautan dengan
pembicaraan sebelumnya ataupun mencoba untuk mengalihkan
topik pembicaraan yang sedang terjadi dalam sebuah
percakapan.Contohnya adalah sebagai berikut.
Data B6: P1: (1) “Ma…”
P2: (2) “Kenapa dik?”
P1: (3) “Mamaku mana?”
P2: (4) “Kita buka dulu yuk?”
(5) “Kamu laper?”
P1: (6) “Om pesen satu lagi dong”
(7)“Ma...”
P3: (8) “Sudah tadi”
N: (9) “Indahnya niat bersih di bulan bersih”
(Sumber: Indosiar, Oktober 2013)
Pada percakapan di atas ditemukan pelanggaran terhadap
maksim relevansi.Ini dapat dilihat pada tuturan 3 dan 4. Pada
percakapan d atas penutur pertama bertanya, “Mamaku mana?”.
Sementara itu, penutur kedua menjawab, “Kita buka dulu
yuk?”.Jawaban yang diberikan oleh penutur kedua tidak nyambung
dengan pertanyaan yang dikemukakan oleh penutur
pertama.Dalam konteks ini penutur kedua mencoba mengalihkan
perhatian penutur pertama yang saat itu sedang tersesat dan
sedih.Ia ingin menghibur dan membantu anak kecil itu.
d) Pelanggaran Maksim Kuantitas
xxx
Pelanggaran maksim kuantitas terjadi ketika seorang
pembicara memberikan informasi yang berlebihan kepada lawan
bicara.Contohnya adalah sebagai berikut.
Data B2: “(1) Ini adalah kisah suatu bangsa. (2) Negeri yang lahir dari
semangat. (3) Semangat untuk selaras dengan alam. (4) Semangat
untuk menjaga budaya lestari. (5) Semangat menjadikan bangsa
yang lebih percaya diri. (6) Memukau ketakjuban dunia. (7) Kapal
Api, secangkir semangat untuk Indonesia.”
(Sumber: Trans 7, Oktober 2013)
Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dapat dilihat pada
tuturan 2-5, “Negeri yang lahir dari semangat.Semangat untuk
selaras dengan alam.Semangat untuk menjaga budaya
lestari.Semangat menjadikan bangsa yang lebih percaya diri”.Pada
tuturan tersebut kata “semangat” terus diulang-ulang
penggunaanya.Padahal sesungguhnya kata tersebut cukup
digunakan 1-2 kali saja.Tuturan tersebut dapat dirangkaikan tanpa
harus mengulang kata “semangat” hingga berkali-kali.Jika tuturan
tersebut digabung maka menjadi, “Negeri yang lahir dari
semangat.Semangat untuk selaras dengan alam, menjaga budaya
lestari, dan menjadikan bangsa yang lebih percaya diri”.Ketika
tuturan tersebut dirangkaikan tentu saja menimbulkan efek yang
berbeda.Dalam hal ini pengiklan memiliki tujuan tertentu dengan
menggunakan satu kata secara berulang-ulang.
(2) Analisis Makna Tanda Non-verbal pada Iklan TV
Pada prinsipnya, tanda non-verbal adalah segala tanda yang tidak
dalam bentuk kata-kata melainkan dalam bentuk visual, seperti: gambar,
warna, bahasa tubuh, dan sebagainya. Di bawah ini adalah contoh analisis
makna tanda non-verbal pada iklan TV.
Data C9
xxxi
C9-a C9-b
(Sumber: RCTI, Oktober 2013)
Data C9-a menunjukkan seorang wanita muda dan cantik sedang
berjalan kaki. Ia mengenakan pakaian kantor yang rapi lengkap dengan
tas kerja dan sepatu hak tinggi. Ini merupakan petanda bahwa wanita ini
adalah seorang wanita karir. Sementara itu, di pundak kanannya ada
akuarium kecil dengan ikan hias berenang lincah di dalamnya dan di
pundak kirinya ada tumpukan buku, alat tulis, dan tas sekolah. Ini
menandakan „beban‟ sebab pundak merupakan tempat meletakkan beban.
Dalam hal ini „beban‟ yang dimaksud yaitu tugas memberi ikan makan
dan membantu anak mengerjakan tugas sekolah.
