Tanggal praktikum : 29 Maret 2011
Preparat : ASETANILIDA (1/2 PROSEDUR)
PUSTAKA
Funiss, B.S, et al, 1989, Vogel`s Textbook of Practical Organik Chemistry, 5 th
edition, The Longman Scientific & Technical, New York, 916-918.
Mc Murry J, 2000, Organic Chemistry, 5th edition, Brooks/Cole Publishing
Company Pasific Grove, USA, 1002.
Vishnoi NK, 1979, Advanced Practical Organic Chemistry, First edition, Vikas
Publishing House, PVT, Ltd., New Delhi, 330-331.
http://en.wikipedia.org/wiki/asetanilida
1
PROSEDUR
(Vishnoi)
Place 10 ml aniline, 10 ml glacial acetic acid, 10 ml acetic anhydride and
0,5 gram zinc dust in a 250 ml round bottom flask fitted with a refluks condenser.
Heat the reaction mixture to boiling for about 40 minutes, detach the condenser
and pour the hot contain slowly so as to prevent any residual zinc dust from
escaping the flask, into a 500 ml beaker containing about 250 of cold water whilst
stirrimg vigorously the resultan solution. Cool the beaker in ice bath when crude
asetanilide separates. Filter it in a buchner funnel using section, wash with cold
water drain well with the help of an inverted glass stopper and dry on the filter
paper in air. The yield of crude acetanilide, m.p 113°, is about 15 gram.
Recristallise it from hot water containing 2 % rectified spirid. The pure
recristalzed product as the m.p 114°.
2
DASAR TEORI
Asetanilida dapat diperoleh dari asetilasi anilina. Amina aromatis primer
dapat bereaksi dengan anhidrida asetat menghasilkan turunan monoasetil. Bila
cara pemanasan selama reaksi diperpanjang dan dengan kelebihan anhidrida
asetat, maka akan menghasilkan juga bentuk atau turunan diasetil. Umumnya
bentuk diasetil tidak stabil dalam air. Dan mengalami hidrolisis menjadi bentuk
monoasetil. Bila hasil resetilasi dijumpai dalam campuran mono dan diasetil,
maka dari hasil rekristalisasi dengan pelarut yang mengandung air, misalnya
etanol encer hanya bentuk monoasetil yang diperoleh.
Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, sehingga
banyak terdapat di alam. Amida mengandung nitrogen trivalent yang terikat pada
gugus karbonil dimana nitrogennya mempunyai sepasang electron sunyi dalam
suatu orbital tensi. Amida mempunyai resonansi datar, sekalipun ikatan karbon
nitrogen biasanya ditulis sebagai ikatan tunggal, reaksi pada ikatan ini sangat
terbatas, alasannya adalah adanya resonansi struktur. Resonansi inilah yang
menunjukkan mengapa nitrogen suatu amida tidak bersifat basa maupun
nukleofilik.
Amida merupakan basa yang sangat lemah, dengan pKb : 15-16.
Asetanilida dapat dibuat dari anilin dan anhidrida asetat. Mekanisme
reaksinya menyangkut serangan nukleofil oleh anilin pada atom karbon karbonil
pada suatu turunan asam. Anilin adalah benzena tersubstitusi yang bereaksi lebih
mudah daripada benzenanya sendiri. Jadi anilin bereaksi substitusi elektrofilik
lebih cepat daripada benzena. Hal ini disebabkan anilin mempunyai gugus NH2
yang merupakan gugus aktivasi. Adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih
terbuka terhadap substitusi lebih lanjut. Sedang reaksi dengan nukleofil terhadap
anhidrida lebih reaktif dibanding ester. Kedua hal inilah yang menyebabkan reaksi
pembuatan asetanilida asetat dari anilin lebih cepat dibanding ester dan ammonia.
3
Sifat – sifat kimia dari asetanilida:
a. Pirolysis dari asetanilida menghasilkan N –diphenil urea, anilin, benzene dan
hydrocyanic acid.
b. Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa,
hydrolisa dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam
kedaan panas akan kembali ke bentuk semula.
c. Adisi sodium dlam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan N-
Sodium derivative.
C6H5NHCOCH3 + HOH C6H5NH2 + CH3COOH
Kegunaan asetanilida
Asetanilida banyak digunakan sebagai obat untuk pengobatan neulsagia
dan sebagai bahan pengawet dalam air dari larutan hidrogen peroksida, juga
dalam industri kimia ,antara lain; sebagai bahan baku pembuatan obat – obatan,
zat awal pembuatan penicilium, bahan pembantu dalam industri cat dan karet,
bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida.
Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dengan cara mengkristalkan
kembali dari cairan pelarut atau campuran pelarut, dimana dalam keadaan panas
larut tetapi dalam keadaan dingin / pada suhu kamar, akan terbentuk kristal yang
murni.
Proses rekristalisasi terdiri dari:
Melarutkan zat yang belum murni ke dalam pelarut yang cocok pada atau dekat
titik didihnya
Menyaring larutan panas dari partikel-partikel yang tidak larut
Pendiaman larutan panas menjadi dingin, sehingga terbentuk kristal
Pemisahan kristal dari larutan induk
Pengeringan
4
Metode rekristalisasi:
Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang
besar pada suhu.
Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena
mungkin terbentuk super jenuh.
Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan
pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung
merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar.
Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali
lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan
pelarut biasanya bukan masalah sederhana.
Tujuan Rekristalisasi:
Menghilangkan kotoran yang dihasilkan selama reaksi baik mekanis maupun
fisis
Mendapatkan kristal yang bagus
5
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami reaksi pembentukan anilida.
2. Memahami arti refluks.
3. Terampil dalam menggunakan karbon aktif dalam proses pemurnian melalui
rekristalisasi.
4. Mampu menghasilkan bentuk kristal yang homogen.
6
ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
1. Labu alas bulat 250 ml
2. Gelas ukur
3. Gelas piala
4. Pendingin balik
5. Gelas arloji
6. Corong buchner
7. Labu hisap
8. Pengaduk
9. Kertas saring
10.Corong Panas
B. BAHAN (1/2 PROSEDUR)
1. Anilin 10 ml ½ x 10 ml = 5 ml
2. Anhidrida asetat 10 ml ½ x 10 ml = 5 ml
3. Asam asetat glasial 10 ml ½ x 10 ml = 5 ml
4. Serbuk Zn 0,5 mg ½ x 0,5 mg = 0,25 mg
5. Etanol 2,5ml
C. REAKSI
Reaksi :
7
Mekanisme Reaksi :
Mengalami Hidrolisis :
8
MEKANISME REAKSI
A. CARA KERJA (1/2 PROSEDUR)
1. Dimasukkan 0,25 g serbuk Zn ke dalam labu alas bulat 250 ml,
ditambahkan 5 ml aniline, 5 ml asam asetat glasial dan 5 ml anhidrida
asetat.
2. Setelah diberi batu didih, dipasang pendingin balik dan direfluks dalam
tangas air selama 40 menit.
3. Cairan panas tersebut dituang perlahan-lahan ke dalam gelas piala/beaker
glass 500 ml yang berisi 125 ml air dingin sambil diaduk.
4. Masukkan beaker berisi cairan ke dalam ice bath, sampai terbentuk kristal
abu-abu keunguan.
5. Saring dengan corong Buchner.
6. Dilakukan rekristalisasi :
a. Kristal kasar dilarutkan dalam aquadest panas 125 ml dan 2,5 ml
etanol, dipanaskan terus sampai semuanya larut.
b. Bila larutan berwarna, ditambahkan norit 750 mg dan didihkan lagi,
kemudian disaring panas.
c. Dinginkan ke dalam ice bath sampai terbentuk kristal sempurna.
d. Disaring dengan corong Buchner, dikeringkan dalam lemari pengering.
