Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

21
I. DEFINISI Tinea kapitis adalah penyakit infeksi dermatofita pada rambut dan kulit kepala. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies Trichophyton dan Microsporum, kecuali Trichophyton concentricum. Tinea kapitis juga biasa disebut sebagai scalp ringworm, tinea tonsurans dan herpes tonsurans. Pada umumnya lebih sering menginfeksi anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Infeksi juga dapat meliputi alis mata dan bulu mata. Diagnosis awal pada tinea kapitis sangat diperlukan untuk mengontrol transmisi dari penyakit, mencegah luka dan hilangnya rambut secara permanen. 1,2,3 Tinea kapitis adalah penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya jika terjadi pada usia di bawah 20 tahun dengan sistem pertahanan tubuh yang baik. Prevalensi tinea kapitis bergantung pada kondisi lingkungan, kebersihan diri dan tingkat kerentanan masing-masing individu. 3,4 II. EPIDEMIOLOGI Tinea kapitis paling sering diamati pada anak- anak diantara umur 3 sampai 14 tahun. Efek fungistatik asam lemak dalam sebum dapat membantu 1

Transcript of Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Page 1: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

I. DEFINISI

Tinea kapitis adalah penyakit infeksi dermatofita pada rambut dan kulit

kepala. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies Trichophyton dan

Microsporum, kecuali Trichophyton concentricum. Tinea kapitis juga biasa

disebut sebagai scalp ringworm, tinea tonsurans dan herpes tonsurans. Pada

umumnya lebih sering menginfeksi anak-anak dibandingkan dengan orang

dewasa. Infeksi juga dapat meliputi alis mata dan bulu mata. Diagnosis awal

pada tinea kapitis sangat diperlukan untuk mengontrol transmisi dari penyakit,

mencegah luka dan hilangnya rambut secara permanen.1,2,3

Tinea kapitis adalah penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya jika

terjadi pada usia di bawah 20 tahun dengan sistem pertahanan tubuh yang

baik. Prevalensi tinea kapitis bergantung pada kondisi lingkungan, kebersihan

diri dan tingkat kerentanan masing-masing individu.3,4

II. EPIDEMIOLOGI

Tinea kapitis paling sering diamati pada anak-anak diantara umur 3

sampai 14 tahun. Efek fungistatik asam lemak dalam sebum dapat membantu

menjelaskan terjadinya penurunan yang tajam terhadap insiden terjadinya

tinea kapitis setelah pubertas.1

Penelitian lain menunjukkan bahwa onset umur pada tinea kapitis dalam

rentang umur 5-10 tahun (63,5%). Rasio antara pria : wanita adalah 2,8 : 1.

Tipe tersering adalah tipe seboroik (47,36%) diikuti dengan tipe black dot dan

kerion (26,31%).3

1

Page 2: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

0-4 Tahun

5-10 Tahun

11-14 Tahun

15-20 Tahun

> 20 Tahun

0123456789

10

PriaWanita

Diagram 1 . Onset umur dan rasio pria : wanita pada tinea kapitis3

Biasanya terjadi perbedaan spesies jamur yang menginfeksi antara tiap

Negara. Prevalensi keseluruhan dari karier di amerika berkisar pada 4%

dengan prevalensi tertinggi sebesar 13% pada anak-anak perempuan Amerika

yang keturunan Sub-Sahara-Afrika. Tinea kapitis lebih sering menyerang

anak-anak keturunan Afrika dengan alasan yang masih tidak diketahui.

Trichophyton tonsurans merupakan spesies yang paling banyak ditemukan di

Amerika dan M. canis menjadi penyebab utama terjadinya tinea kapitis di

Eropa.1

Penularan tinea kapitis dapat terjadi dari manusia ke manusia dan dari

binatang ke manusia. Penularan mengalami peningkatan pada kebersihan diri

yang menurun, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. 1,5

III. ETIOLOGI

Tinea kapitis disebabkan oleh dermatofita dari spesies Trichophyton dan

Microsporum, misalnya T. tonsurans, T. verrucosum, M. canis, M. audouinii,

M. gypseum. Semua dermatofita yang dapat menyebabkan tinea kapitis dapat

menyerang kulit yang tidak berambut dan dapat juga menyerang kuku.

