Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara ...
Transcript of Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara ...
Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 35
Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42
ISSN 2548-9011
Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas
Fatamorgana di Landasan Pacu (Runway) Bandara Sultan Iskandar
Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia
(masuk/received 4 Februari 2018, diterima/accepted 18 Juli 2018)x
The Influence of Temperature and Pressure of the Surrounding Air Toward
Mirage Visibility at Runway of Sultan Iskandar Muda Airport, Blang
Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia
Tjoet Nia Usmawanda, Nasrullah Idris Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Syiah Kuala
Jl. Syech Abd. Rauf No. 3 Kopelma Darussalam 23111
Aceh Besar, Aceh, Indonesia
Abstrak – Telah dilakukan sebuah studi mengenai hubungan suhu dan tekanan udara lingkungan landasan pacu
(runway) bandara terhadap visibilitas fatamorgana. Pengamatan fatamorgana dilakukan di landasan pacu Bandara
Sultan Iskandar Muda (SIM) yang berlokasi di Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Indonesia. Waktu pengamatan
kemunculan dan kehilangan fatamorgana adalah mulai dari sejak matahari terbit pada pagi hari hingga terbenam pada
sore hari, yaitu mulai dari jam 07.00 WIB sampai 18.00 WIB dan dicatat tingkat visibilitasnya. Data suhu dan tekanan
udara lingkungan didapatkan dari basis data yang dikumpulkan oleh Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh Besar,
Aceh, Indonesia. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada saat cuaca cerah, fatamorgana telah muncul sejak
matahari terbit dan terus menyebar dari jam 07.00 WIB sampai 13.00 WIB hingga mencapai keadaan paling tebal pada
jam 13.00 WIB-15.00 WIB. Selanjutnya fatamorgana mengalami sedikit penyusutan pada jam 15.00 WIB-18.00 WIB,
namun demikian masih tampak hingga matahari terbenam. Fatamorgana dapat hilang total bila hujan turun dengan
cukup lebat. Sedangkan pada saat cuaca mendung atau gerimis, fatamorgana masih dapat diamati dengan jelas. Suhu
terendah dimana fatamorgana masih dapat diamati adalah 26 ºC. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa
perubahan suhu dan tekanan udara rata-rata di lingkungan landasan pacu dapat mempengaruhi visibilitas fenomena
fatamorgana melalui pengaruhnya pada gradien suhu udara di atas permukaan landasan pacu tersebut. Densitas udara
lingkungan berbanding lurus terhadap suhu dan berbanding terbalik terhadap tekanan. Semakin tinggi densitas udara
lingkungan, semakin tipis fatamorgana yang terlihat. Semakin rendah densitas udara lingkungan, maka fatamorgana
yang muncul semakin tebal. Hal ini menunjukkan bahwa suhu dan tekanan udara lingkungan adalah parameter yang
baik yang menggambarkan visibilitas fatamorgana. Dengan demikian profil suhu dan tekanan udara lingkungan
landasan pacu dapat diketahui melalui pengamatan fatamorgana pada landasan pacu bandara.
Kata kunci: fatamorgana, visibilitas, suhu, tekanan, indeks bias udara
Abstract – A study about the relationship of the temperature and pressure of the surrounding air in the airpot runway to
the visibility mirage was done. The location for the mirage observation is in Sultan Iskandar Muda (SIM) airport
runway, located in Blang Bintang District, Aceh, Indonesia. Observation time of the mirage appearance and
disappereance is started from sunrise to sunset, namely from 7.00 AM at the morning to 6.00 PM at the evening, and
recorded its visibility level. Data for the air surrounding temperature and pressure used was taken from the database of
the Blang Bintang Meteorological Station, located in the airport. The results show that during a sunny weather, mirage
emerges since sunrise and continues to spread from 7.00 AM to 1.00 PM reaching the thickest level at 1.00 PM till 3.00
PM. The mirage then experiences a slight shrinkage at 3.00 PM–6.00 PM and still be observed until sunset. The mirage
can be totally lost when rains heavily. While in a cloudy or drizzle weather, the mirage can still be observed clearly. The
lowest temperature in which the mirage can still be observed was 26 ºC. The results also shows that the changes in
temperature and pressure of the surrounding air in the runway environment can affect the visibility of the mirage
phenomenon through its effect to the air temperature gradient above the runway surface since the air density is directly
proportional to the temperature and inversely proportional to the pressure. The greater the air density, the thinner the
mirage observed. The smaller the air density, the thicker the mirage is. This shows that the surrounding air temperature
and pressure in the airport runway are good parameter representing the visibility of a mirage. Thus, the temperature and
pressure profile of the air surrounding of the airport runway can be studied by observing a mirage in the airport.
Key words: mirage, visibility, airport runway, temperature, pressure
36 Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu …..
Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42
ISSN 2548-9011
I. PENDAHULUAN
Studi fatamorgana pertama kali dilakukan pada tahun
1913 oleh Wilhelm Hillers dan telah memiliki daya tarik
tersendiri sepanjang sejarah. Sesuatu yang sangat
menarik dari fatamorgana bahwa meskipun panjang dari
daerah suhu yang mengalami penurunan kecil, namun
jari-jari kelengkungan sinar cahaya bisa menjadi sangat
besar [1]. Fatamorgana merupakan fenomena fisika yang
sangat terkenal dan sangat akrab dalam kehidupan sehari-
hari [2,3]. Selain itu, beberapa implikasi penting dari
studi fenomena ini di mana fatamorgana disebut memberi
pengaruh yang kuat dalam pembentukan citra dunia abad
pertengahan dan pada awal eksplorasi Atlantik utara,
serta telah digunakan pula sebagai salah satu teori untuk
mengkonfirmasi teori bumi berbentuk datar [4].
Karakteristik fatamorgana dalam spektrum tampak dan
dalam spektrum inframerah termal pada dasarnya sama,
hanya saja ada perbedaan termal akibat perbedaan suhu
[5]. Fenomena unik dan menarik fatamorgana adalah
dapat muncul berupa genangan air di atas permukaan
yang tampak nyata pada pengamatan dari jarak jauh
namun akan menghilang saat diamati dalam jarak dekat.
Selain itu data fatamorgana dapat digunakan untuk
membuat profil vertikal suhu atmosfir [6].
Semua fenomena optik dihasilkan saat cahaya lewat
melalui atmosfir lalu diserap atau dihamburkan oleh
udara (molekul, partikel aerosol, atau hidrometeor) [7].
Fenomena fatamorgana sendiri sangat umum diamati
pada saat hari-hari cerah yang disebabkan oleh refraksi
cahaya yang melewati medium dengan gradien indeks
bias atau indeks bias tidak seragam [8]. Dalam kasus
fatamorgana, medium yang tidak seragam tersebut adalah
udara dengan suhu yang bervariasi secara vertikal
terhadap suatu permukaan yang telah mengalami
peningkatan energi termal akibat paparan sinar matahari
secara kontinu. Perbedaan suhu pada setiap lapisan udara
tersebut menghasilkan indeks refraksi yang berbeda,
sehingga berkas cahaya metahari yang datang
mengalami pembelokan yang berbeda-beda pada tiap-tiap
lapisannya. Dalam optik, perbedaan indeks bias yang
sangat kecil mampu membelokkan cahaya saat
penjalarannya ketika melewati medium udara tersebut.
Pada kasus fatamorgana, berkas cahaya matahari yang
melewati lapisan udara dengan indeks bias yang berbeda
secara vertikal dibelokkan dan menyebabkan fenomena
fatamorgana dapat diamati.
Indeks bias udara ditentukan oleh dua parameter
utama yaitu suhu dan tekanan udara. Akibatnya, suhu dan
tekanan udara menjadi parameter penting untuk visibilitas
fatamorgana, baik intensitas (ketebalannya) maupun
distribusinya. Sebaliknya, visibilitas fatamorgana juga
dapat mendeskripsikan profil suhu dan tekanan udara
lingkungan. Dalam termodinamika, suhu dan tekanan
suatu fluida merupakan dua parameter yang saling
mempengaruhi satu sama lain, di mana perubahan suhu
akan diikuti oleh perubahan tekanan, dan begitu pula
sebaliknya. Oleh sebab itu, suhu dan tekanan fluida
menjadi parameter yang sangat tepat untuk digunakan
dalam melakukan kajian visibilitas suatu fatamorgana.
Salah satu tempat yang sering dan mudah dijumpai
fatamorgana adalah landasan pacu sebuah bandara karena
kerataan permukaan dan ketidakadaan vegetasi signifikan
di sekitarnya. Bandara utama di Provinsi Aceh adalah
Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) yang
berlokasi di Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh
Besar. Suhu dan tekanan udara lingkungan landasan pacu
bandara selalu diukur oleh Stasiun Meteorologi Bandara
SIM Blang Bintang sebagai parameter yang dibutuhkan
dalam keamanan dan keselamatan penerbangan. Data
hasil pengukuran suhu dan tekanan udara lingkungan
landasan pacu bandara dari Stasiun Meteorologi dapat
digunakan untuk kajian pengaruh suhu dan tekanan udara
lingkungan pada visibilitas fatamorgana di landasan pacu
Bandara SIM.
II. LANDASAN TEORI
Ketika suatu permukaan sebuah benda menjadi panas
akibat mendapatkan energi termal dari matahari, maka
lapisan udara panas yang kurang rapat dengan indeks
refaksi n yang lebih kecil terbentuk di dekat permukaan
tersebut sesuai persamaan
v
cn . (1)
Gambar 1. Refleksi dan refraksi sinar [4].
