Thesis na rev.docx
-
Upload
herry-montzer -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
Transcript of Thesis na rev.docx
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
1/120
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. PendahuluanIndonesia merupakan wilayah yang memiliki konvergensi lempeng yang sangat rumit,
dimana terdiri dari subduksi, collision, back-arc thrusting , back-arc dan opening faults.
Kompleksitas ini bila ditinjau dari sudut pandang geofisik menempatkan Indonesia sebagai
salah satu daerah yang paling aktif di dunia. Tidak kurang dari 460 gempa dengan magnitudo
M > 4.0 terjadi setiap tahunnya (Ibrahim, dkk., 1989). Banyak di antara gempa-gempa besar
menimbulkan kerusakan yang sangat besar serta jumlah kematian yang sangat tinggi. (Latief,
dkk, 2000). Banyak diantara gempa dangkal yang besar yang terjadi di bawah laut
membangkitkan tsunami besar. Tsunami ini juga menimbulkan kerugian serta kematian jiwa
yang cukup tinggi. Selain tsunami dibangkitkan oleh gempa, juga tsunami dapat ditimbulkan
oleh erupsi gunung api bawah laut, dan tanah lonsor. Salah satu contoh tsunami yang
dibangkitkan oleh aktivitas volkanik adalah tsunami yang ditimbulkan oleh erupsi GunungApi Krakatau 1883 di Selat Sunda yang menyebabkan korban jiwa manusia tidak kurang dari
36.000 orang. Bencana gempa tsunami Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004
dengan koraban jiwa tidak kurang dari 300.000 jiwa dimana 230.000 diantaranya adalah
rakyat Indonesia serta Gempa Nias yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005 dengan koraban
tidak kurang dari 650 jiwa mempertegas bahwa NKRI adalah daerah rawan bencana gempa
dan tsunami.
Kompleksitas kondisi geologi dengan segala masalah yang akan ditimbulkannya
kemudian diperburuk oleh kondisi tata ruang di Indonesia yang kurang sesuai dengan kondisi
alami tersebut, hal ini dapat dilihat dari sebagian besar pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia
berlokasi di wilayah pesisir, misalnya Jakarta, Medan, Banda Aceh, Surabaya, Makassar dan
lain-lain. Selain itu menurut data statistik kependudukan, hampir 60% penduduk Indonesia
bermukim di wilayah pesisir, sehingga resiko korban jiwa karena ancaman Tsunami sangat
besar.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
2/120
Kota Cilegon sebagai salah satu kota yang mempunyai tingkat kepadatan dan aktivitas
perekokonomian yang cukup tinggi merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyairesiko bencana alam tsunami yang cukup tinggi. Posisi geografis Kota Cilegon yang berada di
sepanjang pantai barat Pulau Jawa dengan karakter topografi yang cukup landai merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan Kota Cilegon mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi.
Selain itu historikal data menunjukkan bahwa pernah terjadi tsunami disekitar pantai barat
pulau Jawa ini pada tahun 1883 yang disebabkan oleh letusan gunung krakatau. menunjukkan
adanya aktivitas tektonik disekitar perairan Kota Cilegon, hal ini diperkuat dengan kajian
Geologi yang menyebutkan bahwa Kota Cilegon berhadapan dengan sesar aktif di Busur
Sunda.
Sehubungan dengan resiko bencana Tsunami di Kota Cilegon, maka perlu disusun
perencanaan pembangunan wilayah yang kajian resiko bencana Tsunami sebagai salah satu
faktor utama perencanaan. Salah satunya adalah dengan menyusun zonasi kawasan pesisir
yang berbasis pada kajian mitigasi bencana alam Tsunami. Dimana pada perencanaan spatial
ini mengatur keruangan yang ’ramah’ bencana dengan tingkat kerentanan wilayah
(vulnerability) yang rendah serta ketahanan wilayah (capability) yang cukup tinggi. Hal ini
diaplikasikan dengan menyusun zona-zona budidaya dan konservasi yang disesuaikan dengan
tingkat kerentanan dan ketahanan wilayah, dalam hal ini adalah Kota Cilegon.
1.2. Perumusan MasalahDari latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalah yang menjadi latar belakang
penelitian yaitu lokasi Kota Cilegon sebagai lokasi studi yang secara geografis dan geologi
berada disekitar ancaman bencana tsunami dan pemanfaatan lahan eksisting Kota Cilegon
dengan aktivitas ekonomi yang tinggi disekitar kawasan pantai.
1.3. TujuanTujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat resiko
bencana alam tsunami di Kota Cilegon berdasarkan pengolahan data spasial serta data statistik
kewilayahan.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
3/120
1.4. SasaranAdapun sasaran yang dicapai untuk dapat memenuhi tujuan diatas adalah:
Mengidentifikasi ancaman bencana Inventarisasi komponen kerentanan wilayah Melakukan pemetaan kerentanan wilayah Menyusun analisis resiko bencana alam tsunami Melakukan analisis ambang batas (threshold analysis) berdasarkan analisis resiko
bencana tsunami
1.5. Manfaat dan Relevansi PenelitianDengan mengetahui tingkat resiko bencana suatu wilayah, termasuk tingkat
kerentanannya berdasarkan kriteria yang berkaitan dapat membantu dalam menyusun
perencanaan wilayah agar dapat mengoptimalkan tujuan pembangunan fisik yang ditentukan.
Pembangunan dan resiko bencana merupakan dua hal yang berlawanan akan tetapi satu sama
lain berkaitan. Bencana merupakan faktor yang dapat menghambat atau bahkan
menghancurkan hasil pembangunan yang telah dicapai, sebaliknya pembangunan yang tidak
berdasarkan penilaian kondisi alamiah lingkungan akan menempatkan wilayah tersebut pada
tingkar resiko bencana yang tinggi.
Tingkat resiko bencana merupakan bagian dari penyusunan perencanaan tata ruang.
Dengan mengetahui tingkat resiko bencana, proses perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan wilayah dapat diselaraskan dengan kondisi alami. Selain itu, pemahaman
kerentanan serta tingkat resiko dijadikan sebagai dasar dalam melakukan deliniasi zona
ambang batas untuk menentukan zona limitasi, kendala serta zona yang dapat dikembangkan
sesuai dengan kondisi resiko bencana wilayah.
1.6. Batasan Masalah1.6.1. Lokasi
Lokasi studi adalah di Kecamatan Ciwandan dan Citangkil, Kota Cilegon. Secara
geografis kedua kecamatan ini memiliki wilayah pantai yang berhadapan langsung dengan
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
4/120
Selat sunda. Selain itu, hal lain yang memberikan penilaian lebih dalam penentuan lokasi
kajian adalah nilai ekonomis dari kedua kecamatan ini, dimana hampir disepanjang wilayah pesisir kedua kecamatan ini merupakan lokasi industri yang termasuk kedalam kawasan
industri zona 1 yang memegang peranan penting bagi perekonomian wilayah Kota Cilegon
khususnya.
1.6.2. Ruang Lingkup KajianRuang lingkup kajian yang dilakukan dalam melakukan studi ini adalah sebagai berikut:
a. Kajian literatur mengenai kebencanaan disekitar lokasi pekerjaan b.
Penyusunan kriteria kerentanan wilayah
c. Penentuan metoda pembobotan kriteriad. Analisis spasial dari komponen faktor-faktor kerentanane. Penilaian Resiko bencana wilayahf. Penilaian umum kerugian yang ditimbulkan bencanag. Kajian kebijakan melalui analisis ambang batas.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
5/120
BAB 2 KAJIAN LITERATUR
2.1. TsunamiTsunami adalah gelombang panjang yang diakibatkan karena adanya perubahan dasar
laut atau karena adanya perubahan badan air secara tiba-tiba dan impulsif yang disebabkan
karena adanya gempa bumi, erupsi letusan gunung berapi, longsor di dasar laut, runtuhan
gunung es dan jatuhan benda angkasa. Tsunami yang merupakan gelombang panjang pada
istilah oseanografi atau kelautan, akan menjalar memasuki paparan benua dengan kecepatan
yang semakin menurun tetapi dengan amplitudo gelombang yang semain tinggi. Dimana
secara fisis umumnya Tsunami terdiri dari deretan gelombang yang mendekati pantai dengan
perioda antara 5 s/d 9 menit.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya mengenai definisi Tsunami, diketahui bahwa
penyebab terjadinya Tsunami adalah diakibatkan oleh faktor alam seperti gempa bumi,
aktivitas vulkanik, longsor dan terjadinya jatuhan dahsyat. Untuk kasus kejadian Tsunami di
Indonesia, hampir 90,5% kejadian Tsunami di Indonesia disebabkan oleh gempa bumi akibat
aktivitas tektonik dasar laut; 8,6% akibat erupsi vulkanik; dan 1% disebabkan oleh longsor
bawah laut. (Latief, 2000).
Korban dan kerugian yang disebabkan oleh bencana Tsunami selain yang diakibatkan
karena limpasan air yang naik ke daratan, hal lain yang menjadi ancaman adalah bencana
ikutan (collateral hazzard ) akibat Tsunami misalnya adalah (Latief, 2000):
Kebakaran Angkutan sedimen Gelombang, kecepatan arus yang tinggi, pergerakan dan impact benda terapung
Hal ini dapat dilihat pada kejadian Tsunami di Aceh (2004) dimana kerusakan dan
kerugian selain disebabkan oleh limpasan air dengan volume yang besar naik ke daratan,
penyebab lainnya adalah karena benturan benda-benda terapung yang merusak bangunan-
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
6/120
bangunan yang dilewatinya, juga naiknya sedimen yang terangkut oleh massa air merusak
lingkungan sekitar pantai sejauh limpasan air akibat Tsunami.
Skala Intensitas Tsunami menurut Gerassimos Papadopoulos dan Fumihiko Imamura
(2001), disusun berdasarkan:
a. Efek tsunami terhadap manusia b. Efek tsunami terhadap obyek di pantai, misalkan perahu atau kapalc. Kerusakan pada bangunan
Secara umum, skala ini disusun berdasarkan tinggi tsunami itu sendiri, berikut skala
intensitasnya sebagai berikut:
1. Not felt2. Scarcely felt
a. tsunami dirasakan oleh sedikit orang di perahu kecil dan tidak teramati di pantai b. tidak terasa pengaruhnyac. tidak merusak
3. Weaka. tsunami dirasakan oleh sedikit orang di perahu kecil dan teramati oleh beberapa
orang di pantai
b. tidak terasa pengaruhnyac. tidak menimbulkan kerusakan
4. Largely observeda. tsunami dirasakan oleh semua perahu kecil dan terasa oleh beberapa orang di
kapal besar
b. beberapa kapal kecil terbawa ke arah pantaic. tidak terjadi kerusakan
5. Strong (tinggi tsunami 1 meter)a. tsunami terasa oleh semua kapal besar dan terlihat di pantai. Beberapa orang
menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi
b. banyak perahu kecil yang bertubrukan dan kandas di pantai, terlihat jejak lapisan pasir di tanah dan terlihat genangan kecil
c. terlihat banjir di fasilitas terbuka seperti kebun/ taman di struktur dekat pantai6. Slighly damaging (2 m)
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
7/120
a. banyak orang ketakutan dan lari ke tempat yang lebih tinggi b. banyak perahu kecil yang kandas di pantai dan bertabrakan diantaranyac. kerusakan dan banjir di beberapa struktur kayu
7. Damaging (3 m)a. banyak orang ketakutan dan lari ke tempat yang lebih tinggi b. banyak perahu kecil rusak. Beberapa kapal besar hanyut, obyek dengan berbagai
ukuran hanyut. Lapisan pasir dan dan akumlasi kerikil tebawa ke darat. Beberapa
karamba budidaya/aquakultur hanyut terbawa ombak.
c. Banyak bangunan kayu rusak, beberapa diantaranya hancur atau tersapu.Kerusakan pada tingkat 1 dan banjir pada sebagian gedung.