Dermatofita yang menyebabkan tinea kapitis berbeda-beda antara tiap

wilayah.1,6

2

Page 3: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Perkembangan infeksi tinea kapitis dalam beberapa tahun terakhir

adalah peningkatan M. canis sebagai organisme paling dominan di beberapa

bagian di Eropa dan penyebaran T. tonsurans pada komunitas perkotaan di

Amerika.6

IV. PATOGENESIS

Infeksi rambut oleh dermatofita melalui 3 jalur, yaitu ektotriks,

endotriks dan favus. Dermatofita menginvasi stratum korneum kulit kepala,

menyebar ke rambut lainnya dan batang rambut pada fase anagen sebelum

turun ke folikel untuk menginvasi korteks. Seiring bertumbuhnya rambut,

bagian yang terinfeksi semakin ke atas, dimana bagian tersebut dapat terlepas

karena semakin rapuh.1

Pada infeksi ektotriks, hanya artrokonidia pada permukaan batang

rambut yang dapat terlihat. Hifa terdapat di dalam batang rambut dan

menghancurkan kutikula. Pada pemeriksaan wood lamp, tergantung jenis

spesies yang menjadi penyebab, akan tampak fluoresensi berwarna kuning-

kehijauan.1

Pada infeksi endotriks, artrokonidia dan hifa tetap berada di dalam

batang rambut. Korteks dan kutikula tetap dalam keadaan baik1. Hifa mengisi

seluruh batang rambut, sehingga rambut yang terinfeksi menjadi rapuh dan

patah pada bagian yang dekat dengan permukaan kulit kepala. Pada

pemeriksaan wood lamp, organisme penyebab infeksi endotriks tidak

memberikan gambaran fluoresensi.6

Favus memiliki karakteristik hifa yang bersusun secara garis

memanjang dan ruang udara di dalam batang rambut1. Rambut yang terinfeksi

lebih sedikit mengalami kerusakan dibandingkan pada ektotriks dan endotriks,

dan rambut masih mungkin untuk terus bertumbuh. Pada pemeriksaan wood

lamp, tampak gambaran berwarna hijau keabu-abuan.6

3

Page 4: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Gambar 1. Tiga bentuk infeksi pada rambut yang disebabkan oleh

dermatofita2

V. GEJALA KLINIK DAN KLASIFIKASI

Gejala klinik tinea kapitis bergantung pada spesies yeng menyebabkan

infeksi dan juga faktor lain seperti respon imun dari orang yang terinfeksi.

Pada umumnya, infeksi dermatofita menyebabkan alopesia, lesi bersisik dan

berbagai reaksi inflamasi, ataupun gambaran-gambaran klinis yang khas.1,7

Tipe lesi non-inflamasi, lesi dominan berupa skuama, sehingga disebut

juga bentuk seboroik dari tinea kapitis. Sering disebabkan oleh organisme

antropofilik, seperti M. audouinii atau M. Ferrugineum. Artrokonidia

membentuk pembungkus di sekitar rambut yang terinfeksi dan menjadikannya

keabu-abuan, sehingga rambut tersebut patah pada daerah dekat kulit kepala.