Untuk cahaya monokromatik dan untuk sepasang
material a dan b seperti yang disketsakan dalam Gambar
1, pada sisi-sisi yang berlawanan dari antarmuka tersebut,
rasio dari sinus sudut datang, θa terhadap sudut refraksi,
θb adalah sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks
refraksi material tersebut. Seperti dapat diamati dalam
Gambar 1 sinar datang, sinar yang direfraksikan, dan
sinar yang direfleksikan semua terletak pada bidang yang
sama. Ungkapan ini telah dikenal dengan baik sebagai
hukum refraksi atau hukum Snellius [2,4].
Jika sebuah sinar melewati suatu material (a) menuju
material lain (b) yang mempunyai indeks refraksi yang
lebih besar (nb > na) maka laju gelombang dalam material
tersebut akan lebih lambat, sehingga sudut θb dengan
garis normal akan lebih kecil dalam material kedua
daripada sudut θa dalam material pertama, dengan kata
lain sinar tersebut dibelokkan mendekati garis normal.
Bila material kedua mempunyai indeks refraksi yang
lebih kecil daripada material pertama (nb < na) maka laju
gelombang dalam material itu lebih cepat, sehingga sinar
a b
Sinar masuk
Sinar yang direfleksikan Sinar yang direfraksikan
Normal
Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 37
Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42
ISSN 2548-9011
tersebut dibelokkan menjauhi garis normal. Gambar 1
merupakan contoh kasus di mana material b mempunyai
indeks refraksi yang lebih kecil daripada material a (nb <
na) sehingga θb >θa[4,9].
Ketika suatu permukaan menjadi panas akibat
mendapatkan energi termal dari matahari, maka lapisan
udara yang panas terbentuk di dekat permukaan panas
tersebut. Lapisan udara panas tersebut memiliki
kerapatan yang rendah karena indeks refaksi n yang lebih
kecil. Berdasarkan hubungan pada persamaan (1), laju
cahaya sedikit lebih besar dalam lapisan udara yang lebih
panas yaitu lapisan udara yang berada dekat dengan
permukaan panas tersebut. Sinar yang diarahkan menuju
permukaan panas dengan sudut masuk yang besar,
misalnya sekitar 90º dapat dibelokkan ke atas seperti
pada Gambar 2. Lapisan udara yang jauh dari permukaan
yang panas mempunyai suhu yang lebih rendah, sehingga
cahaya dibelokkan lebih sedikit dan berjalan dalam
sebuah garis yang hampir merupakan garis lurus, seperti
juga ditunjukkan dalam Gambar 2. Hal ini menyebabkan
fatamorgana dapat teramati [10,11]. Karena udara panas
memiliki rapat partikel yang lebih rendah daripada udara
yang dingin, fatamorgana pada umumnya berfluktuasi
dan berubah dengan cepat sehingga menjadi tidak terlalu
stabil untuk tetap statis [12]. Demonstrasi fatamorgana
berdasarkan konsep dasar ini juga telah dilakukan
menggunakan plat yang dipanaskan dan sebuah laser
[13].
Gambar 2. Skema terjadinya fatamorgana [10].
Hubungan indeks bias (n), suhu (T), dan tekanan (P),
dengan densitas udara (), ditunjukkan dalam persamaan
[10]
(n – 1 ) ~ (2)
~ P/T (3)
Dari persamaan (2) dan (3) didapatkan
(n – 1 ) ~ P/T. (4)
Persamaan (2) mengungkapkan bahwa indeks bias
suatu fluida, dalam hal ini udara, berbanding langsung
dengan kerapatan fluida tersebut. Sementara kerapatan
berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding terbalik
dengan suhu, seperti diungkapkan dengan persamaan (3).
Dengan demikian, seperti dirumuskan dalam persamaan
(4), nilai indeks bias udara berbanding langsung dengan
tekanannya dan berbanding terbalik dengan suhunya.
Fatamorgana yang diamati dalam jarak jauh pada
permukaan aspal yang panas merupakan salah satu
contoh fatamorgana inferior. Permukaan yang panas
akibat paparan sinar matahari memanaskan lapisan udara
yang dekat dengannya dan tingkat pemanasannya akan
terus menurun seiring dengan bertambahnya jarak
lapisan-lapisan udara terhadap permukaan aspal tersebut.
Fatamorgana inferior lebih mudah dilihat. Bila posisi
pengamat semakin tinggi di atas permukaan, fatamorgana
akan terlihat menyusut, dan jika semakin rendah posisi
pengamatan, fatamorgana akan menuju pengamat [13].
