4
ASTM C869 (Standard Spesification for Foaming Agents for
Use in Producing Cellular Concrete).
ASTM C796 (Standard Test Method for Foaming Agents for Use
in Producing Cellular Concrete Using Preformed Foam)
7. Pengujian beton ringan selular dilakukan pada umur 28 hari.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Beton
Beton banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan
tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat
(kadang-kadang ditambah bahan campuran beton yang bervariasi mulai dari
bahan kimia tambahan, serat sampai bahan buangan non-kimia) pada
perbandingan tertentu dan campuran tersebut apabila dituangkan dalam
cetakan kemudian dibiarkan akan mengeras seperti batuan (Tjokrodimulyo,K.,
1996).
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang
lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan
yang membentuk massa padat (SNI-03-2847-2002). Beton Normal adalah
beton yang mempunyai berat satuan 2200-2500 kg/m3 dan dibuat
menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah (SNI 03-2847–
2002), dan beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari
bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan
bahan tambah (admixture atau additive) (Mulyono,T., 2003).
Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan
akan mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari. Kekuatan tekan
merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan
beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas (Tri Mulyono, 2004). Nilai
kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan terhadap
benda uji silinder ataupun kubus pada umur 28 hari yang dibebani dengan
gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimum didapat dari
pengujian dengan menggunakan alat compression testing machine.
Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kuat
tariknya, dan beton merupakan bahan yang bersifat getas. Kuat tarik yang
dimiliki beton hanya berkisar antara 9-15% dari kuat tekannya, karena itu
sering kali dalam perencanaan kuat tarik beton dianggap sama dengan nol
(Dipohusodo,I., 1994).
6
2.1.1. Kelebihan dan Kelemahan Beton
1. Kelebihan dalam pemakaian bahan beton untuk struktur bangunan
dibandingkan dengan bahan bangunan lainnya adalah:
a. Beton mudah dibentuk sesuai dengan keinginan sehingga dapat
menghasilkan bentuk yang beragam, mulai dari pelat, balok, kolom.
b. Bahan-bahan pembentuk beton mudah didapat.
c. Mudah dalam perawatannya.
d. Beton menawarkan kemampuan tinggi dan harga yang relatif rendah.
e. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang
sangat panjang.
f. Mempunyai kuat tekan yang relatif tinggi dibandingkan bahan lain.
g. Beton bertulang mempunyai ketahan yang tinggi terhadap api dan air,
bahkan merupakan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak
bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas
rata-rata batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang
memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan
pada permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.
h. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton
bertulang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti
baja struktur.
2. Kelemahan beton sebagai suatu bahan struktur bangunan adalah:
a. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga
memerlukan penggunaan tulangan tarik.
b. Selama proses pengerasan campuran beton, kelembaban beton harus
dipertahankan untuk mendapatkan hasil yang direncanakan. Fungsi
dari air adalah untuk mempermudah dalam proses pencampuran beton,
tetapi jika kelebihan air akan menimbulkan banyak pori-pori pada
beton sehingga hasilnya kekuatan beton akan berkurang.
c. Beton tidak selamanya berkerja efektif di dalam struktur beton
bertulang, hanya bagian yang tertekan saja yang efektif berkerja,
sedangakan di bagian yang tertarik tidak berkerja secara efektif hanya
merupakan beban mati yang tidak bermanfaat.
d. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap
ditempatnya sampai beton tersebut mengeras, selain itu penopang atau
penyanggah sementara diperlukan untuk menjaga agar bekisting tetap
berada pada tempatnya.
7
2.2. Bata Ringan
Batu bata ringan atau yang biasa di sebut foamed concrete merupakan
bahan yang terbuat dari mortar yang dicampur dengan foam agents dengan
melakukan control terhadap campuran foam menjadikan densitas dari bata ringan
yang berada diantara 500-1600 kg/m3 (Jitchaiyaphum,K., 2011).