Data C9-b menunjukkan di samping aquarium dan buku di
pundaknya, ada juga kulkas di atas kepala wanita tersebut. Dan ada 3
orang di atas kulkas itu. Yang berdiri paling kiri adalah seorang wanita
dengan pakaian sederhana sedang membawa tas dan tumpukan kardus
disampingnya sambil melambaikan tangan. Dari pakaian dan bawaannya
menandakan bahwa ia seorang pembantu rumah tangga dan lambaian
tangannya menandakan perpisahan. Di tengah-tengah adalah seorang
laki-laki tua botak dan berkumis. Ia mengenakan pakaian rapi lengkap
dengan dasi dan sepatu mengkilat. Ia duduk di atas kursi goyang. Raut
wajahnya terlihat galak, ia terlihat marah, matanya melotot, dan
tangannya menunjuk kesana kemari. Dari penampilannya, ini merupakan
petanda bahwa ia adalah seorang bos. Ekspresinya menandakan bahwa ia
adalah bos yang galak dan tangannya yang menunjuk kesana kemari juga
dapat dijadikan sebagai petanda bahwa ia selalu main perintah dan
memberikan tugas yang bertubi-tubi pada bawahannya. Sementara itu,
yang berdiri di sisi kanan yaitu seorang wanita paruh baya dengan
penampilan yang cukup elegan dan rambut yang disasak. Ia adalah ibu
mertua dari penutur. Ia membawa travel bag yang menandakan bahwa ia
datang dari jauh dan akan tinggal dalam waktu yang lama di rumah anak
dan menantunya. Ekspresinya menandakan bahwa wanita itu cukup
cerewet sehingga sang menantu harus melakukan persiapan matang untuk
xxxii
menyambut kedatangannya. Kedatangan mertuanya tentu saja menambah
beban si wanita karir.
3) Analisis Ideologi yang Melatarbelakangi Iklan TV
Analisis ideologi merupakan tahap akhir dari analisis makna
iklan.Ideologi dapat ditelaah berdasarkan analisis sebelumnya, yaitu analisis
makna verbal dan non-verbal serta mitos yang berkembang di masyarakat
sehingga ditemukanlah ideologi yang melatarbelakangi setiap data iklan pada
penelitian ini.
Data A4: “(1) Nggak sempet makan? (2) Bisa gawat, perut keroncongan. (3) Ganjel aja
dengan Energen! (4) Susu, sereal, oats yang kaya nutrisi. (5) Siap dalam
semenit. (6) Energen, nutrisi praktis untuk keluarga. (7) Energen, minum
makanan bergizi.”
4) (Sumber: SCTV, Oktober 2013)
Storey (2003: 7) menyatakan bahwa teks-teks menawarkan pelbagai
penandaan ideologis yang saling bersaing mengenai cara bagaimana dunia ini
mengada. Demikian juga halnya dengan teks iklan yang cenderung
merefleksikan realitas.Ini dapat dilihat pada tuturan 1 dan 2 “Nggak sempet
makan?Bisa gawat, perut keroncongan.”Tuturan tersebut menunjukkan
realitas bahwa masyarakat seringkali melewatkan saarapan.Realitas ini juga
ditunjukkan oleh data C4-a sampai data C4-e yang menunjukkan satu
keluarga setelah selesai berpakaian langsung lari ke luar rumah dan dengan
terburu-buru berangkat beraktivitas tanpa sempat sarapan terlebih
dahulu.Sesungguhnya, sarapan merupakan saat makan terpenting sepanjang
hari.Sarapan adalah makanan pertama yang dimakan setelah selama tidur
tidak mendapat asupan makanan dan nutrisi.Secara tidak langsung, hal ini
berpengaruh terhadap otak sebab saat sarapan otak kembali mendapatkan
asupan nutrisi.
Menurut pandangan Storey dan Barthes, konotasi, mitos, dan ideologi
memiliki keterkaitan satu sama lain sebab ideologi muncul dari makna yang
seringkali tidak disadari yang menguat menjadi mitos (Storey, 2003: 8).
Seperti mitos yang melatarbelakangi iklan ini, yaitu mitos bahwa sarapan itu
tidak penting.Masyarakat menganggap demikian karena biasanya di pagi hari
perut belum terlalu lapar dan aktivitas pagi juga tidak terlalu berat sehingga
sebagian besar orang berpikir tubuh tidak memerlukan asupan makanan.Mitos
tersebut akhirnya menggiring kita pada sebuah ideologi yaitu ideologi hidup
sehat dengan sarapan yang sehat. Ini dapat dilihat kembali pada tuturan 1 dan
2. Tuturan tersebut secara implisit menunjukkan betapa “gawatnya” jika tidak
sarapan di pagi hari sebab sarapan menentukan suksesnya aktivitas sepanjang
hari.