Telah diketahui dengan baik bahwa variasi indeks
refraksi secara vertikal dalam atmosfir mempengaruhi
pengamatan posisi nyata dan bentuk suatu objek [14].
Fatamorgana yang muncul sangat bergantung pada
pengaruh fisis yakni pemanasan udara yang bersentuhan
dengan permukaan tersebut. Fatamorgana cenderung
mudah dilihat di daratan atau permukaan yang datar.
Seperti diungkapkan bahwa suhu berkurang karena
pengurangan tingkat pemanasan seiring bertambah jarak
lapisan udara dari permukaan panas. Secara umum suhu
diasumsikan berkurang secara eksponensial terhadap
jarak dari suatu permukaan yang panas. Di atas
permukaan horizontal, sebagai fungsi tinggi, profil suhu
udara dalam bentuk fungsi eksponensial terhadap jarak
telah banyak digunakan dalam literatur untuk analisis
fatamorgana inferior [2,14]. Hal ini menyiratkan bahwa
visibilitas fatamorgana dipengaruhi oleh banyak
parameter fisis, di antaranya suhu dan tekanan udara
lingkungan, jarak vertikal lapisan udara terhadap
permukaan panas, dan juga jarak horisontal pengamat ke
permukaan panas tersebut.
III. METODE PENELITIAN
Pengamatan visibilitas fatamorgana dilakukan di
landasan pacu Bandara SIM selama 17 hari dalam
periode Mei-September 2016 dengan jadwal pengamatan
seperti yang ditampilkan secara rinci pada Tabel 1.
Visibilitas fatamorgana mulai diamati sejak pagi hari saat
matahari mulai terbit hingga sore hari saat matahari
terbenam. Mengingat Stasiun Meteorologi Blang
Bintang, Aceh Besar mencatat suhu dan tekanan udara
lingkungan bandara SIM setiap hari dengan selang waktu
tiap 1 jam, maka hasil pengamatan visibilitas fatamor-
gana juga dicatat dengan interval waktu yang sama, yaitu
satu jam dimulai dari pukul 07.00 WIB pada pagi hari
hingga pukul 18.00 WIB pada sore hari. Selain dicatat
waktu kemunculannya, intensitas (ketebalan) dan
penyebaran fatamorgana juga diamati dan dicatat.
Selanjutnya waktu hilangnya fatamorgana tersebut juga
diamati dan dicatat. Hasil pengamatan visibilitas
fatamorgana setiap jam juga didokumentasikan dengan
menggunakan kamera.
Seperti yang terlihat pada Gambar 3, titik acuan untuk
mengamati kemunculan dan penyebaran fatamorgana
didasarkan pada garis-garis zebra di ujung landasan pacu
bandara, dan posisi pengamat adalah sekitar 100 m lurus
dari ujung landasan pacu. Titik-titik zebra ini sekaligus
menjadi titik acuan untuk melakukan pengamatan
visibilitas fatamorgana, apakah fatamorgana tampak atau
tidak. Kalau fatamorgana tidak tampak, maka dicatat
dengan simbol A. Apabila fatamorgana tampak (visibel),
38 Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu …..
Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42
ISSN 2548-9011
maka dicatat dengan simbol Vis, dan kemudian dilakukan
penentuan indeks ketebalan fatamorgana tersebut yang
disimbolkan dengan B, C, D, dan E seperti yang
ditampilkan pada Tabel 1. Fatamorgana didefinisikan
sebagai fatamorgana dengan intensitas sangat tebal,
visibilitas paling tinggi, penampakan paling terang, bila
seluruh bagian landasan pacu dalam kotak putih yang
telah ditentukan seperti disketsakan dalam Gambar 3
ditutupi fatamorgana. Fatamorgana dengan visibiltas
tertinggi ini diberi simbol E dalam pencatatan.
Fatamorgana dikatakan sangat tipis bila hanya muncul di
ujung kotak putih bagian terjauh dari pengamat, dan
diberi simbol B dalam pencatatan. Sementara untuk
kondisi-kondisi lain di antara kedua kondisi ini adalah
tidak ada fatamorgana sama sekali, ditulis dengan simbol
A, ada fatamorgana tipis, visibilitasnya rendah, diberi
simbol C, sementara kondisi ada fatamorgana tapi
intensitasnya tebal diberi simbol D. Lokasi pengamatan
ini selalu tetap untuk mendapatkan hasil yang lebih
relevan dan menghindari faktor-faktor lain yang
mempengaruhi hasil pengamatan. Posisi pengamat ini
ditentukan setelah melakukan survei awal pada beberapa
posisi pengamat yang berbeda-beda. Penentuan posisi
pengamat dilakukan dengan mempertimbangkan lintasan
matahari (dari terbit hingga terbenam) dan kejelasan
visibilitas fatamorgana yang dapat diamati. Karena
pengamatan dilakukan di landasan pacu bandara, maka
keselamatan pengamat selama pengamatan dilakukan
juga menjadi bagian penting untuk dipertimbangkan.