Batu bata ringan merupakan material yang mempunyai fungsi seperti
batu bata merah namun dibuat dengan sistem yang lebih modern bata ringan juga
diartikan sebagai material yang menyerupai beton dan memiliki sifat kuat tahan
air dan api, awet (durrable) Ghoritman.dkk, 2011:2. Bata ini cukup ringan, halus
dan memiliki tingkat kerataan permukaan yang baik, bata ringan diciptakan
tujuan memperingan beban struktur dari sebuah bangunan konstruksi,
mempercepat pelaksanaan, serta meminimalisir material yang terjadi pada proses
pemasangan pada dinding berlangsung. Kelebihan bata ringan yang lainnya
adalah biaya yang harus dikeluarkan jauh lebih irit dan hemat. Hal ini dapat
terjadi karena pemakaian semen maupun pasir untuk perekatnya tidak begitu
banyak seperti batu bata biasa. Waktu yang digunakan untuk proses pengerjaan
juga lebih singkat dan cepat selain penghematan dalam material dan waktu
penggunaan material bata ringan ini juga dapat menghemat penggunaan sumber
daya manusia karena pengerjaan bata ringan yang relatif cepat menjadikan biaya
atau cost untuk pekerja lebih sedikit dibandingkan dengan bata konvensional.
Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu menambahkan gelembung
udara kedalam mortat akan mengurangi berat beton yang dihasilkan secara drastis
dalam SNI 03-0349-1989.
2.3. Beton Ringan
Beton Ringan (Lightweight Concrete) adalah beton yang mengandung
agregat ringan yang mempunyai berat isi tidak lebih dari 1900 kg/m3
(Mulyono,T., 2003). Beton ringan dibuat dengan menggunakan agregat ringan
(keadaan kering dan gembur mempunyai berat 1100 kg/m3 atau kurang ) atau
dikombinasikan dengan agregat normal sedemikian rupa sehingga dihasilkan
beton dengan berat isi yang lebih kecil/lebih ringan dari pada beton normal. Beton
ringan digunakan terutama untuk mengurangi berat struktur itu sendiri dan
mengurangi sifat penghantaran panasnya.
Menurut Tjokrodimuljo,K (2007) Beton ringan mempunyai berat jenis
kurang dari 1800 kg/m3 sedangkan beton normal mempunyai berat jenis 2400
kg/m3 . Pada dasarnya, beton ringan diperoleh dengan cara penambahan pori-pori
8
udara kedalam campuran betonnnya. Oleh karena itu pembuatan beton ringan
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen,
dengan demikian akan terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya
b. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar dan batu
apung. Dengan demikian beton yang terjadi pun akan lebih ringan dari
beton normal
c. Pembuatan beton tidak dengan butir-butir agregat halus. Dengan
demikian beton ini dinamakan “beton non pasir” dan hanya dibuat dari
semen dan agregat kasar saja (dengan butiran agregat kasar sebesar 20-10
mm), mempunyai pori-pori yang hanya berisi udara (semula terisi oleh
butir agregat halus)
Berdasarkan (ACI 213 R-79 dalam Yanuar,Y.,1997) definisi beton
agregat ringan struktural (Struktural Lightweight Agregat Concrete) adalah beton
dengan kuat tekan minimal pada sampel silinder umur 28 hari sebesar psi (17,24
Mpa) dan berat satuan kering udaranya tidak lebih dari 115 pcf (1850 kg/m3).
Menurut Neville (1975), beton ringan dilihat dari berat jenisnya dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a. Beton ringan dengan berat jenis antara 300-800 kg/m3 yang biasanya
dipakai sebagai bahan isolasi.
b. Beton ringan dengan berat jenis antara 800-1400 kg/m3 yang dipakai
untuk struktur ringan.
c. Beton ringan dengan berat jenis antara 1400-2000 kg/m3 yang dapat
dipakai untuk struktur sedang.