8. Heavily damaging (4 m)a. Semua orang menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi, beberapa di
antaranya hanyut terbawa gelombang
b. Sebagian besar kapal kecil rusak dan yang lainnya hanyut tersapu gelombang.Beberapa kapal besar terdampar di darat dan rusak. Benda benda berukuran besar
terbawa sampai ke darat. Erosi terjadi sepanjang pantai. Terjadi genangan dalam
skala luas. Kerusakan pada hutan pantai, karamba apung untuk akuakultur hanyut
dan sebagian rusak
c. Sebagian besar bangunan kayu tersapu atau rusak. Kerusakan pada beberapagedung tingkat dua. Sebagian beton bertulang rusak pada tingkat 1 dan terlihat
adanya genangan.
9. Destructive (8 m)a. Banyak orang tersapu gelombang b. Sebagian besar perahu kecil hancur atau tersapu gelombang. Sebagian besar kapal
besar kandas dan beberapa diantaranya hancur. Terjadi erosi di pantai dalam
skala yang lebih luas. Terlihat penurunan tanah secara lokal. Kehancuran pada
sebagian hutan pantai. Sebagian besar karamba akuakultur tersapu, sebagian besar
rusak.
c. Kerusakan tingkat 3 pada gedung, beberapa bangunan beton bertulang rusak padalevel 2.
10. Very destructive (8 m)a. Terjadi kepanikan pada massa sebagian besar orang tersapu gelombang
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
8/120
b. Sebagian besar kapal besar terbawa ke pantai, sebagian besar hancur danmenghantam gedung. Bongkahan kecil dari dasar laut terbawa gelombang kedarat. Mobil hanyut oleh gelombang. Terjadi tumpahan minyak, kebakaran mulai
terjadi. Penurunan muka tanah terjadi dalam skala yang lebih luas.
c. Kerusakan level 4 pada banyak gedung, sebagian kecil beton bertulangmengalami kerusakan pada level 3. Breakwater mengalami kerusakan.
11. Devastating (16 m)a. Kerusakan pada lifelines. Kebakaran meluas. Arus balik (backwash) membawa
mobil dan obyek lain ke laut. Bongkahan besar dari dasar laut terbawa ke darat.
b. Kerusakan level 5 pada gedung. Sebagian kecil beton bertulang mengalamikerusakan level 4 dan sebagian besar mengalami kerusakan 3.
12. Completely devastating (32 m)Semua gedung praktis hancur dan sebagian besar gedung beton bertulang mengalami
kerusakan paling tidak level 3.
2.2. Indonesia sebagai Kawasan Ancaman TsunamiGempa bumi di Indonesia merupakan penyebab utama timbulnya tsunami dimana
jumlah tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi mencapai 90.5% (95 kejadian) dari 105
kejadian tsunami yang pernah terjadi di Indonesia, kemudian oleh erupsi volkanik 8.6% (9kejadian) dan oleh tanah longsor 1% ( Latief, dkk., 2000).
Salah satu contoh tsunami yang dibangkitkan oleh aktivitas volkanik adalah tsunami
yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Api Krakatau 1883 di Selat Sunda yang menyebabkan
korban jiwa manusia tidak kurang dari 36.000 orang. Bencana gempa tsunami Aceh yang
terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 dengan koraban jiwa tidak kurang dari 300.000 jiwa
dimana 230.000 diantaranya adalah rakyat Indonesia serta Gempa Nias yang terjadi pada
tanggal 28 Maret 2005 dengan koraban tidak kurang dari 650 jiwa mempertegas bahwa NKRI
adalah daerah rawan bencana gempa dan tsunami.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
9/120
Gambar 1 Tektonik Lempeng Asia Tenggara -termasuk Indonesia dan sekitarnya- (Hall,1997)
Indonesia dan sekitarnya merupakan daerah yang memiliki konvergensi lempeng yang
sangat rumit, dimana terdiri dari subduksi, collision, back-arc thrusting , back-arc and
opening faults. Hasil dari kerumitan ini, bila ditinjau dari sudut pandang geofisik
menempatkan Indonesia sebagai salah satu daerah yang paling aktif di dunia. Tidak kurang
dari 460 gempa dengan magnitudo M > 4.0 terjadi setiap tahunnya ( Ibrahim, dkk., 1989) hal
ini dapat dilihat pada gambar 2 sebelah kiri.
Gambar 2 Plot gempa yang terjadi di Indonesia dari 1960-2000 (Triyoso, 2002), dan Pembagian Zona
seismotektonik di Indonesia (Latief dkk, 2002)
Berdasarkan hubungan antara tsunami, aktivitas kegempaan dan karakteristik
seismotektonik Indonesia seperti diperlihatkan pada gambar 2 disebelah kanan, wilayah
Indonesia dapat dibagi ke dalam 6 zona seismotektonik (Latief, 2000) yaitu :
Zona-A : Busur Sunda bagian Barat, terletak di sebelah Barat Laut Selat Sunda, antaralain Pulau Sumatera dan Pulau Andalas.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
10/120
Zona-B : Busur Sunda bagian Timur, ternbentang antara Selat Sunda ke Timur sampaidengan Sumba, yang terdiri dari Pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa dan Pulau Sumba.
Zona-C : Busur Banda, terletak di Lau Banda, antara lain Flores, Timor, KepulauanBanda, Kepulauan Tanimbar, Seram dan Pulau Buru.
Zona-D : Selat Makassar. Zona-E : Laut maluku, termasuk didalamnya Sangihe dan Halmahera; Zona-F : Sebelah Utara Irian Jaya.
Dari data-data tersebut terlihat dengan jelas bahwa sebagian kawasan di Indonesia
mempunyai tingkat ancaman bencana alam Tsunami yang cukup tinggi, dan hampir sebagian
besar kawasan pesisir Indonesia dihadapkan pada ancaman tersebut, kecuali pada beberapawilayah pesisir yang relatif terhindar dari ancaman bahaya Tsunami, yaitu sebagian pesisir
Kalimantan Barat, pesisir utara Pulau Jawa dan Sebagian pantai Selatan Jawa Barat yang
disebut sebagai Tsunami shadow area (Pusat Riset Tsunami – KPPK ITB, 2002).
2.3. Potensi Bahaya Tsunami di Selat Sunda2.3.1. Tatanan Tektonik
Tatanan tektonik dan patahan dari gempa antar-lempeng (interplate) utama yang terjadi
di sepanjang Sunda megathrust yang diberikan oleh Subarya, dkk (2006) seperti diperlihatkan
pada Gambar 3. Bidang yang berwarna kuning memperlihatkan estimasi daerah patahan dari
gempa-gempa subduksi yang terjadi antara 1797-2004. Bidang yang berwarna jingga
meperlihatkan daerah patahan gempa Sumatra-Andaman 2004 dengan slip sekitar 5 m sampai
dengan 10 m lebih. Gambaran tektonik disederhanakan dari gambar yang diberikan oleh
Natawidjaja, dkk. (2002).
Kecepatan relatif lempeng Australia (panah hitam) dan India (panah merah) terhadap
Sunda dihitung berdasarkan model kinematik regional yang diberikan oleh Subarya dkk
(2006) Sedangkan garis putus-putus adalah ketembalan sedimen dengan interval 2000 meter.
Gambar inset memperlihatkan umur lantai samudra yang meningkat kea rah Utara dari 50 jt-
tahun dimana daerah episenter berada pada tahun 80-120 juta-tahun pada posisi Kepulauan
Andaman.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
11/120
Gambar 3 Tatanan dan patahan-patahan dari gempa-gempa utama antar-lempeng yang terjadi di
sepanjang Sunda megathrust (Subarya, dkk, 2006) 2.3.2. Sejarah Tsunami yang Berpotensi Menjangkau Kawasan Selat Sunda
Sejarah gempa utama yang pernah terjadi di pantai barat Sumatra dimana sebagian dari
mereka ada yang menimbulkan tsunami seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 List gempa-gempa subduksi utama di sepanjang sunda megathrust
Tahun Lokasi/Nama Magnitude Keterangan
1797 Siberut/Padang 8.2 ada tsunami
1833 Pagai/Bengkulu 9.0 ada tsunami
1881 Andaman 7.9 Ada tsunami
1881 Andaman >7.5 Ada tsunami
1861 Padang 8.5 ada tsunami
1907 Simeulue 7.6 Ada tsunami
1935 Pini Island 7.7 Ada tsunami1941 Andaman 7.7 ?
1984 Pulau Pini 7.2 Tdk ada tsunami
2000 Enggano/Bengkulu 7.9 Tdk ada tsunami
2002 Simeulue 7.2 Tdk ada tsunami
2004 Aceh 9.2 Ada Tsunami (besar)
2005 Nias/Sumut 8.7 Ada tsunami (kecil)
2007 Bengkulu 7.9 Ada tsunami
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
12/120
Sehubungan masih kurangnya data-data gempa di sekitar selat Sunda maka dalam
analisis ini digunakan perioda ulang gempa berdasarkan data dari kejadian gempa-gempasubduksi yang terjadi di daerah subduksi sebelah barat Sumatera. Perhitungan perioda ulang
momen magnitudo gempa (Mw) di sekitar Selat Sunda mengacu pada perhitungan perioda
ulang di daerah dekat Banda Aceh seperti yang diberikan oleh Wayan dan Hendarto (2006)
pada grafik berikut:
Gambar 4 Perioda ulang momen magnitude gempa subduksi di pantai Barat Sumatera Dari grafik diatas memperlihatkan perioda ulang untuk gempa dengan momen
magnitude yang akan ditinjau seperti Mw=7.0 adalah 25 tahunan, Mw=7.5 adalah 55 tahunan,
Mw=8.0 adalah 120 tahunan, Mw=8.5 adalah 250 tahunan.
Magnitudo-magnitudo yang ditinjau ini kemudian akan dihitung potensi tinggi tsunami
yang dapat yang akan terjadi di kota Cilegon khususnya di daerah Ciwandan., dengan
menggunakan model pembangkitan dan penjalaran serta rendaman tsunami.
2.4. Mitigasi BencanaBerdasarkan definisi terminologi ISDR (2004), yang dimaksud dengan mitigasi adalah
tindakan atau langkah (struktural dan non-struktural) yang diambil dalam upaya untuk
membatasi atau mengurangi dampak yang merugikan dari suatu bencana alam, degradasi
lingkungan dan bencana teknologi. Berdasarkan definisi diatas maka hal yang dapat dilakukan
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
13/120
dalam upaya mengurangi dampak dari bencana alam ini, khususnya tsunami menurut Kawata
Yoshiaki ( Research Center for Disaster Reduction system, Kyoto University, 2001) yaitu:
a. Memahami resiko bencana (memahami mekanisme dari tsunami) b. Memahami kerentanan wilayah (mengenali kelemahan dari sosial atau fisis wilayah).c. Memahami countermeasures (early warning system, Peta rawan bencana dan lain-lain).