xxxiii
Ideologi tersebut dijadikan tameng oleh kaum kapitalis untuk
menyembunyikan kedoknya yang lagi-lagi menciptakan sebuah kebutuhan
baru, yaitu kebutuhan akan sarapan yang praktis. Kata “praktis” perlu
digarisbawahi sebab dewasa ini kesibukan membuat sebagian besar orang
melupakan pentingnya sarapan sehingga dibutuhkan sebuah produk yang
cepat saji.Kaum kapitalis sangat jeli melihat peluang dan memanfaatkan
keadaan seperti ini. Ini dapat dilihat pada tuturan 5 dan 6 “Siap dalam
semenit. Energen, nutrisi praktis untuk keluarga.”Selanjutnya, ideologi untuk
hidup sehatlah yang akhirnya mendorong masyarakat untuk bersaha
memenuhi kebutuhan sarapan di pagi hari yang sibuk sehingga mereka harus
mengkonsumsi sarapan yang praktis.Dengan demikian kaum kapitalis dapat
meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.Kaum kapitalis menggunakan
ideologi sebagai alat penyembunyian sebuah realitas, yakni realitas
dominasinya terhadap kaum lemah. Bagi Barthes, ideologi berusaha
menjadikan apa yang faktanya parsial dan khusus menjadi universal dan
legitimate (Storey, 2003: 5).
5. Temuan Baru Penelitian
Penelitian ini memiliki temuan baru atau yang disebut novelty. Temuan
tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu temuan secara teoretis dan temuan secara
empiris yang dijabarkan sebagai berikut:
5.1 Temuan Teoretis
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirumuskan temuan teoretis sebagai
berikut:
1) Pola gaya bahasa iklan TV. Berdasarkan pilihan kata, iklan makanan dan
minuman menggunakan gaya bahasa percakapan. Berdasarkan nada, iklan
tersebut menggunakan gaya bahasa sederhana. Berdasarkan struktur
kalimat menggunakan gaya bahasa klimaks dan berdasarkan langsung
tidaknya makna menggunakan gaya bahasa kias.
2) Tindak tutur pada iklan TV. Jenis tindak tutur yang digunakan iklan
makanan dan minuman pada TV yaitu tindak tutur representatif, direktif,
ekspresif, dan komisif. Sementara itu tindak tutur deklarasi tidak dapat
diaplikasikan pada konteks tersebut.
3) Pelanggaran maksim pada iklan TV. Menurut Grice (1975) pelanggaran
terhadap maksim percakapan akan menimbulkan kesan yang janggal.
Sebaliknya dalam wacana iklan “kejanggalan-kejanggalan” sengaja
diciptakan oleh pengiklan sehingga menimbulkan tanda tanya dan rasa
penasaran di benak penonoton.
4) Konsep konotasi. Sistem tanda dasar dan umum yang dikemukakan oleh
Barthes (ERC) dapat dikembangkan ke dua arah, ke arah expression (E)
dan ke arah content (C). Barthes merumuskan jika pengembangan
berproses ke arah C (makna) maka terjadilah (ERC)RC. ERC merupakan
xxxiv
makna denotasi, sementara itu (ERC)RC merupakan makna konotasi.
Penjelasan Barthes berhenti sampai pada pengembangan R2 sementara itu
menurut peneliti C (makna) dapat berkembang terus sebab konotasi
membuka kemungkinan interpretasi yang sangat luas, bervariasi, dan tak
terbatas. Dengan demikian relasi (R) tidak hanya dapat berkembang
hingga R2 saja namun sampai R tak hingga (R~).
5) Ciri-ciri mitos. Barthes merumuskan tiga ciri-ciri mitos secara umum,
yaitu deformatif, intensional, dan motivasi. Sementara itu peneliti
menemukan ciri-ciri mitos secara lebih spesifik, antara lain: (a) dinamis;
(b) hiperbolis; (c) variatif; (d) hostoris; dan (e) konvensional.
6) Pola kerja ideologi pada iklan komersial TV. Ideologi bekerja dengan
cara yang sangat sistematis. Kunci dari sistem kerja ideologi khususnya
dalam wacana iklan yaitu dengan diciptakannya sebuah “kesadaran palsu”.
Ini dilakukan dengan cara dilahirkannya “kebutuhan-kebutuhan baru”
yang sesungguhnya bukan sebuah “kebutuhan”. Hal tersebut dilakukan
semata-mata untuk membuat produk yang diiklankan laku di pasaran.
7) Proses atau tahap-tahap pembongkaran ideologi iklan komersial TV.
Tahap pertama, yaitu dengan mengupas makna konotasi baik secara verbal
maupun visual. Tahap kedua, yaitu dengan menemukan mitos yang
berusaha dicipatakan oleh kaum kapitalis. Mitos mendistorsi makna
sehingga tidak lagi mengacu pada realitas yang sebenarnya. Tahap ketiga,
yaitu menemukan ideologi di balik mitos yang melatarbelakangi iklan.