Pemakaian beton ringan menurut Gambhir (1986) dalam bangunan
diantaranya untuk:
a. Dinding tembok struktural, yaitu dinding tembok yang menahan beban.
Beton ringan yang dipakai untuk ini tentu saja beton ringan yang
mempunyai kuat tekan cukup tinggi.
b. Tembok penyekat antar ruang dalam suatu gedung, biasanya berupa
panel-panel beton bertulang.
c. Dapat dipakai sebagai beton tuang ditempat pada struktur komposit
antara plat lantai/atap beton ringan dan balok beton bertulang biasa.
d. Sebagai dinding isolasi pada gedung-gedung, terutama pada bangunan
perindustrian.
Menurut Murdock,L.J & Brook,K.M (alih bahasa: Stepanus
Hendarko,
9
1999) beton ringan mempunyai berat jenis 1850 kg/m3 , dan
penggunaan agregat ringan dapat menghasilkan kekuatan beton lebih besar
dari 30 Mpa. Pembentukan beton ringan dapat dilakukan dengan membuat
rongga udara dalam beton dengan menghilangkan agregat halus, atau
pembentukan udara dalam pasta semen dengan menambahkan beberapa bahan
yang menyebabkan busa atau kedua cara tersebut dapat dikombinasikan.
Beton ringan bukan saja diperhitungkan karena beratnya yang ringan, tetapi
juga karena isolasi suhu yang tinggi dibandingkan dengan beton biasa.
Umumnya pengurangan kepadatan diikuti dengan kenaikan isolasi suhu,
meskipun terdapat penurunan kekuatan. Hubungan antara kepadatan dan
konduktifitas panas dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Hubungan antara kepadatan dan konduktifitas panas
Sumber : Murdock,L.J & Brook,K.M (alih bahasa: Stepanus
Hendarko, 1999)
Gambar 2.1. Konduktivitas suhu beton ringan yang dikorelasi
terhadap kadar air satu persen volume terhadap berat jenis kering
Batasan untuk pengambilan ukuran maksimal berat jenis dari beton
ringan yang diambil untuk penelitian ini adalah 2000 kg/m3
10
2.3.1. Sifat dan Karakteristik Beton Ringan
Menurut Gambhir (1986), beton ringan mempunyai sifat-sifat
positif sebagai berikut:
a. Ringan. Berat jenis beton biasa sekitar 2400 kg/m3, sedangkan berat
jenis beton ringan antara 300-1800 kg/m3. Beton yang tidak begitu
ringan dipakai untuk struktur ringan sedangkan beton yang sangat
ringan digunakan sebagai bahan isolasi.
b. Tidak menghantarkan panas. Nilai isolasi yang dimiliki beton ini
sebesar 3 sampai 6 kali bata atau sekitar 10 kali beton biasa.
Dinding tembok dengan tebal 200 mm yang berasal dari beton
ringan dengan berat jenis 800 kg/m3, mempunyai tingkat isolasi
yang sebanding dengan dinding bata tebal 400 mm dengan berat
jenis 1600 kg/m3
c. Tahan api. Beton ringan mempunyai sifat yang cukup baik dalam
menahan api/kebakaran. Sifat beton ringan yang tidak baik dalam
menghantarkan panas membuat beton ringan itu sangat baik untuk
melindungi bagian struktur jika terdapat api yang membakar beton
ini.
d. Kurang baik dalam meredam suara. Beton ini kurang padat seperti
beton biasa sehingga tidak begitu bagus dalam menghambat suara.
e. Mudah dikerjakan. Kerusakan pada suatu bagian dapat diperbaiki
dengan mudah tanpa menyebabkan kerusakan pada bagian struktur
lainnya. Perlakuan pada beton ini lebih mudah daripada beton biasa
dalam hal pemotongan, pengeboran dan lain-lain.