Tiga hal yang disebutkan diatas merupakan pendekatan umum yang dapat dilakukan
dalam upaya perencanaan untuk mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh
bencana. Selain tiga hal seperti telah disebutkan diatas, hal lain yang perlu diperhatikan
adalah memahami ketahanan serta kerentanan wilayah. Ketahanan wilayah ini dapat berwujud
dalam bentuk kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana atau juga dapat berbentuk
perencanaan tata ruang yang ’ramah’ bencana alam, khususnya Tsunami.
Selain pendekatan yang diperkenalkan oleh Yoshiaki Kawata (2001), pendekatan
lainnya yang dapat dipergunakan untuk mengurangi dampak dari Tsunami diperkenalkan oleh
Eddie N. Berdarnd (NOAA / Pasific Marine Environmental Laboratory, USA, 2001) yang
dikenal sebagai TROIKA (Tsunami Reduction of Impact throught Three Key Action) yaitu:
a. Hazzard assessment, Memetakan tsunami innundation dengan sumber lokal atau sumber jauh menggunakan model matematis/numerik.
b. Mitigation, Mengelola kesiapan masyarakat dengan melakukan perencanaan tanggapdarurat, misalnya dengan menempatkan tanda-tanda peringata tsunami serta rute
penyelamatan diri dan lain-lain.
c. Warning guidence, Mengembangkan sistem peringatan dini misalnya denganmenempatkan buoy, seismograf dan lain sebagai sensor identifikasi terjadinya tsunami,
serta pengembangan SIG untuk media informasi dari peringatan dini.
Hal selanjutnya yang harus diperhatikan dalam mitigasi bencana adalah mengenal
istilah-istilah yang berkaitan dengan mitigasi, misalnya adalah bencana, kerentanan,
ketahanan, resiko bencana dan lain sebagainya yang akan diuraikan pada bagian berikut ini.
Secara umum bencana dapat didefinisikan sebagai kejadian luar biasa yang terjadi
secara perlahan ataupun secara tiba-tiba, dimana masyarakat yang mengalaminya harus
merespon dengan tindakan yang luar biasa. Menurut definisi ISDR (2004) yang dimaksud
dengan bencana adalah “a serious disruption of the functioning of a community or a society
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
14/120
causing widespread human, material, economic or environmental losses which exceed the
ability of the affected community or society to cope using its own resources” yang dapatditerjemahkan sebagai adanya gangguan yang luar biasa terhadap suatu tatanan masyarakat
yang menyebabkan kerugian kepada masyarakat luas, baik berupa materi, maupun kerusakan
lingkungan dan melebihi kemampuan dari masyarakat tersebut untuk mengatasi bencana yang
menimpanya dengan sumberdaya yang dimiliki.
Konsep pengertian bencana dapat diformulasikan dalam hubungan suatu persamaan
Resiko Bencana (R) sebagai fungsi dari ancaman atau bahaya (A), kerentanan (K), dan
kemampuan/ketahanan (m), dimana keterkaitan masing-masing faktor tersebut diperlihatkan
pada persamaan berikut ini:
R =m
K A
Dari persamaan diatas dapat ditarik kesimpulan umum bahwa Resiko bencana
merupakan hasil dari tindakan langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan ancaman
dan kerentanan yang bergantung pada kemampuan/ketahanan dari suatu tantangan lingkungan
juga kemasyarakatannya dalam menghadapi dan menanggulani ancaman dan kerentanan
tersebut.
2.4.1. Resiko (risk )Resiko dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang dapat menyebabkan kerugian
baik itu berupa materi, korban nyawa, kerusakan lingkungan, atau secara umum dapat
diartikan sebagai kemungkinan yang dapat merusak tatanan sosial, masyarakat dan
lingkungan yang disebabkan oleh interaksi antara ancaman dan kerentanan.
Indonesia sebagai suatu kawasan dimana tingkat ancaman bahaya dan kerentanan yang
cukup tinggi serta kemampuan untuk bertahannya relatif cukup rendah maka Indonesia dapat
dikatakan sebagai suatu kawasan dengan tingkat resiko bencana yang cukup tinggi. Tingkat
resiko suatu wilayah bergantung hal-hal berikut ini:
alam/geografi/geologi (kemungkinan terjadinya fenomena) kerentanan masyarakat yang terpapar terhadap fenomena (kondisi dan
banyaknya)
kerentanan fisik daerah (kondisi dan banyaknya bangunan)
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
15/120
konteks strategis daerah kesiapan masyarakat setempat untuk tanggap darurat dan membangun kembali
2.4.2. Ancaman / Bahaya (hazard )Bahaya atau ancaman dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian atau kondisi yang
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian materi atau korban jiwa. Berdasarkan
waktu kejadiannya, faktor bahaya dapat dibedakan menjadi (MPBI, 2004):
Tiba-tiba/tidak terduga (gempa bumi, tsunami, dll) Bertahap, terduga dan teramati (wabah penyakit, aktivitas gunung merapi, dll) Periodik, terduga dan teramati (banjir, pasang surut, kekeringan, dll)
Sedangkan yang dimaksud dengan ancaman adalah suatu kondisi, gejala atau aktivitas
manusia yang berpotensi menimbulkan korban jiwa, kerugian materil, kerusakan tatanan
sosial dan lingkungan. Contoh kejadian atau aktivitas yang dianggap sebagai ancaman
misalnya: Penggundulan hutan, gempa bumi, tsunami, wabah penyakit, dll.
2.4.3. Faktor Kerentanan (Vulnerability )Kerentanan dapat artikan sebagai suatu kondisi yang menentukan bilamana bahaya alam
( Natural hazard ) yang terjadi dapat menimbulkan bencana alam ( Natural Disaster ).Kerentanan menunjukkan nilai dari potensi kerugian pada suatu wilayah akibat bencana alam,
baik itu nilai lingkungan, materi, korban jiwa, tatanan sosial dan lainnya. Jenis-jenis
kerentanan dapat dilihat berikut ini (PRNMB, DIKTI, 2004):
Kerentanan sosial Kerentanan kelembagaan Kerentanan sistem Kerentanan Ekonomi
Kerentanan Lingkungan Kerentanan akibat praktik-praktik yang tidak bersifat sustainable development.
Secara sederhana dapat disimpulakan bahwa ancaman “bahaya alam” akan menjadi
“bencana alam” apabila terjadi pada suatu wilayah yang memiliki tingkat kerentanan yang
tinggi.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
16/120
Resiko pada dasarnya berkaitan dengan kondisi kerentanan dari faktor fisik, sosial,
ekonomi dan lingkungan yang perlu dikaji dan diolah (ISDR, 2004). Sedangkan yangdimaksud dengan manajemen resiko dimana tujuan utamanya adalah untuk meminimalisir
kerentanan terhadap ancaman yang ada melalui peningkatan individu (sdm), insitusional serta
kapasitas sosial yang rentan.
Akhir-akhir ini tumbuh ketertarikan yang cukup signifikan mengenai keterkaitan antara
bencana dengan pembangunan. Pada awalnya beranjak pada keingintahuan pada dampak dari
bencana terhadap pembangunan, lalu berkembang pada kebalikannya yaitu dampak dari
pembangunannya terhadap bencana. Hal ini menunjukkan perhatian sosio-ekonomi dan
lingkungan terhadap pemikiran kerentanan.
Kerentanan merupakan gambaran dari kondisi fisis, sosial, ekonomi serta lingkungan,
hal ini dibentuk secara kontinyu dari perilaku, kebiasaan, budaya, sosial-ekonomi dan
pengaruh politik terhadap individu, rumah tangga, komunitas dan lingkungan.
Pada Gambar 5 Interaksi Antara Faktor Kerentanan (ISDR, 2004), diperlihatkan 4
komponen yang merupakan faktor kerentanan yang berbeda, di tunjukkan oleh area irisan dari
4 lingkaran tersebut memperlihatkan bahwa keempat aspek tersebut saling berinteraksi satu
sama lainnya.
Gambar 5 Interaksi Antara Faktor Kerentanan (ISDR, 2004) Berdasarkan definisi dari ISDR (2004), kerentanan dikelompokan menjadi 4 faktor,
yaitu:
Fisik
Sosial
Ekonomi
Lingkungan
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
17/120
a. FisikFaktor kerentanan fisikal pada umumnya merujuk pada perhatian serta kelemahan atau
kekurangan pada lokasi serta lingkungan terbangun. Hal ini dapat diartikan sebagai wilayah
terbuka (exposure) atau tempat yang sangat rentan terkena bahaya ( placed in harm’s way).
Kerentanan fisik dapat ditunjukkan oleh misalnya tingkat kepadatan penduduk, permukiman
terpencil, lokasi, desain serta material yang dipergunakan untuk infrastruktur dan perumahan,
kondisi geomorfologi area terbangun serta elemen fisis lainnya.
b. Sosial
Elemen yang berkaitan dengan faktor kerentanan sosial adalah yang berhubungandengan kehidupan individu, komunitas, dan masyarakat pada umumnya. Hal tersebut
termasuk aspek yang berkaitan dengan tingkat melek huruf dan pendidikan, jaminan
keamanan dan ketenangan, jaminan hak asasi manusia, sistem pemerintahan yang baik,
persamaan sosial, nilai sosial positif, ideologi, dll. Selain itu isu gender, kelompok usia, akses
ke fasilitas kesehatan juga merupakan elemen kerentanan sosial. Fasilitas fisik dalam
komunits, seperti keterbatasan infrastruktur dasar, misalnya sediaan air bersih dan sanitasi,
fasilitas kesehatan, hal tersebut juga dapat meningkatkan kerentanan sosial. Kearifan lokal
serta kebiasaan atau tradisi dapat menjadi bagian untuk meningkatkan kapabilitas sosial.
c. EkonomiTingkat kerentanan ekonomi sangatlah bergantung pada status ekonomi dari
masyarakat, komunitas serta tingkat diatasnya. Selain itu jumlah kaum miskin, komposisi
jumlah perempuan yang tidak berimbang dan para manula juga akan meningkatkan
kerentanan ekonomi, karena kelompok ini dianggap paling rentan apabila terjadi bencana,
karena pada umumnya kelompok ini memiliki keterbatasan kemampuan dalam upaya
recovery akibat bencana.
Kerentanan ekonomi juga bergantung pada kondisi cadangan ekonomi dari masyarakat,komunitas atau level diatasnya, akses pada pendanaan, pinjaman dan asuransi. Ekonomi yang
lemah pada umumnya akan meningkatkan tingkat kerentanan ekonomi. Selain itu
keterbatasan akses terhadap Infrasturktur pendukung perekonomian seperti akses jalan,
perbankan, pasar juga berpengaruh pada tingkat kerentanan ekonomi.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
18/120
d. Lingkungan (Ekologi)Aspek kunci dari kerentanan lingkungan termasuk didalamnya peningkatan penurunan
sumberdaya alam serta status degradasi sumberdaya. Dengan kata lain kekurangan dari
resilience dalam sistim ekologi serta terbuka terhadap zat beracun serta polutan berbahaya,
merupakan elemen penting dalam membentuk kerentanan lingkungan.
Dengan meningkatnya kerentanan lingkungan seperti berkurangnya biodiversity,
penurunan mutu tanah atau kelangkaan air bersih akan dengan mudahnya mengancam
jaminan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi masyarakat yang bergantung pada produksi
lahan, hutan serta lingkungan laut untuk mata pencahariannya. Lingkungan yang terpolusi
juga meningkatkan ancaman resiko kesehatan.
Sumberdaya alam yang semakin langka, menyebabkan terbatasnya pilihan bagi
masyarakat, hal ini menyebabkan lemahnya resilience masyarakat terhadap kejadian bencana
yang terjadi.
