UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENGARUH VARIASI...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENGARUH VARIASI...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI
METODE MASERASI DINAMIK (Water-bath Shaker)
TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK DAN AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN Stevia rebaudiana Bert. M.
SKRIPSI
MARIYATUL QIBTIYAH
NIM. 11151020000047
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI
METODE MASERASI DINAMIK (Water-bath Shaker)
TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK DAN AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN Stevia rebaudiana Bert. M.
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MARIYATUL QIBTIYAH
NIM. 11151020000047
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Mariyatul Qibtiyah
NIM : 11151020000047
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Ekstraksi Metode Maserasi
Dinamik (Water-Bath Shaker) Terhadap Rendemen Ekstrak dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Stevia rebaudiana Bert. M.
Disetujui oleh :
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt.
NIP. 197407302005012000
Pembimbing I
Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt
NIP. 197806302006042001
Pembimbing II
dr. Flori Ratna Sari. Ph.D.
NIP. 197707272006042001
iii
iv
ABSTRAK
Nama : Mariyatul Qibtiyah
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Ekstraksi Metode
Maserasi Dinamik (Water-Bath Shaker) Terhadap
Rendemen Ekstrak dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Daun Stevia rebaudiana Bert. M.
Tanaman Stevia rebaudiana telah lama digunakan sebagai pemanis, kandungan
steviol glikosidanya terutama steviosida dan rebaudiosida A bertanggung jawab
terhadap rasa manis pada tanaman ini dengan rasa manis 300-400 kali lebih manis
dibanding sukrosa. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kondisi suhu dan waktu
optimal pada ekstraksi dengan teknik maserasi dinamik (water-bath shaker)
menggunakan pelarut air terhadap perolehan rendemen serta untuk mengetahui
aktivitas antioksidannya. Variasi suhu dan waktu ekstraksi yang digunakan yaitu
25⁰C selama 3 jam, 25⁰C selama 6 jam, 75⁰C selama 3 jam, dan 75⁰C selama 6
jam menghasilkan rendemen sebanyak 14,20%, 15,51%, 18,58%, dan 16,74%
berturut-turut. Sedangkan aktivitas antioksidan yang dinyatakan dengan
persentase inhibisi menunjukkan nilai 33,37%, 30,15%, 25,95%, dan 16,70%
berturut-turut untuk masing-masing variasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa
rendemen yang paling banyak diperoleh yaitu pada kondisi ekstraksi dengan suhu
75⁰C dan waktu 3 jam yaitu sebesar 18,58% dan aktivitas antioksidan diketahui
paling tinggi pada ekstrak yang diperoleh dengan ekstraksi pada suhu 25⁰C
selama 3 jam dengan nilai persentase inhibisi 33,37%. Aktivitas antioksidan
ekstrak juga ditentukan dengan membandingkan nilai persentase inhibisi ekstrak
dan vitamin C sebagai kontrol positif.
Kata Kunci : Stevia rebaudiana Bertoni M., maserasi dinamik, rendemen ekstrak,
aktivitas antioksidan, DPPH
v
ABSTRACT
Name : Mariyatul Qibtiyah
Study Program : Pharmacy
Thesis Title : The Effect of Temperature Variation and Extraction Time
of Dynamic Maceration Method (Water-bath Shaker) on
Extract Yield and Antioxidant Activity of Stevia
rebaudiana Bert. M. Leaf Extract.
Stevia rebaudiana has been used as sweetener for a long time, its steviol
glycosides content especially stevioside and rebaudioside A are responsible for its
sweetness. Its taste is 200-300 times sweeter than sucrose. This study aims to find
the optimal temperature and time conditions also its effect for extraction yield and
its antioxidant activity using dynamic maceration techniques (water-bath shaker)
and water as solvent. Variations in temperature and extraction time used were
25⁰C for 3 hours, 25⁰C for 6 hours, 75⁰C for 3 hours, and 75⁰C for 6 hours
produced yields of 14,20%, 15,51%, 18,58%, and 16,74% respectively. While the
antioxidant activity expressed by percentage of inhibition showed values of
33,37%, 30,15%, 25,95%, and 16,70% respectively for each variation. This study
shows that extraction condition at temperature 75⁰C for 3 hours obtained the most
yield by 18,58%, and the best antioxidant activity is found in extract obtained at
25⁰C for 3 hours by 33,37%. The antioxidant activity of the extract was also
determined by comparing the percentage value of inhibition of extract and vitamin
C as a positive control.
Keywords : Stevia rebaudiana Bertoni M., dynamic maceration, extract yield,
antioxidant activity assay, DPPH
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah S.W.T., karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi dengan
judul Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Ekstraksi Metode Maserasi
Dinamik (Water-Bath Shaker) Terhadap Rendemen Ekstrak dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Stevia rebaudiana Bert. M. dilakukan dalam rangka
memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, do’a serta bimbingan dari berbagai
pihak dari awal perkuliahan hingga pengusunan skripsi maka saya tidak mampu
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenanya, saya mengucapkan terimakasih
kepada :
Ibu Dr. Zilhadia, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi FIKES UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt. dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D. selaku
pembimbing skripsi yang memiliki andil besar selama berlangsungnya
penelitian dan penyelesaian tugas akhir penulis, semoga kebaikan ibu
mendapatkan imbalan yang lebih baik di sisi Allah S.W.T.
Kedua orang tua saya yang telah mendukung penuh secara materil maupun
moril, ayahanda Johar Maknun dan ibunda Huliyah. Tidak lupa atas do’a,
kesabaran, dan wejangannya, semoga Allah menyayangi kalian dan memberi
kalian balasan yang paling baik.
Bapak dan ibu staf pengajar, karyawan, dan laboran yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan sarjana di FIKES
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Teman-teman penulis yang sudah membantu baik berupa tenaga maupun
memberikan motivasi selama berjalannya penelitian, Azhar, Itoh, Hikmah,
vii
Ziah, Mai dan rekan satu angkatan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhir kata, penulis berharap Allah S.W.T. berkenan membalas segala
kebaikan, sekecil apapun dari semua pihak yang telah membantu penulis selama
ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga skripsi ini bukan hanya
bermanfaat untuk penulis, namun dapat memberi manfaat untuk khususnya
pembaca dan berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Ciputat, November 2019
Penulis
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda
tangan di bawah ini :
Nama : Mariyatul Qibtiyah
NIM : 11151020000047
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul :
Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Ekstraksi Metode Maserasi Dinamik
(Water-Bath Shaker) Terhadap Rendemen Ekstrak dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Stevia rebaudiana Bert. M.
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan
akademik sebatas sesuai dengan undang-undang hak cipta. Demikian pernyataan
publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada tanggal : 22 November 2019
Yang menyatakan,
(Mariyatul Qibtiyah)
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................. Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT ........................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI....................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
1.1. Diabetes .................................................................................................... 5
1.1.1. Pendahuluan Diabetes ....................................................................... 5
1.1.2. Klasifikasi Diabetes .......................................................................... 6
1.1.3. Patofisiologi Diabetes ....................................................................... 8
1.2. Tanaman S. rebaudiana Bertoni M. ....................................................... 10
1.2.1. Deskripsi dan Morfologi Tanaman S. rebaudiana Bertoni M. ....... 10
1.2.2. Klasifikasi Tanaman S. rebaudiana Bertoni M............................... 11
1.2.3. Kandungan Kimia (Steviosida dan Rebaudiosida A) ..................... 12
1.2.4. Kegunaan dan Khasiat..................................................................... 13
1.2.5. Steviol Glikosida Dalam Tubuh Manusia ....................................... 13
1.3. Metode Ekstraksi .................................................................................... 14
1.3.1. Metode Ekstraksi Konvensional ..................................................... 15
x
1.3.2. Metode Ekstraksi Modern ............................................................... 17
1.4. Uji Antioksidan ...................................................................................... 18
1.5. Spektrofotometer UV-Visible ................................................................ 20
1.5.1. Pendahuluan dan Prinsip Spektrofotometer UV-Visible ................ 20
1.5.2. Hukum Lambert-Beer ..................................................................... 20
1.5.3. Kegunaan Spektrofotometer UV-Visible ........................................ 21
1.5.4. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Visible .................................. 21
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 26
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 26
3.1.1. Waktu Penelitian ............................................................................. 26
3.1.2. Tempat Penelitian............................................................................ 26
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 26
3.2.1. Alat .................................................................................................. 26
3.2.2. Bahan............................................................................................... 26
3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................. 27
3.3.1. Persiapan Sampel ............................................................................ 27
3.3.2. Ekstraksi Daun S. rebaudiana dengan Maserasi Dinamik ............. 27
3.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan ............................................................... 28
3.3.4. Analisis Statistik ............................................................................. 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 29
4.1. Ekstraksi Dinamik Water-Bath Shaker Daun S. rebaudiana ................. 29
4.2. Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH ............................................... 33
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 38
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 38
5.2. Saran ....................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
LAMPIRAN ......................................................................................................... 34
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Tanaman S. rebaudiana.................................................................... 10
Gambar 2. 2 Senyawa Steviol Glikosida .............................................................. 12
Gambar 2. 3 DPPH radikal bebas (1), DPPH non radikal (2) ............................... 19
Gambar 2. 4 Ilustrasi Spektrofotometer Single Beam ........................................... 21
Gambar 2. 5. Bagan Instrumen Spektrofotometer Double Beam.......................... 22
Gambar 2. 6. Ilustrasi Instrumen Spektrofotometer Simultan .............................. 22
Gambar 2. 7. Ilustrasi Pancaran Sumber Radiasi Spektrofotometer ..................... 22
Gambar 2. 8. Model Monokromator Czerney-Turner ........................................... 23
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1. Rendemen Ekstrak Daun S. rebaudiana ............................................. 31
Tabel 3. 2. Hasil Uji Pos Hoc Mann-Whitney ...................................................... 31
Tabel 3. 3. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun S. rebaudiana ........................... 33
Tabel 3. 4. Perbandingan Nilai Persentase Inhibisi Sampel dan Vitamin C 100
ppm ..................................................................................................... 36
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Ekstraksi Daun S. rebaudiana ....................................................... 35
Lampiran 2. Alur Uji Antioksidan Ekstrak Daun S. rebaudiana ............................... 36
Lampiran 3. Dokumentasi Alat dan Bahan Serta Kegiatan Penelitian Ekstraksi dan
Uji Aktivitas Antioksidan Daun S. rebaudiana .................................... 37
Lampiran 4. Data dan Perhitungan Rendemen Ekstrak Daun S. rebaudiana ............ 39
Lampiran 5. Data Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun S. rebaudiana ............... 40
Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik Data Rendemen Ekstrak Daun S. rebaudiana . 42
Lampiran 7. CoA Metanol ......................................................................................... 45
Lampiran 8. Sifat Fisikokimia Steviol Glikosida ....................................................... 46
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) diabetes merupakan penyakit
kronis yang disebabkan oleh bawaan genetik dan/atau diakibatkan karena
kekurangan produksi insulin oleh pankreas atau ketidakefektifan kerja insulin
yang diproduksi. Prevalensi diabetes di Indonesia menurut Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan dibanding tahun
2013 yaitu sebesar 1,6% dari 6,9% menjadi 8,5% (Kementerian Kesehatan RI,
2018). Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI tahun 2013, terdapat
53,1% masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi makanan atau minuman
manis dengan frekuensi lebih dari satu kali sehari pada populasi 10 tahun ke
atas. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari total jumlah
penduduk Indonesia meyukai makanan manis. Konsumsi makanan manis
berlebihan dapat menyebabkan obesitas serta kenaikan berat badan yang
merupakan faktor resiko terjadinya diabetes. Konsumsi pemanis dalam hal ini
sukrosa tidak dapat dihindari oleh masyarakat karena telah menjadi salah satu
kebutuhan dasar sehingga diperlukan pemanis pengganti untuk menekan
penggunaan sukrosa yang berlebihan oleh sebagian masyarakat.
Kesadaran masyarakat semakin meningkat akan pentingnya kesehatan,
maka minat masyarakat terhadap pengganti sukrosa sebagai pemanis
mengalami peningkatan terutama untuk pemanis alami rendah kalori (Rao,
Prasad, Roopa, & Sridhar, 2012). Steviol glikosida merupakan senyawa
glikosida diterpen yang dapat diekstraksi dari tanaman Stevia rebaudiana dan
memiliki rasa manis 300 kali lipat dari pada sukrosa 0,4 M serta tidak
mengandung kalori (Geuns, H.M. Temme, & Buyse, 2007). Untuk
mengisolasi steviol glikosida telah dikembangkan berbagai macam metode
ekstraksi dan teknik isolasi untuk mendapatkan isolat dengan yield yang
tinggi.