f. Keawetannya tidak cukup tinggi. Karena beton ringan biasanya
bersifat tidak kedap air, maka beton ringan ini dapat mencegah
terjadinya karat pada baja tulangan sebagaimana terjadi pada beton
biasa. Oleh karena itu baja tulangan yang dipakai perlu diberi
lapisan khusus untuk mencegah terjadinya korosi.
g. Kecepatan pembuatan. Beton ringan ini dapat dengan mudah
diproduksi di pabrik. Sehingga dengan kemudahan ini maka ada
kemungkinan dalam perancangan struktur dengan konsep koordinasi
modul, lebih cepat dalam proses pembuatannya.
11
Menurut Tanudjaja,H (1997) dalam penelitian tesisnya mengatakan:
a. Berat isi beton keras menggunakan agregat kasar ringan dari lempung
(ALWA) berkisar antara 1750-1850 kg/m3 sehingga dapat
dikategorikan sebagai beton ringan.
b. Perolehan nilai kuat tekan silinder beton sebesar 29,50 Mpa pada fas
0,25 dan slump 7 cm tanpa superplasticizer ; kuat tekan 31,47 Mpa
pada fas 0,29 dan slump 23 cm dengan 2% superplasticizer ; kuat
tekan 34,39 Mpa pada fas 0,30 dan slump 9 cm tanpa
superplasticizer ; kuat tekan 32,64 Mpa pada fas 0,35 dan slump 10
cm tanpa superplasticizer ; kuat tekan 28,83 Mpa pada fas 0,40 dan
slump 9,5 cm tanpa superplasticizer (seluruhnya pada umur beton
28 hari).
Menurut Rossignolo et.al (2003) dalam E. Yas¸ar Æ Y. Erdog˘an (2008)
melaporkan tentang penelitiaan mereka mengenai pembuatan beton ringan
(LWC) menggunakan tanah lempung dengan variasi semen antara 440-710 kg/m3.
Mereka mengidentifikasikan kekuatan beton pada usia 28 hari akan dicapai kuat
tekan yang bervariasi antara 39,5-53,6 Mpa dan kepadatan kering antara 1,46-1,6
mg/m3, dengan contoh benda uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Sumber : E. Yas¸ar Æ Y. Erdog˘an (2008)
Gambar 2.2. Benda uji LWC menggunakan agregat
lempung
2.4. Beton Ringan Selular (Cellular Lightweight Concrete)
Bata ringan CLC adalah beton selular yang mengalami proses curing secara
alami, CLC adalah beton konvensional yang mana agregat kasar (kerikil) digantikan
oleh udara, dalam prosesnya mengunakan busa organik yang sangat stabil dan tidak
ada reaksi kimia ketika proses pencampuran adonan, foam/busa berfungsi sebagai
media untuk membungkus udara.
Pabrikasi dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan CLC juga standard,
sehingga produksi dengan mudah dapat pula diintegrasikan ke dalam pabrikasi beton
12
konvensional. Hanya pasir, semen, air dan foam yang digunakan dan kepadatan
yang didapatkan dapat disesuaikan mulai dari 350 sampai 1.800 kg / m³ dan
kekuatan dapat juga dicapai dari serendah 1,5 sampai lebih 30 N / mm ². Pada
gelembung udara didalam beton benar-benar terpisah satu sama lain sehingga
penyerapan air jauh lebih sedikit dan baja tidak perlu di lapisi lapisan anti korosi,
beton dengan kepadatan diatas 1.200 kg/ juga tidak memerlukan plaster, seperti
AAC hanya cukup di cat saja. Penyerapan air lebih rendah dari pada di AAC dan
masih cukup baik di bandingkan dengan beton konvensional. Beton Ringan Selular
(Cellular Lightweight Concrete) sama halnya dengan beton konvensional kekuatan
akan bertambah seiring dengan waktu melalui kelembaban alamiah pada tekanan
atmosfer saja. Meskipun tidak mempunyai berat yang ringan seperti halnya AAC,
CLC tetap menawarkan penurunan berat jenis yang cukup besar dibandingkan
dengan beton konvensional termal 500% lebih tinggi dan tahan api. Karena sangat
praktis maka Beton Ringan Selular (Cellular Lightweight Concrete) mempunyai
banyak ruang lingkup pemanfaatan mulai dari isolasi atap rumah dengan kepadatan
mulai dari 350 kg/m3 sampai dengan produksi panel dan lantai beton dengan
kepadatan 1800 kg/m3 menurut ASTM C869 (Standart Spesification for foaming
agents use and making preformed foam for cellular concrete) standart kuat tekan
pada bata ringan adalah harus lebih besar dari 1,4 Mpa dengan nilai penyerapan air
water absorption maksimum 25%.