7. Ditimbang hasil dan ditentukan titik lelehnya.
9
0,25 g Zn + 5 ml anilin + 5 ml asam asetat glasial + 5 ml anhidrida asetat, masukkan ke dalam labu alas bulat
Masukkan batu didih ke dalam labu alas bulat yang berisi campuran larutan
diatas
Direfluks dalam water bath slm 40 mnt
Tuang ke dalam beaker glass berisi 125 ml air dingin, aduk ± 10 mnt
Masukkan ke dalam ice bath ad terbentuk kristal abu-abu keunguan
Saring dengan corong buchner dan labu hisap
Lakukan rekristalisasi, masukkan kristal yang terbentuk ke dalam beaker glass
+ 125 ml air panas (kelarutan 1:20), + 2,5 ml etanol
+750mg norit, panaskan
Hasil penyaringan didinginkan ke dalam ice bath ad terbentuk kristal
Masukkan kristal yang didapat ke dalam oven ad kering
Segera saring dengan corong panas (corong di beri kertas saring berlipit rangkap dua)
Saring dengan corong buchner dan labu hisap
Timbang berat asetanilida yang diperoleh
B. SKEMA KERJA
10
Zn 0,25gAnilin5mlAsam asetat glasial5mlAnhidrat asetat5ml
pendingin Liebig
waterbath
GAMBAR PENGGUNAAN DAN PEMASANGAN ALAT
11
12
HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PRAKTIKUM
Hasil teoritis : 7,5 gram
Titik lelehnya : 114o C
Hasil praktis : 2 gram
Persentase hasil : 26,67 %
B. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, yang pertama kali dilakukan adalah memasukkan
serbuk Zn, hal ini dimaksudkan agar serbuk Zn tidak banyak yang tertinggal
di dinding labu saat dimasukkan namun tepat masuk ke dasar labu. Fungsi
serbuk Zn pada praktikum ini adalah untuk mencegah oksidasi dari anilin
menjadi nitrobenzen. Setelah serbuk Zn, kemudian anhidrida asetat, asam
asetat glasial dan yang terakhir adalah anilin. Serbuk Zn yang tercampur akan
diserap 2-4 bagian oleh campuran cairan. Anhidrida asetat dalam praktium ini
digunakan sebagai pengering yang bersifat reversible setelah mengikat air.
Sedangkan asam asetat glacial berfungsi untuk mempercepat reaksi
pembentukkan asetanilida.
Labu alas bulat tersebut kemudian diberi batu didih terlebih dahulu,
untuk mengatur suhu didih dari larutan agar sirkulasi udara menjadi teratur,
serta mencegah bumping dari cairan tersebut. Kemudian direfluks dengan
pendingin bola, fungsi pendingin balik bola ini adalah untuk mencegah
penguapan dari asam asetat glacial dan penguapan dari anhidrida asetat,
selama proses refluks (menguap dan terkondensasi kembali). Untuk
menghomogenkan larutan, maka selama proses refluks, labu dan pendingin
bola sambil digoyang-goyang sesekali. Proses refluks ini dilakukan selama 40-
60 menit, dihitung dari tetesan pertama dari pendingin bola.
Hasil dari proses refluks kemudian dituang kedalam beaker glass yang
telah berisi aquaderm dan dengan segera beaker glass tersebut dimasukkan ke
13
icebath, sampai terbentuk kristal yang berwarna abu-abu keunguan, dan
dibiarkan mengendap. Setelah beberapa saat, kristal dalam aquaderm tersebut
disaring dengan corong buchner. Kristal hasil penyaringan kemudian
direkristalisasi.
Proses rekristalisasi dilakukan dengan air panas dan dibantu dengan
sedikit ethanol. Kelarutan asetanilida dalam air panas adalah 1:20, dan
kelarutannya dibantu dengan ethanol. Mula-mula kristal yang telah
dimasukkan dalam beaker glass ditambah dengan air panas, terbentuklah
sedikit lapisan asetanilida di permukaan larutan, yang menunjukkan bahwa
kristal tidak larut sempurna. Maka perlu ditambahkan ethanol sebanyak 2%
dari jumlah air panas yang dipakai agar meningkatkan kelarutan dari kristal
asetanilida.
Pada percobaan yang kami lakukan, ternyata setelah dilakukan
rekristalisasi, kristal yang kami dapatkan tidak jernih warnanya (kristal
berwarna), sehingga perlu ditambahkan karbon aktif yang berperan sebagai
absorben yang dapat menyerap zat warna maupun kotoran yang terdapat di
larutan, dalam praktikum ini digunakan norit sebagai karbon aktif. Karbon
aktif tidak boleh dibiarkan kontak dengan udara bebas dalam waktu lama,
karena akan berubah menjadi karbon inaktif, dan tidak dapat berfungsi lagi.
Jumlah norit yang dipakai adalah 0,5-1 gram dan ditambahkan pada suhu
sekitar 50°C, karena pada suhu tersebut karbon aktif akan bekerja secara
optimum untuk menarik zat warna dari larutan tersebut, namun tidak boleh
ditambahkan saat mendidih (norit dapat terurai). Solusi untuk mendapatkan
suhu 50°C namun norit tidak terurai, yaitu dengan cara ditambahkan norit
terlebih dahulu, baru kemudian dipanaskan kembali. Jumlah norit yang
dipakai tidak boleh berlebih, karena bila berlebih maka akan menarik
asetanilidanya juga, sehingga jumlah akhir kristal akan berkurang juga.