Liu et.al., (2009) dan Gasmalla et.al. (2015) telah melakukan penelitian
menggunakan sonikator, membandingkannya dengan teknik maserasi dengan
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
variasi waktu, kekuatan sonikator. Peneliti lain telah mengembangkan
berbagai macam metode ekstraksi dan isolasi senyawa steviol glikosida
menggunakan teknologi yang lebih canggih seperti melakukan pretreatment
terhadap sampel dengan enzim selulosa (M. Formigoni, 2018), teknik
ekstraksi dengan microwave (Dian Yulianti, 2014), menggunakan fluida
superkritis (A. Erkucuk, 2009), teknik sokletasi (Asrul Afandi S. S., 2013),
teknik refluks (Neena Kumari, 2017), membandingkan teknik ultasonik
dengan microwave (Toboc Alupului Ani, 2009), dan banyak peneliti lain yang
memvariasikan berbagai pelarut seperti penggunaan metanol dan kloroform
(Gupreet Kaur, 2014; Sarika R. Desmukh, 2014; dan Chandra, 2015).
Teknik ekstraksi maserasi dinamik telah digunakan oleh peneliti
sebelumnya untuk mengekstrak daun S. rebaudiana, di antaranya yaitu
menggunakan stirrer atau shaker. Paula M. Martins, et.al., (2016) telah
melakukan optimasi waktu, suhu, ukuran serbuk, dan kecepatan stirer untuk
penggunaan teknik maserasi dinamik (stirrer), dan pelarut yang digunakan
adalah campuran alkohol dan air (etanol 70%).
Sementara Muhammad Thalha et.al. (2012) telah melakukan ekstraksi
daun S. rebaudiana dengan teknik maserasi dinamik (shaker) menggunakan
pelarut air panas serta diikuti dengan proses purifikasi dan separasi yang
dilanjutkan dengan kristalisasi, dalam prosesnya belum dilakukan optimasi.
Belum ditemukan penelitian tentang pengaruh variasi suhu dan waktu
terhadap hasil ekstraksi dan aktivitas antioksidan ekstrak daun S. rebaudiana
dengan menggunakan metode yang sederhana, ekonomis, dan ramah
lingkungan (maserasi dinamik waterbath-shaker) dengan pelarut air.
Penggalian potensi steviol glikosida yang akan dimanfaatkan sebagai
pengganti gula dari hulu ke hilir, mulai pencarian teknik ekstraksi, isolasi
sampai produksi sejalan dengan penerapan nilai keislaman. Semua ciptaan
Allah memiliki manfaat seperti yang termaktub dalam Q.S. Shad(38): 27 yang
berbunyi :
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
الس والرضا وما بينهما باطلا ... خلقنا ماءا
وما
Artinya : “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya dengan sia-sia”.
Dengan demikian, maka semua ciptaan Allah pasti memiliki manfaat.
Berdasarkan hal tersebut akan dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstraksi
daun S. rebaudiana dengan variasi suhu dan waktu terhadap aktivitas
antioksidannya menggunakan metode ekstraksi maserasi dinamik (water-bath
shaker) dengan pelarut air.
1.2. Rumusan Masalah
1. Berapa suhu dan waktu optimum dalam ekstraksi maserasi dinamik water-
bath shaker menggunakan pelarut air untuk mengekstraksi daun S.
rebaudiana?
2. Bagaimana pengaruh variasi suhu dan waktu dalam ekstraksi daun S.
rebaudiana terhadap aktivitas antioksidan ekstrak?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk :
1. Mengoptimasi suhu dan waktu yang digunakan dalam ekstraksi maserasi
dinamik water-bath shaker menggunakan pelarut air untuk mengekstraksi
daun S. rebaudiana.
2. Menguji aktivitas antioksidan ekstrak daun S. rebaudiana dari variasi suhu
dan waktu dengan ekstraksi metode maserasi dinamik water-bath shaker.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat :
1. Mengembangkan metode ekstraksi daun S. rebaudiana yang sederhana
dan ramah lingkungan.
2. Menyediakan informasi tentang metode ekstraksi dengan maserasi
dinamik water-bath shaker daun S. rebaudiana yang sederhana, mudah,
dan ramah lingkungan.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Menyediakan informasi mengenai pengaruh variasi suhu dan waktu dalam
ekstraksi daun S. rebaudiana menggunakan pelarut air metode maserasi
dinamik water-bath shaker terhadap rendemen dan aktivitas antioksidan
ekstrak.
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Diabetes
1.1.1. Pendahuluan Diabetes
American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan diabetes sebagai
kumpulan penyakit metabolik yang dikarakterisasi dengan adanya
hiperglikemia yang dihasilkan dari defek sekresi insulin, menurunnya kerja
insulin di jaringan (jaringan tidak responsif terhadap keberadaan insulin), atau
keduanya. Diabetes merupakan penyakit multietiologi, diantara penyebab
terjadinya diabetes adalah penyakit autoimun yang merusak sel β-pankreas
(sel yang memproduksi insulin) sehingga terjadi defisiensi insulin, resistensi
jaringan target terhadap insulin sehingga insulin yang diproduksi tidak dapat
bekerja di jaringan target (reseptor). Diabetes juga merupakan kelainan
metabolisme (Kalra & Sharma, 2018). Gejala klinis yang dapat teridentifikasi
pada penderita diabetes yaitu poliuria, polifagia, polidipsia, penurunan berat
badan tanpa sebab yang jelas, dan pandangan menjadi kabur.
Hiperglikemia yang terjadi berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi, serta kegagalan organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah (ADA, 2010), sehingga komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien diabetes dalam jangka panjang yaitu retinopati yang dapat
menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan, nefropati yang
menyebabkan gagal ginjal, neuropati periferal yang dapat menyebabkan
diabetic foot ulcer (DFU) dan amputasi, neuropati saraf otonom yang dapat
menimbulkan gangguan pada saluran gastrointestinal, genitourinaria, sistem
kardiovaskular dan disfungsi seksual.
Diagnosa diabetes mungkin dapat ditegakkan berdasarkan kriteria glukosa
plasma, nilai fasting plama glucose (FPG), tes toleransi glukosa 2 jam setelah
pemberian 75 gram glukosa peroral (2h-PG), dan glycated hemoglobin (A1C).
Acuan nilai normal ketiganya menurut ADA yaitu 100–125 mg/dL (5,6–6,9
mmol/L) untuk FPG, 140–199 mg/dL (7,8–11,0 mmol/L) untuk 2h-PG, dan
5,7–6,4% (39–47 mmol/mol) atau kenaikan ≥10% untuk A1C. Nilai A1C
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
biasa digunakan sebagai marker dari glikemia kronik karena nilai A1C
mencerminkan rerata kadar glukosa darah dalam periode 2-3 bulan (ADA,
2010), sehingga nilai ini sangat bermanfaat untuk mengontrol perkembangan
diabetes pada pasien.
Faktor resiko terjadinya diabetes antara lain yaitu ras, umur, jenis kelamin,
riwayat keluarga yang menderita diabetes, riwayat melahirkan bayi dengan
berat badan lebih dari 4 kg untuk perempuan, riwayat lahir dengan berat badan
rendah (<2,5 kg), perilaku hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas
fisik, diet tidak seimbang, dan merokok (Sukandar, 2008). Diabetes lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki seerta resikonya
meningkat seiring dengan betambahnya usia, peningkatan indeks massa tubuh
(IMT), terjadi lebih banyak pada kelompok sosioekonomi atas dan orang
dengan obesitas (Mihardja, Soetrisno, & Soegondo, 2014).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, 6,9% dari 176.689.336 penduduk usia
lebih dari 15 tahun di Indonesia yang mengidap diabetes yaitu sekitar ±12 juta
jiwa. Sementara 8 juta jiwa diantaranya belum terdiagnosis, sehingga diabetes
merupakan penyakit silent killer yang biasanya terdiagnosis setelah tahap
lanjut dan telah terjadi komplikasi. Shaw et.al. mengestimasikan prevalensi
diabetes dunia pada orang dewasa yang berusia 20-79 tahun akan meningkat
menjadi 7,7% (439 juta) pada tahun 2030 dari 6,4% (285 juta) pada tahun
2010. Dan diabetes merupakan masalah kesehatan mayor baik pada negara
maju maupun berkembang (Pulungan, 2013).
1.1.2. Klasifikasi Diabetes
Klasifikasi diabetes biasanya didasarkan pada waktu awal terjadinya
diabetes atau berdasarkan penyebabnya. ADA mengklasifikasikan diabetes
sebagai berikut :
1. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 biasa dikenal dengan istilah juvenile onset diebetes
karena mula onset biasanya terjadi pada usia dini (anak-anak) terjadi
karena kerusakan sel β pankreas akibat penyakit autoimun. Penderita
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyakit diabetes tipe 1 ini tidak banyak yaitu hanya sekitar 5-10%
penderita diabetes (ADA, 2010). Diabetes tipe ini yang menyerang anak-
anak biasanya disertai dengan ketoasidosis. Kecepatan perkembangan
diabetes tipe ini beragam, dapat berkembang sangat cepat (biasanya pada
populasi anak-anak) atau berkembang secara lambat (pada populasi
dewasa). Beberapa kasus diabetes tipe 1 termasuk kedalam diabetes
idiopatik karena tidak diketahui etiologi yang mendasari penyakit ini.
2. Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 biasa dikenal dengan istilah adult onset diabetes
karena awal mula onset biasanya terjadi pada individu dewasa. Diabetes
ini terjadi karena kerusakan sel β pankreas karena autoimun sehingga
terjadi defisiensi insulin atau terjadi resistensi di reseptor insulin
meskipun insulin diproduksi secara normal. Keadaan resistensi insulin ini
biasanya terjadi pada orang dengan kondisi obesitas. Prevalensi diabetes
tipe 2 diantara penderita diabetes tipe lain cukup tinggi yaitu berkisar 90-
95% (ADA, 2010). Pada tahap awal terjadinya hiperglikemia pada
diabetes tipe ini sebagian besar tidak terdiagnosis karena hiperglikemia
berkembang secara bertahap untuk sampai pada tahap munculnya gejala
diabetes. Resiko perkembangan diabetes terus bertambah seiring
bertambahnya usia, terjadinya obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.
3. Diabetes Gestasional
Intoleransi glukosa dengan onset atau pertama kali ditemukan pada
saat masa kehamilan dikenal dengan istilah gestasional diabetes mellitus
(GDM). Populasi penderita GDM pada ibu hamil sekitar 7% yaitu terjadi
lebih dari 200.000 kasus setiap tahun (ADA, 2010).
4. Diabetes Tipe Lain
Diabetes tipe lain terjadi dengan berbagai macam etiologi. Tipe ini
dikelompokkan lagi berdasarkan etiologi yang mendasarinya, diantaranya
diabetes karena defek genetik sel β pankreas, defek genetik aksi insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, dan diabetes yang diinduksi
obat atau bahan kimia. Diabetes yang terjadi karena defek genetik sel β
pankreas biasa disebut maturity onset diabetes of the young (MODY)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang ditandai dengan gangguan sekresi insulin tanpa ada gangguan kerja
insulin. Diabetes tipe ini berhubungan dengan mutasi pada kromosom 12
pada faktor transkripsi hepatik atau disebut hepatocyte nuclear factor
(HNF)-1 atau mutasi gen glukokinase pada kromosom 7p sehingga
terjadi kerusakan/kecacatan pada molekul enzim glukokinase.
Diabetes yang disebabkan karena terjadinya defek genetik aksi
insulin atau terjadinya kelainan yang berhubungan dengan reseptor
insulin dapat menyebabkan hiperinsulinemia sampai diabetes parah.
Penyakit eksokrin pankreas seperti pankreatitis, infeksi, trauma,
karsinoma pankreatik, dan pankreatektomi dapat menyebabkan diabetes.
Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan massa sel pankreas sehingga
sekresi insulin terganggu. Endokrinopati (kelainan sistem endokrin)
dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes. Kelebihan hormon seperti
hormon pertumbuhan, glukagon, epinefrin, kortisol selain dapat
menyebabkan kondisi akromegali, glukagonoma, pheochromocytoma,
sindrom cushing juga dapat menyebabkan terjadinya diabetes.
Hiperglikemia dapat diatasi ketika kelebihan hormon dapat teratasi juga.