Alopesia mungkin tidak terlihat atau pada beberapa kasus inflamasi, tampak

skuama eritem berbatas tegas dari alopesia dengan rambut-rambut yang patah

(gray patch).1

Tipe lesi inflamasi, lebih sering disebabkan oleh organisme zoofilik atau

geofilik, seperti M. canis, M. gypseum, T. verrucosum. Inflamasi, yang mana

merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap infeksi, berupa pustul folikel

sampai furunkel atau kerion.1

4

Page 5: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Berdasarkan gambaran klinis yang khas, tinea kapitis dapat dilihat

dalam 4 bentuk, yaitu :7

1. Grey patch ringworm

Biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada

anak-anak. Dimulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut,

kemudian melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan

bersisik. Rambut menjadi abu-abu dan terlepas dari akarnya, sehingga

mudah dicabut. Semua rambut di daerah tersebut diserang oleh jamur,

sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat

sebagai grey patch. Pada pemeriksaan dengan wood lamp, dapat dilihat

fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang terinfeksi

melampaui batas-batas grey patch.7

Gambar 2. “Grey patch” tinea kapitis1

2. Black dot ringworm

Disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Pada permualaan,

gambaran klinis menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus

Microsporum. Rambut yang terinfeksi patah, tepat pada muara folikel,

5

Page 6: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan spora. Ujung

rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas,

yaitu black dot.7

Gambar 3. “Black dot” tinea kapitis yang disebabkan oleh T. Tonsurans1

3. Kerion

Merupakan reaksi peradangan yang berat, berupa pembengkakan yang

menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di

sekitarnya. Lebih sering terlihat bila disebabkan oleh M. canis dan M.

gypseum, agak kurang terlihat bila disebabkan oleh T. tonsurans dan

sedikit sekali bila disebabkan oleh T. violaceum. Kelainan ini dapat

menimbulkan jaringan parut dan berakibat pada alopesia yang menetap.7

6

Page 7: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Gambar 4. Kerion1

4. Favus

Dermatofita yang dapat menyebabkan favus adalah T. schoenleinii, T.

violaceum dan M. gypseum. Biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil

di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi

krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Krusta

tersebut biasanya ditembusi oleh satu atau dua rambut. Rambut kemudian

tidak terlihat lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, akan terjadi

perluasan ke seluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Biasanya

dapat tercium bau tikus (mousy odor).7

7

Page 8: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Gambar 5. Favus yang disebabkan oleh T. schoenleinii1

VI. DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan

lampu wood, pemeriksaan mikroskopik rambut dan kultur jamur. Pada

umumnya, infeksi dermatofita menyebabkan alopesia, lesi bersisik dan

berbagai reaksi inflamasi, ataupun gambaran-gambaran klinis yang khas.1,7

Gambaran klinis yang didapatkan dapat berupa grey patch ringworm,

black dot ringworm, kerion, ataupun favus7. Pada pemeriksaan wood lamp,

dapat terlihat gambaran fluoresensi sesuai dengan tipe jamur penyebab

infeksi1. Pada pemeriksan mikroskopik, dapat terlihat spora yang berada di

dalam rambut (endotriks) ataupun di luar rambut (ektotriks). Pada

pemeriksaan kultur jamur untuk mengetahui spesies jamur yang menginfeksi.7

VII. DIAGNOSIS BANDING

8

Page 9: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Dalam mendiagnosis tinea kapitis, perlu dipertimbangkan dengan

folikulitis stapilokokus kronik, pedikulosis kapitis, psoriasis, dermatitis

seboroik, sifilis sekunder, trikotilomania, alopesia areata, lupus eritematous,

liken planus, liken simpleks kronis, kondisi inflamasi follikular.8

Pada alopesia areata, patch yang terkena terlihat halus dan licin tanpa

adanya tanda inflamasi dan skuama. Dermatitis seboroik, area yang terkena

terlihat kering disertai skuama tanpa adanya kerusakan dari rambut.

Dermatitis atopi, jarang dihubungkan dengan infeksi pada kulit kepala.