2.5. Material Penyusun Beton Ringan Selular
Untuk mendapatkan Beton Ringan Selular dengan kualitas yang bagus
maka harus memperhatikan material penyusunya. Material penyusun Beton Ringan
Seluler sangat berpengaruh terhadap kualitas bata ringan yang akan di hasilkan
nantinya. Material penyusun Beton Ringan Seluler antara lain :
2.5.1. Semen Portland
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
mengiling klinker semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang
bersifat hidrolis dan digiling bersama sama dengan bahan tambahan berupa satu atau
lebih bentuk kristal senyawa sulfat SNI 15-2049-1994. Portland cement merupakan
bahan pengikat utama untuk adukan beton dan pasangan batu yang digunakan untuk
menyatukan bahan menjadi satu kesatuan yang kuat. Jenis atau tipe semen yang
digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton, dalam
hal ini perlu diketahui tipe semen yang distandardisasi di Indonesia. Komposisi
penyusun semen dapat dilihat pada tabel 2.1.
13
Tabel 2.1. Tabel Komposisi Semen Jenis Semen PCI PPC PCC AL2O3 (%) 5,49 8,76 7,40 CaO (%) 65,21 58,66 57,38 SiO2 20,92 23,13 23,04 Fe2O3 3,78 4,62 3,36 Kehalusan 4,00 5,00 2,00 Berat Isi (kg/l) 1,29 1,19 1,15
Sumber : I Made, 2009:65
Semen akan berbentuk masakoloidal jika dicampur dengan air. Plastisitas
semen semakin lama semakin hilang dan semakin lama semakin keras. Fungsi utama
semen adalah sebagai pengikat pada campuran beton dan menjadikan campuran
beton lebih keras. Penggunaan semen mempunyai kadar masing-masing dalam
setiap campuran beton sesuai dengan kebutuhan. Dengan SNI 15-2049-2004
menurut tinjauan pemakaian semen portland dibagi menjadi 5 jenis yaitu :
1. Jenis I : untuk konstruksi pada umumnya dimana tidak diminta
persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis jenis
lainnya.
2. Jenis II : untuk konstruksi pada umumnya terutama sekali bila di
syaratkan agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang
sedang.
3. Jenis III : untuk konstruksi yang menuntut kekuatan awal yang tinggi.
4. Jenis IV : untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut panas hidrasi
rendah.
5. Jenis V : untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan sangat
tahan terhadap sulfat.
2.5.2. Agregat Halus
Menurut SNI 03-6820-2002, Agregat Halus adalah agregat dengan besar
butir maksimum 4,76 mm berat dari alam atau hasil olahan sebagai salah satu
material pokok yang pentting dalam pembuatan beton maka agregat halus harus
memenuhi beberapa peryaratan teknik. Menurut SNI 03-6820-2002, agregat halus
yang akan digunakan dalam campuran beton harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut :
1. Syarat bentuk dan ukuran Bentuk dan ukuran agregat untuk plesteran harus memenuhi : a. Agregat halus alami hasil disintegrasi batu alam.