5.2 Temuan Empiris
Pertama, temuan empris dari segi gaya bahasa. Berdasarkan pilihan kata,
ditemukan 75% iklan menggunakan gaya bahasa percakapan. Sementara itu, 15%
lainnya menggunakan gaya bahasa tak resmi dan hanya 10% yang menggunakan gaya
bahasa resmi. Berdasarkan nada, ditemukan 65% iklan menggunakan gaya bahasa
sederhana. Sementara itu 25% iklan menggunakan gaya bahasa mulia dan bertenaga,
dan 10% lainnya menggunakan gaya bahasa menengah. Berdasarkan struktur
kalimat, ditemukan 45% iklan menggunakan gaya bahasa klimaks, 30%
menggunakan gaya bahasa repetisi, 15% menggunakan gaya bahasa paralelisme, 10%
menggunakan gaya bahasa antithesis, dan tak satu pun yang menggunakan gaya
bahasa anti klimaks. Berdasarkan ketidaklangsungan makna, ditemukan bahwa rata-
rata iklan makanan dan minuman menggunakan gaya retoris dan gaya kias dengan
jenis dan persentase yang berbeda-beda. Jenis-jenis gaya retoris yang digunakan
antara lain: gaya asonansi sebanyak 25%, gaya asindeton sebanyak 15%, gaya ellipsis
sebanyak 15%, gaya aliterasi sebanyak 10%, gaya anostrof sebanyak 10%, gaya
hiperbol sebanyak 10%, gaya erotesis sebanyak 5%, gaya eufemisme sebanyak 5%,
dan gaya koreksio sebanyak 5%. Sementara itu, jenis-jenis gaya kias yang digunakan
antara lain: gaya personifikasi sebanyak 40%, gaya metafora sebanyak 15%, gaya
xxxv
epitet sebanyak 10%, gaya simile sebanyak 10%, gaya sinisme sebanyak 5%, gaya
metonimia sebanyak 5%, dan gaya sinekdoke sebanyak 5%.
Kedua, temuan empiris dikaji dari segi tindak tutur.Berdasarkan analisis data,
ditemukan bahwa diantara kelima jenis tindak tutur tersebut hanya tiga jenis tindak
tutur yang digunakan pada iklan TV yaitu tindak tutur representatif, direktif, dan
ekspresif.Data menunjukkan sebagian besar iklan menggunakan lebih dari satu jenis
tindak tutur sekaligus. Jenis tindak tutur representatif kemunculannya ditemukan
sebanyak 85%; tindak tutur ekspresif sebanyak 70%; tindak tutur direktif sebanyak
65%, dan tindak tutur komisif sebanyak 20%.
Ketiga, temuan empiris dikaji dari maksim percakapan. Maksim percakapan
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: maksim kualitas, kuantitas, relevan, dan cara
berbicara. Data menunjukkan sebanyak 60% iklan melakukan pelanggaran terhadap
maksim kualitas. Sementara itu, pelanggaran terhadap maksim cara berbicara
ditemukan sebanyak 55%, pelanggaran terhadap maksim relevansi ditemukan
sebanyak 30%, dan pelanggaran terhadap maksim kuantitas ditemukan sebanyak
25%.
Keempat, temuan empiris ditelaah dari sudut pandang semantik dan
semiotik.Seluruh data menunjukkan bahwa 90% tanda verbal maupun non-verbal
pada iklan TV mengandung makna konotasi. Pengiklan menyampaikan sesuatu
dengan cara yang implisit dengan tujuan tertentu. Sementara itu dikaji dari sudut
pandang ideologi, makna konotasi atau makna tersembunyi ini lah yang menciptakan
mitos.Mitos tersebut akhirnya menguat menjadi ideologi.Ideologi selanjutnya
dijadikan kedok oleh kaum kapitalis untuk mencapai tujuannya.
Berdasarkan data yang dikaji pada penelitian ini, ditemukan bahwa ideologi
digunakan oleh kaum kapitalis untuk menyembunyikan maksud dan tujuannya yang
sebenarnya.Data menunjukkan setiap iklan memiliki ideologi yang berbeda-beda.
Namun jika dilihat secara umum sebagian besar iklan makanan dan minuman
mengusung ideologi hidup sehat. Pesan utamanya adalah tubuh yang sehat berasal
dari makanan dan minuman yang sehat pula. Dengan demikian ideologi ini mampu
mempengaruhi pola pikir masyarakat sehingga mereka yang ingin hidup sehat tidak
akan berikir panjang untuk membeli produk yang diiklankan.