Psoriasis, terkadang infeksi bersifat difus, terlihat eritem dengan skuama

berwarna putih atau silver. Liken simpleks kronis, biasanya lokasinya pada

bagian pinggir oksipital bawah. Trikotilomania, mirip seperti alopesia areata

(tanpa tanda inflamasi dan skuama).8

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan mikologik untuk membantu diagnosis terdiri atas

pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya

pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang dan imunologik tidak

diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur

diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan kuku.7

a. Wood Lamp

Infeksi yang disebabkan oleh M. canis dan M. audounii dapat didiagnosis

menggunakan wood lamp, dimana timbul warna kehijauan pada batang

rambut dengan infeksi ektotriks. Sedangkan infeksi yang disebabkan T.

tonsuran tidak dapat didiagnosis dengan wood lamp karena tidak timbul

warna kehijauan pada sisik pada tepi lesi.9

Bentuk Infeksi Dermatofita Fluoresensi

9

Page 10: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Endotriks T. soudanense

T. violaceum

T. tonsurans

T. gourvilii

T. yaoundei

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ektotriks M. canis

M. audouinii

M. distortum

M. ferrugineum

M. fulvum

M. gypseum

M. megninii

M. interdigitale

M. rubrum

M. verrucosum

Kuning – kehijauan

Kuning - kehijauan

Kuning – kehijauan

Kuning – kehijauan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Favus T. schoenleinii Biru – keabuan,

Jarang terjadi

Tabel 1. Bentuk infeksi dan fluoresensi1

b. Mikroskopi

Spesimen harus termasuk akar rambut dan sisik kulit. Pada sisik kulit

biasa ditemukan hifa dan artrospora. Pada infeksi ektotriks, artrospora

terlihat mengelilingi batang rambut dalam kutikula. Pada infeksi

endotriks, spora di dalam batang rambut. Pada favus, artrospora dan

ruangan udara dalam batang rambut.9

c. Kultur jamur

Spesimen yang diambil adalah rambut yang rontok sebanyak 3 lembar

pada daerah yang dicurigai terkena infeksi. Lalu rambut ditempatkan di

10

Page 11: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

slide dan ditambahkan KOH 10%-20%. Lalu spesimen dihangatkan

sampai rambut maserasi. Lalu spesimen ditambahkan dengan dimethyl

sulfoxida (DMSO) 40%. Setelah spesimen bersih dari keratin, spesimen

dapat ditanamkan pada Saboroud Dextrose Agar untuk dibuat kultur

jamur8. Pada area yang terinfeksi untuk mengambil spesimen dapat

digunakan cotton swab atau dry toothbrush, lalu spesimen dapat disimpan

didalam medium. Pertumbuhan dermatofita biasa terlihat setelah 10-14

hari.9

IX. TERAPI

Tinea kapitis adalah penyakit yang sering terjadi pada usia sekolah,

insiden meningkat pada negara-negara berkembang dimana tingkat kebersihan

seseorang masih rendah. Maka dari itu diperlukan edukasi pada anak-anak

usia sekolah mengenai cara menjaga kebersihan diri untuk menurunkan angka

kejadian.5

Infeksi pada kulit yang berambut biasanya sangat memerlukan

pengobatan antifungi per oral. Hal ini dikarenakan dermatofita yang

menginvasi sampai ke folikel rambut biasanya diluar jangkauan dari obat

topikal. Griseofulvin bersamaan dengan allylamine (terbinafin) dan triazol

oral (itrakonazol dan flukonazol) merupakan pengobatan paling aman dan

efektif untuk tinea capitis.1

Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik dengan dosis

500-1000 mg untuk orang dewasa dan 250-500 mg untuk anak-anak atau 10-

25 mg/kg BB. Lama terapi bergantung pada lokasi penyakit, penyebab

penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis, dilanjutkan

pengobatan selama 2 minggu agar tidak residif. Untuk meningkatkan absorpsi

obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang

banyak mengandung lemak.7

11

Page 12: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Pemberian obat lainnya yang juga efektif adalah ketokonazol yang

bersifat fungistatik. Pada kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin

dapat diberikan dengan dosis 200 mg per hari selama 10-14 hari pada pagi

hari. Kontraindikasi pemberian ketokonazol adalah pada penderita dengan

riwayat kelainan hepar.7

Sebagai pengganti ketokonazol, dapat diberikan obat itrakonazol dengan

dosis 2 x 100-200 mg per hari dalam kapsul selama 3 hari. Diberikan dalam 3

tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap selama 1 minggu dengan dosis 2x