Gambar 3. Lokasi pengamatan fatamorgana (Google Maps).
Data suhu dan tekanan udara dalam lingkungan
landasan pacu Bandara SIM diambil dari basis data milik
Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh,
Indonesia. Parameter suhu dan tekanan udara di Stasiun
Meteorologi diperoleh berdasarkan hasil pengamatan
menggunakan beberapa alat ukur, yaitu termometer air
raksa, barometer air raksa, termometer digital, barometer
digital dan sensor. Suhu dan tekanan yang didapatkan
dari masing-masing jenis alat ukur ini dicocokkan dan
dikoreksi dengan sistem khusus hingga dianggap valid
sebagai suhu dan tekanan udara di lingkungan landasan
pacu Bandara SIM. Data suhu dan tekanan udara yang
dicatat oleh Stasiun Meteorologi khususnya yang tanggal
dan jamnya bersesuaian dengan tanggal dan jam
pengamatan visibilitas fatamorgana selama periode
penelitian diambil dan dianalisis untuk mendapatkan
hubungan antara suhu dan tekanan udara lingkungan
landasan pacu Bandara SIM dengan visibilitas
fatamorgana. Melalui data suhu dan tekanan udara
tersebut didapatkan nilai densitas partikel udara dengan
menggunakan persamaan (3) maupun indeks bias udara
menggunakan persamaan (4).
Nilai tekanan udara yang digunakan sebagai data
pengamatan adalah nilai tekanan udara di darat yang
disebut QFE (Query Field Elevation). Nilai QFE
diperoleh dari persamaan berikut:
QFE = P + (koreksi QFE) (5)
di mana QFE adalah tekanan udara di darat (mb) dan P
sebagai tekanan udara yang dibaca pada barometer (mb)
[15].
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan visibilitas fatamorgana di
landasan pacu Bandara SIM yang ditunjukkan dalam
Tabel 1 didapatkan bahwa semakin rendah atau semakin
kecil sudut yang dibentuk antara posisi mata pengamat
terhadap permukaan landasan pacu maka fatamorgana
menjadi tampak lebih jelas dan penyebarannya lebih
mendekat ke pengamat, begitu pula sebaliknya, bila
posisi mata pengamat semakin tinggi terhadap permukaan
landasan pacu, fatamorgana semakin terlihat menyusut
dan bahkan bisa hilang total. Fenomena ini menjadi salah
satu pertimbangan dalam menentukan posisi terbaik
pengamat dalam mengamati visibilitas fatamorgana.
Dalam kondisi cuaca normal, fatamorgana di landasan
pacu Bandara SIM telah muncul mulai pukul 07.00 WIB
pagi dan masih terlihat hingga pukul 18.00 WIB sore.
Pada cuaca normal tersebut, fatamorgana bahkan dapat
dilihat sesaat sebelum matahari terbit pada pagi hari dan
sesaat setelah matahari tenggelam pada sore hari. Namun,
karena keadaan yang tidak cukup terang pada awal pagi
maupun pada awal malam tersebut, fatamorgana tidak
dapat terlihat dengan jelas. Fenomena fatamorgana pada
landasan pacu ini berbeda dengan yang dijumpai di jalan
umum beraspal di mana fatamorgana akan cenderung
muncul pada saat siang hari. Beberapa faktor yang
diperkirakan sebagai sebab munculnya fatamorgana saat
pagi dan sore hari di landasan pacu bandara adalah faktor
kapasitansi dan difusivitas termal yang dimiliki landasan
pacu, tingkat kerataan permukaan landasan pacu, dan
kondisi lingkungan seperti tidak adanya pohon-pohon
yang tumbuh di dekat landasan pacu, sehingga energi
termal yang diperoleh pada siang hari dan faktor lainnya
tersebut mampu dengan mudah menyebabkan gradien
suhu udara lingkungan di atas permukaan landasan pacu.
Akibatnya, fatamorgana menjadi lebih mudah muncul di
atas permukaan landasan pacu bandara dibandingkan
dengan di atas permukaan jalan umum beraspal.
Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 39
Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42
ISSN 2548-9011
Pada saat cuaca mendung, visibilitas fatamorgana
tidak hilang secara menyeluruh, melainkan terlihat seperti
menipis dan menyusut atau berkurang luas
penyebarannya. Berdasarkan hasil pengamatan, seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 4, pada dasarnya
perubahan suhu dan tekanan udara pada setiap jamnya
selama pengamatan visibilitas fatamorgana dilakukan
tidak menunjukkan perubahan nilai yang signifikan,
berkisar 1ºC tiap jamnya. Namun, perubahan dari pagi ke
sore relatif signifikan. Perbedaan suhu udara pada pagi
hari dengan suhu pada sore hari dapat mencapai 5 ºC.