5.3 Temuan Unggulan
Dari seluruh temuan yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa darinya yang
dikategorikan sebagai temuan unggulan, antara lain:
1) Pola gaya bahasa iklan TV. Berdasarkan pilihan kata, iklan makanan dan
minuman menggunakan gaya bahasa percakapan. Berdasarkan nada, iklan
tersebut menggunakan gaya bahasa sederhana. Berdasarkan struktur
kalimat menggunakan gaya bahasa klimaks dan berdasarkan langsung
tidaknya makna menggunakan gaya bahasa kias.
2) Konsep konotasi. Sistem tanda dasar dan umum yang dikemukakan oleh
Barthes (ERC) dapat dikembangkan ke dua arah, ke arah expression (E)
dan ke arah content (C). Barthes merumuskan jika pengembangan
xxxvi
berproses ke arah C (makna) maka terjadilah (ERC)RC. ERC merupakan
makna denotasi, sementara itu (ERC)RC merupakan makna konotasi.
Penjelasan Barthes berhenti sampai pada pengembangan R2 sementara itu
menurut peneliti C (makna) dapat berkembang terus sebab konotasi
membuka kemungkinan interpretasi yang sangat luas, bervariasi, dan tak
terbatas. Dengan demikian relasi (R) tidak hanya dapat berkembang
hingga R2 saja namun sampai R tak hingga (R~).
3) Ciri-ciri mitos. Barthes merumuskan tiga ciri-ciri mitos secara umum,
yaitu deformatif, intensional, dan motivasi. Sementara itu peneliti
menemukan ciri-ciri mitos secara lebih spesifik, antara lain: (a) dinamis;
(b) hiperbolis; (c) variatif; (d) hostoris; dan (e) konvensional.
4) Pola kerja ideologi pada iklan komersial TV. Ideologi bekerja dengan
cara yang sangat sistematis. Kunci dari sistem kerja ideologi khususnya
dalam wacana iklan yaitu dengan diciptakannya sebuah “kesadaran palsu”.
Ini dilakukan dengan cara dilahirkannya “kebutuhan-kebutuhan baru”
yang sesungguhnya bukan sebuah “kebutuhan”. Hal tersebut dilakukan
semata-mata untuk membuat produk yang diiklankan laku di pasaran.
6. Simpulan dan Saran
6.1 Simpulan
Ada beberapa hal penting yang diuraikan dalam simpulan ini sebagai jawaban
atas masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa iklan itu lebih mudah dipahami
oleh pemirsa televisi melalui media penggunaan kata percakapan (kata-
kata) yang sering dipakai dalam percakapan atau pergaulan. Kata-kata
percakapan mencakup kata-kata populer dan konstruksi-konstruksi
idiomatik. Berdasarkan nada, iklan makanan dan minuman pada TV
menggunakan gaya bahasa sederhana. Ciri utama gaya ini adalah untuk
menyentuh perasaan atau menghasilkan suasana tertentu. Berdasarkan
struktur kalimat, iklan makanan dan minuman pada TV menggunakan
gaya klimaks. Gaya ini kerap kali digunakan untuk memancing rasa ingin
tahu penonton dengan memunculkan pernyataan-pernyataan yang
menggantung. Berdasarkan ketidaklangsungan makna, iklan makanan dan
minuman pada TV menggunakan gaya bahasa kias. Ini menunjukkan
bahwa pengiklan cenderung menggunakan bahasa dengan konstruksi yang
tidak biasa untuk menarik perhatian penonton.
2) Iklan makanan dan minuman hanya menggunakan empat jenis tindak tutur
yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, dan komisif. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa keempat jenis tindak tutur tersebut
adalah jenis tindak tutur yang paling tepat dalam konteks wacana iklan
ditinjau dari karakteristik serta fungsinya. Di sisi lain, tindak tutur
deklarasi tidak cocok diaplikasikan dalam wacana iklan sebab jenis tindak
xxxvii
tutur tersebut tidak dapat menjembatani tujuan dari bahasa iklan yang
persuasif.Baik tanda verbal maupun non-verbal yang digunakan pada iklan
makanan dan minuman memiliki makna konotasi. Ini menunjukkan bahwa
pengiklan cenderung menyampaikan pesannya secara implisit sehingga
penonton harus menginterpretasi makna yang ada di balik iklan TV.
Sementara itu, dikaji dari maksim percakapan, hasilnya cukup
mengejutkan yaitu semua iklan melakukan pelanggaran terhadap maksim
percakapan. Pelanggaran ini faktanya dapat menciptakan rasa humor yang
segar dan sangat menghibur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pelanggaran maksim pada iklan makanan dan minuman tidak
mengacaukan pesan yang ingin disampaikan namun sebaliknya membuat
iklan-iklan tersebut menjadi semakin unik dan menarik untuk disimak.