2.4.4. Faktor Ketahanan/kemampuan (Capacity )Faktor ketahanan merupakan faktor positif yang apabila dioptimalkan, maka faktor-
faktor ini akan berperan dalam mengurangi efek bahaya yang dapat menimbulkan bencana.
Ketahanan/kemampuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan dan upaya dari masyarakat
dalam mengelola dan menguasai sumberdaya untuk mengurangi, mencegah, meredam dan
merespon serta memulihkan kembali sehubungan dengan bencana alam. Tipe-tipe kerentanan
diperlihatkan berikut ini (Laporan PRNMB, DIKTI, 2004):
Kelengkapan dan kesiapan fasilitas kesehatan dan tenaga medis Kelengkapan dan kesiapan institusi Penanganan bencana Ketersediaan cadangan logistik yang cukup Kehidupan sosial ekonomi yang kondusif Lingkungan fisik yang tidak terlalu padat
Berdasarkan penyebabnya, bencana sendiri dibedakan atas dua jenis, yaitu:
a. Bencana alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh fenomena atau aktivitas alam, sepertiGunung meletus, Tsunami, gempa bumi, dll.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
19/120
b. Bencana ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh ulah atau aktivitas manusiayang dapat mempengaruhi berbagai bidang seperti kesehatan (wabah, epidemi, dll), Sosial(Kerusuhan, terorisme, konflik sipil, dll), ekonomi (inflasi, pengangguran, dll), politik
(kudeta, kegagalan politik, dll), lingkungan (polusi, erosi, dll), kesalahan manusia
(kebakaran, dll) serta bidang/aspek kehidupan manusia lainnya.
Dari berbagai penjelasan diatas, untuk kasus di Indonesia, bencana alam terbesar yang
pernah terjadi bebarapa waktu lalu adalah bencana Tsunami yang berpusat di sekitar Provinsi
Aceh dan Nias, dimana pada kejadian ini korban jiwa dan kerugian materil serta kerusakan
lingkungan menunjukkan tingkatan yang relatif tinggi.
2.5. Karakteristik Wilayah PesisirWilayah pesisir memiliki karakteristik yang unik, yang berbeda dengan wilayah daratan
(terestrial/upland ). Terdapat tiga karakteristik unik dari ekosistem pesisir dan lautan yang
membuat pengelolaannya lebih menantang daripada pengelolaan untuk ekosistem darat.
Ketiga karakteristik itu adalah sebagai berikut (Diposapto, S., 2004):
a. Sistem lingkungan alam yang kompleks.Yang dimaksud dengan kompleks disini adalah sifat dari ekosistem disekitar pesisir,
dimana sifat ini disebabkan oleh kondisi lingkungan wilayah pesisir yang unik, yakni terletak
diantara (peralihan) ekosistem darat dan laut. Adapun yang dimaksud dengan ekosistem
pesisir adalah mangrove, terumbu karang, lamun dan estuaria. Hal ini harus mendapatkan
perhatian sehubungan dengan pengelolaan wilayah pesisir dikarenakan untuk masin-masing
ekosistem tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa setiap
perubahan (kerusakan) yang menimpa suatu ekosistem pesisir (mis: mangrove), maka pada
gilirannya akan berdampak negatif terhadap ekosistem pesisir lainnya.
b. Sistem pemanfaatan serba-neka.Dalam suatu wilayah pesisir biasanya terdapat beberapa tipe unit lahan atau unit
perairan yang memiliki karakteristik biogeofisik-kimiawi yang berbeda. Sebagai konsekuensi
logis, suatu wilayah pesisir pada umumnya dapat dimanfaatkan untuk lebih dari dua jenis
kegiatan pembangunan. Hal ini sering menyebabkan terjadinya konflik dalam pemanfaatan
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
20/120
ruang maupun sumberdaya alam lebih sering terjadi di wilayah pesisir dari apada diwilayah
daratan maupun lautan lepas.
c. KepemilikanIsu kepemilikan lahan (land tenure) dan alokasi sumberdaya (resource allocation)
merupakan sumber utama konflik yang sering terjadi di wilayah pesisir dan laut. Perairan laut
dan sumberdaya yang ada didalamnya merupakan milik bersama (common property
resources), yang tidak dapat dimiliki oleh perorangan ( Private). Oleh karena itu, pemanfaatan
sumberdaya alam pesisir biasanya mengikuti azas terbuka, dimana dalam hal ini siapa saja
boleh memanfaatkan sumberdaya alam pesisir semaksimal mungkin.
2.6. Perencanaan Pembangunan dalam Kawasan Rawan BencanaSeperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya diatas, bahwa resiko bencana selain
terkait dengan fenomena alam yang bersifat given juga sangat berhubungan dengan proses
pembangunan yang dilakukan oleh manusia. Disatu sisi keberadaan ancaman bencana alam
menempatkan pembangunan menjadi beresiko, tetapi disisi lain, pembangunan yang
dilakukan oleh manusia dapat menimbulkan atau membangkitkan resiko bencana, tetapi
sebaliknya ada juga pembangunan yang dilakukan oleh manusia yang dilakukan sesuai
dengan karakter suatu kawasan dapat mengurangi resiko bencana. Berdasarkan pemikiran
tersebut maka perencanaan pembangunan sebaiknya dilakukan untuk menghindari dan
mengurangi ancaman bencana yang ada.
Banyak kasus khususnya di Indonesia, dimana pembangunan wilayah tanpa melalui
perencanaan yang baik dan menyeluruh dapat menimbulkan / memacu tingginya tingkat
resiko bencana, khususnya untuk ancaman bencana Tsunami dikawasan pesisir. Pembangunan
di kawasan pesisir yang tidak terencana dengan baik dan khas sebagai satu kawasan yang unik
dapat meningkatkan tingkat kerentanan kawasan tersebut, dimana dengan semakin
berkembangnya kawasan tersebut otomatis dibarengi oleh proses urbanisasi dan konversilahan yang tidak terkendali secara keseluruhan, sangat mengundang resiko bencana untuk
kawasan tersebut. Misalnya konversi lahan mangrove yang seharusnya menjadi kawasan
konservasi karena tekanan kebutuan dikonversi menjadi lahan budidaya baik itu untuk
permukiman ataupun pertambakan. Secara langsung kondisi tersebut akan mempengaruhi
tingkat kerentanan dan mengurangi tingkat ketahanan kawasan, dimana secara alami hutan
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
21/120
mangrove yang tumbuh di tepi pantai ini meningkatkan ketahanan wilayah karena dapat
mengurangi resiko khususnya bencana Tsunami. Hal ini dapat dilihat pada kasus bencanaTsunami di Aceh yang sebagian hutan mangrovenya terkonversi menjadi lahan budidaya,
sehingga pada area tersebut mengalami kehancuran yang lebih hebat dibandingkan pada
beberapa wilayah yang memiliki pertahanan green belt mangrove yang mengalami kerusakan
relatif ringan.
Secara umum hubungan pembangunan dengan dengan resiko bencana (ISDR, 2004)
dapat dilihat pada Tabel 2 matrik dibawah. Dari tabel tersebut dapat dilihat hubungan dan
keterkaitan antara resiko bencana dengan pembangunan yang dilakukan baik itu
pembangunan ekonomi maupun pembangunan sosial.
Tabel 2 Matrik Hubungan Bencana dengan Pembangunan (Sumber : Living With Risk ISDR, 2003 )
Pembangunan Ekonomi Pembangunan Sosial
Bencana membatasi
Pembangunan
Menghancurkan aset-aset yang ada.Kehilangan kapasitas produksi, akses
pasar atau input material. Kerusakaninfrastruktur transportasi,komunikasi dan energi. Kehilanganmatapencahariaan, tabungan danmodal-modal fisik
Penurunan tingkat kesehatan atauinfrastruktur pendidikan serta SDM-nya. Kematian, migrasi dari pelakusosial utama yang menyebabkanhilannya sosial kapital.
Pembangunan
menyebabkan resiko
bencana
Pelaksanaan pembangunan tidak berkelanjutan yang menyebabkankerusakan lingkungan
Pembangunan menimbulkan normakultur yang menumbuhkan isolasisosial atau eksklusi politik
Pembangunan
mengurangi resiko
bencana
Pembangunan teknologi dapatmengurangi resiko bencana, dandapat menekan tingkat kerentanan
Membangun komunitas yang solidserta menciptakan kesempatan dalam
pengambilan keputusan
Berdasarkan guidline perencanaan pembangunan yang dikeluarkan oleh UNDP (2004),
dijelaskan mengenai proses perencanaan pembangunan berdasarkan pertimbangan bencana
dimana penanganannya dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
a. Prospective disaster risk management, hal ini harus terintegrasi dalam perencanaan pembangunan berkesinambungan. Program pembangunan dan projek kerja harus
diarahkan untuk mengurangi atau menekan tingkat kerentanan dan bencana.d. Compensatory disaster risk management, (misalnya persipan atau respon dari bencana),
terpisah dari perencanaan pembangunan umum dan lebih terfokus pada penekanan
tingkat kerentanan dan penurunan tingkat bencana yang telah direncanakan masa lalu.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
22/120
Selanjutnya pada guidline yang dikeluarkan oleh UNDP (2004), disebutkan juga fungsi
dan elemen peraturan yang sebaiknya ada dalam penanganan bencana, yaitu:
a. Pelaksanaan Ekonomi termasuk didalamnya proses pembuatan keputusan yangmempengaruhi aktivitas perekonomian suatu wilayah dan hubungannya dengan sektor
ekonomi lainnya
b. Pelaksanaan politik adalah proses pembuatan keputusan untuk memformulasikan sebuahkebijakan termasuk perencanaan dan kebijakan penekanan tingkat bencana
c. Pelaksanaan Administratif adalah implementasi sistem kebijakan serta kebutuhan akankeberadaan organisasi fungsional baik ditingkat pusat ataupun lokal. Pada kaitannya
penekanan tingkat bencana adalah perencanaan guna lahan monitoring resiko lingkungan
dan kerentanan manusia serta standar keselamatan
Hal tersebut mengindikasikan bahwa kesiapan sehubungan dengan perencanaan wilayah
dalam menghadapi ancaman bencana alam harus menyeluruh mulai dari perencanaan spatial
seperti rencana pemanfaatan lahan sampai dengan perencanaan mitigasi bencana apabila
terjadi bencana alam dan setelah terjadi bencana alam yang mencakup semua elemen
perencanaan (manusia, sumber daya alam dan kebijakan), sehingga hal ini akan meningkatkan
daya tahan wilayah dalam menghadapi bencana tersebut.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
23/120
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pikir PenelitianKerangka pikir yang disusun dalam pengerjaan studi ini secara umum terdiri dari
beberapa tahapan yaitu:
1. Identifikasi ancaman bencana alam (natural hazard )2. Kajian Kerentanan Wilayah3. Penyusunan Resiko Bencana4. Identifikasi Kerugian akibat bencana serta deliniasi zona ambang batas (threshold )
Untuk lebih jelasnya mengenai langkah-langkah pengerjaan diatas dapat dilihat pada
diagram alir pada Gambar 6 berikut ini. Dari diagram alur kajian tersebut dapat terlihat
urutan pengerjaan, dimana hal pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian
literatur mengenai kondisi ancaman bencana yang ada, dalam hal ini adalah ancaman bencana
gempa bumi serta bencana ikutannya berupa gelombang tsunami disekitar lokasi studi.Selanjutnya adalah menentukan kriteria tingkat ancaman bencana untuk mendapatkan
informasi tingkat ancaman bencana terhadap lokasi studi, yang kemudian dilakukan pemetaan
ancaman bencana di lokasi studi berdasarkan kriteria tersebut. Hal lain yang dilakukan adalah
identifikasi kerentanan wilayah, dimana dalam mengidentifikasi kerentanan dilakukan
berdasarkan faktor kerentanan yang akan dijelaskan kemudian. Selanjutnya dari faktor
kerentanan wilayah tersebut diidentifikasi komponen untuk masing-masing faktor serta
elemen ancaman untuk faktor kerentanan tersebut. Sebelum dilakukan pemetaan kerentanan,
komponen serta elemen ancaman dari masing-masing faktor tersebut disusun kriterianya
untuk kemudian dihitung bobot untuk masing-masing kriteria tersebut. Setelah terpetakanmasing-masing faktor kerentanan tersebut, kemudian dilakukan analisis spasial dengan
menjumlahkan masing-masing suku faktor kerentanan tersebut untuk mendapatkan
kerentanan total. Tahap selanjutnya adalah menyusun peta resiko dengan melakukan analisis
spasial mengalikan suku ancaman bencana dengan suku kerentanan wilayah sehingga
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
24/120
menghasilkan deliniasi area tingkatan resiko. Untuk lebih jelas mengenai proses teknis
penyusunan peta resiko bencana akan dijelaskan selanjutnya.