14
b. Agergat halus hasil olahan diproses khusus sehingga bentuk dan
ukuran sesuai dengan persyaratan yang di tetapkan dalam SNI
03-6820-2002 ayat 2.1.3.
c. Agregat yang berbutir bulan dan berukuran seragam tidak boleh
digunakan.
2. Unsur Perusak Unsur perusak yang terkandung dalam agregat harus dibatasi
sebagai berikut : a. Partikel yang mudah pecah maksimum 1,0 %. b. Tidak mengandung zat organik. c. Partikel ringan yang terapung pada cairan dengan berat jenis 2,0
maksimum 0,5% . d. Kadar lumpur maksimum 5%. e. Bebas dari kotoran yang (dapat merusak warna).
3. Sifat fisik Sifat fisik aggregat halus yang akan digunakan dalam
campuran beton harus memenuhi beberapa syarat antara lain sebagai
berikut :
a. Gradasi agregat untuk lapisan 1 dan lapisan 2 sesuai pada
Tabel 2.2. Gradasi Agregat Untuk Adukan
Sumber : SNI 03-6820-2002 b. Besar butir yang tertinggal diantara saringan yang berurutan
tersebut pada tabel 2.3, butiran 1 diatas harus tidak lebih dari 50
%: ayakan antara No. 50 dan No. 100 tidak lebih dari 25%.
c. Bila nilai modulus kehalusan bervariasi lebih dari 0,2 dari nilai
yang diambil untuk pemilihan prosorsi adukan, agreat tidak
boleh dipakai tanpa melakukan pengaturan proopordi kembali.
15
2.5.3. Air
Air merupakan material yang berfungsi untuk menyatukan semen dan
pasir. Air adalah bahan dasar pembuatan beton yang paling murah. Fungsi air dalam
pembuatan beton untuk membuat semen bereaksi dan sebagai bahan pelumas antara
butir butir agregat.
Untuk membuat semen beraksi hanya dibutuhkan air sekitar 25% -30%
dari berat semen. Tetapi pada kenyataan dilapangan apabila faktor air semen atau
berat air dibagi berat semen kurang dari 03 maka adukan sulit dikerjakan. Sehingga
umumnya faktor air semen lebih dari 04 yang mana terdapat kelebihan air yang tidak
bereaksi dengan semestinya. Kelebihan air ini lah yang berfungsi sebagai pelumas
agrerat. Berdasarkan Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI-1982)
pada pasal 4.
Persyaratan air yang boleh digunakan untuk membuat beton antara lain
adalah :
1. Air harus bersih
2. Tidak mengandug banyak lumpur, minya dan bahan terapung
lainnya
3. Tidak mengandung bahan yang tersuspensi lebih dari 2 gram/liter
4. Tidak mengandung garam yang mudah larut dan merusak beton
5. Semua air yang mutu nya meragukan harus diteliti terlebih dahulu.
2.5.4. Foam Agent
Menurut Husin dan Setiaji yang dikutip Suryani (2015:11) Foam Agent
adalah bahan material yang menyusun batu bata ringan, dengan ciri-ciri bahan tidak
berwarna dan berupa gel yang dihasilkan surfaktan busa dari foam agent ini dapat
dihasilkan dengan alat foam generator. Foam memiliki daur gugus diantaranya yaitu
gugus liofil dan gugus liofob, untuk gugus liofil memiliki rantai carbon pendek
misalnya gugus klorida sedangkan gugus liofob merupakan ikatan yang memiliki
rantai ikatan karbon panjang, minimal 10 atom karbon. Dalam pelarut air, gugus
liofil dikenal sebagai gugus hidrofil dimana gugus liofil dapat menarik molekul air
sedangkan gugus liofob dikenal juga dengan sebutan gugus hidrofop yang tidak
dapat menarik molekul air cenderung menagrah keudara. Berikut adalah gambar
bentuk busa yang digunakan dalm pembuatan beton ringan selular.