200 mg sehari dalam kapsul.7

Terbinafin merupakan obat yang bersifat fungisidal dan dapat diberikan

sebagai pengganti griseofulvin. Dosis yang dianjurkan 62,5 mg – 250 mg

sehari, bergantung pada berat badan. Pemberian obat selama 2-3 minggu.7

Terapi tambahan yang dapat diberikan berupa pemberian sampo yang

mengandung bahan selenium sulfide (1% dan 2,5%), zync pyrithione (1% dan

2%), povidone iodine (2,5%), atau ketokonazol (2%). Bahan-bahan tersebut

membantu menghilangkan dermatofita dari kulit kepala. Penggunaan sampo

sebaiknya 2-4 kali dalam seminggu selama 2-4 minggu.1

X. PROGNOSIS

Prognosis penyakit tinea kapitis, pada umumnya kekambuhan tidak

terjadi apabila mendapat pengobatan yang adekuat. Peningkatan tingkat

kekambuhan dapat terjadi jika terpapar dengan penderita yang terinfeksi,

karrier yang asimptomatik ataupun benda-benda yang terkontaminasi.8

Pada umur sekitar 15 tahun, walaupun tanpa pengobatan dapat terjadi

penyembuhan spontan. Kecuali pada infeksi yang disebabkan T. tonsurans,

dimana sering menetap hingga dewasa.8

XI. KOMPLIKASI

12

Page 13: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

Komplikasi berupa infeksi sekunder dapat terjadi apabila kebersihan diri

yang tidak baik. Pada penderita dengan infeksi favus, hal ini dapat bertahan

hingga dewasa,.8, 9

Lesi kerion yang kronik dan favus yang tidak diberikan terapi yang

adekuat akan menyebabkan terjadinya alopesia sikatrik. Hal ini dapat

diperparah apabila terinfeksi oleh kuman Staphylococcus aureus.9

DAFTAR PUSTAKA

13

Page 14: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

1. Schieke S.M. & Garg A. 2012. Superficial Fungal Infection. In.

Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. Goldsmith L.A. et.al.

editors. 8th ed. McGraw Hill. p:3247-3251; 3262-3263.

2. Sobera J. O. & Elewski B. E. Fungal Diseases. 2008. In. Dermatology.

Bolognia J.L. et.al. editors. 2nd ed. Mosby Elsevier. United State. Ch:76.

3. Bose S., Kulkarni S. G. & Akhter I. 2011. The Incidence of Tinea Capitis

in A Tertiary Care Rural Hospital. Journal of Clinical and Diagnostic

Research. 5(2):307-311.

4. Mane V. et.al. 2013. Tinea Capitis Infection in Children Along with

Tertiary Care Hospitals With Reference to In Vitro Antifungal

Susceptibility Testing of Dermatophyte Isolate. International Journal of

Research and Reviews in Pharmacy and Applied science. 3(1): 199-208.

5. Carold J. F. et.al. 2011. Outbreak of Tinea Capitis And Corporis in A

Primary School in Antananarivo, Madagacar. The Journal of Infection

Developing Countries. 5(10):732-736.

6. Hay R. J. & Ashbee H. R. 2010. Mycologi. In. Rook’s Textbook of

Dermatology. Burns T. et.al. editors. 8th ed. Willey-Blackwell. United

Kingdom. Ch:36.

7. Budimulja U. 2010. Mikosis. Dalam. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. 6th ed. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta. Hlm:95-100

8. James W.D., Berger T.G., And Elston D.M. 2006. Andrews’ Diseases of

The Skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Elsevier. Canada. Ch:15. p:298-

301

9. Wolff K. & Johnson R. A. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis of

Clinical Dermatology. McGraw Hill. Ch:25. p:709-715.

14

Page 15: Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis

LAMPIRAN

15