Identifikasi
Ancaman Bencana
(Hazard )
Kajian Literatur
Data Sejarah
Kebencanaan
Gempa Berpotensi Tsunami dan
Modelling Penjalaran dan Rendaman
Tsunami
Pengkriteriaan Tingkat Ancaman
Bencana Berdasarkan klasifikasi tinggi
rendaman tsunami
Analisis Kerentanan
(Vulnerability )
Pengolahan Data Spasial dan
statistik
Identifikasi Komponen Faktor
Kerentanan serta elemen
kebencanaan untuk masing-masing
Faktor
Pengkriteriaan
Penyusunan bobot kriteria
menggunakan metoda peringkat
(rank sum)
Penyusunan Bobot menggunakan
metoda peringkat dan perbandingan
kriteria ( pairwise)
Analisis Resiko Bencana
Overlay Tingkat Ancaman dengan
Kerentanan
H x V
Kerentanan Total dengan
menjumlahkan Kerentanan masing-
masing faktor
V = v1 + v2 + v3 + v4
Identifikasi Kerugian berdasarkan
Resiko Bencana
Analisis dan Deliniasi Zona Ambang
Batas (Threshold )
Gambar 6 Diagram Alir studi
3.2. Identifikasi Ancaman BencanaMetode yang dilakukan untuk melakukan identifikasi ancaman bencana (hazard ) adalah
dengan melakukan studi literatur mengenai sejarah kebencanaan yang terjadi disekitar lokasi
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
25/120
studi. Untuk memenuhi informasi yang dipergunakan sumber data yang dijadikan acuan
berupa katalog bencana berupa software basis data kebencanaan ITDB yang dikembangkanoleh peneliti yang berasal dari Rusia, Gussiakov. Dari software tersebut diperoleh informasi
semua jenis bencana yang pernah tercatat, khususnya yang terkait dengan bencana gempa
bumi serta bencana ikutannya, yaitu gelombang tsunami. Informasi yang diperoleh dari
sumber data ini berupa tahun kejadian, intensitas bencana, area yang terkena dampak, serta
informasi terkait lainnya.
Sumber data lainnya yang dipergunakan sebagai bahan acuan dalam mengidentifikasi
ancaman bencana di sekitar lokasi studi adalah hasil penelitian dan pekerjaan dari Pusat
Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut (PPKPL – ITB) yang terpublikasikan dalam
dokumen laporan pekerjaan Latihan Evakuasi Tsunami di Kota Cilegon, Banten, Kerja sama
Kantor Kementrian Riset dan Teknologi dengan Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi
Bandung, 2007, khususnya mengenai pemodelan penjalaran tsunami disekitar wilayah pantai
Kota Cilegon.
Untuk lebih jelas mengenai hasil dari kajian literatur untuk identifikasi hazard di sekitar
lokasi kajian akan dibahas pada bagian selanjutnya. Sedangkan penjelasan rinci mengenai
metodologi studi literatur untuk bagian ini dapat dilihat pada diagram alir di Gambar 7. Dari
diagram alir tersebut dapat dilihat bahwa tahap pertama yang dilakukan adalah kajian sejarah
kegempaan disekitar lokasi studi. Tahap ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa lokasi
studi memiliki tingkat ancaman terhadap gempa dan tsunami. Dari hasil kajian kegempaan
tersebut kemudian dilengkapi dengan melakukan studi literatur terhadap hasil dari pemodelan
matematis penjalaran dan genangan tsunami yang telah dilakukan oleh PPKPL – ITB, dimana
hasil dari pemodelan ini kemudian menjadi bahan dalam melakukan identifikasi ancaman
bencana tsunami dilokasi studi.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
26/120
Kajian sejarah
kebencanaan
disekitar lokasi studi
Basis Data
Kebencanaan ITDB
Data
Kejadian
Gempa bumi
Data
Kejadian
Tsunami
Pemodelan Matematis
Penjalaran dan
Rendaman Tsunami
(PPKPL, 2007)
Area Rendaman,
tinggi rendaman,
dan waktu tiba
Posisi dan
magnitude sumber
gempatsunamigenic
Kriteria
pembobotan
ancaman bahaya
tsunami
Peta Ancaman
Bencana (Hazard )
Gambar 7 Diagram Alir Identifikasi Ancaman Bencana alam disekitar Lokasi Studi Pada diagram alir di
3.3. Kerentanan WilayahMetodologi dalam melakukan kajian kerentan wilayah adalah dengan melakukan
kompilasi dari data sekunder yang ada, selanjutnya data dan informasi yang diperoleh daridata sekunder tersebut ditransformasi menjadi data keruangan. Adapun data yang
dipergunakan terdiri dari 2 jenis data, yaitu berupa data keruangan ( spatial ) dan data yang
bersifat kewilayahan, dalam hal ini terkait dengan unit analisis setingkat desa / kelurahan,
dimana data ini berupa data statistik.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
27/120
Untuk kepentingan kajian kerentanan, seperti telah disinggung sebelumnya bahwa
semua data ditransformasi menjadi data spatial , hal ini dilakukan agar selanjutnya dapatdilakukan analisis spatial untuk data tersebut. Transformasi menjadi data spatial disini adalah
diberlakukan khususnya untuk data statistik yang pada awalnya berupa data tabulasi untuk
unit desa kemudian di- spatial -kan kedalam data keruangan administrasi desa / kelurahan.
Selanjutnya setelah semua data menjadi data spatial , proses selanjutnya adalah
mengelompokkan data menjadi 4 kelompok berdasarkan komponen kerentanan wilayah, yaitu
kelompok data komponen kerentanan fisis, sosial – demografi, ekonomi, dan lingkungan
(ISDR, 2004), untuk lebih jelasnya mengenai pembagian komponen kerentanan ini akan
dibahas pada bagian selanjutnya. Untuk mendapatkan nilai kerentanan pada masing-masing
komponen kerentanan tadi, dilakukan analisis spatial dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak pemetaan, yaitu dengan melakukan tumpang susun dari beberapa layer data
yang kemudian dilaukan operasi union atau penggabungan dua atau lebih layer data menjadi
satu layer data berdasarkan operasional penggabungan yang telah ditentukan.
Adapun persamaan yang dipergunakan untuk memperoleh nilai kerentanan pada
masing-masing kelompok komponen kerentanan seperti telah disebutkan sebelumnya dapat
dilihat pada persamaan kerentanan (ADPC, 2004) berikut ini:
V = V(A) + V(B) + V(C) + V(D) + V(...) ...................................... (1)
V(a,A) = Si(wi.ei) dimana nilai i = 1,n ......................................... (2)
Dimana:
V(a,A) adalah tingkat kerentanan untuk komponen kerentanan a (misal: kemiringan lahan),
pada parameter kerentanan A (misal: parameter fisis).
Wi = koefisien pembobotan
ei = nilai vektorial untuk komponen kerentanan
n = jumlah total komponen kerentanan untuk parameter A
Pada persamaan 1 merupakan persamaan umum untuk memperoleh nilai kerentanan
wilayah, sedang persamaan 2 merupakan persamaan yang dipergunakan untuk menghitung
kerentanan masing-masing komponen yang telah disebutkan diatas. Pada persamaan 2
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
28/120
terdapat suku Wi yaitu koefisien pembobotan, dimana nilai pembobotan ini diperoleh dari
nilai rangking / pengkelasan komponen parameter kerentanan a (misal: kemiringan), dimanamisalnya pada komponen kemiringan rangking dikelompokkan berdasarkan range persentase
tingkat kemiringan. Sedangkan nilai ei adalah nilai vektorial komponen kerentanan, yaitu nilai
vektorial komponen kerentanan kemiringan terhadap komponen kerentanan lainnya pada
kelompok parameter fisis, hal ini menunjukkan tingkat kerentanan satu komponen
dibandingkan dengan komponen lainnya dalam satu kelompok parameter, misalnya parameter
A, fisis. Nilai ini diperoleh dengan melakukan paire wise atau perbandingan antar komponen
kerentanan yang satu dengan yang lainnya dalam satu parameter.
3.4. Resiko Bencana AlamTahap selanjutnya adalah menyusun resiko bencana berdasarkan informasi yang
diperoleh dari tahap sebelumnya yang telah diuraikan. Metodologi yang dilakukan dengan
melakukan analisis keruangan, dimana data spatial ancaman bencana dan kerentanan wilayah
yang telah dihasilkan pada tahapan sebelumnya.
Operasi tumpang susun yang dilakukan untuk mendapatkan nilai resiko bencana alam
disesuaikan dengan persamaan umum dari resiko bencana (ISDR, 2004) berikut ini:
R = H x V .......................................... (3)
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa operasi tumpang susur untuk mendapatkan nilai
resiko adalah dengan melakukan operasi perkalian dari nilai ancaman bencanan (hazards)
dengan nilai kerentanan (vulnerability). Seperti halnya untuk memperoleh nilai H dan V, nilai
Resiko, R, juga diperoleh dengan melakukan analisis spatial melalui bantuan perangkat lunak
pemetaan.
3.5. Analisis Keruangan (Spatial Analysis )Salah satu metoda analisis keruangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
proses tumpang susun atau overlay antara dua atau lebih layer tematik untuk mendapatkan
tematik kombinasi baru sesuai dengan persamaan yang dipergunakan, untuk lebih jelasnya
proses tumpang susun ini dapat dilihat pada Gambar 8 dibawah.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
29/120
Gambar 8 Proses Overlay pada Analisis Keruangan Pada Gambar 8 terlihat bahwa terdapat empat layer data tematik yang dioverlay yang
untuk kemudian menghasilkan satu layer tematik baru hasil kombinasi dari keempat layer
masukan. Dalam penelitian ini, metoda tumpang susun dilakukan dalam melakukan
pengolahan data untuk memperoleh nilai kerentanan dan resiko seperti telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya.