16
Gambar 2.3. Foam agent
2.5.5. Bahan Tambah
Menurut Mulyono (2004:117) Bahan Tambah Admixture adalah bahan
bahan yang di tambahkan kedalam campuran beton pada saat atau selama
pencampuran berlangsung admixture atau bahan tambah di definisikan dalam
Standard Definitions of Terminology Relating to Concrete and Concrete
Aggretation (ASTM C125-1995:61) dan dalam Cement dan Concrete Terminology
(ACI SP-19) adaalah sebagai material selain air agregat dan semen hidroloik agregat
yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkkan sebelum atau
selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah ini berfungsi untuk memodifikasi
sifat dan karakteristikdari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan,
penghematan atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.
(Mulyono,2004:117).
Jenis-jenis bahan tambah menurut Nugraha dan Antoni (2007:84)
adalah sebagai berikut :
1. Jenis A : Mengurangi air (Water Reducer)
2. Jenis B : Memperlambat Pengikatan (Retarder)
3. Jenis C : Mempercepat Pengikatan (Accelator)
4. Jenis D : A+B (Water Reducer dan Retarder)
5. Jenis E : A+C (Water Reducer dan Accelator)
6. Jenis F : Superplasticizer (Water Reducer dan High Range)
7. Jenis G : Water Reducer, High Range dan Retarder
8. Serta bahan tambah yang berasal dari mineral alami seperti fly ash,
kapur, slag dan lain-lain.
2.5.6. Superplasticizer
Penggunaan superplasticizer mulai dikembangkan di Jepang dan Jerman
pada tahun 1960-an dan menyusul kemudian di Amerika Serikat pada 1970-an.
Superplasticizer adalah polimer linear yang mengandung sulfonic acid (asam
sulfonat), yang secara umum terbagi menjadi 4 jenis/kelompok :
17
Sulfonated melamine-formaldehyde condensates (SMF)
Sulfonated naphthalene-formaldehyde condensates (SNF)
Modified lignosulfonates (MLS)
Polycarboxylate derivatives, misal jenis polycarbonix ether (PCE).
Superplasticizer tersusun atas asam sulfonat yang berfungsi menghilangkan
gaya permukaan pada partikel semen sehingga lebih menyebar, melepaskan air
yang terikat pada kelompok partikel semen, untuk menghasilkan
viskositas/kekentalan adukan pasta semen atau beton segar yang lebih rendah.
Berikut adalah komposisi superplasticizer :
Tabel 2.3. Kimia Superplasticizer
Tabel kimia superplasticizer (Rixom and Maivaganam, 2003)
Efek superpasticizer pada beton segar yang dimanfaatkan adalah
kemampuannya untuk :
meningkatkan slump dan workability (slump hingga 23 cm)
mengurangi pemakaian air
mengurangi pemakaian semen
Secara umum tujuan yang ingin dicapai dengan penggunaan
superplasticizer adalah untuk :
18
mencapai posisi pengecoran yang sulit melakukan pemadatan dengan
vibrator karena dapat menghasilkan beton segar yang dapat mengalir dengan
lebih baik dengan slump hingga 23 cm.
menghasilkan beton mutu tinggi dengan mengurangi air sehingga faktor air
semen yang merupakan faktor utama penentu mutu beton dapat
diminimalkan sekecil mungkin, sehingga hanya air yang diperlukan untuk
reaksi hidrasi semen saja yang digunakan.
menghasilkan beton dengan permeabilitas yang lebih rendah (lebih kedap
air) dengan pengurangan pemakaian air dan kemampuan menyebarkan
partikel semen dalam adukan beton segar, dapat menghasilkan kepadatan
beton yang lebih baik sehingga lebih kedap air.
menghasilkan beton yang setara mutunya dengan faktor air semen yang
lebih kecil, sehingga pemakaian semen menjadi lebih sedikit namun
pemakaian untuk tujuan ini tidak terlalu sering digunakan, karena jumlah
semen minimum yang disyaratkan untuk beton tertentu harus dipenuhi.