3) Ideologi lahir dari mitos yang telah mantap dan mitos sendiri lahir dari
konotasi yang tetap. Iklan makanan dan minuman pada TV
dilatarbelakangi oleh mitos yang berbeda-beda. Secara umum pengiklan
membentuk sebuah mitos yang mengagung-agungkan produk yang
diiklankan. Dengan kata lain pengiklan melakukan segala upaya untuk
memberi keyakinan pada khalayak bahwa produknya sangat luar biasa dan
harus dicoba. Secara umum, iklan makanan dan minuman pada TV
memiliki ideologi hidup sehat. Pesan utamanya adalah tubuh yang sehat
berasal dari makanan dan minuman yang sehat pula. Dengan demikian
ideologi ini mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat sehingga
mereka yang ingin hidup sehat tidak akan terbujuk untuk membeli produk
yang diiklankan. Di samping itu, iklan makanan dan minuman pada TV
juga memilik ideologi lain, yaitu ideologi yang sama sekali tidak ada
kaitannya dengan makanan dan minuman. Ideologi tersebut antara lain:
ideologi persatuan, kesatuan, kebersamaan, cinta kasih, ketulusan, dan
nasionalisme. Ideologi tersebut dikemas secara matang melalui tanda
verbal dan non-verbal yang menarik sehingga mampu mengubah cara
pandang bahkan gaya hidup seseorang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa iklan tidak hanya menjual produk tetapi juga dijadikan
sarana untuk menanamkan dan menyebarkan pandangan-pandangan atau
ideologi tertentu tentang dunia dan kehidupan.
6.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini, sebagai
berikut.
1) Saran bagi peneliti lain. Selain tanda verbal dan non-verbal, banyak aspek
lainnya yang dapat ditelaah dari sebuah iklan sehingga dapat dijadikan
topik penelitian yang menarik. Seperti misalnya aspek suprasegmental
dalam bahasa iklan yang belum dapat dijangkau secara khusus dan
mendalam pada penelitian ini. Ini direkomendasikan karena aspek
suprasegmental memiliki tantangan tersendiri untuk diteliti.
xxxviii
2) Saran bagi produsen iklan. Setelah dilakukan analisis mendalam terhadap
data yang diambil dari iklan TV, dapat direkomendasikan bahwa iklan
yang menarik adalah iklan yang dapat mencuri perhatian khalayak. Untuk
menarik perhatian khalayak, pegiklan harus pandai dan jeli memanfaatkan
semua aspek, baik aspek verbal maupun non-verbal sehingga kedua-
duanya dapat bekerja secara efektif untuk menyampaikan pesan iklan.
Pencitraan produk merupakan hal yang terpenting dalam dunia periklanan
sehingga peneliti dapat menyarankan agar pengiklan berhati-hati dalam
menggunakan tanda verbal maupun non-verbal. Pengeksploitasian bahasa
yang berlebihan dapat menyebabkan pencintraan yang kurang baik.
Demikian pula halnya dengan penggunaan tanda non-verbal/visual yang
tidak pantas (misalnya terlalu banyak mengumbar sensualitas) juga dapat
menimbulkan pencitraan yang tidak baik.
3) Saran bagi masyarakat konsumen. Masyarakat hendaknya memahami
iklan secara konseptual, yaitu setiap bentuk komunikasi yang
dimaksudkan untuk memotivasi seseorang pembeli potensial dan
mempromosikan suatu produk atau jasa. Di samping itu iklan juga
dimaksudkan untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan
dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan si
pemasang iklan. Dengan demikian masyarakat (khususnya yang
konsumtif) merupakan sasaran empuk bagi kaum kapitalis. Masyarakat
hendaknya lebih jeli dan cerdas dalam memilih produk sehingga tidak
mudah tertipu dengan bahasa iklan yang persuasif dan manipulatif.
Masyarakat harus memiliki pendirian dan prioritas sehingga tidak
membeli produk yang sesungguhkan tidak dibutuhkannya. Tidak sedikit
masyarakat yang tergiur membeli sesuatu bukan karena mereka
membutuhkannya tetapi karena telah terbuai oleh iklan itu sendiri.