Tumpang susun data keruangan atau Overlay adalah salah satu prosedure analisis data
spasial, dimana pada proses ini layer dimodifikasi sesuai dengan yang diperlukan. Proses
overlay sendiri terdiri dari beberapa metoda, yaitu identity, intersect, union, update, erase,
dan symmetrical difference. Metoda-metoda tersebut dijelaskan berikut ini:
Identity bisa disebut juga sebagai menambah batas baru dengan sebuah featureline
Gambar 9 Operasi Identity (sumber ArcGis) Intersect digunakan untuk mendapatkan daerah irisan
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
30/120
Gambar 10 Operasi Intersect (sumber ArcGis) Union adalah daerah gabungan antara dua feature.
Gambar 11 Operasi Union (sumber ArcGis) Update adalah membuat batas baru pada sebuah feature (input 1) dengan feature
lain (input 2)
Gambar 12 Operasi Update (sumber ArcGis) Erase digunakan untuk menghapus.
Gambar 13 Operasi Erase (sumber ArcGis) Symmetrical Difference dihunakan untuk mendapatkan daerah yang diluar
daerah irisan (kebalikan dari intersect)
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
31/120
Gambar 14 Operasi Symetrical Difference (sumber ArcGis)
3.6. Pengambilan Keputusan kriteriaTujuan dari pembobotan kriteria adalah untuk menyatakan tingkat kepentingan
berdasarkan penilaian yang diberikan oleh pemberi keputusan. Pemberian bobot kepentingan
untuk menghitung kriteria bergantung kepada:
perubahan range variasi kepentingan terhadap perhitungan kriteria perbedaan derajat kepentingan terhadap range variasi ini (Kirkwood dalam
Malczewsky, 1999).
Teknis metodologi yang dilakukan adalah dengan melakukan pembobotan kriteria yang
ditentukan, dimana pada tahap pengolahan data akan dilakukan metoda peringkat (ranking
methode) dan metoda perbandingan berpasangan ( pairwise comparison methode)
3.6.1. Metode Peringkat (Ranking methode )Metode ini merupakan metode paling sederhana untuk mengkaji bobot kepentingan
dengan cara memberi peringkat sesuai urutan kepentingannya. Ada dua macam sistem
peringkat, yaitu: Straight Ranking (1 = paling penting, 2 = kepentingan kedua, dst) dan
Inverse Ranking (1 = paling tidak penting, 2 = kedua tidak penting, dst).
Setelah suatu kriteria diberi peringkat, dilakukan beberapa prosedur untuk membuat
pembobotan numerik dari informasi peringkat yang ada. Salah satu pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rank sum.
Bobot rank sum dihitung dengan formula berikut:
)1(
1
k
j
jr n
r nw
(2.2)
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
32/120
Dimana w j adalah bobot normalisasi untuk kriteria j, n adalah banyaknya kriteria yang
diperhitungkan (k = 1,2,…,n) dan r j adalah posisi peringkat kriteria (Malczewski, 1999).
3.6.2. Metode Perbandingan Berpasangan (Pairwi se Comparison M ethode )Metode ini dikembangkan oleh Saaty (1980) dalam konteks pengerjaan analytical
hierarchy process (AHP). Metode ini melibatkan perbandingan pairwise untuk menciptakan
suatu matriks rasio (Malczewski, 1999).
Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus
dipahami, diantaranya adalah : dekomposisi, perbandingan komparatif, sintesis prioritas, dan
logika konsistensi
a. DekomposisiDekomposisi adalah memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika
ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakuikan terhadap unsur-unsurnya
sampi tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga dihadapi beberapa tingkatan
dari persoalan ini. Karena alasan inilah maka proses analisa ini dinamakan hirarki.
b. Perbandingan KomparatifMerupakan prinsip penilaian tentang kepentingan relatip dua elemen pada suatu tingkat
tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP
karena ini akan berpengaruh terhadap prioritas unsur-unsurnya. Hasil dari penilaian ini
biasanya disajikan dalam bentuk matrikss yang disebut matriks pairwise comparison. Dalam
melakukan justifikasi diperlukan orang yang memiliki pengertian menyeluruh tentang
relevansi unsur-unsur yang dibandingkan terhadap kriteria atau tujuan yang
dipelajari.Perbedaaan orang membuat judgement sangat mungkin menyebabkan perbedaan
prioritas. Metode ini berpijak pada konsistensi, sehingga digunakan rumus Eigent Value
dalam mencari Vector prioritas.
Tahap terpenting dari AHP adalah penilaian perbandingan berpasangan, yang pada
dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antar komponen dalam suatu tingkat
hirarki. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan sejumlah kombinasi elemen yang
ada pada setiap hirarki sehinggga dapat dilakukan penilaian kuantitatif untuk mengentahui
besarnya bobot setiap elemen. Saaty telah menyusun tabel skala pembandingan berpasangan
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
33/120
seperti Tabel 3 Tingkat Penilaian Kelas pada Metoda Perbandingan Pairwise (Saaty, 1988)
dibawah ini.
Tabel 3 Tingkat Penilaian Kelas pada Metoda Perbandingan Pairwise (Saaty, 1988)
INTENSITASKEPENTINGAN
DEFINISIVERBAL
PENJELASAN
1Kedua elemen sama
pentingnyaKedua elemen yang sama terhadap tujuan
3Elemen yang satu sedikitlebih penting dari padayang lain.
Pengalaman dan pertimbangan sedikit memihak pada sebuah elemen dibanding elemen lainnya
5
Elemen yang mempunyaitingkat kepentingan yangkuat terhadap yang lain,
jelas lebih penting dari
elemen yang lain
Pengalaman judgment secara kuat memihak padasebuah elemen dibandingkan elemen lainnya.
7Satu elemen jelas lebih
penting dari elemen yanglainnya.
Satu elemen dengan disukai, dan dominasinyatampak dalam praktek.
9Satu elemen mutlak lebihdari elemen lainnya
Bukti bahwa satu element penting dari elementlainnya dalah dominan.
2,4,6,8 Nilai-nilai tengah diantaradua pertimbangan yang
berdampingan
Nilai ini diberikan bila diperlukan adanya dua pertimbangan
Kebalikan darinilai terbut diatas
Bila komponen I mendapat salah satu nilai diatas(non zero), saat dibandingkan dengan elemen J,maka elemen J mempunyai nilai kebalikannya saatdibandingkan dengan elemen J
e.
Sintesis Prioritas
Synthesis of priority adalah mencari eigen vector dari setiap matrikss pairwise
comparison untuk memperoleh local priority. Karena matriks setiap matriks pairwise
terhadap pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan
sintesa diantara prioritas lokal. Pengurutan element-element menurut kepentingan relatif
melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.
f. Logika KonsistensiKonsistensi memiliki dua makna. Pertama, bahwa objek-objek yang serupa
dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, adalah tingkat hubungan
antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Ada banyak cara untuk mencari vektor prioritas dari matrikss pairwise comparison
dalam proses AHP, akan tetapi karena dan penekanan pada konsistensi menyebabkan
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
34/120
digunakannya rumus eigen value. Dalam hal ini apabila diketahui elemen-elemen dalam suatu
tingkat dalam suatu hierarki adalah C1, C2 …….. Cn dan bobot pengaruh mereka adalah W1 ,W2 W3 …………, Wn, serta dimisalkan aij = Wi/W j yang mana menunjukan kekuatan Ci
dibandingkan Cj, maka marik dari a ij ini dinamakan matriks pairwise comparison yang diberi
simbol “A”.
Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa “A” adalah matrikss reciprocal, sehingga A ji
= 1/aij. Jika penilaian kita sempurna pada setiap perbandingan maka a ik =aij, a jk untuk semua
i, j, k dan matrikss A dinamakan konsisten.
Selanjutnya berdasarkan manipulasi matematika berikut ini maka :
aij = wi/w j , dimana i,j = 1, …………, n
aij (wi/w j) = 1
dimanai,j = 1, …………, n dengan konsekuensinya :
Rumus ini menjunjukan bahwa “w” merupakan eigen vektor dari matriks “A” dengan
eigen value “n”. Jika aij tidak didasarkan pada ukuran yang pasti (seperti w1, w2, ………w
11) tetapi lebih pada penilaian subjektif, maka a ij akan menyimpang dari rasio w1, wj, yang
sesungguhnya, sehingga aw = nw tidak terpenuhi lagi.
Perubahan kecil pada aij menyebabkan perubahan Z maksimum, penyimpangan Z
maksimum dari n merupakan ukuran konsistensi. Indikator terhadap konsistensi diukur
melalui Consistency Index (CI).
CI = (max – n) / (n-1)
AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian dengan menggunakan Consistency Ratio
(CR) yang dirumuskan sebagai berikut :
CICR =
Random Consistency Index (RI)
Bila harga CR lebih kecil atau sama dengan 10 % (0,10) maka nilai tersebut akan menujukan
tingkat konsistensi yang lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan, atau dapat dikatakan
eigen value maksimum atau maks diperoleh dari hasil pembobotan yang konsisten. Tetapi
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
35/120
jika CR lebih besar dari 10 % (0,10) maka penilaian yang telah dibuat secara random perlu
direvisi. Revisi yang berlebihan dengan maksud mendapatkan nilai konsisten yang baik, dapatmenyebabkan penyimpangan dari jawaban aslinya.
Berikut ini akan diperlihatkan angka Random Consistency Index (RI) pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4 Indeks Konsistensi Acak (Saaty, 1989)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat konsistensi dari sebuah proses penilaian baru akan
terlihat setelah melakukan penilaian diatas 2 kriteria, karena terlihat bahwa jumlah kriteria 1-2
indeks konsistensi acak nilainya nol.
3.6.3. Teknik AnalisisTahap analisis merupakan tahapan ujung tombak dalam pekerjaan sistem informasi
geografis. Analisis dalam hal ini akan memberikan solusi melalui pertanyaan basis data untuk
setiap pertanyaan yang berkaitan dengan fungsi ruang. Analisis basis data biasa akan bekerja
dengan baik bila konteks atribut yang dimiliki individu tersebut sama. Bila berbeda, maka
pertanyaan basis data biasa tidak dapat memberikan solusinya. Untuk itu teknik analisis SIG
ini diperlukan untuk memberikan solusi pertanyaan pada entitas yang berbeda-beda. Proses
teknik analisis tersebut dikenal sebagai analisis tumpang susun (Eastman, 1992. dalam: Hadi,
1998).