Diabetes yang diinduksi oleh obat-obatan dan bahan kimia terjadi karena
pengrusakan sel β pankreas oleh pentamidin yang diberikan secara
intravena. Beberapa obat juga dapat merusak atau menghambat kerja
insulin seperti asam nikotinat dan glukokortikoid. Infeksi virus seperti
adenovirus, sitomegalovirus, coxsackievirus dapat menyebabkan
rusaknya sel β pankreas.
1.1.3. Patofisiologi Diabetes
Berikut beberapa patofisiologi diabetes berdasarkan klasifikasi diabetes :
1. Patofisiologi Diabetes Tipe 1
Seperti yang telah diketahui bahwa diabetes tipe 1 merupakan akibat
dari rusaknya sel β pankreas sehingga menyebabkan produksi insulin
menurun. Kerusakan ini terjadi akibat adanya kerusakan pada gen
penderita, namun selain itu faktor lingkungan juga dapat berpengaruh
pada perkembangan diabetes tipe 1. Gen human leucocyte antigen (HLA)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang terletak pada kromosom 6 bertanggung jawab 40-50% untuk
perkembangan diabetes tipe 1 (Paschou, Papadopoulou-marketou,
Chrousos, & Kanaka-gantenbein, 2018). Ada tiga kelas gen HLA, namun
gen kelas II punya hubungan yang kuat dengan diabetes tipe 1 (Redondo,
P.R., & G.S., 2001). Gen HLA juga berkaitan dengan gen DQA dan DQB
serta diperngaruhi oleh gen DRB. Menurut ADA, penanda terjadinya
kerusakan pada sel β pankreas diantaranya autoantibodi sel islet,
autoantibodi terhadap insulin, autoantibodi terhadap GAD (GAD65), dan
autoantibodi terhadap enzim tirosin fosfatase (IA2 dan IA-2β).
2. Patofisiologi Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 lebih banyak ditemukan dibandingkan penderita
diabetes tipe 1. Lingkungan berperan besar dalam perkembangan penyakit
diabetes tipe 2 ini. Pola hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang
aktivitas fisik, obesitas, dan diet yang tidak seimbang. Keadaan awal yang
memicu terjadinya perkembangan penyakit lebih lanjut bukan karena
defisiensi produksi insulin oleh pankreas namun merupakan
ketidakmampuan sel tubuh merespon insulin (resistensi). Meskipun
diabetes ini bukan disebabkan karena ketidakmampuan pankreas
memproduksi insulin, namun penanganan yang salah atau tidak tepat
dapat memperparah penyakit ke tahap dimana terjadi pengrusakan sel-sel
Langerhans secara progresif.
Normalnya, glukosa yang ada dalam darah setelah asupan karbohidrat
akan masuk ke dalam sel-sel dalam tubuh seperti sel otot rangka, otot
jantung, lemak, dan sel ɑ pankreas (penghasil hormon glukagon) dengan
mekanisme glucose transporter-4 (GLUT-4). Masuknya molekul glukosa
secara difusi yang difasilitasi oleh GLUT 4 membutuhkan insulin, namun
karena sel target resisten terhadap insulin (meskipun insulin diproduksi
dengan normal) maka glukosa yang seharusnya tersimpan di dalam sel-
sel tersebut tidak dapat memasuki sel dan tertumpuk di pembuluh darah.
Ketidakpekaan sel target terhadap insulin dapat dikarenakan terjadinya
kelainan pada reseptor ataupun terjadi kerusakan atau kelainan
mekanisme pasca reseptor insulin.
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Patofisiologi Diabetes Gestasional (GDM)
Diabetes tipe ini terjadi temporer yaitu hanya pada saat masa
kehamilan dan dapat kembali ke keadaan normal dengan sendirinya.
Meskipun demikian diabetes ini dapat meningkatkan resiko terjadinya
diabetes pada ibu yang pernah mengidap GDM di masa depan, serta dapat
berakibat buruk pada bayi seperti peningkatan berat badan bayi dan
malformasi kongenital.
4. Patofisiologi Diabetes Tipe Lain
Patofisiologi diabetes yang digolongkan kedalam tipe ini berbeda-
beda tergantung penyebabnya. Diabetes yang disebabkan sindrom
monogenik terjadi karena gangguan (mutasi) pada salah satu gen seperti
GCK, HNF1A, HNF4A, HNF1B dimana mutasinya akan menghasilkan
gambaran klinis yang berbeda-beda. Diabetes post transplantasi terjadi
setelah pasien mendapat transplantasi organ. Diabetes tipe ini
dihubungkan dengan besarnya mortalitas dan meningkatnya infeksi pasca
transplantasi.
1.2. Tanaman S. rebaudiana Bertoni M.
Gambar 2. 1 Tanaman S. rebaudiana
Sumber : Yadav et al., 2011
1.2.1. Deskripsi dan Morfologi S. rebaudiana Bertoni M.
S. rebaudiana berasal dari wilayah timur laut Paraguay serta daerah
sekitarnya seperti Brazil dan Argentina (Formigoni, 2018). Daun stevia
telah digunakan dalam waktu lama sebagai pemanis dan terdapat sekitar
150-300 spesies tanaman ini di dunia (D. D., Compadre, Medon, Kamath,
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
& Kinghorn, 1983) . Daunnya berwarna hijau dan memiliki rasa manis
serta bunganya berwarna krem kehijauan pada musim gugur (Afandi,
Sarijan, & Shaha, 2013). Daun S. rebaudiana merupakan pemanis alami
rendah kalori dan memiliki banyak manfaat kesehatan (Hudz,
Marchyshyn, Sira, & Demydiak, 2017). Tingkat kemanisannya 300 kali
lebih manis dibandingkan sukrosa (Ingle & Venugopal, 2009).
Berdasarkan penelitian N.A. Hudz pada tahun 2017 tentang morfologi
tanaman S. rebaudiana, daunnya berbentuk ovoid dengan tepi bergerigi,
daun bagian atas berwarna hijau dan bagian bawah sedikit lebih terang
serta memiliki bau yang menyenangkan (harum). Secara mikroskopis,
epidermis daun ditutupi rambut dan kelenjar multiseluler. Daun bagian
atas memiliki beberapa stomata, sedangkan bagian bawahnya memiliki
banyak stomata. Epidermis dari tangkai daun memiliki rambut dan
kelenjar.
1.2.2. Klasifikasi S. rebaudiana Bertoni M.
United States Departement of Agriculture (USDA)
mengklasifikasikan tanaman S. rebaudiana sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Subkingom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Tanaman berbiji)
Sub Divisi : Magnoliophyta (Tanaman berbunga)
Kelas : Magnoliopsida-Dicotyledoneae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Stevia
Spesies : Stevia rebaudiana (Bertoni)
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2.3. Kandungan Kimia (Steviosida dan Rebaudiosida A)
Daun S. rebaudiana mengandung glikosida diterpen sekitar 4-20%
dalam daun kering dengan komponen mayor yaitu steviosida (4-20%),
rebaudiosida A (1-3%), dan steviol glikosida lain dalam jumlah kecil
(<0,1%) (Formigoni, 2018). Lima steviol glikosida lain yang telah
teridentifikasi sebagai senyawa minor antara lain rebaudiosida C, D, dan
F, dulkosida A, serta rubusosida (R. Shah, Dejager, & Begley, 2012).
Tingkat kemanisan steviol glikosida sekitar 300-400 kali lebih manis
dibandingkan gula (Deshmukh & Kedari, 2014). Meskipun demikian
terdapat after taste setelah penggunaan oral sehingga menyebabkan
penggunaannya masih terbatas oleh masyarakat (Martins, Thorat,
Lanchote, & Freitas, 2016) .
Steviosida mempunyai stabilitas yang baik terhadap pemanasan
sampai 100⁰C selama satu jam pada pH 3-9 (Deshmukh & Kedari, 2014).
Pemisahan glikosida dari ekstrak tanaman terhambat oleh beberapa faktor
di antaranya pengotor resin, protein, asam organik, dan pigmen seperti
klorofil, karoten, dan santofil (Martins et al., 2016).
Sumber : Benedetta Rizzo, 2013
Gambar 2. 2 Senyawa steviol glikosida (a) Steviosida,
(b) Rebaudiosida A
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Steviosida dengan rumus molekul C38H60O18 memiliki berat
molekular 804,88 g/mol dan titik leleh 198,0⁰C, sedangkan rebaudiosida A
memiliki berat molekul 967,021 g/mol dengan rumus molekul C44H70O23
(US National Library of Medicine, 2019). Steviosida terdiri dari tiga
molekul glukosa dan satu molekul steviol (aglikon) yang merupakan
alkohol diterpen karboksilat sedangkan rebaudiosida A memiliki satu
molekul glukosa tambahan (Chatsudthipong & Muanprasat, 2009). Hal
tersebut membuat rebaudiosida A memiliki kepolaran yang lebih tinggi
dibandingkan dengan steviosida. Satu molekul glukosa tambahan pada
rebaudiosida A meningkatkan profil rasa manis rebaudiosida A
dibandingkan dengan steviosida yang hanya memiliki tiga gugus glukosa
tanpa menimbulkan after-taste.
1.2.4. Kegunaan dan Khasiat
Steviol glikosida sebagai pemanis yang berasal dari tanaman S.
rebaudiana telah disetujui untuk digunakan di Brazil, Argentina,
Paraguay, Cina, Korea, dan Jepang untuk pemanis soft drinks, kecap,
yogurt, dan makanan lain (Liu, Li, & Tang, 2010). Selain sebagai pemanis,
steviol glikosida aman untuk memelihara kesehatan gigi (Das et al., 1992).
Steviol glikosida juga memiliki aktivitas farmakologi yaitu sebagai
antioksidan (Tavarini & Angelini, 2013), antihiperglikemia, anihipertensi,
antiinflamasi, antikanker, immunomodulator, antidiare, juga digunakan
untuk mengontrol berat badan penderita obesitas (Suttajit,
Vinitketkaumnuen, Meevatee, & Buddhasukh, 1993).
1.2.5. Steviol Glikosida Dalam Tubuh Manusia
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Geuns et.al. bahwa
steviol glikosida tidak dicerna oleh tubuh ataupun diserap di sistem
pencernaan karena tidak ada satupun enzim dalam cairan pencernaan yang
mampu untuk memecah steviol glikosida menjadi bentuk aglikonnya.
Bakteri yang terdapat dalam kolon dapat mengubah steviosida dan
rebaudiosida A menjadi bentuk aglikonnya (steviol) melalui proses
hidrolisis yaitu oleh kelompok bakteri bacteroidaceae. Baru-baru ini
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditemukan steviol glukoronida (SV glu) di dalam urin setelah pemberian
peroral. Hal ini terjadi karena setelah degradasi steviol glikosida menjadi
bentuk aglikonnya, kemudian steviol diserap di dalam kolon dan
ditransport menuju hati. Terjadi pembentukan SV glu di dalam hati
sehingga kemudian memasuki peredaran darah dan memasuki ginjal serta
diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk konjugat SV glu.
1.3. Metode Ekstraksi
Ekstraksi di dalam Encyclopedia of Separation Science didefinisikan
sebagai suatu proses perpindahan satu atau lebih senyawa dari satu fase ke
fase lainnya (Raynie, 2000). Ekstraksi merupakan sebuah langkah awal
(metode) untuk memisahkan produk natural yang diinginkan dari bahan
mentah atau bahan baku dan dapat dibedakan berdasarkan prinsipnya yaitu
ekstraksi dengan pelarut, ekstraksi dengan metode distilasi, tekanan, dan
sublimasi (Zhang, Lin, & Ye, 2018). Prinsip utama teknik ekstraksi yaitu
mengandalkan kemampuan melarut dan berdifusi suatu senyawa target dan
solven yang digunakan. Tahapan terjadinya ekstraksi menurut Qing Wen
Zhang (2018) yaitu solven berpenetrasi ke matriks padat (sampel tanaman),
kemudian senyawa target terlarut dalam solven, larutan kemudian berdifusi
keluar matriks dan senyawa target barulah terekstraksi.
Pemilihan metode ekstraksi sangat krusial terhadap hasil ekstrak atau yield
senyawa target sehingga metode ekstraksi haruslah efisien. Berikut beberapa
hal yang dapat mempengaruhi efisiensi ekstraksi, yaitu :
1. Sifat solven
Solven yang hendak digunakan dalam ekstraksi sebaiknya bersifat
selektif untuk melarutkan senyawa target dan memiliki kelarutan yang
sesuai berdasarkan prinsip like dissolves like, selain itu perlu
dipertimbangkan keamanan dari solven yang digunakan terutama
untuk lingkungan serta perlu dipertimbangkan nilai ekonomis dari
pemilihan suatu solvent sehingga dapat menghemat anggaran.