Misalnya seseorang mau mengkonsumsi sebuah produk hanya karena
produk tersebut juga dikonsumsi oleh artis idolanya. Hal itu tentu saja
bukan pilihan yang cerdas. Oleh sebab itu masyarakat harus memahami
bahwa semua iklan dibuat dengan tujuan yang sama yaitu membujuk para
konsumen untuk mencoba atau mengikuti apa yang ada di iklan tersebut,
dapat berupa aktivitas mengkonsumsi produk dan jasa yang ditawarkan.
xxxix
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR……………………………………………………………………...i
SAMPUL DALAM......................................................................................................ii
PERSYARATAN GELAR………………………………..……………………...…iii
PERSETUJUAN PROMOTOR/KOPROMOTOR………….……………………iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT..........................................................................v
UCAPAN TERIMAKASIH…………………...……………………...…………….vi
ABSTRAK………………………………………………..………….………………ix
ABSTRACT…………………...…………………………………...…………………x
RINGKASAN……………………………………………………….……………….xi
DAFTAR ISI………………………………………………….……….…….…..xxxix
DAFTAR DIAGRAM DAN GAMBAR…………………………….……...…….xlii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG……………………...………….….xliii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………….12
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………………...13
1.3.1 Tujuan Umum………………………………...…….………………………...14
1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………………………...14
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………….……………………....14
1.4.1 Manfaat Teoretis……………………………………………………………...15
1.4.2 Manfaat Praktis……………………………………......……………………...16
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL
PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka…………………………………………………………………...17
xl
2.2 Konsep…………………………………………………………………………...43
2.2.1 Konsep Gaya Bahasa………………………………………...………...………43
2.2.2 Konsep Iklan…………………………………………………………….…......44
2.2.3 Konsep Tanda………………………………………………………..........…...44
2.2.4 Konsep Ideologi………………………………………………...……………...45
2.3 Landasan Teori………………………………………………………………......46
2.3.1 Teori Gaya Bahasa……………………………………………………………..47
2.3.2 Teori Pragmatik……………………………………………….…………….....54
2.3.3 Teori Maksim…………………………………………………..………...….....57
2.3.4 Teori Semantik……………………………………………………………........60
2.3.5 Teori Semiotik………….…………………………………………………...…64
2.3.6 Teori Ideologi……………………………………………………………..…...74
2.4 Model Penelitian………………………………………………………………....77
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian…………………………………………….……………...81
3.2 Jenis dan Sumber Data…………………………………………………………...82
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………………………………………... 84
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ……………………………….……………...85
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data……………..……………… 86
BAB IV GAYA BAHASA IKLAN KOMERSIAL PADA MEDIA
ELEKTRONIK
4.1 Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata……………………………..…………..89
4.1.1 Gaya Bahasa Percakapan……………………..………………………………..89
4.1.2 Gaya Bahasa Tak Resmi…………………………………………………..….102
4.1.3 Gaya Bahasa Resmi……………………………………………………..……104
4.2 Gaya Bahasa Berdasarkan Nada…………………………………………..……106
4.2.1 Gaya Bahasa Sederhana………………………………………………………107
4.2.2 Gaya Bahasa Mulia dan Bertenaga ……………………………………......…116
4.2.3 Gaya Bahasa Menengah ……………………………………...…………...…120
4.3 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat……………………………...……121
4.3.1 Gaya Bahasa Klimaks……………………………………………………...…122
4.3.2 Gaya Bahasa Repetisi……………………………………………………...…132
4.3.3 Gaya Bahasa Paralelisme………………………………………………..……137
4.3.4 Gaya Bahasa Antitesis……………………………………………………..…139
4.4 Gaya Bahasa Berdasarkan Ketidaklangsungan Makna ………………………..140
4.4.1 Gaya Bahasa Retoris……………………………………………………….…141
4.4.1.1 Asonansi…………………………………………………………………....142
4.4.1.2 Asindeton…………………………………………………………………...145
4.4.1.3 Elipsis………………………………………………………………………147
4.4.1.4 Aliterasi……………………………………………………………..………149
4.4.1.5 Anostrof……………………………………………………………….……151
xli
4.4.1.6 Erotesis………………………………………………………………..……153