Setelah sekitar 10 menit, larutan disaring panas agar norit dan zat warna dapat
dipisahkan dengan kristal asetanilida. Penyaringan harus dilakukan dalam
keadaan yang benar-benar panas, karena bila tidak panas maka akan segera
terbentuk kristal dicorong dan akan menghambat penyaringan. Selain itu, bila
14
tidak panas kristal tidak akan larut sempurna, sehingga saat penyaringan akan
tertinggal di kertas saring dan mempengaruhi hasil akhir.
Kristal yang terdapat dalam larutan yang telah dipisahkan dengan zat
warnanya tersebut kemudian didiamkan di icebath, sampai kristal asetanilida
terbentuk sempurna. Setelah itu, campuran disaring dengan corong buchner
dan dikeringkan di lemari pengering. Kesalahan-kesalahan yang terjadi
sehingga hasil akhir praktis tidak sesuai dengan hasil teoritis antara lain karena
penimbangan awal yang kurang akurat, pengukuran zat-zat yang digunakan
juga kurang tepat, penguapan dari zat-zat yang digunakan (asam asetat glacial
dan anhidrida asetat), ada kristal yang tertinggal pada corong panas, dan
kesalahan-kesalahan mekanis lain yang tanpa disadari dilakukan oleh
praktikan.
15
HASIL DISKUSI
1. Fungsi dari asam asetat glacial, serbuk Zn dan methanol ?
Asam asetat glasial digunakan untuk mempercepat terjadinya pergeseran
reaksi membentuk asetanilida.
Serbuk Zn digunakan untuk mencegah oksidasi anilin menjadi nitrobenzen
kemudian direduksi menjadi anilin kembali.
Ethanol digunakan untuk menambah kelarutan asetanilida selain
menggunakan air panas.
2. Apa gunanya refluks selama 40 menit ?
Guna refluks selama 40 menit adalah untuk penyempurnaan reaksi selain itu
membantu agar tidak menguap, karena asam asetat glasial dan anhidrida asetat
mudah menguap.
3. Mengapa penambahan karbon aktif ke dalam cairan tidak boleh waktu
mendidih ?
Penambahan karbon aktif tidak boleh pada saat mendidih karena karbon
tersebut dapat terurai. Karbon aktif memiliki suhu optimal dimana zat warna
dapat ditarik, yaitu pada suhu sekitar 50°C.
4. Apa akibat penambahan norit yang berlebih !
Akibat dari penambahan norit yang berlebih adalah zat yang akan dihilangkan
pengotornya, dalam hal ini asetanilidanya akan ikut tertarik oleh karbon aktif.
5. Apa akibat kelebihan penambahan pelarut untuk rekristalisasi ?
Akibat kelebihan penambahan pelarut untuk rekristalisasi adalah sulitnya
terbentuk kristal. Jumlah air yang ditambahkan harus sesuai dengan kelarutan
dalam air (1 : 20). Hal ini juga berlaku untuk jumlah ethanol yang digunakan,
yaitu hanya ditambahkan 1-2% dari keseluruhan jumlah air yang digunakan.
16
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan
beberapa hal, yaitu sebagai berikut :
1. Pada saat memasukkan zat kedalam labu, harus memperhatikan urutannya,
agar semua zat dapat bereaksi seluruhnya, tidak tertinggal di dinding labu.
2. Sebelum proses refluks dilakukan, terlebih dahulu diberi batu didih agar tidak
terjadi bumping.
3. Penggunaan karbon aktif (norit) harus secara tepat dan dalam jumlah yang
sesuai agar dapat bekerja optimum untuk menarik zat warna dan kotoran yang
tercampur dalam larutan.
4. Ice bath yang digunakan dalam praktikum ini berfungsi untuk mempercepat
proses terbentuknya kristal dari larutan.
5. Pada penggunaan corong panas, corong harus dalam kondisi yang benar-
benar panas agar kotoran dan zat warna dapat disaring dengan sempurna dan
kristal tidak tertinggal didalam corong.
6. Pemasangan dan penggunaan alat harus secara tepat agar didapat hasil yang
baik.
7. Kerjasama dan ketelitian dari masing-masing praktikan sangat mempengaruhi
hasil akhir yang didapatkan.
TANDA TANGAN PRAKTIKAN
(Meriyanti Sofyan/1080085) (Ratna Anggraeni/1080147)
17