Namun perubahan yang kecil ini mampu mempengaruhi
indeks bias lapisan udara di atas permukaan landasan
pacu bandara. Perbedaan indeks bias yang begitu kecil
inilah yang menyebabkan dibutuhkan jarak yang cukup
panjang untuk mengamati fatamorgana. Pada saat hujan
(yang cukup lebat/lebat) fatamorgana tidak muncul,
disebabkan oleh air hujan yang turun membuat gradien
suhu pada setiap lapisan udara di atas permukaan
landasan pacu menjadi begitu kecil untuk dapat membuat
fatamorgana dapat terlihat. Pada Gambar 4 ditunjukkan
perubahan suhu dan tekanan udara lingkungan harian
pada tanggal 15 Mei 2016, 18 Juni 2016, dan 28 Agustus
2016 selama pengamatan. Ketiga data pada tanggal-
tanggal tersebut dimunculkan untuk mendeskripsikan
hasil studi pengamatan visibilitas fatamorgana yang
dilakukan pada hari-hari tersebut. Seluruh data hasil
pengamatan ditampilkan dalam Tabel 1.
Gambar 4 memperlihatkan perubahan suhu dan
tekanan udara lingkungan dari jam 07.00-18.00 WIB.
Pada jam 07.00 WIB, untuk ketiga hari yang berbeda
tersebut, suhu bervariasi dalam rentang antara 25 ºC – 28
ºC. Untuk ketiga hari tersebut dapat diamati bahwa suhu
tertinggi dimulai dari sekitar pukul 12.00-14.00 WIB dan
dapat terus meningkat hingga pukul 15.00 WIB. Suhu
mulai menurun mulai pukul 15.00 WIB hingga matahari
terbenam. Namun dapat saja terjadi kondisi lain seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4(b) di mana suhu terus
meningkat lalu hanya turun sedikit pada pukul 18.00
WIB. Hal ini menunjukkan kondisi hari yang sangat
cerah dan panas. Intensitas matahari yang tinggi dimulai
pada saat pagi hari hingga siang hari menyebabkan
permukaan bumi khususnya di lingkungan landasan pacu
menyimpan energi termal yang besar sehingga saat sore
hari, suhu udara cenderung tidak menurun akibat energi
panas yang masih didapatkan udara dari lingkungan.
Selain itu perubahan suhu dapat dipengaruhi oleh awan
dan hujan. Intensitas matahari dapat berkurang bila
terdapat awan, akibatnya faktor tersebut akan
mempengaruhi profil vertikal suhu udara. Faktor lain
dapat saja terjadi akibat kurangnya ketelitian dalam
pembacaan alat ukut termometer air raksa atau kurangnya
tingkat sensitivitas dan efesiensi alat ukur.
Untuk tekanan udara, secara rerata tekanan tertinggi
untuk ketiga hari pengamatan tersebut terjadi pada pukul
09.00-10.00 WIB. Sementara tekanan terendah teramati
telah diketahui dengan baik bahwa untuk volume pada sa-
at menjelang sore hari atau pada sore hari dalam rentang
waktu mulai pukul 15.00-18.00 WIB. Seperti fluida
konstan maka tekanan fluida berbanding lurus dengan su-
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Perubahan suhu dan tekanan terhadap waktu
pengamatan fatamorgana setiap jamnya pada a) 15 Mei , (b) 8
Juni dan (c) 28 Agustus 2016.
hu fluida tersebut. Prinsip ini dikenal sebagai hukum
Gay-Lussac. Namun, dalam kondisi sekarang
pengamatan visibilitas fatamorgana, volume fluida yaitu
udara pada lingkungan landasan pacu bandara tidak
konstan, sehingga yang terjadi adalah bila suhu udara
tinggi, maka volume udara akan berkembang, dan
tekanan udara menjadi rendah. Sebaliknya, bila suhu
40 Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu …..
Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42
ISSN 2548-9011
udara rendah, maka tekanan udara menjadi tinggi. Hal ini
ditunjukkan pada ketiga grafik (a), (b), dan (c) dalam
Gambar 4, di mana pada saat suhu udara tinggi, maka
tekanan udara menjadi rendah. Tekanan rendah
menunjukkan adanya awan hujan dan cuaca yang tidak
menentu. Angin bertiup dari zona bertekanan tinggi ke
zona bertekanan rendah. Kekuatan angin bergantung pada
besarnya perbedaan tekanan udara. Jika perbedaannya
besar, maka kecepatan udara semakin meningkat.