3.7. Data PendukungData pendukung yang dipergunakan pada penelitian ini terdiri dari data spasial atau data
keruangan, serta data atribut yang sebagian besar merupakan data yang bersifat statistikal
yang berisi informasi dengan unit analisis administrasi desa. Untuk lebih jelas mengenai data
yang dipergunakan dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5 Data yang dipergunakan
No Data Metoda
Pengambilan
data
Penyedia data Tahun Keterangan
1. Peta RBI Kota Cilegon Sekunder Bakosurtanal Arsip Tahun terbitan terbaru
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
36/120
skala 1:25.000
2. Peta LPI Kota Cilegon
skala 1:25.000
Sekunder Bakosurtanal Arsip Tahun terbitan terbaru
3. Peta Geologi Sekunder Dinas Pertambangandan Geologi
Arsip Tahun terbitan terbarudan skala terbesaryang tersedia
4. Peta Topografi Sekunder Bakosurtanal Arsip Tahun terbitan terbarudan skala terbesaryang tersedia
5. Peta Kelerengan Pengolahan Analisis spatial updating Pengolahan dari PetaTopografi yangtersedia
6. Peta Bathimetri Sekunder Dishidros,Bakosurtanal
Arsip Tahun terbitan terbarudan skala terbesaryang tersedia
7. Peta Tata guna lahan Sekunder Bappeda KotaCilegon
2006 Skala terbesar yangtersedia
8. Peta Jaringan Jalan Sekunder Dinas PekerjaanUmum kota Cilegon
2005 Skala terbesar yangtersedia
9. Peta Sarana Prasarana Sekunder Dinas PekerjaanUmum kota Cilegon
2005 Skala terbesar yangtersedia
10. RTRW Kota Cilegon Sekunder Bappeda KotaCilegon
2006
11 RDTR KecamatanCiwandan dan Citangkil,Kota Cilegon
Sekunder Dinas Tata RuangKota Cilegon
2007
12. Kota Cilegon dalamAngka
Sekunder BPS 2006
13. Basis data TsunamiIndonesia
Sekunder Pusat Riset TsunamiKPPKL ITB
Arsip
14. Peta Rendaman TsunamiKota Cilegon
Pengolahan Analisis Model Numerik
Simulasi Model Numerik
Selain data tersebut diatas, pada pelaksanaan pengerjaan studi ini juga dilengkapi oleh
data-data yang berupa hasil pelaporan pekerjaan pada instansi terkait yang berkaitan dengan
pengerjaan studi ini.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
37/120
BAB 4 PENGOLAHAN DATA
4.1. Ancaman Bencana AlamBerdasarkan definisi yang telah dijelaskan diawal bahasan, bahwa ancaman atau bahaya
bencana merupakan suatu fenomena atau kejadian yang dapat menimbulkan kerugian, korban
atau kehilangan, dimana waktu kejadiannya dapat berlangsung secara tiba-tiba atau memakan
waktu yang cukup lama.
Berdasarkan kajian literatur diketahui bahwa ancaman bencana alam yang mungkin
menimbulkan bencana dengan kekuatan dan kerusakan yang besar, berasal dari gempa bumi
yang bersumber pada zona subduksi lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia yang
terletak relatif di sebelah barat daya lokasi studi. Informasi lainnya dapat dilihat dari peta
geologi pada Gambar 15 yang memperlihatkan zona subduksi disekitar lokasi studi. Dari sisi
geologi, zona subduksi atau daerah tumbukan antara dua lempeng ini merupakan salah satu
sumber dibangkitkannya gempa bumi, dan gempa yang dibangkitkan di zona subduksi ini
berpotensi membangkitkan bencana susulan setelah terjadi gempa, yaitu ancaman tsunami.
Gambar 15 Zona Subduksi disekitar Lokasi Studi
Berdasarkan kajian pemodelan matematis yang dilakukan di Pusat Pengembangan
Kawasan Pesisir dan Laut (PPKPL – ITB, 2007) mengenai rambatan serta genangan tsunami
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
38/120
yang dibangkitkan di zona subduksi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 15 diperoleh
informasi mengenai jarak penetrasi genangan tsunami ke darat, serta perkiraan tinggi tsunamidi darat, kondisi ini dapat dilihat pada Lampiran 1 yang merupakan pendekatan melalui
model matematis yang dikembangkan oleh PPKPL – ITB (2007). Untuk lebih jelas
sehubungan dengan pemodelan matematis tsunami yang mana hasil simulasi dari perhitungan
tsunami sources diperlihatkan pada Gambar 16, distribusi energi gelombang diperlihatkan
pada Gambar 17, waktu penjalaran tsunami serta tinggi tsunami disepanjang pantai dapat
dilihat masing-masing pada Gambar 18 dan Gambar 19.
Gambar 16 Source Tsunami Sumber 2, Mw=8.0 Gambar 17 Distribusi Energi Tsunami, Sumber 2,Mw=8.0
Gambar 18 Tinggi maksimum Tsunami di,
sepanjang pantai Sumber 2, Mw=8.0
Gambar 19 Waktu penjalaran tsunami, Sumber 2,
Mw=8.0
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
39/120
Tinggi rendaman tsunami hasil model matematis tersebut kemudian dikelaskan
berdasarkan tingkat ancaman yang telah disusun oleh Iida (1963) seperti terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6 Klasifikasi Tingkat Ancaman tsunami berdasarkan tinggi rendaman (Iida, 1963)
No Tinggi gelombang tsunami
(m)
Daya Rusak Peringkat Bobot
1 >16 Sangat besar 1 0,2382 6 – 16 Besar 2 0,1903 2 – 6 Menengah 3 0,1434 0.75 – 2 Kecil 4 0,0955 < 0.75 Sangat Kecil 5 0,048
4.2.
Penyusunan Kriteria Kerentanan
Seperti telah disinggung pada bagian sebelumnya dan diperlihatkan pada Gambar 5
bahwa Kerentanan wilayah berdasarkan uraian dari ISDR (2004) terbagi atas empat faktor,
yaitu fisis, Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan. Untuk kepentingan studi ini, masing-masing
faktor tersebut selanjutnya disusun kriteria untuk mendapatkan gambaran kerentanan yang
dapat mewakili wilayah tersebut.
4.2.1. Kriteria Faktor Kerentanan FisisSecara garis besar berdasarkan deskripsi dari kerentanan fisis yaitu nilai-nilai negatif
atau kekurangan dari lingkungan tempat tinggal atau kawasan terbangun, misalnya kondisi
geologi, kemiringan, kepadatan bangunan, dll, maka kriteria yang diambil yaitu kondisi
geologi, kondisi kelerengan, sempadan pantai dan sempadan sungai dari lokasi studi.
Peta Geologi yang diperoleh dari lampiran RDTR Kota Cilegon, 2007, kemudian
dikriteriakan berdasarkan jenis batuan seperti terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 7 Kriteria kerentanan fisis terhadap tsunami Berdasarkan Jenis Batuan /Susunan Geologi
(Dita, 2004)
No Jenis Batuan Sifat Peringkat Bobot
1 Aluvium Sangat peka 1 0,333
2 Kuarter Muda Peka 2 0,267
3 Kuarter Tua Agak peka 3 0,200
4 Sedimen Kurang peka 4 0,133
5 Gamping Tidak peka 5 0,067
Susunan geologi ini berkaitan dengan lingkungan kawasan terbangun, karena
selanjutnya susunan geologi ini akan sangat terkait dengan daya tahan bangunan yang berdiri
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
40/120
diatasnya, terutama apabila dikaitkan dengan ancaman bencana alam yang telah dibahas pada
bagian sebelumnya. Seperti telah dibahas bahwa ancaman bencana alam di lokasi studi adalah bencana geologi, dengan ancaman utama adalah gempa bumi, maka pengaruh dari jenis
batuan akan sangat berpengaruh terhadap ancaman bencana ini, seperti diketahui bahwa
lapisan batuan merupakan media rambat energi dari gelombang gempa. Kaitannya dengan
bencana ikutan dari gempa yaitu tsunami, susunan geologi ini juga sangat berpengaruh
terhadap lingkungan bangunan yang ada diatasnya, dimana respon susunan geologi terhadap
tsunami dapat dilihat pada Tabel 7. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jenis batuan yang
paling rentan atau peka terhadap genangan tsunami adalah batuan aluvium, dimana secara
fisik batuan ini misalnya berupa kerikil, pasir atau sejenisnya dimana ikatan antar butirnya
tidak terlalu kuat. Sebaliknya jenis batuan gamping merupakan batuan yang relatif lebih tidak
peka terhadap genangan tsunami ataupun ancaman utamanya yaitu gempa bumi.
Komponen lainnya yang dijadikan sebagai komponen dari faktor kerentanan fisis adalah
kemiringan lahan ( slope), data ini diperoleh dari hasil analisis data topografi. Adapun kriteria
kerentanan dari data kemiringan lahan ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kriteria Kerentanan Kemiringan Lahan (SK. Mentan 1981)
No Jenis Kelerengan pantai Kemiringan (%) Kepekaan terhadap tsunami Bobot
1 Datar 0 – 3 Sangat peka 5
2 Landai 3 – 8 Peka 4
3 Agak Curam 8 – 15 Agak Peka 3
4 Curam 15 – 40 Kurang Peka 2
5 Sangat Curam > 40 Tidak Peka 1
Seperti halnya komponen geologi, kemiringan lahan ini juga berpengaruh pada
bangunan yang berada diatasnya atau disekitarnya, karena apabila dihubungkan dengan
ancaman yang ada berupa gempa bumi sebagai ancaman utama dan tsunami sebagai ancaman
ikutan, kemiringan lahan berkontribusi untuk dapat menimbulkan kerusakan ikutan selain
yang disebabkan karena goncangan atau rendaman saja, misalnya terjadinya longsor,
likuifaksi, dan atau variabilitas tinggi rendaman tsunami di darat. Khusus untuk kepekaan
terhadap tsunami pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa semakin rendah persentase kemiringan
lahan maka akan meningkatkan intensitas tinggi genangan tsunami di daratan, begitu juga
sebaliknya, semakin curam maka dapat meredam tinggi rendaman tsunami.
Dengan semakin pesatnya pembangunan wilayah, termasuk juga di sekitar Kota
Cilegon, batasan limitasi arae pembangunan seperti sempadan pantai dan sempadan sungai
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
41/120
mulai diabaikan. Akhir-akhir ini tekanan pembangunan fisik mulai menekan ke arah pantai
dan sungai, dimana dari sisi lain, lokasi ini memiliki nilai yang cukup tinggi karena menempel pada sumber kehidupan, yaitu air, khususnya untuk wilayah sungai, dan kualitas ekonomi
yang cukup tinggi untuk kawasan pantai, dimana biasanya dijadikan sebagai kawasan wisata.
Disisi lain wilayah ini memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, terutama untuk ancaman
bencana tsunami, terutama untuk kawasan sempadan pantai, begitu juga dengan kawasan
sempadan sungai, seperti diketahui bahwa sungai merupakan jalan “tol” bagi tsunami untuk
menggenangi kawasan darat, sehingga sempadan sungai memiliki tingkat kerentanan yang
tinggi seperti halnya kawasan sempadan pantai. Kriteria untuk kawasan sempadan ini
diadaptasi dari Kepres No. 32 tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana
yang disebut sebagai sempadan pantai adalah jarak 100 m dari garis pantai pasang tertinggi,
sedangkan untuk kriteria rangkin lainnya diadaptasi disesuaikan dengan jangkauan rendaman
tsunami yang telah di bahas pada bagian sebelumnya. Keseluruhan dari pengkriteriaan
komponen sempadan pantai dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Kriteria Kerentanan Kawasan Sempadan Pantai Untuk Faktor Kerentanan Fisis
No Jarak Sempadan dari
Garis Pantai
Kerentanan Tsunami Bobot
1 100 m Sangat rentan 1
2 1 km Rentan 2
3 2 km Kuran rentan 3
4 > 2km Tidak rentan 4
Seperti halnya pada sempadan pantai, pengkriteriaan sempadan sungai juga diadaptasi
dari kepres yang sama, dimana disebutkan bahwa diluar pemukiman sempadan sungai berada
pada area dengan jarak 50 m kanan dan kiri dan untuk sungai yang berada di kawasan
pemukiman berjarak 100 m kanan dan kiri. Menimbang analisis spasial dilakukan pada skala
kecil 1:50.000, maka diasumsikan sempadan sungai berjarak 50 m dengan mengambil asumsi
jarak sempadan 50 m kanan dan kiri dimana ruas sungai yang dipetakan sebagian besar
berada di luar kawasan pemukiman. Sedangkan untuk melengkapi kriteria kerentanan
sempadan sungai diambil jarak tegak lurus dari pantai ambil asumsi yang sama dengan
mendeliniasi tingkat kerentanan pada sempadan pantai. Selengkapnya kriteria kerentanan
komonen sempadan sungai dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kriteria Kerentanan Kawasan Sempadan Sungai
No Jarak Sempadan Sungai
Tegak Lurus Pantai
Kerentanan Tsunami Peringkat Bobot
1 1 km Sangat rentan 1 0,500
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
42/120
2 2 km Rentan 2 0,333
3 > 2 km Tidak rentan 3 0,167
Selanjutnya setelah menentukan komponen dari faktor fisis serta pengkriteriaan untuk
masing-masing komponen adalah menentukan elemen ancaman untuk faktor kerentanan fisis.