4.4.1.7 Eufemisme………………………………………………………….………154
4.4.1.8 Koreksio……………………………………………………………….……155
4.4.1.9 Hiperbola………………………………………………………………...…155
4.4.2 Gaya Bahasa Kias………………………………………………………….…157
4.4.2.1 Personifikasi…………………………………………………………..……158
4.4.2.2 Metafora…………………………………………………………….………164
4.4.2.3 Epitet…………………………………………………………………..……168
4.4.2.4 Simile………………………………………………………………….……169
4.4.2.5 Sinisme………………………………………………………………..……171
4.4.2.6 Metonimia…………………………………………………………..………172
4.4.2.7 Sinekdoke……………………………………………………………..……173
BAB V MAKNA IKLAN KOMERSIAL PADA MEDIA ELEKTRONIK
5.1 Makna Tanda Verbal……………………………………………………...……174
5.1.1 Analisis Tindak Tutur……………………………………………...…………175
5.1.1.1 Tindak Tutur Representatif…………………………………………………176
5.1.1.2 Tindak Tutur Ekpresif………………………………………………………203
5.1.1.3 Tindak Tutur Direktif………………………………………………………221
5.1.1.4 Tindak Tutur Komisif ……………………………………………………...230
5.1.2 Analisis Maksim………………………………………………………...……233
5.1.2.1 Pelanggaran maksim kualitas…………………………………...……….…234
5.1.2.2 Pelanggaran maksim cara berbicara……………………………………..…243
5.1.2.3 Pelanggaran maksim relevansi………………………………….……….…251
5.1.2.4 Pelanggaran maksim kuantitas…………………………………….…….…256
5.2 Makna Tanda Non-verbal………………………………………………………259
5.2.1 Makna Tanda Non-verbal pada Iklan Makanan……………………………260
5.2.2 Makna Tanda Non-verbal pada Iklan Minuman……………….………...…293
BAB VI IDEOLOGI DI BALIK IKLAN KOMERSIAL PADA MEDIA
ELEKTRONIK
6.1 Ideologi Hidup Moderen………………………………………………………..323
6.2 Ideologi Kebersamaan dan Kekeluargaan……………………………………...326
6.3 Ideologi Hidup Sehat…………………………………………………………...330
6.4 Ideologi Cinta Kasih…………………………………………………………....340
6.5 Ideologi Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme ………...……………………350
6.6 Ideologi Bekerja dengan Hati…………………………………………………..353
6.7 Ideologi Pribadi yang Objektif………………………………………..………..357
6.8 Ideologi Pribadi yang Kreatif…………………………………………………..359
6.9 Ideologi Pribadi yang Inovatif………………………………………...………..362
BAB VII TEMUAN BARU DISERTASI
7.1 Temuan Teoretis…………………..………………………………………...….365
xlii
7.2 Temuan Empiris……………………………………….………………………..377
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan………………………………………………………………………..381
8.2 Saran……………………………………………………………………………384
DAFTAR PUSTAKA…………………………………….………………………..388
LAMPIRAN……...……………………………………………………………..…393
DAFTAR DIAGRAM DAN GAMBAR
Halaman
Segitiga Semantik……………………………………………………………………61
Skema Pemaknaan Mitos…………………………………………………………….72
Model Penelitian…………………………………………………………………..…78
xliii
DAFTAR SINGKATAN
A1: Data Verbal Iklan Mie Sedaap Cup
A2: Data Verbal Iklan Wafer Tango
A3: Data Verbal Iklan Fitbar
A4: Data Verbal Iklan Energen Sereal
A5: Data Verbal Iklan Sambal ABC
A6: Data Verbal Iklan Mie Sedaap Ayam Spesial
A7: Data Verbal Iklan Sasa
A8: Data Verbal Iklan Magic Lezat
A9: Data Verbal Iklan Jacob‟s
A10: Data Verbal Iklan Kecap Bango
B1: Data Verbal Iklan Teh Botol Sosro
B2: Data Verbal Iklan Kopi Kapal Api
B3: Data Verbal Iklan Fruitea
B4: Data Verbal Iklan Vitamin Water
B5: Data Verbal Iklan Ades
B6: Data Verbal Iklan Nu Greentea
B7: Data Verbal Iklan Frestea
B8: Data Verbal Iklan Nutrisari
B9: Data Verbal Iklan Kopi Good Day
B10: Data Verbal Iklan Teh Sariwangi
C1: Data nonverbal Iklan Mie Sedaap Cup
C2: Data nonverbal Iklan Wafer Tango
C3: Data nonverbal Iklan Fitbar
C4: Data nonverbal Iklan Energen Sereal
C5: Data nonverbal Iklan Sambal ABC
C6: Data nonverbal Iklan Mie Sedaap Ayam Spesial
xliv
C7: Data nonverbal Iklan Sasa
C8: Data nonverbal Iklan Magic Lezat
C9: Data nonverbal Iklan Jacob‟s
C10: Data nonverbal Iklan Kecap Bango
D1: Data nonverbal Iklan Teh Botol Sosro
D2: Data nonverbal Iklan Kopi Kapal Api
D3: Data nonverbal Iklan Fruitea
D4: Data nonverbal Iklan Vitamin Water
D5: Data nonverbal Iklan Ades
D6: Data nonverbal Iklan Nu Greentea
D7: Data nonverbal Iklan Frestea
D8: Data nonverbal Iklan Nutrisari
D9: Data nonverbal Iklan Kopi Good Day
D10: Data nonverbal Iklan Teh Sariwangi
L: Lirik lagu/jingle iklan
P1: Penutur 1
P2: Penutur 2
P3: Penutur 3
P4: Penutur 4
N: Narator
Top Related