2. Ukuran partikel sampel
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan matriks yang
bersentuhan dengan solven akan semakin besar sehingga dapat
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meningkatkan efisiensi ekstraksi suatu sampel. Ukuran partikel yang
terlalu kecil dapat menyebabkan beberapa masalah di antaranya yaitu
dapat menyerap banyak pelarut dan sulit dilakukan pemisahan (filtrasi)
antara matriks dan solven yang telah mengandung senyawa target.
3. Rasio pelarut dan bahan terlarut (sampel)
Semakin tinggi rasio antara pelarut dan matriks solid maka semakin
tinggi hasil ekstraksi.
4. Suhu ekstraksi
Penggunaan kalor dapat membantu proses ekstraksi dengan
meningkatkan energi kinetik karena molekul solven bergerak lebih
cepat, dengan demikian hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan
berdifusi solven ke dalam dan keluar matriks. Masalah yang timbul
ketika suhu yang digunakan terlalu tinggi yaitu solven dapat menguap.
Jika panas yang digunakan melebihi titik didihnya dapat menimbulkan
masalah impuritas karena memungkinkan terjadi dekomposisi senyawa
yang termolabil.
5. Durasi ekstraksi
Secara umum semakin lama durasi ekstraksi yang digunakan maka
hasil ektraksi akan semakin banyak, namun durasi yang digunakan
terbatas hanya pada rentang tertentu. Jika kondisi di dalam dan di luar
matriks telah mencapai ekuilibrium atau kesetimbangan, maka
penambahan durasi tidak lagi berarti.
Ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi ekstraksi secara konvensional dan
modern berdasarkan teknik yang digunakan.
1.3.1. Metode Ekstraksi Konvensional
Metode ekstraksi konvensional biasanya menggunakan pelarut
dalam jumlah besar dan membutuhkan waktu ekstraksi yang panjang.
Metode ekstraksi secara konvensional termasuk di antaranya adalah
maserasi, perkolasi, sokletasi, refluks, dekokta, dan destilasi.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Maserasi
Kelebihan dari penggunaan maserasi dalam ekstraksi yaitu metode
yang digunakan sangat sederhana dan dapat digunakan untuk senyawa
yang termolabil. Lama waktu ekstraksi yang panjang serta efisiensi
yang rendah menjadi masalah jika menggunakan maserasi sebagai
metode ekstraksi. Alat yang digunakan pada metode ini sangat
sederhana, sehingga dapat dijadikan pilihan untuk metode ekstraksi
berbasis cost-effective.
2. Perkolasi
Ekstraksi secara perkolasi dapat disebut juga sebagai metode ekstraksi
kontinyu. Teknik perkolasi lebih efisien dibandingkan dengan teknik
ekstraksi maserasi. Teknik ini membutuhkan alat yang disebut
perkolator. Proses ekstraksi yang digunakan pada perkolasi berbeda
dengan maserasi. Maserasi mengekstrak sampel secara statis (pelarut
yang digunakan tidak diganti sampai benar-benar tercapai
keseimbangan), namun perkolasi mengekstrak sampel dengan proses
yang kontinyu yaitu pelarut yang sudah jenuh diganti dengan pelarut
baru.
3. Refluks
Teknik refluks lebih efisien jika dibandingkan dengan teknik maserasi
dan perkolasi karena menggunakan solven dalam jumlah yang lebih
sedikit dan waktu ekstraksi yang pendek. Namun kelemahan teknik ini
yaitu tidak cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil karena
proses ekstraksinya dibawah pemanasan.
4. Sokletasi
Sokletasi mengintegrasikan keuntungan teknik ekstraksi perkolasi dan
refluks yaitu proses ekstraksi terjadi secara kontinyu dan otomatis
sehingga efisiensi lebih tinggi dan volume solven yang digunakan
lebih sedikit. Kelemahan teknik ini yaitu membutuhkan waktu
ekstraksi yang lebih panjang dan berada dibawah pemanasan, sehingga
tidak cocok digunakan untuk mengekstrak senyawa termolabil.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Dekokta
Metode ekstraksi dekokta menggunakan pemanasan dalam prosesnya,
sehingga teknik ini tidak cocok digunakan untuk mengekstrak senyawa
termolabil atau senyawa volatil. Pelarut yang digunakan dalam teknik
ekstraksi ini adalah pelarut air.
6. Destilasi
Ekstraksi senyawa menggunakan destilasi uap bekerja dengan prinsip
memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan titik didih sehingga
cocok digunakan untuk senyawa volatil.
1.3.2. Metode Ekstraksi Modern
Ekstraksi modern menggunakan instrumen yang lebih canggih
dibandingkan dengan ekstraksi secara konvensional. Ekstraksi secara
modern diantaranya yaitu ekstraksi menggunakan fluida superkritis
(superfluid critic/ SFC), menggunakan gelombang ultrasonik, dan
microwave.
1. Teknik Maserasi Fluida Superkritis (Superfluid Critic/ SFC)
Teknik ekstraksi dengan fluida superkritis berbeda dari teknik
ekstraksi lainnya karena tidak menggunakan pelarut untuk
memisahkan komponen atau senyawa target yang akan diekstrak.
Fluida superkritis menggunakan gas seperti CO2, etana, butana,
pentana, NO2, amonia, dan trifluorometana untuk melarutkan senyawa
target. Cairan superkritis didapat dari pemanasan gas diatas
temperatur/tekanan kritisnya.
Fluida superkritis memiliki solubilitas seperti cairan, difusifitas
menyerupai gas dan dapat melarutkan banyak senyawa. CO2 adalah
gas yang paling sering digunakan karena temperatur kritisnya rendah
(31⁰C), bersifat inert, murah, tidak toksis, mampu mengekstrak
senyawa termolabil, serta memiliki kepolaran rendah sehingga
menjadi metode ekstraksi yang ideal untuk senyawa nonpolar seperti
lipid dan senyawa volatil.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Sonikasi (Ultrasound Assisted Extraction/UAE)
Untuk mengekstrak senyawa dalam matriks biologis, teknik
ekstraksi ini dibantu oleh energi yang dihasilkan dari gelombang
ultrasonik. Keberadaan gelombang ultrasonik dapat membentuk celah
pada matriks sehingga meningkatkan difusi dan disolusi yang akan
berakibat pada peningkatan efisiensi. Keuntungan teknik ekstraksi
UAE ini membutuhkan lebih sedikit pelarut dan energi serta
temperatur yang digunakan rendah dan waktu yang digunakan
cenderung lebih singkat dibandingkan dengan teknik maserasi.
Sehingga teknik ekstraksi ini cocok digunakan untuk senyawa yang
tidak stabil dalam panas (termolabil).
3. Microwave Assisted Extraction (MAE)
Ekstraksi dengan MAE dibantu dengan gelombang mikro. Teknik
ini diklaim sebagai teknologi ekstraksi yang ramah lingkungan karena
mereduksi penggunaan pelarut organik dengan hasil ektraksi yang
tinggi. Teknik ini dibagi menjadi dua yaitu MAE bebas pelarut dan
MAE dengan pelarut. MAE bebas pelarut digunakan untuk senyawa
volatil, sedangkan MAE dengan pelarut digunakan untuk senyawa
non-volatil.
1.4. Uji Antioksidan
Uji antioksidan dikembangkan pertama kali pada tahun 1958 oleh
Blois. Uji ini dilakukan untuk mengukur kemampuan suatu senyawa atau
zat dalam mencegah aktivitas radikal bebas yang membahayakan dengan
metode kolorimetri. Radikal bebas merusak tubuh dan dapat menjadi
pemicu mutasi dan keganasan dengan proses oksidasi (Kedare & Singh,
2011). Radikal bebas yang digunakan dalam uji ini adalah senyawa yang
stabil yaitu ɑ,ɑ-diphenyl-β-picrylhydrazyl (DPPH), C18H12N5O6 (Mr=
394,33). Tubuh sendiri memiliki radikal bebas (endogen), namun paparan
radikal bebas juga bisa didapatkan dari luar tubuh (eksogen).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2. 3 DPPH radikal bebas (1), DPPH non radikal (2)
Sumber : Kedare & Singh (2011)
Antioksidan berperan untuk menghambat senyawa radikal yang
berbahaya bagi tubuh. Untuk mencegah sifat radikal bebas suatu senyawa
antioksidan berperan sebagai pendonor hidrogen, sedangkan radikal bebas
bertindak sebagai akseptor hidrogen sehingga senyawa radikal berubah
menjadi senyawa yang tidak radikal.
Dalam uji antioksidan menggunakan DPPH, metode kolorimetri
digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan senyawa yang akan diuji.
DPPH sendiri memiliki serapan pada panjang gelombang 517 nm,
larutannya berwarna ungu dan warna ungu akan memudar saat elektron
bebas pada DPPH berpasangan (Kedare & Singh, 2011). Metode ini
merupakan metode yang cepat, murah, sederhana, dan banyak digunakan
untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan suatu senyawa (termasuk
senyawa atau campuran senyawa yang kompleks).
Metode pengujian ini dapat dilakukan menggunakan larutan air
atau pelarut organik nonpolar serta dapat digunakan untuk pengujian
antioksidan yang bersifat hidrofilik maupun lipofilik. Pengujian dilakukan
pada temperatur yang cenderung rendah (temperatur ruangan) agar
antioksidan tidak terdegradasi oleh keberadaan kalor. Selain pelarut dan
suhu, waktu reaksi juga perlu dipertimbangkan untuk mencapai stabilitas
dalam reaksi sehingga berada dalam kondisi plateau.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.5. Spektrofotometer UV-Visibel
1.5.1. Pendahuluan dan Prinsip Spektrofotometer UV-Visibel
Spektroskopi serapan UV-Visibel adalah pengukuran
berkas cahaya setelah melewati sampel atau setelah refleksi dari
permukaan sampel (Tissue, 2002). Menurut Caro, 2017
Spektroskopi UV-Visibel adalah teknik pengukuran yang merekam
spektrum serapan dari berbagai sampel yang berbeda
menggunakan sinar ultraviolet dan sinar tampak.
Metode analisis spektroskopi UV-Visibel didasarkan pada
perhitungan absorbsi dari cahaya monokromatik oleh senyawa
tidak berwarna di dekat spektrum UV yaitu 200-400 nm maupun
pada spektrum visibel yaitu 400-750 nm (R. S. Shah et al., 2015).
Molekul atau senyawa yang akan diuji mencegah penyerapan
cahaya pada area visibel atau UV. Prinsip kerja spektrofotometer
ialah menghitung intensitas cahaya setelah melalui sampel di
dalam kuvet dibandingkan dengan instensitas cahaya sebelum
melalui sampel (Caro, 2017)
1.5.2. Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer berkaitan erat dengan prinsip
spektroskopi. Berikut persamaan Lambert-Beer :
A = a b c
dimana A merupakan absorbansi, a merupakan absorptivitas molar
suatu senyawa atau molekul, b merupakan tebal kuvet yang
digunakan, dan c merupakan konsentrasi larutan dalam Molar.
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa setiap medium
yang memiliki ketebalan sama, menyerap sebagian kecil energi
radiasi yang melewatinya. Berdasarkan hukum Lambert-Beer,
dapat diketahui konsentrasi suatu zat dalam sampel dengan terlebih
dahulu membuat kurva kalibrasi (Caro, 2017).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.5.3. Kegunaan Spektrofotometer UV-Visibel
Spektrofotometer UV-Visibel merupakan instrumen
analitik yang penting, dapat digunakan untuk mengukur
konsentrasi zat yang sedang dianalisis (R. S. Shah et al., 2015).
Dengan kata lain, instrumen ini dapat digunakan untuk
menganalisis suatu zat atau senyawa secara kualitatif maupun
kuantitatif. Selain itu, spektrofotometer UV-Visibel dapat
digunakan untuk menganalisis molekul organik, ion anorganik,
atau kompleks dalam larutan termasuk material padatan seperti
lapisan film atau gelas (Caro, 2017).
1.5.4. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Visibel
Ada tiga jenis instrumen spektrofotometer menurut R.S. Shah
et. al. (2015), yaitu :
a. Spektrofotometer Single Beam
Pada spektrofotometer single beam terdapat monokromator di
antara sumber cahaya dan sampel yang akan dianalisis untuk
menganalisis satu panjang gelombang pada satu waktu.
Gambar 2. 4 Ilustrasi Spektrofotometer Single Beam
Sumber : R. S. Shah et. al. (2015)
b. Spektrofotometer Double Beam
Spektrofotometer double beam memiliki satu sumber cahaya
dan monokromator serta dilengkapi splitter untuk membagi
berkas cahaya yang akan diteruskan melalui sampel maupun
reference.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2. 5. Bagan Instrumen Spektrofotometer Double
Beam
Sumber : R.S. Shah et. al. (2015)
c. Spektrofotometer Simultan
Spektrofotometer simultan memungkinkan deteksi pada semua
panjang gelombang karena dilengkapi dengan diode array
detector (DAD).
Gambar 2. 6. Ilustrasi Instrumen Spektrofotometer Simultan
Sumber : R.S. Shah et. al. (2015)
Secara umum, semua jenis instrumen memiliki sumber cahaya,
sampel holder atau penampung sampel, detektor dan prosesor
signal (R.S. Shah et.al., 2015). Beberapa instrumen telah
dilengkapi dengan filter (monokromator) untuk memilih panjang
gelombang yang diinginkan untuk analisis.
1. Sumber Radiasi (UV dan Visibel)
Gambar 2. 7. Ilustrasi Pancaran Sumber Radiasi Spektrofotometer
Sumber : R.S. Shah et. al. (2015)
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampu hidrogen atau deuterium biasa digunakan sebagai
sumber cahaya UV, sedangkan lampu tungsten biasanya
digunakan sebagai sumber cahaya tampak pada instrumen ini.
Lampu hidrogen dan lampu deuterium mengemisikan radiasi
pada daerah 160-374 nm, sedangkan lampu tungsten
mengemisikan radiasi pada area panjang gelombang 350-2500
nm (R. S. Shah et. al., 2015).
2. Monokromator
Monokromator terdiri dari celah masuk, lensa pemisah cahaya,
kisi reflektor, lensa untuk memfokuskan cahaya, dan celah
keluar.
Gambar 2. 8. Model Monokromator Czerney-Turner
Sumber : R. S. Shah et. al. (2015)
Radiasi polikromatik memasuki celah masuk pada
monokromator, kemudian cahaya polikromatik dipecah dan
dipisahkan menjadi beberapa berkas cahaya dengan panjang
gelombang yang berbeda oleh kisi reflektor (prisma). Radiasi
cahaya yang telah terpisah kemudian keluar melalui celah
dengan panjang gelombang tertentu.
3. Kuvet
Kuvet merupakan tempat penampung sampel. Karena kuvet
akan dilalui oleh cahaya yang akan menganalisis sampel di
dalamnya, maka kuvet harus transparan (dapat ditembus oleh
cahaya). Kuvet silika atau kuarsa disarankan penggunaannya
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk spektroskopi pada area ultraviolet, namun dapat
digunakan juga pada area cahaya tampak (350-2500 nm).
4. Detektor
Tabung fotomultiplier biasa digunakan sebagai detektor pada
spektroskopi UV-Visibel yang terdiri dari katoda fotoemisif,
beberapa dinoda dan anoda (R.S. Shah et. al., 2015). Katoda
mengemisikan elektron ketika ditabrak oleh foton yang
dihasilkan oleh radiasi, dinoda mengemisikan beberapa
elektron ketika terjadi tabrakan elektron dengan dinoda.
Elektron menabrak dinoda pertama menyebabkan emisi
beberapa elektron, kemudian elektron-elektron ini menuju
dinoda kedua untuk menghasilkan lebih banyak elektron,
kemudian dilanjutkan ke dinoda ketiga dan seterusnya.
Selanjutnya elektron dikumpulkan di dalam anoda. Instrumen
ini sangat sensitif terhadap radiasi UV maupun cahaya tampak,
namun terbatas untuk menghitung radiasi berkekuatan rendah
(R.S. Shah et.al., 2015).
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1. Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai Oktober 2019.
3.1.2. Tempat Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis
Obat dan Pangan Halal. Pembuatan ekstrak dilakukan di
Laboratorium Kimia Obat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses evaporasi pelarut
dengan rotary evaporator dan freeze drying dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi. Uji aktivitas antioksidan (persentase
inhibisi) dilakukan di Laboratorium Penelitian 1.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain
botol kaca untuk maserasi, alat gelas, shaker (Advantec Shaking
Bath, TBK202DA), kertas saring Whatman No.41 (GE Healthcare
UK Limited), refrigerator (SANYO Medicool, Sanyo Japan Co.,
Ltd.), alumunium foil, blender, timbangan analitik (KERN ACJ
220-4M), rotary evaporator (EYELA CCA-1111), freeze dryer
(EYELA FDU-1200), dan Spektrofotometer UV-Visible Hitachi
U-2910.
3.2.2. Bahan
1. Sampel Tanaman
Sampel tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah
daun S. rebaudiana dalam bentuk cacahan kering yang
diperoleh dari PT. Agro Jabar.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bahan Kimia
Pelarut yang digunakan pada ekstraksi daun S. rebaudiana
adalah aquadest. Uji aktivitas antioksidan daun stevia
menggunakan beberapa senyawa kimia dalam pelaksanaannya
yaitu senyawa ɑ,ɑ-diphenyl-β-picrylhydrazyl (DPPH) (Sigma
Aldrich), metanol pro analisis (Merck) sebagai pelarut DPPH,
asam askorbat (Sigma Aldrich) dan aquabidest (WaterOne).
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Persiapan Sampel
Cacahan daun S. rebaudiana kering yang diperoleh dari PT.
Agro Jabar dihaluskan menggunakan blender. Serbuk simplisia
kemudian disimpan sampai digunakan.
3.3.2. Ekstraksi Daun S. rebaudiana dengan Maserasi Dinamik
(Water-bath Shaker)
Simplisia serbuk daun S. rebaudiana sebanyak 10 g
diekstraksi menggunakan aquadest dengan perbandingan 1:10
(Formigoni, 2018) dan dilakukan pada temperatur dan durasi
ekstraksi yang divariasikan. Ekstraksi menggunakan water-bath
shaker dengan skala shaker 5. Variasi temperatur yang digunakan
dalam ekstraksi yaitu 25⁰C, dan 75⁰C. Sedangkan variasi durasi
ekstraksi yang digunakan yaitu 3 jam dan 6 jam. Ekstrak kemudian
difiltrasi dengan kertas Whatman nomor 41 (Liu et.al., 2010).
Pelarut dalam filtrat kemudian diuapkan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 80⁰C sampai ekstrak terkonsentrasi.
Setelah itu dilakukan freeze drying untuk menghilangkan
pelarut air sampai kering. Didapatkan hasil ekstrak (rendemen)
berupa serbuk untuk selanjutnya dilakukan uji aktivitas
antioksidan dengan DPPH.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan
Pembuatan larutan radikal bebas DPPH 0,25 mM dilakukan
dengan melarutkan 4,9 mg DPPH ke dalam 50 mL metanol
(Komala et al., 2015). Ekstrak daun S. rebaudiana konsentrasi
1000 ppm (larutan stok) dibuat dengan melarutkan 25 mg ekstrak
ke dalam aquadest di dalam labu ukur 25 mL, kemudian untuk uji
antioksidan dibuat seri larutan ekstrak dengan konsentrasi 100 ppm
dengan cara mengencerkan larutan stok 1000 ppm yang telah
dibuat. Pembuatan larutan asam askorbat juga terlebih dahulu
dibuat dengan konsentrasi 1000 ppm sebagai larutan stok,
kemudian diencerkan menjadi 100 ppm menggunakan aquabidest
sebagai pelarut untuk kemudian digunakan dalam uji aktivitas
antioksidan. Asam askorbat (vitamin C) digunakan sebagai kontrol
positif sebagai pembanding terhadap sampel uji (ekstrak daun S.
rebaudiana).
Baik sampel uji maupun vitamin C sebagai kontrol positif,
keduanya direaksikan dengan larutan DPPH. Campuran kemudian
dihomogenisasi menggunakan vortex mixer selama ± 2 menit.
Larutan yang telah homogen kemudian didiamkan pada suhu 25⁰C
selama 30 menit dalam kondisi gelap (tabung reaksi dibungkus
alumunium foil), kemudian larutan dihitung absorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang
gelombang 517 nm (Jahan, Mostafa, & Hossain, 2010).
Persentase inhibisi (I%) kemudian dihitung menggunakan
persamaan yang digunakan oleh Jahan et.al. sebagai berikut :
I% = (A-B)/A
dengan A merupakan absorbansi blanko, dan B merupakan
absorbansi sampel atau larutan asam askorbat.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.4. Analisis Statistik
Ekstraksi sampel pada masing-masing variasi suhu dan
waktu dilakukan tiga kali (triplo). Analisis perolehan rendemen
ekstrak daun S. rebaudiana diolah menggunakan SPSS 25 Win 32
dengan tingkat kesalahan yang ditoleransi sebanyak 5% (0,05).
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Ekstraksi Dinamik Water-Bath Shaker Daun S. rebaudiana
Ekstraksi daun S. rebaudiana dilakukan dengan menggunakan
pelarut air. Pelarut air dipilih karena ekonomis dan ramah lingkungan
jika dibandingan dengan pelarut organik atau campuran air dan pelarut
organik. Berdasarkan uji kelarutan steviosida dan rebaudiosida A
terhadap beberapa pelarut termasuk air yang dilakukan oleh Celaya et.al.,
2016 menunjukkan bahwa kelarutan steviosida dalam air lebih rendah
dibandingkan dengan kelarutan rebaudiosida A. Perbedaan kelarutan ini
dipengaruhi oleh perbedaan struktur kimia kedua senyawa. Rebaudiosida
A memiliki satu molekul glukosa lebih banyak (mengandung gugus –OH
lebih banyak sehingga meningkatkan kepolaran dan kelarutannya dalam
air) dibandingkan dengan steviosida yang hanya memiliki tiga molekul
glukosa. Hal ini sangat menguntungkan karena penggunaan pelarut air
(tanpa campuran apapun) dalam ekstraksi selain ekonomis juga
diharapkan mampu meningkatkan profil manis gula stevia yang lebih
baik.
Steviosida memiliki after-taste yang kurang disukai, sedangkan
rebaudiosida A memiliki profil rasa manis yang lebih baik tanpa after-
taste (Chranioti, Chanioti, & Tzia, 2016). Rasa manis yang sedikit
berbeda pada kedua senyawa steviol glikosida mayor yang terdapat pada
daun S. rebaudiana dipengaruhi oleh struktur senyawa masing-masing
steviol glikosida. Rebaudiosida A memiliki empat gugus glukosa yang
menempel pada inti steviol, sedangkan pada steviosida hanya
mengandung tiga gugus glukosa yang menempel pada inti steviol.
Penambahan molekul glukosa pada rebaudiosida A membuatnya
memiliki profil manis yang lebih baik dibandingkan dengan steviosida.
Suhu ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 25⁰C dan
75⁰C. Ekstraksi pada suhu 25⁰C dilakukan tanpa pemanasan, tidak ada
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kalor yang dibutuhkan untuk pemanasan sehingga ekstraksi pada suhu ini
hemat energi dan ramah lingkungan. Chhaya Rai et.al., 2013 melakukan
optimasi suhu ekstraksi dengan pelarut air (30⁰C -90⁰C), ditemukan suhu
optimal untuk ekstraksi yaitu 78⁰C.
Kemudian pada penelitian ini divariasikan suhu ektraksi
menggunakan kalor pada suhu 75⁰C. Celaya et.al., 2016 menyatakan
bahwa kenaikan temperatur memiliki efek yang signifikan terhadap
kelarutan steviosida dan rebaudiosida A, sehingga dengan variasi
peningkatan suhu pada 75⁰C diharapkan mampu mengekstraksi steviol
glikosida lebih banyak. Ekstraksi pada suhu 25⁰C dan 75⁰C masing-
masing dilakukan pada dua variasi waktu yaitu 3 jam dan 6 jam.
Ekstraksi kali ini dilakukan secara triplo pada masing-masing
variasi suhu dan waktu. Ekstraksi daun S. rebaudiana menggunakan
metode maserasi dinamik (water-bath shaker) menghasilkan filtrat
berwarna coklat kehitaman. Ekstrak kemudian disaring menggunakan
filter paper Whatmann nomor 41 untuk memisahkan filtrat dari pengotor.
Selanjutnya filtrat dikonsentrasikan sehingga menjadi filtrat dengan
konsistensi agak kental dengan rotary evaporator untuk kemudian
dihilangkan seluruh pelarut air yang terkandung di dalamnya
menggunakan freeze dryer.