Dimana elemen ancaman ini bisa terdiri dari satu atau lebih elemen ancaman yang berdampak
pada faktor kerentanan fisis. Dari hasil pengkajian faktor fisis maka dipilih elemen ancaman
yang berkontribusi pada kerusakan atau kerugian faktor fisis yaitu rendaman tsunami, erosi
atau longsor dan likuifaksi atau tanah amblas. Untuk tingkat kontribusi dari masing-masing
elemen ancaman tersebut terhadap faktor kerentanan fisis akan dibahas pada bagian
selanjutnya.
4.2.2. Kriteria Faktor Kerentanan Sosial DemografiDalam proses manajemen resiko sangatlah penting untuk dapat mengidentifikasi
kelompok masyarakat yang dianggap rentan (vulnerable group) agar dapat menekan kerugian
atau kehilangan yang disebabkan oleh adanya bencana. Salah satu tujuan dari upaya mitigasi
adalah untuk dapat menyelamatkan banyak nyawa dan menekan kerugian. Oleh karena itu
identifikasi kelompok masyarakat rentan menjadi komponen dalam faktor kerentanan sosial
demografi menjadi sangat penting. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maureen Fordham
(2007) dalam artikel yang berjudul “Social Vulnerability and Capacity”
(http://www.colorado.edu/hazards/o/archives/2007/nov07/NovObserver07.pdf ) disebutkan
bahwa yang termasuk kedalam kelompok masyarakat rentan diantaranya adalah kaum
perempuan, anak-anak, dan penduduk lanjut usia serta beberapa kelompok masyarakat
lainnya. Menurut Fordham kelompok masyarakat rentan yang disebutkan diatas terkait
dengan kemampuan dalam upaya penyelamatan ketika terjadinya bencana serta kemampuan
pulih (recovery) setelah terjadinya bencana.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka komponen penyusun untuk menentukan
kerentanan Sosial Demografi terdiri dari data statistik dengan lingkup administrasi desa /
kelurahan. Komponen yang dimaksud adalah kepadatan penduduk, anak-anak, penduduk usia
lanjut dan perempuan.
Kriteria kerentanan untuk komponen kerentanan penduduk diambil berdasarkan
klasifikasi kepadatan penduduk dari SNI 03-1733-2004 mengenai Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan, klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
http://www.colorado.edu/hazards/o/archives/2007/nov07/NovObserver07.pdfhttp://www.colorado.edu/hazards/o/archives/2007/nov07/NovObserver07.pdfhttp://www.colorado.edu/hazards/o/archives/2007/nov07/NovObserver07.pdf
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
43/120
Tabel 11 Kriteria Kerentanan Kepadatan Penduduk No Kepadatan (jiwa / ha) Kerentanan Peringkat Bobot1 < 150 Tidak rentan 3 0,167
2 151 – 200 Rentan 2 0,333
3 > 201 Sangat rentan 1 0,500
Dari Tabel 11 terlihat bahwa semakin padat penduduk disuatu wilayah maka
kerentanannya semakin tinggi, begitu juga sebaliknya, hal ini dikarenakan semakin padat
penduduk dalam suatu wilayah, maka kawasan tersebut semakin rentan akan kehilangan
banyak korban jiwa apabila terjadi bencana.
Untuk komponen kerentanan komposisi jumlah anak-anak, lansia (lanjut usia) dan
perempuan diklasifikasikan relatif terhadap jumlah total penduduk untuk masing-masingwilayah. Pengklasifikasikan disusun berdasarkan komposisi distribusi normal masing-masing
komponen dalam total penduduk. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Kriteria Kerentanan Kelompok Masyarakat Rentan (Vulnerable Group)
No Persentase (%) Kerentanan Peringkat Bobot
1 0 – 33,33 Tidak Rentan 3 0,167
2 33,33 – 66,66 Rentan 2 0,333
3 > 66,66 Sangat Rentan 1 0,500
Dari Tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi persentse kelompok
masyarakat rentan dalam jumlah penduduk di wilayahnya, maka berdasarkan keterangan dariFordham maka masyarakat di wialyah tersebut dapat dianggap memiliki kerentanan yang
tinggi, begitu juga sebaliknya.
Untuk komponen kerentanan faktor fisis, selain komponen yang lebih bersifat
demografi atau kependudukan, komponen lainnya yang dianggap penting dalam faktor sosial
demografi diantaranya adalah keberadaan asset infrastruktur jaringan sosial kemasyarakatan.
Klasifikasi kerentanan dari asset infrastruktur sosial diadaptasi dari ADPC (2004) yang dapat
dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 13 Kriteria Kerentanan Infrastruktur Utama Jaringan Sosial
No Jenis Infrastruktur Peringkat Bobot
1 Permukiman 1 0,286
2 Perdagangan 2 0,238
3 Transportasi 3 0,190
4 Pendidikan 4 0,143
5 Perkantoran 5 0,095
6 Kesehatan 6 0,048
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
44/120
Adapun elemen ancaman yang berkontribusi dari kemungkinan merugi atau kehilangan
dari faktor sosial ekonomi adalah seperti telah disinggung diatas yaitu:
a. Kelompok masyarakat rentan (Vulnerable group) b. Infrastruktur utama jaringan sosial
Elemen ancaman vulnerable group merepresentasikan kemungkinan kehilangan jiwa
yang akan dialami suatu wilayah apabila terjadi bencana, berdasarkan keterangan dari
Fordham bahwa vulnerable group ini berkaitan dengan kapabilitas ketika terjadi bencana dan
pasca bencana. Sedangkan elemen ancaman asset infrastruktur diakaitkan dengan eksistensi
jaringan sosial yang telah ada dalam suatu masyarakat. Kontribusi ancaman kerentanan dari
kedua elemen tersebut akan dijelaskan melalui bobot ancaman yang akan dijelaskan pada
bagian selanjutnya.
4.2.3. Kriteria Faktor Kerentanan EkonomiSecara sederhana, dampak dari suatu bencana dapat menimbulkan kerugian langsung
(direct loss) berupa rusaknya asset infrastruktur, bangunan, korban jiwa dan lain sebagainya
yang dapat dikonversikan dengan jelas, dan dapat juga menimbulkan kerugian atau
kehilangan yang sifatnya tidak langsung atau tidak terhitung (indirect loss) misalnya
terganggunya pergerakan barang dan jasa, dan lain sebagainya (ECLAC, 2003). Oleh karena
itu penyusunan kriteria kerentanan untuk faktor ekonomi berdasarkan kemungkinan kerugian
atau kehilangan yang langsung juga yang tidak langsung.
Berdasarkan pertimbangan diatas dan uraian keterangan mengenai kerentanan faktor
ekonomi dari ISDR (2004) yang menyebutkan bahwa kerentan faktor ekonomi bergantung
pada status ekonomi individu masyarakat, komunitas dan tingkat diatasnya lagi, dengan kata
lain bergantung pada perekonomian mikro dan makro. Disebutkan juga bahwa komponen
kerentanan faktor ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu komponen demografi
yang direpresentasikan oleh kelompok masyarakat rentan, dan komponen lainnya yaitu
penggunaan lahan yang dikaitkan dengan komposisi mata pencaharian masyarakat dan
kontribusi perekonomian wilayah.
Pengkriteriaan kerentanan untuk komponen demografi seperti telah disebutkan diatas,
sama dengan yang dilakukan pada pengkriteriaan kelompok masyarakat rentan pada faktor
sosial seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. Selain rentan dalam kapabilitas evakuasi serta
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
45/120
recovery, menurut Fordham kelompok ini juga meningkatkan kerentanan ekonomi karena
kemampuan membangkitkan perekonomian baik mikro ataupun makro relatif lebih kecildibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya.
Untuk pengkriteriaan penggunaan lahan, diklasifikasikan dengan menggunakan
pendekatan kontribusi PDRB di Kota Cilegon sebagai asumsi nilai dari tiap penggunaan lahan
terhadap perekonomian wilayah. Adapun distribusi kontribusi sektor ekonomi di Kota
Cilegon dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Kontribusi sektor ekonomi pada PDRB ADH Konstan Kota Cilegon 2002 – 2005
(Kota Cilegon dalam angka Tahun 2006)
No. Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005*1. Pertanian 3,29 3,18 2,96 2,80 2,64 2,50
2. Pertambangan dan Penggalian 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
3. Industri Pengolahan 64,16 63,90 63,49 63,39 63,27 62,96
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 9,13 10,90 11,16 11,15 10,93 11,01
5. Bangunan 0,45 0,40 0,44 0,48 0,48 0,48
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9,92 9,81 9,77 9,83 9,88 10,03
7. Pengangkutan dan Komunikasi 8,57 9,21 9,07 8,88 8,59 8,58
8. Keuangan, Persewaandan Jasa Perusahaan
1,61 1,45 1,56 1,94 2,67 2,90
9. Jasa-jasa 1,40 1,40 1,44 1,44 1,44 1,45
PDRB ADH KONSTAN 98,63 100,35 100,00 100,00 100,00 100,00
Dari Tabel 14 diatas terlihat bahwa kontribusi sektor industri terhadap perekonomian
umum Kota Cilegon menduduki posisi utama. Dengan pertimbangan diatas, maka disusun
kriteria penggunaan lahan, dimana klas yang diperhitungkan disesuaikan dengan data tata
guna lahan yang ada di Kota Cilegon (sumber Dinas Tata Kota), adapun kriteria kerntanan
komponen penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 15 Kriteria Kerentanan Komponen Penggunaan Lahan Untuk Faktor Ekonomi
No Jenis Penggunaan Lahan Peringkat bobot
1 Industri 1 0,238
2 Sawah 2 0,190
3 Perkebunan 3 0,143
4 Hutan 4 0,095
5 Rumput / Tanah kosong 5 0,048
Kriteria diatas menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk lahan industri menduduki
bobot paling tinggi sesuai dengan kontribusi sektor industri pada PDRB, demikian juga
dengan area permukiman. Selanjutnya diikuti oleh penggunaan lahan untuk pertanian dan
perkebunan dengan nilai bobot 2. Sedangkan hutan diasumsikan memiliki nilai ekonomi yang
relatif rendah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya.
-
8/15/2019 Thesis na rev.docx
46/120
Elemen ancaman untuk faktor ekonomi yang terkait dengan komponen-komponen
diatas adalah:
a. Vulnerable group b. Penggunaan Lahan
Perbedaan nilai elemen ancaman vulnerable group yang terdapat pada faktor sosial
demografi dan di faktor ekonomi adalah kontribusi tingkat kerugian/kehilangan terhadap
elemen ancaman lainnya, sehingga hal ini berpengaruh pada nilati total kerentanan masing-
masing faktor.
4.2.4.
Kriteria Faktor Kerentanan Lingkungan
Lingkungan dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari kondisi fisik (mencakup
sumberdaya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral serta flora dan fauna yang ada di
lingkungan sekitarnya baik itu di daratan, air dan udara) dengan kelembagaan (yang meliputi
ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkunga