TRANSPORT SEDIMEN DARI DARAT KE LINGKUNGAN...

17
Oseana, Volume XIX, Nomor 3 : 33 - 49 ISSN 0216-1877 TRANSPORT SEDIMEN DARI DARAT KE LINGKUNGAN BAHARI Oleh Subardi dan S.M. Sidabutar * ) ABSTRACT SEDIMENT TRANSPORT FROM LAND TO MARINE ENVIRONMENT. Weathering of base rock due to physical, chemical and biological processes make the rock softer and easy to be eroded. Erosion process is usually caused by energy generated from water movement, human activities and other factors. The rock weathering resulting silt or sediment which is easily transported by river flow in the form of suspended material. The amount of transported sediment into marine environment is related to the intensity of river flow and reaches maximum amount during flooding period. This article will also discusses the effect of sediment transport to land and sea level changes. The theory on the calculation of sediment load through river is presented. At the end of article a case study on the sedimentation and sediment distribution in the estuary of Karang river is also presented. PENDAHULUAN Pelapukan batuan induk (source rock) akibat proses fisika, kimia dan biologi menyebabkan batuan menjadi lunak dan gembur. Proses fisika seperti penyinaran matahari yang terus menerus terhadap batuan di gunung yang bersifat keras seperti : granit, andesit, dasit, diorit dan sejenisnya membuat batuan lapuk. Proses kimia terjadi pada daerah gamping yang dilalui sungai sehingga timbul reaksi karbonat dengan air dan CO 2 , akibat reaksi ini sering terjadi sungai di bawah tanah. Reaksi ini dapat dilukiskan sebagai CaCO 3 + CO 2 + H 2 O ----- Ca (HCO 3 ) 2 . Identik dengan ini misalnya sungai melalui batuan granit maka konsentrasi air mengandung SiO 2 . Pada peristiwa pelapukan ini hewan maupun tumbuh-tumbuhan ikut berperan, beberapa jenis hewan sering menggali lubang pada batuan dan gua, dalam usaha mencari makan, berkembang biak, mempertahankan diri dan sebagai tempat tinggalnya. Akar tumbuhan sering menjalar kemana-mana membuat batuan retak dan lapuk. Batuan yang telah mengalami pelapukan ini sangat mudah terkena proses erosi. Erosi umumnya dikerjakan oleh air di samping manusia dan faktor yang lain. Dari *) Balai Penelitan dan Pengembangan Oseanografi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi- LI PI, Jakarta. sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Transcript of TRANSPORT SEDIMEN DARI DARAT KE LINGKUNGAN...

Oseana, Volume XIX, Nomor 3 : 33 - 49 ISSN 0216-1877

TRANSPORT SEDIMEN DARI DARAT KE LINGKUNGAN BAHARI

Oleh

Subardi dan S.M. Sidabutar *)

ABSTRACT

SEDIMENT TRANSPORT FROM LAND TO MARINE ENVIRONMENT. Weathering of base rock due to physical, chemical and biological processes make the rock softer and easy to be eroded. Erosion process is usually caused by energy generated from water movement, human activities and other factors. The rock weathering resulting silt or sediment which is easily transported by river flow in the form of suspended material. The amount of transported sediment into marine environment is related to the intensity of river flow and reaches maximum amount during flooding period. This article will also discusses the effect of sediment transport to land and sea level changes. The theory on the calculation of sediment load through river is presented. At the end of article a case study on the sedimentation and sediment distribution in the estuary of Karang river is also presented.

PENDAHULUAN

Pelapukan batuan induk (source rock) akibat proses fisika, kimia dan biologi menyebabkan batuan menjadi lunak dan gembur. Proses fisika seperti penyinaran matahari yang terus menerus terhadap batuan di gunung yang bersifat keras seperti : granit, andesit, dasit, diorit dan sejenisnya membuat batuan lapuk. Proses kimia terjadi pada daerah gamping yang dilalui sungai sehingga timbul reaksi karbonat dengan air dan CO2, akibat reaksi ini sering terjadi sungai di bawah tanah. Reaksi ini dapat dilukiskan sebagai CaCO3 + CO2 + H2O ----- Ca (HCO3)2.

Identik dengan ini misalnya sungai melalui batuan granit maka konsentrasi air mengandung SiO2. Pada peristiwa pelapukan ini hewan maupun tumbuh-tumbuhan ikut berperan, beberapa jenis hewan sering menggali lubang pada batuan dan gua, dalam usaha mencari makan, berkembang biak, mempertahankan diri dan sebagai tempat tinggalnya. Akar tumbuhan sering menjalar kemana-mana membuat batuan retak dan lapuk.

Batuan yang telah mengalami pelapukan ini sangat mudah terkena proses erosi. Erosi umumnya dikerjakan oleh air di samping manusia dan faktor yang lain. Dari

*) Balai Penelitan dan Pengembangan Oseanografi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi- LI PI, Jakarta.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

proses erosi ini rombakan batuan dengan ukuran < 0,063 mm diameter menurut SKALA WENTWORTH 1922 (dalam PETTIJOHN 1956) mudah diangkut oleh air sungai sebagai lumpur. Pengangkutan lumpur ini dimulai dari sungai-sungai di daerah tadah hujan (catchment area) daerah dimana setiap titik hujan akan mengalirkan airnya ke sungai induk (drainage basin). Pada peristiwa transportasi ini terikut juga batuan dengan ukuran pasir, kerikil, kerakal, bongkah dan bolder namun umumnya diendapkan di bagian hulu, hal ini karena beratnya sendiri juga pengaruh elevasi (slope) yang makin mendekati landai ke arah hilir. Adanya pemilahan (sorting) butir batuan oleh alam, umumnya hanya butir sedimen yang halus seperti pasir dan lumpur sampai di laut sehingga idealnya makin ke arah laut sedimen makin halus.

Cara pengangkutan lumpur sehingga sampai di laut, yakni lumpur terangkut dalam bentuk larutan suspensi (suspension) partikel-partikel lumpur tersebar di seluruh larutan. larutan semakin keruh menunjukkan jarak kerapatan antara partikel kecil sehingga nilai kekeruhan (turbidity) tinggi. Untuk sungai nilai ini dicapai pada waktu sungai banjir sehingga banyak lumpur terangkut ke laut.

DAMPAK TRANSPORTASI LUMPUR TERHADAP KONDISI FISIK

DARATAN

Pengangkutan lumpur oleh sungai tiap tahun dapat mencapai jutaan meter kubik. Sungai kanal di daerah perairan PLTU Suralaya, Jawa Barat yang kecil dan berhulu dari bukit sekitarnya, selama tahun 1986 mengangkut lumpur ke laut sebanyak 4360

m3 (Puslitbang Oseanologi - LIPI 1986). Sungai Blencong di daerah Marunda, Bekasi, Jawa Barat yang di bagian muaranya sangat dipengaruhi pasang surut laut selama bulan Januari 1987 mengangkut lumpur ke laut sejumlah 715 m3 (Puslitbang Oseanologi-LIPI 1987).

Kedua sungai di atas termasuk sungai kecil dan pendek. Sungai Kanal misalnya merupakan sungai "musiman" yang hanya mengangkut lumpur lebih banyak pada waktu tertentu seperti musim penghujan atau banjir. Sungai Serayu di Jawa Tengah tiap tahun sanggup membuang lumpur ke laut sebesar 7100000m3 dan Sungai Brantas di Jawa Timur setiap tahun mampu menghanyutkan sedimen lumpur ini ke laut hingga 4300000m3

(KATILI 1967). Pada tahun 1969 Sungai Code di Yogyakarta mengangkut lumpur ke Samudera Hindia hingga jutaan ton sebagai akibat muntahan lahar dingin dari Gunung Merapi (Pengamatan di Lapangan tahun 1969). Sungai karang di daerah PLTU Muara Karang, Jakarta selama tahun 1985 mengangkut lumpur ke laut sebanyak 414331,2m3 (Puslitbang Oseanologi-LIPI 1985). Sungai Duri dan Sungai Raya yang terletak di daerah Kalimantan Barat dengan morfologi relatif datar selama bulan Januari 1993 mengangkut lumpur ke laut masing-masing 1290 m3 dan 13996 m3(SUBARDI 1993).

Dengan demikian dapat dibayangkan berapa juta meter kubik sungai-sungai di Pulau Jawa setiap tahun mengangkut lumpur ke laut. Keadaan semacam ini merupakan fenomena yang terjadi di setiap aliran sungai di bumi.

Proses perubahan muka bumi akibat gaya eksogen seperti transportasi lumpur menuju laut ini terjadi secara alamiah tanpa

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

batas waktu. Keadaan semacam ini merupakan malapetaka yang mengerikan dan tentunya akan mengancam kehidupan di darat. Namun tidak demikian, yakni ada semacam kekuatan yang tersimpan dalam bumi berupa gaya endogen yang mengkonpensasi sehingga di capai suatu keseimbangan (equilibrium). Gaya-gaya endogen ini berupa gaya tektonik dan peristiwa vulkanisme. Akibat gaya-gaya ini terjadi pengangkatan antara lain berupa terbentuknya gunung dan pulau. Di sini kekuatan eksogen ikut berperan juga seperti aktifitas organisme sehingga terbentuk pulau karang yang seluruhnya dengan lithologi batuan karbonat. Energi gelombang dari laut lepas aktip mengembalikan sebagian sedimen asal daratan sehingga terjadi sedimentasi di pantai-pantai.

DAMPAK TRANSPORTASI LUMPUR TERHADAP PARAS LAUT

Lumpur yang diangkut sungai ke laut mengandung senyawa kimia tergantung dari batuan induk (source rock) yang dilalui. Sungai yang melalui batuan beku, mineral-mineral yang terangkut ke laut umumnya berupa kwarsa (Si O2), hematit (Fe2 O3), limonit (2Fe2 O3 3H2 O), magnetit (Fe O Fe2

O3), pirit (Fe S2), orthoklas (K Na) Al Si3 O8

dan sebagainya. Jika daerah yang dilalui sungai terdiri dari batuan gamping mineral yang terangkut umumnya bersifat karbonat (CaC O3). Senyawa karbonat ini umumnya tidak menaikkan kadar karbonat air laut namun hampir seluruhnya diserap oleh hewan, yakni untuk menambah dan membentuk struktur tubuhnya (CLARKE 1907 dan KATILI 1967).

Partikel-partikel lumpur dalam larutan oleh arus laut mudah disebarkan ke segala arah, pada lokasi dengan kondisi tenang partikel ini akan diendapkan. Setelah proses pengendapan ini berjalan, disusul proses pemampatan (diagenesis) pada akhirnya proses pembatuan (lithification). Akibat pengendapan lumpur di muara-muara sungai yang besar, sering terbentuk delta seperti Delta Solo di muara Sungai Bengawan Solo, Delta Cisadane, Delta Citarum dan sebagainya. Pengendapan lumpur di muara tampak sangat menggangu seperti yang terjadi di muara Sungai Barito, karena muara ini merupakan alur pelayaran kapal yang masuk dan keluar dari sungai. Pada tahun 1988 dilakukan pengerukan lumpur oleh pemerintah bekerja sama dengan pemerintah Jepang di mana Puslitbang Oseanologi-LIPI memberikan kontribusi dalam penelitian ini.

CARA MENENTUKAN MUATAN LUMPUR YANG DIANGKUT ALIRAN

SUNGAI

Untuk menentukan muatan lumpur yakni dengan menghitung volume lumpur yang diangkut sungai dengan cara mengambil contoh air di muara dengan menggunakan botol Nansen sebanyak 1 liter pada tiap posisi permukaan, tengah dan dekat dasar pada sat stasium. Stasiun contoh air untuk sungai yang relatip sempit dapat dilakukan pada satu atau lebih stasiun, dipasang dari tengah ke arah tepi sungai yang cukup mewakili dan terletak pada satu bidang penampang sungai. Sedang untuk muara sungai yang lebar diambil beberapa stasiun. Kandungan suspensi tiap stasiun adalah rata-rata jumlah suspensi ke

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

tiga kedalaman yaitu : permukaan, tengah dan dekat dasar. Sedang rata-rata dari jumlah suspensi tiap stasiun merupakan kandungan suspensi sedimen sungai ini.

Pada penelitian tentang muatan lumpur ini diukur juga kedalaman muka air terhadap muka air laut rata-rata (mean sea level) dengan "Echosounder", lebar sungai dengan "Theodolit" dan kecepatan arus dengan "Cur-rent Meter". Di laboratorium contoh air disaring dengan menggunakan "Millipore Aseptic System" dan "Vacum Pump" dengan kertas saring berdiameter 0,45 Mikron. Hasil saringan dikeringkan dan ditimbang beratnya dengan timbangan listrik.

Faktor yang berpengaruh terhadap vol-ume lumpur yang melalui sungai adalah kedalaman air, lebar sungai, kecepatan arus sungai, kekeruhan air dan sudut kemiringan sungai yang dapat diukur dengan kompas geologi.

Volume lumpur yang diangkut sungai akan sebanding dengan debit air, dimana debit ini merupakan volume air yang mengalir dalam satuan waktu. Debit ini berbanding lurus terhadap luas penampang basah dan kecepatan rata-rata arus sungai atau jika debit air diberi notasi Q, luas penampang basah sungai F (m2) dan kecepatan arus sungai V (m/detik) maka debit Q = F x √ m3/detik (DARCY dalam WISLER and BRATER 1976) : Q = F x √ m3/detik

Jika sungai pada kedua tebingnya memiliki sudut kemiringan yang berlainan α dan β ( Gambar 1), lebar permukaan air L, kedalaman d dan dasar sungai relatip sejajar dengan bidang permukaan air maka luas penampang basah dihitung sebagai berikut.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

bentuk persamaan umum untuk menentukan jumlah muatan lumpur dalam keadaan kering:

G = 1/2 d {2L - (d/Tg α + d/Tg β)} V g (m3/ detik mg/liter)

dengan menjabarkan satuan-satuan ini

G = 1/2 d {2L - (d/Tg α + d/Tg β)}V gl0-3

(kilogram/detik) masa jenis lumpur dalam keadaan basah dengan mengabaikan komposisi mineralnya 1,2 dengan kandungan airnya 250 % (dalam laporan akhir penelitian oseanologi tahap IV di perairan Muara Karang, LON – LIPI 1985).

Dari devinisi ini sehingga untuk 1 Kg lumpur dalam keadaan kering kandungan airnya 250 x 1 Kg atau 2,5 Kg maka berat sedimen lumpur dalam keadaan basah 3,5 Kg, volumenya 3,5 Kg/1,2 Kg/dm3 yaitu 2,9 dm3 atau 2,9 x 10'3 m3. Jadi dari jumlah lumpur G di atas jika dalam keadaan basah G = 1/2 d {2L - (d/Tg α + d/Tg β)}V gl0-3 x 2,9 x 10-3 m3 /detik) atau G = 1/2 d {2L - (d/Tg α + d/Tg β)}V g2,9 x 10-6 (m3 /detik)

Jika salah satu tebing sungai relatip curam α mendekati 90° sehingga Tg α sama dengan tak terhingga maka d/Tg α = O sehingga jumlah lumpur menjadi :

G = 1/2 d (2L - d/Tg α ) V g2,9 x 10-6 (m3 / detik) dan jika p mendekati 90° sehingga Tg β sama dengan tak terhingga maka d/Tg β = O jumlah lumpur menjadi :

G = 1/2 d (2L - d/Tg β ) V g2,9 x 10-6 (m3 / detik) Untuk α dan β mendekati 90° dalam arti kedua tebing sungai vertikal maka jumlah lumpur ini :

G = d L V g 2,9 x l0-6 (mVdetik)

Biasanya sungai semacam ini merupakan bentukan manusia seperti saluran irigasi, kanal atau sungai akibat bangunan sekitarnya.

Pada umumnya sungai memiliki kemiringan tebing dan kedalaman yang bervariasi, untuk sungai semacam ini diambil beberapa stasiun penelitian sehingga bidang penampang basah dibagi menjadi beberapa persil luas. Pada Gambar 2 diambil stasiun S1, S2, S3, Snl, dan Sn. Kedalaman dasar sungai yang diukur dengan "Echosounder" akan menunjukkan suatu bentuk garis lengkung. Maka cara menghitung luas bidang penampang basah adalah dengan salah satu tebing pada titik perpotongan garis permukaan air dengan tebing sebagai pusat salib sumbu dan garis permukaan air sebagai sumbu X sedang sumbu Y garis tegak lurus bidang permukaan air dan melalui pusat salib sumbu. Maka garis lengkung yang dilukiskan ”Echosounder” yang menggambarkan kedalaman dasar sungai sebagai persamaan garis lengkung Y = f (x). Jika jarak tiap stasiun terhadap salib sumbu adalah L1, L2, L3, Ln-1 p dan Ln maka luas bidang penampang basah adalah jumlah seluruh luas persil, luas tiap persil ini adalah :

F1= f(x) dx, F∫1L

02= f(x) dx, F∫

2L

1L

3 = f(x) dx ∫3L

2L

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Dengan cara di atas diteliti volume lumpur yang melalui Sungai Karang di daerah PLTU Muara Karang di Jakarta (Gambar 3), penelitian ini dilakukan 12 kali selama tahun 1985. hasil pengukuran menunjukkan lebar sungai 50 m, lebar ini dianggap terlalu kecil sehingga pada penelitian hanya dipasang satu stasiun hidrologi yang letaknya dianggap relatif tetap dan dipilih di bagian tengah sungai. hasil penelitian menunjukkan rata-rata kandungan lumpur dalam keadaan kering pada posisi permukaan berkisar dari 67 mg/ liter - 223,5 mg/liter, terendah pada bulan Nopember dan tertinggi Desember dengan rata-rata jumlah 124,475 mg/liter. Pada posisi tengah kandungan lumpur ini berkisar dari 15,69 mg/liter - 1790 mg/liter, terendah bulan Januari dan tertinggi Desember, rata-rata jumlah 488,6136 mg/liter. Kandungan lumpur dalam keadaan kering pada posisi dasar rata-rata berkisar dari 16,13 mg/liter - 2124,11 mg/liter, terendah pada bulan Januari dan tertinggi Mei, rata-rata 744,2142 mg/liter. Jadi rata-rata kandungan suspensi sedimen atau lumpur pada stasiun hidrologi ini sebesar 452,4343 mg/liter (Tabel 1).

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Tabel 1 Daftar rata-rata berat suspensi sedimen (mg/liter) di stasiun hidrologi Muara Karang

pada posisi permukaan, tengah dan dekat dasar serta kedalamnya (m) terhadap muka air laut rata-rata.

Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada bulan Januari, Maret, Mei, September dan Desember yang dianggap cukup mewakili untuk musim barat dan timur selama tahun 1985. Rata-rata kecepatan arus permukaan berkisar dari 2,33 cm/detik hingga 36,45 cm/ detik terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan Maret rata-rata 18,24 cm/detik. Pada posisi tengah terendah 5,65 cm/detik pada bulan Januari dan tertinggi 16,33 cm/ detik bulan Mei rata-rata 12,27 cm/detik. Di bagian dekat dasar terendah bulan Mei 8,91 cm/detik, tertinggi bulan Maret 22,41 cm/

detik rata-rata 13,83 cm/detik. Karena lebar sungai relatif kecil aliran cenderung laminair, faktor ini mengakibatkan arah kecepatan arus searah dengan arah sungai atau tidak ada arah kecepatan arus yang memotong tebing sungai. Sehingga vektor kecepatan arus pada ketiga posisi sejajar, resultan kecepatan rata-rata dari jumlah kumulatif kecepatan pada ketiga posisi.. Kecepatan rata-rata arus 14,78 cm/ detik, kecepatan terakhir ini merupakan pengangkut massa sedimen. Daftar penelitian kecepatan arus ini disajikan pada Tabel 2.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Tabel2 Daftar rata-rata kecepatan arus sungai di stasiun hidrologi (m/detik) pada posisi

permukaan, tengah dan dekat dasar.

Kedalam air dihitung terhadap muka air laut rata-rata berkisar dari 1,0 m - 1,95 m terendah pada bulan September, Oktober dan Desember sedang tertinggi pada bulan April rata-rata 1,44 m. hasil pengukuhan kedalam air sungai ini disajikan pada Tabel 1.

Uraian di atas menunjukkan lebar sungai 50 m, rata-rata berat suspensi dalam keadaan kering 452,4343 mg/liter, kecepatan arus 14,78 cm/detik dan kedalam sungai 1,44 m. Sungai Karang ini dibagian muaranya telah banyak dipengaruhi oleh bangunan dari PLTU seperti tebingnya berupa jeti yang tegak lurus dasar dan dari data rekaman "Ec hosounder" dasar sungai relatif sejajar dengan permukaan air. Dari dua unsur ini maka cara menghitung jumlah lumpur yang melalui Sungai karang ke laut digunakan rumus umum: G = d L V g 2,9 . 10-6 (m3/detik) Maka jumlah lumpur ini G = 1,44 x 50 x 0,1478 x 452,4343 x 2,9 x 10-6 (m3/detik)

didapat G = 0,0139 m3/detik.

Adanya perbedaan topografi antara darat dan laut juga keadaan sungai yang sempit maka aliran akan berjalan terus-menerus. namun karena penelitian ini dilakukan di muara sungai, dipengaruhi oleh pasang surut laut. Pada saat air laut menuju pasang dan sebaliknya menuju surut dicapai keseimbangan, aliran mendekati atau sama dengan nol dan keadaan ini berlangsung selama dua jam (LEMBAGA OSEANOLOGI NASIONAL - LIPI 1985), sehingga migrasi lumpur ke laut untuk sehari semalam berlangsung selama 22 jam. Pengangkutan lumpur ini oleh Sungai Karang. selama 1 detik 0,0139 m3, jadi jika diproyeksikan selama tahun 1985 Sungai karang sanggup mengangkut lumpur dari darat ke laut sebanyak 396316,8 m3.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Sebaran sedimen di perairan Muara Karang dan sekitarnya

Perairan Muara Karang di bagian pantainya oleh pihak PLTU telah dibuat bangunan berupa tembok laut, jati dan kolam jati sebagai sistem hidrologi mengalirkan air laut melalui "inlet" masuk kedalam lokasi PLTU untuk pendinginan dan keluar melalui "outlet". Dari 21 stasiun penelitian sedimen dan transek kedalaman dengan "Echosoundrer" dihitung terhadap muka air laut rata-rata dari hasil analisis pengukuran pasang surut setempat menunjukkan kedalam berkisar dari 0,9 - 4,3 m terendah stasiun 21 dan tertinggi stasiun 1. Isobat sebagai hasil transek disajikan pada Peta Batimetri Gambar 4.

Untuk mengetahui sebaran sedimen khususnya lumpur di perairan sekitar muara sebagai salah satu yang ditimbulkan lumpur dari hasil transportasi Sungai Karang diambil contoh sedimen pada 21 stasiun di atas untuk bulan Januari dan Agustus 1985 yang dianggap cukup mewakili sedimen dasar perairan untuk musim barat dan timur (Gambar 5). Dari hasil

pengayakan contoh sedimen dengan diameter butir berdasar skala WENTWORTH (dalam PETTIJOHN 1956) sedimen diklasifikasikan berdasar ukuran butir dan persentase beratnya. Untuk menentukan jenis sedimen dari dua kali penelitian hasil klasifikasi diterapkan ke dalam segitiga SHEPARD (1954) yang dimodifikasi dan hasil rata-ratanya adalah sebaran jenis sedimen di perairan ini. Hasil rata-rata jenis sedimen disajikan pada Tabel 3 dan sebaran sedimen dasar perairan disajikan pada Gambar 3. Sebaran sedimen ini menunjukkan di depan muara pada stasiun 6 ke arah barat hingga stasiun 7 sedimennya berupa lumpur pasiran. Dari stasiun 8 ke arah barat day a hingga stasiun 12 sedimennya berupa lumpur. Pasir lumpuran dijumpai pada stasiun 11 hingga pantai bagian barat dan di bagian utara pada stasiun 9 dan sekitarnya. Lumpur dijumpai juga di sepanjang kenal dari stasiun 1 hingga stasiun 3. Di daerah sebelah timur dari kanal lumpur ini terendap pada stasiun 13 dan 15 berupa lumpur pasiran, sedang pada stasiun 14 dan 20 berupa pasir lumpuran.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Gam

bar 3

. P

eta

loka

si d

aera

h pe

nelit

ian

deng

an le

tak

stas

iun

hidr

olog

i Sh.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Gambar 4. Peta bateimetri daerah penelitian, isobat dalam satuan meter dihitung terhadap muka air laut rata-rata hasil analisis pasang surut laut setempat.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Gambar 5. Peta stasiun penelitian sedimen dan sebaran jenis sedimen di daerah penelitian.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Tabel 3

Daftar rata-rata persentase berat komponen dan jenis sedimen menurut SHEPARD (1954) serta kedalam terhadap muka air laut rata-rata untuk bulan Juni dan Agustus 1985.

Pada stasiun 4 dan 5 dijumpai pasir, lokasi ini terletak pada pelurusan arah Sungai Karang (N O° E) atau terjadi alur dari air sungai ini di depan muara akibat perbedaan topografi antara darat dan laut. karena pengaruh kemiringan (slope) dasar sungai dan

lebar sungai yang kecil maka energi (enery gradient) yang timbul di sepanjang alur lebih kuat (CHANG 1990). Pada kondisi ini lumpur yang berada di daerah alur pelurusan sungai akan tersapu ke samping membentuk tanggul (levee) atau diendapkan di tempat dengan

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

kondisi tenang sedang sedimen dengan ukuran pasir (>0,063 mm) akan tinggal (HOLMES, 1959). Kondisi tenang ini terjadi di luar alur, yakni di sebelah barat dengan sedimen lumpur, lumpur pasiran dan pasir lumpuran. Kondisi semacam ini terjadi juga di sepanjang kanal. Pada daerah sebelah timur kanal sedimen dasarnya didominasi pasir, dari stasiun 15, 14 hingga stasiun 13 sedimen dasar berupa lumpur pasiran dan pasir lumpuran. Di bagian tengah dari stasiun 16 ke arah utara hingga stasiun 18 sedimennya terdiri dari pasir kerikilan, pasir lumpuran dan pasir. Sedang di bagian timur dari stasiun 21, 20 hingga stasiun 19 berupa pasir dan pasir lumpuran. Secara umum di daerah sebelah timur kanal pada bagian baratnya berupa lumpur sedangkan di bagian timur pasir. Keadaan ini menunjukkan arus dari "outlet" bergerak ke arah timur laut, di samping itu adanya arus laut yang datang dari arah barat laut. Pada stasiun 16 terjadi tumbukan yang paling kuat antara energi yang ditimbulkan oleh dua arus itu akibatnya pada stasiun 16 hanya sedimen dengan ukuran yang lebih besar seperti pasir kerikilan mampu mengendap di sini.

Dua faktor penyebab pemilahan besar butir sedimen ini yaitu energi yang ditimbulkan oleh kecepatan arus dari "outlet" dan laut. Besar kedua energi ini akan tergantung besarnya kecepatan arus dan massa air laut dari "outlet" dan laut. Jika kecepatan arus dari "outlet" V0 dan dari laut V1 sedang besar massa air laut dari "outlet" dan laut masing-masing M0 dan M1 maka percepatan arus dari "outlet" :

A0= [ V0 d (V0)

dan dari laut :

A1 = [ V1 d (V1)

Dari dua parameter ini maka besarnya energi dari "outlet" :

F0 = M0 A0

dan dari laut : F1 = M1 A1

Karena arah energi searah dengan arah kecepatan arus laut dan arah ini dapat diukur yakni arah arus dari "outlet" misalnya N α° E dan dari laut N β° E, sehingga sudut yang dibentuk dari dua arah energi ini besarnya selisih harga mutlak dari dua arah ini atau [ N α° E - N β° E ], nilai ini misalnya N α° E atau cukup disebut α maka energi resultan yang ditimbulkan dari dua energi tersebut :

Er = (F02 + F1

2 + 2 F0 Fl Cos α)1/2

Jika satuan massa ini dalam kg dan percepatan m/detik2 maka satuan energi resultan kg/ detik2 atau newton. Energi resultan ini bergerak ke arah timur dan jika V0 < V1 gerakan energi ini cenderung ke arah tenggara, sebaliknya untuk V0 < V1 ke arah timur laut. Karena energi ini bergerak dari stasiun 16 ke arah timur dan variasinya yaitu tenggara dan timur laut sehingga daerah sebelah barat dari stasiun ini merupakan daerah yang memiliki kondisi tenang. Pada kondisi yang demikian lumpur berkesempatan mengendap sehingga daerah ini di sebelah timur kanal di bagian barat umumnya dengan sedimen lumpur dan di bagian timur pasir.

Untuk menunjukkan akumulasi lumpur ke arah dominan dan sebaliknya dibuat "isoplet" yang menyatakan persentase berat lumpur dengan interval 10 %. Pada gambar 6

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

Gambar 6. Peta sebaran lumpur dalam satuan persen berat ditunjukkan dengan "isoplet".

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994

secara regional sebaran lumpur makin besar ke arah pantai berkisar 10 % hingga 90 % dengan arah sebaran relatif sejajar pantai. Pada daerah sebaran lumpur yang dibatasi "isoplet" 10 % mulai dari daerah ini di samping kandungan lumpur membesar ke arah pantai juga ke arah laut. Sebaran lumpur makin bertambah ke arah laut ini adalah ideal karena besar butir sedimen makin mengecil ke arah menjauhi batuan sumber.

DAFTAR PUSTAKA

CHANG, H.H. 1990. Mathematical model for erodible channels. Generalised program. Fluvial - 12. Umera manual San Diego State university. : 1 -47.

HOLMES, A. 1959. Principles of physical geology, printed in Great Britain by Thomas Nelson and Sons ltd. Four-teenth edition. : 532 pp.

KATILI, J.A., 1959. Pengantar geologi umum. Kursus Bl tertulis Ilmu Bumi. Dep. P.P.K. Djaw. pend. Umum balai Pendidikan guru, kilat maju. Bandung. : 160 pp.

LEMBAGA OSENOLOGI NASIONAL-LIPI. 1985. Laporan akhir penelitian oseanologi tahap IV di perairan Muara Karang sehubungan dengan beropera-sinya PLTU Muara karang unit 4 & 5. : 221 pp.

PETTUOHN, F.J. 1956. Sedimentary rock, second edition. Oxford & IBM Pub-lishing Co. new Delhi, Bombay, Calcutta. : 718 pp.

PUSLITBANG OSEANOLOGI-LIPI 1986. Laporan akhir penelitian oseanologi di perairan Suralaya setelah beroperasinya PLTU Suralaya unit 1 & 2. : 201pp.

PUSLITBANG OSEANOLOGI -LIPI 1987. Keadaan lingkungan fisik pesisir di sekitar Muara Blencong, Marunda, Jakarta, laporan akhir. : 172 pp.

SHEPARD, F.P. 1954. Nomenclature based on sand silt clay ratio. Journ. Sed. Petrol. 24 : 1-158.

SUBARDI 1993. Muatan lumpur yang melalui Sungai Duri, Sungai Raya ke laut dan sedimentasi di perairan Sungai Duri, Kalimantan barat. Puslitbang Oseano-logi-LIPI, laporan penelitian. : 39 pp.

WISLER, CD. and BRATER, E.F. 1976, Hydrology. Second edition. John Wiley & Sons, New York. : 408 pp.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIX No. 3, 1994