Serbuk kering berwarna coklat kehitaman yang didapatkan setelah
melalui proses penguapan pelarut berturut-turut dengan rotary
evaporator kemudian freeze dryer disebut rendemen ekstrak. Rendemen
ekstrak yang didapatkan dari variasi suhu dan waktu kemudian dirata-
ratakan untuk menghasilkan nilai rendemen rata-rata dalam persen. Data
yang diperoleh sebagai berikut :
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3. 1. Rendemen Ekstrak Daun S. rebaudiana
No. Suhu
(⁰C)
Waktu
(jam)
Ekstrak yang
Diperoleh (g) Rendemen (%)
1 25 3 1,42 14,2 ± 0,3
2 25 6 1,55 15,5 ± 0,9
3 75 3 1,86 18,6 ± 0,1
4 75 6 1,67 16,7 ± 1,6
*Setiap nilai rendemen dalam tabel dinyatakan sebagai mean±SD (n=3)
Data perolehan rendemen kemudian diolah dengan aplikasi IBM
SPSS Statistics 25 untuk mengetahui signifikansi pengaruh variasi suhu
dan waktu ekstraksi terhadap perolehan rendemen ekstrak. Untuk uji
normalitas Shapiro-Wilk, data rendemen ekstrak daun S. rebaudiana
menunjukkan nilai signifikansi 0,036 (P<0,05). Nilai uji normalitas
kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa data yang didapat tidak normal.
Oleh karena data yang dihasilkan tidak normal, maka data tidak dapat
diolah menggunakan uji ANOVA karena tidak memenuhi persyaratan.
Uji pada data dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis. Pada uji
Kruskal-Wallis didapatkan nilai signifikansi 0,044 (p<0,05), artinya data
rendemen yang telah dikumpulkan dipengaruhi secara signifikan oleh
perbedaan variasi perlakuan (suhu dan waktu) yang dirancang. Tahap
selanjutnya yaitu uji Pos Hoc Mann-Whitney untuk mengetahui
hubungan pengaruh variasi waktu dan suhu terhadap rendemen secara
lebih detail.
Tabel 3. 2. Hasil Uji Pos Hoc Mann-Whitney
No. Hubungan Pos Hoc Mann-Whitney Status Signifikansi
1 1-2 0,275 (p>0,05) Tidak Signifikan
2 1-3 0,050 (p≤0,05) Signifikan
3 1-4 0,127 (p>0,05) Tidak Signifikan
4 2-3 0,050 (p≤0,05) Signifikan
5 2-4 0,275 (p>0,05) Tidak Signifikan
6 3-4 0,050 (p≤0,05) Signifikan
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan hubungan:
1 = Suhu 25⁰C, Waktu 3 jam
2 = Suhu 25⁰C, Waktu 6 jam
3 = Suhu 75⁰C, Waktu 3 jam
4 = Suhu 75⁰C, Waktu 6 jam
Dari hasil uji Pos Hoc Mann-Whitney diketahui bahwa perbedaan
waktu pada suhu ekstraksi 25⁰C tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap rendemen yang dihasilkan (p>0,05). Hanya terjadi peningkatan
rendemen dari 14,2% menjadi 15,5% atau hanya terjadi peningkatan
sebesar 1,3% jika ekstraksi dilakukan pada suhu 25⁰C dengan merubah
durasi ekstraksi dari 3 jam menjadi 6 jam. Hal ini dapat terjadi karena
proses perpindahan solut dalam matriks yang berlangsung secara difusi
mulai mengalami penjenuhan serta tidak ada energi eksogen (kalor)
untuk meningkatkan energi kinetik yang diberikan terhadap sistem
sehingga solven tidak mampu bergerak lebih jauh untuk mengekstraksi
solut dalam matriks. Proses difusi dan osmosis sangat bergantung pada
temperatur (Gallo, Formato, Formato, & Naviglio, 2018).
Pengaruh temperatur pada proses ekstraksi solut oleh solven dalam
daun stevia dapat dilihat pada hubungan 1-3 yaitu pada waktu ekstraksi
3 jam dengan suhu berbeda (25⁰C dan 75⁰C) menghasilkan rendemen
dengan perbedaan yang signifikan (p≤0,05). Rendemen yang dihasilkan
meningkat secara signifikan seiring peningkatan suhu yaitu dari 14,2%
menjadi 18,6% atau sebesar 4,4%.
Perningkatan suhu dan waktu ekstraksi dari 25⁰C selama 3 jam
menjadi 75⁰C selama 6 jam tidak memberikan perubahan hasil rendemen
yang signifikan (p>0,05). Hanya terjadi peningkatan rendemen dari
14,2% menjadi 16,7% atau sebesar 2,5%. Sedangkan peningkatan suhu
ekstraksi dari 25⁰C selama 6 jam menjadi 75⁰C selama 3 jam
memberikan pengaruh yang signifikan (p≤0,05). Ekstraksi pada suhu
yang lebih tinggi dan waktu yang lebih singkat memberikan pengaruh
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan yaitu terjadi peningkatan
perolehan rendemen sebesar 3,2% yaitu dari 15,5% menjadi 18,6%.
Dapat dilihat bahwa suhu mempengaruhi kemampuan ekstraksi, semakin
tinggi suhu yang digunakan maka semakin banyak rendemen yang
dihasilkan namun ekstraksi pada suhu tinggi dengan waktu yang lebih
lama tidak memberikan perubahan yang signifikan seperti yang
ditunjukkan pada hubungan 2-4.
Pada waktu ekstraksi 6 jam dengan variasi suhu 25⁰C dan 75⁰C
tidak terjadi perubahan perolehan rendemen secara signifikan (p>0,05).
Peningkatan suhu pada ekstraksi dengan durasi ekstraksi 6 jam tidak
memberikan peningkatan rendemen secara signifikan, yaitu hanya
sebesar 1,2%, dari 15,5% menjadi 16,7%.
Pada suhu tinggi (75⁰C) dengan variasi waktu ekstraksi 3 dan 6
jam justru memberikan penurunan rendemen yang signifikan (p≤0,05)
yaitu terjadi penurunan sebesar 1,9% dari 18,6% menjadi 16,7%.
Temperatur ekstraksi mempengaruhi rendemen (perolehan), apabila
terjadi denaturasi senyawa kimia pada daun maka perolehan akan
menurun (Chandra, 2015). Sehingga terjadinya penurunan rendemen
pada suhu 75⁰C dengan waktu ekstraksi yang lebih panjang (6 jam) dapat
disebabkan karena terjadi denaturasi.
4.2. Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH
Tabel 3. 3. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun S. rebaudiana
Suhu (⁰C) Waktu (Jam) % Inhibisi
25 3 33,4 ± 0,2
6 30,1 ± 2,5
75 3 25,9 ± 3,4
6 16,70 ± 1,0
*Setiap nilai dalam tabel dinyatakan sebagai mean±SD (n=3)
Untuk mengukur aktivitas antioksidan suatu senyawa atau
campuran senyawa dilakukan pengujian, salah satunya menggunakan
metode ɑ,ɑ-diphenyl-β-picrylhydrazyl (DPPH). Metode ini merupakan
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
metode yang cepat, murah, sederhana, dan banyak digunakan untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan suatu senyawa (termasuk senyawa
campuran/senyawa kompleks). Selain itu, senyawa DPPH yang
digunakan merupakan antioksidan yang stabil (Kedare & Singh, 2011).
DPPH yang akan digunakan dalam bentuk larutan 0,25 mM.
Sebanyak 4,9 mg DPPH dilarutkan dalam 50 mL metanol, terbentuk
larutan ungu pekat. Ekstrak yang akan diuji aktivitas antioksidannya
terlebih dahulu dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 100 ppm, begitu
pula halnya vitamin C yang digunakan sebagai pembanding (kontrol
positif) terlebih dahulu dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 100 ppm.
Pengujian dilakukan dengan mereaksikan masing-masing larutan
sampel maupun vitamin C 100 ppm sebanyak masing-masing 4 mL
dengan larutan DPPH 0,25 mM sebanyak 1 mL untuk tiap sampel yang
akan diuji. Reaksi dilakukan dalam lingkungan gelap (tabung reaksi yang
dibungkus alumunium foil). Masing-masing campuran kemudian
dihomogenkan menggunakan vortex mixer selama 2 menit, kemudian
didiamkan selama 30 menit untuk mereaksikan senyawa yang berperan
sebagai antioksidan dalam ekstrak dengan radikal bebas DPPH.
Terjadi perubahan warna larutan DPPH yang semula berwarna
ungu pekat menjadi larutan bening kekuningan dengan berbagai
intensitas. Perubahan warna yang terjadi dapat dihitung secara
kolorimetri menggunakan instrumen spektrofotometer. Warna ungu pada
larutan DPPH terjadi karena adanya elektron tak berpasangan, warnanya
akan memudar ketika elektron dalam strukturnya berpasangan (Kedare &
Singh, 2011). Pasangan elektron yang menetralisir sifat radikal DPPH
berasal dari senyawa antioksidan. Perhitungan didasarkan pada serapan
DPPH yang terbaca oleh instrumen spektrofotometer sebelum dan
sesudah reaksi antara oksidan dan antioksidan terjadi. Pengukuran
dilakukan pada panjang gelombang 517 nm
Selain kandungan steviol glikosida, ekstrak daun S. rebaudiana
juga mengandung metabolit sekunder lain seperti asam flavonoid, asam
fenolat, fatty acids, protein, dan vitamin (Gaweł-Bȩben et.al., 2015).
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aktivitas antioksidan tergantung pada tingginya kadar asam fenolat,
diterpen, dan flavonoid (Brewer, 2011). Gugus hidroksil (-OH) dan
metoksi (-OCH3) dapat menyumbangkan atom hidrogen untuk
menstabilkan radikal bebas sehingga suatu senyawa menjadi tidak lagi
radikal dengan penambahan atom H dari antioksidan.
Penelitian yang dilakukan Gawel-Beben et.al., 2015 menunjukkan
bahwa golongan asam fenolat (caffeic acid, dan protocatechuic acid) dan
flavonoid (katekin) pada ekstrak daun S. rebaudiana terekstraksi lebih
banyak menggunakan pelarut air dibandingkan dengan pelarut organik
seperti etanol. Aktivitas antioksidan ekstrak daun S. rebaudiana dapat
dilihat pada Tabel 3.3. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan DPPH
sebagai oksidan dilakukan triplo. Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan
dengan nilai persentase inhibisi. Persentase inhibisi didefinisikan sebagai
kemampuan penghambatan suatu senyawa (antioksidan) terhadap
aktivitas radikal bebas (Jahan et al., 2010).
Pada suhu ekstraksi 25⁰C dengan waktu ekstraksi 3 jam
menggunakan maserasi dinamik (water-bath shaker) didapatkan nilai
persentase inhibisi ekstrak terhadap radikal DPPH yaitu 33,4%,
sedangkan dengan suhu yang sama dan waktu ekstraksi 6 jam didapatkan
nilai persentase inhibisi ekstrak yaitu sebesar 30,1%. Terjadi penurunan
nilai persentase inhibisi pada suhu 25⁰C seiring dengan meningkatnya
waktu ekstraksi sebanyak 3,2%. Aktivitas antioksidan yang semakin
menurun seiring dengan penambahan waktu ektstraksi dapat dikaitkan
dengan hilangnya aktivitas antioksidan dari senyawa yang diekstraksi
yang bergantung pada waktu (Rauf, Nawaz, & Shad, 2018).
Kemudian pada suhu ekstraksi yang lebih tinggi, yaitu 75⁰C
dengan waktu ekstraksi 3 jam didapatkan nilai persentase inhibisi yaitu
25,9% dan pada suhu yang sama dengan waktu ekstraksi 6 jam
didapatkan nilai persentase inhibisi sebesar 16,7%. Pada suhu 75⁰C
dengan waktu ekstraksi yang lebih lama juga terjadi penurunan nilai
persentase inhibisi yaitu sebesar 9,2%. Sementara dari data yang
dihasilkan terlihat bahwa ekstraksi daun S. rebaudiana pada suhu yang
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebih tinggi yaitu 75⁰C menghasilkan nilai persentase inhibisi yang lebih
rendah dibandingkan dengan ekstrak daun S. rebaudiana yang dihasilkan
melalui ekstraksi pada suhu rendah (25⁰C).
Berdasarkan nilai persentase inhibisi terhadap radikal DPPH yang
diperoleh pada pengujian aktivitas antioksidan ekstrak daun S.
rebaudiana, semakin tinggi suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi, maka
nilai persentase inhibisi semakin menurun. Secara teoritis, semakin tinggi
suhu ekstraksi seharusnya mampu mengekstraksi kandungan di dalam
matriks biologis (tumbuhan) lebih banyak melalui peningkatan koefisien
difusi (transfer massa) dan peningkatan kelarutan (ekuilibrium).
Pemanasan dapat melembutkan jaringan tumbuhan dan melemahkan
ikatan fenol-polisakarida sehingga terjadi peningkatan migrasi senyawa
dalam matriks ke dalam solven terutama flavonol yang biasa ditemukan
sebagai glikosida (Mokrani & Madani, 2016). Meskipun demikian,
tingginya temperatur dapat menimbulkan kerusakan melalui proses
oksidasi dan reaksi degradasi senyawa (Tchabo et. al., 2018).
Tabel 3. 4. Perbandingan Nilai Persentase Inhibisi Sampel dan
Vitamin C 100 ppm
Variasi % Inhibisi
Sampel
% Inhibisi
Vitamin C
Perbandingan % Inhibisi
Sampel Terhadap Vitamin C
T25⁰C, 3h 33,4%
49,3%
67,7%
T25⁰C, 6h 30,1% 61,2%
T75⁰C, 3h 25,9% 52,7%
T75⁰C, 6h 16,7% 33,9%
Nilai persentase inhibisi vitamin C 100 ppm yang digunakan
sebagai kontrol positif yaitu 49,3%. Jika aktivitas antioksidan ekstrak
daun S. rebaudiana yang dinyatakan dengan nilai persentase inhibisi
dibandingkan dengan nilai persentase inhibisi vitamin C 100 ppm sebagai
kontrol positif, maka untuk suhu ekstraksi 25⁰C selama 3 jam aktivitas
antioksidan ekstraknya 67,7% dari vitamin C. Pada suhu ekstraksi 25⁰C
dengan waktu yang lebih panjang yaitu 6 jam aktivitas antioksidan
ekstraknya sebesar 61,2% dari vitamin C. Pada ekstrak yang diperoleh
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada kondisi suhu 75⁰C selama 3 jam ekstraksi, aktivitas antioksidannya
sebesar 52,7% dari aktivitas antioksidan vitamin C sebagai kontrol
positif, dan ekstrak yang dihasilkan pada suhu ekstraksi 75⁰C selama 6
jam aktivitas antioksidannya hanya 33,9% dari aktivitas antioksidan
vitamin C. Semakin tinggi suhu dan semakin lama durasi ekstraksi,
tampaknya dapat menurunkan aktivitas antioksidan ekstrak daun S.
rebaudiana yang dapat terlihat dari penurunan nilai persentase
inhibisinya.
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Ekstraksi menggunakan metode maserasi dinamik water-bath
shaker dengan variasi suhu dan waktu mempengaruhi perolehan
rendemen ekstrak daun S. rebaudiana. Variasi suhu dan waktu ekstraksi
yang digunakan yaitu 25⁰C selama 3 jam, 25⁰C selama 6 jam, 75⁰C
selama 3 jam, dan 75⁰C selama 6 jam menghasilkan rendemen sebanyak
14,2%, 15,5%, 18,6%, dan 16,7% berturut-turut. Sedangkan aktivitas
antioksidan yang dinyatakan dengan persentase inhibisi menunjukkan
nilai 33,4%, 30,1%, 25,9%, dan 16,7% berturut-turut untuk masing-
masing variasi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa rendemen yang paling banyak
diperoleh yaitu pada kondisi ekstraksi dengan suhu 75⁰C dan waktu 3
jam yaitu sebesar 18,6%, namun terjadi penurunan rendemen jika
ekstraksi dilakukan pada suhu ini dengan durasi yang lebih lama (6 jam).
Aktivitas antioksidan diketahui paling tinggi pada ekstrak yang diperoleh
dengan ekstraksi pada suhu 25⁰C selama 3 jam dengan nilai persentase
inhibisi 33,4%. Semakin tinggi suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi yang
digunakan, maka nilai persentase inhibisi semakin menurun.
Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak dan vitamin C sebagai kontrol
positif juga menunjukkan adanya penurunan.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kuantifikasi
senyawa steviol glikosida agar dapat diketahui kuantitas kandungan
steviol glikosida yang lebih banyak terekstraksi dengan metode ini
(steviosida dan rebaudiosida A).
2. Perlu dilakukan penelitian tentang kandungan total fenol dan atau
kandungan total flavonoid untuk mendukung dan mengkonfirmasi
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hasil penelitian aktivitas antioksidan yang dinyatakan dengan
persentase inhibisi ekstrak daun S. rebaudiana.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, A., Sarijan, S., & Shaha, R. K. (2013). Liquid Chromatography Analysis,
1(1), 62–70.
Alupului, A., & Lavric, V. (2006). Ultrasound Extraction of Active Principles
with Hypoglycaemic Activity from Medicinal Plants. UPB Science Bulletin,
Series B, 74(2), 1454–2331.
American Diabetes Association. (2010). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Journal, 33, 62–69. https://doi.org/10.2337/dc10-S062
Ancerewicz, J., E., M., PA, C., B, T., F, B., R, Z., … Le, R. A. (1998). Structure
Property Relationship of Trimetadizine Derivatives and Model Compounds
As Potential Antioxidants. Free Rad Biol Med, 25(1), 113–120.
Brewer, M. S. (2011). Natural antioxidants: Sources, Compounds, Mechanisms of
Action, and Potential Applications. Comp. Rev. Food Sci. Food Saf, 10, 221–
247.
Caro, C. A. De. (2017). UV / VIS Spectrophotometry-Fundamentals and
Applications. ResearchGate. Mettler Toledo.
Chandra, A. (2015). Studi Awal Ekstraksi Batch Daun Stevia Rebaudiana
Dengan Variabel Jenis Pelarut dan Temperatur Ekstraksi, 1(Luqman 2007),
114–119. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010119
Chatsudthipong, V., & Muanprasat, C. (2009). Stevioside and Related
Compounds: Therapeutic Benefits Beyond Sweetness. Pharmacology and
Therapeutics, 121(1), 41–54.
https://doi.org/10.1016/j.pharmthera.2008.09.007
Chranioti, C., Chanioti, S., & Tzia, C. (2016). Comparison of Spray , Freeze and
Oven Drying As A Means of Reducing Bitter Aftertaste of Steviol
Glycosides ( Derived From Stevia rebaudiana Bertoni Plant ) – Evaluation of
The Final Products. Food Chemistry, 190, 1151–1158.
https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2015.06.083
D. D., S., Compadre, C. M., Medon, P. J., Kamath, S. K., & Kinghorn, A. D.
(1983). Potential Sweetening Agent of Plant Origin II Field Search for
Sweet-Tasting Stevia Species. Economic Botany, 37(1), 71–79.
https://doi.org/https://doi.org/10.1007/BF02859308
Das, S., Das, A. K., Murphy, R. A., Punwani, I. C., M.P., N., & A.D., K. (1992).
Evaluation of The Cariogenic Potential of The Intense Natural Sweeteners
Stevioside and Rebaudioside A. Caries Res, 26(5).
Deshmukh, S., & Kedari, V. (2014). Isolation, Purification and Characterization
of Sweetners From Stevia rebaudiana Bertoni for Their Anticancerous
Activity Against Colon Cancer. World Journal of Pharmaceutical Research,
3(5), 1394–1410.
Erkucuk, A., Akgun, I. H., & Yesil-Celiktas, O. (2009). Supercritical CO2
Extraction of Glycosides from Stevia rebaudiana Leaves: Identification and
Optimization. Journal of Supercritical Fluids, 51(1), 29–35.
https://doi.org/10.1016/j.supflu.2009.07.002
Formigoni, M. (2018). Effect of Enzymatic Pretreatment on The Extraction Yield
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
of Stevia rebaudiana Leaves, 25(August), 1510–1514.
Gallo, M., Formato, A., Formato, G., & Naviglio, D. (2018). Comparison between
Two Solid-Liquid Extraction Methods for the Recovery of Steviol
Glycosides from Dried Stevia Leaves Applying a Numerical Approach.
MDPI Journal Processes, 6(105), 1–15. https://doi.org/10.3390/pr6080105
Gaweł-Bȩben, K., Bujak, T., Nizioł-Łukaszewska, Z., Antosiewicz, B.,
Jakubczyk, A., Karaś, M., & Rybczyńska, K. (2015). Stevia rebaudiana Bert.
Leaf Extracts As a Multifunctional Source of Natural Antioxidants.
Molecules, 20(4), 5468–5486. https://doi.org/10.3390/molecules20045468
Geuns, J., H.M. Temme, E., & Buyse, J. (2007). Metabolism of Stevioside by
Healthy Subjects. Experimental Biology and Medicine, (May 2014), 164–
173. https://doi.org/10.1258/ebm.2010.009298
Hudz, N. A., Marchyshyn, S. M., Sira, L. M., & Demydiak, O. L. (2017).
Morphological and Anatomical Study of Stevia Leaves (Stevia rebaudiana
(Bertoni) Hemsley). Ukrainian Biopharmaceutical Journal, 40–45.
https://doi.org/10.24959/ubphj.17.119
Ingle, M. R., & Venugopal, C. K. (2009). Effect of Different Growth Regulators
on Rooting of Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) Cuttings. Karnataka
Journal of Agricultural Sciences, 22(2), 460–461.
Jahan, I. A., Mostafa, M., & Hossain, H. (2010). Antioxidant Activity of Stevia
rebaudiana Bert. Leaves from Bangladesh. Bangladesh Pharmaceutical
Journal, 13(2), 67–75.
Kalra, S., & Sharma, S. K. (2018). Diabetes in The Elderly. Diabetes Therapy,
9(2), 493–500. https://doi.org/10.1007/s13300-018-0380-x
Kedare, S. B., & Singh, R. P. (2011). Genesis and Development of DPPH Method
of Antioxidant Assay. J Food Sci Technol, 48(August), 412–422.
https://doi.org/10.1007/s13197-011-0251-1
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Potret Sehat Indonesia RISKESDAS 2018.
Jakarta. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-indonesia-
dari-riskesdas-2018.html
Komala, I., Fitria, A., Yardi, Betha, Ofa S., Muliati, F., & Nimah, M. (2015).
Antioxidantand Anti-Inflammatory Activity of The Indonesian Ferns,
Nephrolepis falcata and Pyrrosia lanceolata. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 7(12), 12–15.
Kumari, N., Ranac, R. C., Sharma, Y. P., & Kumar, S. (2017). Extraction,
Purification and Analysis of Sweet Compounds in Stevia rebaudiana Bertoni
Using Chromatographic Techniques. Indian Journal of Pharmaceutical
Sciences, 79(4), 617–624. https://doi.org/10.4172/pharmaceutical-
sciences.1000270
Liu, J., Li, J. wei, & Tang, J. (2010). Ultrasonically Assisted Extraction of Total
Carbohydrates from Stevia rebaudiana Bertoni and Identification of Extracts.
Food and Bioproducts Processing, 88(2–3), 215–221.
https://doi.org/10.1016/j.fbp.2009.12.005
Lozane-Sanchez, J., Borras-Linares, I., Sass-Kiss, A., & Segura-Carretero, A.
(2018). Chromatographic Technique : High-Performance Liquid
Chromatography ( HPLC ). In Modern Techniques for Food Authentication
(pp. 459–513). Granada: Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
814264-6.00013-X
Malviya, R., Bansal, V., Pal, O. P., & Sharma, P. K. (2010). High Performance
Liquid Chromatography: A Short Review. Journal of Global Pharma
Technology, 2(5), 22–26.
Martins, P. M., Lanchote, A. D., Thorat, B. N., & Freitas, L. A. P. (2017). Turbo-
Extraction of Glycosides from Stevia rebaudiana Using A Fractional
Factorial Design. Revista Brasileira de Farmacognosia, 1–9.
https://doi.org/10.1016/j.bjp.2017.02.007
Martins, P. M., Thorat, B. N., Lanchote, A. D., & Freitas, L. A. P. (2016). Green
Extraction of Glycosides from Stevia rebaudiana (Bert.) With Low Solvent
Consumption: A Desirability Approach. Resource-Efficient Technologies,
2(4), 247–253. https://doi.org/10.1016/j.reffit.2016.11.007
Martono, Y., & Rohman, A. (2019). Quantitative Analysis of Stevioside and
Rebaudioside A In Stevia rebaudiana Leaves Using Infrared Spectroscopy
and Multivariate Calibration. International Journal of Applied
Pharmaceutics, 11(1), 38–42.
Mihardja, L., Soetrisno, U., & Soegondo, S. (2014). Prevalence and Clinical
Profile of Diabetes Mellitus in Productive Aged Urban Indonesians. Journal
of Diabetes Investigation, 5(5), 507–512. https://doi.org/10.1111/jdi.12177
Mokrani, A., & Madani, K. (2016). Time and Temperature on The Extraction of
Phenolic Compounds and Antioxidant Capacity of Peach Fruit. Separation
and Purification Technology, 162, 68–76.
https://doi.org/10.1016/j.seppur.2016.01.043.