Kemampuan superplasticizer untuk meningkatkan slump beton segar
tergantung pada :
jenis, takaran dan waktu penambahan superpasticizer
faktor air semen dan jumlah semen yang digunakan dalam adukan beton
segar
Superplasticizer dapat digunakan untuk hampir semua jenis semen.
Takaran penggunaan superplasticizer harus mengikuti rekomendasi dari produsen,
yang dapat dilihat pada brosur teknis atau panduan pemakaian secara umum
penggunaannya pada beton normal adalah 1-3 liter per m³ beton segar untuk tujuan
meningkatkan workability (dapat dicampurkan di lokasi proyek sebelum penuangan
beton segar). Penggunaan untuk mengurangi pemakaian air dapat dilakukan dengan
takaran 5-20 liter per m³ beton segar namun hal ini harus dilakukan di batching plant
dengan pengawasan engineer sehubungan dengan penggabungannya dengan bahan
tambah yang bersifat retarding yang tujuan utamanya adalah menghasilkan beton
mutu tinggi dengan pemakaian semen yang tetap.
Efek negatif dari penggunaan superplasitcizer adalah kehilangan slump yang
relatif cepat, sehingga walaupun workability meningkat cukup besar, waktu
pengerjaannya menjadi lebih singkat dalam waktu sekitar satu jam setelah
penambahan superplasticizer, workability-nya akan relatif hilang karena slump loss
(kehilangan slump) yang sangat cepat. Slump loss atau kehilangan slump berbeda
dengan setting beton, walaupun dalam bahasa praktis di lapangan sering dikatakan
bahwa jika ditambah superplasticizer maka waktu setting menjadi lebih cepat.
19
Sebenarnya waktu settingnya tidak menjadi lebih cepat namun karena penurunan
nilai slump (kehilangan slump) yang relatif cepat, secara visual dan pengerjaannya
menimbulkan kesan bahwa beton sudah mengeras dalam arti memasuki masa
setting. Untuk mengakali efek negatif ini, superplasticizer dilakukan setelah beton
segar dituang sebagian yang mengakibatkan kesulitan mengetahui sisa beton segar
yang masih ada di dalam mobile mixer.
2.6. Kuat Tekan
Menurut SNI 03-1974-1990 kuat tekan beban beton adalah besarnya
beban persatuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila di bebani
dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan, kekuatan tekan
beton akan bertambah dengan naiknya umur beton, dimana kekuatan tekan beton
akan naik secara cepat (linier) sampai umur 28 hari tetapi setelah itu kenaikannya
kecil. Kekuatan tekan rencana beton dihitung pada umur 28 hari. Kuat tekan
beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur semakin tinggi tingkat
kekuatan struktur yang di kehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang di
hasilkan. Kekuatan tekan beton dirumuskan sebagai berikut :
f’c = P/A (Mpa=N/ )
Dimana :
f’c = Kuat Tekan Beton (Mpa)
P = Gaya Tekan (N)
A = Luas penampang beton ( )
Beton harus di rancang proporsi campuranya agar menghasilkan suatu
kuat tekan rata-rata yang di syaratkan, pada tahap pelaksanaan konstruksi,beton
yang telah dirancang campurannya harus di produksi sedemikian rupa sehingga
memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan lebih rendah dari f’c
yang telah direncanakan. Menurut Standart Nasional Indonesia, kuat tekan harus
memenuhi 0,85 f’c untuk kuat tekan rata rata dua silinder dan memenuhi f’c+0,82
s untuk rata-rata empat buah benda uji yang berpasangan. (Mulyono,Tri, 2004)
penambahan superplasticizer dapat dicampurkan sesaat sebelum beton
segar dituang di lapangan namun perlu sangat diperhatikan takaran/dosis
penggunaannya terutama jika penambahan.