Perubahan suhu dan tekanan udara lingkungan harian
tersebut berdampak pada perubahan densitas partikel-
partikel udara, seperti dirumuskan dalam persamaan (3).
Sebagaimana diketahui, perubahan densitas udara meru-
pakan faktor primer yang menyebabkan terjadinya
fatamorgana karena adanya gradien indeks bias atau
perubahan indeks bias lapisan udara-lapisan udara secara
vertikal di atas permukaan yang panas akibat paparan
cahaya matahari secara kontinu. Oleh karena itu
perubahan suhu dan tekanan udara lingkungan sangat
berpengaruh pada visibilitas fatamorgana seperti yang
ditabulasi dalam Tabel 1. Dalam pengamatan visibilitas
fatamorgana ini, pengamat tidak meninjau secara spesifik
perbedaan suhu, tekanan atau densitas dari setiap lapisan
udara di atas landasan, namun nilai dari parameter-
parameter yang diperoleh tersebut merupakan nilai rerata
yang menunjukkan kondisi lingkungan terjadinya
fatamorgana di landasan pacu Bandara SIM. Berdasarkan
persamaan (4) didapatkan nilai densitas udara di atas
permukaan landasan pacu Bandara SIM yang ditunjukkan
pada Gambar 5.
Gambar 5 memperlihatkan hubungan densitas partikel
udara pada lingkungan landasan pacu Bandara SIM
terhadap visibilitas fatamorgana yang diungkapkan
dengan indeks ketebalannya. Seluruh data hasil
pengamatan ditampilkan pada Tabel 1. Visibilitas
fatamorgana dikuantitasisasi melalui indeks angka
dengan tujuan agar dapat dilihat dengan lebih jelas
hubungan keduanya dalam bentuk grafik. Kuantisasi ini
dilakukan dengan mengelompokkan visibilitas fatamor-
gana ke dalam 5 kelompok, yaitu A (fatamorgana tidak
ada, diberi nilai indeks ketebalannya 50-60), B
(fatamorgana ada, namun sangat tipis, nilainya 60-70), C
(fatamorgana ada, tipis, nilainya dibuat 70-80), D (fata-
morgana ada, tebal, nilainya 80-90), dan E (fatamorgana
ada, sangat tebal, nilainya 90-100).
Pada umumnya, densitas udara pada pagi hari bernilai
besar dan bernilai paling kecil pada saat siang hari
dengan rentang waktu dari pukul 12.00-15.00 WIB. Hal
ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Kondisi ini
sesuai dengan yang ditunjukkan pada Gambar 4, di mana
suhu paling tinggi dan tekanan paling rendah terjadi pada
pukul tersebut. Ini menunjukkan konsistensi hasil
pengukuran dan pemenuhan persamaan (2), (3) dan (4).
Karena saat suhu udara tinggi dan tekanannya rendah,
jarak antar partikel udara menjadi lebih besar sehingga
kerapatannya menjadi berkurang, oleh sebab itu densitas
udara menjadi lebih kecil. Berdasarkan Gambar 5, dapat
dilihat bahwa saat nilai densitas udara besar, di mana su-
hu udara rendah dan tekanan besar, maka fatamorgana
cenderung sangat tipis. Hal ini karena gradient densitas
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Perubahan densitas udara dan visibilitas
fatamorgana terhadap waktu pengamatan dari jam 07.00-18.00
WIB pada (a) 15 Mei, (b) 8 Juni, (c) 28 Agustus 2016.
Keterangan visibilitas fatamorgana: A (tidak ada), B (ada,
sangat tipis), C (ada, tipis), D (ada, tebal), E (ada, sangat tebal).
udara pada setiap lapisan kecil akibat suhu udara
lingkungan yang rendah. Sebaliknya saat densitas udara
kecil, di mana suhu udara tinggi dan tekanan cenderung
kecil, maka fatamorgana cenderung terlihat tebal.
Meskipun pengukuran suhu, tekanan dan perhitungan
nilai densitas udara ditujukan untuk parameter
Tjoet Nia Usmawanda - Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Lingkungan Terhadap Visibilitas Fatamorgana di Landasan Pacu ….. 41
Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2018) 35-42
ISSN 2548-9011
lingkungan secara umum, bukan untuk setiap lapisan
udara diatas permukaan terjadinya fatamorgana, namun
nilai dari parameter ini dapat mewakili deskripsi
terjadinya fatamorgana. Bahwa suhu lingkungan juga
tekanan yang mengikutinya akan mempengaruhi gradien
suhu lapisan udara sehingga berakibat pula pada
berubahnya tebal serta luasan suatu fatamorgana.