National Center for Biotechnology Information. (2019). Stevioside, CID=442089.
Retrieved from https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Stevioside
Paschou, S. A., Papadopoulou-marketou, N., Chrousos, G. P., & Kanaka-
gantenbein, C. (2018). On Type 1 Diabetes Mellitus Pathogenesis. Endocrine
Connections, 2018(7), 38–46. https://doi.org/https://doi.org/10.1530/EC-17-
0347 ©
Pulungan, A. (2013). Increasing Incidence of DM Type 1 in Indonesia.
International Journal of Pediatric Endocrinology, 2013(Suppl 1), O12.
https://doi.org/10.1186/1687-9856-2013-S1-O12
Rao, A. B., Prasad, E., Roopa, G., & Sridhar, S. (2012). Simple Extraction and
Membrane Purification Process in Isolation of Steviosides With Improved
Organoleptic Activity, 2012 (August), 327–335.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.4236/abb.2012.34048
Rauf, A., Nawaz, H., & Shad, M. A. (2018). Effect of Solvent Polarity and
Extraction Time on In-Vitro Antioxidant Properties of Brassica oleracea
Convar Capitata Var L. Seeds. Pak J Pharm Sci., 31(5), 1889–1897.
Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30150185
Raynie, D. E. (2000). Extraction. Retrieved March 21, 2019, from
htpps://www.sciencedirect.com/topics/chemical-engineering/extraction
Redondo, M. J., P.R., F., & G.S., E. (2001). Genetics of Type 1A Diabetes.
Recent Prog Horm Res, 68–69.
Shah, R., Dejager, L. S., & Begley, T. H. (2012). Simultaneous Determination of
Steviol and Steviol Glycosides by Liquid Chromatography-Mass
Spectrometry. Food Additives & Contaminants-Part A Chemistry, Analysis,
Control, Exposure and Risk Assessment, 29(12), 1861–1871.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
https://doi.org/10.1080/19440049.2012.725946
Shah, R. S., Shah, R. R., Pawar, R. B., & Gayakar, P. P. (2015). UV-Visible
Spectroscopy- A Review. International Journal of Institutional Pharmacy
and Life Sciences, 5(5), 490–505. Retrieved from www.ijipls.com
Sukandar, E. Y. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. Isfi Penerbitan.
Suttajit, M., Vinitketkaumnuen, U., Meevatee, U., & Buddhasukh, D. (1993).
Mutagenicity and Human Chromosomal Effect of Stevioside, A Sweetener
from Stevia rebaudiana Bertoni. Environ Health Perspect, 101(3), 53–56.
Tavarini, S., & Angelini, L. A. (2013). Stevia rebaudiana Bertoni As A Source of
Bioactive Compounds: The Effect of Harvest Time, Experimental Site, and
Crop Age on Steviol Glycoside Content and Antioxidant Properties. J. Sci
Food Agric, 93(9), 103–113. https://doi.org/10.1002/jsfa.6016
Tchabo, W., Ma, Y., Kwaw, E., Xiao, L., Wu, M., & Apaliya, M. T. (2018).
Impact of Extraction Parameters and Their Optimization on The
Nutraceuticals and Antioxidant Properties of Aqueous Extract Mulberry
Leaf. International Journal of Food Properties, 21(1), 717–732.
https://doi.org/https://doi.org/10.1080/10942912.2018.1446025
Tissue, B. M. (2002). Ultraviolet and Visible Absorbtion Spectroscopy. Wiley.
https://doi.org/https://doi.org/10.1002/0471266965.com059
US National Library of Medicine. (2019). US National Library of Medicine-
National Center for Biotechnology Information. Retrieved April 2, 2019,
from https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Stevioside#section=
Information-Sources
Yadav, A. K., Singh, S., Dhyani, D., & Ahuja, P. S. (2011). A Review on The
Improvement of Stevia [Stevia rebaudiana ( Bertoni )]. Canadian Journal of
Plant Science, 91(2067), 1–27. https://doi.org/10.4141/CJPS10086
Yulianti, dian. Susilo, Bambang. Yulianingsih, R. (2014). Influence of Extraction
Time and Ethanol Solvent Concentration to Physical-Chemical Properties
Stevia Leaf Extract (Stevia Rebaudiana Bertoni M.) Using Microwave
Assisted Extraction Methods. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 2(1), 35–
41. https://doi.org/10.1007/s00706-004-0259-6
Zhang, Q.-W., Lin, L.-G., & Ye, W.-C. (2018). Techniques for Extraction and
Isolation of Natural Products: A Comprehensive Review. Chinese Medicine,
13(20), 1–26. https://doi.org/https://doi.org/10.1186/s13020-018-0177-x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Ekstraksi Daun S. rebaudiana
Keterangan :
WBS : Water-bath shaker
[1] : Kondisi ekstraksi 25⁰C selama 3 jam
[2] : Kondisi ekstraksi 25⁰C selama 6 jam
[3] : Kondisi ekstraksi 75⁰C selama 3 jam
[4] : Kondisi ekstraksi 75⁰C selama 6 jam
[5] : Pengeringan dengan rotary evaporator dan freeze dryer
[6] : Penimbangan ekstrak kering daun S. rebaudiana
C : Ekstrak cair daun S. rebaudiana, 25⁰C selama 3 jam
D : Ekstrak cair daun S. rebaudiana, 25⁰C selama 6 jam
E : Ekstrak cair daun S. rebaudiana, 75⁰C selama 3 jam
F : Ekstrak cair daun S. rebaudiana, 75⁰C selama 6 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Alur Uji Antioksidan Ekstrak Daun S. rebaudiana
Keterangan :
WBS : Water-bath shaker
A : Kontrol negatif (DPPH 0,25 mM)
B : Kontrol Positif (Vitamin C)
C : Ekstrak daun S. rebaudiana, 25⁰C selama 3 jam
D : Ekstrak daun S. rebaudiana, 25⁰C selama 6 jam
E : Ekstrak daun S. rebaudiana, 75⁰C selama 3 jam
F : Ekstrak daun S. rebaudiana, 75⁰C selama 6 jam
[1] : Ekstraksi daun S. rebaudiana mengunakan metode WBS (speed 5)
[2] : Pembuatan larutan dengan konsentrasi 100 ppm, masing-masing triplo
[3] : + DPPH 0,25 mM, vortex mixer dan inkubasi selama 30 menit
[4] : Pemindaian dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang
517 nm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Dokumentasi Alat dan Bahan Serta Kegiatan Penelitian Ekstraksi
dan Uji Aktivitas Antioksidan Daun S. rebaudiana
No. Gambar Keterangan
Proses Ekstraksi
1.
Sampel kering daun S. rebaudiana
dari PT. Agro Jabar.
2.
Penghalusan sampel daun S,
rebaudiana menggunakan blender.
3.
Ekstraksi dengan pelarut air 1 : 10
menggunakan shaker dengan suhu
(25 & 75⁰C), dengan variasi waktu 3
dan 6 jam, speed 5.
Uji Antioksidan
1.
Preparasi sampel ekstrak daun S.
rebaudiana, DPPH, kontrol (+), dan
Kontrol (-).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.
Larutan DPPH 0,25 mM.
3.
Kuantifikasi DPPH secara
kolorimetri Spektrofotometer UV-
Visibel (uji antioksidan).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Data dan Perhitungan Rendemen Ekstrak Daun S. rebaudiana
No. Suhu
(⁰C)
Waktu
(jam)
Ekstrak yang
Diperoleh (g) Rendemen (%)
1 25 3 1,42 14,2 ± 0,3
2 25 6 1,55 15,5 ± 0,9
3 75 3 1,86 18,6 ± 0,1
4 75 6 1,67 16,7 ± 1,6
*Setiap nilai rendemen dalam tabel dinyatakan sebagai mean±SD (n=3)
Rumus :
Perhitungan :
1. Rendemen suhu 25⁰C, waktu 3 jam
Rendemen = 1,420
10 × 100% = 14,2%
2. Rendemen suhu 25⁰C, waktu 6 jam
Rendemen = 1,551
10 × 100% = 15,5%
3. Rendemen suhu 75⁰C, waktu 3 jam
Rendemen = 1,858
10 × 100% = 18,6%
4. Rendemen suhu 75⁰C, waktu 6 jam
Rendemen = 1,674
10 × 100% = 16,7%
Rendemen = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ (𝑔)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔) × 100%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Data Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun S. rebaudiana
Rumus Persentase Inhibisi (I%) :
Tabel Persentase Inhibisi Sampel :
Suhu (⁰C) Waktu (Jam) I%
25 3 33,4 ± 0,2
6 30,1 ± 2,5
75 3 25,9 ± 3,4
6 16,7 ± 1,0
*Setiap nilai persentase inhibisi (I%) dalam tabel
dinyatakan sebagai mean±SD (n=3)
Vitamin C 100 ppm (Kontrol +) :
Persentase Inhibisi = 49,3 ± 2,3%
Perhitungan Perbandingan Persentase Inhibisi Ekstrak dan Vitamin C
(49,26%)
1. Perbandingan persentase inhibisi ekstrak yang diperoleh pada suhu 25⁰C,
waktu 3 jam dengan Vitamin C
33,37
49,26× 100% = 67,7%
2. Perbandingan persentase inhibisi ekstrak yang diperoleh pada suhu 25⁰C,
waktu 6 jam dengan Vitamin C
30,15
49,26× 100% = 61,2%
3. Perbandingan persentase inhibisi ekstrak yang diperoleh pada suhu 75⁰C,
waktu 3 jam dengan Vitamin C
25,95
49,26× 100% = 52,7%
I% = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜× 100%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Perbandingan persentase inhibisi ekstrak yang diperoleh pada suhu 75⁰C,
waktu 6 jam dengan Vitamin C
16,70
49,26× 100% = 33,9%
Tabel Perbandingan Persentase Inhibisi Ekstrak Daun S. rebaudiana
terhadap Vitamin C
Variasi % Inhibisi
Sampel
% Inhibisi
Vitamin C
Perbandingan % Inhibisi
Ekstrak Terhadap Vitamin C
T25⁰C, 3h 33,4%
49,3%
67,7%
T25⁰C, 6h 30,1% 61,2%
T75⁰C, 3h 25,9% 52,7%
T75⁰C, 6h 16,7% 33,9%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik Data Rendemen Ekstrak Daun S. rebaudiana
Uji Normalitas Data Rendemen Ekstrak Daun S. rebaudiana
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Rendemen ,240 12 ,055 ,849 12 ,036
(p<0,05) Data tidak normal
Uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsa,b
Rendemen
Kruskal-Wallis H 8,077
Df 3
Asymp. Sig. ,044
(p<0,05) Ada pengaruh signifikan
Uji Pos Hoc Mann-Whitney
Keterangan hubungan:
1 = Suhu 25⁰C, Waktu 3 jam
2 = Suhu 25⁰C, Waktu 6 jam
3 = Suhu 75⁰C, Waktu 3 jam
4 = Suhu 75⁰C, Waktu 6 jam
(p<0,05) Signifikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Hubungan 1-2
Test Statisticsa
Rendemen
Mann-Whitney U 2,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,275
b. Hubungan 1-3
Test Statisticsa
Rendemen
Mann-Whitney U ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,050
c. Hubungan 1-4
Test Statisticsa
Rendemen
Mann-Whitney U 1,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,127
d. Hubungan 2-3
Test Statisticsa
Rendemen
Mann-Whitney U ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,050
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Hubungan 2-4
Test Statisticsa
Rendemen
Mann-Whitney U 2,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,275
f. Hubungan 3-4
Test Statisticsa
Rendemen
Mann-Whitney U ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,050
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. CoA Metanol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Sifat Fisikokimia Steviol Glikosida
No. Sifat Fisika-Kimia Steviosida Rebaudiosida A
1. Rumus Kimia C38H60O18 C44H70O23
2. Berat Molekul 804,9 g/mol 967 g/mol
3. Titik Leleh 198⁰C 242-244⁰C
4. Pemerian Serbuk putih, manis
dengan after-taste
Serbuk putih, manis
tanpa after-taste
5. Kelarutan Mudah larut dalam air
dan etanol
Mudah larut dalam air
dan etanol
6. Stabilitas Stabil terhadap
pemanasan 100⁰C
selama 1 jam pada pH
3-9
Stabil terhadap
pemanasan 100⁰C
selama 1 jam pada pH
3-9
Sumber : National Center for Biotechnology Information, 2019