V. KESIMPULAN
Fatamorgana sangat sering muncul di landasan pacu
Bandara SIM. Fatamorgana yang terjadi tersebut
merupakan fatamorgana jenis inferior. Hal yang menarik
bahwa, pada kondisi cerah fatamorgana telah muncul saat
matahari terbit dan bahkan diperkiran telah muncul sesaat
sebelum matahari terbit, namun disebabkan keadaan
belum cukup terang sehingga fenomena ini tidak dapat
dilihat dengan jelas. Dari pukul 7.00-13.00 WIB
fatamorgana muncul dan terus menyebar hingga
mencapai keadaan paling luas/tebal pada pukul 13.00-
15.00 WIB, selanjutnya mengalami sedikit penyusutan
pada jam 15.00-18.00 WIB dan masih tetap tampak
hingga matahari terbenam. Fatamorgana dapat hilang
total bila hujan turun dengan cukup lebat. Pada saat cuaca
mendung atau gerimis, fatamorgana tetap terlihat. Diduga
hal ini disebabkan oleh kapasitansi dan difusivitas termal,
tingkat kerataan permukaan, dan kondisi lingkungan
landasan pacu. Perubahan suhu dan tekanan secara rata-
rata di lingkungan landasan pacu ikut mempengaruhi
visibilitas fenomena fatamorgana melalui pengaruhnya
pada gradien suhu udara. Semakin rendah suhu, maka
akan diikuti dengan semakin besarnya tekanan dan
mengakibatkan semakin besar densitas udara, sehingga
fatamorgana yang muncul semakin tipis. Sebaliknya,
semakin tinggi suhu, semakin kecil tekanan, dan semakin
kecil densitas udara, sehingga fatamorgana yang muncul
semakin tebal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Para penulis menyampaikan terimakasih banyak kepada
seluruh Staf Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh
Besar, Aceh, Indonesia atas dukungan dan bantuan
selama pengumpulan data penelitian ini. Selain itu para
penulis juga menyampaikan terimakasih kepada pihak
pengelola Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda
(SIM) Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh atas pemberian
izin dan bantuan pelaksanaan pengamatan fatamorgana di
landasan pacu bandara.
PUSTAKA
1. T. Kosa and P. Palffy-Muhoray, Mirage Mirror on The
Wall, Am. J. Phys, American Association of Physics
Teachers, vol. 68, no. 12, 2000,pp. 1120-1122.
2. W. H. Lehn and H. L. Sawatzky, 1975. Image Transmission
under Archtic Mirage Conditions, University of Manitoba,
Winnipeg, Man, 1975, pp. 120-128.
3. M. Vollmer Mirrors in The Air: Mirages in Nature and in
The Laboratory, IOP Science Physics Education, vol. 44,
no. 2, 2009, pp. 165-174.
4. H. D. Young and R. A. Freedman, Fisika Universitas Jilid I,
Terjemahan dari University Physics Tenth Edition, oleh
Endang Juliastuti, Erlanga, 2002.
5. M. Vollmer, J. A. Shaw and P. W. Nugent, Visible and
Invisible Mirages: Comparing Inferior Mirages in the
Visible and Thermal Infrared, Applied Optics, vol. 54, no. 4,
2015, pp. B76-B84
6. W. H. Lehn, Inversion of Superior Mirage Data to Compute
Temperature Profiles, J. Opt. Soc. Am, vol. 73, no. 12, 1983,
pp. 1622-1625.
7. S. D. Gedzelman and M. Vollmer, Atmospheric Optical
Phenomena and Radiative Transfer, American
Meteorological Society, vol. 89, no. 4, 2008, pp. 471-485.
8. M. Vollmer and R. Greenler, Halo and Mirage
Demonstration in Atmospheric Optics, Applied Optic, vol.
42, no. 3, 2003, pp. 394-398.
9. R. A. Serway and J. S. Faughn, College Physics Second
Edition, Saunders College, 1989.
10. E. Hecht, Optics Fourth Edition, Adison Wiley, 2003.
11. R. A. Serway and Jr. W. Jewett, Fisika Untuk Sains dan
Teknik, Terjemahan dari Physics For Scientist and
Engineers With Modern Physics, oleh Eriswan Sungkono,
Salemba Teknika, 2009.
12. D. Gutierrez, F. J. Seron, A. Munoz and O. Anson,
Simulation of Atmospheric Phenomena, Science Direct,
Computers and Graphics, vol. 30, no. 6, 2006, pp. 994-
1010.
13. A. T. Young, G. W. Kattawar andP. Parviainen, Sunset
Science The Mock Mirage, Applied Optics, vol. 36, no.12,
1997, pp. 2689-2700.
14. W. D. Bruton and G. W. Kattawar,Unique Temperature
Profiles for The Atmosphere Below an Observer From
Sunset Images, Applied Optics, vol. 36, no. 27, 1997, pp.
6957-6961.
15. Y. Swarinoto, Teknik Dasar Pengolahan Database Iklim,
BMKG, 2013.